The Role of Vitamine E and Selenium in in Vitro Fermentation of Ration Supplemented with Poly Unsaturated Fatty Acid

MANFAAT VITAMIN E DAN SELENIUM DALAM
FERMENTASI IN VITRO RANSUM YANG
DISUPLEMENTASI ASAM LEMAK
TIDAK JENUH

SKRIPSI
ANNITA AVIANTRI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

RINGKASAN
Annita Aviantri. D24080170. 2012. Manfaat Vitamin E dan Selenium dalam
Fermentasi in Vitro Ransum yang Disuplementasi Asam Lemak Tidak Jenuh.
Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota


: Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc
: Ir. Asep Tata Permana, M.Sc

Minyak sebagai sumber lemak seringkali ditambahkan ke dalam ransum
terutama ransum ternak ruminansia dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan
energi ransum dan meningkatkan kandungan asam lemak tidak jenuh produk ternak.
Akan tetapi, penambahan minyak ke dalam ransum harus diperhatikan karena
memiliki pengaruh negatif terhadap kecernaan nutrien ransum. Salah satu pengaruh
negatif supelementasi asam lemak dapat menurunkan kecernaan, laju fermentabilitas
serta populasi protozoa total rumen. Pengaruh negatif ini terjadi karena adanya reaksi
oksidasi dari asam lemak terutama asam lemak tidak jenuh selama penyimpanan
serta reaksi biohidrogenasi di dalam rumen. Salah satu contoh minyak sumber asam
lemak jenuh adalah CPO, dan sumber asam lemak tidak jenuh adalah minyak jagung.
Penambahan antioksidan dapat meminimalisasi pengaruh negatif dari oksidasi dan
biohidrogenasi asam lemak tidak jenuh. Antioksidan alami yang umum digunakan
adalah vitamin C, selenium (Se), karotenoid, flavonoid, minyak esensial dan vitamin
E (Purba, 2010). Pada penelitian ini antioksidan yang digunakan adalah vitamin E
dan selenium (Se). Selenium yang umum digunakan untuk supelementasi pada ternak
adalah sodium selenit (Na 2 SeO 3 ). Informasi mengenai peran antioksidan dalam
mempengaruhi oksidasi asam lemak dan pengaruhnya terhadap kecernaan belum

banyak diketahui.Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh
penambahan antioksidan terhadap ferementasi in vitro pakan yang disuplementasi
dengan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima
perlakuan (P0 = kontrol, P1 = P0+vitamin E+CPO, P2 = P0+vitamin E+minyak
jagung, P3 = P0+Se+CPO, P4 = P0+Se+minyak jagung) dan tiga ulangan. Dosis
vitamin E yang digunakan dalam pakan adalah 100 ppm, selenium (Na 2 SeO 3 )
sebanyak 0,5 ppm dan minyak yang ditambahkan sebanyak2 gram. Analisis data
dilakukan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance), jika berbeda nyata akan
diuji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suplementasi
minyak jagung yang ditambah dengan vitamin E memiliki nilai kecernaan bahan
kering paling tinggi. Jika dilihat dari kecernaan bahan organik, fermentabilitas dan
populasi protozoa total dalam rumen semua perlakuan tidak memiliki perbedaan
yang nyata. Sehingga, penambahan antioksidan pada ransum yang disuplementasi
minyak sebanyak 2 gram disarankan untuk mengurangi pengaruh negatif terhadap
fermentasi dan kecernaan bahan kering.

Kata kunci: asam lemak, antioksidan, kecernaan, fermentasi, protozoa.

ABSTRACT

The Role of Vitamine E and Selenium in in Vitro Fermentation of Ration
Supplemented with Poly Unsaturated Fatty Acid
Aviantri A., T. Toharmat and A.T. Permana
Supplementation of vegetable oil in formulating ruminants ration is a common
practice to increase energy content of ration and the content of functional fatty acids
in the animal products. Corn oil is a source of poly unsaturated fatty acids (PUFA)
and as a defaunating agent, while the crude palm oil (CPO) is a source of saturated
fatty acids. Dietary supplementation of vitamin E and selenium (Se) may reduce the
oxidation of PUFA in the rumen. It also was reduce the negative effects of fatty
acids oxidation on the microbial activity in the rumen. The study was aimed to
evaluate the effect of vitamin E and Se supplementation on digestibility and
fermentability of the diets supplemented with PUFA, as well as the total population
of protozoa in the fermentation subtance. This study used a completely randomized
design, with five treatments (P0 = control; P1 = P0+vitamin E+CPO; P2 =
P0+vitamin E+corn oil; P3 = P0+Se+CPO; P4 = P0+Se+corn oil). All the treatments
were replicated three times. Data was analized according to the Analysis of Variance
procedure. The results showed that treatment P2 is higher than P4 in dry matter
digestibility, but all treatments had no effect on digestibility, fermentability (VFA
and NH 3 ) and total population of protozoa. It was concluded that supplementation of
antioxidants (vitamin E and Se) prevented the negative effects of dietary

supplementation of oil containing PUFA up to 2 gram. Dietary addition of
antioxidant was likely necessary to reduce the negative effect of unsaturated fatty
acid oxidation in the rumen.
Keywords: fatty acid, antioxidant, digestibility, fermentability, protozoa.

MANFAAT VITAMIN E DAN SELENIUM DALAM
FERMENTASI IN VITRO RANSUM YANG
DISUPLEMENTASI ASAM LEMAK
TIDAK JENUH

ANNITA AVIANTRI
D24080170

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: Manfaat Vitamin E dan Selenium dalam Fermentasi in Vitro
Ransum yang Disuplementasi Asam Lemak Tidak Jenuh

Nama

: Annita Aviantri

NIM

: D24080170

Menyetujui,
Pembimbing Utama,


(Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc)
NIP. 19590902 198303 1 003

Pembimbing Anggota,

(Ir. Asep Tata Permana, M.Sc)
NIP. 19640302 199103 1 002

Mengetahui :
Ketua Departemen,
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr)
NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian : 07 September 2012

Tanggal Lulus :


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Januari 1991 di
Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara
dari pasangan Bapak Suwito dan Ibu Ma’rifah.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun
1996 di Sekolah Dasar Swasta Kartini Tangerang dan
diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjut tingkat
pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada
tahun 2005 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2
Tangerang. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 95 Jakarta pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun
2008.
Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2009. Penulis aktif dalam
organisasi Koperasi Mahasiswa (KOPMA) periode 2008-2010 sebagai anggota
Event Organizer dan Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak
(HIMASITER) periode 2010-2011 sebagai anggota.

