Keberadaan Lignin Dalam Dinding Sel Kayu

(1)

KARYA TULIS

KEBERADAAN LIGNIN DALAM DINDING

SEL KAYU

Disusun Oleh:

APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Keberadaan Lignin Dalam

Dinding Sel Kayu “.

Tulisan ini berisi merupakan terjemahan dari tulisan S. Saka dan D. A. I. Goring yang berisi tentang lignin dan penyebarannya pada kayu daun lebar dan kayu daun jarum. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan tambahan informasi dibidang kimia kayu.

Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun dengan tujuan untuk menyempurnakan karya tulis ini.

Nopember, 2008

Penulis


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL...iii

PENDAHULUAN ...1

PENYEBARAN LIGNIN PADA KAYU DAUN JARUM ...2

PENYEBARAN LIGNIN PADA KAYU DAUN LEBAR...7


(4)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1 Distribusi lignin pada trakheid Black spruce yang ditentukan dengan Ultraviolet (UV) Microscopy

3

2 Distribusi lignin pada xilem Douglas fir yang ditentukan dengan

Ultraviolet (UV) Microscopy

4

3 Distribusi lignin pada trakheid Loblolly Pine yang ditentukan dengan Brominasi dengan SEM-EDXA

4

4 Konsentrasi Lignin Pada Wilayah Morfologi dari Kayu Tekan

Douglas fira dan Japanese fir

6

5 Penyebaran Guaiacyl dan Syringyl dalam Lignin pada White

Birch

7


(5)

PENDAHULUAN

Banyak metode telah digunakan untuk mempelajari distribusi lignin dalam kayu. Salah satu metode yang paling tua adalah pewarnaan selektif yang pengamatannya dilakukan dibawah mikroskop cahaya (Brauns, 1952). Pewarnaan dengan menggunakan potassium permanganat (Crocker, 1921) telah dipakai secara luas untuk mendeteksi lignin dengan mikroskop elektron (Hepler et al., 1970; Bland et al., 1971; Parham., 1974; Saka et al., 1979), meskipun ada beberapa keraguan seperti spesifisitas untuk lignin (Hoffmann dan Parameswaran, 1976; Kishi et al., 1982).

Distribusi lignin juga telah dipelajari melalui percobaan pembuatan kerangka lignin dengan mengubah karbohidrat menggunakan brown-rot fungi (Meier, 1955) konsentrasi asam hidroflouric (Sachs et al., 1963; Bentum et al., 1969; Parham dan Cote, 1971; Fuji et al., 1981). Meskipun beberapa perubahan lignin melalui reaksi kondensasi terjadi dan kehadiran karbohidrat sisa mengaburkan data, secara keseluruhan hasil yang diperoleh dengan metode ini lebih baik bila dibandingkan dengan pewarnaan dengan potassium permanganat (Parham, 1974).

Metode diatas menjelaskan kehadiran lignin pada berbagai wilayah morfologi kayu, namun metode tersebut tidak dapat memperkirakan jumlah distribusi lignin pada dinding sel. Untuk menguji kadar kuantitatif penyebaran lignin, metode Ultraviolet

(UV) mikroskopy pada penampang tipis kayu merupakan salah satu prosedur yang

terbaik. Pendekatan ini telah dilakukan oleh Lange (1954), yang memperkirakan konsentrasi berat lignin pada dinding sekunder dan compound middle lamella dari sel trakheid kayu jenis Norway spruce yang masing-masing nilainya sebesar 16 dan 73%. Hasil ini lebih baik dari pada fraksi middle lamella kayu douglas fir yang hanya sebesar 71% dengan teknik microdisection yang dilakukan oleh Bailey (1936). Sebelum Bailey melakukan percobaan, Ritter (1925) telah menyimpulkan bahwa sekitar 75% lignin pada kayu berada dalam middle lamella dan sisanya 25% berada dalam dinding sekunder. Hal yang membingungkan terjadi pada literatur, karena pengarang tidak membedakan dengan jelas hasil dari Bailey-Lange dan Ritter. Kebingungan terjadi pada masalah penandaan simbol persen pada persen fraksi dari total kandungan lignin dalam kayu pada wilayah morfologi tertentu dan kandungan lignin pada wilayah. Barangkali sebagai ganti dari % tersebut yaitu (g/g) untuk


(6)

menandakan konsentrasi lignin. Sebagai contoh, g lignin / g zat kimia penyusun dinding sel. Simbol % selanjutnya dipakai untuk proporsi lignin total dalam wilayah jaringan tertentu.

