Pengangkatan dan Pemberhentian Presiden
M E K A N I S M E P E N G A N G K ATA N D A N P E M B E R H E N T I A N
P R E S I D E N D A N / ATA U WA K I L P R E S I D E N
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setelah
empat
kali
amandemen
Undang-Undang
Dasar
(UUD) 1945, terjadi beberapa perubahan antara lain adanya
ketentuan yang mengatur pemberhentian presiden dan/atau
wakil
presiden
dalam
masa
jabatannya
oleh
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Alasan pemberhentian presiden dan/atau wakil
presiden
berupa
pengkhianatan
terhadap
negara,
korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil
presiden.1 Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 3 ayat 3,
pasal 7A dan pasal 7B, sedangkan pengangkatan presiden
dan/atau wakil presiden diatur dalam pasal 8 ayat 1 sampai 3
dan disahkan dengan pasal 9.
Selain itu, pemberhentian tersebut hanya dapat dilakukan
setelah proses konstitusional melalui Mahkamah Konstitusi
(MK). MK akan memeriksa, mengadili dan memutus pendapat
DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan
1
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 45.
pelanggaran hukum. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal
24C ayat 2.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa saja dan bagaimana lembaga yang dapat menjatuhkan
presiden dan/atau wakil presiden?
1.3
Tu j u a n
1. Untuk
mengetahui
lembaga
yang
dapat
menjatuhkan
yang
dapat
menjatuhkan
presiden dan/atau wakil presiden
1.4
Manfaat
1. Dapat
mengetahui
lembaga
presiden dan/atau wakil presiden
BAB II
PEMBAHASAN
Pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden UUD 1945
diatur
dalam
Ta p .
MPR
Nomor
III
tahun
1978
yang
menentukan bahwa Majelis dapat memberhentikan presiden
dan/atau
wakil
presiden
sebelum
habis
masa
jabatannya,
karena :2
a. Atas permintaan sendiri
b. Berhalangan tetap
c. Sungguh-sungguh
melanggar
pemberhentian
tersebut
haluan
negara
harus
dan
melalui
pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa (SI) MPR
yang khusus diadakan untuk itu.
Kewenangan
wakil
presiden
merupakan
untuk
memberhentikan
dalam
system
kewenangan
dari
presiden
presidensiil
rakyat
selaku
pada
dan/atau
dasarnya
konstituennya.
Presiden dan/atau wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat,
sehingga
2
Ibid., hlm. 9.
rakyat
juga
yang
berhak
mengambil
kembali
kekuasaan tersebut dengan memberhentikan presiden dan/atau
wakil presiden dalam masa jabatannya.
Lembaga perwakilan rakyat memiliki tugas melanjutkan
aspirasi
rakyat
merupakan
karena
demokrasi
system
demokrasi
perwakilan.
Selain
yang
itu,
diterapkan
kewenangan
memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden berada pada
MPR karena MPR merupakan representative dari rakyat.
Mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya
pada
system
pemerintahan
presidensiil
pertama
kali
diperkenalkan dalam Konstitusi Amerika Serikat. Konstitusi
tersebut
menjelaskan
adanya
jabatan
presiden
dalam
pemerintahan modern sebagai Single Chief Executive, dan hal
tersebut merupakan mekanisme pertanggungjawaban politik
dalam system demokrasi.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar merupakan dokumen
yang
dijadikan
pedoman
yang
mengatur
lembaga-lembaga
negara dalam menjalankan pemerintahan, serta memuat juga
pengaturan tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Meskipun
demikian,
terdapat
beberapa
masalah
terkait
mekanisme
pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dalam masa
jabatannya.
H a l t e r s e b u t t e r j a d i t e r h a d a p p r e s i d e n I r. S o e k a r n o d a n
p r e s i d e n A b d u r r a h m a n Wa h i d s a a t m e n j a b a t s e b a g a i p r e s i d e n ,
dimana
alasan
mereka
diberhentikan
terkesan
berdasarkan
politik semata dibandingkan alasan hukum.
Dalam UUD 1945 sebelum amandemen tidak ditemukan
pasal tertentu yang khusus mengatur tentang pemberhentian
presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya. Hal
ini disebabkan dalam rapat perumusan UUD 1945 di Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
maupun
Panitia
Persiapan
Kemerdekaan
Indonesia
(PPKI)
tidak membahas mengenai hal tersebut dan lebih fokus dalam
menentukan
bentuk
negara
antara
monarki
dan
republik,
hingga akhirnya melalui voting ditentukan bahwa Indonesia
menganut bentuk negara republik.
Presiden
yang
dipilih
oleh
MPR
diposisikan
sebagai
mandataris MPR. Pada saat sebelum amandemen kekuasaan
tertinggi
berada
di
tangan
MPR,
sedangkan
presiden
mandatarisnya yang dipilih, diangkat, dan diberhentikan oleh
MPR.
UUD 1945 hasil amandemen menunjukkan perubahan yang
amat
jelas
berkaitan
dengan
mekanisme
pemberhentian
presiden dan/atau wakil presiden dibandingkan UUD 1945
sebelum amandemen. Hal ini karena dalam UUD 1945 setelah
amandemen telah diatur secara rinci mengenai alasan dan
mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden
dalam
pasal
7A
dan
7B
UUD
1945.