KATA PENGANTAR

Penambahan minyak ke dalam ransum merupakan hal yang umum dilakukan.
Namun kajian manfaat penambahan antioksidan dalam ransum yang disuplementasi
minyak dengan kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang tinggi terhadap
kecernaan, fermentabilitas dan populasi protozoa rumen masih terbatas. Penelitian ini
dirancang untuk mengkaji manfaat penambahan vitamin E dan selenium dalam
ransum yang disuplementasi minyak yang mengandung asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh tinggi. Sumber asam lemak jenuh yang ditambahkan adalah CPO
(crude palm oil), sedangkan sumber asam lemak tidak jenuh menggunakan minyak
jagung. Minyak yang disuplementasikan pada ransum penelitian adalah sebesar 2
gram. Kajian difokuskan pada manfaat penambahan antioksidan dan minyak
terhadap kecernaan dan pola fermentasi serta populasi protozoa total.
Penambahan asam lemak tidak jenuh biasanya ditujukan untuk mendapatkan
produk ternak yang rendah kolesterol dan kaya asam lemak tidak jenuh, sedangkan
penambahan asam lemak jenuh digunakan untuk meningkatkan kandungan energi
pakan. Penambahan minyak ke dalam pakan juga memiliki pengaruh negatif, oleh
karena itu penggunaannya harus diperhatikan. Penambahan minyak yang tinggi
dalam ransum ternak ruminansia menyebabkan efek negatif terhadap fermentasi
rumen seperti sintesis mikroba rumen dan pencernaan serat kasar yang terbatas.
Pengaruh negatif adanya penambahan asam lemak dapat diminimalisasi
dengan adanya penambahan agen perlindungan lemak. Sudah banyak penelitian yang

menggunakan perlindungan asam lemak khususnya asam lemak tidak jenuh seperti
penggunaan tanin. Perlindungan terhadap asam lemak tidak jenuh juga dapat
menggunakan antioksidan karena antioksidan dapat melindungi asam lemak tidak
jenuh dari reaksi oksidasi.Antioksidan yang digunakan adalah vitamin E dan Se.
Vitamin E dan Se memiliki fungsi yang sama dalam mencegah reaksi
oksidasi. Adanya penambahan antioksidan diharapkan dapat melindungi minyak
sehingga tetap dapat dimanfaatkan sebagai agen defaunasi yang dapat mengurangi
populasi protozoa. Penurunan populasi protozoa dapat meningkatkan kecernaan dan
konsentrasi VFA karena adanya peningkatan populasi bakteri rumen. Penggunaan
vitamin E dalam penelitian ini sebesar 100 ppm, sedangkan penggunaan Se sebesar
0,5 ppm dengan suplementasi minyak sebesar 2 gram. Penggunaan vitamin E dan Se

dalam penelitian ini disesuaikan dengan standar kebutuhan ruminansia berdasarkan
NRC .
Penelitian ini dilakukan secara in vitro selama satu bulan dimulai bulan
Februari 2012 sampai dengan Maret 2012 yang bertempat di Laboratorium Ilmu
Nutrisi Ternak Perah. Penghitungan populasi total protozoa dilakukan di
Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.


Bogor, September 2012

Penulis

 

vii

DAFTAR ISI
`

Halaman

RINGKASAN ......................................................................................

i

ABSTRACT ........................................................................................

ii


LEMBAR PERNYATAAN ................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP .............................................................................

v

KATA PENGANTAR .........................................................................

vi

DAFTAR ISI .......................................................................................

viii

DAFTAR TABEL ...............................................................................

x

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................

xii

PENDAHULUAN ...............................................................................

1

Latar Belakang .........................................................................
Tujuan ......................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................

3

Manfaat Vitamin E sebagai Antioksidan .................................
Manfaat Selenium sebagai Antioksidan ..................................
Rumen ......................................................................................
Asam Lemak ............................................................................
Minyak Jagung dan Crude Palm Oil .......................................
Kecernaan Nutrien ...................................................................
Kadar VFA (Volatile Fatty Acid) Cairan Rumen ....................
Kadar Amonia (NH 3 ) Cairan Rumen ......................................
Protozoa Rumen ......................................................................

3
3
4
5
7
7
8
10
12

MATERI DAN METODE ...................................................................

15

Lokasi dan Waktu ....................................................................
Materi .......................................................................................
Prosedur Kerja .........................................................................
Analisis Data ............................................................................

15
15
16
20

HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................

21

KESIMPULAN ...................................................................................

26

Kesimpulan ..............................................................................
Saran ........................................................................................

26
26

UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................

27

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

28

LAMPIRAN ........................................................................................

31

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Komposisi Asam Lemak pada Minyak Jagung dan CPO .........

7

2.

Formulasi Ransum yang Digunakan dalam Penelitian .............

16

3.

Kecernaan in Vitro Ransum Komplit yang Mengandung
Minyak dengan Asam Lemak Berbeda .....................................

21

Fermentabilitas in Vitro Ransum Komplit yang Mengandung
Minyak dengan Asam Lemak Berbeda .....................................

23

Populasi Protozoa Total dalam Media Fermentasi Ransum
Komplit yang Berbeda Kandungan Lemaknya dan
Disuplementasi Vitamin E atau Se ...........................................

24

4.
5.

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Reaksi Oksidasi Asam Lemak Tidak Jenuh .............................

6

2.

Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak

3.
4.

Ruminansia ...............................................................................

9

Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak
Ruminansia ...............................................................................

11

Protozoa Rumen ........................................................................

12

 

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.

 

Halaman

ANOVA dan Uji Lanjut Kecernaan Bahan Kering dan Bahan
Organik in Vitro ........................................................................

32

2.

ANOVA VFA dan NH 3 in Vitro ...............................................

32

3.

Foto-foto Penelitian ..................................................................