Selanjutnya, Goring dkk (Scott et al., 1969; Scott dan Goring, 1970a; Wood dan Goring, 1974) menyempurnakan metode UV microscopy dengan menyiapkan bidang tipis (0.5 µm) dan selanjutnya menghindarkan kesalahan yang disebabkan oleh cahaya tidak sejajar. Goring dkk dapat menentukan distribusi kuantitatif lignin dalam kayu (Fergus et al,. 1969;. Scott dan Goring 1970b; Fergus dan Goring, 1970a,b; Wood dan Goring, 1971; Musha dan Goring, 1975) dan mereka membuktikan bahwa hasil Bailey-Lange adalah benar. Mereka juga membuktikan bahwa Berlyn dan Mark (1965) benar ketika menunjukkan bahwa fraksi volume dari middle lamella kecil, tidak lebih dari 40% total lignin dalam kayu.

Metode lain juga telah diusulkan. Lange dan Kjaer (1957) memperkenalkan

interference microscopy untuk pengujian kadar kuantitatif lignin, penyempurnaan

teknik selanjutnya dilakukan oleh Boutelje (1972). Yang terbaru, Saka et al (1978, 1981; Saka dan Thomas, 1982a,b) telah mengembangkan teknik baru untuk menentukan distribusi kuantitatif lignin dalam kayu. Metode tersebut yaitu spesifik brominasi untuk lignin dalam larutan tidak encer (CHCl3) yang diikuti dengan pengukuran konsentrasi brom pada berbagai wilayah morfologi kayu dengan pasangan

scanning electron microscopy (SEM) dan energy-dispersive X-ray analysis (EDXA).

Pengetahuan reaktifitas relatif dari brom untuk membedakan tipe lignin, penyebaran lignin dalam bagian sel yang berbeda dapat ditentukan.

PENYEBARAN LIGNIN PADA KAYU DAUN JARUM

Tabel I menunjukkan penyebaran lignin pada trakheid kayu Black spruce (Picea mariana Mill.) yang ditentukan dengan UV microscopy (Fergus et al, 1969). Hasil tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi lignin dalam middle lamella lebih tinggi dari dinding sekunder. Namun karena dinding sekunder memiliki proporsi yang lebih besar dari volume jaringan total, mayoritas lignin (72% pada kayu awal dan 82% pada kayu akhir) ditemukan pada dinding sel. Seperti terlihat pada Gambar 1, lignin menyebar secara seragam pada dinding sekunder trakheid black spruce.


(7)

Pada tabel II. Menunjukkan penyebaran lignin pada xilem Douglas fir [Pseudotsuga menziesii (Mirb.) Franco] (wood dan Goring, 1971). Disini termasuk sel jari-jari. Konsentrasi dan penyebaran lignin pada berbagai wilayah morfologi trakheid tidak banyak berbeda dari yang ditunjukkan Black spruce pada Tabel I.

Tabel III menunjukkan penyebaran lignin pada trakheid loblolly pine (Pinus taeda L.) yang ditentukan dengan brominasi dengan SEM-EXDA (Saka dan Thomas, 1982b). Menariknya bahwa dengan metode ini memungkinkan untuk meguraikan lapisan S1, S2 dan S3 pada dinding sekunder secara jelas. Hal tersebut seringkali sulit dilakukan dengan UV microscopy.

Tabel I. Distribusi lignin pada trakheid Black spruce yang ditentukan dengan

Ultraviolet (UV) Microscopya.

Lignin Kayu Wilayah Morfologi Volume jaringan

(%)

% total Konsentrasi (g/g)

S 87 72 0.23

ML 9 16 0.50

Kayu awal

MLcc 4 12 0.85

S 94 82 0.22

ML 4 10 0.60

Kayu akhir

MLcc 2 8 1.00

a


(8)

Tabel II. Distribusi lignin pada xilem Douglas fir yang ditentukan dengan

Ultraviolet (UV) Microscopya

Lignin Kayu Wilayah Morfologi Volume

Jaringan (%)

% total Konsentrasi (g/g)

Tracheid S 74 58 0.25

Tracheid ML 10 18 0.56

Tracheid MLcc 4 11 0.83

Ray Parenchyma S 8 10 0.40

Kayu awal

Ray Tracheid S 4 3 0.28

Tracheid S 90 78 0.23

Tracheid ML 4 10 0.60

Tracheid MLcc 2 6 0.90

Ray Parenchyma S 3 4 -

Kayu akhir

Ray Tracheid S 1 2 -

a

Dari Wood dan Goring (1971)

Tabel III. Distribusi lignin pada trakheid Loblolly Pine yang ditentukan dengan Brominasi dengan SEM-EDXAa

Lignin Kayu Wilayah

Morfologi

Volume Jaringan

(%)

% total Konsentrasi (g/g)

S1 13 12 0.25

S2 60 44 0.20

S3 9 9 0.28

ML 12 21 0.49

Kayu awal

MLcc 6 14 0.64

S1 6 6 0.23

S2 80 63 0.18

S3 5 6 0.25

ML 6 14 0.51

Kayu akhir

MLcc 3 11 0.78

a

Dari Saka dan Thomas (1982b)

Pada loblolly pine, konsentrasi lignin pada lapisan S2 lebih rendah dari lapisan S1 dan S3. Perbedaan ini ditetapkan pada profil garis dari sinar X brom seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Suatu hal yang menarik, Fukazawa dan Imagawa (1981) mencoba trakheid Japanese fir (Abies sachalinensis Fr. Schm.) dengan metode UV


(9)

lumen-dinding penghubung pada trakheid kayu juvenil. Perbandingan Tabel I, II dan III menunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan meskipun kecenderungan dalam penyebaran lignin pada trakheid untuk ketiga kayu daun jarum tersebut hampir sama.

