Uji kinerja kompor minyak nabati menggunakan minyak nyamplung dan minyak bintaro sebagai bahan bakar

UJI KINERJA KOMPOR MINYAK NABATI
MENGGUNAKAN MINYAK NYAMPLUNG DAN
MINYAK BINTARO SEBAGAI BAHAN BAKAR

ERICK SAEPUL MUBAROK

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Kinerja Kompor
Minyak Nabati Menggunakan Minyak Nyamplung dan Minyak Bintaro Sebagai
Bahan Bakar adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Erick Saepul Mubarok
NIM: F14070120

ABSTRAK
ERICK SAEPUL MUBAROK. Uji Kinerja Kompor Minyak Nabati
Menggunakan Minyak Nyamplung dan Minyak Bintaro Sebagai Bahan Bakar.
Dibimbing oleh SRI ENDAH AGUSTINA.
Kompor minyak nabati merupakan jenis kompor bersumbu banyak (multiwick) yang menggunakan bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakarnya,
kompor ini merupakan modifikasi dari kompor minyak tanah. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji kinerja kompor minyak nabati dengan menggunakan
minyak bintaro dan minyak nyamplung. Hasil pengujian menunjukkan kapasitas
panas yang dihasilkan oleh kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak
nyamplung adalah 172.58 kJ/menit dan dengan bahan bakar minyak bintaro
199.95 kJ/menit. Konsumsi bahan bakar total kompor minyak nabati dengan
bahan bakar minyak nyamplung dan minyak bintaro adalah masing-masing 0.12
kg dan 0.17 kg. Efisiensi kompor dan efisiensi sistem kompor minyak nabati
dengan bahan bakar minyak nyamplung adalah 33.64% dan 13.96%. Sedangkan

efisiensi kompor dan efisiensi sistem dengan bahan bakar minyak bintaro adalah
19.39% dan 9.28%.
Kata kunci: kompor, nabati, nyamplung, bintaro, efisiensi

ABSTRACT
ERICK SAEPUL MUBAROK. Performance Test on Bio Oil Stove Using
Calophyllum Oil and Cerbera Oil As The Fuel. Guided by SRI ENDAH
AGUSTINA.
Bio oil stove is a wick stove which was modified from kerosene stove, and
designed for vegetable oil as its fuel. The objective of the research was to conduct
performance test of the stove by using Cerbera oil and Callophylum oil as fuel.
The result shows that the heat capacity of the stove by using Callophylum oil as
fuel was 172.58 kJ/minute, and by using Cerbera oil was 199.95 kJ/minute. The
total fuel consumption were 0.12 kg for Callophylum oil usages and 0.17 kg for
Cerbera oil usages. Stove efficiency and system efficiency with Callophylum oil
usages were 33.64% and 13.96%. While, Callophylum oil usages only 19.39%
and 9.28%.
Keywords: Callophylum, Cerbera, efficiency, stove, vegetable oil

UJI KINERJA KOMPOR MINYAK NABATI

MENGGUNAKAN MINYAK NYAMPLUNG DAN
MINYAK BINTARO SEBAGAI BAHAN BAKAR

ERICK SAEPUL MUBAROK

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Uji Kinerja Kompor Minyak Nabati Menggunakan Minyak
Nyamplung dan Minyak Bintaro Sebagai Bahan Bakar
Nama

: Erick Saepul Mubarok
NIM
: F14070120

Disetujui oleh

Ir Sri Endah Agustina, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Uji KineIja Kompor Minyak Nahati Menggunakan Minyak
Nyamplung dan Minyak Bintaro Sehagai Bahan Bakar
Nama
: Erick Saepul Muharok

NIM
: F14070120

Disetujui oleh

Ir Sri Endah Agustina, MS
Pembimbing

Dr Ir Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

2 2 'JAN 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah
kinerja kompor minyak nabati, dengan judul Uji Kinerja Kompor Minyak Nabati

Menggunakan Minyak Nyamplung dan Minyak Bintaro Sebagai Bahan Bakar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Sri Endah Agustina MS selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan wawasan keilmuan dan
wawasan kehidupan, ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada dosen
penguji Bapak Dr Leopold O Nelwan dan Bapak Dr Mohamad Solahudin, kepada
teman-teman HMI yang telah memberikan dukungan moril, Bapak Harto dan
Bapak Darma teknisi Laboratorium Energi Terbarukan TMB IPB yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, istri dan anak tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013
Erick Saepul Mubarok