33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak atau lemak merupakan salah satu bahan yang sering ditambahkan ke
dalam ransum. Tujuan penambahan minyak yang umum adalah untuk mendapatkan
ransum ternak ruminansia dengan energi tinggi terutama pada kondisi cekaman
panas atau pada ternak ruminansia awal laktasi. Penambahan minyak ke dalam
ransum juga sering dilakukan dengan harapan bahwa komponen lemak tersebut dapat
diekskresikan pada hasil ternak.Penambahan minyak sumber asam lemak tidak jenuh
dalam ransum dapat menghasilkan produk rendah kolesterol atau berkadar asam
lemak esensial yang tinggi.
Penambahan minyak juga memiliki pengaruh positif dari segi kandungan
energinya yang tinggi (2,25 x karbohidrat),dapat menurunkan heat increament,
mengurangi sifat berdebu dari ransum, meningkatkan konsentrasi asam lemak
esensial, meningkatkan palatabilitas ransum, menurunkan produksi metan dalam
rumen pada pemberian pakan yang tinggi hijauandan memperbaiki rasio asetat :
propionat sehingga dapat meningkatkan efisiensi ransum secara umum.
Penambahan asam lemak jenuh ataupun tidak jenuh juga memiliki pengaruh
negatif yaitu dapat menurunkan kecernaan ransum terutama kecernaan serat pada
ruminan yang diberikan ransum tinggi hijauan.Penambahan minyak yang tinggi juga
dapat menyebabkan terganggunya sistem fermentasi dan kematian protozoa.Asam
lemak tidak jenuh juga memiliki sifat negatif yaitumudah teroksidasi dandi dalam
rumen akan mengalami biohidrogenasi menjadi asam lemak jenuh yang akan bersifat
toksik terhadap mikroba rumen. Reaksi-reaksi tersebut dapat diminimalisasi dengan
cara melindungi asam lemak rantai panjang dengan penambahan agen perlindungan.
Vitamin E dan selenium (Se)dapat digunakan sebagai agen perlindungan karena
mampumelindungi membran sel dari peroksidasi.
Penggunaan vitamin E dan Se ke dalam pakan sudah banyak dilakukan
dalam penelitian, namun belum diketahui manfaat penambahan antioksidan dalam
mengurangi efek negatif penambahan minyak. Adanya penambahan vitamin E dan
Se diharapkan dapat menurunkan populasi protozoa rumen, sehingga kecernaan dan
fermentabilitas dapat meningkat.Penambahan vitamin E dan Se juga diharapkan

dapat melindungi asam lemak tidak jenuh agar dapat diekskresikan pada produk
ternak serta mengurangi pengaruh negatif dari penambahan asam lemak jenuh.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji manfaat supelementasi vitamin E dan
selenium (Se) dalam mengurangi pengaruh negatif penambahan sumber asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh ke dalam pakan melalui kajian fermentasi dan
penghitungan populasi protozoa rumen dengan media cairan rumen sapi in vitro.

  2
 

TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat Vitamin E Sebagai Antioksidan
Vitamin E dalam sejarahnya pertama kali ditemukan oleh seorang Fisikawan
Amerika bernama Herbert Evans bersama asistennya, Kathrine dari Universitas
California tahun 1922. Vitamin E merupakan substansi larut lemak sebagai
antioksidan utama yang terdapat pada eritrosit dan lipoprotein plasma yang mampu
mempertahankan integritas membran (Winarsi, 2007).Sifat umum vitamin E antara
lain tahan terhadap panas, mudah dioksidasikan dan rusak apabila terdapat dalam
lemak tengik. Vitamin E (tokoferol) adalah salah satu fitonutrien yang penting dalam
minyak makan dan memiliki 8 isomer yaitu 4 tokoferol (α,

, , dan δ) dan 4

tokotrienol (α, , , dan δ) homolog. Sebagai antioksidan, α-tokotrienol memiliki
potensi lebih tinggi dibandingkan α-tokoferol (Winarsi, 2007).
Fungsi lain vitamin E menurut Llyod et al. (1978) yaitu sebagai antioksidan
pada jaringan ternak dan tanaman, esensial dalam respirasi sel dan regulator dalam
sintesis komponen tubuh.Gropper et al. (2005) menambahkan bahwa vitamin E juga
berfungsi memelihara integritas sel tubuh, mencegah peroksidasi asam-asam lemak
tidak jenuh yang berada pada fosfolipid membran mitokondria dan endoplasmik
retikulum.
Supelementasi vitamin E dapat diperoleh dari vitamin E sintetis maupun
alami. Sumber vitamin E yang alami yaitu pada lemak dan minyak hewan atau pada
tanaman terutama pada bagian kecambah jagung, telur dan kolostrum susu sapi.
Penambahan vitamin E sebagai antioksidan ke dalam pakan memberikan hasil yang
bervariasi terhadap peranan lemak di dalam pakan tersebut.
Sejumlah kecil vitamin E akan tersimpan di dalam tubuh dalam waktu yang
lama. Setelah menjalankan fungsinya, vitamin E tidak didaur ulang, sehingga untuk
meneruskan peran biologisnya di dalam sel harus digantikan. Vitamin E yang tidak
tersimpan akan diekskresikan dengan jalur utama adalah empedu. Biasanya kurang
dari 1% konsumsi vitamin E akan diekskresikan melalui urin (McDowell, 2000).
Manfaat Selenium Sebagai Antioksidan
Selenium memiliki nomor atom 34 dan berat atom 78,96. Banyak penemuan
yang mengindikasikan bahwa struktur organik dari Se memiliki daya serap yang
lebih tinggi dibandingkan dengan selenit,namun dari penelitian Dilaga (1992) tidak

semua Se organik diretensi oleh tubuh lebih tinggi daripada Se inorganik pada
seluruh keadaan, tetapi paling tidak untuk jaringan tertentu, keadannya berbeda. Se
inorganik yang biasa disupelementasikan pada hewan adalah selenit (Spears dan
Hansen, 2008).
Fungsi Se berhubungan erat dengan vitamin E, keduanya berfungsi untuk
melindungi membran biologis dari degenerasi oksidatif. Mekanisme kerja antara Se
dan vitamin E yaitu, vitamin E mencegah penempelan radikal bebeas pada
membrane sel, sedangkan Se-GSH-Px mencegah terbentuknya OH- dari H2O2
(sebagai antioksidan) (Dilaga, 1992). Se dan vitamin E juga berhubungan dengan
insiden dan keparahan mastitis pada sapi perah. Vitamin E dan Se juga dilaporkan
diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh optimal dalam ayam (McDowell, 2003).
Fungsi lain Se yaitu untuk komponen pembentuk enzim Glutathione Peroksidase
(GSH-Px) dan daya kebal tubuh (Dilaga, 1992) dan membantu melindungi membran
sel dari proses autooksidasi (Cheeke, 2005).
Absorbsi Se pada hewan poligastrik lebih sedikit (35%) dibandingkan pada
monogastrik (85%), karena terjadi reduksi selenite menjadi bentuk yang sukar larut
dalam rumen (Dilaga, 1992). Spears dan Hansen (2008) menyatakan bahwa hewan
non-ruminan mampu mengabsorbsi Se organik dan inorganik lebih baik.Kebutuhan
minimum selenium bergantung pada bentuk Se yang dikonsumsi dan sifat ransum,
terutama kadar vitamin E-nya (Parakkasi, 1999). Sapi yang sedang tumbuh (sapi
kebiri maupun sapi dara) memiliki kebutuhan sekitar 0,10 mg/kg ransum kering, sapi
jantan yang sedang kawin atau sapi induk yang sedang bunting dan atau laktasi
kebutuhannya antara 0,05-0,10 mg/kg ransum kering (Parakkasi, 1999). Sementara
itu, rekomendasi supplementasi Se untuk ternak ruminansia sebesar 0,1 ppm (NRC,
1996) dengan batas toleransi maksimum untuk sapi perah sebesar 5 ppm (Dilaga,
1992).
Rumen
Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan
abomasum.Rumen merupakan tabung besar untuk menyimpan dan mencampur
ingesta bagi fermentasi oleh mikroba. Kerja ekstensif bakteri dan mikroba lain
terhadap nutrien menghasilkan produk akhir yang dapat dimanfaatkan ternak untuk
memenuhi kebutuhan nutrien.Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan tekanan

