Strategi Kebijakan Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku
STRATEGI KEBIJAKAN PEMASARAN HASIL HUTAN
BUKAN KAYU DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
PROVINSI MALUKU
FENTIE JULLIANTI SALAKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Kebijakan Pemasaran
Hasil Hutan Bukan Kayu di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku
adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2010
Fentie Jullianti Salaka
NRP E151070121
ABSTRACT
FENTIE JULLIANTI SALAKA. Marketing Policy Strategy for Non Timber
Forest Products at Seram Bagian Barat District, Maluku Province. Under direction
of BRAMASATO NUGROHO and DODIK R. NURROCHMAT.
Non timber forest products (NTFPs) have important social and economic
values for society in developing countries who often depend on NTFPs for their
livelihood. The purpose of this research was to formulate the marketing policy
strategy of NTFPs. The research was carried out in selected locations of Seram
Bagian Barat District, Maluku Province. Primary and secondary data was
collected by exploratory and observation method. The results showed that the
marketing strategies of NTFPs are give priority to marketing and product
development. Marketing policy could be implemented are need to: 1) increase
quantity and quality of NTFPs; 2) strengthen market information; 3) increase the
quality of human resources; 4) financial support to the farmer; 5) strengthen the
promotion; 6) simple management handling of utilization permission.
Key words: NTFPs, marketing, strategy, policy
RINGKASAN
FENTIE JULLIANTI SALAKA. Strategi Kebijakan Pemasaran Hasil Hutan
Bukan Kayu di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku. Dibimbing oleh
BRAMASTO NUGROHO dan DODIK RIDHO NURROCHMAT.
Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) merupakan salah satu daerah
pemekaran di wilayah Provinsi Maluku berdasarkan Undang-Undang Nomor 40
tahun 2003. Wilayah ini memiliki hutan yang cukup luas dengan beragam potensi
di dalamnya yang jika dikelola dengan baik dapat memberikan tambahan
pendapatan bagi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, serta menjadi salah
satu sumber pendapatan daerah. Selain hasil hutan kayu, wilayah ini juga
memiliki potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti minyak kayu putih,
kopal, rotan, gaharu, dan lain-lain.
HHBK secara umum berperan tidak hanya pada aspek ekologis, tetapi juga
pada aspek ekonomis dan sosial budaya. Dari aspek ekologis, HHBK merupakan
bagian dari ekosistem hutan dan mempunyai fungsi dan peran tertentu yang ikut
menunjang keberlangsungan dari ekosistem tersebut. Dari aspek ekonomis,
HHBK dapat menjadi salah satu sumber penghasilan bagi masyarakat maupun
pemerintah. Sedangkan dari aspek sosial budaya, masyarakat ikut dilibatkan
dalam pemanfaatan dan pengolahan HHBK. Di samping itu, dengan adanya
kegiatan produksi dan pengolahan HHBK, maka dapat menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang cukup besar sehingga dapat mengurangi angka pengangguran.
Pemasaran merupakan salah satu komponen penting dalam pemanfaatan dan
pengembangan produk-produk HHBK. Bagaimanapun juga, untuk meningkatkan
status penghidupan dan ekonomi petani, produk-produk tersebut harus dijual.
Tanpa adanya pemasaran, maka HHBK yang dipungut atau diproduksi oleh petani
tidak akan bergerak dan tidak akan pernah maju selain hanya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari petani saja.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi kebijakan pemasaran
HHBK di Kabupaten SBB Provinsi Maluku yang dapat menjadi arahan
pengembangan HHBK di wilayah ini. Hal-hal yang perlu diketahui dan dianalisis
sebelum merumuskan strategi kebijakan pemasaran adalah kondisi pemasaran
HHBK itu sendiri, faktor-faktor internal dan eksternal pemasaran HHBK, serta
peta permasalahan pemasaran HHBK yang akan digunakan sebagai dasar
perumusan strategi kebijakan.
Efisiensi pemasaran HHBK di Kabupaten SBB Provinsi Maluku akan
dianalisis dengan menggunakan beberapa indikator, yaitu saluran pemasaran,
struktur pasar, marjin pemasaran, pendapatan pelaku-pelaku pemasaran, dan biaya
transaksi. Sementara itu, untuk merumuskan strategi pemasaran dilakukan analisis
SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat) sebagai telaahan terhadap
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pelaksanaan pemasaran produk
HHBK (Rangkuti, 2006)
Analisis saluran pemasaran menunjukan bahwa pasar HHBK di Kabupaten
SBB masih sangat terbuka, baik pasar lokal maupun antar daerah. Pasar lokal
meliputi para pedagang, baik pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang
besar, pedagang eceran, dan konsumen akhir di dalam dan di luar Seram Bagian
Barat. Pasar antar daerah meliputi beberapa daerah tujuan pemasaran dimana
terdapat industri-industri pengolahan yang menggunakan HHBK sebagai bahan
baku. Hasil analisis saluran pemasaran juga menunjukkan bahwa lembaga
pemasaran yang paling penting dalam pemasaran HHBK di Kabupaten SBB
adalah pedagang pengumpul.
Struktur pasar HHBK di Kabupaten SBB adalah oligopsoni. Proporsi jumlah
produsen minyak kayu putih, kopal, gaharu, dan rotan lebih banyak dari pada
pelaku pemasaran lainnya. Produk yang diperjualbelikan adalah heterogen dalam
kualitas. Informasi pasar bersifat asimetrik, dimana petani masih kesulitan untuk
memperoleh informasi pasar dan harga HHBK yang diperjual-belikan berkaitan
dengan jenis dan kualitas produk HHBK yang diproduksi.
Hasil analisis marjin pemasaran, pendapatan pelaku pemasaran, dan biaya
transaksi menunjukan bahwa pemasaran HHBK di Kabupaten SBB tidak efisien.
Besarnya keuntungan yang diperoleh tiap pelaku pemasaran belum proporsional,
dimana petani memperoleh keuntungan terkecil dibandingkan dengan pelaku
pemasaran lainnya. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan petani
untuk mengakses informasi harga dan pemasaran, rendahnya kemampuan mereka
tentang jenis dan kualitas HHBK, kelemahan dalam menahan stok, dan
ketergantungan terhadap pedagang dalam memasarkan produk, sehingga
menempatkan mereka pada dalam posisi tawar yang lemah dalam proses
penentuan harga.
Strategi pemasaran HHBK di Kabupaten SBB sesuai hasil analisis SWOT
dan peta permasalahan pemasaran adalah pengembangan pemasaran dan
pengembangan produk HHBK, dengan melaksanakan kebijakan: a) Peningkatan
kuantitas dan kualitas produksi HHBK; b) Penguatan informasi pemasaran; c)
Peningkatan kualitas SDM petani melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan; d)
Peningkatan pemberian bantuan modal usaha, khususnya kepada petani minyak
kayu putih; e) Peningkatan kegiatan promosi pada level provinsi dan nasional; f)
Penciptaan suatu mekanisme pengurusan izin yang mudah dan cepat.
Kata kunci: HHBK, pemasaran, strategi, kebijakan
Ⓒ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI KEBIJAKAN PEMASARAN HASIL HUTAN
BUKAN KAYU DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
PROVINSI MALUKU
FENTIE JULLIANTI SALAKA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
Judul Tesis
Nama
NRP
: Strategi Kebijakan Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu di
Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku
: Fentie Jullianti Salaka
: E151070121
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS
Ketua
Dr. Ir. Dodik R. Nurrochmat, M.Sc.F.Trop.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan Hutan
Dr. Ir. Hariadi Kartodiharjo, MS
MS
Tanggal Ujian : 24 Maret 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa atas segala
kasih dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul ”Strategi Kebijakan
Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi
Maluku” berhasil diselesaikan penulis.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan tidak lepas dari
dukungan moral dan material dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Dr. Ir. Dodik R. Nurrochmat, M.Sc F.Trop
selaku dosen pembimbing, yang dengan sabar dan ikhlas membimbing penulis
selama proses penulisan tesis.
2. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS selaku penguji luar komisi yang telah memberikan
saran untuk perbaikan.
3. Papa dan Mama, Bei, adik-adikku Vin, Lisa, dan Nita, serta seluruh keluarga
untuk kasih sayang dan dukungan.
4. Pemerintah Provinsi Maluku dan Yayasan Bantuan Pendidikan Maluku yang
telah membantu memberikan bantuan biaya studi dan biaya penelitian.
5. Teman-temanku Sylva’01 Unpatti, khususnya Mike, Jane, Echa, Bala, dan
Tomas untuk kasih sayang, dukungan dan bantuan dalam penelitian.
6. Keluarga Om Mon Putirulan dan Bu Edi Penturi untuk semua bantuan selama
penelitian.
7. Teman-teman IPH 2007 (Mba Tuti, Mba Eka, Mba Nunik, Mba Lia, Mba
Nunung, Mba Puji, Mba Yuni, Mba Endah, Pak Yan, Abang Syarif, Pak
Ahyar, Pak Langgeng, Lee, Pak Ari, Abang Is, Pak Rudi, Pak Kuncoro, Pak
Jaya, Pak Zulfikar, dan Rato) untuk semua bantuan dan dukungannya selama
penulis menjalani pendidikan.
8. BPS, BAPPEDA, Dinas Kehutanan, Disperindag, dan Pemda (Provinsi
Maluku dan Kabupaten SBB) serta semua pihak yang membantu dalam
pengumpulan data dan penyelesaian tulisan ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2010
Fentie J. Salaka
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 26 Oktober 1983 dari ayah
Drs. Jonas Salaka dan ibu Magdalena Talahaturuson/Salaka. Penulis merupakan
putri pertama dari empat bersaudara.
Setelah lulus dari SMU Negeri 7 Ambon, pada tahun 2001 penulis
melanjutkan pendidikan sarjana pada Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon. Pada tahun 2007,
penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan pada Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ..........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
i
ii
iii
iv
v
PENDAHULUAN ..............................................................................................
Latar belakang ..............................................................................................
Perumusan Masalah .....................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................
Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................................
1
1
3
4
4
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ..............................................................
Pemasaran ....................................................................................................
Analisis SWOT .............................................................................................
Tinjauan Studi Terdahulu..............................................................................
7
7
8
14
15
METODE PENELITIAN ...................................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................
Metode Pengumpulan Data ...........................................................................
Defenisi Operasional Penelitian ...................................................................
Metode Analisis Data ....................................................................................
17
17
17
17
18
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................................. 24
Keadaan Geografis dan Iklim ...................................................................... 24
Keadaan Sosial Ekonomi ............................................................................. 25
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
Kondisi Umum Pemanfaatan HHBK di Kabupaten Seram Bagian Barat ....
Pemasaran ....................................................................................................
Strategi Kebijakan Pemasaran HHBK .........................................................