Selain
melibatkan
legislative (MPR dan DPR), pemberhentian presiden dan/atau
wakil presiden juga melibatkan kekuasaan yudisial yaitu turut
sertanya MK dalam prosesnya.
Alasan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden
dirinci secara jelas dalam pasal 7A UUD 1945 yaitu apabila
terbukti
telah
melakukan
pelanggaran
hukum
berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila
terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau
wakil
presiden.
Dengan
demikian
alasan
pemberhentian
presiden dan/atau wakil presiden dapat digolongkan menjadi
alasan melanggar hukum dan alasan tidak memenuhi syarat
lagi sebagai presiden dan/atau wakil presiden. Alasan-alasan
melanggar hukum tersebut selanjutnya dapat diklasifikasikan
lagi menjadi perbuatan melawan hukum yang termasuk tindak
pidana berat, serta perbuatan tercela.
Penjelasan
atas
alasan-alasan
pemberhentian
presiden
dan/atau wakil presiden tersebut dapat dilihat dalam Pasal 10
ayat 3 Undang-Undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (Undang-Undang MK) dan Peraturan Mahkamah
K o n s t i t u s i N o m o r 2 1 Ta h u n 2 0 0 9 t e n t a n g P e d o m a n B e r a c a r a
dalam Memutus Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
Dugaan Pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden
( P M K N o . 2 1 Ta h u n 2 0 0 9 ) .
Pasal 7B UUD 1945 kemudian merinci mekanisme yang
harus ditempuh untuk dapat memberhentikan presiden dan/atau
wakil
presiden
yang
dimulai
dari
mekanisme
di
DPR,
kemudian berlanjut di MK hingga putusannya disampaikan
kembali
ke
DPR,
selanjutnya
barulah
mekanisme
pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden di MPR yang
akan memutuskan apakah presiden dan/atau wakil presiden
diberhentikan dari jabatannya atau tidak.
Alasan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden
yang diatur berbagai negara menunjukkan paling tidak ada
empat alasan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden,
diantaranya :3
3
Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,
2011), hlm. 38.
a. Alasan politik karena ditolaknya pertanggungjawaban
presiden
b. Alasan
pelanggaran
hukum
tata
negara,
seperti
pelanggaran atas konstitusi dan peraturan perundangundangan
c. Alasan terbukti melakukan tindak pidana
d. Gabungan dari alasan-alasan tersebut
Te r d a p a t l i m a p o i n k e s e p a k a t a n y a n g d i s e t u j u i s e l u r u h
fraksi di MPR mengenai arah perubahan UUD 1945, yaitu : 4
a . Ti d a k m e n g u b a h b a g i a n P e m b u k a a n U U D 1 9 4 5
b. Mempertahankan
bentuk
Negara
Kesatuan
system
presidensiil
Republik
Indonesia (NKRI)
c. Mempertahankan
dan
melakukan
penyempurnaan sehingga betul-betul dapat menerapkan
system presidensiil yang ideal dan sesungguhnya
4
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer,
Pemikiran Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie dan Para Pakar Hukum (Bekasi: The
Biography Institute, 2007), hlm. 8.
d. Mempertahankan
hal-hal
normative
yang
ada
dalam
penjelasan UUD 1945 untuk dimuat dalam pasal-pasal
UUD 1945
e. Amandemen UUD 1945 dilakukan dengan menempuh
cara addendum
Pentingnya
untuk
menjaga
perilaku
presiden
sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan secara konstitusional
dalam UUD 1945 diwujudkan dengan adanya sanksi politik
berupa pemberhentian dalam masa jabatannya apabila terbukti
telah melakukan perbuatan yang tidak sesuai etika jabatan
yaitu perbuatan melanggar hukum ataupun perbuatan tercela.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa etika
jabatan sebagai presiden dan/atau wakil presiden berkaitan
norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga perbuatan
tercela merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma-
norma
tersebut.
Jadi
perbuatan
tercela
merupakan
bentuk
pelanggaran terhadap norma agama, norma kesopanan, norma
kesusilaan, dan norma hukum yang dapat menimbulkan sanksi
di
masyarakat
sehingga
dapat
merendahkan
harkat
dan
martabat seorang presiden dan/atau wakil presiden. Norma
hukum yang dimaksudkan disini pun bukan hanya dalam ranah
hukum pidana saja, melainkan segala bentuk hukum positif
yang terdapat dalam setiap peraturan perundang-undangan.
Dalam
dianut
sistem
adalah
pemerintahan
supremasi
p a r l e m e n t e r,
parlemen
dan
prinsip
perdana
yang
menteri
bertanggung jawab kepada parlemen. Oleh sebab itu maka
parlemen berwenang untuk memberhentikan perdana menteri
dalam masa jabatannya melalui mosi tidak percaya dengan
a l a s a n - a l a s a n d a n p e r t a n g g u n g j a w a b a n p o l i t i k . Ti d a k d e m i k i a n
halnya
dengan
system
pemerintahan
presidensial
dimana
kedudukan eksekutif dan legislatif sejajar dengan legitimasi
sama kuat karena dipilih secara langsung oleh rakyat. Apalagi
masa
jabatan
ditentukan
Presiden
secara
dan/atau
tetap
dalam
Wa k i l
konstitusi
Presiden
dan
telah
mekanisme
pemberhentian yang rumit, maka seorang presiden dan/atau
wakil presiden dalam sistem pemerintahan presidensial hanya
dapat diberhentikan melalui alasan-alasan yang menonjolkan
pelanggaran hukum, khususnya hukum pidana dibandingkan
sekedar
alasan-alasan
dan
pertanggungjawaban
politik.