  4
 

aliran darah, pH dipertahankan oleh adanya absorpsi asam lemak dan amonia. Isi
rumen mempunyai karakteristik yang khas untuk mendukung proses fermentasi oleh
mikroba rumen.
Penambahan asam lemak tidak jenuh dalam ransum ternak ruminansia akan
mengalamibiohidrogenasi di dalam rumen oleh mikroba rumen menjadi asam lemak
jenuh (Cheeke, 2005 dan Tiven et al., 2011), sehingga semua lipida pakan yang
masuk ke duodenum sebagian besar berupa asam lemak jenuh (Wood et al., 2008).
Proses biohidrogenasi asam lemak tidak jenuh pada kondisi netral dalam rumen (pH
6-7) dapat dicegah karena adanya ikatan antara protein dengan formaldehida yang
mengelilingi partikel minyak, namun pada kondisi asam di dalam abomasum (pH 23) ikatan tersebut akan terpecah, asam lemak tidak jenuh dapat diabsorbsi dan
dicerna di dalam usus halus (Tiven et al., 2011).
Asam Lemak
Berbeda dengan karbohidrat, bahan makanan utama ruminan (hijauan) tidak
banyak mengandung lemak (hanya sekitar 3%). Lemak ransum umumnya berasal
dari penambahan minyak baik minyak sumber asam lemak jenuh maupun tidak
jenuh. Penambahan lemak atau minyak ke dalam ransum memiliki pengaruh positif
dan pengaruh negatif terhadap proses fermentasi dalam rumen ternak ruminansia.
Pengaruh positif tersebut antara lain kandungan energinya yang tinggi (2,25 x
karbohidrat), dapat menurunkan heat increament, mengurangi sifat berdebu dari
ransum, meningkatkan kadar asam lemak tidak jenuh (sebagai sumber asam lemak
esensial bagi anak ruminan), meningkatkan palatabilitas ransum, menurunkan
produksi gas metan dalam rumen pada pemberian pakan ruminansia yang tinggi
hijauan dan memperbaiki rasio asetat : propionat sehingga dapat meningkatkan
efisiensi ransum secara umum (Parakkasi, 1999).
Parakkasi (1999) serta Wilson dan Brigstocke (1981)melaporkan bahwa
penambahan lemak memiliki pengaruh negatif terhadap ruminan yaitu menurunkan
kecernaan serat ransum terutama terlihat pada ruminan yang diberikan ransum tinggi
hijauan, dapat mengganggu penggunaan N (dengan pemberian 5% lemak dan urea
dalam ransum) dan menyebabkan flavor daging kurang disukai (dengan penambahan
minyak biji kapas 5% dengan ransum 30%-50% tongkol jagung).

  5
 

Lemak di dalam rumen akan mengalami proses pembebasan asam lemak
yang teresterifikasi (lypolisis), fermentasi gliserol dan proses biohidrogenasi asam
lemak tidak jenuh(Garton, 1967). Minyak selain mengalami lypolisis juga mengalami
proses oksidasi jika terdapat dalam keadaan aerob. Oksidasi minyak dapat
menyebabkan ketengikan pada bahan pakan.Mekanisme reaksi oksidasi asam lemak
tidak jenuh dapat dilihat pada gambar berikut:
R1─ CH2─ CH═ CH─ CH2─ R2Energi ► R1─ CH─ CH═ CH─ CH2─ R2 + H
Panas/UV





Asam Lemak Tidak Jenuh

Radikal Bebas
+O

Hidrogen Labil

2

R1─ CH─ CH═ CH─ CH2─ R2

O─O
Peroksida Aktif
+ R ─ CH─ CH═ CH─ CH ─ R
1
2
2

O ─O

R1─ CH─ CH═ CH─ CH2─ R2


+ R1─ CH─ CH═ CH─ CH2─ R2

Gambar 1. Reaksi Oksidasi Asam Lemak Tidak Jenuh
Sumber : Rorong et al., 2008.

Jika proses biohidrogenasi dibiarkan terjadi di dalam rumen, maka dapat
menyebabkan lemak yang terserap pada dinding usus halus banyak berupa asam
lemak

jenuh.

Pencegahan

atau

minimalisasi

proses

biohidrogenasi

dapat

dilakukandengan adanya penambahan agen perlindungan terhadap asam lemak tidak
jenuh tersebut. Menurut Parakkasi (1999), prinsip perlindungan lemak yaitu dengan
cara melindungi protein dari degradasi mikrobial.Manfaat adanyaperlindungan
terhadap lemak memungkinkan penggunaaan minyak dalam jumlah banyak di dalam
rumen tanpa menyebabkan kerusakan kecernaan selulosa dan pembentukan gas
metan (Scott dan Ashes, 1993). Beberapa agensia yang sering digunakan dalam
penelitian sebagai pelindung lemak tidak jenuh adalah tanin dan aldehid
(formaldehid), gum Arab dan sabun kalsium sebagai agensia perlindungan asam
lemak tidak jenuh (Mirwandhono, 2003).

  6
 

Minyak Jagung dan Crude palm oil
Kecukupan energi dan asam lemak esensial pada ternak ruminansia dapat
terpenuhi dengan adanya penambahan minyak seperti minyak jagung, minyak
kacang tanah atau minyak ikan (Tanuwiria et al., 2011). Umumnya, peternak
mendapatkan tambahan energi dengan penambahan minyak sawit kasar (CPO/crude
palm oil) yang mengandung asam lemak jenuh tinggi.
Minyak jagung sebagai sumber asam lemak tidak jenuh banyak mengandung
asam linoleat (C18:2n-6)(Ketaren, 1986). Sementara itu, CPO sebagai asam lemak
jenuh memiliki kandungan asam palmitat (C16:0) yang tinggi. CPO juga dapat
dijadikan sumber asam lemak tidak jenuh, terutama CPO yang diekstrak dari
mesokarp buah sawit (Loi et al.,2010).Berikut adalah kandungan asam lemak pada
CPO dan minyak jagung.
Tabel 1. Komposisi Asam Lemak pada Minyak Jagung dan CPO
Asam Lemak

