PENGEMBANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PROVINSI LAMPUNG

PENGEMBANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG SEBAGAI PUSAT
PERTUMBUHAN PROVINSI LAMPUNG

Oleh
FIJAR SALASA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

ABSTRAK
PENGEMBANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG SEBAGAI PUSAT
PERTUMBUHAN PROVINSI LAMPUNG

Oleh
FIJAR SALASA

Adanya peran pemerintah daerah untuk menciptakan pemerataan
pembangunan, serta mengembangkan dan mempercepat perekonomian daerah
yang ada, membuat pemerintah daerah harus menentukan wilayah-wilayah mana
yang secara ekonomi, sosial dan kultural memiliki potensi untuk dikembangkan.
Potensi yang dikembangkan adalah yang secara alami maupun disebabkan adanya
pembangunan. Konsep ini penting, agar pemerintah dapat lebih dapat
menempatkan pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas lainnya pada
lokasi yang dapat memberikan dampak yang positif terhadap pembangunan
ekonomi. Salah satu kebijakan pemerintah Provinsi Lampung untuk menciptakan
pemerataan pembangunan adalah menetapkan daerah pusat pertumbuhan.
Masalah dalam penelitian ini adalah Kota Bandar Lampung sebagai pusat
pertumbuhan harus memenuhi kriteria sebagai daerah pusat pertumbuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi interaksi ekonomi Kota
Bandar Lampung dengan daerah belakangnya kemudian mengidentifikasi sektor
ekonomi unggul yang terdapat pada daerah pusat pertumbuhan dan daerah
interaksinya sehingga dapat diprioritaskan pembangunannya. Data yang terpakai
dalam penelitian ini adalah data sekunder kurun waktu tahun 2007-2011

bersumber dari BPS Provinsi Lampung dan kabupaten atau kota, dan jurnal serta
literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan
yaitu Model Gravitasi, Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift Share,
Model Rasio Pertumbuhan (MRP), dan Analisis Overlay.
Hasil penelitian ini menunjukkan penetapan Kota Bandar Lampung
sebagai pusat pertumbuhan tepat karena memiliki interaksi ekonomi dengan
daerah belakangnya. Daerah yang memiliki keterkaitan kuat dengan Kota Bandar
Lampung adalah Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Pesawaran yang
dapat dimanfaatkan sebagai mitra kerjasama dalam pengembangan wilayah.
Berdasarkan Analisis Overlay menunjukkan, sektor unggulan di Kota Bandar
Lampung adalah Industri Pengolahan, Kabupaten Pesawaran adalah sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa.
Kata kunci: Pusat Pertumbuhan, Sektor Unggulan, Model Gravitasi, Location
Quotient, Shift Share, MRP dan Overlay

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................


i

DAFTAR TABEL .....................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

v

I. PENDAHULUAN ................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah................................................................


2

B. Rumusan Masalah .........................................................................

7

C. Tujuan ...........................................................................................

8

D. Manfaat Penelitian ........................................................................

9

E. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................

9

F. Sistematika Penulisan ...................................................................


10

G. Kerangka Pemikiran ......................................................................

11

II. STUDI PUSTAKA .............................................................................

13

A. Teori-teori Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi .

13

B. Pengertian Pembangunan Daerah .................................................

14

C. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah ...........................................


15

1. Teori Harrod – Domar dalam Sistem Regional ......................

16

2. Teori Pusat Pertumbuhan ........................................................

17

3. Teori Basis Ekspor Richardson ...............................................

19

4. Teori Tempat Sentral ..............................................................

20

5. Teori Kausasi Kumulatif .........................................................


20

D. Strategi Pembangunan Seimbang dan Tak Seimbang...................

21

E. Penelitian Terdahulu .....................................................................

23

III. METODE PENELITIAN....................................................................

26

A. Jenis dan Sumber Data ..................................................................

26

B. Metode Analisis Wilayah ..............................................................


27

1. Model Grafitasi .......................................................................

27

2. Analisis Location Quotient (LQ) ............................................

28

3. Analisis Shift-Share ................................................................

30

4. Analisis Model Rasio Pertumbuhan........................................

32

5. Analisis Overlay......................................................................


33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................

34

A. Gambaran Umum Perekonomian Kota Bandar Lampung ............

35

B. Interaksi Ekonomi Berdasarkan Analisis Gravitasi ......................

37

C. Identifikasi Sektor Unggulan Pusat Pertumbuhan ........................

40

D. Identifikasi Sektor Unggulan Kabupaten Lampung Tengah ........


48

E. Identifikasi Sektor Unggulan Kabupaten Pesawaran ....................

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................

60

A. Kesimpulan ...................................................................................

60

B. Saran .............................................................................................

61

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan
kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka
panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).
Mengacu pada definisi tersebut, pembangunan ekonomi mengandung arti
sebuah proses pergeseran suatu kondisi yang terjadi melalui perbaikan faktorfaktor yang saling terkait dan saling mempengaruhi secara terus menerus
yang kemudian perubahan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

Menurut Chenery dan Syrquin (dalam, Aryad 2010) Pembangunan dapat
dipandang sebagai suatu proses transisi multidimensi yang ditandai oleh
proses transformasi struktural. Proses transformasi struktural ditandai oleh
perubahan struktur ekonomi yang dicerminkan oleh perubahan kontribusi
sektoral di dalam pendapatan. Pada awalnya perekonomian terkonsentrasi
pada sektor primer yaitu pertanian bergerak menuju perekonomian yang lebih
modern pada sektor industri pengolahan dan jasa. Proses transformasi
struktural ini sering juga dikenal dengan istilah lain yakni pola normal
pembangunan.