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x


DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3


Manfaat Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Minyak Nabati

3

Karakteristik Minyak Nabati

4

Reaksi Pembakaran

7


Pindah Panas Pada Sistem

11

Kompor

13

Efisiensi Kompor

18

METODE

20

Waktu dan Tempat

20


Tahapan Penelitian

20

Bahan

25

Alat

25

Prosedur Analisis Data

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

27


Hasil Uji Pendahuluan

27

Hasil Pengujian Kompor Minyak Nabati

28

Pengujian Kompor Minyak Tanah

35

KESIMPULAN

35

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

38

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Konsumsi energ per sektor di Indonesia
Konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sumbernya
Kandungan minyak beberapa tanaman penghasil minyak
Karakteristik fisik dan kimia minyak nabati dan petroleum
Faktor koreksi kelembaban udara
Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak jarak
pagar
Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak jelantah
Parameter-parameter pengujan tahap I
Parameter-parameter pengujan tahap II
Contoh tabel data pengujian temperatur api
Waktu penyalaan kompor minyak nabati
Hasil pengujian kompor minyak nabati per percobaan
Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak
nyamplung
Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak bintaro
Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak bintaro
Perbandingan laju bahan bakar

1
2
4
4
9
17
18
21
21
26
28
28
30
32
33
33

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Buah bintaro, minyak bintaro, biji bintaro
Minyak dan buah nyamplung
Kompor sumbu tunggal
Kompor sumbu tunggal dan bentuk sumbunya
Elemen-elemen pada kompor bersumbu banyak
Prinsip pembakaran pada kompor
Kompor minyak nabati
Pindah panas pada sistem kompor
Diagram alir prosedur penelitian
Titik-titik pengukuran
Grafik suhu pembakaran hasil pengukuran menggunakan bahan bakar
minyak nyamplung
Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak nyamplung
(percobaan pertama)
Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak nyamplung
(percobaan kedua)
Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak nyamplung
(percobaan ketiga)
Grafik suhu pembakaran hasil pengukuran menggunakan bahan bakar
minyak bintaro
Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak bintaro (percobaan
pertama)

6
7
13
13
14
15
17
19
23
25
29
30
31
31
32
34

17 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak bintaro (percobaan
kedua)
18 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak bintaro (percobaan
ketiga)

34
34

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data hasil perhitungan dan pengamatan parameter-parameter pengujian
2
3
4
5
6

kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak nyamplung
Data hasil perhitungan dan pengamatan parameter-parameter pengujian
kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak bintaro
Data hasil pengukuran suhu uji kompor minyak nabati dengan bahan
bakar minyak nyamplung
Data hasil pengukuran suhu uji kompor minyak nabati dengan bahan
bakar minyak bintaro
Contoh perhitungan
Gambar bagian-bagian kompor minyak nabati

38
39
40
41
42
49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, konsumsi energi Indonesia
mengalami kenaikan terutama sektor industri, transportasi dan rumah tangga.
Kenaikan konsumsi tersebut didominasi oleh permintaan akan energi yang
bersumber dari minyak bumi. Menurut data Handbook of Energy and Economic
Statistic of Indonesia 2012 konsumsi energi yang bersumber dari minyak bumi
mencapai 46.30 persen, batu bara 26.38 persen dan gas bumi mencapai 21.90
persendari total sumber energi yang ada.
Indonesia mempunyai sumber energi terbarukan yang melimpah, namun
belum dimanfaatkan secara optimal dibandingkan dengan penggunaan bahan
bakar fosil. Kontribusi energi terbarukan terhadap total penggunaan energi masih
dibawah 10 % (Kementerian ESDM 2012).
Dalam cetak biru (blueprint) Pengelolaan Energi Nasional Indonesia tahun
2006-2025 yang disusun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
sesuai Peraturan Presiden No.5 tahun 2006, salah satu program utama kebijakan
energi yang dicanangkan oleh pemerintah adalah penyediaan energi alternatif
pengganti minyak tanah untuk sektor rumah tangga, transportasi dan industri
melalui pengembangan energi baru terbarukan. Target yang ingin dicapai pada
tahun 2025 penggunaan energi baru terbarukan sebesar 17% dari total penggunaan
energi nasional, yang terdiri dari Bahan Bakar Nabati (BBN) 5%; panas bumi 5%;
batubara tercairkan 2%; sementara sisanya bersumber dari energi nuklir,
mikrohidro, energi surya, energi angin, dan energi baru terbarukan dengan target
5% (Kementerian ESDM 2012).
Tabel 1 Konsumsi energi per sektor di Indonesia
Tahun

