Effect of intravenous poly-unsaturated fatty acids administration on gastric mucosal integrity in pig-tailed macaques (Macaca nemestrina) with obstructive jaundice

EFEK PEMBERIAN POLY-UNSATURATED FATTY ACIDS
(PUFA) INTRAVENA TERHADAP INTEGRITAS MUKOSA
LAMBUNG PADA BERUK (Macaca nemestrina) DENGAN
IKTERUS OBSTRUKTIF

DADANG MAKMUN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Efek Pemberian
Poly-Unsaturated Fatty Acids (PUFA) Intravena terhadap Integritas Mukosa
Lambung pada Beruk (Macaca nemestrina) dengan Ikterus Obstruktif adalah
karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
disertasi ini.


Bogor, 28 Juli 2011

Dadang Makmun
NIM P67030031

ii

ABSTRACT
DADANG MAKMUN. Effect of Intravenous Poly-Unsaturated Fatty Acids
Administration on Gastric Mucosal Integrity in Pig-tailed Macaques (Macaca
nemestrina) with Obstructive Jaundice. Under the direction of DONDIN
SAJUTHI, DALDIYONO HARDJODISASTRO, ADI WINARTO and ERNI
SULISTIAWATI
Acute gastric mucosal injury commonly occurs in patients with obstructive
jaundice. Some proposed pathogenic mechanism of acute mucosal gastric injury
in obstructive jaundice has been reported. We studied the effect of intravenous
poly-unsaturated fatty acids (PUFA) administration on gastric mucosal integrity in
pig-tailed macaques (Macaca nemestrina) with obstructive jaundice by ligating
common bile duct (CBD). In this study, eight selected male pig-tailed macaques

with the body weight between 5,5-7,5 kg (with the average of 6,625±0,83 kg)
were used and divided randomly into two groups. In both groups, laboratory
examination (including liver function tests, lipid profile, prothrombine time,
gastric mucosal level of lipid peroxide and glutathione) and upper gastrointestinal
endoscopy were performed before CBD ligation and every two weeks after
ligation. In the first group intravenous PUFA with the dose of 2 g/day was
administered every day since four weeks post ligation up to four weeks later, and
in the second group intravenous PUFA was administered since before ligation up
to eight weeks later. In both groups, total bilirubin, direct bilirubin, indirect
bilirubin, SGOT, SGPT, alkaline phosphatase, GGT, globulin, total cholesterol
and trigliseride were clearly increased, meanwhile albumin level were clearly
decreased. Cholinesterase, prothrombine time and gastric mucosa level of lipid
peroxide and glutathione in both groups were not changed. Ulcer formation
occured among the first group during four weeks after CBD ligation, and these
ulcers were clearly healed within four weeks after intravenous PUFA
administration. Among the second group, there was no significant ulcer formation
within eight weeks after CBD ligation. In conclusion, the potential appearance of
acute gastric mucosal injury which reflected by gastric ulcer formation was
significantly decreased by intravenous PUFA administration in pig-tailed
macaques with obstructive jaundice. We also have developed animal model of

obstructive jaundice successfully by CBD ligation, based on the result of liver
function and lipid profile tests.

Keywords: acute mucosal gastric injury, intravenous PUFA administration,
obstructive jaundice, pig-tailed macaques

iii

RINGKASAN
DADANG MAKMUN. Efek Pemberian Poly-Unsaturated Fatty Acids (PUFA)
Intravena terhadap Integritas Mukosa Lambung pada Beruk (Macaca nemestrina)
dengan Ikterus Obstruktif. Dibimbing oleh DONDIN SAJUTHI, DALDIYONO
HARDJODISASTRO, ADI WINARTO dan ERNI SULISTIAWATI.
Ikterus obstruktif sering ditemukan pada praktik sehari-hari dengan
berbagai penyebab antara lain meliputi batu duktus koledokus, tumor papilla
Vateri, tumor kaput pankreas, striktur duktus koledokus dan kolangiokarsinoma.
Pada pasien-pasien dengan ikterus obstruktif sering terjadi kerusakan mukosa
lambung akut dalam bentuk erosi atau ulkus bahkan bisa diikuti dengan
perdarahan dan perforasi. Kerusakan mukosa lambung terjadi akibat ketidak
seimbangan antara faktor agresif (misalnya obat-obatan golongan anti inflamasi

nonsteroid, alkohol, kuman Helicobacter pylori, cairan lambung serta cairan
empedu dan komponen-komponennya) dengan faktor defensif (lapisan mukus
mukosa lambung, bikarbonat, prostaglandin, fosfolipid serta aliran darah mukosa
lambung). Dalam keadaan ikterus obstruktif terjadi hambatan secara total maupun
parsial dari sekresi cairan empedu dan komponen-komponennya ke dalam
duodenum. Cairan empedu berfungsi sebagai deterjen dalam mengemulsi lemak,
membantu kerja enzim-enzim pankreas serta berperan utama dalam absorpsi
lemak intraluminal.
Telah banyak dilaporkan mengenai berbagai mekanisme patogenesis
terjadinya kerusakan mukosa lambung akut pada keadaan ikterus obstruktif antara
lain peranan oxidative stress termasuk peroksida lipid, akumulasi asam empedu
dalam sirkulasi darah, serta penurunan prostaglandin dan aliran darah mukosa
lambung.
Beruk (Macaca nemestrina) merupakan hewan model untuk penelitianpenelitian yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Beruk
memiliki kemiripan sistem saluran cerna, serta pola nutrisi yang tidak jauh
berbeda dengan manusia. Atas dasar hal tersebut di atas, maka penelitian tentang
efek pemberian poly-unsaturated fatty acids (PUFA) intravena terhadap integritas
mukosa lambung pada keadaan ikterus obstruktif dilakukan dengan menggunakan
hewan model beruk. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendapatkan informasi
akibat kerusakan mukosa lambung akut yang berkaitan dengan tingkat morbiditas

beruk pada keadaan ikterus obstruktif, 2) mendapatkan informasi mengenai
kerusakan mukosa lambung akut akibat defisiensi lipid pada beruk dengan ikterus
obstruktif, 3) mendapatkan informasi proses hemostasis akibat gangguan fungsi
hati yang berkaitan dengan perdarahan saluran cerna bagian atas pada beruk
dengan ikterus obstruktif, 4) mendapatkan informasi efek pemberian PUFA
intravena dalam mencegah terjadinya kerusakan mukosa lambung akut pada beruk
dengan ikterus obstruktif.
Penelitian ini menggunakan delapan ekor beruk jantan dewasa, berumur
antara 4-6 tahun dengan bobot badan antara 5,5-7,5 kg (dengan rerata 6,625±0,83
kg), yang berasal dari penangkaran PT. Wanara Satwa Loka. Penelitian ini
dilaksanakan di Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) Institut Pertanian Bogor dan
sebagian pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium Departemen