Sel parenkim jari-jari, terdapat sekitar 5% berdasarkan berat xilem pada kayu daun jarum, secara signifikan telah menunjukkan kandungan lignin yang lebih tinggi dari kayu bulat.


(10)

Bailey (1936) menetapkan dengan metode analisis langsung kandungan lignin sebesar 0.41 g/g untuk sel parenkim jari-jari Douglas fir yag dipisahkan. Harada dan Wardrop (1960) menemukan kandungan lignin 0.44 g/g untuk parenkim jari-jari Japanese cedar (Cryptomeria japonica D. Don). Dengan menggunakan UV microscopy, Fergus et al (1969) memperkirakan konsentrasi lignin sebesar 0.4 g/g pada sel parenkim jari-jari Black spruce. Data kayu awal douglas fir ditunjukkan pada tabel II merupakan hasil yang bagus dengan metode tersebut. Lebih lanjut, Fergus dkk (1969) menemukan konsentrasi lignin pada dinding sekunder parenkim jari-jari yang nilainya hampir sama antara kayu awal dan kayu akhir.

Beberapa publikasi mengenai distribusi lignin pada kayu tekan dalam kayu daun jarum. Timell (1982) meninjau kembali hasil kerja tersebut. Mikrograf elektron pada kerangka lignin dari kayu tekan Larch [Larix laricina (Du Roi) K. Koch] ditunjukkan pada gambar 3.(T.E. Timell, komunikasi pribadi, 1984). Meskipun morfologinya berbeda namun penyebaran lignin pada trakheid kayu tekan hampir sama dengan kayu normal kecuali konsentrasi lignin yang lebih tinggi pada kayu tekan serta tidak terdapat lignin pada cell corner middle lamella. Pada pengamatan berulang terjadi keanehan pada kayu tekan yaitu cincin dalam lapisan S2 (S2-L) terdapat konsentrasi lignin yang besarnya hampir sama dengan middle lamella. Tabel IV menunjukkan perbandingan menurut Timell (1982) konsentrasi lignin yang diukur oleh Wood dan Goring (1971) pada Douglas fir dan oleh Fukuzawa (1974) pada Japanese fir (Abies sachalinensis Fr. Schm). Secara keseluruhan kecenderungannya sama, meskipun kandungan lignin pada Japanese fir lebih rendah pada berbagai wilayah morfologi.

Tabel IV. Konsentrasi Lignin Pada Wilayah Morfologi dari Kayu Tekan

Douglas fira dan Japanese firb

Konsentrasi Lignin (g/g) Wilayah Morfologi

Douglas fir Japanese fir

S1 40 29

S2 (L) 54 42

S2 36 26

ML 49 49

MLcc 75 65

a

Dari Wood dan Goring (1971) b


(11)

PENYEBARAN LIGNIN PADA KAYU DAUN LEBAR

Kandungan utama lignin pada kayu daun lebar yaitu guaiacyl dan syringyl. Hal ini terlihat bahwa rasio guaiacyl : syringyl berbeda dari satu wilayah morfologi dengan wilayah yang lain. Fergus dan Goring (1970a,b) mencoba mengukur distribusi lignin pada white birch (Betula papyrifera Marsh) dengan analisis spektrum ultraviolet. Syringyl dan guaiacyl memiliki perbedaan secara nyata pada daya serap UV-nya. Selanjutnya kebenaran pengukuran distribusi lignin dengan UV microscopy memerlukan pengetahuan terhadap jumlah relatif dari syringyl dan guaiacyl pada berbagai wilayah morfologi. Saka dkk (1984; Saka dan Goring 1984) telah mengkombinasikan brominasi-EDXA dengan UV microscopy untuk mengukur rasio

guaiacyl : syringyl dan memperkirakan konsentrasi lignin pada bagian yang berbeda

dari dinding sel.

Tabel V menunjukkan rasio guaiacyl dan syringyl pada berbagai wilayah morfologi kayu white birch yang ditentukan dengan UV microscopy dan brominasi_EDXA (UV-EDXA) (Saka dan Goring, 1984). Sebagai perbandingan, diperoleh hasil awal dengan dengan kedua metode bahwa rasio guaiacyl : syringyl lignin adalah berbeda pada berbagai wilayah morfologi yang diteliti. Serat pada dinding sekunder (S2) didominasi oleh guaiacyl.