Industri

2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

192,803,789
225,141,109
216,377,677
262,686,505
280,187,757
300,675,120
299,539,752
297,271,113
355,426,352
359,686,797

Rumah
Tangga
86,568,222
88,669,268
90,689,214
313,772,025
312,715,871
319,333,000
316,802,419
314,093,670
310,521,222
320,369,268

Komersil
20,315,203
20,967,212
23,989,565
26,234,764
26,194,683
27,896,499
29,273,897
30,848,294
33,122,376
34,077,140

Dalam BOE
Sumber: Kementerian ESDM 2012

Trnasportasi
151,498,823
156,232,909
178,374,391
178,452,407
170,127,492
179,144,177
196,941,689
224,883,086
255,568,629
277,404,656

Lain
29,998,546
28,445,436
31,689,809
29,102,166
25,936,873
24,912,051
25,855,949
27,186,782
28,743,347
24,861,386

Penggunaan
Non-Energi
48,534,290
48,317,775
62,375,806
54,352,999
64,990,106
64,759,190
38,432,103
84,096,759
84,146,777
98,412,712

Total
Konsumsi
529,718,873
567,773,708
603,496,463
864,600,867
880,152,782
916,720,038
906,845,811
978,379,703
1,067,528,702
1,114,766,960

2
Tabel 2 Konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sumbernya
Tahun

Biomas

Batu
Bara

Gas
Alam

Bahan
Bakar
Minyak

2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

270,207
271,974
271,765
270,043
276,271
275,126
277,874
279,169
273,587
280,050

38,698
68,264
55,344
65,744
89,043
121,904
94,035
82,587
136,820
144,567

80,885
90,277
85,459
86,634
83,221
80,178
102,281
118,587
115,404
121,234

325,202
321,384
354,317
338,375
311,913
314,248
320,987
335,271
363,130
363,827

Produk
Minyak
Bumi
Lainnya
22,688
23,533
37,716
29,614
41,126
39,873
16,658
55,663
55,765
69,978

Briket
83
77
80
94
94
89
155
220
49
66

LPG
8,744
8,766
9,187
8,453
9,414
10,925
15,718
24,384
32,067
37,046

Listrik
53,418
55,473
61,393
65,644
69,071
74,376
79,138
82,499
90,707
97,998

Total
799,926
839,748
875,261
864,601
880,153
916,720
906,846
978,380
1,067,529
1,114,767

Dalam ribu BOE
Sumber: Kementerian ESDM 2012
Rumah tangga merupakan salah satu sektor pengguna energi terbesar ketiga
setelah sektor industri dan transportasi. Pemakaian energi untuk sektor rumah
tangga mencapai 11.6 persen dari total pemakai energi di Indonesia. Sementara itu,
cadangan minyak bumi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan
akibat keterbatasan ketersediaan energi fosil. Sehingga pemanfaatan sumber
energi terbarukan merupakan sebuah solusi.
Salah satu sumber energi alternatif adalah bahan bakar nabati. Bahan bakar
nabati merupakan bahan bakar cair yang diekstrak dari tanaman. Banyak tanaman
yang dinilai memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar nabati, diantaranya
adalah tanaman bintaro (Cerbera odollam gaertn) dan tanaman nyamplung
(Colophyllum inophyllum L.). Minyak bintaro adalah minyak yang diperoleh dari
biji bintaro melalui proses ekstraksi. Biji bintaro mengandung 30-60% minyak
(Heyne 1987 dalam Sunandar 2012). Sedangkan minyak nyamplung diperoleh
dari biji dengan kadar minyak mencapai 50-70% basis kering (Heyne 1987 dalam
Hunter 2012).
Kompor merupakan salah satu tempat terjadinya proses pembakaran.
Seiring dengan dikuranginya subsidi minyak tanah untuk rumah tangga, beberapa
macam kompor berbahan bakar alternatif mulai dikembangkan. Diantaranya,
kompor Hanjuang yang menggunakan biji jarak pagar tetapi dengan pemanasan
awal. Kelemahan kompor Hanjuang adalah nyala api berwarna merah dan masih
berasap, suatu hal yang menandakan bahwa pembakarannya kurang sempurna.
Selain itu, kompor minyak nabati bertekanan yang diberi nama Kompor Protos
hasil rancangan Universitas Hohenheim Jerman memiliki nyala api yang kebiruan
tanpa jelaga, yang berarti pembakarannya terjadi hampir sempurna. Hal ini
disebabkan terutama prinsip rancangan yang berbeda, yaitu dengan membuat
minyak terevaporasi lebih dahulu, baru kemudian keluar dari nozzle dan di bakar
(Stumpf dan Muhlbauer, 2002). Kompor jenis lainnya adalah kompor minyak
nabati produksi PT Tiara Sakti Persada.
Kompor minyak nabati merupakan jenis kompor bersumbu banyak (multiwick) yang menggunakan bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakarnya,
kompor ini merupakan modifikasi dari kompor minyak tanah. Prinsip kerjanya
dan perawatanya tidak jauh berbeda dengan kompor minyak tanah, dengan
memanfaatkan gaya kapilaritas bahan bakar berupa minyak nabati terhadap sumbu