iv
Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Peubah-peubah yang
diamati terdiri dari nilai biokimiawi fungsi hati (protein total, albumin, globulin,
bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, serum glutamic oxaloacetic
transaminase/SGOT, serum glutamic pyruvic transaminase/SGPT, fosfatase
alkali, gamma glutamyl tranpeptidase/GGT, kolinesterase), kolesterol total,
trigliserida, prothrombine time, peroksida lipid dan glutation jaringan mukosa

lambung, serta evaluasi makroskopik mukosa lambung berupa ada tidaknya erosi
atau ulkus dengan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada hewan
model sejak sebelum dilakukan ligasi duktus koledokus sampai 8 minggu setelah
ligasi duktus koledokus.
Hewan model dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari empat ekor beruk. Pada Kelompok I, diberikan PUFA intravena
dengan dosis 2 g/hari setiap hari sejak 4 minggu pasca ligasi duktus koledokus
sampai 8 minggu pasca ligasi duktus koledokus, sedangkan pada Kelompok II
PUFA intravena diberikan sejak sebelum ligasi duktus koledokus sampai 8
minggu pasca ligasi duktus koledokus.
Pada kedua kelompok didapatkan peningkatan yang nyata kadar bilirubin
total, bilirubin direk, bilirubin indirek, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, GGT,
globulin, kolesterol total dan trigliserida. Adapun kadar kolinesterase,
prothrombine time serta kadar peroksida lipid dan glutation jaringan mukosa
lambung pada kedua kelompok tidak menunjukkan perubahan yang nyata,
sementara itu kadar albumin pada kedua kelompok memperlihatkan penurunan
yang nyata. Pada Kelompok I tampak dengan jelas terjadinya ulkus lambung
selama 4 minggu pasca ligasi duktus koledokus yang kemudian mengalami
penyembuhan setelah diberikan PUFA intravena. Adapun pada Kelompok II tidak
tampak terjadinya ulkus lambung sampai dengan 8 minggu pasca ligasi duktus

koledokus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian PUFA intravena dapat
mencegah terbentuknya ulkus lambung serta dapat menyembuhkan ulkus yang
terjadi akibat kerusakan mukosa lambung akut pada beruk dengan ikterus
obstruktif. Penelitian ini juga telah memperlihatkan pengembangan hewan model
ikterus obstruktif yang terjadi dengan pengikatan duktus koledokus beruk,
berdasarkan hasil pengamatan fungsi hati dan profil lemak darah.

Kata kunci: kerusakan mukosa lambung akut, pemberian PUFA intravena, ikterus
obstruktif, beruk (Macaca nemestrina)

v

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

vi
EFEK PEMBERIAN POLY-UNSATURATED FATTY ACIDS (PUFA)
INTRAVENA TERHADAP INTEGRITAS MUKOSA LAMBUNG PADA
BERUK (Macaca nemestrina) DENGAN IKTERUS OBSTRUKTIF

DADANG MAKMUN

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi/Mayor Primatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

vii


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :
Dr. dr. Irma H. Suparto, MS
Dr. drh. Aryani Sismin,M.Sc
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :
Prof. dr. H. A. Aziz Rani, SpPD-KGEH
Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS

viii

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi

: Efek Pemberian Poly-Unsaturated Fatty Acids
(PUFA) Intravena terhadap Integritas Mukosa
Lambung pada Beruk (Macaca nemestrina) dengan
Ikterus Obstruktif

Nama Mahasiswa


: Dadang Makmun

Nomor Pokok

: P67030031

Program Studi/Mayor

: Primatologi

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST., Ph.D
Ketua

Prof. Dr. dr. Daldiyono H., SpPD-KGEH
Anggota

drh. Adi Winarto, Ph.D

Anggota

Dr. drh. Erni Sulistiawati, SP1,APVet
Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi/Mayor
Primatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST., Ph.D

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc., Agr.

Tanggal Ujian: 17 Juni 2011

Tanggal Lulus:

ix

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahiim,
Terlebih dahulu penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah
S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua,
khususnya kepada penulis, sehingga disertasi yang berjudul “Efek Pemberian
Poly-Unsaturated Fatty Acids (PUFA) Intravena terhadap Integritas Mukosa
Lambung pada Beruk (Macaca nemestrina) dengan Ikterus Obstruktif” dapat
diselesaikan.
Selama melakukan penelitian dan menyelesaikan penyusunan disertasi ini,
penulis mendapat bantuan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Untuk itu
pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST., Ph.D, Prof. Dr. dr. Daldiyono
Hardjodisastro, SpPD-KGEH, drh. Adi Winarto, Ph.D, Dr. drh. Erni
Sulistiawati,SP1,APVet sebagai komisi pembimbing yang telah meluangkan
begitu banyak waktu serta pemikirannya selama penelitian maupun penulisan
disertasi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) yang telah memberikan izin tugas
belajar untuk mengikuti program doktor (S3) di Program Studi/Mayor Primatologi
(PRM), Sekolah Pascasarjana IPB. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Pascasarjana IPB, Ketua Program
Studi/Mayor Primatologi serta seluruh staf pengajar dan administrasi Program
Studi/Mayor Primatologi IPB.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ungkapan terima kasih
kepada Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer serta drh. Ikin Mansjoer, MSc. yang
telah banyak menyumbangkan buah pikiran serta perhatiannya kepada penulis
selama melakukan penelitian dan penyusunan disertasi ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. drh. Joko Pamungkas,
MSc., beserta staf, Dr. drh. Diah Iskandriati beserta staf, drh. Diah Pawitri, Dr. dr.
Irma H. Suparto, MS., drh. Yasmina A. Paramistri, DACLAM., Ria Oktarina, SSi.,
MSi., drh. Esther Arifin, DACVP., Dr. Ir. Entang Iskandar, drh. Viliandra, drh.
Fitrya NA Dewi, drh. Fitriani Hidayah, drh. Margaretha Novi Damayanti,