Studi mengenai analisis spektrum UV (Fergus dan Goring, 1970b) mengungkapkan bahwa sel parenkim jari-jari pada fiber dinding sekunder didominasi

Tabel V. Penyebaran Guaiacyl dan Syringyl dalam Lignin pada White Birch Guaiacyl : Syringyl

Wilayah Morfologia

Brominasi dengan SEM-EDXAb

Analisis Spektrum UVc

Fiber S2 12 : 88 Syringyl

Vesel S2 88 : 12 Guaiacyl

Ray Parenchyma S 49 : 51 Syringyl

MLcc (F/F) 91 : 9 50 : 50

MLcc (F/V) 80 : 20 Guaiacyl

MLcc (F/R) 100 : 0 50 : 50

MLcc (R/R) 88 : 12 50 : 50

a

F/F (Fiber/Fiber); F/V (Fiber/Vessel); F/R (Fiber/Ray); R/R (Ray/Ray) b

Dari Saka dan Goring (1984) c


(12)

oleh lignin tipe syringyl. Bagaimanapun, rasio guaiacyl : syringyl sekitar 1:1 telah ditemukan dengan metode UV-EDXA (Saka dan Goring, 1984).

Middle lamella cell corner (MLcc) terdiri dari 80-10% lignin guaiacyl sisanya 0-20% adalah syringyl. Hasil ini sedikit banyak bervariasi dibanding usulan sebelumnya (Fergus dan Goring, 1970) yang mengemukakan bahwa middle lamella disekitar fiber dan sel jari-jari mengandung proporsi guaiacyl dan syringyl yang sama, namun selanjutnya Musa dan Goring mengemukakan bahwa lignin pada middle

lamella seluruhnya berisi unit-unit guaiacylpropane.

Hasil dari Tabel V mengindikasikan bahwa kelompok syringyl dan guaiacyl penyebarannya berbeda pada kayu daun lebar. Percobaan lain yang mendukung penemuan ini. Wolter dkk (1974) telah menunjukkan bahwa lignin guaiacyl murni berasosiasi dengan vessel pada aspen callus. Kirk dkk (1975) menemukan bahwa

topochemistry dari cendawan perusak lignin pada kayu birch adalah konsisten dengan

adanya lignin yang kaya akan syringyl pada sel fiber. Lignin yang kaya akan syringyl telah diisolasi dari beberapa kayu daun lebar oleh Yamasaki dkk (1978). Barangkali fakta yang lebih meyakinkan berasal dari penyelidikan dimana kayu dipecah dan rasio

guaiacyl : syringyl ditetapkan sebagai lignin pada berbagai wilayah jaringan yang

diisolasi. Cara ini, Hardell dkk (1980) telah menunjukkan bahwa lignin pada middle

lamella dan dinding vessel kayu birch kaya akan unit guaiacyl, sedangkan rasio guaiacyl : syringyl yang tinggi terdapat pada fiber dan dinding sel jari-jari. Cho dkk

(1980) mempelajari karakteristik kimia lapisan tipis seperti bahan kimia yang mereka isolasi dari jaringan halus pada birch. Bahan ini diakui sepertinya berisi proporsi compound middle lamella yang tinggi dan menunjukkan rendahnya rasio unit syringyl terhadap guaiacyl.

Tabel VI menunjukkan distribusi lignin pada kayu white birch yang ditentukan dengan metode UV-EDXA (Saka dan Goring, 1984). Untuk fiber dan vessel dinding sekunder, lignin menyebar secara seragam pada lapisan S1, S2 dan S3. Konsentrasi lignin pada dinding vessel, sekitar 1.9 kali lebih tinggi dari bagian fiber, sementara sel parenkim jari-jari memiliki konsentrasi lignin lebih rendah dari fiber. Konsentrasi lignin pada middle lamella antara area cell corner (ML) ditemukan sekitar 10-30% lebih rendah dari cell corner middle lamella (MLcc). Sebagai perbandingan, data


(13)

penyebaran lignin pada kayu white birch yang ditentukan dengan UV microscopy (Fergus dan Goring, 1970a), disajikan pada Tabel VI. Hal yang menarik untuk dicatat bahwa konsentrasi lignin pada dinding sekunder fiber dan vessel berhasil ditentukan dengan dua metode yang berbeda. Konsentrasi lignin pada sel parenkim jari-jari diukur dengan UV microscopy (Fergus dan Goring, 1970a) adalah hampir dua kali dari hasil yang

Tabel VI. Penyebaran Lignin pada White Bircha

Konsentrasi Lignin Elemen Wilayah

Morfologib

Volume Jaringan

(%)