28
28
31
41
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 57
Simpulan ...................................................................................................... 57
Saran ............................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 59
LAMPIRAN ....................................................................................................... 62
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Matriks faktor strategi internal .......................................................... 22
Tabel 2. Matriks faktor strategi eksternal........................................................ 22
Tabel 3. Jarak ibukota kecamatan dengan ibukota Kabupaten SBB .............. 24
Tabel 4. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten SBB ............................ 25
Tabel 5. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di
Kabupaten SBB ................................................................................ 25
Tabel 6. Penduduk Berusia 10 tahun ke atas di Kabupaten SBB menurut
kegiatan utama dan jenis kelamin, 2005 dan 2006 .......................... 26
Tabel 7. Persentase Penduduk 10 tahun ke atas yang bekerja di Kabupaten
SBB menurut lapangan usaha utama ................................................ 27
Tabel 8. Sebaran
marjin
pemasaran
pada
masing-masing
lembaga
pemasaran HHBK ............................................................................ 37
Tabel 9. Rata-rata pendapatan dan biaya bulanan pelaku-pelaku pemasaran
HHBK .............................................................................................. 38
Tabel 10. Rata-rata biaya transaksi dalam pemanfaatan HHBK di SBB ......... 40
Tabel 11. Rekapitulasi hasil analisis faktor internal pemasaran HHBK di
Kabupaten SBB ................................................................................ 43
Tabel 12. Rekapitulasi hasil analisis faktor eksternal pemasaran HHBK di
Kabupaten SBB ................................................................................ 44
Tabel 13. Peta Permasalahan Pemasaran HHBK di Kabupaten SBB
Berdasarkan Temuan Studi .............................................................. 51
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................... 6
Gambar 2. Diagram Analisis SWOT .................................................................. 23
Gambar 3. Pola Saluran Pemasaran Minyak Kayu Putih di SBB ....................... 32
Gambar 4. Pola Saluran Pemasaran Kopal di SBB ............................................ 33
Gambar 5. Pola Saluran Pemasaran Gaharu di SBB .......................................... 34
Gambar 6. Pola Saluran Pemasaran Rotan di SBB ............................................ 35
Gambar 7. Matriks Analisis SWOT Pemasaran HHBK di SBB ........................ 44
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian ................................................................. 62
Lampiran 2. Produksi hasil hutan bukan kayu Indonesia tahun 1997/19982006 ............................................................................................. 63
Lampiran 3. Ekspor hasil hutan bukan kayu Indonesia tahun 2002-2006 ...... 64
Lampiran 4. Rata-rata pendapatan dan biaya bulanan pelaku pemasaran
Minyak K. Putih .......................................................................... 65
Lampiran 5. Rata-rata pendapatan dan biaya bulanan pelaku pemasaran
kopal ........................................................................................... 66
Lampiran 6. Rata-rata pendapatan dan biaya bulanan pelaku pemasaran
gaharu ......................................................................................... 67
Lampiran 7. Rata-rata pendapatan dan biaya bulanan pelaku pemasaran
rotan ........................................................................................... 68
Lampiran 8. Rekapitulasi hasil analisis faktor internal dan eksternal
pemasaran HHBK di SBB dari sudut pandang pemerintah ....... 69
Lampiran 9. Rekapitulasi hasil analisis faktor internal dan eksternal
pemasaran HHBK di SBB dari sudut pandang petani ............... 70
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan
kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Istilah Hasil
Hutan Non Kayu semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang
berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus
yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai
komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri.
Definisi HHBK seperti dirumuskan oleh pemerintah melalui Departemen
Kehutanan (Permenhut: 35/MENHUT-II/2007) adalah hasil hutan baik nabati dan
hewani beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu. Pada umumnya
HHBK merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun,
kulit, buah dan lain-lain atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat
khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain.
Adapun
HHBK
yang
dimanfaatkan
dan
memiliki
potensi
untuk
dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut Sumadiwangsa (2000) dalam Sudarmalik
et al. (2006) dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
1. Getah-getahan : Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet alam
dan lain-lain,
2. Tanin : Pinang, Gambir, Rhizophora, Bruguiera, dan lain-lain,
3. Resin : Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar mata kucing, Damar batu,
Damar rasak, Kemenyan dan lain-lain,
4. Minyak atsiri : Minyak gaharu, Minyak kayu putih, Minyak Keruing, Minyak
lawang, Minyak kayu manis,
5. Madu : Apis dorsata, Apis melliafera,
6. Rotan dan Bambu : Segala jenis rotan, Bambu dan Nibung,
7. Penghasil Karbohidrat : Sagu, Aren, Nipah, Sukun dan lain-lain,
8. Hasil Hewan : Sutra alam, Lilin lebah, Aneka hewan yang tidak dilindungi,
9. Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias: Aneka tumbuhan obat dari hutan,
anggrek hutan, palmae, pakis dan lain-lain.
Pemungutan HHBK umumnya merupakan kegiatan tradisional dari
masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan
8
pemungutan HHBK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan
masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan
berbagai getah kayu seperti getah kayu Agathis (kopal), atau getah kayu lainnya.
Pemasaran
Pasar adalah pembeli atau konsumen potensial yang mempunyai keinginan,
kemampuan, dan kewenangan untuk melakukan transaksi. Pasar oleh Roshetko
dan Yuliyanti (2001) didefinisikan sebagai keseluruhan permintaan dari suatu
produk di suatu tempat dan waktu yang ditentukan, dalam kondisi yang spesifik.
Jelaslah bahwa pasar suatu produk tidak selalu sama dengan pasar produk lain;
pasar pada suatu tempat tidak selalu sama dengan di tempat lain; pasar pada waktu
tertentu tidak selalu sama dengan pasar pada kurun waktu yang lain. Selain itu,
pasar adalah dinamis. Kondisi dan interaksinya selalu berubah. Pasar sekarang,
sekalipun untuk produk yang sama, mungkin saja sangat berbeda dengan pasar
tahun sebelumnya. Oleh sebab itu, penting untuk memelihara hubungan pasar dan
memperbaharui informasi pasar secara berkesinambungan.
Pemasaran atau sering juga disebut tataniaga adalah suatu proses pertukaran
yang meliputi kegiatan untuk memindahkan barang atau jasa dari produsen ke
konsumen (Azzaino 1980 dalam Qurniati 2002). Pemasaran menciptakan ”time
utility”, ”place utility”, dan ”possession utility” (Wasis 1992).
Terdapat empat pendekatan dalam menganalisis pemasaran yang digunakan
secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri (Limbong dan Sitorus 1987),
yaitu sebagai berikut:
1). Pendekatan fungsi, yaitu pendekatan yang mempelajari fungsi pemasaran apa
yang dilakukan oleh pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran.
Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi
fasilitas.
2). Pendekatan lembaga, yaitu pendekatan yang mempelajari bermacam-macam
lembaga yang terlibat dalam proses penyaluran komoditas dari produsen ke
konsumen. Pelaku-pelaku itu adalah pedagang perantara yang terdiri dari
pedagang pengumpul dan pengecer, pedagang spekulan, pengolah dan
organisasi-organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran.
9
3). Pendekatan barang, yaitu pendekatan yang menekankan perhatian terhadap
kegiatan atau tindakan yang diperlakukan terhadap barang dan jasa selama
proses penyampaiannya mulai dari titik produsen sampai ke titik konsumen.
Pendekatan barang hanya menekankan pada barang atau jasa yang hendak
diamati.
4). Pendekatan sistem, yaitu pendekatan yang mempelajari suatu kumpulan
komponen-komponen
yang bekerja bersama-sama
dalam suatu cara
organisasi. Komponen-komponen tersebut terdiri dari struktur pasar, perilaku
pasar, dan keragaan pasar.
Fungsi-fungsi pemasaran
yang
dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga
pemasaran menurut Sudiyono (2001) pada prinsipnya digolongkan ke dalam tiga
tipe fungsi pemasaran, yaitu sebagai berikut.
1). Fungsi pertukaran, adalah kegiatan memperlancar perpindahan hak milik dari
barang atau jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri dari dua fungsi yaitu
fungsi pembelian dan fungsi penjualan.
2). Fungsi fisik, adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan
barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu.
Fungsi fisik meliputi fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan, dan fungsi
pengangkutan.
3). Fungsi penyediaan fasilitas, adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk
memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen ke konsumen.
Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan
resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.
Efisiensi Pemasaran
Sistem pemasaran yang efisien menurut Mubyarto (1998) adalah (1) mampu
menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya yang
semurah-murahnya, dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari
keseluruhan harga yang harus dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak
yang ikut serta dalam produksi dan pemasaran komoditi tersebut.
Menurut Purcell (1979), ada dua tipe efisiensi dalam kaitannya dengan
pemasaran, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi teknis merujuk
10
pada hubungan input-output yang terlibat dalam tugas pemanfaatan produksi di
seluruh sistem pemasaran. Di sini biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses
untuk membawa suatu komoditi ke tangan konsumen meliputi biaya angkutan,
biaya penyimpanan, dan biaya pengubahan bentuk. Sedangkan efisiensi harga
merupakan konsep yang merujuk pada kemampuan sistem untuk mempengaruhi
perubahan dan mendorong alokasi ulang sumberdaya-sumberdaya agar dapat
mempertahankan kesesuaian dengan apa yang dibutuhkan konsumen. Mekanisme
harga berfungsi sebagai sistem komunikasi untuk meneruskan informasi mengenai
keinginan masyarakat konsumen kepada produsen.
Efisiensi pemasaran juga ditentukan oleh keadaan struktur pasar pada setiap
mata rantai saluran pemasaran. Untuk mengetahui struktur pasar tersebut harus
dilakukan pengamatan mengenai organisasi pasar. Secara umum organisasi pasar
digolongkan ke dalam tiga komponen, yaitu struktur pasar (market structure),
perilaku pasar (market conduct), dan keragaan pasar marjin pemasaran (market
performance).
Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan
keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu
pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti konsentrasi,
deskripsi product dan product differentation, syarat-syarat entry, dan sebagainya
(Limbong 1991 dalam Khairida 2002). Struktur pasar dicirikan oleh konsentrasi
pasar, diferensiasi produk, dan kebebasan keluar-masuk pasar. Pasar berdasarkan
strukturnya digolongkan atas pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak
sempurna. Pasar bersaing sempurna dicirikan oleh banyak jumlah penjual dan
pembeli; setiap penjual dan pembeli hanya menguasai sebagian kecil dari produk
yang ada di pasar, oleh karena itu satu orang penjual atau satu orang pembeli tidak
dapat mempengaruhi harga; produk yang dipasarkan homogen; pembeli dan
penjual bebas keluar masuk pasar. Pasar bersaing tidak sempurna menurut Dahl
dan Hammond (1997) dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pembeli
(konsumen) dan dari sisi penjual (produsen). Dari sisi pembeli diantaranya
termasuk pasar persaingan monopolistik, monopsoni, dan oligopsoni. Sedangkan
dilihat dari sisi penjual terdiri dari pasar monopoli dan oligopoli. Karakteristik
struktur pasar juga dapat dilihat dari pengetahuan yang diperlukan untuk
11
memasuki pasar, modal yang dibutuhkan, dan market share yang diperoleh
masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat.
Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga
pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan,
pembelian, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran (Saefudin
1981 dalam Khairida 2002). Perilaku pasar tersebut dilihat dari proses
pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari
lembaga pemasaran tersebut. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan
keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya dan marjin
pemasaran, serta jumlah komoditas yang diperdagangkan (Dahl dan Hammond
1977).
Keragaan marjin pemasaran merupakan perbedaan harga di berbagai
tingkatan sistem pemasaran. Marjin pemasaran didefenisikan sebagai perbedaan
harga di tingkat petani dan pengecer (Dahl dan Hammond 1977).
Saluran Pemasaran
American Marketing Association (AMA) mendefenisikan saluran pemasaran
sebagai suatu jaringan terorganisir dari badan-badan dan lembaga-lembaga yang
dalam bentuk kombinasi melaksanakan semua kegiatan untuk menghubungkan
semua produsen dengan semua pengguna untuk menyelesaikan tugas-tugas
pemasaran (Limbong dan Sitorus 1987). Panjang pendeknya saluran pemasaran
suatu barang niaga ditandai dengan berapa banyaknya pedagang perantara yang
dilaluinya sejak dari produsen hingga konsumen akhir.
Panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu produk
bergantung pada jarak antara produsen ke konsumen, cepat-tidaknya produk
rusak, skala produksi, keuangan pengusaha, dan lain-lain. Dalam pemasaran suatu
komoditi terlibat beberapa badan atau lembaga mulai dari produsen, lembagalembaga perantara, dan konsumen. Sebagian besar produsen bekerjasama dengan
perantara pemasaran untuk membawa produk mereka ke pasar. Perantara
pemasaran tersebut membentuk suatu saluran pemasaran (disebut juga saluran
distribusi atau saluran perdagangan). Badan atau lembaga yang berusaha dalam
bidang pemasaran untuk memperlancar distribusi suatu komoditi dikenal sebagai
12
perantara (midlement intermediary). Badan atau lembaga ini dapat berbentuk
perseorangan, perserikatan, ataupun perseroan.
Marjin Pemasaran
Dahl dan Hammond (1977) mendefenisikan marjin pemasaran sebagai
perbedaan harga tingkat petani dengan harga tingkat pengecer. Sedangkan nilai
marjin pemasaran adalah perkalian antara marjin pemasaran dengan jumlah
produk yang dipasarkan atau mengandung pengertian marketing cost dan
marketing charges. Tingginya marjin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang
berpengaruh dalam proses kegiatan pemasaran antara lain ketersediaan fasilitas
fisik pemasaran, yaitu pengangkutan,
penyimpanan, pengolahan, resiko
kerusakan, dan lain-lain.
Konsep marjin pemasaran berkaitan erat dengan bagian harga yang diterima
oleh petani, yang dinyatakan dalam persentase. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui porsi harga yang berlaku di tingkat konsumen yang dinikmati petani.
Sistem harga dan mekanisme pembentukan harga ditentukan lebih banyak
oleh faktor waktu, tempat, dan pasar yang akan mempengaruhi keadaan
penawaran dan permintaan. Pembentukan harga suatu komoditi pada setiap
tingkat pasar tergantung pada struktur pasar tersebut (Dahl dan Hammond 1997).
Salah satu indikasi untuk menentukan apakah suatu sistem pemasaran
efisien atau tidak adalah dengan membandingkan nilai nisbah marjin keuntungan
pemasaran antara lembaga pemasaran yang satu dengan lembaga pemasaran yang
lain. Apabila nilai nisbah marjin keuntungan antar lembaga pemasaran adalah
sama, maka sistem pemasaran tersebut dapat dikatakan efisien. Demikian pula
sebaliknya, jika selisih nilai nisbah marjin keuntungan antar lembaga-lembaga
pemasaran adalah tidak sama dengan nol, maka sistem pemasaran tersebut
dikatakan belum efisien (Triaksono 1995 dalam Qurniati Q 2002).
Indikator marjin pemasaran sering digunakan dalam analisis efisiensi
pemasaran karena melalui analisis marjin pemasaran dapat diketahui tingkat
efisiensi operasional serta efisiensi harga (ekonomi) pemasaran (Saefuddin 1981
dalam Khairida 2002). Selanjutnya dijelaskan oleh Hamim (1989) dalam Khairida
(2002) bahwa keuntungan penggunaan analisis marjin pemasaran adalah dapat
13
diketahui (1) perbandingan bagian keuntungan dari masing-masing lembaga yang
terlibat dalam proses pemasaran, (2) perbandingan bagian keuntungan dan biaya
pemasaran, apakah cukup logis atau tidak dari berbagai lembaga yang terlibat, dan
(3) bagaimana struktur pasar komoditas tersebut baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Konsep Pendapatan Pelaku-Pelaku Pemasaran
Pendapatan secara umum dapat didefenisikan sebagai keuntungan dari
pengurangan antara penerimaan total penjualan dengan biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa biaya-biaya yang
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap seperti sewa tanah,
pembelian alat-alat, dan lain-lain serta biaya tidak tetap seperti biaya untuk
pembayaran
tenaga
kerja.
Tujuan
analisis
pendapatan
adalah
untuk
menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan dan tindakan.
Biaya Transaksi dalam Pemasaran
Adanya informasi yang asimetrik menyebabkan faktor utama yang
mempengaruhi opsi individu atau kelompok dalam menentukan apakah suatu
transaksi akan dilakukan dalam sistem pasar atau dalam sistem organisasi nonpasar ataupun jenis kelembagaan lainnya adalah besarnya biaya transaksi (Anwar
1997). Biaya transaksi diartikan dalam dua dimensi, yaitu frictionlessness dan
explication (Williamson 1985 dalam Haris et al. 2000). Frictionlessness diartikan
sebagai biaya yang berhubungan dengan friksi secara fisik dari suatu produk yang
ditransaksikan. Sedangkan explication menyangkut biaya yang berhubungan
dengan informasi, negosiasi, pemantauan, koordinasi, dan enforcement dari
kontrak.
Biaya transaksi dikelompokkan oleh Hobbs (1997) dalam Kurniawan (2003)
ke dalam tiga jenis, yaitu biaya informasi, biaya negosiasi, dan biaya pemantauan
(enforcement cost). Biaya informasi bersifat ex-ante pada suatu pertukaran
termasuk di dalamnya biaya untuk menentukan mitra dalam pertukaran, yang
sering menimbulkan persoalan buruknya pilihan (adverse selection), biaya
mengumpulkan informasi harga, kualitas dan jumlah suatu produk. Biaya
14
negosiasi adalah biaya untuk melakukan transaksi secara fisik termasuk biaya
komisi, biaya negosiasi syarat-syarat kontrak pertukaran dan biaya membuat
kontrak formal. Biaya pemantauan timbul secara ex-post dari suatu pertukaran
meliputi biaya pemantauan pelaksanaan syarat-syarat kontrak seperti standar
kualitas produk dan cara pembayaran, akibat adanya persoalan bencana moral.
Keterbatasan individu untuk memperoleh informasi yang lengkap serta
keterbatasan kemampuan untuk mengolah informasi yang ada dalam keadaan
ketidakpastian, cenderung membuat individu itu mengarah pada perilaku yang
bersifat oportunistik. Hal ini menyebabkan timbulnya konsep biaya transaksi yang
didasarkan pada asumsi bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam
menentukan pilihannya.
Dalam suatu proses perdagangan, adanya biaya transaksi akan memperkecil
keuntungan yang diperoleh oleh pelaku-pelaku perdagangan. Biaya-biaya
transaksi proporsional menciptakan suatu kesenjangan antara harga pembelian dan
harga penjualan. Semakin tingginya biaya transaksi maka semakin kecil volume
agregat perdagangan dan dengan adanya biaya transaksi yang tinggi menyebabkan
tidak terjadinya pertukaran di seluruh pasar (Hirshleifer 1985 dalam Sukmadinata
1995). Hal ini dapat diartikan bahwa tingginya biaya transaksi akan menyebabkan
tidak efisiennya suatu sistem pemasaran, karena akan memperkecil bagian yang
akan diterima oleh suatu lembaga pemasaran.
Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan alternatif untuk mengidentifikasikan berbagai
faktor secara sistematis dalam memformulasikan kebijakan strategis. Hal ini
karena kebijakan yang baik disusun berdasarkan atas telaahan tentang kondisi dan
kenyataan yang ada di lapangan, untuk dikaji berbagai faktor yang menjadi
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Selain itu, perlu dicermati berbagai
faktor yang mungkin akan muncul di kemudian hari, sehingga diharapkan ada
antisipasi terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi (Rangkuti 2006).
Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu kegiatan, didasarkan pada
logika
untuk
memaksimalkan
kekuatan
dan
peluang;
sekaligus
dapat
15
meminimalkan kelemahan dan ancaman. Selanjutnya dikatakan bahwa proses
pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi,
tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan.
Rangkuti (2006) menjelaskan bahwa SWOT adalah singkatan dari
lingkungan internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal
Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT
membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman
(threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
Tinjauan Studi Terdahulu
HHBK dari aspek ekonomi dapat berperan sebagai salah satu sumber
penghasilan baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Beberapa penelitian
tentang HHBK di wilayah Maluku telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya, diantaranya adalah aspek ekonomi pengolahan minyak kayu putih
(Maarthen 1998), nilai ekonomi total hutan kayu putih (Parera 2005), dan
hubungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani petani minyak kayu
putih (Puttileihalat 2007).
Maarthen (1998) mengambil lokasi penelitian pada Kecamatan Buru Utara
Timur, Kabupaten Maluku Tengah (sekarang adalah Kabupaten Buru). Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa usahatani penyulingan minyak kayu putih di
lokasi penelitian yang masih bersifat tradisional ternyata sangat menguntungkan
bagi petani penyuling dilihat dari pendapatan yang diperoleh dalam setahun
sebesar Rp 7 788 758. Hasil analisis kepekaaan terhadap perubahan peningkatan
dan penurunan harga sebesar 10 persen dari harga semula menunjukkan
keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif.
Hasil penelitian Parera (2005) menunjukkan bahwa nilai ekonomi total
hutan kayu putih di Desa Piru Kabupaten Seram Bagian Barat adalah
Rp 1 556 719/ha/tahun dimana nilai ekonomi yang terbesar diperoleh dari nilai
guna langsung (nilai daun kayu putih, nilai kayu bakar, dan nilai air), yaitu
Rp 1 530 637/ha/tahun (98,45 %). Kontribusi hutan kayu putih terhadap
pendapatan rumah tangga 55,75 % atau Rp 4 907 000/tahun, dan terhadap
pendapatan daerah adalah 95,99 % atau Rp 240 314 000/tahun.
16
Puttileihalat (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara perilaku komunikasi (sentralitas lokal, sentralitas global,
kebersamaan, keterdedahan media massa) dengan perilaku usahatani petani
minyak kayu putih (pengetahuan, sikap, dan tindakan) di Desa Piru, Kabupaten
SBB. Hal ini berarti bahwa perilaku komunikasi dapat menentukan perilaku petani
dalam melakukan kegiatan usahatani penyulingan minyak kayu putih dengan cara
komunikasi interpersonal melalui hubungan-hubungan interpersonal petani
(kontak dengan sesama petani, kontak dengan penyuluh, kontak dengan kepala
desa, dan kontak dengan sumber-sumber informasi lainnya) dan keterdedahan
petani pada media massa. Hal ini dapat memberikan efek pada pengetahuan,
sikap dan tindakan petani, yang mengarah pada proses perubahan tingkah laku
dalam pelaksanaan kegiatan usahatani penyulingan minyak kayu putih. Dengan
demikian, komunikasi interpersonal melalui hubungan-hubungan interpersonal
petani dan keterdedahan petani pada media massa dapat menjadi kunci
keberhasilan petani dalam pengembangan usahatani minyak kayu putih di Desa
Piru.
Beberapa penelitian lain tentang HHBK, selain yang disebutkan di atas,
yang pernah dilakukan di Provinsi Maluku lebih banyak difokuskan kepada aspek
pengolahan dan budidaya minyak kayu putih, antara lain dilakukan oleh Siaila
(2004) dan Soukotta (2001). Siaila (2004) memfokuskan penelitiannya pada
pengaruh masak fisiologis kayu terhadap rendemen minyak kayu putih, sedangkan
Soukotta (2001) memfokuskan penelitiannya pada pengaruh alelopati ekstrak akar
kayu putih terhadap pertumbuhan anakan Lamtoro gung (Leucaena leucephala,
Lam de witt).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi
Maluku, dimana responden petani dipilih dari desa-desa penghasil HHBK minyak
kayu putih, rotan, kopal, dan gaharu. Desa-desa yang terpilih yaitu Desa Kairatu,
Desa Piru, Desa Eti, dan Desa Morekau. Pemilihan desa ini didasarkan pada data
penyebaran potensi HHBK per kabupaten di Provinsi Maluku. Sedangkan lokasi
untuk menentukan responden pedagang ditelusuri melalui jalur-jalur pemasaran
HHBK. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2009.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi di lapangan dan wawancara
langsung dengan petani, pelaku-pelaku pasar, serta instansi yang terkait untuk
mendapatkan data primer maupun data sekunder. Data primer meliputi harga di
tingkat petani, harga di tingkat pengecer, biaya-biaya pemasaran serta semua data
input output usahatani. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran pustaka
atau laporan yang ada pada instansi-instansi terkait dengan pemasaran HHBK.