x
Asmiyanto, Amd, dr. Maryantoro Oemardi SpPD-KEMD., Keni Sultan SPt., MSi.
atas bantuan dan perhatiannya yang sangat besar kepada penulis selama
menyelesaikan penelitian dan penyusunan disertasi ini.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Prof. dr. H. A. Aziz Rani, SpPD-KGEH, dr. H. Chudahman Manan,
SpPD-KGEH, dr. Marcellus Simadibrata, Ph.D, SpPD-KGEH, Dr. dr. H. Murdani
Abdullah, SpPD-KGEH, dr. H. Ari Fachrial Syam, MMB., SpPD-KGEH, dr.
Achmad Fauzi, SpPD-KGEH, dr. Kaka Renaldi, SpPD, serta seluruh staf
administrasi Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo atas segala
dukungan serta bantuannya selama penulis mengikuti program doktor di Sekolah
Pascasarjana IPB.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Zulkarnain, Amd,
Bayu Taruno NP, SKM., Ade Darmawan, SKM., Nurjayanti, SPT., Rahayu
Sulistina, Dewi Yanti serta Mulyana atas bantuan yang sangat besar ketika penulis
melakukan penelitian dan menyusun disertasi ini.
Penulis juga menyampaikan ungkapan terima kasih kepada isteri tercinta
dr. Hj. Duta Liana MARS., serta anak-anakku Faisal, Heikal dan Vira, atas segala
pengertian, pengorbanan dan dorongan semangatnya selama ini. I love you all,
more than you can imagine. Kepada kedua orang tua Ayah dan Ibu (almarhum),
kedua orang mertua (almarhum), serta seluruh keluarga penulis sampaikan terima
kasih atas segala pengorbanan, pengertian, dorongan semangat serta do’a yang tak
pernah putus.

Bogor, 28 Juli 2011

Dadang Makmun

xi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung; Jawa Barat pada tanggal 19 Nopember
1959 dari pasangan Ayahanda K.H. Ahmad Syafi’i dan Ibunda Hj. Siti Sa’adah.
Penulis menikah dengan dr. Hj. Duta Liana MARS., dan dikaruniai tiga orang
anak yaitu Muhammad Faisal Prananda (18 tahun), Muhammad Heikal Pradika
(15 tahun) dan Vira Nur Arifa (11 tahun).
Pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) serta
Sekolah Menengah Atas (SMA) penulis tempuh di Bandung. Pada tahun 1977
penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
lulus menjadi dokter pada tahun 1983. Sampai dengan tahun 1987 penulis
menjalani tugas wajib kerja sarjana sebagai dokter puskesmas di Kabupaten Pasir
Kalimantan Timur. Selanjutnya penulis mengikuti pendidikan Dokter Spesialis di
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, lulus sebagai Dokter Spesialis
Penyakit Dalam pada tahun 1995. Sejak tahun 1995 sampai dengan saat ini
penulis bertugas sebagai staf akademik di Divisi Gastroenterologi Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit
Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada tahun 2001,
penulis mendapatkan brevet Konsultan Gastroenterohepatologi (KGEH). Sejak
tahun 2003 penulis mengikuti program doktor (S3) pada Program Studi/Mayor
Primatologi Fakultas Pascasarjana IPB.

xii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xv

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................

xvi

PENDAHULUAN ..........................................................................................

1

Latar Belakang .....................................................................................

1

Tujuan Penelitian .................................................................................

6

Manfaat Penelitian ...............................................................................

6

Hipotesis .............................................................................................

6

Kerangka Pemikiran .............................................................................

7

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

9

Anatomi Kandung Empedu dan Traktus Biliaris .................................

9

Patofisiologi Ikterus ...........................................................................

11

Gambaran Fungsi Hati pada Ikterus Obstruktif ...................................

14

Metabolisme Lemak pada Ikterus Obstruktif .......................................

16

Pengaruh Ikterus Obstruktif terhadap Mukosa Lambung ....................

17

Pengaruh Ikterus Obstruktif terhadap Fungsi Ginjal ...........................

24

Sepsis pada Ikterus Obstruktif .............................................................

25

Gangguan Hemostasis pada Ikterus Obstruktif ....................................

27

Hewan Model ......................................................................................

27

MATERI DAN METODE .............................................................................

29

Waktu dan Lokasi Penelitian ...............................................................

29

Materi ..................................................................................................

29

Metode ................................................................................................

30

Analisis Data .......................................................................................

33

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................

35

Gambaran Biokimiawi Fungsi Hati .....................................................

35

Gambaran Peroksida Lipid dan Glutation Mukosa Lambung..............

44

Gambaran Makroskopik Mukosa Lambung ........................................

46

xiii
Gambaran Profil Lemak Darah ............................................................

50

Gambaran Hemostasis ..........................................................................

51

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................

54

Simpulan .............................................................................................

54

Saran ...................................................................................................

54

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

55

LAMPIRAN ...................................................................................................

62

xiv

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Rerata (x) dan koefisian keragaman (KK) hasil pemeriksaan
biokimiawi fungsi hati secara umum .......................................................
Rerata (x) dan koefisien keragaman (KK) hasil pemeriksaan
biokimiawi fungsi hati terkait obstruksi bilier ..........................................
Rerata (x) dan koefisien keragaman (KK) hasil pemeriksaan peroksida
lipid dan glutation mukosa lambung .........................................................
Rerata (x) dan koefisien keragaman (KK) hasil pemeriksaan profil
lemak darah ...............................................................................................
Rerata (x) dan koefisien keragaman (KK) hasil pemeriksaan
hemostasis .................................................................................................