UV-EDXAc UV onlyd

S1 11.4 0.14 -

S2 58.5 0.14 0.16

S3 3.5 0.12 -

ML 5.2 0.36 0.34

Fiber

MLcc(F/F) 2.4 0.45 0.72

S1 1.6 0.26 -

S2 4.3 0.26 0.22

S3 2.3 0.27 -

ML 0.8 0.40 0.35

Vessel

MLcc(F/V) ≅ 0 0.58 -

S 8.0 0.12 0.22

ML 2.0 0.38 -

MLcc(F/R) ≅ 0 0.47 -

R. Parenchyma

MLcc(R/R) ≅ 0 0.41 -

a

Dari Saka dan Goring (1984); Fergus dan Goring (1970a) b

F/F (Fiber/Fiber); F/V (Fiber/Vessel); F/R (Fiber/Ray); R/R (Ray/Ray) c

Dari Saka dan Goring (1984) d

Perhitungan menggunakan kandungan lingnin xilem 0.199 g/g, dari Fergus dan Goring (1970a)

diperoleh dengan metode UV-EDXA (Saka dan Goring, 1984). Middle lamella antara dua cell sorner (ML), untuk fiber dan vessel, menunjukkan kemiripan nilai dengan dua teknik. Sebaliknya, konsentrasi pada cell corner middle lamella (MLcc) adalah lebih rendah dengan metode UV-EDXA (Saka dan Goring, 1984). Ketidakcocokan pengamatan yang menjadi suatu masalah disebabkan karena ketidaktepatan dalam memperkirakan rasio guaiacyl : syringyl pada saat melakukan pengukuran dengan metode UV saja.

Hasil yang diperoleh dengan metode baru yang meliputi UV microscopy dan Brominasi-EDXA (Saka dan Goring, 1984) mengkonfirmasi data sebelumnya yang menggunakan metode UV microscopy (Fergus dan Goring, 1970a,b). Beberapa


(14)

ketidakcocokan ditemukan pada wilayah parenkim jari-jari dan middle lamella. Metode yang baik untuk mengatasi kembali ketidakcocokan tersedut yaitu dengan pemisahan secara fisik berbagai tipe jaringan tanpa mengintroduksi setiap perubahan kimia (Hardell dkk, 1980; whiting dkk, 1981). Analisis pemisahan jaringan selanjutnya akan memberikan informasi sementara terhadap perbedaan penyebaran tipe lignin pada berbagai wilayah morfologi dari kayu daun lebar.


(15)

REFERENSI

Bailey, A. J. (1936). Ind. Eng. Chem. Anal. Ed. 8, S2-S5.

Bentum, A. L. K., Cotd, Jr., W. A., Day, A. C., and Timell, T. E. (1969). Wood Sci.

Technol. 3, 218-231.

Berlyn, G. P., and Mark, R. E. (1965). For. Prod. J. 16, 140-141.

Bland, D. E., Foster, R. C., and Logan, A. F. (1971). Holzf'orschung 25, 137-143. Boutelje, J. B. (1972). Suen. Papperstidn. 75, 683-686.

Brauns, F. E. (1952). "The Chemistry of Lignin," Chapter IV. Academic Press, Inc., New York.

Cho, N. S., Lee, J. Y., Meshitsuka, G., and Nakano, J. (1980). Mokuzai Gakkaishi 26, 527533.

Crocker, E. C. (1921). Ind. Eng. Chem. 13, 625-627.

Fergus, B. J., and Goring, D. A. I. (1970a). .9ol:forschung 24, 118-124.

Fergus, B. J., and Goring, D. A. I. (19706). Hol;forschun, 24, 113-117. Fergus, B. J., Procter, A. R., Scott, J. A. N., and Goring, D. A. 1. (1969). Wood Sci.

Technol. 3, 117-138.

Fujii, T., Harada, H., and Saiki, H. (1981). Mokuzai Gakkaishi 27, 149-156. Fukazawa,

K. (1974). Res. Bull. Coll. Exp. For. Hokkaido Univ. 31(1), 87-114. Fukazawa, K., and Imagawa, H. (1981). Wood Sci. Technol. 15, 45-55. Harada, H., and Wardrop, A. B. (1960). Mokuzoi Gakkaislu 6, 34-41.

Hardell, H.-L., Leary, G. J., Stoll, M., and Westermark, U. (1980). Suen.

Pcrpperstidn. 83, 71-74.

Hzpler, P. K., Fosket, D. E., and Newcomb, E. H. (1970). Am. J. Bot. 57, 85-96. Hoffmann, P., and Parameswaran, N. (1976). Holzforschung 30, 62-70.

Kirk, T. K., Chang, H.-m., and Lorenz, L. F. (1975). Wood Sci. Technol. 9, 81-86. Kishi, K.,

Harads, IL, and Saiki, H. (1982). Bull. Kyoto Univ. For. 53, 209-216. Lange, P. V1'. (1954). Suen. Papperstidn. 57, 525-537, 563-567.

Lange, P. W., and Kjaer, A. (1957). Norsk Skogind._ 11, 425-432. Meier, H. (1955). Holz Roh-iVerkst. 13, 323-338.


(16)

Musha, Y., and Goring, D. A. I. (1975). Wood Sci. Technol. 9, 45-58. Parham, R. A. (1974). Wood Sci. 6, 305-315.

Parham, R. A., and Cote, Jr., W. A. (1971). Wood Sci. Technol. 5, 49-62. Ritter, G. J. (1925). Ind. Eng. Chem. 17, 1194-1197.