Pemilihan responden petani dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja
(purposive), sementara responden pedagang pengumpul dan pedagang besar (baik
di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten), ataupun lembaga-lembaga
pemasaran lain dilakukan dengan snowball sampling yaitu dengan menelusuri
jalur-jalur pemasaran HHBK mulai dari tingkat petani. Responden lain dalam
penelitian ini yaitu pegawai pemerintahan Kabupaten SBB Provinsi Maluku
(Dinas Kehutanan).
Defenisi Operasional Penelitian
1. Pasar adalah pembeli atau konsumen potensial yang mempunyai keinginan,
kemampuan, dan kewenangan untuk melakukan transaksi.
2. Pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan mulai dari perencanaan,
penentuan harga, dan distribusi komoditi dari petani sampai ke konsumen.
18
3. Saluran-saluran pemasaran adalah lembaga-lembaga pemasaran yang dilalui
oleh komoditi mulai dari produsen (petani) ke konsumen.
4. Marjin pemasaran; marjin pemasaran total adalah perbedaan harga antara
konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh petani. Marjin pemasaran di
setiap tingkat lembaga pemasaran adalah selisih harga beli dengan harga jual
dari masing-masing tingkat lembaga yang bersangkutan.
5. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang langsung membeli atau
mengumpulkan HHBK dari beberapa petani untuk dijual kembali kepada
pedagang grosir atau pedagang pengecer, dan industri pengolahan.
6. Pedagang besar adalah pedagang di daerah pusat industri yang melayani
penjualan kepada industri pengolahan.
7. Pedagang grosir adalah pedagang yang melayani penjualan secara grosir
kepada pedagang pengecer dan konsumen akhir.
8. Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual secara eceran kepada
konsumen akhir.
10. Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses
pemasaran.
11. Biaya transaksi adalah seluruh biaya atau ongkos yang timbul karena interaksi
dengan pihak lain terkait kegiatan pemasaran.
12. Harga jual adalah masing-masing harga penjualan di tingkat petani, pedagang
pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan industri.
13. Harga beli adalah masing-masing harga pembelian di tingkat
pedagang
pengumpul, pedagang besar, industri, pedagang pengecer dan konsumen akhir.
Metode Analisis Data
Analisis Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran HHBK di Provinsi Maluku akan ditelusuri dari tingkat
petani sampai konsumen. Alur pemasaran produk-produk tersebut akan dijadikan
dasar untuk menggambarkan pola saluran pemasaran HHBK di Provinsi Maluku.
Dalam analisis ini dapat diketahui berapa banyak lembaga pemasaran yang
terlibat dan bentuk atau pola pemasaran yang terjadi. Perbedaan terhadap saluran
19
pemasaran yang dilalui oleh suatu produk akan mempengaruhi pendapatan yang
akan diterima oleh tiap-tiap lembaga pemasaran.
Analisis Struktur Pasar
Parameter yang digunakan untuk analisis struktur pasar yaitu:
1. Jumlah dan besar pembeli dan penjual yang terlibat dalam pemasaran HHBK.
2. Keadaan produk yang diperjualbelikan.
3. Mudah tidaknya untuk mengetahui informasi pasar.
4. Mudah tidaknya untuk keluar-masuk pasar.
Analisis Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen
akhir suatu produk dengan harga yang diterima produsen untuk produk yang
sama. Analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya
dari setiap aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta
bagian harga yang diterima petani. Atau dengan kata lain, analisis marjin
pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi dari para pelaku
pemasaran yang terlibat dalam pemasaran atau distribusi suatu produk. Secara
matematis marjin pemasaran dapat dituliskan sebagai berikut (Sudiyono 2001).
Mji
=
Psi - Pbi , atau .................................................. (1)
Mji
=
bti + πi, atau..................................................... (2)
πi
=
Mji - bti ........................................................................................... (3)
Total marjin pemasaran (M) secara matematis ditulis sebagai berikut.
n
Mj
=
Σ Mji ................................................................ (4)
i=1
Keterangan :
Mji
Psi
Pbi
bti
πi
Mj
Pr
= marjin lembaga pemasaran tingkat ke i
= harga penjualan lembaga pemasaran di tingkat ke i
= harga pembelian lembaga pemasaran di tingkat ke i
= harga pemasaran lembaga pemasaran di tingkat ke i
= keuntungan lembaga pemasaran di tingkat ke i
= total marjin pemasaran
= harga di tingkat konsumen
20
Pf
= harga di tingkat produsen
Analisis Biaya Transaksi Dalam Pemasaran HHBK
Biaya transaksi ini cukup mahal karena banyaknya aktor yang terlibat di
dalamnya serta kompleksitas pengaturan dan biaya pengawasan yang ditimbulkan.
Analisis biaya transaksi dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat besarnya
biaya eksternalitas dari pemasaran HHBK di Kabupaten SBB Provinsi Maluku.
Komponen biaya transaksi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah biaya
untuk mendapatkan informasi harga, kualitas, dan jumlah produk HHBK,
koordinasi dengan pemasok, biaya memotivasi pelanggan, fee, komisi, cukai, dan
pajak.
Analisis Pendapatan Pelaku-Pelaku Pemasaran
Secara umum pendapatan merupakan hasil pengurangan antara penerimaan
total (total revenue) dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan. Penerimaan petani
maupun lembaga-lembaga pemasaran HHBK merupakan nilai dari penjualan
produksi total yang dihasilkan, dan untuk menghitungnya digunakan rumus
sebagai berikut:
Y = TR – BP – BT ............................................................. (8)
TR = P x Q ........................................................................... (9)
Keterangan:
Y
TR
BP
BT
P
Q
= pendapatan total
= total revenue (penerimaan total)
= biaya produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran
= biaya transaksi
= harga HHBK
= jumlah HHBK yang diproduksi atau dijual.
Strategi Pemasaran HHBK
Maksud penyusunan strategi kebijakan pemasaran adalah untuk memberikan
arahan dalam kegiatan memasarkan suatu produk. Untuk mendapatkan arahan
tersebut dilakukan SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat) sebagai
telaahan terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pelaksanaan
pemasaran produk HHBK. Responden dalam analisis ini adalah petani atau
produsen dan pemerintah daerah Kabupaten SBB Provinsi Maluku.
21
Langkah-langkah analisis SWOT (Rangkuti 2006) adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor-faktor internal seperti kekuatan
dan kelemahan, serta faktor-faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Data
diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan hasil kajian berkaitan
dengan pemasaran dan pengelolaan produk.
Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi pemasaran HHBK di
Kabupaten SBB Provinsi Maluku adalah:
a. Kekuatan
1). Ketersediaan sumberdaya
2). Kualitas produk
3). Jumlah produksi
4). Jarak lokasi produksi dengan ibu kota kabupaten dan atau provinsi
5). Ketersediaan tenaga kerja
b. Kelemahan
1). Kurangnya pengetahuan dan teknologi pengolahan
2). Kegiatan pemasaran yang belum efisien
3). Kurangnya promosi
4). Kesulitan memperoleh informasi pemasaran
5). Daya jangkau ke lokasi pemasaran yang cukup sulit
6). Rendahnya harga yang diterima dibandingkan dengan total biaya yang
dikeluarkan
7). Jaringan pemasaran yang masih terbatas
8). Rendahnya motivasi petani
Faktor-faktor eksternal yang diduga mempengaruhi pemasaran HHBK di
Kabupaten SBB Provinsi Maluku adalah:
a. Peluang
1). Peningkatan permintaan pasar dari tahun ke tahun
2). Dukungan pemerintah lewat kebijakan daerah dan nasional
3). Peningkatan harga produk dari tahun ke tahun
4). Tersedianya tenaga ahli baik dari pihak akademisi maupun pemerintah di
bidang pemanfaatan HHBK
22
b. Ancaman
1). Pesaing dari kabupaten atau provinsi lain
2). Potensi sumberdaya yang semakin menurun jika tidak dibarengi dengan
kegiatan budidaya
3). Ketergantungan terhadap pedagang dalam memasarkan produk
4). Rumitnya pengurusan ijin usaha Ketersediaan sumberdaya yang semakin
menurun jika tidak dibarengi dengan kegiatan budidaya
2. Penyusunan matriks
Pada tahap ini dilakukan penyusunan matriks untuk (1) analisis faktor strategi
internal (internal factor analysis strategic = IFAS) untuk kekuatan dan
kelemahan; (2) analisis strategi eksternal (external factor analysis strategic =
EFAS) untuk peluang dan ancaman.
Tabel 1 Matriks Faktor Strategi Internal
Faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Kekuatan (S)
S1
Sn
Jumlah
1
Kelemahan (W)
W1
Wn
Jumlah
1
Bobot x Rating
Sumber: Rangkuti, 2006
Tabel 2 Matriks Faktor Strategi Eksternal
Faktor Strategi Eksternal
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Peluang (O)
O1
On
Jumlah
1
Ancaman (T)
T1
Tn
Jumlah
1
Sumber: Rangkuti, 2006
23
Prosedur untuk menyusun matriks IFAS dan EFAS pada Tabel 1 dan Tabel 2
adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan faktor-faktor strategi internal dan eksternal dalam kolom 1.
b. Pemberian bobot untuk tiap faktor di kolom 2, dari 1.0 (sangat penting)
sampai 0.0 (tidak penting), berdasarkan atas pengaruh faktor tersebut
terhadap posisi strategis. Jumlah total semua bobot faktor internal adalah
1; demikian pula jumlah total bobot eksternal, tidak boleh melebihi 1.
c. Menghitung rating kolom 3 setiap faktor, dengan skala 4 (sangat
berpengaruh), 3 (berpengaruh), 2 (sedikit berpengaruh), dan 1 (tidak
berpengaruh). Pengaruh tersebut dihubungkan dengan pemasaran produk.
d. Mengalikan bobot kolom 2 dengan rating kolom 3 untuk memperoleh
faktor pembobotan kolom 4. hasilnya berupa skor pembobotan untuk
setiap faktor, yang nilainya bervariasi mulai dari 4 s/d 1.
e. Menjumlahkan skor kolom 4 untuk memperoleh nilai total skor
pembobotan. Nilai total menunjukan prioritas strategi yang tepat.
3. Analisis SWOT
Analisis ini dilakukan dengan menghubungkan keterkaitan pada setiap
komponen dari SWOT untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. Secara
singkat gambaran analisis SWOT dapat dilihat pada diagram analisis SWOT
berikut ini.
Berbagai Peluang
3. mendukung
strategi
turn-around
1. mendukung
strategi
agresif
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
4. mendukung
strategi
deferensif
2. mendukung
strategi
diversifikasi
Berbagai Ancaman
Gambar 2 Diagram Analisis SWOT (Rangkuti 2006)
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Geografis dan Iklim
Kabupaten SBB sebagian besar terletak di wilayah Pulau Seram. Kabupaten
yang berdiri sejak tahun 2003 ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Maluku
Tengah yang secara geografis terletak antara 20º 55’ - 30º 30’ Lintang Selatan dan
127 º - 55 º Bujur Timur
BUKAN KAYU DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
PROVINSI MALUKU
FENTIE JULLIANTI SALAKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Kebijakan Pemasaran
Hasil Hutan Bukan Kayu di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku
adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2010
Fentie Jullianti Salaka
NRP E151070121
ABSTRACT
FENTIE JULLIANTI SALAKA. Marketing Policy Strategy for Non Timber
Forest Products at Seram Bagian Barat District, Maluku Province. Under direction
of BRAMASATO NUGROHO and DODIK R. NURROCHMAT.