Adanya masa jabatan presiden dan/atau wakil presiden yang
telah
ditentukan
executive)
dan
secara
pasti
mekanisme
dalam
konstitusi
pemberhentian
(fix
yang
term
rumit
bertujuan untuk melindungi jabatan presiden dan/atau wakil
presiden itu sendiri guna menciptakan stabilitas pemerintahan.
Pemberhentian
masa
jabatannya
presiden dan/atau wakil presiden dalam
kerap
kali
dikenal
dengan
istilah
impeachment atau yang oleh Hamdan Zoelva diterjemahkan
menjadi
pemakzulan.
konsepnya
bukan
Istilah
hanya
impeachment
merupakan
proses
ditinjau
dari
pemberhentian
P r e s i d e n d a n / a t a u Wa k i l P r e s i d e n d a l a m m a s a j a b a t a n n y a ,
tetapi
istilah
impeachment
mencakup
pula
proses
pemberhentian kepada para pejabat negara yang dianggap
telah melanggar peraturan sebagaimana yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan dalam menjalankan tugasnya. 5
Impeachment
ini
sendiri
merupakan
salah
satu
model
mekanisme pemberhentian presiden yang dipraktikkan oleh
negara-negara di dunia.
Te r d a p a t d u a m o d e l p e m b e r h e n t i a n p r e s i d e n d a n / a t a u w a k i l
presiden yang dikenal dalam sistem pemerintahan presidensial
yaitu
model
(peradilan
dan/atau
impeachment
khusus).
wakil
dan model
Kedua
presiden
model
ini
forum
p re v i l e g i a t u m
pemberhentian
diklasifikasikan
presiden
berdasarkan
mekanisme yang harus ditempuh dalam pemberhentiannya.
Impeachment
merupakan
pemberhentian
Presiden
dan/atau
Wa k i l P r e s i d e n d i t e n g a h m a s a j a b a t a n n y a y a n g d i l a k u k a n o l e h
5
Refly Harun, Zainal A. M. Husein, dan Bisariyadi, Menjaga Denyut Konstitusi:
Refleksi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Konstitusi Press, 2004), hlm.
75.
lembaga
legislatif.
Sebaliknya
dalam
forum
p re v i l e g i a t u m
p e m b e r h e n t i a n P r e s i d e n d a n / a t a u Wa k i l P r e s i d e n d i t e n g a h
masa jabatannya dilakukan oleh suatu lembaga peradilan yang
dibentuk
khusus
untuk
mengadili
perihal
pemberhentian
P r e s i d e n d a n / a t a u Wa k i l P r e s i d e n d a l a m m a s a j a b a t a n n y a i t u . 6
P r e s i d e n M e n u g a s k a n Wa k i l P r e s i d e n u n t u k m e l a k s a n a k a n
tugas
sehari-hari
Presiden
sebagaimana
dimaksud
dalam
K e p u t u s a n P r e s i d e n N o m o r 8 Ta h u n 2 0 0 0 t e n t a n g P e n u g a s a n
Wa k i l P r e s i d e n M e l a k s a n a k a n Tu g a s P r e s i d e n k e t i k a p r e s i d e n
melaksanakan kunjungan kerja dan/atau kenegaraan ke Luar
Negeri. Keputusan presiden ini mulai berlaku pada tanggal
yang ditetapkan oleh presiden.
6
M. Saleh dan Mukhlish, Impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden (Sebuah
Tinjauan Konstitusional) (Surabaya: Bina Ilmu Offset, 2010), hlm. 38.
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 banyak merubah
sistem
hukum Indonesia,
ketatanegaraan
presiden
Indonesia.
dan/atau
konsekuensi
yang juga
wakil
logis
Salah
mempengaruhi
satunya
presiden.
dari
Hal
adanya
sistem
pemberhentian
ini
merupakan
kesepakatan
untuk
mempertahankan sistem presidesiil dengan menyempurnakan
ciri-ciri sistem presidensiil. Selain itu, adanya pengaturan
tersebut juga dilatarbelakangi adanya pemikiran bahwa negara
yang
identik
dengan
kekuasaan
perlu
adanya
pembatasan
kekuasaan dan adanya fungsi pengawasan dan keseimbangan
(checks
and
balances)
yang
bertujuan
untuk
mencegah
terjadinya penyimpangan kekuasaan.
Pemilihan
Demokrasi
presiden
langsung
Partisipatoris
di
agar
Menuju
Indonesia
Te r c i p t a n y a
merupakan
Perkembangan ke arah system demokrasi partisipatoris yang
muncul di sebagian besar negara-negara yang telah mengalami
transisi politis ke arah pemerintahan yang lebih demokratis.
S e p e r t i h a l n y a d i n e g a r a - n e g a r a E r o p a Ti m u r, b a h k a n d i
negara tetangga Indonesia seperti di Thailand dan Filipina.
Tu m b u h n y a p e r k e m b a n g a n k e a r a h d e m o k r a s i p a r t i s i p a t o r i s
adalah
hasil
pengawasan
upaya
yang
rakyat
lebih
untuk
efektif
menciptakan
terhadap
system
penyalahgunaan
mandat rakyat oleh politisi, baik pejabat pemerintah maupun
anggota
parlemen.