2

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator dalam menentukan
keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan
suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang dilaksanakan
khususnya dibidang ekonomi. Tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, maka
pembangunan ekonomi kurang bermakna. Pertumbuhan ekonomi diartikan
sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto
(PNB) tanpa memandang apakan kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari
tingkat pertumbuhan atau apakah perubahan struktur ekonomi atau tidak
(Arsyad,1999).

Proses pembangunan yang dilaksanakan pemerintah merupakan suatu proses
pembangunan yang menyeimbangkan antara pembangunan nasional dan
pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan nasional dilakukan untuk
menunjang dan mendorong berkembangnya pembangunan daerah, dan di lain
pihak pembangunan daerah ditingkatkan untuk memperkokoh pembangunan
nasional dan struktur perekonomian secara nasional yang mantap dan dinamis
(Adisasmita, 2013).

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah
tersebut (Arsyad, 1999). Pembangunan ekonomi daerah pada intinya adalah

3

menciptakan lapangan kerja bagi penduduk daerah sehingga dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut.

Indonesia yang tergolong sebagai negara sedang berkembang, pada awal
proses pembangunannya lebih condong untuk memilih atau mengarah pada
strategi pembangunan ekonomi tidak seimbang. Pemilihan strategi tersebut
bisa dilihat dari kebijakan-kebijakan dalam proses pembangunan, misalnya
mendorong sektor industri menjadi sektor pemimpin (leading sektor),
sehingga bisa mendorong pertumbuhan sektor-sektor lain. Selain itu dalam
konteks spasial (ruang), dengan terbatasnya sumberdaya pembangunan maka
kebijakan pembangunan yang diambil adalah menentukan daerah-daerah
tertentu sebagai pusat-pusat pertumbuhan.

Provinsi Lampung melalui Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1
Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Lampung tahun 2009-2029 menetapkan daerah-daerah yang dijadikan
kawasan kerjasama antar daerah kabupaten atau kota sebagai pengembangan
kawasan. Kawasan kerjasama yang dilihat dari potensi dan struktur ekonomi
kewilayahan dapat dimanfaatkan bagi upaya pemerataan pembangunan dalam
suatu daerah. Berdasarkan RTRW tersebut, Bandar Lampung ditetapkan
sebagai daerah pusat pertumbuhan. Diharapkan dengan adanya daerah pusat
pertumbuhan, Kota Bandar Lampung dapat mengayomi dan memberikan
spread effect kepada daerah belakangnya(hinterland).

4

Berikut ini disajikan gambar Peta Provinsi Lampung sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah Tahun 2012.

Gambar 1. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung
Sumber : Lampung Dalam Angka 2012

Kinerja perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) dan pertumbuhan PDRB nya. Berikut tabel laju
pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung berdasarkan kabupaten atau kota pada
tahun 2007-2011 :

5

Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Kabupaten atau Kota di Provinsi Lampung 2007-2011
(persen)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kab/Kota
Lampung Barat
Tanggamus
Lampung Selatan
Lampung Timur
lampung Tengah
Lampung Utara
Way Kanan
Tulang Bawang
Pesawaran

2007
5.88
7.72
6.53
4.46
6.2
6.27
5.52
6.93
5.8

2008
5.09
-32.3
5.03
5.21
5.66
5.69
4.6
6.79
5.34

Pringsewu
Tulang Bawang
Barat

2009
5.64
5.46
5.28
4.38
5.94
6.32
5.04
-51.1
5.69
5.8

2010 2011
5.72 4.54
5.71 6.3
5.71 6.03
5.06 6.08
5.88 5.76
4.98 6.05
5.17 5.49
6.19 5.5
5.91 6.41
6.95 7.1

Ratarata
5.38
-1.44
5.72
5.04
5.89
5.86
5.17
-5.15
5.84
6.62*

6.01
5.32
5.16

5.89
5.92
6.33
5.89
5.75

6.12*
6.02*
6.53
5.81
5.76

Mesuji
Bandar Lampung
Metro

Lampung

6.83
6.24
5.94

6.93
5.21
5.35

6.36
6.13
6.53
6.4
6.59

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, diolah

Tabel 1 menunjukkan rata-rata tingkat pertumbuhan PDRB kabupaten atau
kota selama 5 tahun antara tahun 2007-2011 di Provinsi Lampung. Kota
Bandar Lampung rata-rata tingkat pertumbuhannya adalah 6 persen diatas
pertumbuhan rata-rata Provinsi Lampung. Pertumbuhan rata-rata Kota Bandar
Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Barat,
Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, Way
Kanan Pesawaran dan Metro. Kabupaten Tanggamus dan Tulang Bawang
Barat memiliki rata-rata pertumbuhan minus dikarenakan terjadi pemekaran
pada kabupaten tersebut. Pada Kabupaten Pringsewu, Tulang Bawang Barat
dan Mesuji tingkat pertumbuhannya masih kurang relevan karena kabupatenkabupaten tersebut adalah daerah hasil pemekaran sehingga data yang
tersedia tidak lengkap.

6

PDRB per kapita adalah total PDRB suatu daerah dibagi jumlah penduduk di
daerah tersebut untuk tahun yang sama. Indikator PDRB per kapita digunakan
untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah.
Semakin besar PDRB per kapita bisa dikatakan semakin tinggi tingkat
kesejahteraan penduduk pada wilayah tersebut, sebaliknya semakin rendah
PDRB perkapita berarti kesejahteraan penduduk semakin rendah. PDRB
perkapita kabupaten/kota Provinsi Lampung digambarkan sebagai berikut:
Tabel 2. Rata-rata PDRB Per Kapita atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Provinsi Lampung Berdasarkan Kabupaten atau Kota Tahun 2007
2011 (rupiah)
Rata-rata PDRB per
kapita
No

Kabupaten/kota

(Rupiah)

1

Lampung Barat

3.449.224

2

Tanggamus

3.827.246

3

Lampung Selatan

4.592.206

4

Lampung Timur

4.382.402

5

Lampung Tengah

5.080.186

6

Lampung Utara

5.518.920

7

Way Kanan

3.355.358

8

Tulang Bawang

5.525.930

9

Pesawaran

4.019.816

10

Pringsewu

3.695.446*

11

Tulang Bawang Barat

4.505.980*

12

Mesuji

6.681.983*

13

Bandar Lampung

7.104.726

14

Metro

3.745.786

Provinsi Lampung

4.850.042

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, diolah.