Non timber forest products (NTFPs) have important social and economic
values for society in developing countries who often depend on NTFPs for their
livelihood. The purpose of this research was to formulate the marketing policy
strategy of NTFPs. The research was carried out in selected locations of Seram
Bagian Barat District, Maluku Province. Primary and secondary data was
collected by exploratory and observation method. The results showed that the
marketing strategies of NTFPs are give priority to marketing and product
development. Marketing policy could be implemented are need to: 1) increase
quantity and quality of NTFPs; 2) strengthen market information; 3) increase the
quality of human resources; 4) financial support to the farmer; 5) strengthen the
promotion; 6) simple management handling of utilization permission.
Key words: NTFPs, marketing, strategy, policy
RINGKASAN
FENTIE JULLIANTI SALAKA. Strategi Kebijakan Pemasaran Hasil Hutan
Bukan Kayu di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku. Dibimbing oleh
BRAMASTO NUGROHO dan DODIK RIDHO NURROCHMAT.
Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) merupakan salah satu daerah
pemekaran di wilayah Provinsi Maluku berdasarkan Undang-Undang Nomor 40
tahun 2003. Wilayah ini memiliki hutan yang cukup luas dengan beragam potensi
di dalamnya yang jika dikelola dengan baik dapat memberikan tambahan
pendapatan bagi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, serta menjadi salah
satu sumber pendapatan daerah. Selain hasil hutan kayu, wilayah ini juga
memiliki potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti minyak kayu putih,
kopal, rotan, gaharu, dan lain-lain.
HHBK secara umum berperan tidak hanya pada aspek ekologis, tetapi juga
pada aspek ekonomis dan sosial budaya. Dari aspek ekologis, HHBK merupakan
bagian dari ekosistem hutan dan mempunyai fungsi dan peran tertentu yang ikut
menunjang keberlangsungan dari ekosistem tersebut. Dari aspek ekonomis,
HHBK dapat menjadi salah satu sumber penghasilan bagi masyarakat maupun
pemerintah. Sedangkan dari aspek sosial budaya, masyarakat ikut dilibatkan
dalam pemanfaatan dan pengolahan HHBK. Di samping itu, dengan adanya
kegiatan produksi dan pengolahan HHBK, maka dapat menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang cukup besar sehingga dapat mengurangi angka pengangguran.
Pemasaran merupakan salah satu komponen penting dalam pemanfaatan dan
pengembangan produk-produk HHBK. Bagaimanapun juga, untuk meningkatkan
status penghidupan dan ekonomi petani, produk-produk tersebut harus dijual.
Tanpa adanya pemasaran, maka HHBK yang dipungut atau diproduksi oleh petani
tidak akan bergerak dan tidak akan pernah maju selain hanya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari petani saja.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi kebijakan pemasaran
HHBK di Kabupaten SBB Provinsi Maluku yang dapat menjadi arahan
pengembangan HHBK di wilayah ini. Hal-hal yang perlu diketahui dan dianalisis
sebelum merumuskan strategi kebijakan pemasaran adalah kondisi pemasaran
HHBK itu sendiri, faktor-faktor internal dan eksternal pemasaran HHBK, serta
peta permasalahan pemasaran HHBK yang akan digunakan sebagai dasar
perumusan strategi kebijakan.
Efisiensi pemasaran HHBK di Kabupaten SBB Provinsi Maluku akan
dianalisis dengan menggunakan beberapa indikator, yaitu saluran pemasaran,
struktur pasar, marjin pemasaran, pendapatan pelaku-pelaku pemasaran, dan biaya
transaksi. Sementara itu, untuk merumuskan strategi pemasaran dilakukan analisis
SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat) sebagai telaahan terhadap
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pelaksanaan pemasaran produk
HHBK (Rangkuti, 2006)
Analisis saluran pemasaran menunjukan bahwa pasar HHBK di Kabupaten
SBB masih sangat terbuka, baik pasar lokal maupun antar daerah. Pasar lokal
meliputi para pedagang, baik pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang
besar, pedagang eceran, dan konsumen akhir di dalam dan di luar Seram Bagian
Barat. Pasar antar daerah meliputi beberapa daerah tujuan pemasaran dimana
terdapat industri-industri pengolahan yang menggunakan HHBK sebagai bahan
baku. Hasil analisis saluran pemasaran juga menunjukkan bahwa lembaga
pemasaran yang paling penting dalam pemasaran HHBK di Kabupaten SBB
adalah pedagang pengumpul.
Struktur pasar HHBK di Kabupaten SBB adalah oligopsoni. Proporsi jumlah
produsen minyak kayu putih, kopal, gaharu, dan rotan lebih banyak dari pada
pelaku pemasaran lainnya. Produk yang diperjualbelikan adalah heterogen dalam
kualitas. Informasi pasar bersifat asimetrik, dimana petani masih kesulitan untuk
memperoleh informasi pasar dan harga HHBK yang diperjual-belikan berkaitan
dengan jenis dan kualitas produk HHBK yang diproduksi.
Hasil analisis marjin pemasaran, pendapatan pelaku pemasaran, dan biaya
transaksi menunjukan bahwa pemasaran HHBK di Kabupaten SBB tidak efisien.
Besarnya keuntungan yang diperoleh tiap pelaku pemasaran belum proporsional,
dimana petani memperoleh keuntungan terkecil dibandingkan dengan pelaku
pemasaran lainnya. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan petani
untuk mengakses informasi harga dan pemasaran, rendahnya kemampuan mereka
tentang jenis dan kualitas HHBK, kelemahan dalam menahan stok, dan
ketergantungan terhadap pedagang dalam memasarkan produk, sehingga
menempatkan mereka pada dalam posisi tawar yang lemah dalam proses
penentuan harga.
Strategi pemasaran HHBK di Kabupaten SBB sesuai hasil analisis SWOT
dan peta permasalahan pemasaran adalah pengembangan pemasaran dan
pengembangan produk HHBK, dengan melaksanakan kebijakan: a) Peningkatan
kuantitas dan kualitas produksi HHBK; b) Penguatan informasi pemasaran; c)
Peningkatan kualitas SDM petani melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan; d)
Peningkatan pemberian bantuan modal usaha, khususnya kepada petani minyak
kayu putih; e) Peningkatan kegiatan promosi pada level provinsi dan nasional; f)
Penciptaan suatu mekanisme pengurusan izin yang mudah dan cepat.
Kata kunci: HHBK, pemasaran, strategi, kebijakan
Ⓒ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI KEBIJAKAN PEMASARAN HASIL HUTAN
BUKAN KAYU DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
PROVINSI MALUKU
FENTIE JULLIANTI SALAKA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
Judul Tesis
Nama
NRP
: Strategi Kebijakan Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu di
Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku
: Fentie Jullianti Salaka
: E151070121
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS
Ketua
Dr. Ir. Dodik R. Nurrochmat, M.Sc.F.Trop.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan Hutan
Dr. Ir. Hariadi Kartodiharjo, MS
MS
Tanggal Ujian : 24 Maret 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa atas segala
kasih dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul ”Strategi Kebijakan
Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi
Maluku” berhasil diselesaikan penulis.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan tidak lepas dari
dukungan moral dan material dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Dr. Ir. Dodik R. Nurrochmat, M.Sc F.Trop
selaku dosen pembimbing, yang dengan sabar dan ikhlas membimbing penulis
selama proses penulisan tesis.
2. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS selaku penguji luar komisi yang telah memberikan
saran untuk perbaikan.
3. Papa dan Mama, Bei, adik-adikku Vin, Lisa, dan Nita, serta seluruh keluarga
untuk kasih sayang dan dukungan.
4. Pemerintah Provinsi Maluku dan Yayasan Bantuan Pendidikan Maluku yang
telah membantu memberikan bantuan biaya studi dan biaya penelitian.
5. Teman-temanku Sylva’01 Unpatti, khususnya Mike, Jane, Echa, Bala, dan
Tomas untuk kasih sayang, dukungan dan bantuan dalam penelitian.
6. Keluarga Om Mon Putirulan dan Bu Edi Penturi untuk semua bantuan selama
penelitian.
7. Teman-teman IPH 2007 (Mba Tuti, Mba Eka, Mba Nunik, Mba Lia, Mba
Nunung, Mba Puji, Mba Yuni, Mba Endah, Pak Yan, Abang Syarif, Pak
Ahyar, Pak Langgeng, Lee, Pak Ari, Abang Is, Pak Rudi, Pak Kuncoro, Pak
Jaya, Pak Zulfikar, dan Rato) untuk semua bantuan dan dukungannya selama
penulis menjalani pendidikan.
8. BPS, BAPPEDA, Dinas Kehutanan, Disperindag, dan Pemda (Provinsi
Maluku dan Kabupaten SBB) serta semua pihak yang membantu dalam
pengumpulan data dan penyelesaian tulisan ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2010
Fentie J. Salaka
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 26 Oktober 1983 dari ayah
Drs. Jonas Salaka dan ibu Magdalena Talahaturuson/Salaka. Penulis merupakan
putri pertama dari empat bersaudara.
Setelah lulus dari SMU Negeri 7 Ambon, pada tahun 2001 penulis
melanjutkan pendidikan sarjana pada Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon. Pada tahun 2007,
penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan pada Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ..........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
i
ii
iii
iv
v
PENDAHULUAN ..............................................................................................
Latar belakang ..............................................................................................
Perumusan Masalah .....................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................
Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................................
1
1
3
4
4
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ..............................................................
Pemasaran ....................................................................................................
Analisis SWOT .............................................................................................
Tinjauan Studi Terdahulu..............................................................................
7
7
8
14
15
METODE PENELITIAN ...................................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................
Metode Pengumpulan Data ...........................................................................
Defenisi Operasional Penelitian ...................................................................
Metode Analisis Data ....................................................................................
17
17
17
17
18
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................................. 24
Keadaan Geografis dan Iklim ...................................................................... 24
Keadaan Sosial Ekonomi ............................................................................. 25
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
Kondisi Umum Pemanfaatan HHBK di Kabupaten Seram Bagian Barat ....
Pemasaran ....................................................................................................
Strategi Kebijakan Pemasaran HHBK .........................................................