3
kompor. Pada penelitian ini akan menguji kinerja kompor minyak nabati dengan
menggunakan bahan bakar minyak nyamplung dan minyak bintaro.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja kompor minyak nabati
dengan menggunakan minyak bintaro dan minyak nyamplung. Kompor minyak
nabati merupakan jenis kompor bersumbu banyak (multi-wick) yang
menggunakan bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakarnya, kompor ini
merupakan modifikasi dari kompor minyak tanah produksi PT Tiara Sakti Persada.
Parameter kinerja yang diuji pada penelitian ini adalah kapasitas panas, konsumsi
bahan bakar, dan efisiensi energi pada kompor dengan menggunakan minyak
bintaro dan minyak nyamplung sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak
tanah.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang
kelayakan penggunaan kompor minyak nabati produksi Tiara Sakti Persada
dengan bahan bakar minyak nyamplung dan minyak bintaro.

TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Nabati
Minyak nabati adalah minyak yang dihasilkan dari tanaman melalui proses
ekstraksi dari biji, buah atau pun bagian lain dari suatu tanaman. Beberapa
tanaman yang menghasilkan minyak antara lain seperti kelapa (daging buah),
kelapa sawit (buah), kedelai (biji), bunga matahari (biji), kacang tanah (biji),
jagung (biji), kaliki (biji), dan sebagainya.
Minyak dari tanaman tersebut berupa minyak kasar (crude oil), yang
umumnya dapat digunakan untuk pengganti minyak tanah dan sejenisnya sebagai
bahan bakar, melalui peralatan atau kompor yang dimodifikasi (Reksowardojo
2008).

4
Tabel 3 Kandungan minyak beberapa tanaman penghasil minyak
No

Nama latin

Nama lokal

Sumber

1
2
3

Jatropa curcas
Cococs nucifera
Aleurites mohiccana

Jarak pagar
Kelapa
Kemiri

Inti biji (kernel)
Daging buah
Inti biji (kernel)

4

Elais guineensis

Sawit

Sabut, daging buah

5

Callophyllum
inophyllum
Sesamum orientale
Cerbera manghas

Nyamplung

Inti biji

Wijen
Bintaro

Biji
Biji

6
7

Kadar
minyak
(% bk)
40-60
60-70
57-69
45-70
45-54
40-73
45-55
43-64

P/NP
NP
P
NP
NP
NP
P
NP

Keterangan: b: berat, kr: kering, P: minyak/lemak pangan, NP: minyak/lemak
non-pangan
Tabel 4 Karakteristik fisik dan kimia minyak nabati dan petroleum
Jenis minyak
Minyak jarak pagar
Minyak sawit
Minyak wijen
Minyak tanah
(kerosene)
Minyak diesel
Minyak bintaro
Minyak nyamplung

270
267
260
50-55

Viskositas
kinematik
(mm2/detik)
34.17
39.60
35.50
2.20

Nilai kalor
total
(MJ/kg)
39.65
39.54
39.30
43.50

55
138-154
234

4.60
46.00
56.70

45.30
39.56
39.32

Titik nyala
(oC)

Karakteristik Minyak Nabati
Minyak nabati yang dapat dijadikan bahan bakar harus memiliki
karakteristik yang hampir mirip dengan minyak tanah diantaranya angka
viskositas. Minyak nabati memiliki angka viskositas yang sangat tinggi, sehingga
harus dilakukan proses-proses untuk menurunkan angka viskositasnya. Angka
viskositas ini mempengaruhi kemampuan naiknya minyak melalui sumbu untuk
selanjutnya dapat terbakar. Sifat-sifat minyak nabati yang berhubungan langsung
dengan daya kapilaritasnya diantaranya adalah densitas, viskositas, dan kapilaritas.
Viskositas adalah ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar kecilnya
gesekan di dalam fluida. Semakin besar viskositas suatu fluida, maka semakin
sulit fluida tersebut mengalir dan semakin sulit suatu benda bergerak di dalam
fluida tersebut. Viskositas terbagi menjadi dua yaitu viskositas dinamik dan
viskositas kinematik. Viskositas dinamik adalah perbandingan antara tegangan
geser yang diberikan dengan kecepatan geser suatu fluida. Viskositas kinematik
adalah perbandingan antara viskositas dinamik terhadap densitas atau kerapatan
suatu fluida. Viskositas kinematik dinyatakan dengan persamaan (Setiawan 2008):