Perlu
demokrasi
partisipatoris
demokrasi
perwakilan,
ditekankan
bahwa
tumbuhnya
bukanlah
untuk
menggantikan
melainkan
untuk
memperkukuh
demokrasi perwakilan dan membuatnya semakin efektif dalam
mencerminkan kehendak rakyat.
Mekanisme
pemilihan
langsung
baik
di
tingkat
lokal
maupun nasional untuk lembaga eksekutif maupun legislatif,
merupakan
salah
satu
demokrasi
partisipatoris.
komponen
Dengan
penting
dari
menerapkan
bentuk
system
pemilihan
langsung,
rakyat
diharapkan
akan
dapat
m e l a k s a n a k a n h a k d a n k e w a j i b a n n y a s e b a g a i w a rg a n e g a r a
yang
aktif
berpartisipasi
dalam
menentukan
agenda
pembangunan negara dan bukan hanya sebagai obyek dari
pembangunan itu sendiri.
Berikut adalah kelebihan Pemilihan Presiden Langsung,
diantaranya :
a. Pemilihan
mengurangi
Presiden
langsung
distorsi-distorsi
yang
diharapkan
akan
dimasalah-masalah
yang dihadapi pada Pemilihan Presiden yang dilakukan
oleh MPR.
Beberapa kelebihan dari sistim ini ialah
presiden terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi
yang sangat kuat karena didukung oleh suara rakyat
yang memberikan suaranya secara langsung. Legitimasi,
merupakan
hal
yang
sangat
diperlukan
oleh
suatu
pemerintahan yang sedang mengalami krisis politik dan
ekonomi.
b. Presiden terpilih tidak perlu terikat dengan konsesi
antar partai-partai atau faksi-faksi politik yang telah
memilihnya. Artinya, Presiden terpilih berada di atas
segala kepentingan dan dapat menjembatani berbagai
kepentingan tersebut. Apabila Presiden terpilih tidak
dapat mengatasi kepentingan-kepentingan parpol, maka
kabinet yang dibentuk cenderung merupakan kabinet
koalisi parpol dan bukan kabinet kerja.
c. System
ini
menjadi
lebih
accountable
dibandingkan
system sebelum amandemen karena rakyat tidak harus
menitipkan
suaranya
melalui
MPR
yang
tidak
seluruhnya merupakan anggota terpilih hasil Pemilu.
Rakyat
dapat
menentukan
pilihannya
berdasarkan
kriteria yang jelas dan transparan. Apabila Presiden
yang terpilih kemudian tidak memenuhi harapan rakyat,
maka
pada
pemilihan
berikutnya,
kandidat
yang
bersangkutan tidak akan dipilih kembali. Prinsip ini
merupakan prinsip pengawasan serta akuntabilitas yang
paling sederhana dan dapat dimengerti baik oleh rakyat
maupun politisi.
d. Checks
and
Balances
antara
lembaga
legislatif
dan
lembaga eksekutif dapat lebih seimbang karena di masa
yang akan datang, anggota lembaga legislatif juga akan
dipilih langsung
e. Kriteria
calon
Presiden
juga
dapat
dinilai
secara
langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam
UUD
1945
setelah
amandemen
mekanisme
pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden di Indonesia
menganut model impeachment dengan menerapkan 3 tingkatan
pengambilan keputusan, dimana prosesnya dilaksanakan di
DPR, MK, dan MPR. Menganut model impeachment karena
putusan
mengenai
pemberhentian
presiden
dan/atau
wakil
presiden di Indonesia merupakan kewenangan MPR sebagai
lembaga
perwakilan
berdasarkan
rakyat
dan
keputusannya
pertimbangan-pertimbangan
politik.
diambil
Sementara
peran MK hanya sebagai lembaga yudikatif yang memutus
keabsahan
presiden
hukum.
alasan
pemberhentian
yang didakwakan
presiden
dan/atau
DPR berdasarkan
wakil
pertimbangan
D A F TA R P U S TA K A
Asshiddiqie,
Jimly
Indonesia
(2007).
K o n t e m p o re r,
Konstitusi
dan
Pemikiran
Ketatanegaraan
P ro f .
D r.
Jimly
Asshiddiqie dan Para Pakar Hukum. Bekasi: The Biography
Institute.
Harun,
R e f l y,
Husein,
Zainal A.
M.
dan
Bisariyadi
(2004).
M e n j a g a D e n y u t K o n s t i t u s i : R e f l e k s i S a t u Ta h u n M a h k a m a h
Konstitusi. Jakarta: Konstitusi Press.
S a l e h , M . d a n M u k h l i s h ( 2 0 1 0 ) . I m p e a c h m e n t P re s i d e n d a n / a t a u
Wa k i l
P re s i d e n
(Sebuah
Ti n j a u a n
Konstitusional).
S u r a b a y a : B i n a I l m u O ff s e t , 2 0 1 0 .
T h a l i b , A b d u l R a s y i d ( 2 0 0 6 ) . We w e n a n g M a h k a m a h K o n s t i t u s i
dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia .
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Zoelva,
Hamdan
( 2 0 11 ) .