Sachs, I. B., Clark, I. T., and Pew, J. C. (1963). J. Polym. Sci. Port C 2, 203-212. Saka, S., and Goring, D. A. I. (1984). In preparation., Saka, S., and

Thomas, R. J. (1982a). Wood Sci. Technol. 16, 1-18.

Saka, S., and Thomas, R. J. (1982b). Wood Sci. Technol. 16, 167-179. Saka, S., Thomas, R. J., and Gratzl, J. S. (1978). Tappi 61, 73-76.

Saka, S., Thomas, R. J., and Gratzl, J. S. (1979). Wood Fiber 11, 99-108.

Saka, S., Thomas, R. J., and Gratzl, J. S. (1981). Proc. ISWPC, June 1981,

Stockholm, Sweden, Vol. 1, SPCI Report 38, pp. 35-42.

Saka, S., Whiting, P., Fukazawa, K., and Goring D. A. I. (1982). Wood Sci.

Technol. 16, 269-277.

Timell, T. E. (1982). Wood Sci. Technol. 16, 83-122.

Whiting, P., Favis, B. D., St-Germain, F. G. T., and Goring, D. A. I. (1981). J.

Wood Chem. Technol. 1, 29-42.

Wolter, K. E., Harkin, J. M., and Kirk, T. K. (1974). Physiol. Plant 31, 140-143. Wood, J.

R., and Goring, D. A. I. (1971). Pulp Paper Mag. Can. 72, T95-T102. Wood, J. R., and Goring, D. A. I. (1974). J. Microsc. 100, 105-111.


(1)

PENYEBARAN LIGNIN PADA KAYU DAUN LEBAR

Kandungan utama lignin pada kayu daun lebar yaitu guaiacyl dan syringyl. Hal ini terlihat bahwa rasio guaiacyl : syringyl berbeda dari satu wilayah morfologi dengan wilayah yang lain. Fergus dan Goring (1970a,b) mencoba mengukur distribusi lignin pada white birch (Betula papyrifera Marsh) dengan analisis spektrum ultraviolet. Syringyl dan guaiacyl memiliki perbedaan secara nyata pada daya serap UV-nya. Selanjutnya kebenaran pengukuran distribusi lignin dengan UV microscopy memerlukan pengetahuan terhadap jumlah relatif dari syringyl dan guaiacyl pada berbagai wilayah morfologi. Saka dkk (1984; Saka dan Goring 1984) telah mengkombinasikan brominasi-EDXA dengan UV microscopy untuk mengukur rasio

guaiacyl : syringyl dan memperkirakan konsentrasi lignin pada bagian yang berbeda

dari dinding sel.

Tabel V menunjukkan rasio guaiacyl dan syringyl pada berbagai wilayah morfologi kayu white birch yang ditentukan dengan UV microscopy dan brominasi_EDXA (UV-EDXA) (Saka dan Goring, 1984). Sebagai perbandingan, diperoleh hasil awal dengan dengan kedua metode bahwa rasio guaiacyl : syringyl lignin adalah berbeda pada berbagai wilayah morfologi yang diteliti. Serat pada dinding sekunder (S2) didominasi oleh guaiacyl.

Studi mengenai analisis spektrum UV (Fergus dan Goring, 1970b) mengungkapkan bahwa sel parenkim jari-jari pada fiber dinding sekunder didominasi

Tabel V. Penyebaran Guaiacyl dan Syringyl dalam Lignin pada White Birch Guaiacyl : Syringyl

Wilayah Morfologia

Brominasi dengan SEM-EDXAb

Analisis Spektrum UVc

Fiber S2 12 : 88 Syringyl

Vesel S2 88 : 12 Guaiacyl

Ray Parenchyma S 49 : 51 Syringyl

MLcc (F/F) 91 : 9 50 : 50

MLcc (F/V) 80 : 20 Guaiacyl

MLcc (F/R) 100 : 0 50 : 50

MLcc (R/R) 88 : 12 50 : 50

a

F/F (Fiber/Fiber); F/V (Fiber/Vessel); F/R (Fiber/Ray); R/R (Ray/Ray) b

Dari Saka dan Goring (1984) c


(2)

oleh lignin tipe syringyl. Bagaimanapun, rasio guaiacyl : syringyl sekitar 1:1 telah ditemukan dengan metode UV-EDXA (Saka dan Goring, 1984).

Middle lamella cell corner (MLcc) terdiri dari 80-10% lignin guaiacyl sisanya 0-20% adalah syringyl. Hasil ini sedikit banyak bervariasi dibanding usulan sebelumnya (Fergus dan Goring, 1970) yang mengemukakan bahwa middle lamella disekitar fiber dan sel jari-jari mengandung proporsi guaiacyl dan syringyl yang sama, namun selanjutnya Musa dan Goring mengemukakan bahwa lignin pada middle

lamella seluruhnya berisi unit-unit guaiacylpropane.