5
........................................................................................................ (1)
dimana:
v
: Viskositas kinematik (m2/detik)
µ
: Viskositas dinamik (kg/m.detik)
ρ
: Densitas/kerapatan (kg/m3)
Kekentalan minyak nabati berkisar antara 50 sampai 97.7 mm2 per detik,
sedang minyak tanah hanya 2.2 mm2 per detik (Rahmat 2007 dalam Sunandar
2010). Demikian pula titik bakar minyak nabati berkisar antara 270 hingga 340 oC,
padahal minyak tanah sekitar 50 hingga 55oC (Puslitbun 2007 dalam Sunandar
2010).
Kapilarisasi adalah gejala naiknya suatu fluida yang disebabkan oleh gaya
kohesi atau gaya tarik menarik antara partikel yang sejenis, misalnya partikel
minyak dengan partikel minyak, dan gaya adesi atau gaya tarik menarik antara
partikel yang berbeda jenis misalnya partikel minyak dengan partikel lain (Fayala
et al. 2004). Gaya kohesi merupakan gaya tarik-menarik antara molekul dalam zat
yang sejenis, sedangkan gaya tarik-menarik antara molekul zat yang tidak sejenis
dinamakan gaya adhesi. Misalnya kita tuangkan air dalam sebuah gelas. Kohesi
terjadi ketika molekul air saling tarik-menarik, sedangkan adhesi terjadi ketika
molekul air dan molekul gelas saling tarik menarik.
Nilai kalor merupakan suatu angka yang menyatakan jumlah panas atau
kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakar
dengan udara atau oksigen (Susilo 2007). Dari bahan bakar yang dibakar, nilai
kalor yang terkandung akan diubah menjadi energi panas. Derajat kejenuhan
minyak dipengaruhi besar kecilnya energi yang dihasilkan oleh minyak. Nilai
kalor yang dihasilkan pada pembakaran minyak yang mengandung asam lemak
jenuh lebih besar dari pada minyak yang banyak mengandung asam tidak jenuh.
Nilai kalor diukur dengan cara membakar sejumlah minyak menggunakan
bomb kalorimeter (ASTM 1980). Untuk menghitung nilai kalor dapat
menggunakan rumus:
........................................................... (2)
dimana:
H
: Nilai kalor (J/g)
Na
: Nilai ekivalen air (592.5 g)
cpa
: Panas jenis air (kal/oC.g)
ma
: Massa air (g)
mb
: Massa bahan (g)
t2
: Suhu akhir air (oC)
t1
: Suhu awal air (oC)
Minyak Bintaro
Minyak bintaro berasal dari ekstrak biji buah bintaro yang diekstrak bijinya.
Nama latin bintaro adalah Cerbera manghas L atau disebagian daerah dikenal
dengan nama lokal “bitun” merupakan perdu berbatang tegak, tinggi 3-8 meter.
Batangnya berkayu, bulat licin, dan bergetah. Tumbuh disekitar aliran sungai

6
berair payau di dataran rendah sampai 800 meter diatas permukaan laut (Heyne
1987 dalam Sunandar 2010). Saat ini belum dibudidayakan sebagai salah satu
komoditas perkebunan, hanya dijadikan sebagai tanaman hias di perumahan atau
tanaman peneduh jalan.