Pemakzulan
Jakarta: Sinar Grafika.
P re s i d e n
di
Indonesia.
P R E S I D E N D A N / ATA U WA K I L P R E S I D E N
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setelah
empat
kali
amandemen
Undang-Undang
Dasar
(UUD) 1945, terjadi beberapa perubahan antara lain adanya
ketentuan yang mengatur pemberhentian presiden dan/atau
wakil
presiden
dalam
masa
jabatannya
oleh
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Alasan pemberhentian presiden dan/atau wakil
presiden
berupa
pengkhianatan
terhadap
negara,
korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil
presiden.1 Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 3 ayat 3,
pasal 7A dan pasal 7B, sedangkan pengangkatan presiden
dan/atau wakil presiden diatur dalam pasal 8 ayat 1 sampai 3
dan disahkan dengan pasal 9.
Selain itu, pemberhentian tersebut hanya dapat dilakukan
setelah proses konstitusional melalui Mahkamah Konstitusi
(MK). MK akan memeriksa, mengadili dan memutus pendapat
DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan
1
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 45.
pelanggaran hukum. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal
24C ayat 2.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa saja dan bagaimana lembaga yang dapat menjatuhkan
presiden dan/atau wakil presiden?
1.3
Tu j u a n
1. Untuk
mengetahui
lembaga
yang
dapat
menjatuhkan
yang
dapat
menjatuhkan
presiden dan/atau wakil presiden
1.4
Manfaat
1. Dapat
mengetahui
lembaga
presiden dan/atau wakil presiden
BAB II
PEMBAHASAN
Pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden UUD 1945
diatur
dalam
Ta p .
MPR
Nomor
III
tahun
1978
yang
menentukan bahwa Majelis dapat memberhentikan presiden
dan/atau
wakil
presiden
sebelum
habis
masa
jabatannya,
karena :2
a. Atas permintaan sendiri
b. Berhalangan tetap
c. Sungguh-sungguh
melanggar
pemberhentian
tersebut
haluan
negara
harus
dan
melalui
pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa (SI) MPR
yang khusus diadakan untuk itu.
Kewenangan
wakil
presiden
merupakan
untuk
memberhentikan
dalam
system
kewenangan
dari
presiden
presidensiil
rakyat
selaku
pada
dan/atau
dasarnya
konstituennya.
Presiden dan/atau wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat,
sehingga
2
Ibid., hlm. 9.
rakyat
juga
yang
berhak
mengambil
kembali
kekuasaan tersebut dengan memberhentikan presiden dan/atau
wakil presiden dalam masa jabatannya.
Lembaga perwakilan rakyat memiliki tugas melanjutkan
aspirasi
rakyat
merupakan
karena
demokrasi
system
demokrasi
perwakilan.
Selain
yang
itu,
diterapkan
kewenangan
memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden berada pada
MPR karena MPR merupakan representative dari rakyat.
Mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya
pada
system
pemerintahan
presidensiil
pertama
kali
diperkenalkan dalam Konstitusi Amerika Serikat. Konstitusi
tersebut
menjelaskan
adanya
jabatan
presiden
dalam
pemerintahan modern sebagai Single Chief Executive, dan hal
tersebut merupakan mekanisme pertanggungjawaban politik
dalam system demokrasi.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar merupakan dokumen
yang
dijadikan
pedoman
yang
mengatur
lembaga-lembaga
negara dalam menjalankan pemerintahan, serta memuat juga
pengaturan tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Meskipun
demikian,
terdapat
beberapa
masalah
terkait
mekanisme
pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dalam masa
jabatannya.
H a l t e r s e b u t t e r j a d i t e r h a d a p p r e s i d e n I r. S o e k a r n o d a n
p r e s i d e n A b d u r r a h m a n Wa h i d s a a t m e n j a b a t s e b a g a i p r e s i d e n ,
dimana
alasan
mereka
diberhentikan
terkesan
berdasarkan
politik semata dibandingkan alasan hukum.
Dalam UUD 1945 sebelum amandemen tidak ditemukan
pasal tertentu yang khusus mengatur tentang pemberhentian
presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya. Hal
ini disebabkan dalam rapat perumusan UUD 1945 di Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
maupun
Panitia
Persiapan
Kemerdekaan
Indonesia
(PPKI)
tidak membahas mengenai hal tersebut dan lebih fokus dalam
menentukan
bentuk
negara
antara
monarki
dan
republik,
hingga akhirnya melalui voting ditentukan bahwa Indonesia
menganut bentuk negara republik.
Presiden
yang
dipilih
oleh
MPR
diposisikan
sebagai
mandataris MPR. Pada saat sebelum amandemen kekuasaan
tertinggi
berada
di
tangan
MPR,
sedangkan
presiden
mandatarisnya yang dipilih, diangkat, dan diberhentikan oleh
MPR.
UUD 1945 hasil amandemen menunjukkan perubahan yang
amat
jelas
berkaitan
dengan
mekanisme
pemberhentian
presiden dan/atau wakil presiden dibandingkan UUD 1945
sebelum amandemen. Hal ini karena dalam UUD 1945 setelah
amandemen telah diatur secara rinci mengenai alasan dan
mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden
dalam
pasal
7A
dan
7B
UUD
1945.
Selain
melibatkan
legislative (MPR dan DPR), pemberhentian presiden dan/atau
wakil presiden juga melibatkan kekuasaan yudisial yaitu turut
sertanya MK dalam prosesnya.