35
41
44
50
52

xv

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Berbagai penyebab ikterus obstruktif di RSUPNCM ...............................
Berbagai penyebab ikterus obstruktif di Pakistan .....................................
Gambaran ERCP saluran empedu normal ................................................
Gambaran ERCP pada ikterus obstruktif karena batu CBD .....................
Gambaran ERCP pada ikterus obstruktif karena tumor kaput pankreas ...
Skema kerangka pemikiran .......................................................................
Anatomi kandung empedu dan traktus biliaris .........................................
Skema metabolisme bilirubin ...................................................................
The Three Levels of Gastrointestinal Mucosal Defense ..........................
Skematik mukosa gaster ...........................................................................
Jalur metabolisme PUFA menjadi fosfolipid dan prostaglandin ..............
Perubahan rerata protein total ...................................................................
Perubahan rerata albumin..........................................................................
Perubahan rerata globulin .........................................................................
Perubahan rerata SGOT ............................................................................
Perubahan rerata SGPT .............................................................................
Perubahan rerata kolinesterase ..................................................................
Perubahan rerata bilirubin total .................................................................
Perubahan rerata bilirubin direk ................................................................
Perubahan rerata bilirubin indirek.............................................................
Perubahan rerata fosfatase alkali ..............................................................
Perubahan rerata GGT ..............................................................................
Perubahan rerata peroksida lipid antrum ..................................................
Perubahan rerata peroksida lipid korpus ...................................................
Perubahan rerata glutation antrum ............................................................
Perubahan rerata glutation korpus.............................................................
Pengamatan makroskopik mukosa lambung pada hewan model
Kelompok I ...............................................................................................
Pengamatan makroskopik mukosa lambung pada hewan model
Kelompok II ..............................................................................................
Perubahan jumlah ulkus korpus ................................................................
Perubahan jumlah ulkus antrum................................................................
Perubahan rerata kolesterol total ...............................................................
Perubahan rerata trigliserida .....................................................................
Perubahan rerata prothrombine time .........................................................

1
1
2
3
3
8
9
12
18
19
21
36
36
36
36
37
37
41
41
42
42
42
45
45
45
45
47
47
48
48
51
51
52

xvi

DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan ACUC ......................................................................
2. Uji ragam disain tersarang (nested) gambaran biokimiawi fungsi
hati secara umum ......................................................................................
3. Uji ragam disain tersarang (nested) gambaran biokimiawi fungsi
hati terkait obstruksi bilier ........................................................................
4. Uji ragam disain tersarang (nested) kadar peroksida lipid dan
glutation mukosa lambung ........................................................................
5. Uji ragam disain tersarang (nested) profil lemak darah ............................
6. Uji ragam disain tersarang (nested) hemostasis ........................................

63
64
66
68
69
70

xvii
DAFTAR SINGKATAN

ACGA
ACUC
AIHA
Alb
ALP
ALT
AST
BD
BI
BT
CBD
CHE
CIMC
COX
DB
ELISA
ERCP
FK-UI
GGT
GLa
GLk
Glob
G6PD
GSH-Px
g/dl
IgA
IPB
KK
Klp
KT
MDA
Mg/dl
MUFA
OAINS
PAF
PLa
PLk
PPARα
PSSP
PT
PTot
PUFA
RSUPNCM
SCBA

Anticore glycolipid antibody
Animal Care and Use Committee
Autoimmune hemolytic anemia
Albumin
Fosfatase alkali
Alanine transaminase
Aspartate aminotransferase
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
Bilirubin total
Common bile duct
Kolinesterase
Cytokine induced neutrophil chemoattractant
Cyclooxygenase
Derajat bebas
Enzyme linked immunosorbent assay
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Gamma glutamyl transpeptidase
Glutation antrum
Glutation korpus
Globulin
Glucose-6-phosphate dehydrogenase
Glutathione peroxidase
Gram/desiliter
Imunoglobulin A
Institut Pertanian Bogor
Koefisien keragaman
Kelompok
Kolesterol total
Malondialdehyde
Miligram/desiliter
Mono-unsaturated fatty acids
Obat anti inflamasi non steroid
Platelet activating factor
Peroksida lipid antrum
Peroksida lipid korpus
Peroxisome proliferators-activated receptor alpha
Pusat Studi Satwa Primata
Prothrombine time
Protein total
Poly unsaturated fatty acids
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr CiptoMangunkusumo
Saluran cerna bagian atas

xviii
SGOT
SGPT
SOD
TG
U/l
WIRS
XOD
µg/ml
µmol/l

Serum glutamic oxaloacetic transaminase
Serum glutamic pyruvic transaminase
Superoxide dismutase
Trigliserida
Unit/liter
Water immersion restraint stress
Xanthine oxidase
Mikrogram/mililiter
Mikromol/liter

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan pada praktik sehari-hari
dengan berbagai penyebab. Data dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr
Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta, dari 60 pasien yang menjalani
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) atas
indikasi ikterus obstruktif dari bulan Oktober 2006 sampai dengan bulan Mei
2007, sebagian besar disebabkan batu duktus koledokus, sisanya disebabkan
tumor papilla Vateri, tumor kaput pankreas, striktur duktus koledokus,
kolangiokarsinoma, tumor Klatskin, serta penyebab yang tidak diketahui (Gambar
1). Dari seluruh penderita tersebut 61,8% laki-laki dan 38,2% perempuan dengan
umur berkisar dari 20-80 tahun (Pangestu et al. 2007).
2%

2% 7%

5%
13%
17%

54%

Batu duktus koledokus
Tumor papilla Vateri
Tumor kaput pankreas
Striktur duktus koledokus
Kolangiokarsinoma
Tumor Klatskin
Lainnya

Gambar 1. Berbagai penyebab ikterus obstruktif di RSUPNCM
(dikutip dari Pangestu et al. 2007)
Hal senada dilaporkan oleh Siddique et al. (2008) di Pakistan yang melaporkan
hasil penelitiannya mengenai spektrum penyebab ikterus obstruktif yaitu batu
duktus

koledokus,

tumor

kaput

pankreas,

kolangiokarsinoma, striktur duktus koledokus,

tumor

kandung

pankreatitis akut

papilla Vateri (Gambar 2).
5%

3%

2%

12%
35%
13%
30%

Batu duktus koledokus
Tumor kaput pankreas
Tumor kandung empedu
Kolangiokarsinoma
Striktur duktus koledokus
Pankreatitis akut
Tumor papilla Vateri

Gambar 2. Berbagai penyebab ikterus obstruktif di Pakistan
(dikutip dari Siddique et al. 2008)

empedu,
dan tumor

2
Pada gambar-gambar berikut di bawah ini diperlihatkan gambaran ERCP
pada keadaan normal (Gambar 3), serta gambaran ERCP pada pasien-pasien
dengan ikterus obstruktif yang disebabkan batu duktus koledokus (Gambar 4) dan
tumor kaput pankreas (Gambar 5). Pada Gambar 4 tampak pelebaran duktus
biliaris intra dan ekstrahepatik (duktus koledokus, duktus hepatikus komunis,
serta duktus hepatikus kiri dan kanan) akibat sumbatan total oleh batu yang
terletak di duktus koledokus bagian distal. Pada Gambar 5 tampak pelebaran
duktus biliaris intra dan ekstrahepatik, kandung empedu, serta duktus
pankreatikus akibat sumbatan total oleh tumor kaput pankreas.