28
28
31
41
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 57
Simpulan ...................................................................................................... 57
Saran ............................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 59
LAMPIRAN ....................................................................................................... 62
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Matriks faktor strategi internal .......................................................... 22
Tabel 2. Matriks faktor strategi eksternal........................................................ 22
Tabel 3. Jarak ibukota kecamatan dengan ibukota Kabupaten SBB .............. 24
Tabel 4. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten SBB ............................ 25
Tabel 5. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di
Kabupaten SBB ................................................................................ 25
Tabel 6. Penduduk Berusia 10 tahun ke atas di Kabupaten SBB menurut
kegiatan utama dan jenis kelamin, 2005 dan 2006 .......................... 26
Tabel 7. Persentase Penduduk 10 tahun ke atas yang bekerja di Kabupaten
SBB menurut lapangan usaha utama ................................................ 27
Tabel 8. Sebaran
marjin
pemasaran
pada
masing-masing
lembaga
pemasaran HHBK ............................................................................ 37
Tabel 9. Rata-rata pendapatan dan biaya bulanan pelaku-pelaku pemasaran
HHBK .............................................................................................. 38
Tabel 10. Rata-rata biaya transaksi dalam pemanfaatan HHBK di SBB ......... 40
Tabel 11. Rekapitulasi hasil analisis faktor internal pemasaran HHBK di
Kabupaten SBB ................................................................................ 43
Tabel 12. Rekapitulasi hasil analisis faktor eksternal pemasaran HHBK di
Kabupaten SBB ................................................................................ 44
Tabel 13. Peta Permasalahan Pemasaran HHBK di Kabupaten SBB
Berdasarkan Temuan Studi .............................................................. 51
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................... 6
Gambar 2. Diagram Analisis SWOT .................................................................. 23
Gambar 3. Pola Saluran Pemasaran Minyak Kayu Putih di SBB ....................... 32
Gambar 4. Pola Saluran Pemasaran Kopal di SBB ............................................ 33
Gambar 5. Pola Saluran Pemasaran Gaharu di SBB .......................................... 34
Gambar 6. Pola Saluran Pemasaran Rotan di SBB ............................................ 35
Gambar 7. Matriks Analisis SWOT Pemasaran HHBK di SBB ........................ 44
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian ................................................................. 62
Lampiran 2. Produksi hasil hutan bukan kayu Indonesia tahun 1997/19982006 ............................................................................................. 63
Lampiran 3. Ekspor hasil hutan bukan kayu Indonesia tahun 2002-2006 ...... 64
Lampiran 4. Rata-rata pendapatan dan biaya bulanan pelaku pemasaran
Minyak K. Putih .......................................................................... 65
Lampiran 5. Rata-rata pendapatan dan biaya bulanan pelaku pemasaran
kopal ........................................................................................... 66
Lampiran 6. Rata-rata pendapatan dan biaya bulanan pelaku pemasaran
gaharu ......................................................................................... 67
Lampiran 7. Rata-rata pendapatan dan biaya bulanan pelaku pemasaran
rotan ........................................................................................... 68
Lampiran 8. Rekapitulasi hasil analisis faktor internal dan eksternal
pemasaran HHBK di SBB dari sudut pandang pemerintah ....... 69
Lampiran 9. Rekapitulasi hasil analisis faktor internal dan eksternal
pemasaran HHBK di SBB dari sudut pandang petani ............... 70
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan
kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Istilah Hasil
Hutan Non Kayu semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan yang
berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus
yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai
komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri.
Definisi HHBK seperti dirumuskan oleh pemerintah melalui Departemen
Kehutanan (Permenhut: 35/MENHUT-II/2007) adalah hasil hutan baik nabati dan
hewani beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu. Pada umumnya
HHBK merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun,
kulit, buah dan lain-lain atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat
khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain.
Adapun
HHBK
yang
dimanfaatkan
dan
memiliki
potensi
untuk
dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut Sumadiwangsa (2000) dalam Sudarmalik
et al. (2006) dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
1. Getah-getahan : Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet alam
dan lain-lain,
2. Tanin : Pinang, Gambir, Rhizophora, Bruguiera, dan lain-lain,
3. Resin : Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar mata kucing, Damar batu,
Damar rasak, Kemenyan dan lain-lain,
4. Minyak atsiri : Minyak gaharu, Minyak kayu putih, Minyak Keruing, Minyak
lawang, Minyak kayu manis,
5. Madu : Apis dorsata, Apis melliafera,
6. Rotan dan Bambu : Segala jenis rotan, Bambu dan Nibung,
7. Penghasil Karbohidrat : Sagu, Aren, Nipah, Sukun dan lain-lain,
8. Hasil Hewan : Sutra alam, Lilin lebah, Aneka hewan yang tidak dilindungi,
9. Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias: Aneka tumbuhan obat dari hutan,
anggrek hutan, palmae, pakis dan lain-lain.
Pemungutan HHBK umumnya merupakan kegiatan tradisional dari
masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan
8
pemungutan HHBK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan
masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan
berbagai getah kayu seperti getah kayu Agathis (kopal), atau getah kayu lainnya.
Pemasaran
Pasar adalah pembeli atau konsumen potensial yang mempunyai keinginan,
kemampuan, dan kewenangan untuk melakukan transaksi. Pasar oleh Roshetko
dan Yuliyanti (2001) didefinisikan sebagai keseluruhan permintaan dari suatu
produk di suatu tempat dan waktu yang ditentukan, dalam kondisi yang spesifik.
Jelaslah bahwa pasar suatu produk tidak selalu sama dengan pasar produk lain;
pasar pada suatu tempat tidak selalu sama dengan di tempat lain; pasar pada waktu
tertentu tidak selalu sama dengan pasar pada kurun waktu yang lain. Selain itu,
pasar adalah dinamis. Kondisi dan interaksinya selalu berubah. Pasar sekarang,
sekalipun untuk produk yang sama, mungkin saja sangat berbeda dengan pasar
tahun sebelumnya. Oleh sebab itu, penting untuk memelihara hubungan pasar dan
memperbaharui informasi pasar secara berkesinambungan.
Pemasaran atau sering juga disebut tataniaga adalah suatu proses pertukaran
yang meliputi kegiatan untuk memindahkan barang atau jasa dari produsen ke
konsumen (Azzaino 1980 dalam Qurniati 2002). Pemasaran menciptakan ”time
utility”, ”place utility”, dan ”possession utility” (Wasis 1992).
Terdapat empat pendekatan dalam menganalisis pemasaran yang digunakan
secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri (Limbong dan Sitorus 1987),
yaitu sebagai berikut:
1). Pendekatan fungsi, yaitu pendekatan yang mempelajari fungsi pemasaran apa
yang dilakukan oleh pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran.
Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi
fasilitas.
2). Pendekatan lembaga, yaitu pendekatan yang mempelajari bermacam-macam
lembaga yang terlibat dalam proses penyaluran komoditas dari produsen ke
konsumen. Pelaku-pelaku itu adalah pedagang perantara yang terdiri dari
pedagang pengumpul dan pengecer, pedagang spekulan, pengolah dan
organisasi-organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran.
9
3). Pendekatan barang, yaitu pendekatan yang menekankan perhatian terhadap
kegiatan atau tindakan yang diperlakukan terhadap barang dan jasa selama
proses penyampaiannya mulai dari titik produsen sampai ke titik konsumen.
Pendekatan barang hanya menekankan pada barang atau jasa yang hendak
diamati.
4). Pendekatan sistem, yaitu pendekatan yang mempelajari suatu kumpulan
komponen-komponen
yang bekerja bersama-sama
dalam suatu cara
organisasi. Komponen-komponen tersebut terdiri dari struktur pasar, perilaku
pasar, dan keragaan pasar.
Fungsi-fungsi pemasaran
yang
dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga
pemasaran menurut Sudiyono (2001) pada prinsipnya digolongkan ke dalam tiga
tipe fungsi pemasaran, yaitu sebagai berikut.
1). Fungsi pertukaran, adalah kegiatan memperlancar perpindahan hak milik dari
barang atau jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri dari dua fungsi yaitu
fungsi pembelian dan fungsi penjualan.
2). Fungsi fisik, adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan
barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu.
Fungsi fisik meliputi fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan, dan fungsi
pengangkutan.
3). Fungsi penyediaan fasilitas, adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk
memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen ke konsumen.
Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan
resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.
Efisiensi Pemasaran
Sistem pemasaran yang efisien menurut Mubyarto (1998) adalah (1) mampu
menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya yang
semurah-murahnya, dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari
keseluruhan harga yang harus dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak
yang ikut serta dalam produksi dan pemasaran komoditi tersebut.
Menurut Purcell (1979), ada dua tipe efisiensi dalam kaitannya dengan
pemasaran, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi teknis merujuk
10
pada hubungan input-output yang terlibat dalam tugas pemanfaatan produksi di
seluruh sistem pemasaran. Di sini biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses
untuk membawa suatu komoditi ke tangan konsumen meliputi biaya angkutan,
biaya penyimpanan, dan biaya pengubahan bentuk. Sedangkan efisiensi harga
merupakan konsep yang merujuk pada kemampuan sistem untuk mempengaruhi
perubahan dan mendorong alokasi ulang sumberdaya-sumberdaya agar dapat
mempertahankan kesesuaian dengan apa yang dibutuhkan konsumen. Mekanisme
harga berfungsi sebagai sistem komunikasi untuk meneruskan informasi mengenai
keinginan masyarakat konsumen kepada produsen.
Efisiensi pemasaran juga ditentukan oleh keadaan struktur pasar pada setiap
mata rantai saluran pemasaran. Untuk mengetahui struktur pasar tersebut harus
dilakukan pengamatan mengenai organisasi pasar. Secara umum organisasi pasar
digolongkan ke dalam tiga komponen, yaitu struktur pasar (market structure),
perilaku pasar (market conduct), dan keragaan pasar marjin pemasaran (market
performance).
Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan
keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu
pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti konsentrasi,
deskripsi product dan product differentation, syarat-syarat entry, dan sebagainya
(Limbong 1991 dalam Khairida 2002). Struktur pasar dicirikan oleh konsentrasi
pasar, diferensiasi produk, dan kebebasan keluar-masuk pasar. Pasar berdasarkan
strukturnya digolongkan atas pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak
sempurna. Pasar bersaing sempurna dicirikan oleh banyak jumlah penjual dan
pembeli; setiap penjual dan pembeli hanya menguasai sebagian kecil dari produk
yang ada di pasar, oleh karena itu satu orang penjual atau satu orang pembeli tidak
dapat mempengaruhi harga; produk yang dipasarkan homogen; pembeli dan
penjual bebas keluar masuk pasar. Pasar bersaing tidak sempurna menurut Dahl
dan Hammond (1997) dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pembeli
(konsumen) dan dari sisi penjual (produsen). Dari sisi pembeli diantaranya
termasuk pasar persaingan monopolistik, monopsoni, dan oligopsoni. Sedangkan
dilihat dari sisi penjual terdiri dari pasar monopoli dan oligopoli. Karakteristik
struktur pasar juga dapat dilihat dari pengetahuan yang diperlukan untuk
11
memasuki pasar, modal yang dibutuhkan, dan market share yang diperoleh
masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat.
Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga
pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan,
pembelian, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran (Saefudin
1981 dalam Khairida 2002). Perilaku pasar tersebut dilihat dari proses
pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari
lembaga pemasaran tersebut. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan
keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya dan marjin
pemasaran, serta jumlah komoditas yang diperdagangkan (Dahl dan Hammond
1977).
Keragaan marjin pemasaran merupakan perbedaan harga di berbagai
tingkatan sistem pemasaran. Marjin pemasaran didefenisikan sebagai perbedaan
harga di tingkat petani dan pengecer (Dahl dan Hammond 1977).
Saluran Pemasaran
American Marketing Association (AMA) mendefenisikan saluran pemasaran
sebagai suatu jaringan terorganisir dari badan-badan dan lembaga-lembaga yang
dalam bentuk kombinasi melaksanakan semua kegiatan untuk menghubungkan
semua produsen dengan semua pengguna untuk menyelesaikan tugas-tugas
pemasaran (Limbong dan Sitorus 1987). Panjang pendeknya saluran pemasaran
suatu barang niaga ditandai dengan berapa banyaknya pedagang perantara yang
dilaluinya sejak dari produsen hingga konsumen akhir.
Panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu produk
bergantung pada jarak antara produsen ke konsumen, cepat-tidaknya produk
rusak, skala produksi, keuangan pengusaha, dan lain-lain. Dalam pemasaran suatu
komoditi terlibat beberapa badan atau lembaga mulai dari produsen, lembagalembaga perantara, dan konsumen. Sebagian besar produsen bekerjasama dengan
perantara pemasaran untuk membawa produk mereka ke pasar. Perantara
pemasaran tersebut membentuk suatu saluran pemasaran (disebut juga saluran
distribusi atau saluran perdagangan). Badan atau lembaga yang berusaha dalam
bidang pemasaran untuk memperlancar distribusi suatu komoditi dikenal sebagai
12
perantara (midlement intermediary). Badan atau lembaga ini dapat berbentuk
perseorangan, perserikatan, ataupun perseroan.
Marjin Pemasaran
Dahl dan Hammond (1977) mendefenisikan marjin pemasaran sebagai
perbedaan harga tingkat petani dengan harga tingkat pengecer. Sedangkan nilai
marjin pemasaran adalah perkalian antara marjin pemasaran dengan jumlah
produk yang dipasarkan atau mengandung pengertian marketing cost dan
marketing charges. Tingginya marjin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang
berpengaruh dalam proses kegiatan pemasaran antara lain ketersediaan fasilitas
fisik pemasaran, yaitu pengangkutan,
penyimpanan, pengolahan, resiko
kerusakan, dan lain-lain.
Konsep marjin pemasaran berkaitan erat dengan bagian harga yang diterima
oleh petani, yang dinyatakan dalam persentase. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui porsi harga yang berlaku di tingkat konsumen yang dinikmati petani.
Sistem harga dan mekanisme pembentukan harga ditentukan lebih banyak
oleh faktor waktu, tempat, dan pasar yang akan mempengaruhi keadaan
penawaran dan permintaan. Pembentukan harga suatu komoditi pada setiap
tingkat pasar tergantung pada struktur pasar tersebut (Dahl dan Hammond 1997).
Salah satu indikasi untuk menentukan apakah suatu sistem pemasaran
efisien atau tidak adalah dengan membandingkan nilai nisbah marjin keuntungan
pemasaran antara lembaga pemasaran yang satu dengan lembaga pemasaran yang
lain. Apabila nilai nisbah marjin keuntungan antar lembaga pemasaran adalah
sama, maka sistem pemasaran tersebut dapat dikatakan efisien. Demikian pula
sebaliknya, jika selisih nilai nisbah marjin keuntungan antar lembaga-lembaga
pemasaran adalah tidak sama dengan nol, maka sistem pemasaran tersebut
dikatakan belum efisien (Triaksono 1995 dalam Qurniati Q 2002).
Indikator marjin pemasaran sering digunakan dalam analisis efisiensi
pemasaran karena melalui analisis marjin pemasaran dapat diketahui tingkat
efisiensi operasional serta efisiensi harga (ekonomi) pemasaran (Saefuddin 1981
dalam Khairida 2002). Selanjutnya dijelaskan oleh Hamim (1989) dalam Khairida
(2002) bahwa keuntungan penggunaan analisis marjin pemasaran adalah dapat
13
diketahui (1) perbandingan bagian keuntungan dari masing-masing lembaga yang
terlibat dalam proses pemasaran, (2) perbandingan bagian keuntungan dan biaya
pemasaran, apakah cukup logis atau tidak dari berbagai lembaga yang terlibat, dan
(3) bagaimana struktur pasar komoditas tersebut baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Konsep Pendapatan Pelaku-Pelaku Pemasaran
Pendapatan secara umum dapat didefenisikan sebagai keuntungan dari
pengurangan antara penerimaan total penjualan dengan biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa biaya-biaya yang
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap seperti sewa tanah,
pembelian alat-alat, dan lain-lain serta biaya tidak tetap seperti biaya untuk
pembayaran
tenaga
kerja.
Tujuan
analisis
pendapatan
adalah
untuk
menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan dan tindakan.
Biaya Transaksi dalam Pemasaran
Adanya informasi yang asimetrik menyebabkan faktor utama yang
mempengaruhi opsi individu atau kelompok dalam menentukan apakah suatu
transaksi akan dilakukan dalam sistem pasar atau dalam sistem organisasi nonpasar ataupun jenis kelembagaan lainnya adalah besarnya biaya transaksi (Anwar
1997). Biaya transaksi diartikan dalam dua dimensi, yaitu frictionlessness dan
explication (Williamson 1985 dalam Haris et al. 2000). Frictionlessness diartikan
sebagai biaya yang berhubungan dengan friksi secara fisik dari suatu produk yang
ditransaksikan. Sedangkan explication menyangkut biaya yang berhubungan
dengan informasi, negosiasi, pemantauan, koordinasi, dan enforcement dari
kontrak.
Biaya transaksi dikelompokkan oleh Hobbs (1997) dalam Kurniawan (2003)
ke dalam tiga jenis, yaitu biaya informasi, biaya negosiasi, dan biaya pemantauan
(enforcement cost). Biaya informasi bersifat ex-ante pada suatu pertukaran
termasuk di dalamnya biaya untuk menentukan mitra dalam pertukaran, yang
sering menimbulkan persoalan buruknya pilihan (adverse selection), biaya
mengumpulkan informasi harga, kualitas dan jumlah suatu produk. Biaya
14
negosiasi adalah biaya untuk melakukan transaksi secara fisik termasuk biaya
komisi, biaya negosiasi syarat-syarat kontrak pertukaran dan biaya membuat
kontrak formal. Biaya pemantauan timbul secara ex-post dari suatu pertukaran
meliputi biaya pemantauan pelaksanaan syarat-syarat kontrak seperti standar
kualitas produk dan cara pembayaran, akibat adanya persoalan bencana moral.
Keterbatasan individu untuk memperoleh informasi yang lengkap serta
keterbatasan kemampuan untuk mengolah informasi yang ada dalam keadaan
ketidakpastian, cenderung membuat individu itu mengarah pada perilaku yang
bersifat oportunistik. Hal ini menyebabkan timbulnya konsep biaya transaksi yang
didasarkan pada asumsi bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam
menentukan pilihannya.
Dalam suatu proses perdagangan, adanya biaya transaksi akan memperkecil
keuntungan yang diperoleh oleh pelaku-pelaku perdagangan. Biaya-biaya
transaksi proporsional menciptakan suatu kesenjangan antara harga pembelian dan
harga penjualan. Semakin tingginya biaya transaksi maka semakin kecil volume
agregat perdagangan dan dengan adanya biaya transaksi yang tinggi menyebabkan
tidak terjadinya pertukaran di seluruh pasar (Hirshleifer 1985 dalam Sukmadinata
1995). Hal ini dapat diartikan bahwa tingginya biaya transaksi akan menyebabkan
tidak efisiennya suatu sistem pemasaran, karena akan memperkecil bagian yang
akan diterima oleh suatu lembaga pemasaran.
Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan alternatif untuk mengidentifikasikan berbagai
faktor secara sistematis dalam memformulasikan kebijakan strategis. Hal ini
karena kebijakan yang baik disusun berdasarkan atas telaahan tentang kondisi dan
kenyataan yang ada di lapangan, untuk dikaji berbagai faktor yang menjadi
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Selain itu, perlu dicermati berbagai
faktor yang mungkin akan muncul di kemudian hari, sehingga diharapkan ada
antisipasi terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi (Rangkuti 2006).
Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu kegiatan, didasarkan pada
logika
untuk
memaksimalkan
kekuatan
dan
peluang;
sekaligus
dapat
15
meminimalkan kelemahan dan ancaman. Selanjutnya dikatakan bahwa proses
pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi,
tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan.
Rangkuti (2006) menjelaskan bahwa SWOT adalah singkatan dari
lingkungan internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal
Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT
membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman
(threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
Tinjauan Studi Terdahulu
HHBK dari aspek ekonomi dapat berperan sebagai salah satu sumber
penghasilan baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Beberapa penelitian
tentang HHBK di wilayah Maluku telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya, diantaranya adalah aspek ekonomi pengolahan minyak kayu putih
(Maarthen 1998), nilai ekonomi total hutan kayu putih (Parera 2005), dan
hubungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani petani minyak kayu
putih (Puttileihalat 2007).
Maarthen (1998) mengambil lokasi penelitian pada Kecamatan Buru Utara
Timur, Kabupaten Maluku Tengah (sekarang adalah Kabupaten Buru). Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa usahatani penyulingan minyak kayu putih di
lokasi penelitian yang masih bersifat tradisional ternyata sangat menguntungkan
bagi petani penyuling dilihat dari pendapatan yang diperoleh dalam setahun
sebesar Rp 7 788 758. Hasil analisis kepekaaan terhadap perubahan peningkatan
dan penurunan harga sebesar 10 persen dari harga semula menunjukkan
keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif.
Hasil penelitian Parera (2005) menunjukkan bahwa nilai ekonomi total
hutan kayu putih di Desa Piru Kabupaten Seram Bagian Barat adalah
Rp 1 556 719/ha/tahun dimana nilai ekonomi yang terbesar diperoleh dari nilai
guna langsung (nilai daun kayu putih, nilai kayu bakar, dan nilai air), yaitu
Rp 1 530 637/ha/tahun (98,45 %). Kontribusi hutan kayu putih terhadap
pendapatan rumah tangga 55,75 % atau Rp 4 907 000/tahun, dan terhadap
pendapatan daerah adalah 95,99 % atau Rp 240 314 000/tahun.
16
Puttileihalat (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara perilaku komunikasi (sentralitas lokal, sentralitas global,
kebersamaan, keterdedahan media massa) dengan perilaku usahatani petani
minyak kayu putih (pengetahuan, sikap, dan tindakan) di Desa Piru, Kabupaten
SBB. Hal ini berarti bahwa perilaku komunikasi dapat menentukan perilaku petani
dalam melakukan kegiatan usahatani penyulingan minyak kayu putih dengan cara
komunikasi interpersonal melalui hubungan-hubungan interpersonal petani
(kontak dengan sesama petani, kontak dengan penyuluh, kontak dengan kepala
desa, dan kontak dengan sumber-sumber informasi lainnya) dan keterdedahan
petani pada media massa. Hal ini dapat memberikan efek pada pengetahuan,
sikap dan tindakan petani, yang mengarah pada proses perubahan tingkah laku
dalam pelaksanaan kegiatan usahatani penyulingan minyak kayu putih. Dengan
demikian, komunikasi interpersonal melalui hubungan-hubungan interpersonal
petani dan keterdedahan petani pada media massa dapat menjadi kunci
keberhasilan petani dalam pengembangan usahatani minyak kayu putih di Desa
Piru.
Beberapa penelitian lain tentang HHBK, selain yang disebutkan di atas,
yang pernah dilakukan di Provinsi Maluku lebih banyak difokuskan kepada aspek
pengolahan dan budidaya minyak kayu putih, antara lain dilakukan oleh Siaila
(2004) dan Soukotta (2001). Siaila (2004) memfokuskan penelitiannya pada
pengaruh masak fisiologis kayu terhadap rendemen minyak kayu putih, sedangkan
Soukotta (2001) memfokuskan penelitiannya pada pengaruh alelopati ekstrak akar
kayu putih terhadap pertumbuhan anakan Lamtoro gung (Leucaena leucephala,
Lam de witt).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi
Maluku, dimana responden petani dipilih dari desa-desa penghasil HHBK minyak
kayu putih, rotan, kopal, dan gaharu. Desa-desa yang terpilih yaitu Desa Kairatu,
Desa Piru, Desa Eti, dan Desa Morekau. Pemilihan desa ini didasarkan pada data
penyebaran potensi HHBK per kabupaten di Provinsi Maluku. Sedangkan lokasi
untuk menentukan responden pedagang ditelusuri melalui jalur-jalur pemasaran
HHBK. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2009.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi di lapangan dan wawancara
langsung dengan petani, pelaku-pelaku pasar, serta instansi yang terkait untuk
mendapatkan data primer maupun data sekunder. Data primer meliputi harga di
tingkat petani, harga di tingkat pengecer, biaya-biaya pemasaran serta semua data
input output usahatani. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran pustaka
atau laporan yang ada pada instansi-instansi terkait dengan pemasaran HHBK.