Alasan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden
dirinci secara jelas dalam pasal 7A UUD 1945 yaitu apabila
terbukti
telah
melakukan
pelanggaran
hukum
berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila
terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau
wakil
presiden.
Dengan
demikian
alasan
pemberhentian
presiden dan/atau wakil presiden dapat digolongkan menjadi
alasan melanggar hukum dan alasan tidak memenuhi syarat
lagi sebagai presiden dan/atau wakil presiden. Alasan-alasan
melanggar hukum tersebut selanjutnya dapat diklasifikasikan
lagi menjadi perbuatan melawan hukum yang termasuk tindak
pidana berat, serta perbuatan tercela.
Penjelasan
atas
alasan-alasan
pemberhentian
presiden
dan/atau wakil presiden tersebut dapat dilihat dalam Pasal 10
ayat 3 Undang-Undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (Undang-Undang MK) dan Peraturan Mahkamah
K o n s t i t u s i N o m o r 2 1 Ta h u n 2 0 0 9 t e n t a n g P e d o m a n B e r a c a r a
dalam Memutus Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
Dugaan Pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden
( P M K N o . 2 1 Ta h u n 2 0 0 9 ) .
Pasal 7B UUD 1945 kemudian merinci mekanisme yang
harus ditempuh untuk dapat memberhentikan presiden dan/atau
wakil
presiden
yang
dimulai
dari
mekanisme
di
DPR,
kemudian berlanjut di MK hingga putusannya disampaikan
kembali
ke
DPR,
selanjutnya
barulah
mekanisme
pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden di MPR yang
akan memutuskan apakah presiden dan/atau wakil presiden
diberhentikan dari jabatannya atau tidak.
Alasan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden
yang diatur berbagai negara menunjukkan paling tidak ada
empat alasan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden,
diantaranya :3
3
Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,
2011), hlm. 38.
a. Alasan politik karena ditolaknya pertanggungjawaban
presiden
b. Alasan
pelanggaran
hukum
tata
negara,
seperti
pelanggaran atas konstitusi dan peraturan perundangundangan
c. Alasan terbukti melakukan tindak pidana
d. Gabungan dari alasan-alasan tersebut
Te r d a p a t l i m a p o i n k e s e p a k a t a n y a n g d i s e t u j u i s e l u r u h
fraksi di MPR mengenai arah perubahan UUD 1945, yaitu : 4
a . Ti d a k m e n g u b a h b a g i a n P e m b u k a a n U U D 1 9 4 5
b. Mempertahankan
bentuk
Negara
Kesatuan
system
presidensiil
Republik
Indonesia (NKRI)
c. Mempertahankan
dan
melakukan
penyempurnaan sehingga betul-betul dapat menerapkan
system presidensiil yang ideal dan sesungguhnya
4
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer,
Pemikiran Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie dan Para Pakar Hukum (Bekasi: The
Biography Institute, 2007), hlm. 8.
d. Mempertahankan
hal-hal
normative
yang
ada
dalam
penjelasan UUD 1945 untuk dimuat dalam pasal-pasal
UUD 1945
e. Amandemen UUD 1945 dilakukan dengan menempuh
cara addendum
Pentingnya
untuk
menjaga
perilaku
presiden
sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan secara konstitusional
dalam UUD 1945 diwujudkan dengan adanya sanksi politik
berupa pemberhentian dalam masa jabatannya apabila terbukti
telah melakukan perbuatan yang tidak sesuai etika jabatan
yaitu perbuatan melanggar hukum ataupun perbuatan tercela.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa etika
jabatan sebagai presiden dan/atau wakil presiden berkaitan
norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga perbuatan
tercela merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma-
norma
tersebut.
Jadi
perbuatan
tercela
merupakan
bentuk
pelanggaran terhadap norma agama, norma kesopanan, norma
kesusilaan, dan norma hukum yang dapat menimbulkan sanksi
di
masyarakat
sehingga
dapat
merendahkan
harkat
dan
martabat seorang presiden dan/atau wakil presiden. Norma
hukum yang dimaksudkan disini pun bukan hanya dalam ranah
hukum pidana saja, melainkan segala bentuk hukum positif
yang terdapat dalam setiap peraturan perundang-undangan.
Dalam
dianut
sistem
adalah
pemerintahan
supremasi
p a r l e m e n t e r,
parlemen
dan
prinsip
perdana
yang
menteri
bertanggung jawab kepada parlemen. Oleh sebab itu maka
parlemen berwenang untuk memberhentikan perdana menteri
dalam masa jabatannya melalui mosi tidak percaya dengan
a l a s a n - a l a s a n d a n p e r t a n g g u n g j a w a b a n p o l i t i k . Ti d a k d e m i k i a n
halnya
dengan
system
pemerintahan
presidensial
dimana
kedudukan eksekutif dan legislatif sejajar dengan legitimasi
sama kuat karena dipilih secara langsung oleh rakyat. Apalagi
masa
jabatan
ditentukan
Presiden
secara
dan/atau
tetap
dalam
Wa k i l
konstitusi
Presiden
dan
telah
mekanisme
pemberhentian yang rumit, maka seorang presiden dan/atau
wakil presiden dalam sistem pemerintahan presidensial hanya
dapat diberhentikan melalui alasan-alasan yang menonjolkan
pelanggaran hukum, khususnya hukum pidana dibandingkan
sekedar
alasan-alasan
dan
pertanggungjawaban
politik.