Dari data diatas Kota Bandar Lampung memiliki rata-rata PDRB per kapita
senilai 7.104.726 rupiah. Kota Bandar Lampung memiliki tingkat
kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi dibanding kabupaten atau kota
lainnya di Provinsi Lampung karena memiliki rata-rata PDRB lebih tinggi.

7

Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung dan rata-rata PDRB
per kapita Kota Bandar Lampung tahun 2007-2011 dapat dijadikan indikator
untuk mengetahui tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi Kota
Bandar lampung dengan menggunakan Tipologi Klassen. Menurut Tipologi
Klassen, Kota Bandar Lampung termasuk kriteria daerah cepat-maju dan
cepat-tumbuh karena memiliki tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita
yang lebih tinggi dibanding rata-rata Provinsi Lampung. Dengan demikian
penetapan Kota Bandar Lampung sebagai daerah pusat pertumbuhan Povinsi
Lampung dapat dibuktikan mengingat kriteria pusat pertumbuhan adalah
daerah cepat tumbuh, memiliki sektor unggulan dan memiliki interaksi
ekonomi dengan daerah belakangnya (Hinterland).

Melihat perkembangan perekonomian Kota Bandar Lampung sebagaimana
diuraikan diatas maka menarik untuk mengkaji dan menganalisis interaksi
ekonomi Kota Bandar Lampung sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi
Lampung dengan daerah sekitarnya yang berada pada satu kawasan tersebut
dan menganalisis mengenai pengembangan sektor unggulan untuk
dikembangkan. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul
“PENGEMBANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG SEBAGAI PUSAT
PERTUMBUHAN PROVINSI LAMPUNG”

B. Rumusan Masalah

Adanya peran pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas perekonomian, serta
mengembangkan dan mempercepat perekonomian daerah yang ada, membuat

8

pemerintah daerah harus menentukan wilayah-wilayah mana yang secara
ekonomi, sosial dan kultural memiliki potensi untuk dikembangkan. Potensi
yang dikembangkan adalah yang secara alami maupun disebabkan adanya
pembangunan. Hal ini penting, agar pemerintah dapat lebih dapat
menempatkan pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas lainnya pada
lokasi yang dapat memberikan dampak yang positif terhadap pembangunan
ekonomi.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan diangkat
dalam penelitian ini adalah :
1. Mengindentifikasi daerah-daerah manakah yang mengalami interaksi
ekonomi terhadap Kota Bandar Lampung sebagai pusat pertumbuhan ?
2. Sektor unggulan apa yang dimiliki oleh daerah pusat pertumbuhan dan
hinterland sehingga dapat diprioritaskan pembangunannya ?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan diatas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1.

Untuk mengindentifikasi interaksi ekonomi Kota Bandar Lampung
dengan daerah belakangnya.

2. Untuk mengetahui sektor unggulan yang dimiliki daerah pusat
pertumbuhan dan hinterland sehingga dapat diprioritaskan pembangunnya.

9

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumber informasi kepada pemerintah, khususnya pemerintah
daerah dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan.
2. Penelitian ini menjadi sumber pengetahuan dan informasi tentang potensipotensi apa yang ada disetiap daerah yang memiliki interaksi ekonomi
dengan daerah pusat pertumbuhan, sehingga dapat diprioritaskan
pembangunannya.
3. Sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi peneliti, mahasiswa dan
dosen yang berminat melakukan penelitian dengan tema yang sama.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian tentang Pengembangan Kota Bandar Lampung Sebagai Pusat
Pertumbuhan Provinsi Lampung ini fokus untuk mengidentifikasi daerah
pusat pertumbuhan Provinsi Lampung dan Daerah Hinterland. Kemudian dari
masing-masing daerah pusat pertumbuhan dan daerah hinterland diidentifikasi
sektor unggulan sehingga ketika suatu daerah memiliki ciri-ciri nodal yang
kuat, semakin tinggi tingkat pertumbuhannya dan perkembangan ekonomi
sosialnya. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder dari
tahun 2007 hingga 2011 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi
Lampung.

10

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dengan sistematika bab yang terdiri dari Bab I
Pendahuluan, Bab II Studi Pustaka, Bab III Metode Penelitian, Bab IV Hasil
dan Analisis, serta Bab V Penutup.
BAB I Pendahuluan
Merupakan pendahuluan, berisi latar belakang masalah yang merupakan
landasan pemikiran secara garis besar, baik secara teoritis dan fakta serta
pengamatan yang menggambarkan permasalahan penelitian.
BAB II Studi Pustaka
Merupakan bab yang berisi telaah pustaka, berisi tentang landasan teori-teori
yang digunakan dalam penelitian yaitu pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi, pembangunan ekonomi daerah, teori pertumbuhan ekonomi, dan
teori-teori tentang perencanaan pembangunan ekonomi daerah.
BAB III Metodologi Penelitian
Merupakan metode penelitian, berisi tentang jenis dan sumber data, metode
pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan untuk
memberikan jawaban atas permasalahan yang ada.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Merupakan hasil dan pembahasan, berisi tentang deskripsi objek penelitian,
analisis data yang menjelaskan estimasi serta pembahasan yang menerangkan
interpretasi dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V Penutup
Merupakan penutup berisi kesimpulan hasil analisis data pembahasan.