Duktus hepatikus
kanan

Duktus hepatikus
kiri

Duktus sistikus

Duktus hepatikus
komunis

Kandung empedu

Duktus koledokus
Duktus pankreatikus

Gambar.3. Gambaran ERCP saluran empedu normal
(dikutip dari Pott dan Schrameyer 1995)

3

Tumor Kaput
Pankreas
Batu Duktus
Koledokus

Gambar 4. Gambaran ERCP pada
ikterus obstruktif karena batu CBD
(dikutip dari Pott dan Schrameyer
1995)

Gambar 5. Gambaran ERCP pada
ikterus obstruktif karena tumor kaput
pankreas (dikutip dari Pott dan
Schrameyer 1995)

Pada keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan kerusakan mukosa
lambung dalam bentuk erosi atau ulkus yang keduanya seringkali diikuti dengan
perdarahan bahkan perforasi (Kameyama et al. 1984). Kerusakan mukosa
lambung terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif,
karena faktor agresif lebih kuat daripada faktor defensif (Makmun 2005). Faktor
agresif dapat berasal dari luar (misalnya obat-obatan golongan anti inflamasi non
steroid/OAINS, alkohol dan Helicobacter pylori) atau dari dalam tubuh (cairan
lambung serta cairan empedu dan komponen-komponennya), sedangkan faktor
defensif berupa lapisan mukus, bikarbonat, prostaglandin, fosfolipid serta aliran
darah mukosa lambung. Faktor defensif berperan untuk mempertahankan

4
integritas mukosa lambung terhadap berbagai faktor agresif (Slomiany dan
Slomiany 1991). Prostaglandin dibentuk dari asam arakhidonat, terdapat hampir
di seluruh bagian saluran cerna, diketahui berperan dalam mengontrol sekresi
asam, sekresi bikarbonat, produksi mukus serta aliran darah mukosa (Takeuchi et
al. 2010). Lapisan mukus merupakan pertahanan pertama dari mukosa saluran
cerna bagian atas terhadap berbagai faktor agresif. Lapisan mukus terbentuk dari
berbagai unsur yaitu air, glikoprotein dan fosfolipid (Slomiany dan Slomiany
1991).
Berbagai mekanisme patogenesis terjadinya kerusakan mukosa lambung
akut pada keadaan ikterus obstruktif antara lain peranan oxidative stress termasuk
peroksida lipid, peranan asam empedu dalam sirkulasi darah, peranan
prostaglandin, serta aliran darah mukosa lambung. Pada keadaan ikterus obstruktif
terjadi penurunan kadar glutation dan peningkatan kadar peroksida lipid jaringan
mukosa lambung. Hal ini menyebabkan integritas mukosa lambung menurun,
sehingga memudahkan terjadinya ulserasi (Ito et al. 1993; Sasaki et al. 1997;
Terano 1998).
Peningkatan kadar asam empedu pada sirkulasi darah pada keadaan ikterus
obstruktif diduga menurunkan mekanisme defensif dari mukosa lambung. Hal ini
diduga disebabkan efek toksik langsung dari asam empedu terhadap mukosa
lambung (Mizumoto et al. 1986). Penelitian lain melaporkan bahwa asam empedu
berpengaruh langsung terhadap fosfolipid yang ada di dalam lapisan mukus
mukosa lambung (Hosokawa 1991). Sasaki et al. pada tahun 1987 melaporkan
hasil penelitiannya tentang terjadinya penurunan aliran darah mukosa lambung
yang menyebabkan kerusakan mukosa lambung akut pada tikus percobaan dengan
ikterus obstruktif. Hal yang senada dilaporkan oleh hasil penelitian Nagahata et al.
(1997) dan Aslan et al. (2007) tentang terjadinya penurunan kadar prostaglandin
dalam sirkulasi darah dan jaringan mukosa lambung yang disertai menurunnya
aliran darah mukosa lambung pada tikus percobaan dengan ikterus obstruktif.
Fosfolipid berperan penting dalam mempertahankan integritas mukosa
lambung sebagai bagian dari membran sel, sebagai salah satu faktor pembentuk
lapisan mukus (Slomiany dan Slomiany 1991), serta merupakan sumber
pembentukan prostaglandin melalui jalur asam arakhidonat, baik dalam sirkulasi

5
darah maupun jaringan tubuh, termasuk mukosa lambung. Prostaglandin sangat
berperan

dalam

mempertahankan

integritas

mukosa

lambung

dengan

meningkatkan aliran darah mukosa, serta meningkatkan sekresi mukus dan
bikarbonat (Makmun 2005; Takeuchi et al. 2010). Di sisi lain, selain sumber
energi, poly-unsaturated fatty acids (PUFA) merupakan salah satu unsur utama
pembentuk fosfolipid. PUFA tidak dapat disintesis di dalam tubuh, sehingga
sumber kebutuhan PUFA di dalam tubuh hanya berasal dari makanan sehari-hari
(Sessler dan Ntambi 1998; Popovic et al. 2009). Karena sel-sel mukosa saluran
cerna (enterosit) adalah tempat pertemuan antara nutrisi yang berasal dari luar
(oral atau enteral) dengan aliran darah atau aliran limfa, maka dapat dimengerti
bahwa sel-sel enterosit sangat tergantung pada sumber nutrisi melalui jalur oral
atau enteral maupun parenteral (Duggan et al. 2002). Adapun rekomendasi
kebutuhan asupan harian PUFA pada orang sehat dewasa adalah 4,44-6,67 g/hari
(2-3% energi) untuk asam linoleat serta 1,54-2,22 g/hari (0,7-1% energi) untuk
asam linolenat (Simopoulos et al. 1999; Meyer et al. 2003; Cunnane et al. 2004).
Pada keadaan ikterus obstruktif terjadi gangguan absorpsi lipid enteral karena
ketiadaan (berkurangnya) cairan empedu beserta komponen-komponennya yang
sangat berperan dalam metabolisme lipid (Sato et al. 1991; Davidson dan Magun
1995). Oleh karena itu, pemberian PUFA diduga akan berpengaruh terhadap
integritas mukosa lambung (Pagkalos et al. 2009; Popovic et al. 2009).
Perdarahan saluran cerna bagian atas, sebagai kelanjutan dari terbentuknya
erosi dan ulkus di lambung, sering ditemukan dalam keadaan ikterus obstruktif.
Hal ini diduga karena penurunan kadar noradrenalin pada mukosa lambung yang
menyebabkan terjadinya iskemi mukosa lambung (Harada et al. 1983). Keadaan
ini diperberat karena terjadinya gangguan hemostasis yang disebabkan
berkurangnya pembentukan faktor-faktor koagulasi akibat terjadinya penurunan
sintesis protein di hati dalam keadaan ikterus obstruktif berkepanjangan (Giannini
et al. 2005; Papadopoulos et al. 2007).
Oleh sebab itu, melalui penelitian ini, ingin diketahui seberapa jauh efek
pemberian PUFA pada proses terjadinya kerusakan mukosa lambung akut pada
keadaan ikterus obstruktif. Mengingat penelitian tersebut tidak mungkin
dilakukan pada manusia, maka penelitian ini dilakukan pada beruk (Macaca