Hasil dari Tabel V mengindikasikan bahwa kelompok syringyl dan guaiacyl penyebarannya berbeda pada kayu daun lebar. Percobaan lain yang mendukung penemuan ini. Wolter dkk (1974) telah menunjukkan bahwa lignin guaiacyl murni berasosiasi dengan vessel pada aspen callus. Kirk dkk (1975) menemukan bahwa

topochemistry dari cendawan perusak lignin pada kayu birch adalah konsisten dengan

adanya lignin yang kaya akan syringyl pada sel fiber. Lignin yang kaya akan syringyl telah diisolasi dari beberapa kayu daun lebar oleh Yamasaki dkk (1978). Barangkali fakta yang lebih meyakinkan berasal dari penyelidikan dimana kayu dipecah dan rasio

guaiacyl : syringyl ditetapkan sebagai lignin pada berbagai wilayah jaringan yang

diisolasi. Cara ini, Hardell dkk (1980) telah menunjukkan bahwa lignin pada middle

lamella dan dinding vessel kayu birch kaya akan unit guaiacyl, sedangkan rasio guaiacyl : syringyl yang tinggi terdapat pada fiber dan dinding sel jari-jari. Cho dkk

(1980) mempelajari karakteristik kimia lapisan tipis seperti bahan kimia yang mereka isolasi dari jaringan halus pada birch. Bahan ini diakui sepertinya berisi proporsi compound middle lamella yang tinggi dan menunjukkan rendahnya rasio unit syringyl terhadap guaiacyl.

Tabel VI menunjukkan distribusi lignin pada kayu white birch yang ditentukan dengan metode UV-EDXA (Saka dan Goring, 1984). Untuk fiber dan vessel dinding sekunder, lignin menyebar secara seragam pada lapisan S1, S2 dan S3. Konsentrasi lignin pada dinding vessel, sekitar 1.9 kali lebih tinggi dari bagian fiber, sementara sel parenkim jari-jari memiliki konsentrasi lignin lebih rendah dari fiber. Konsentrasi lignin pada middle lamella antara area cell corner (ML) ditemukan sekitar 10-30% lebih rendah dari cell corner middle lamella (MLcc). Sebagai perbandingan, data


(3)

penyebaran lignin pada kayu white birch yang ditentukan dengan UV microscopy (Fergus dan Goring, 1970a), disajikan pada Tabel VI. Hal yang menarik untuk dicatat bahwa konsentrasi lignin pada dinding sekunder fiber dan vessel berhasil ditentukan dengan dua metode yang berbeda. Konsentrasi lignin pada sel parenkim jari-jari diukur dengan UV microscopy (Fergus dan Goring, 1970a) adalah hampir dua kali dari hasil yang

Tabel VI. Penyebaran Lignin pada White Bircha

Konsentrasi Lignin Elemen Wilayah

Morfologib

Volume Jaringan

(%)

UV-EDXAc UV onlyd

S1 11.4 0.14 -

S2 58.5 0.14 0.16

S3 3.5 0.12 -

ML 5.2 0.36 0.34

Fiber

MLcc(F/F) 2.4 0.45 0.72

S1 1.6 0.26 -

S2 4.3 0.26 0.22

S3 2.3 0.27 -

ML 0.8 0.40 0.35

Vessel

MLcc(F/V) ≅ 0 0.58 -

S 8.0 0.12 0.22

ML 2.0 0.38 -

MLcc(F/R) ≅ 0 0.47 -

R. Parenchyma

MLcc(R/R) ≅ 0 0.41 -

a

Dari Saka dan Goring (1984); Fergus dan Goring (1970a) b

F/F (Fiber/Fiber); F/V (Fiber/Vessel); F/R (Fiber/Ray); R/R (Ray/Ray) c

Dari Saka dan Goring (1984) d

Perhitungan menggunakan kandungan lingnin xilem 0.199 g/g, dari Fergus dan Goring (1970a)

diperoleh dengan metode UV-EDXA (Saka dan Goring, 1984). Middle lamella antara dua cell sorner (ML), untuk fiber dan vessel, menunjukkan kemiripan nilai dengan dua teknik. Sebaliknya, konsentrasi pada cell corner middle lamella (MLcc) adalah lebih rendah dengan metode UV-EDXA (Saka dan Goring, 1984). Ketidakcocokan pengamatan yang menjadi suatu masalah disebabkan karena ketidaktepatan dalam memperkirakan rasio guaiacyl : syringyl pada saat melakukan pengukuran dengan metode UV saja.

Hasil yang diperoleh dengan metode baru yang meliputi UV microscopy dan Brominasi-EDXA (Saka dan Goring, 1984) mengkonfirmasi data sebelumnya yang menggunakan metode UV microscopy (Fergus dan Goring, 1970a,b). Beberapa


(4)

ketidakcocokan ditemukan pada wilayah parenkim jari-jari dan middle lamella. Metode yang baik untuk mengatasi kembali ketidakcocokan tersedut yaitu dengan pemisahan secara fisik berbagai tipe jaringan tanpa mengintroduksi setiap perubahan kimia (Hardell dkk, 1980; whiting dkk, 1981). Analisis pemisahan jaringan selanjutnya akan memberikan informasi sementara terhadap perbedaan penyebaran tipe lignin pada berbagai wilayah morfologi dari kayu daun lebar.