Adanya masa jabatan presiden dan/atau wakil presiden yang
telah
ditentukan
executive)
dan
secara
pasti
mekanisme
dalam
konstitusi
pemberhentian
(fix
yang
term
rumit
bertujuan untuk melindungi jabatan presiden dan/atau wakil
presiden itu sendiri guna menciptakan stabilitas pemerintahan.
Pemberhentian
masa
jabatannya
presiden dan/atau wakil presiden dalam
kerap
kali
dikenal
dengan
istilah
impeachment atau yang oleh Hamdan Zoelva diterjemahkan
menjadi
pemakzulan.
konsepnya
bukan
Istilah
hanya
impeachment
merupakan
proses
ditinjau
dari
pemberhentian
P r e s i d e n d a n / a t a u Wa k i l P r e s i d e n d a l a m m a s a j a b a t a n n y a ,
tetapi
istilah
impeachment
mencakup
pula
proses
pemberhentian kepada para pejabat negara yang dianggap
telah melanggar peraturan sebagaimana yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan dalam menjalankan tugasnya. 5
Impeachment
ini
sendiri
merupakan
salah
satu
model
mekanisme pemberhentian presiden yang dipraktikkan oleh
negara-negara di dunia.
Te r d a p a t d u a m o d e l p e m b e r h e n t i a n p r e s i d e n d a n / a t a u w a k i l
presiden yang dikenal dalam sistem pemerintahan presidensial
yaitu
model
(peradilan
dan/atau
impeachment
khusus).
wakil
dan model
Kedua
presiden
model
ini
forum
p re v i l e g i a t u m
pemberhentian
diklasifikasikan
presiden
berdasarkan
mekanisme yang harus ditempuh dalam pemberhentiannya.
Impeachment
merupakan
pemberhentian
Presiden
dan/atau
Wa k i l P r e s i d e n d i t e n g a h m a s a j a b a t a n n y a y a n g d i l a k u k a n o l e h
5
Refly Harun, Zainal A. M. Husein, dan Bisariyadi, Menjaga Denyut Konstitusi:
Refleksi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Konstitusi Press, 2004), hlm.
75.
lembaga
legislatif.
Sebaliknya
dalam
forum
p re v i l e g i a t u m
p e m b e r h e n t i a n P r e s i d e n d a n / a t a u Wa k i l P r e s i d e n d i t e n g a h
masa jabatannya dilakukan oleh suatu lembaga peradilan yang
dibentuk
khusus
untuk
mengadili
perihal
pemberhentian
P r e s i d e n d a n / a t a u Wa k i l P r e s i d e n d a l a m m a s a j a b a t a n n y a i t u . 6
P r e s i d e n M e n u g a s k a n Wa k i l P r e s i d e n u n t u k m e l a k s a n a k a n
tugas
sehari-hari
Presiden
sebagaimana
dimaksud
dalam
K e p u t u s a n P r e s i d e n N o m o r 8 Ta h u n 2 0 0 0 t e n t a n g P e n u g a s a n
Wa k i l P r e s i d e n M e l a k s a n a k a n Tu g a s P r e s i d e n k e t i k a p r e s i d e n
melaksanakan kunjungan kerja dan/atau kenegaraan ke Luar
Negeri. Keputusan presiden ini mulai berlaku pada tanggal
yang ditetapkan oleh presiden.
6
M. Saleh dan Mukhlish, Impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden (Sebuah
Tinjauan Konstitusional) (Surabaya: Bina Ilmu Offset, 2010), hlm. 38.
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 banyak merubah
sistem
hukum Indonesia,
ketatanegaraan
presiden
Indonesia.
dan/atau
konsekuensi
yang juga
wakil
logis
Salah
mempengaruhi
satunya
presiden.
dari
Hal
adanya
sistem
pemberhentian
ini
merupakan
kesepakatan
untuk
mempertahankan sistem presidesiil dengan menyempurnakan
ciri-ciri sistem presidensiil. Selain itu, adanya pengaturan
tersebut juga dilatarbelakangi adanya pemikiran bahwa negara
yang
identik
dengan
kekuasaan
perlu
adanya
pembatasan
kekuasaan dan adanya fungsi pengawasan dan keseimbangan
(checks
and
balances)
yang
bertujuan
untuk
mencegah
terjadinya penyimpangan kekuasaan.
Pemilihan
Demokrasi
presiden
langsung
Partisipatoris
di
agar
Menuju
Indonesia
Te r c i p t a n y a
merupakan
Perkembangan ke arah system demokrasi partisipatoris yang
muncul di sebagian besar negara-negara yang telah mengalami
transisi politis ke arah pemerintahan yang lebih demokratis.
S e p e r t i h a l n y a d i n e g a r a - n e g a r a E r o p a Ti m u r, b a h k a n d i
negara tetangga Indonesia seperti di Thailand dan Filipina.
Tu m b u h n y a p e r k e m b a n g a n k e a r a h d e m o k r a s i p a r t i s i p a t o r i s
adalah
hasil
pengawasan
upaya
yang
rakyat
lebih
untuk
efektif
menciptakan
terhadap
system
penyalahgunaan
mandat rakyat oleh politisi, baik pejabat pemerintah maupun
anggota
parlemen.