11

G. Kerangka Pemikiran

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terbatasnya sumberdaya
pembangunan maka kebijakan pembangunan yang diambil adalah menentukan
daerah-daerah tertentu sebagai pusat-pusat pertumbuhan. Daerah pusat
pertumbuhan akan mempengaruhi dan berinteraksi pada daerah sekelilingnya
(Hinterland).

Dalam penelitian ini, langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah
mengidentifikasi daerah yang menjadi pusat pertumbuhan Provinsi Lampung
dengan menggunakan alat analisis Tipologi Klassen. Berdasarkan Peraturan
Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) penetapan Kota Bandar Lampung sebagai pusat
pertumbuhan dapat dibuktikan dengan analisis Tipologi Klassen. Melalui
analisis Tipologi Klassen dapat terlihat Kota Bandar Lampung sebagai daerah
cepat-maju dan cepat tumbuh mengingat kriteria pusat pertumbuhan adalah
daerah yang cepat tumbuh.

Setelah teridentifikasi menjadi pusat pertumbuhan, maka selanjutnya
mengidentifikasi daerah-daerah yang memiliki interaksi ekonomi yang kuat
terhadap daerah pusat pertumbuhan dengan menggunakan alat analisis model
gravitasi. Alat analisis model gravitasi bertujuan untuk mengetahui hubungan
kedekatan antara dua daerah, yang dalam hal ini daerah dianggap massa yang
memiliki daya gravitasi yang saling tarik-menarik.

12

Ketika daerah pusat pertumbuhan dan daerah hinterland dapat diketahui,
kemudian mengindentifikasi sektor ekonomi unggul yang terdapat pada
daerah pusat pertumbuhan dan daerah hinterland sehingga prioritas kebijakan
pembangunan daerah dapat diarahkan kepada daerah-daerah yang memiliki
ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang tinggi. Secara
skematis, sistem kerangka pemikiran penelitian dikemukakan dalam gambar
dibawah ini :

RTRW Provinsi Lampung

Kota Bandar Lampung Sebagai
Pusat Pertumbuhan

Tipologi Klassen :
Daerah cepat-maju dan
cepat tumbuh

Sektor Unggulan Pada Daerah
Pusat Pertumbuhan

Shift Share :

Sektor
Keunggulan
Kompetitif

Interaksi Ekonomi Antar
Daerah
Model Gravitasi :
Daerah Hinterland
Pusat Pertumbuhan

LQ, MRP
dan Overlay:
Sektor
Unggulan

Shift Share :
Sektor
Keunggulan
Kompetitif

LQ, MRP
dan Overlay
Sektor
Unggulan

Prioritas Sektor Untuk
Dikembangkan
Prioritas Sektor Untuk
Dikembangkan

Prioritas Kebijakan
Pembangunan Daerah

II.

STUDI PUSTAKA

A. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Istilah pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sering digunakan
secara bergantian. Akan tetapi beberapa ahli ekonomi tertentu telah menarik
perbedaan yang lazim antara istilah pembangunan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi. Schumpeter dan Ursula (dalam Jhingan, 1992) mengemukakan
bahwa pembangunan ekonomi mengacu pada masalah negara berkembang
sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu pada masalah negara maju.
Masalah negara berkembang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang
tidak atau belum digunakan, kendati penggunaannya, telah cukup dikenal.
Sedangkan negara maju terkait dengan keberadaan sumber-sumber ekonomi
yang ada telah digunakan pada batas tertentu.

Menurut Arsyad (1999) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu
proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu
negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.
Sedangkan Todaro mengartikan pembangunan sebagai suatu proses
multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur
sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan
pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari
kemiskinan mutlak.

14

Berbeda dengan pembangunan ekonomi yang mencangkup arti luas,
pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan produk domestik bruto
(PDB) atau produk domestik netto (PNB) tanpa memandang apakah kenaikan
itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah
terdapat perubahan struktur ekonomi atau tidak.

B. Pembangunan Ekonomi Daerah
Sebelum mengetahui makna pembangunan ekonomi daerah terlebih dahulu
harus mengetahui pengertian daerah. Pengertian ditinjau dari aspek ekonomi,
daerah mempunyai tiga pengertian yaitu (Arsyad, 2010) :
1. Daerah homogen adalah suatu daerah dimana kegiatan ekonomi
terjadi di berbagai pelosok ruang dan terdapat sifat-sifat yang sama,
baik dari segi pendapatan perkapitanya, sosial budayanya, geografinya,
dan sebagainya.
2. Daerah nodal adalah suatu

daerah sebagai suatu ekonomi ruang

yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.
3. Daerah perencanaan atau daerah administrasi adalah suatu daerah
sebagai suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi
tertentu seperti satu provinsi, kabupaten, kecamatan, dan sebagainya
Pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan

15

kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad,
2010).

Permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi
sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal
(daerah). Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang
berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan yang bertujuan untuk
menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan
ekonomi. Untuk mewujudkan tujuan pemerintah daerah beserta partisipasi
masyarakatnya dalam menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus
mengidentifikasikan potensi – potensi yang tersedia dalam daerah sebagai
kekuatan untuk pembangunan ekonomi daerah.

C. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi nasional dan pertumbuhan ekonomi daerah memiliki
perbedaan mendasar pada perpindahan faktor. Asumsi bahwa perekonomian
suatu negara berupa perekonomian tertutup yang sering kali digunakan dalam
analisis pertumbuhan ekonomi nasional tidak dapat digunakan dalam analisis
pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini dikarenakan pada suatu daerah adanya
kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan tenaga kerja dan modal
dari daerah yang satu ke daerah yang lain peluangnya sangat besar sehingga
menciptakan perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah.