(a)
(b)
(c)
Gambar 1 (a) Buah bintaro, (b) minyak bintaro,
(c) biji bintaro
Buahnya berwarna hijau pada saat muda dan berubah menjadi merah
kecoklatan pada saat tua, berbentuk bulat agak lonjong seperti mangga. Daging
buah berupa serabut dan bergetah sedangkan biji dari buah tua berwarna putih
yang ditutupi dengan kulit ari yang keras berwarna coklat gelap.
Minyak bintaro diperoleh melalui proses ekstraksi dengan pelarut. Biji
bintaro mengandung 30-60% minyak yang tersusun terutama atas 43% asam
oleat, 31% asam palmitat dan 17% asam linoleat. Minyak bintaro mempunyai
sifat beracun (cerebrin) disamping kandungan asam lemak esensialnya yang
sangat rendah (Heyne 1987 dalam Sunandar 2010). Hal ini menyebabkan minyak
bintaro tidak dapat dipergunakan sebagai minyak pangan. Dengan demikian
penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif merupakan
pilihan yang cukup tepat (Sunandar 2010).
Minyak Nyamplung
Buah nyamplung memiliki biji yang memiliki kandungan minyak
nyamplung mencapai 50-70% basis kering. Minyak nyamplung merupakan
minyak kental berwarna kecoklatan dan beraroma seperti karamel serta beracun
(Heyne 1987 dalam Hunter 2012).
Minyak nyamplung diperoleh melalui tahapan proses : (1) Pengupasan biji
dari kulit yang keras, (2) perajangan hingga menjadi irisan yang tipis, (3)
pengeringan biji hingga mencapai kadar air 8-12%, (4) penyimpanan biji dengan
memasukan kedalam karung goni dan ditutup rapat, disimpan didalam gudang
dengan suhu 26-27 oC dan kelembaban 60-70%, (5) pengukusan, (6) pengepresan
atau ekstraksi dengan pelarut organik, (7) deguming atau pemisahan getah dengan
asam fosfat 1% (Pusat Informasi Kehutanan 2008).

7

Gambar 2 Minyak dan buah nyamplung
Minyak nyamplung hasil deguming sederhana berupa netralisasi dengan
NaOH, dapat digunakan sebagai bio-kerosen, merupakan alternatif pengganti
minyak tanah yang sangat bermanfaat untuk masyarakat pedesaan. Minyak
nyamplung memiliki kemiripan komposisi asam lemak dengan minyak jarak
pagar dan minyak kelapa sawit yang sudah dicoba dan digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel (Heyne 1987 dalam Hunter 2012).
Reaksi Pembakaran
Menurut Daywin et al (1991), yang dimaksud dengan proses pembakaran
adalah reaksi antara bahan bakar dengan udara (oksigen) sehingga terbakar dan
menghasilkan gas-gas CO2 dan H2O ditambah energi.
Bahan bakar merupakan substansi yang melepaskan panas ketika dioksidasi,
dan secara umum mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O),
nitrogen (N), dan sulfat (S). Sementara oksidator adalah substansi yang
mengandung oksigen yang akan bereaksi dengan bahan bakar (fuel). Pada semua
jenis pembakaran, kondisi campuran udara dan bahan bakar merupakan faktor
utama yang harus diperhatikan untuk mendapatkan campuran yang combustible.
Besarnya energi yang dihasilkan oleh pembakaran suatu bahan bakar
tergantung pada (Abdullah K dkk 1998):
1.
Jumlah karbon yang dikandung dan bentuk senyawanya, semakin besar
kandungan karbon dalam suatu bahan, maka akan semakin besar energi
yang dihasilkan.
2.
Sempurna atau tidaknya pembakaran tersebut terjadi, pembakaran dikatakan
sempurna bila seluruh unsur karbon yang bereaksi dengan oksigen hanya
menghasilkan CO2 sedangkan pembakaran tidak sempurna akan
menghasilkan zat arang (C), gas CO, CO2 atau O2.
3.
Terjadinya pembakaran habis. Suatu pembakaran bahan bakar dikatakan
sebagai pembakaran habis bila seluruh karbon dalam bahan bakar tersebut
bereaksi dengan oksigen.
Secara umum dalam proses pembakaran terjadi dua tipe pembakaran, yaitu
pembakaran sempurna dan pembakaran habis. Pembakaran sempurna adalah
pembakaran yang terjadi apabila seluruh unsur karbon yang bereaksi dengan
oksigen (O2) menghasilkan hanya CO2. Pembakaran yang tidak sempurna akan
menghasilkan zat arang (C), gas CO, CO2 atau O2. Sedangkan pembakaran habis
adalah pembakaran yang terjadi apabila seluruh unsur karbon dalam bahan bakar
tersebut bereaksi dengan oksigen (Abdullah K dkk 1998).