Perlu
demokrasi
partisipatoris
demokrasi
perwakilan,
ditekankan
bahwa
tumbuhnya
bukanlah
untuk
menggantikan
melainkan
untuk
memperkukuh
demokrasi perwakilan dan membuatnya semakin efektif dalam
mencerminkan kehendak rakyat.
Mekanisme
pemilihan
langsung
baik
di
tingkat
lokal
maupun nasional untuk lembaga eksekutif maupun legislatif,
merupakan
salah
satu
demokrasi
partisipatoris.
komponen
Dengan
penting
dari
menerapkan
bentuk
system
pemilihan
langsung,
rakyat
diharapkan
akan
dapat
m e l a k s a n a k a n h a k d a n k e w a j i b a n n y a s e b a g a i w a rg a n e g a r a
yang
aktif
berpartisipasi
dalam
menentukan
agenda
pembangunan negara dan bukan hanya sebagai obyek dari
pembangunan itu sendiri.
Berikut adalah kelebihan Pemilihan Presiden Langsung,
diantaranya :
a. Pemilihan
mengurangi
Presiden
langsung
distorsi-distorsi
yang
diharapkan
akan
dimasalah-masalah
yang dihadapi pada Pemilihan Presiden yang dilakukan
oleh MPR.
Beberapa kelebihan dari sistim ini ialah
presiden terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi
yang sangat kuat karena didukung oleh suara rakyat
yang memberikan suaranya secara langsung. Legitimasi,
merupakan
hal
yang
sangat
diperlukan
oleh
suatu
pemerintahan yang sedang mengalami krisis politik dan
ekonomi.
b. Presiden terpilih tidak perlu terikat dengan konsesi
antar partai-partai atau faksi-faksi politik yang telah
memilihnya. Artinya, Presiden terpilih berada di atas
segala kepentingan dan dapat menjembatani berbagai
kepentingan tersebut. Apabila Presiden terpilih tidak
dapat mengatasi kepentingan-kepentingan parpol, maka
kabinet yang dibentuk cenderung merupakan kabinet
koalisi parpol dan bukan kabinet kerja.
c. System
ini
menjadi
lebih
accountable
dibandingkan
system sebelum amandemen karena rakyat tidak harus
menitipkan
suaranya
melalui
MPR
yang
tidak
seluruhnya merupakan anggota terpilih hasil Pemilu.
Rakyat
dapat
menentukan
pilihannya
berdasarkan
kriteria yang jelas dan transparan. Apabila Presiden
yang terpilih kemudian tidak memenuhi harapan rakyat,
maka
pada
pemilihan
berikutnya,
kandidat
yang
bersangkutan tidak akan dipilih kembali. Prinsip ini
merupakan prinsip pengawasan serta akuntabilitas yang
paling sederhana dan dapat dimengerti baik oleh rakyat
maupun politisi.
d. Checks
and
Balances
antara
lembaga
legislatif
dan
lembaga eksekutif dapat lebih seimbang karena di masa
yang akan datang, anggota lembaga legislatif juga akan
dipilih langsung
e. Kriteria
calon
Presiden
juga
dapat
dinilai
secara
langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam
UUD
1945
setelah
amandemen
mekanisme
pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden di Indonesia
menganut model impeachment dengan menerapkan 3 tingkatan
pengambilan keputusan, dimana prosesnya dilaksanakan di
DPR, MK, dan MPR. Menganut model impeachment karena
putusan
mengenai
pemberhentian
presiden
dan/atau
wakil
presiden di Indonesia merupakan kewenangan MPR sebagai
lembaga
perwakilan
berdasarkan
rakyat
dan
keputusannya
pertimbangan-pertimbangan
politik.
diambil
Sementara
peran MK hanya sebagai lembaga yudikatif yang memutus
keabsahan
presiden
hukum.
alasan
pemberhentian
yang didakwakan
presiden
dan/atau
DPR berdasarkan
wakil
pertimbangan
D A F TA R P U S TA K A
Asshiddiqie,
Jimly
Indonesia
(2007).
K o n t e m p o re r,
Konstitusi
dan
Pemikiran
Ketatanegaraan
P ro f .
D r.
Jimly
Asshiddiqie dan Para Pakar Hukum. Bekasi: The Biography
Institute.
Harun,
R e f l y,
Husein,
Zainal A.
M.
dan
Bisariyadi
(2004).
M e n j a g a D e n y u t K o n s t i t u s i : R e f l e k s i S a t u Ta h u n M a h k a m a h
Konstitusi. Jakarta: Konstitusi Press.
S a l e h , M . d a n M u k h l i s h ( 2 0 1 0 ) . I m p e a c h m e n t P re s i d e n d a n / a t a u
Wa k i l
P re s i d e n
(Sebuah
Ti n j a u a n
Konstitusional).
S u r a b a y a : B i n a I l m u O ff s e t , 2 0 1 0 .
T h a l i b , A b d u l R a s y i d ( 2 0 0 6 ) . We w e n a n g M a h k a m a h K o n s t i t u s i
dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia .
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Zoelva,
Hamdan
( 2 0 11 ) .
Pemakzulan
Jakarta: Sinar Grafika.
P re s i d e n
di
Indonesia.