16

Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan
pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh
nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan
pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan
(Tarigan, 2004). Penekanan pertumbuhan ekonomi regional lebih dipusatkan
pada pengaruh perbedaan karateristik space terhadap pertumbuhan ekonomi.
Faktor yang menjadi perhatian utama dalam teori pertumbuhan ekonomi
regional:
1) Keuntungan Lokasi
2) Aglomerasi Migrasi
3) Arus lalu lintas modal antar wilayah.
Teori yang membicarakan pertumbuhan regional ini dimulai dari teori yang
dikutip dari ekonomi makro atau ekonomi pembangunan dengan mengubah
batas wilayah yang disesuaikan dengan lingkungan operasionalnya, dilanjutkan
dengan teori yang dikembangkan asli dalam ekonomi regional.

1. Teori Harrod – Domar dalam Sistem Regional
Teori ini dikembangkan hampir pada wakti bersamaan oleh Roy F. Harrod
(1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Diantara
mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan
hasil yang sama. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes
melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis) sedangkan Harrod – Domar
melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Menurut Tarigan (2004)
Teori Harrod – Domar didasarkan pada asumsi :

17

1) Perekonomian bersifat tertutup
2) Hasrat menabung (MPS=S) adalah konstan
3) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constan return to scale)
4) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan
tingkat pertumbuhan penduduk.
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod – Domar membuat analisis
dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh
kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila
terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :
g=K=n
dimana :

g

= Growth (tingkat pertumbuhan output)

K

= Capital (tingkat pertumbuhan modal

n

= Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus
terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk
menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio =
Rasio modal output).

2. Teori Pusat Pertumbuhan
Pusat pertumbuhan dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara
fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok
usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsurunsur kedinamisan sehingga mampu mendorong kehidupan ekonomi baik ke
dalam maupun ke luar. Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu

18

lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat
daya tarik. Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan apabila memiliki
empat ciri-ciri pusat pertumbuhan yaitu sebagai berikut : (Tarigan,2004)
1. Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan.
Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila
ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya,
karena saling terkait. Jadi, di dalam kehidupan kota tercipta sinergi untuk
saling mendukun terciptanya pertumbuhan.
2. Adanya unsur pengganda.
Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan
menciptakan efek pengganda. Artinya apabila ada permintaan satu sektor
dari luar wilayah, peningkatan produksi sektor tersebut akan berpengaruh
pada sektor lain. Peningkatan ini akan terjadi beberapa kali putaran
pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi dapat beberapa kali lipat
dibandingkan dengan kenaikan permintaan di luar untuk sektor tersebut.
Unsur efek pengganda mampu membuat kota memacu pertumbuhan.
3. Adanya konsentrasi geografis.
Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa
menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan,
juga meningkatkan daya tarik dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota
tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang
berdekatan. Jadi kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu,
biaya, dan tenaga.
4. Bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya.

19

Sepanjang terdapat hubungan yang harmonis di antara kota sebagai pusat
pertumbuhan dengan kota belakangnya maka pertumbuhan kota pusat akan
mendorong pertumbuhan kota belakangnya. Kota membutuhkan bahan
baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai fasilitas atau
kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri.
Jadi, kosentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan bila
kosentrasi tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik di antara
sektor di dalam kota maupun ke daerah belakangnya.

3. Teori Basis Ekspor Richardson
Teori ini membagi kegiatan produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat
didalam satu wilayah atas: pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service
(pelayanan atau nonbasis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat
exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah
dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya.
Sedangkan kegiatan nonbasis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat didaerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung
pada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya sektor ini bersifat
endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi
perekonomian wilayah secara keseluruhan. Perbedaan pandangan antara
Richardson dan Tiebout dalam teori basis adalah Tiebout melihatnya dari sisi
produksi sedangkan Richardson melihatnya dari sisi pengeluaran.

20

4. Teori Tempat Sentral
Lincolin Arsyad (1999) menjelaskan bahwa Teori Tempat Sentral (Central
Place Theory) memiliki pandangan bahwa ada hirarki tempat (hirarcy of place)
di setiap wilayah atau daerah. Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah
tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan
baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang
menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang bersangkutan.
Teori tempat sentral ini dapat diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah,
baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Misalnya, perlunya
melakukan diferensiasi fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga
(berbatasan). Beberapa daerah dapat menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan
daerah lainnya hanya sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli pembangunan
ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan
fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.

5. Teori Kausasi Kumulatif
Gunnar Myrdal (1957) (dikutip oleh Arsyad,2010) mengungkapkan sebuah
konsep Teori Kausasi Kumulatif. Dalam konsep ini, Myrdal dengan gamblang
menjelaskan tentang sebab-sebab dari bertambah memburuknya perbedaan
dalam tingkat pembangunan di berbagai daerah dalam suatu negara. Menurut
Myrdal, pembangunan di daerah-daerah yang lebih maju akan menyebabkan
suatu keadaan yang akan menimbulkan hambatan yang lebih besar pada
daerah-daerah yang lebih terbelakang untuk dapat maju dan berkembang. Suatu
keadaan yang menghambat pembangunan ini digolongkan sebagai backwash

21

effects. Disisi lain, perkembangan di daerah-daerah yang lebih maju ternyata
juga dapat menimbulkan suatu keadaan yang akan mendorong perkembangan
bagi daerah-daerah yang lebih miskin. Suatu keadaan yang akan dapat
mendorong pembangunan ekonomi di daerah-daerah yang lebih miskin ini
dinamakan sebagai spread effects.