(5)

REFERENSI

Bailey, A. J. (1936). Ind. Eng. Chem. Anal. Ed. 8, S2-S5.

Bentum, A. L. K., Cotd, Jr., W. A., Day, A. C., and Timell, T. E. (1969). Wood Sci.

Technol. 3, 218-231.

Berlyn, G. P., and Mark, R. E. (1965). For. Prod. J. 16, 140-141.

Bland, D. E., Foster, R. C., and Logan, A. F. (1971). Holzf'orschung 25, 137-143. Boutelje, J. B. (1972). Suen. Papperstidn. 75, 683-686.

Brauns, F. E. (1952). "The Chemistry of Lignin," Chapter IV. Academic Press, Inc., New York.

Cho, N. S., Lee, J. Y., Meshitsuka, G., and Nakano, J. (1980). Mokuzai Gakkaishi 26, 527533.

Crocker, E. C. (1921). Ind. Eng. Chem. 13, 625-627.

Fergus, B. J., and Goring, D. A. I. (1970a). .9ol:forschung 24, 118-124.

Fergus, B. J., and Goring, D. A. I. (19706). Hol;forschun, 24, 113-117. Fergus, B. J., Procter, A. R., Scott, J. A. N., and Goring, D. A. 1. (1969). Wood Sci.

Technol. 3, 117-138.

Fujii, T., Harada, H., and Saiki, H. (1981). Mokuzai Gakkaishi 27, 149-156. Fukazawa,

K. (1974). Res. Bull. Coll. Exp. For. Hokkaido Univ. 31(1), 87-114. Fukazawa, K., and Imagawa, H. (1981). Wood Sci. Technol. 15, 45-55. Harada, H., and Wardrop, A. B. (1960). Mokuzoi Gakkaislu 6, 34-41.

Hardell, H.-L., Leary, G. J., Stoll, M., and Westermark, U. (1980). Suen.

Pcrpperstidn. 83, 71-74.

Hzpler, P. K., Fosket, D. E., and Newcomb, E. H. (1970). Am. J. Bot. 57, 85-96.

Hoffmann, P., and Parameswaran, N. (1976). Holzforschung 30, 62-70.

Kirk, T. K., Chang, H.-m., and Lorenz, L. F. (1975). Wood Sci. Technol. 9, 81-86. Kishi, K.,

Harads, IL, and Saiki, H. (1982). Bull. Kyoto Univ. For. 53, 209-216. Lange, P. V1'. (1954). Suen. Papperstidn. 57, 525-537, 563-567.

Lange, P. W., and Kjaer, A. (1957). Norsk Skogind._ 11, 425-432. Meier,


(6)

Musha, Y., and Goring, D. A. I. (1975). Wood Sci. Technol. 9, 45-58. Parham, R. A. (1974). Wood Sci. 6, 305-315.

Parham, R. A., and Cote, Jr., W. A. (1971). Wood Sci. Technol. 5, 49-62. Ritter, G. J. (1925). Ind. Eng. Chem. 17, 1194-1197.

Sachs, I. B., Clark, I. T., and Pew, J. C. (1963). J. Polym. Sci. Port C 2, 203-212. Saka, S., and Goring, D. A. I. (1984). In preparation., Saka, S., and

Thomas, R. J. (1982a). Wood Sci. Technol. 16, 1-18.

Saka, S., and Thomas, R. J. (1982b). Wood Sci. Technol. 16, 167-179. Saka, S.,

Thomas, R. J., and Gratzl, J. S. (1978). Tappi 61, 73-76.

Saka, S., Thomas, R. J., and Gratzl, J. S. (1979). Wood Fiber 11, 99-108.

Saka, S., Thomas, R. J., and Gratzl, J. S. (1981). Proc. ISWPC, June 1981,

Stockholm, Sweden, Vol. 1, SPCI Report 38, pp. 35-42.

Saka, S., Whiting, P., Fukazawa, K., and Goring D. A. I. (1982). Wood Sci.

Technol. 16, 269-277.

Timell, T. E. (1982). Wood Sci. Technol. 16, 83-122.

Whiting, P., Favis, B. D., St-Germain, F. G. T., and Goring, D. A. I. (1981). J.

Wood Chem. Technol. 1, 29-42.

Wolter, K. E., Harkin, J. M., and Kirk, T. K. (1974). Physiol. Plant 31, 140-143. Wood, J.

R., and Goring, D. A. I. (1971). Pulp Paper Mag. Can. 72, T95-T102. Wood, J. R., and Goring, D. A. I. (1974). J. Microsc. 100, 105-111.