Minyak Jagung (%)a

CPO (%)b

Miristat (C14:0)

0,1

1,36

Palmitat (C16:0)

11,6

42,59

Stearat (C18:0)

2,1

0,13

Oleat (C18:1)

36,6

43,24

Linoleat (C18:2)

48,7

12,15

Linolenat (C18:3)

0,8

0,29

Sumber : a = Wildan (1997), b =Suharyanto (2006)

Kecernaan Nutrien
Kecernaan adalah perubahan fisik dan kimia yang dialami pakan dalam alat
pencernaan, perubahan tersebut berupa penghalusan pakan menjadi butir-butir atau
partikel kecil.Kecernaan didefinisikan sebagai bagian pakan yang tidak diekskresikan
dalam feses sehingga diasumsikan bagian tersebut diserap oleh tubuh hewan
(Kurniawati, 2009).
Pengukuran kecernaan pada ruminansia dapat dilakukan melalui dua teknik
yaitu teknik in vivo dan in vitro. Kecernaan in vitro dipengaruhi beberapa hal yaitu
pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulan, pH kondisi fermentasi, pengaturan
suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan buffer (Selly,
1994).Derajat keasaman (pH) cairan rumen merupakan faktor penting dalam
  7
 

pemanfaatan bahan organik pada sistem pencernaan ruminansia, sedangkan faktor
yang mempengaruhi degradasi ransum dalam saluran pencernaan ruminansia adalah
struktur makanan, ruminansi, produk saliva dan pH optimum (Anggorodi, 1994).
Pakanruminansia akanmengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya
berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat
makanan asalnya. Kecernaan adalah indikasi awal ketersediaan nutrien yang
terkandung dalam bahan pakan tertentu bagi ternak yang mengkonsumsinya dan
dinyatakan dengan dasar bahan kering (McDonald et al., 2002). Kecernaan yang
tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien pada ternak, sementara itu pakan
yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang
mampu menyuplai nutrien baik untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi
ternak.
Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang menentukan
kualitas pakan. Setiap jenis ternak ruminansia memiliki mikroba rumen dengan
kemampuan yang berbeda-beda dalam mendegradasi pakan yang mengakibatkan
perbedaan pula pada kecernaan dalam rumen(Sutardi, 1979).Nilaikoefisien cerna
bahan kering (KCBK) yang tinggimenunjukkan peluang nutrien yang dapat
dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhannya tinggi pula. Koefisien cerna bahan
organik (KCBO) menggambarkan senyawa protein, karbohidrat, lemak yang dapat
dicerna oleh ternak.
Kecernaan

bahan

kering

dan

bahan

organik

dapat

diduga

denganmenggunakan metode Tilley and Terry (1963).Metode produksi gas dilakukan
berdasarkan laju gas (CO2 dan CH4) yang diproduksi dari inkubasi in vitro pakan
dengan media cairan rumen.
Kadar VFA (Volatile Fatty Acid) Cairan Rumen
Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan
menghasilkan asam-asam lemak atsiri (VFA) antara lain yaitu asetat, propionat,
butirat, valerat dan asam lemak lainnya seperti format. Menurut Hungate (1966),
proporsi VFA dalam rumen berkisar 63% asetat, 21% propionat, 16% butirat dan
asam lemak lainnya. Proses metabolisme karbohidrat dan pembentukan VFA
disajikan pada Gambar 2.

  8
 

Selulosa

Pati

Selubiosa

Maltosa

Glukosa-1-phospat

Isomaltosa

Glukosa
Glukosa-6-phospat

Pektin

Asam Uronat

Hemiselulosa

Sukrosa

Pentosa

Pentosan

Fruktosa-6-phosphat

Fruktosa

Fruktan

Fruktosa-1,6-diphosphat

Asam piruvat

Format

CO2

Asetil CoA

H2

Laktat

Oksaloasetat Metilmalonil CoA

Malonil Asetoasetil Laktil
CoA
CoA
CoA

Metan
B-Hidroksibutiril Akrilil
Asetil phosphat CoA
CoA
Krotonil
CoA

Propionil
CoA

Butiril
CoA

Asetat

Butirat

Malat

Fumarat

Suksinat

Suksinil
CoA

Propionat

Gambar 2. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia
Sumber : McDonald et al., 2002.

Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolak ukur
fermentabilitas pakan(Hartati, 1998). Konsentrasi VFA mengindikasikan mudah
tidaknya pakan tersebut didegradasi oleh mikroba rumen. Komposisi VFA di dalam
rumen dapat berubah dengan adanya perbedaan bentuk fisik, komposisi pakan, taraf
dan frekuensi pemberian pakan serta pengolahan.Produksi VFA yang tinggi
merupakan petunjuk kecukupan energi bagi ternak (Sakinah, 2005). Kisaran produksi

  9
 

VFA cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroba yaitu 80 mM sampai 160
mM dengan titik optimumnya 110 mM (Suryapratama, 1999). Produksi VFA dapat
dipengaruhi oleh protozoa melalui mekanisme pencernaan partikel pati sehingga
VFA menjadi rendah dan rasio butirat : propionat dari 0,5 menjadi 1,7 (Whitelaw et
al., 1972).
Sebagian besar ransum ternak ruminansia mengandungpolisakarida atau
karbohidrat struktural seperti selulosa, hemiselulosa dan karbohidrat lain yang tidak
dapat dihidrolisa oleh enzim yang dihasilkan oleh alat pencernaan. Polisakarida akan
dihidrolisa menjadi monosakarida terutama glukosa oleh enzim yang dihasilkan
mikroba. Selanjutnya glukosa akan difermentasi menjadi VFA, terutama asetat (C2),
propionat (C3) dan butirat (C4), disamping itu dihasilkan juga isobutirat (iC4),
isovalerat (iC5), valerat (C5) serta gas CH4 dan CO2 (Sutardi, 1977).
Sekitar 75% dari total VFA yang diproduksi akan diserap langsung oleh
retikulo-rumen yang masuk ke darah, sekitar 20% diserap abomasum dan omasum,
dan sisanya sekitar 5% diserap di usus halus (McDonald et al., 2002). Parakkasi
(1999) menambahkan bahwa sebagian besar VFA diserap langsung melalui dinding
rumen, hanya sedikit asetat, beberapa propionat, dan sebagian besar butirat
termetabolisme dalam dinding rumen. Sedangkan, pakan yang tidak dicerna akan
disalurkan ke abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim-enzim pencernaan
sama seperti yang terjadi pada hewan monogastrik.
Kadar Amonia (NH3) Cairan Rumen
Protein pakan di dalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida dan
asam amino, beberapa asam amino dipecah lebih lanjut menjadi amonia. Amonia
diproduksi bersama dengan peptida dan asam amino yang akan digunakan oleh
mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (McDonald et al., 2002).
Produksi NH3 berasal dari protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik. Di
dalam rumen, protein dihidrolisis pertama kali oleh mikroba rumen. Tingkat
hidrolisis protein bergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan
kadar NH3(Arora, 1989). Kadar amonia dalam rumen merupakan petunjuk antara
proses degradasi dan proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Jika pakan defisien
akan protein atau proteinnya tahan degradasi maka konsentrasi amonia dalam rumen
akan rendah dan pertumbuhan mikroba rumen akan lambat yang menyebabkan