D. Strategi Pembangunan Seimbang Dan Tak Seimbang

Pembangungan seimbang dapat diartikan sebagai pembangunan berbagai jenis
industri secara simultan sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar
bagi yang lain (Arsyad, 2010). Selain itu, pembangunan seimbang ini juga
dapat diartikan sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor.
Strategi pembangunan seimbang ini dilaksanakan dengan maksud untuk
menjaga agar proses pembangunan tidak menghadapi hambatan-hambatan
dalam: (1) memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumberdaya energi, dan
fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil-hasil produksi ke pasar, dan (2)
memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan yang akan diproduksi.
Selain itu menurut Arsyad (2010) pembangunan seimbang ini dapat pula
didefinisikan sebagai usaha pembangunan yang bertujuan untuk mengatur
program investasi sehingga sepanjang proses pembangunan tidak akan timbul
hambatan yang bersumber dari penawaran dan permintaan.
Sedangkan pembangunan tak seimbang merupakan lawan dari strategi
pembangunan seimbang. Menurut konsep ini, investasi seyogyanya dilakukan
pada sektor yang terpilih daripada secara serentak di semua sektor ekonomi

22

(Arsyad, 2010). Tidak ada satupun negara sedang berkembang yang
mempunyai modal dan sumberdaya yang sedemikian besarnya untuk dapat
melakukan investasi secara serentak pada semua sektor ekonomi. Oleh karena
itu, investasi haruslah dilakukan pada beberapa sektor atau industri terpilih saja
agar cepat berkembang dan keuntungan ekonomis yang diperoleh dapat
digunakan untuk pembangunan sektor lainnya. Dengan demikian,
perekonomian akan secara berangsur bergerak dari lintasan pembangunan tak
seimbang ke arah pembangunan seimbang.

Menurut Albert O, Hirschman (1958) (dikutip oleh Arsyad,2010) investasi
pada satu industri ataupun sektor-sektor yang strategis dinilai akan membuka
kesempatan investasi baru dan membuka jalan bagi proses pembangunan
selanjutnya. Hirschman memandang bahwa pembangunan merupakan suatu
rantai disekuilibrium yang harus dipertahankan, bukan dihapuskan. Ketika
proyek (investasi) baru dimulai, proyek-proyek tersebut memperoleh
eksternalitas ekonomi yang diciptakan oleh-oleh proyek-proyek sebelumnya,
dan proyek baru tersebut juga akan menciptakan eksternalitas ekonomi baru
yang dapat dimanfaatkan proyek-proyek selanjutnya. Menurut Hirschman, pola
pembangunan tidak seimbang ini didasarkan oleh beberapa pertimbangan
yaitu:
1. Secara historis, proses pembangunan ekonomi yang terjadi mempunyai
corak yang tidak seimbang.
2. Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya yang
tersedia.

23

3. Pembangunan tidak seimbang akan berpotensi untuk menimbulkan
kemacetan atau gangguan-gangguan dalam proses pembangunannya, tetapi
hal tersebut dinilai akan menjadi pendorong bagi pembangunan
selanjutnya.

Menurut Hirschman, meskipun pada awalnya pembangunan tidak seimbang ini
akan menciptakan gangguan-gangguan dan ketidakseimbanganketidakseimbangan dalam kegiatan ekonomi, tetapi keadaan tersebut akan
menjadi perangsang untuk melaksanakan investasi yang lebih banyak pada
masa yang akan datang. Dengan demikian, pembangunan tidak seimbang akan
mempercepat pembangunan ekonomi pada masa yang akan datang.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai penentuan wilayah pembangunan, pertumbuhan
ekonomi dan pengembangan wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa
peneliti. Analisis yang digunakan sebagian besar adalah analisis Model
Gravitasi, Analisis Scalogram, Location Quotient dan Shift Share, selain itu
ada juga yang menggunakan analisis lain seperti Model Rasio Pertumbuhan,
dan analisis yang menggabungkan beberapa alat analisis seperti metode
Overlay.

24

Tabel 3 Penelitian Terdahulu
No
Judul
1 Analisis Potensi
Daerah untuk
Mengembangkan
Wilayah di EksKaresidenan Surakarta
Menggunakan Teori
Pusat Pertumbuhan

Peneliti
Wiyadi dan
Rina
Trisnawati,
2002

Alat Analisis
 Analisis Location
Quotient
 Model Gravitasi

Kesimpulan
 Hasil analisis Location Quotient menunjukkan bahwa sektor
basis adalah sektor listrik, keuangan dan jasa.
 Hasil analisis gravitasi memperlihatkan interaksi kota-desa
yang paling erat adalah Kota Surakarta dengan Kabupaten
Sukoharjo.

2 Analisis Potensi
Ekonomi Kabupaten
dan Kota di Propinsi
Sulawesi Tengah

Nudiatulhuda
Mangun, 2007

 Hasil analisis overlay menunjukkan tidak satupun mempunyai
potensi daya saing kompetitif dan komparatif.
 Hasil analisis Shift Share menunjukkan tidak terdapat satupun
Kabupaten/Kota yang memiliki sektor yang mempunyai
keunggulan kompetitif, tetapi hanya memiliki spesialisasi.
 Berdasarkan Tipologi Klassen terdapat 3 Kabupaten/Kota yang
termasuk daerah maju tertekan, sedangkan 7 Kabupaten lainnya
masuk daerah relatif tertinggal.
 Sektor perdagangan merupakan sektor yang banyak dimiliki
kabupaten/kota di Sulawesi Tengah sebagai sektor prioritas
untuk dikembangkan.