Pemilihan responden petani dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja
(purposive), sementara responden pedagang pengumpul dan pedagang besar (baik
di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten), ataupun lembaga-lembaga
pemasaran lain dilakukan dengan snowball sampling yaitu dengan menelusuri
jalur-jalur pemasaran HHBK mulai dari tingkat petani. Responden lain dalam
penelitian ini yaitu pegawai pemerintahan Kabupaten SBB Provinsi Maluku
(Dinas Kehutanan).
Defenisi Operasional Penelitian
1. Pasar adalah pembeli atau konsumen potensial yang mempunyai keinginan,
kemampuan, dan kewenangan untuk melakukan transaksi.
2. Pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan mulai dari perencanaan,
penentuan harga, dan distribusi komoditi dari petani sampai ke konsumen.
18
3. Saluran-saluran pemasaran adalah lembaga-lembaga pemasaran yang dilalui
oleh komoditi mulai dari produsen (petani) ke konsumen.
4. Marjin pemasaran; marjin pemasaran total adalah perbedaan harga antara
konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh petani. Marjin pemasaran di
setiap tingkat lembaga pemasaran adalah selisih harga beli dengan harga jual
dari masing-masing tingkat lembaga yang bersangkutan.
5. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang langsung membeli atau
mengumpulkan HHBK dari beberapa petani untuk dijual kembali kepada
pedagang grosir atau pedagang pengecer, dan industri pengolahan.
6. Pedagang besar adalah pedagang di daerah pusat industri yang melayani
penjualan kepada industri pengolahan.
7. Pedagang grosir adalah pedagang yang melayani penjualan secara grosir
kepada pedagang pengecer dan konsumen akhir.
8. Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual secara eceran kepada
konsumen akhir.
10. Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses
pemasaran.
11. Biaya transaksi adalah seluruh biaya atau ongkos yang timbul karena interaksi
dengan pihak lain terkait kegiatan pemasaran.
12. Harga jual adalah masing-masing harga penjualan di tingkat petani, pedagang
pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan industri.
13. Harga beli adalah masing-masing harga pembelian di tingkat
pedagang
pengumpul, pedagang besar, industri, pedagang pengecer dan konsumen akhir.
Metode Analisis Data
Analisis Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran HHBK di Provinsi Maluku akan ditelusuri dari tingkat
petani sampai konsumen. Alur pemasaran produk-produk tersebut akan dijadikan
dasar untuk menggambarkan pola saluran pemasaran HHBK di Provinsi Maluku.
Dalam analisis ini dapat diketahui berapa banyak lembaga pemasaran yang
terlibat dan bentuk atau pola pemasaran yang terjadi. Perbedaan terhadap saluran
19
pemasaran yang dilalui oleh suatu produk akan mempengaruhi pendapatan yang
akan diterima oleh tiap-tiap lembaga pemasaran.
Analisis Struktur Pasar
Parameter yang digunakan untuk analisis struktur pasar yaitu:
1. Jumlah dan besar pembeli dan penjual yang terlibat dalam pemasaran HHBK.
2. Keadaan produk yang diperjualbelikan.
3. Mudah tidaknya untuk mengetahui informasi pasar.
4. Mudah tidaknya untuk keluar-masuk pasar.
Analisis Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen
akhir suatu produk dengan harga yang diterima produsen untuk produk yang
sama. Analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya
dari setiap aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta
bagian harga yang diterima petani. Atau dengan kata lain, analisis marjin
pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi dari para pelaku
pemasaran yang terlibat dalam pemasaran atau distribusi suatu produk. Secara
matematis marjin pemasaran dapat dituliskan sebagai berikut (Sudiyono 2001).
Mji
=
Psi - Pbi , atau .................................................. (1)
Mji
=
bti + πi, atau..................................................... (2)
πi
=
Mji - bti ........................................................................................... (3)
Total marjin pemasaran (M) secara matematis ditulis sebagai berikut.
n
Mj
=
Σ Mji ................................................................ (4)
i=1
Keterangan :
Mji
Psi
Pbi
bti
πi
Mj
Pr
= marjin lembaga pemasaran tingkat ke i
= harga penjualan lembaga pemasaran di tingkat ke i
= harga pembelian lembaga pemasaran di tingkat ke i
= harga pemasaran lembaga pemasaran di tingkat ke i
= keuntungan lembaga pemasaran di tingkat ke i
= total marjin pemasaran
= harga di tingkat konsumen
20
Pf
= harga di tingkat produsen
Analisis Biaya Transaksi Dalam Pemasaran HHBK
Biaya transaksi ini cukup mahal karena banyaknya aktor yang terlibat di
dalamnya serta kompleksitas pengaturan dan biaya pengawasan yang ditimbulkan.
Analisis biaya transaksi dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat besarnya
biaya eksternalitas dari pemasaran HHBK di Kabupaten SBB Provinsi Maluku.
Komponen biaya transaksi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah biaya
untuk mendapatkan informasi harga, kualitas, dan jumlah produk HHBK,
koordinasi dengan pemasok, biaya memotivasi pelanggan, fee, komisi, cukai, dan
pajak.
Analisis Pendapatan Pelaku-Pelaku Pemasaran
Secara umum pendapatan merupakan hasil pengurangan antara penerimaan
total (total revenue) dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan. Penerimaan petani
maupun lembaga-lembaga pemasaran HHBK merupakan nilai dari penjualan
produksi total yang dihasilkan, dan untuk menghitungnya digunakan rumus
sebagai berikut:
Y = TR – BP – BT ............................................................. (8)
TR = P x Q ........................................................................... (9)
Keterangan:
Y
TR
BP
BT
P
Q
= pendapatan total
= total revenue (penerimaan total)
= biaya produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran
= biaya transaksi
= harga HHBK
= jumlah HHBK yang diproduksi atau dijual.
Strategi Pemasaran HHBK
Maksud penyusunan strategi kebijakan pemasaran adalah untuk memberikan
arahan dalam kegiatan memasarkan suatu produk. Untuk mendapatkan arahan
tersebut dilakukan SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat) sebagai
telaahan terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pelaksanaan
pemasaran produk HHBK. Responden dalam analisis ini adalah petani atau
produsen dan pemerintah daerah Kabupaten SBB Provinsi Maluku.
21
Langkah-langkah analisis SWOT (Rangkuti 2006) adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor-faktor internal seperti kekuatan
dan kelemahan, serta faktor-faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Data
diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan hasil kajian berkaitan
dengan pemasaran dan pengelolaan produk.
Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi pemasaran HHBK di
Kabupaten SBB Provinsi Maluku adalah:
a. Kekuatan
1). Ketersediaan sumberdaya
2). Kualitas produk
3). Jumlah produksi
4). Jarak lokasi produksi dengan ibu kota kabupaten dan atau provinsi
5). Ketersediaan tenaga kerja
b. Kelemahan
1). Kurangnya pengetahuan dan teknologi pengolahan
2). Kegiatan pemasaran yang belum efisien
3). Kurangnya promosi
4). Kesulitan memperoleh informasi pemasaran
5). Daya jangkau ke lokasi pemasaran yang cukup sulit
6). Rendahnya harga yang diterima dibandingkan dengan total biaya yang
dikeluarkan
7). Jaringan pemasaran yang masih terbatas
8). Rendahnya motivasi petani
Faktor-faktor eksternal yang diduga mempengaruhi pemasaran HHBK di
Kabupaten SBB Provinsi Maluku adalah:
a. Peluang
1). Peningkatan permintaan pasar dari tahun ke tahun
2). Dukungan pemerintah lewat kebijakan daerah dan nasional
3). Peningkatan harga produk dari tahun ke tahun
4). Tersedianya tenaga ahli baik dari pihak akademisi maupun pemerintah di
bidang pemanfaatan HHBK
22
b. Ancaman
1). Pesaing dari kabupaten atau provinsi lain
2). Potensi sumberdaya yang semakin menurun jika tidak dibarengi dengan
kegiatan budidaya
3). Ketergantungan terhadap pedagang dalam memasarkan produk
4). Rumitnya pengurusan ijin usaha Ketersediaan sumberdaya yang semakin
menurun jika tidak dibarengi dengan kegiatan budidaya
2. Penyusunan matriks
Pada tahap ini dilakukan penyusunan matriks untuk (1) analisis faktor strategi
internal (internal factor analysis strategic = IFAS) untuk kekuatan dan
kelemahan; (2) analisis strategi eksternal (external factor analysis strategic =
EFAS) untuk peluang dan ancaman.
Tabel 1 Matriks Faktor Strategi Internal
Faktor Strategi Internal
Bobot
Rating
Kekuatan (S)
S1
Sn
Jumlah
1
Kelemahan (W)
W1
Wn
Jumlah
1
Bobot x Rating
Sumber: Rangkuti, 2006
Tabel 2 Matriks Faktor Strategi Eksternal
Faktor Strategi Eksternal
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Peluang (O)
O1
On
Jumlah
1
Ancaman (T)
T1
Tn
Jumlah
1
Sumber: Rangkuti, 2006
23
Prosedur untuk menyusun matriks IFAS dan EFAS pada Tabel 1 dan Tabel 2
adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan faktor-faktor strategi internal dan eksternal dalam kolom 1.
b. Pemberian bobot untuk tiap faktor di kolom 2, dari 1.0 (sangat penting)
sampai 0.0 (tidak penting), berdasarkan atas pengaruh faktor tersebut
terhadap posisi strategis. Jumlah total semua bobot faktor internal adalah
1; demikian pula jumlah total bobot eksternal, tidak boleh melebihi 1.
c. Menghitung rating kolom 3 setiap faktor, dengan skala 4 (sangat
berpengaruh), 3 (berpengaruh), 2 (sedikit berpengaruh), dan 1 (tidak
berpengaruh). Pengaruh tersebut dihubungkan dengan pemasaran produk.
d. Mengalikan bobot kolom 2 dengan rating kolom 3 untuk memperoleh
faktor pembobotan kolom 4. hasilnya berupa skor pembobotan untuk
setiap faktor, yang nilainya bervariasi mulai dari 4 s/d 1.
e. Menjumlahkan skor kolom 4 untuk memperoleh nilai total skor
pembobotan. Nilai total menunjukan prioritas strategi yang tepat.
3. Analisis SWOT
Analisis ini dilakukan dengan menghubungkan keterkaitan pada setiap
komponen dari SWOT untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. Secara
singkat gambaran analisis SWOT dapat dilihat pada diagram analisis SWOT
berikut ini.
Berbagai Peluang
3. mendukung
strategi
turn-around
1. mendukung
strategi
agresif
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
4. mendukung
strategi
deferensif
2. mendukung
strategi
diversifikasi
Berbagai Ancaman
Gambar 2 Diagram Analisis SWOT (Rangkuti 2006)
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Geografis dan Iklim
Kabupaten SBB sebagian besar terletak di wilayah Pulau Seram. Kabupaten
yang berdiri sejak tahun 2003 ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Maluku
Tengah yang secara geografis terletak antara 20º 55’ - 30º 30’ Lintang Selatan dan
127 º - 55 º Bujur Timur