8
Rumus umum proses pembakaran untuk minyak nabati yang komposisinya
merupakan asam lemak, dinyatakan dalam persamaan berikut:
CxOyHz +

O2 → xCO2 + yH2O ..................................................... (3)

Minyak nabati susunanya terdiri atas asam lemak dan gliserol. Asam lemak
yang utama pada minyak nabati diantaranya adalah asam palmitat C15H31COOH,
asam stearat C17H35COOH, asam oleat C17H33COOH dan asam linoleat
C17H31COOH.
Bila X menyatakan persentase udara tambahan untuk suplai O2, maka
bentuk reaksi serta kebutuhan dari masing-masing komponennya adalah sebagai
berikut:
1 m C + 4.76 m (1+

) mol udara → 1 m CO2 + 3.76 (1+

) mol N2 + (

) mol O2 . (4)

Sehingga persentase hasil reaksi dalam basis volume menjadi:
CO2 =

....................................................................................... (5)

O2 =

....................................................................................... (6)

N2 =

................................................................................. (7)

Apabila udara tambahan tidak diperlukan maka X = 0 Sehingga persentase
dari masing-masing gas adalah CO2 = 21%, O2 = 0%, N2 = 79%.
Reaksi dasar untuk proses pembakaran tidak habis dinyatakan dalam
persamaan:
1 mol C + 0.5 mol O2 → 1 mol CO ......................................................... (8)
Jika pembakaran dilakukan dengan pemberian udara lebih X, maka bentuk
persamaan keseluruhan menjadi:
1 kg C+5.72 (1 +

) kg udara→1.33 kg CO+4.39 (1 +

) kg N2+(

) 1.33 kg O2 .. (9)

Reaksi pembakaran unsur karbon dapat dijabarkan sebagai berikut:
1 mol C + 1 mol O2 → 1 mol CO2 ........................................................... (10)
atau
12.01 kg C + 32 kg O2 → 44.01 kg CO2 .................................................. (11)
Satu kilogram karbon memerlukan oksigen sebanyak 2.664 kg, sedangkan
volume spesifik oksigen pada suhu 15.6oC adalah 0.7375 m3/kg (Perry dan
Chilton 1973 dalam Yuanita 2008), maka volume oksigen yang dibutuhkan untuk
pembakaran satu kilogram karbon adalah 1.9647 m3 oksigen.

9
Reaksi pembakaran unsur hidrogen adalah:
1 mol H2 + 0.5 mol O2 → 1 mol H2O ...................................................... (12)
atau
2.016 kg H2 + 16 kg O2 → 18.016 kg H2O ............................................. (13)
Satu kilogram hidrogen memerlukan oksigen sebanyak 7.94 kg atau 5.85575
m . Dari reaksi pembakaran di atas didapatkan volume oksigen minimum:
3

Omin = 1.9647 C + 5.85575 H2 (m3/kg bahan bakar) ............................... (14)
dimana:
Omin: Oksigen minimum yang dibutuhkan untuk pembakaran (m3/kg bahan bakar)
C : Persentase unsur karbon terhadap oksigen
H2 : Persentase unsur hidrogen terhadap oksigen
Untuk tujuan perhitungan pada proses pembakaran sering dianggap dalam
udara terkandung oksigen 21 persen volume dan nitrogen 79 persen volume, maka
jumlah minimum yang diperlukan untuk pembakaran (Lmin) adalah:
Lmin =

(1.9647 C + 5.85575 H2) .......................................................... (15)

Lebih lanjut Zabidi (1981) dalam Yuanita (2008) menyatakan bahwa
kelembaban mempengaruhi proses pembakaran, makin lembab udara maka
pembakaran makin terganggu. Untuk memperhitungkan faktor kelembaban
tersebut maka kebutuhan udara sesungguhnya adalah:
Lw = Lmin*f ............................................................................................... (16)
dimana:
Lw
: Kebutuhan udara sesungguhnya (m3/kg bahan bakar)
F
: Faktor koreksi kelembaban udara (Tabel 5)
Tabel 5 Faktor koreksi kelembaban udara
Suhu (oC)
0
10
Nilai f
1.0049
1.0098
Sumber: Zabidi 1981 dalam Yuanita 2008

20
1.0190

30
1.0350

40
1.0630

Jumlah aliran udara yang masuk melalui lubang masuk udara dapat didekati
dengan persamaan:
Q = A x V ................................................................................................ (17)