6
nemestrina) dengan melakukan pengikatan duktus koledokus. Penulis belum
pernah membaca laporan mengenai penelitian ikterus obstruktif dengan
menggunakan hewan model beruk. Dipilihnya beruk sebagai hewan model pada
penelitian ini atas dasar kemiripan sistem saluran cerna beruk dengan manusia.
Begitu pula nutrisi yang dibutuhkan beruk tak jauh berbeda dengan yang
dibutuhkan manusia (Napier dan Napier 1985; Fleagle 1996; Nishizono dan
Fuioka 2005). Sejauh ini, penelitian mengenai ikterus obstruktif baru dilakukan
pada hewan model lain seperti tikus, kelinci dan anjing (Dueland et al. 1991;
Kocher et al. 1997).
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan informasi akibat kerusakan mukosa lambung akut yang
berkaitan dengan morbiditas beruk pada keadaan ikterus obstruktif.
2. Mendapatkan informasi mengenai kerusakan mukosa lambung akut akibat
defisiensi lipid pada beruk dengan ikterus obstruktif.
3. Mendapatkan informasi proses hemostasis akibat gangguan fungsi hati yang
berkaitan dengan perdarahan saluran cerna bagian atas pada beruk dengan
ikterus obstruktif.
4. Mendapatkan informasi efek pemberian PUFA intravena dalam pencegahan
dan pengobatan kerusakan mukosa lambung akut yang terjadi pada beruk
dengan ikterus obstruktif.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi berbagai faktor yang berperan pada proses terjadinya
kerusakan mukosa lambung akut pada keadaan ikterus obstruktif.
2. Memberikan informasi gangguan hemostasis pada keadaan ikterus obstruktif.
3. Memberikan informasi berbagai upaya pencegahan terhadap kerusakan
mukosa lambung akut/perdarahan saluran cerna bagian atas pada keadaan
ikterus obstruktif.
Hipotesis
1. Pengikatan duktus koledokus pada beruk menyebabkan terjadinya gangguan
absorpsi lipid enteral, sehingga terjadi defisiensi lipid (termasuk PUFA) yang
dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung akut.

7
2. Perdarahan mukosa lambung akut pada beruk akibat pengikatan duktus
koledokus diperberat oleh terjadinya gangguan hemostasis.
3. Pemberian PUFA intravena dapat mencegah atau memperbaiki kerusakan
mukosa lambung akut pada beruk dengan ikterus obstruktif.
Kerangka Pemikiran
Keadaan ikterus obstruktif pada manusia masih merupakan tantangan
dalam praktik sehari-hari. Hal ini sering diikuti dengan komplikasi, diantaranya
terjadinya kerusakan mukosa lambung akut dalam bentuk erosi atau ulkus, bahkan
bisa terjadi perdarahan bahkan perforasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Mekanisme patogenesis terjadinya kerusakan mukosa
lambung akut didasari oleh ketidakseimbangan antara faktor defensif dan faktor
agresif, namun mekanisme patogenesis terjadinya kerusakan mukosa lambung
akut pada keadaan ikterus obstruktif belum diketahui secara jelas. Berbagai
penelitian terdahulu yang dilakukan pada hewan model tikus, kelinci dan anjing
menunjukkan bahwa kerusakan mukosa lambung akut yang terjadi pada keadaan
ikterus obstruktif diduga berhubungan dengan peningkatan oxidative stress
(penurunan glutation dan peningkatan peroksida lipid), peningkatan asam empedu
dalam sirkulasi darah, penurunan kadar prostaglandin serta penurunan sirkulasi
darah mukosa. Sebagai hewan model, beruk banyak dipakai dalam penelitian
biomedis baik sebagai model penyakit maupun dalam rangka pengujian obatobatan sebelum diaplikasikan pada manusia. Namun demikian, penelitian
mengenai mekanisme patogenesis terjadinya kerusakan mukosa lambung akut
pada keadaan ikterus obstruktif pada hewan model beruk belum pernah dilakukan.
Mengingat kemiripan anatomi dan fisiologi saluran cerna beruk dan manusia,
serta pola nutrisi beruk yang hampir sama dengan manusia, maka perlu dilakukan
penelitian mengenai mekanisme patogenesis terjadinya kerusakan mukosa
lambung akut dengan hewan model beruk untuk mendapatkan informasi yang
lebih jelas tentang patogenesis kerusakan mukosa lambung akut pada keadaan
ikterus obstruktif. Penelitian ini membuka peluang untuk mengembangkan upaya
pencegahan terjadinya kerusakan mukosa lambung akut, serta pengobatan
kerusakan mukosa lambung akut yang sudah terjadi pada pasien-pasien dengan
ikterus obstruktif. Skema kerangka penelitian disajikan pada Gambar 6.