  10
 

turunnya kecernaan pakan (McDonald et al., 2002). Amonia hasil fermentasi tidak
semuanya disintesis menjadi protein mikroba, sebagian diserap ke dalam darah, dan
amonia yang tidak terpakai akan dibawa ke hati kemudian diubah menjadi urea dan
sebagian disalurkan melalui urin serta lainnya akan di bawa ke saliva.Berikut adalah
gambar proses metabolism protein di dalam rumen:
Pakan
Protein

Sulit
Didegradasi

Non-protein N

Mudah
Didegradasi

Non-protein N

Kelenjar
Saliva 

Enzim Protease
Peptida
Enzim Peptidase
Deaminasi

Asam Amino

Amonia

Hati
Urea 

NH3

Rumen
Protein Mikroba

Dicerna di Usus
Halus

Disekresikan
(Urine)

Ginjal 

Gambar 3. Proses Metabolisme Protein dalam Rumen Ternak Ruminansia
Sumber : McDonald et al., 2002.

Amonia merupakan sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba
oleh karena itu konsentrasinya dalam rumen merupakan suatu hal yang perlu
diperhatikan. Konsentrasi amonia 5 persen setara dengan 3,57 mM sudah mencukupi
kebutuhan nitrogen mikroba. Kisaran konsentrasi NH3 yang optimal untuk sintesis
protein oleh mikroba rumen menurut McDonald, et al. (2002) adalah 6-21 mM.
Protozoa Rumen
Protozoa merupakan salah satu mikroorganisme rumen. Populasi protozoa
lebih sedikit jika dibandingkan dengan populasi bakteri yaitu hanya sekitar 105-106
sel/ml (McDonald et al., 2002). Jumlah protozoa dari setiap ternak berbeda

  11
 

bergatung dari jenis makanan, umur dan keturunan hewan tersebut (Arora,
1989).Ukuran tubuhnya lebih besar dengan panjang tubuh sekitar 20-200 mikron,
oleh karena itu biomassa total dari protozoa hampir sama dengan biomassa total
bakteri (McDonald, et al., 2002).

Gambar 4. Protozoa Rumen
Sumber : Wallace (2010)

Populasi protozoa rumen umumnya disominasi oleh spesies ciliata. Spesies
flagellata biasanya banyak terdapat pada anak sapi (pedet), sebelum populasi spesies
ciliata

berkembang

dengan

pesat.

Protozoa

diklasifikasikan

berdasarkan

morfologinya sebab mudah dilihat berdasarkan penyebaran silianya. Menurut
morfologinya, protozoa dibagi menjadi 2 yaitu: Holotrichsmirip sel-sel paramecium
dan

memiliki

dua

ukuran

yaitu

Isotricha

dan

Dasytricha,

sedangkan

Oligotrichsberbentuk oval panjang dengan ”syncitia” dan diklasifikasikan menjadi 5
kelas yaitu Epidinium ecaudatum caudatum, Entodinium caudatum, Polyplastron
multiresiculatum, Ophyroscolexdan Diplodinium(Arora, 1989).
Pola pertumbuhan bakteri dan protozoa rumen dipengaruhi oleh pola
fermentasi yang ditunjukkan oleh proporsi molar VFA dan pH rumen (Sunaryadi,
1999). Ketika pH rumen 6,0 kemungkinan protozoa jenis entodinia, pH 6,5
didominasi oleh ophyroscolecids dan holotrichs, sedangkan pada pH 6,5 sebelum
inkubasi maka semua spesies protozoa ada (Hungate, 1966). Kondisi pakan yang
rendah gula dan pati menyebabkan protozoa yang berada dalam populasi tersebut
akan memangsa bakteri yang merupakan mikroba utama dalam rumen. Sunaryadi
(1999) menyatakan bahwa protozoa dan bakteri bersaing dalam menggunakan
beberapa bahan makanan, protozoa akan menggunakan bakteri sebagai sumber
protein untuk kehidupannya sehingga populasi bakteri dalam rumen berkurang

  12
 

setengah atau lebih. Sifat negatif protozoa lainnya adalah dapat menghidrogenasi
asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh (Arora, 1989).
Faktor utama berkurangnya populasi protozoa adalah kelaparan atau
kekurangan makanan dalam jangka waktu yang lama karena akan menyebabkan
menurunnya pH. Jika pH rendah, maka populasi protozoa akan menurun secara
drastis sehingga mengganggu aktivitas bakteri rumen.
Populasi protozoa juga dapat dikurangi dengan sengaja yaitu dengan
menambahkan agen defaunasi ke dalam ransum. Defaunasi adalah suatu upaya yang
dilakukan untuk mengurangi sebagian (defaunasi parsial) atau menghilangkan
seluruh populasi protozoa (defaunasi total) di dalam rumen suatu ternak.Pengaruh
defaunasi terhadap mikroba rumen yaitu fungsi protozoa mungkin digantikan oleh
bakteri (Hungate, 1966). Efek defaunasi sangat dipengaruhi oleh situasi pakan,
ternak, dan mikroba rumen. Oleh karena itu, perlu tindakan yang cermat untuk
mempelajari ekosistem di dalam rumen terutama peranan ptrotozoa, sehingga
didapatkan suasana yang kondusif dalam proses pencernaan dan metabolisme ternak
ruminansia (Sunaryadi, 1999).
Penerapan defaunasi sebaiknya mempertimbangkan hal-hal berikut, tidak
berbahaya bagi ternak, tidak mengganggu pertumbuhan bakteri dan fungi dan tidak
perlu menghilangkan seluruh populasi protozoa karena diketahui protozoa memiliki
peran di dalam rumen. Oleh karena itu, penerapan defaunasi parsial mungkin lebih
baik daripada defaunasi total. Bahan yang dapat digunakan sebagai agen defaunasi
dibagi menjadi 2 yaitu bahan alami dan bahan sintetis. Bahan alami meliputi minyak
berupa minyak kelapa dan minyak jagung atau bahan-bahan yang mengandung
saponin seperti kembang sepatau (Hibatus rosasinensis) dan saponin dari buah lerak
(Sapindus rarak). Sunaryadi (1999) melaporkan bahwa ekstrak saponin buah lerak
dapat digunakan sebagai agen defaunasi parsial yang aman namun, penggunaannya
harus memperhatikan kadar amonia rumen. Sedangkan, produk komersial yang dapat
dijadikan sebagai agen defaunasi adalah Teric GN9 (alcohol ethoxylate), alkanet
3SL3 (calcium peroxide = Ixper 80C), monoxol, dan sodium dioctylsulphosuccinate.
Namun, pemakaian bahan kimia tersebut dapat berbahaya jika dosis yang diberikan
tidak tepat, karena selain membunuh protozoa bahan tersebut juga bersifat toksik
bagi bakteri dan fungi.