3 Analisis
Pengembangan
Wilayah dan Sektor
Potensial Guna

Bayu Wijaya
dan Hastarini
Dwi
Atmanti,Vol/3

 Analisis Location
Quotient
 Analisis Shift Share
 Model Rasio
Pertumbuhan
 Metode Overlay
 Tipologi Klassen
 Penentuan prioritas
dengan Skoring dan
range
 Metode SIG untuk
pemetaan
 Analisis Location
Quotient
 Analisis Shift Share
 Model Gravitasi

 Hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor basis yang
dimiliki Kota Salatiga adalah sektor listrik, , bangunan,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan,persewaan, dan jasa
 Hasil analisis Shift Share menunjukkan Kota Salatiga

24

25

Mendorong
Pembangunan di Kota
Salatiga

No.2/
Desember
2006:101-118

 Analisis SWOT
 Tipologi Sektoral

4 Evaluasi Penetapan
Kawasan
Andalan:Studi Empiris
di Kalimantan Selatan
1993 – 1999

 Analisis Location
Hairul
Quotient
Aswandi dan
Mudrajad
 Tipologi Klassen
Kuncoro,VOl.1  Logistic regression
7 No.1, 2002,
27-45

5

Nugroho SBM,  Analisis Location
Quotient
Vol 1
No.1/Juli
2004:23-30

Model Ekonomi Basis
untuk Perencanaan
Pembangunan Daerah

berspesialisasi pada sektor pertambangan, listrik, perdagangan.
 Model Gravitasi memperlihatkan Kota Salatiga memiliki
interaksi yang tinggi dengan Kabupaten Semarang.
 Sektor yang berpotensi untuk dikembangkan adalah sektor
bangunan, pengangkutan, keuangan, persewaan dan jasa
 Penetapan kawasan andalan di Kalimantan Selatan hanya
mengacu pada sektor unggulan dan pendapatan per kapita, hal
ini ditunjukkan oleh hasil analisis location quotient dan model
logit.
 Hasil tipologi klassen menunjukkan dari tiga daerah di kawasan
andalan adalah Kabupaten Kotabaru termasuk daerah cepat-maju
dan cepat-tumbuh, Kota Banjarmasin termasuk daerah maju tapi
tertekan dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan daerah
relative tertinggal.
 Model basis untuk perencanaan pembangunan daerah lebih
ditonjolkan dengan teknik LQ.

25

26

III.

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series,
dengan periode pengamatan tahun 2007-2011. Data yang digunakan antara
lain:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha atas
dasar harga konstan tahun 2000 Provinsi Lampung tahun 2007-2011.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha atas
dasar harga konstan tahun 2000 kabupaten atau kota di Provinsi Lampung.
3. Fasilitas atau sarana-prasarana yang ada di kabupaten atau kota di Provinsi
Lampung.
4. Jumlah penduduk setiap kabupaten atau kota di Provinsi Lampung.
5. Jarak setiap kabupaten atau kota di Provinsi Lampung

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang telah tersedia dan telah diproses oleh pihak-pihak lain sebagai hasil atas
penelitian yang telah dilaksanakannya. Sumber data tersebut antara lain :
1. BPS Provinsi Lampung
2. Dinas Pekerjaan Umum
B. Metode Analisis Data

27

1.

Model Gravitasi

Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasikan interaksi ekonomi kota
Bandar Lampung dengan daerah belakangnya dan mencari daerah mana di
sekitar kota Bandar Lampung yang memiliki interaksi ekonomi yang kuat
dengan kota Bandar Lampung serta mengetahui peran kota Bandar Lampung
sebagai pusat pertumbuhan bagi daerah pengaruhnya.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung interaksi ekonomi antar
daerah menurut Suwarjoko (dikutip oleh Wiyadi dan Rina,2002) adalah :
I12 = a(W1P1) (W2P2) /
Keterangan :
I12

: interaksi dalam wilayah 1 dan 2

W1

: PDRB perkapita wilayah 1 (rupiah)

W2

: PDRB perkapita wilayah 2 (rupiah)

P1

: jumlah penduduk wilayah 1

P2

: jumlah penduduk wilayah 2

J12

: jarak antar wilayah 1 dan 2 (meter)

a

: konstanta yang nilainya 1

b

: konstanta yang nilainya 2

Nilai I12 menunjukkan eratnya hubungan antar wilayah 1 dan wilayah 2,
semakin tinggi nilai I12 maka semakin erat hubungan antara dua wilayah,
dengan demikian semakin banyak pula perjalanan kegiatan ekonomi atau arus

28

barang dan jasa antar wilayah tersebut sebagai konsekuensi interaksi antar
daerah dalam satu kawasan.

2. Analisis Loqation Quotient (LQ)
Pada metode LQ, terdapat teori ekonomi basis. Dalam teori ekonomi basis,
perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi dua sektor utama, yaitu sektor
basis dan nonbasis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan
jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah
yang bersangkutan. Sektor nonbasis adalah sektor yang menyediakan barang
dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam
batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang, jasa
maupun tenaga kerja, sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor
nonbasis hanya bersifat lokal.

Location Quotient atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang
besarnya peranan suatu sektor atau industri di suatu daerah terhadap besarnya
peranan sektor atau industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2004).

Selain itu, menurut Arsyad (2010) analisis LQ merupakan suatu pendekatan
tidak langsung yang digunakan untuk mengukur kinerja basis ekonomi suatu
daerah, artinya bahwa analisis ini digunakan untuk melakukan pengujian
sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam kategori sektor unggulan.
Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi ke dalam dua
golongan, yaitu :

29

1. Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar
daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industri basis.
2. Kegiatan ekonomi atau industri yang hanya melayani pasar di daerah
tersebut, jenis industri ini dinamakan industri non basis atau industri lokal.
Rumus menghitung LQ adalah sebagai berikut :
LQ =
Dimana :
xi

= nilai tambah sektor i di wilayah yang lebih sempit

PDRBi = Produk Domestik Regional Bruto wilayah yang lebih sempit
Xi = nilai tambah sektor i secara Provinsi atau Nasional
PDRBI = Produk Domestik Regional Bruto secara Provinsi atau Nasional

Dari perhitungan LQ, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1) Jika nilai LQ > 1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sektor
tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan di dalam daerah saja namun juga
kebutuhan di luar daerah karena sektor ini sangat potensial untuk
dikembangkan.
2) Jika nilai LQ = 1, maka sektor tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan
di daerahnya saja.
3) Jika nilai LQ < 1, maka sektor tersebut merupakan sektor non basis dan
perlu impor produk dari luar daerah karena sektor ini kurang prospektif
untuk dikembangkan.
Menurut Arsyad (2010), ada tiga asumsi yang digunakan dalam teknik LQ ini,
yaitu:

30

1) Semua penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama
dengan pola permintaan pada tingkat nasional (pola pengeluaran secara
geografis sama).
2) Produktivitas tenaga kerja sama antara daerah dan nasional.
3) Setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor.