8
Kerusakan mukosa lambung akut

-

Perdarahan saluran cerna
Morbiditas dan mortalitas
Ikterus obstruktif

Mekanisme patogenesis belum sepenuhnya
diketahui

Kendala pada pengobatan dan pencegahan

Penelitian menggunakan hewan model
dengan pengikatan duktus koledokus

Pengobatan (Perlakuan I)
- setelah didapat perubahan yang
nyata dari berbagai parameter yang
diobservasi, diberikan PUFA
intravena, dilanjutkan evaluasi
berkala sampai ada perbaikan dari
semua parameter

Pencegahan (Perlakuan II)
- diberikan PUFA intravena sejak awal
penelitian diikuti dengan evaluasi
berkala dari berbagai parameter yang
diobservasi

Analisis makroskopik kerusakan mukosa lambung yang
terjadi serta nilai laboratorium yang berhubungan dengan
keadaan ikterus obstruktif

Rekomendasi untuk pengobatan dan
pencegahan kerusakan mukosa lambung
akut pada ikterus obstruktif
Gambar 6. Skema kerangka pemikiran

9

TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Kandung Empedu dan Traktus Biliaris
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau membran mukosa
jaringan tubuh lainnya menjadi kuning, akibat peningkatan kadar bilirubin dalam
sirkulasi darah oleh berbagai sebab. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan
cincin heme pada metabolisme sel darah merah. Ikterus yang ringan dapat dilihat
paling awal pada sklera mata, biasanya terjadi jika kadar bilirubin dalam darah
berkisar antara 2,0-2,5 mg/dl atau lebih. Makin tinggi kadar bilirubin dalam darah,
warna kuning akan semakin nyata. Kata ikterus (jaundice) berasal dari bahasa
Perancis jaune yang berarti kuning (Talley 1996; Amirudin 2006).

Gambar 7. Anatomi kandung empedu dan traktus biliaris
(Dikutip dari Amirudin 2006)
Empedu dan komponen-komponennya diproduksi oleh sel-sel hati setiap
saat untuk kemudian dialirkan ke dalam kanalikulus hati, kemudian dialirkan
melalui duktus hepatikus kiri dan duktus hepatikus kanan yang keduanya
membentuk duktus hepatikus komunis. Sebagian dari empedu ini sebelum

10
dialirkan ke dalam duodenum, disimpan di dalam kandung empedu melalui
duktus sistikus. Setelah penggabungan dengan duktus sistikus dari kandung
empedu, duktus hepatikus komunis menjadi duktus biliaris komunis (common bile
duct) atau disebut juga duktus koledokus. Dalam keadaan normal, kandung
empedu dapat menampung ± 50 ml cairan empedu (Amirudin 2006). Pada bagian
distal duktus koledokus sebelum mencapai muaranya di duodenum terdapat muara
duktus pankreatikus. Kedua saluran ini bermuara di duodenum melalui papilla
Vateri. Pada keadaan ikterus dapat terjadi berbagai perubahan biokimiawi,
fisiologi bahkan perubahan struktur jaringan hati, baik yang bersifat reversible
maupun yang irreversible. Tergantung penyebabnya, ikterus dapat diikuti dengan
berbagai perubahan/kerusakan pada berbagai bagian organ tubuh lain seperti
pankreas, usus, ginjal bahkan otak (Sulaiman 2006).
Hati mempunyai fungsi yang beraneka ragam yang meliputi fungsi
metabolisme, fungsi sintesis, fungsi ekskresi, fungsi endokrin, fungsi imunologi
dan lain-lain. Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati
mengekskresikan sebanyak ± 1 liter empedu perhari ke dalam usus halus melalui
muara saluran empedu di duodenum. Empedu terdiri dari asam empedu (asam
kolat, asam kenodeoksikolat, asam deoksikolat dan dalam jumlah kecil asam
ursodeoksikolat), bilirubin, kolesterol, trace metal, serta metabolit obat, dengan
air sebagai unsur utama (97%). Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus
diubah menjadi glikogen untuk kemudian disimpan di hati (glikogenesis). Dari
depot glikogen ini disuplai glukosa secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis)
untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme di
dalam jaringan untuk menghasilkan energi dan sisanya diubah menjadi glikogen
yang disimpan dalam otot atau lemak yang disimpan dalam jaringan subkutan.
Fungsi metabolisme protein dari hati terutama menghasilkan protein plasma
berupa albumin, protrombin, fibrinogen serta faktor-faktor pembekuan lainnya.
Adapun fungsi metabolisme lemak dari hati terutama dalam pembentukan
lipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat (Sherlock 1993; Amirudin
2006).
Empedu sangat berperan dalam membantu pencernaan dan absorpsi lemak,
ekskresi metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin dan logam

11
berat. Asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalam sel-sel hati (hepatosit),
bersifat larut dalam air akibat konyugasi dengan glisin, taurin dan sulfat. Asam
empedu berfungsi sebagai deterjen dalam mengemulsi lemak, membantu kerja
enzim-enzim pankreas serta berperan utama dalam absorpsi lemak intraluminal.
Bilirubin, suatu pigmen kuning dengan sebuah struktur tetrapirol yang tidak larut
dalam air, sebagian besar berasal dari sel-sel darah yang telah hancur dan sebagian
lagi berasal dari katabolisme protein-protein heme lainnya (Talley 1996;
Amirudin 2006).

Patofisiologi Ikterus
Setiap hari tubuh manusia membentuk sekitar 250 sampai 350 mg
bilirubin atau sekitar 4 mg/kg bobot badan. 70-80% berasal dari pemecahan sel
darah merah yang matang, sedangkan 20-30% sisanya berasal dari protein heme
lainnya di sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi
besi dan bilirubin (produk antara) dengan perantaraan enzim hemeoksigenase.
Sementara itu enzim biliverdin reduktase akan mengubah biliverdin menjadi
bilirubin. Tahapan ini terutama terjadi di dalam sel sistem retikuloendotelial.
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konyugasi dengan
asam glukuronat membentuk bilirubin diglukuronida (disebut juga bilirubin
terkonyugasi atau bilirubin direk) yang larut dalam air. Reaksi ini dikatalisis oleh
enzim mikrosomal glukuronil transferase. Dalam beberapa keadaan reaksi ini
hanya menghasilkan bilirubin monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronat
kedua ditambahkan dalam saluran empedu melalui enzim yang berbeda, namun
ini tidak fisiologis. Bilirubin terkonyugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus hati
bersama zat-zat lainnya, sampai ke duodenum. Di dalam usus, flora bakteri
men”dekonyugasi” bilirubin menjadi sterkobilinogen, dan mengeluarkannya
sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan
dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai urin
sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bisa
mengeluarkan bilirubin terkonyugasi. Hal ini dapat menerangkan warna urin yang
lebih gelap pada gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik (Sherlock
1993; Talley 1996).