  13
 

Penerapan teknologi defaunasi telah diketahui dapat meningkatkan efisiensi
pertumbuhan mikroba rumen dan aliran protein asal mikroba rumen serta protein
pakan ke organ pasca rumen (Nolan et al., 1989). Hal senada juga disampaikan oleh
Merchen dan Titgemeyer (1992), yang menyatakan bahwa defaunasi dapat
meningkatkan aliran protein kasar ke organ pencernaan pasca rumen sebesar 18%.

  14
 

MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan
Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor.Penelitian ini dilakukan
selama satu bulan terhitung mulai Februari 2012 sampai Maret 2012.
Materi
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat-alat
analisa in vitro seperti timbangan digital, tabung fermentor, shaker waterbath, tabung
gas CO2, oven 1050C, tanur listrik 6000C, cawan porselen, alat-alat destilasi, kertas
saring Whatman no.41, cawan Conway, erlenmeyer, alat-alat titrasi, pH meter, spoit,
botol film, mikroskop, counting chamber dan cover glass.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ransum komplit.
Ransum terdiri dari rumput gajah, bungkil kedelai giling, onggok giling, dedakd dan
jagung, serta supelemen berupa vitamin E, unsur Se (Na2SeO3), crude palm oil
(CPO)dan minyak jagung. Bahan lain yang digunakan adalah kemasan, label, larutan
McDougall dengan komposisi (Na2CO3, Na2HPO4.2H2O, KCl, NaCl, MgSO4.7H2O,
CaCl2dan aquadest), larutan buffer rumen dan larutan TBFS (tryphan blue
formalinesalin).
Metode
Perlakuan
Perlakuan yang digunakan adalah berupa perlakuan ransum.Perlakuan
meliputi penambahan vitamin E sebanyak 100ppm pakan, Se (Na2SeO3) sebesar 0,5
ppm, CPOatau minyak jagung sebanyak 2 gram. Penggunaan CPO sebagai sumber
asam lemak jenuh adalah sebagai pembanding terhadap penggunaan minyak jagung
sebagai sumber asam lemak tidak jenuh.Perlakuan tersebut adalah:
P0

= ransum basal

P1

= P0 + vitamin E +CPO

P2

= P0 + vitamin E + minyakjagung

P3

= P0 + selenium + CPO

P4

= P0 + selenium + minyakjagung

Peubah yang diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah:
1.

Pengukuran VFA totaldengan steam destilation methode(Department of Diary
Science, 1966)

2.

Pengukuran NH3total dengan conway micro difussion methode(Department of
Diary Science, 1966).

3.

Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik
(KCBO) metode Tilley and Terry (1963)

4.

Penghitungan populasi protozoa dengan metode pewarnaan
Prosedur Kerja

Persiapan Sampel
Sampel diambil dari ransum komplit baik ransum basal maupun ransum
perlakuan. Ransum komplit disusun dengan komponen bahan pakan yang sama
kecuali komponen minyak. Formulasi ransum komplit yang digunakanserta
kandungan nutriennya berdasarkan perhitunganditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 2. Formulasi Ransum Komplit yang Digunakan Sebagai Kontrol dalam
Penelitian
Komposisi (%)
Bahan Pakan
Rumput Gajah

35

Onggok

5

Dedak

15

Jagung

25

Bungkil Kedelai

20

Total

100

Kadar Nutrien
BK

87,57

Abu

9,55

Lemak

1,55

SK

14,59

BETN

57,46

  16
 

Pakan perlakuan disupelementasi dengan minyak. Minyak yang digunakan
adalah CPO sebagai sumber asam lemak jenuh dan minyak jagung sebagai sumber
asam lemak tidak jenuh. Ransum komplit perlakuan disupelementasi dengan vitamin
E atau Se (Na2SeO3). Semua bahan pakan dicampur secara manual. Sampel dari
pakan yang telah dibuat diambil segera dan digunakan untuk analisis fermentasi in
vitro dengan peubah yang diukur adalah kecernaan, kadar VFA, NH3 dan populasi
total protozoa dalam filtrat.
Analisis Karakteristik Fermentasi
Kajian karakteristik fermentasi rumen dilakukan melalui proses fermentasi
menggunakan cairan rumen segar. Sebanyak 0,5 g sampel dari masing-masing
perlakuan dimasukkan ke dalam tabung fermentor kemudian ditambahkan 40 ml
larutan McDougall dan dimasukkan ke dalam shaker waterbath dengan suhu 39 oC.
Setelah itu cairan rumen dimasukkan sebanyak 10 ml, tabung dikocok dengan dialiri
gas CO2 selama 30 detik. Keasaman larutan dikontrol agar berada pada pH (6,5-6,9)
dan kemudian ditutup dengan tutup karet berventilasi. Fermentasi dilakukan selama
4 jam.
Setelah 4 jam, tutup karet tabung fermentor dibuka, ditambahkan 2-3 tetes
HgCl2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor disentrifugasi pada kecepatan
4.000rpm selama 10 menit. Substrat terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan
supernatan yang bening berada di bagian atas. Supernatan diambil untuk keperluan
analisaNH3 dan VFA. Supernatan dimasukkan ke dalam botol film, apabila tidak
dilakukan analisis segera, sampel disimpan dilemari pendingin (freezer).
Pengukuran KCBK dan KCBO
Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0,5 g sampel dari masing-masing
perlakuan, ditambahkan ke dalamnya 40 ml larutan McDougall. Tabung dimasukkan
ke dalam shaker waterbath dengan suhu 39 oC, kemudian diisi cairan rumen 10 ml,
tabung dikocok dengan dialiri CO2 selama 30 detik. Keasaman media dipertahankan
pada pH 6,5-6,9. Kemudian ditutup dengan karet berventilasi, dan difermentasi
selama 48 jam. Setelah 48 jam, tutup karet tabung fermentor dibuka dan diteteskan 23 tetes HgCl2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor disentrifugasi pada
kecepatan 4.000rpm selama 10 menit. Substrat terpisah menjadi endapan di bagian
bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas.Supernatan dibuang dan
  17
 

endapan hasil sentrifusa ditambah 50ml larutan pepsin-HCl 0,2%. Campuran tersebut
lalu diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup karet.
Sisa pencernaan disaring dengan kertas Whatman no. 41 (yang sudah
diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vakum. Endapan yang ada di kertas
saring dimasukkan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven
105⁰C selama 24 jam. Setelah 24 jam, cawan porselen + kertas saring + residu
dikeluarkan, dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui
persentase bahan keringnya. Selanjutnya bahan dalam cawan diabukan dalam tanur
listrik selama 6 jam pada suhu 450-600 oC, kemudian setelah didinginkan dalam
eksikator ditimbang untuk mengetahui persentase bahan organiknya. Sebagai blanko
dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel. Perhitungan kecernaan bahan kering
(KCBK) dan bahan organik (KCBO) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
KCBK (%)