3. Analisis Shift Share
Lincolin Arsyad (2010) menjelaskan pada dasarnya analisis shift-share
menggambarkan kinerja dan produktivitas sektor-sektor dalam perekonomian
suatu wilayah dengan membandingkannya dengan kinerja sektor-sektor
wilayah yang lebih besar (provinsi/nasional). Analisis ini membandingkan laju
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi regional (kota/kabupaten) dengan laju
pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi tingkatannya (provinsi). Analisis
ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam tiga bidang yang
saling berhubungan satu sama lain, yaitu :
1) Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan menganalisis perubahan
kesempatan kerja agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan
pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.
2) Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif,
pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan
perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan.
3) Pergeseran diferensial (differential shift) membantu dalam menentukan
seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian
yang dijadikan acuan.

31

Bentuk umum dari persamaan shift-share adalah sebagai berikut:


Dij = Nij + PP + PPW.................................................................(1)



Nij = Eij x Ra..............................................................................(2)

 PP = (Ri-Ra) x Eij.......................................................................(3)
 PPW = (ri-Ra) x Eij.....................................................................(4)

Keterangan :
Dij

= perubahan suatu variabel regional sektor (i) di kabupaten dalam
kurun waktu tertentu.

Nij

= pengaruh pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung terhadap
perekonomian kabupaten/kota.

PP

= pertumbuhan proporsional atau pengaruh bauran industri

PPW = pertumbuhan pangsa wilayah
Eij

= PDRB sektor (i) kabupaten pada awal tahun periode

Menurut Arsyad (2010), kelemahan dari analisis Shift-Share antara lain analisis
ini hanya dapat digunakan dalam analisis ex-post, masalah benchmark
berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak dapat
dijelaskan dengan baik, terdapat data pada periode waktu tertentu di tengah
tahun pengamatan yang tidak terungkap, analisis ini dikenal tidak handal
sebagai alat peramalan, mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari
waktu ke waktu, analisis ini tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antar
sektor dan tidak keterkaitan antar daerah. Sedangkan keunggulan analisis shiftshare adalah sebagai berikut :

32

a. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi,
walau analisis shift-share tergolong sederhana.
b. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian
dengan cepat.
c. Memberikan gambaran pertumbuhan perekonomian dan perubahan struktur
dengan cepat akurat.

4. Analisis Model Rasio Pertumbuhan

Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) merupakan alat analisa alternatif
yang dapat digunakan dalam perencanaan wilayah dan kota yang diperoleh
dengan memodifikasi model analisis shift-share. Hasil analisis MRP ini akan
menunjukkan sektor-sektor ekonomi daerah (kabupaten) yang dikaji yang
mempunyai pertumbuhan lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan
sektor yang sama di daerah referensinya (provinsi).
Dalam penelitian ini, komponen MRP yang digunakan hanya rasio
pertumbuhan wilayah (RPs). Rumusnya adalah sebagai berikut :

Rasio Pertumbuhan Wilayah Kabupaten (RPs) =

Keterangan :
ΔYij = Yij(t+1) - Yij(t) adalah perubahan PDRB Kabupaten di sektor i
Yij(t) = PDRB Kabupaten di sektor i tahun awal periode penelitian.

33

ΔYj = Yj(t+1) – Yj(t) perubahan PDRB Kabupaten.
Yj(t) = PDRB Kabupaten pada tahun awal periode penelitian.\

5. Analisis Overlay

Metode ini digunakan untuk menentukan sektor unggulan dengan
menggabungkan beberapa alat analisis. Dalam penelitian ini, analisis overlay
menggabungkan tiga analisis yaitu Location Quotient (LQ), analisis ShiftShare dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Tujuan dari analisis overlay ini
adalah untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial berdasarkan
kriteria kontribusi (analisis Location Quotient), kriteria pertumbuhan (analisis
shift-share) dan kriteria rasio pertumbuhan wilayah (analisis MRP).
Dengan metode ini dapat diperoleh gambaran mengenai sektor-sektor unggulan
dengan jalan memberikan penilaian sektor-sektor ekonomi yang dilihat dari
nilai positif (+) dan nilai negatif (-). Sektor-sektor yang mempunyai jumlah
nilai positif (+) paling banyak berarti sektor tesebut merupakan sektor
unggulan dan jika nilai suatu sektor mempunyai nilai negatif paling banyak
atau tidak mempunyai nilai positif sama sekali berarti sektor tersebut bukan
merupakan sektor unggulan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil analisis Gravitasi menunjukkan bahwa selama periode pengamatan
yaitu dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 nilai Indeks Gravitasi
Kota Bandar Lampung dengan Kabupaten Lampung Tengah dan
Kabupaten Pesawaran terindikasi memiliki nilai Indeks Gravitasi tertinggi
dan memiliki kecenderungan yang meningkat.
2. Hasil analisis sektor unggulan terhadap Kota Bandar Lampung
menggunakan analisis LQ, Shift Share, MRP dan Overlay menunjukkan
bahwa sektor industri pengolahan adalah sektor unggul yang memiliki
keunggulan kompetitif. Serta sektor pengangkutan dan komunikasi dan
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan adalah sektor potensial
yang memiliki kecenderungan surplus dan progresif. Ketiga sektor tersebut
potensial untuk dikem