12
Bilirubin tak terkonyugasi (disebut juga bilirubin indirek) bersifat tidak
larut dalam air namun larut dalam lemak, sehingga bisa melalui sawar darah otak
serta dapat melewati plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonyugasi
mengalami proses konyugasi dengan gula melalui enzim glukuronil transferase
dan larut dalam empedu.
Pendapat yang lain menambahkan lagi proses metabolisme bilirubin
dengan 2 tahap lagi yaitu tahap transpor plasma dan tahap liver uptake (Amirudin
2006).
Sel darah merah matang
Bilirubin tak terkonyugasi + albumin

Uptake (3)

Hemolisis (1)
Heme (+ haptoglobin)

Bilirubin tak terkonyugasi
Biliverdin reduktase

Konyugasi (3)

Bilirubin tak terkonyugasi
Glukuronil transferase (2)
Bilirubin terkonyugasi
HEPATOSIT

Ekskresi (3)
(4)
Kanalikulus empedu
(4)
Duktus biliaris
(4)
Duodenum

Gambar 8. Skema metabolisme bilirubin
(Dikutip dari Talley 1996)

13
Dengan memperhatikan proses metabolisme bilirubin di atas, maka ikterus
dibagi atas 3 kelompok, yaitu ikterus prehepatik (ikterus hemolitik), ikterus
hepatik (ikterus hepatoselular) dan ikterus kolestatik (ikterus obstruktif). Kadangkadang terdapat overlap antara ikterus hepatoselular dengan ikterus kolestatik
(Sherlock 1993; Sulaiman 2006).
Ikterus prehepatik (ikterus hemolitik)
Pada keadaan ini terdapat peningkatan ringan kadar bilirubin total
terutama bilirubin tak terkonyugasi, namun enzim SGOT (serum glutamic
oxaloacetic transaminase) dan SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase)
serta fosfatase alkali normal. Begitu pula fungsi hati dan ekskresi empedu normal.
Keadaan ini dapat terjadi pada anemia hemolitik oleh berbagai sebab (misalnya
pada keadaan autoimmune hemolytic anemia (AIHA), defisiensi enzim G6PD
(Glucose-6-phosphate dehydrogenase), thalassemia, infeksi malaria, dan lainlain) atau pada beberapa penyakit gangguan metabolisme bilirubin yang bersifat
familial seperti Sindrom Gilbert dan Sindrom Crigler-Najjar (Sherlock 1993;
Talley 1996).
Ikterus hepatoseluler
Keadaan ini disebabkan proses inflamasi/kerusakan pada jaringan hati,
misalnya pada hepatitis (karena virus, bakteri atau obat-obatan). Dalam keadaan
ini, kadar bilirubin meningkat, baik bilirubin terkonyugasi maupun bilirubin tak
terkonyugasi, disertai dengan peningkatan enzim transaminase. Pada keadaan ini,
dapat pula terjadi kolestasis intrahepatik yang akan memperberat keadaan ikterus
(Sherlock 1993; Sulaiman 2006). Tergantung penyebabnya keadaan ini bisa
bermanifestasi akut maupun kronik dengan gambaran fungsi hati yang berbeda
walaupun bisa memberikan gambaran sebagian fungsi hati yang hampir sama.
Umumnya terdapat peningkatan enzim SGOT dan SGPT, dan pada keadaan yang
kronik bisa terjadi penurunan kadar albumin sebagai manifestasi terganggunya
fungsi sintesis hati (Sherlock 1993).
Pada sindrom Dubin-Johnson dan sindrom Rotor yang merupakan
penyakit herediter, terjadi keadaan ikterus ringan dan tanpa keluhan, yang
disebabkan oleh gangguan berbagai anion organik termasuk bilirubin, namun
ekskresi empedu tidak terganggu. Berbeda dengan sindrom Gilbert, pada kedua

14
keadaan ini hiperbilirubinemia yang terjadi adalah bilirubin terkonyugasi dan
empedu terdapat dalam urin.
Ikterus Kolestatik
Pada keadaan ini terjadi sumbatan (obstruksi) total atau parsial dari aliran
empedu dan komponen-komponennya dari mulai sel hati (kanalikulus) sampai ke
duodenum. Untuk kepentingan klinik, ikterus kolestatik dibagi menjadi dua yaitu
kolestasis intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik. Kolestasis intrahepatik bisa
terjadi pada keadaan hepatitis, sirosis hati bilier primer atau pada karsinoma hati
metastatik. Pada kolestasis ekstrahepatik terjadi sumbatan secara mekanis pada
duktus biliaris ekstrahepatik mulai dari duktus hepatikus komunis sampai muara
duktus koledokus (common bile duct) di duodenum. Keadaan ikterus kolestatik
ekstrahepatik ini sering disebut sebagai ikterus obstruktif (obstructive jaundice).
Ikterus obstruktif sering disebabkan oleh batu duktus koledokus, kanker kaput
pankreas, tumor duktus koledokus, tumor papilla Vateri atau striktur CBD (Lu
dan Kaplowitz 1995; Siddique et al. 2008; Pangestu et al. 2007). Pada keadaan ini
terjadi peningkatan kadar bilirubin plasma terutama bilirubin terkonyugasi.

Gambaran Fungsi Hati pada Ikterus Obstruktif
Dalam menghadapi keadaan ikterus, harus segera dapat ditentukan bila ada
ikterus prehepatik (hemolitik), ikterus hepatoselular atau ikterus obstruktif.
Pemeriksaan fungsi hati yang meliputi kadar bilirubin (bilirubin total, bilirubin
direk dan bilirubin indirek), SGOT/AST

(Aspartate Aminotransferase),

SGPT/ALT (Alanine Transaminase), dan fosfatase alkali dapat memberi petunjuk
awal untuk membedakan ketiga kelompok ikterus di atas. Pada ikterus hemolitik
yang menonjol adalah kadar bilirubin indirek lebih tinggi dibanding bilirubin
direk, hal ini tidak terjadi pada ikterus obstruktif maupun ikterus hepatoselular,
dengan fungsi enzimatik hati umumnya normal (Sherlock 1993; Hayat et al. 2005).
Peningkatan kadar SGOT dan SGPT merupakan indikator yang sensitif untuk
ikterus hepatoselular (misalnya pada hepatitis virus akut maupun kronik, hepatitis
autoimun, hemokromatosis, defisiensi α 1 -antitripsin serta penyakit Wilson),
sedangkan pada ikterus obstruktif peningkatan kadar fosfatase alkali lebih tinggi
dibanding peningkatan SGOT/SG