=

KCBO (%)

=

BK sampel (g) – {BK residu (g) – BK blanko (g)}
BKsampel x 100%

BOsampel (g) – {BOresidu (g) – BOblanko (g)}
BOsampel x 100%

Pengukuran Konsentrasi NH3
Amonia dalam filtrat diukur dengan metoda mikro difusi Conway
(Department of Diary Science, 1966).Bibir cawan Conway dan tutupnya diolesi
dengan vaselin, supernatan yang berasal dari proses fermentasi diambil 1 ml
kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Larutan Na2CO3
jenuh sebanyak 1 ml ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway bersebelahan
dengan supernatan. Larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml di tempatkan di
dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway yang
sudah diolesi vaselin ditutup rapat hingga kedap udara, larutan Na2CO3 dicampur
dengan supernatan hingga merata dengan cara menggoyang–goyangkan dan
memiringkan cawan tersebut. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar.
Setelah 24 jam suhu kamar, dibuka dan asam borat berindikator dititrasi dengan
H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah.
Perhitungan kadar NH3 filtrat dihitung dengan rumus berikut:

  18
 

mM NH3

ml H2SO4 x N H2SO4 x 1000

=

g sampel x BK sampel

Pengukuran Konsentrasi VFA
Kadar VFA (Volatile Fatty Acids) diukur dengan metoda destilasi uap
(Department of Diary Science, 1966). Presscookersumber uap diisi dengan aquades
sampai tanda MAX. Kemudian air pendingin dari kran dipastikan mengalir agar
berfungsi dengan baik. Kompor gas selanjutnya dinyalakan, sehingga aquades yang
ada dalam presscooker tersebut mendidih dan menghasilkan uap yang masuk ke
tabung-tabung destilasi, hal ini menandakan bahwa analisis VFA bisa dimulai.
Supernatan yang sama dengan analisa NH3 diambil sebanyak 5ml, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung destilasi.
Erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N ditempatkan di bawah selang
tampungan. Larutan H2SO4 15% sebanyak 1 ml ditambahkan ke tabung destilasi
yang telah diisi larutan sampel, kemudian segera ditutup, dan dibilas dengan
aquadest. Uap air panas mendesak VFA dan terkondensasi dalam pendingin. Air
yang terbentuk ditampung labu erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N sampai
mencapai 300 ml. Indikator PP (Phenolpthalein) ditambahkan sebanyak 2-3 tetes dan
dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna titran berubah dari merah menjadi merah
muda seulas. Larutan HCl 0,5 N sebagai titrat distandardisasi terlebih dahulu
sehingga didapat konsentrasi dengan empat digit di belakang koma.
Kadar VFA total dalam filtrat dihitung dengan rumus:
VFA total(mM)

=

(a-b) x N HCl x 1000
5

Keterangan: a = volume titran blanko; b = volume titran contoh.
Pengukuran Populasi Protozoa
Pengukuran populasi protozoa dilakukan dengan menggunakan metode
pewarnaan dengan larutan tryphan blue formaline salin (TBFS) seperti yang
dilakukan dalam penelitian Sunaryadi (1999). Larutan TBFS terbuat dari 100 ml
formaldehid 35%, 2 g triphan blue, 9 g NaCl, dan 900 ml aquades. Sebanyak 1 ml
larutan TBFS dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur dengan 1 ml cairan
rumen segar kemudian diaduk merata sambil dialiri gas CO2. Cairan tersebut
diteteskan ke dalam counting chamber dan ditutup dengan cover glass sampai rata.
  19
 

Counting chamber yang digunakan mempunyai ketebalan 0,1 mm, dengan luas kotak
terkecil 0,0625 mm yang terdapat 16 kotak dan kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak.
Populasi protozoa diamati dengan mikroskop lensa obyektif sebanyak 5 kotak,
dengan pembesaran 400 kali.Populasi protozoa dihitung dengan persamaan berikut:
Populasi protozoa total

=

1000 x FP x C
0,0625 x 0,1 x 16 x 5

Keterangan:C = jumlah protozoa terhitung dalam counting chamber (sisi kanan
atas,kiri atas,kanan bawah,kiri bawah dan tengah);FP = faktor pengenceran (jumlah
perbandingan yaitu 2);0,1 = ketebalan counting chamber;0,0625 = luas kotak terkecil
(mm2); 16 = jumlah kotak dalam counting chamber;5 = jumlah kotak yang dibaca.
Analisis Data
Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) lima perlakuan
dengan tiga ulangan. Analisis data dilakukan terhadap kecernaan, VFA, NH3 dan
populasi protozoa total.Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut
(Mattjik dan Sumertajaya, 2006) :
Yij = µ + τi+ εijatau Yij = µi+ εij
Keterangan: i = 1, 2, ..., t; j = 1, 2, ..., r; Yij = Nilai pengamatan pada
perlakuan ke-i dan ulangan ke-j; μ = Nilai rataan umum; τi = Pengaruh perlakuan
ke-i, = μi - μ; εij = Pengaruh acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA),jika terdapat
perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji kontras lanjut Duncan.

  20
 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecernaan In Vitro Ransum Bersuplemen Vitamin E dan Se
Kecernaan didefinisikan sebagai bagian pakan yang tidak diekskresikan
dalam feses sehingga diasumsikan bagian tersebut diserap oleh tubuh hewan.
Kecernaan pakan pada ternak ruminasia dapat diduga melalui pengujian in vitro.
Rataan nilai kecernaan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 3. Kecernaan In Vitro Ransum Komplit yang Mengandung Minyak dengan
Asam Lemak Berbeda
Perlakuan

KCBK (%)

KCBO (%)

P0

62,44±0,84a

63,86±0,52

P1

59,61±2,66

ab

62,21±2,34

P2

60,39±0,89a

62,07±0,63

P3

59,87±2,90ab