10
Jumlah bahan bakar yang terbakar dapat diduga dengan persamaan:
Bbt = Q / Lw ............................................................................................ (18)
dimana:
Q
: Jumlah aliran udara melalui lubang masuk udara (m3/detik)
A
: Luas lubang masuk udara (m2)
V
: Kecepatan aliran udara masuk (m/detik)
Bbt
: Jumlah bahan bakar yang terbakar per satuan waktu
(kg bahan bakar/detik)
Massa udara kering teoritis untuk pembakaran sempurna berbagai bahan
bakar tergantung pada persen dari berat karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O),
dan belerang (S) yang terkandung dalam bahan bakar tersebut dan dirumuskan
sebagai:
Mt = 11.47 C + 34.28 (H-0/8) + 4.31 S .................................................. (19)
Dalam kenyataannya pembakaran sempurna sulit terjadi dengan kondisi laju
massa udara kering teoritis, maka untuk mendekati keadaan pembakaran
sempurna, perlu ditambah dengan X persen udara berlebihan (excess air).
Ma = Mt + Mt (X) ................................................................................... (20)
Laju massa teoritis gas kering hasil pembakaran sempurna tergantung pada
persen berat dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), belerang (S), dan
nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan bakar.
Ft = 12.47 C + 35.28 (H-O/8) + 5.31 S + N ............................................ (21)
Sedangkan laju massa sebenarnya gas hasil pembakaran:
Fa = Ft + Mt (X) ...................................................................................... (22)
dimana:
Mt
: Laju massa udara kering teoritis (kg udara kering/detik)
Ma
: Laju massa udara kering sebenarnya (kg udara kering/detik)
Mt(X) : Laju massa udara berlebih (kg udara kering/detik)
Ft
: Laju massa teoritis gas kering (kg udara kering/detik)
Fa
: Laju massa sebenarnya gas kering (kg udara kering/detik)
Agar pemanfaatan energi panas yang dihasilkan optimum, bahan bakar
dibakar dalam suatu alat tempat terjadinya proses pembakaran, diantaranya adalah
tungku atau kompor, boiler, dan motor bakar (Abdullah K dkk 1998).
Tungku/kompor merupakan alat yang digunakan untuk mengkonversi energi
dari bahan bakar berupa biomassa ataupun cair menjadi energi panas. Jenis
tungku/kompor beraneka ragam sesuai dengan kebudayaan daerah setempat dan
jenis bahan bakar yang digunakan. Pada prinsipnya, kompor atau tungku
dibedakan menjadi dua macam, yaitu tungku portabel atau kompor, jenis ini dapat

11
dipindah-pindahkan, jenis ini digunakan untuk keperluan rumah tangga, dan yang
kedua adalah tungku permanen, jenis ini biasanya dipergunakan untuk industri
kecil atau menengah (Yuanita 2008).
Pindah Panas Pada Sistem
Perpindahan panas yang terjadi akibat pembakaran bahan bakar terjadi
secara konduksi, konveksi dan radiasi. Pada keadaan mantap (steady state),
kehilangan panas dari hasil pembakaran terjadi melalui permukaan dinding tungku
dan melalui saluran udara dan gas hasil pembakaran. Sedangkan untuk gabungan
aliran kalor konduksi dan konveksi dinyatakan dalam koefisien pindah panas
menyeluruh (Holman 1981).
Menurut Arnold (1978) dalam Djatmiko (1986) untuk mengurangi
kehilangan panas pada kompor dapat dilakukan dengan memberi insulasi pada
kompor, mengatur lubang pemasukan udara dan penyempurnaan pembakaran,
aliran udara dikonsentrasikan ke lubang dapur, desain pengeluaran (cerobong)
yang sesuai untuk pengeluaran udara, pemakaian alat masak yang mengurangi
kebocoran dan kehilangan panas.
Perpindahan panas secara konduksi dinyatakan dengan persamaan berikut:
............................................................................................ (23)
dimana:
Q
: Laju aliran panas (W)
k
: Konduktivitas panas bahan (W/m°C)
A
: Luas permukaan pindah panas (m2)
T1-T2 : Perbedaan suhu (oC)
L
: Panjang bahan (m)
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa laju aliran panas bertambah
apabila nilai konduktivitas suhu, luas penampang, angka konduktivitas panas
bahan bertambah dan panjang bahan berkurang. Nilai konduktivitas panas
menunjukkan tingkat kemudahan suatu bahan dilewati oleh energi panas. Bila
nilai konduktivitas termal besar, bahan tersebut semakin mudah dilewati oleh
panas. Nilai konduktivitas panas juga dipengaruhi oleh suhu (Kamil 1983).
Perpindahan panas secara konveksi berdasarkan hukum Newton dapat
dihitung menggunakan persamaan (23):
= hA (Ts - T∞) ................................................................................ (24)
Nilai koefisien pindah panas konveksi selalu berbeda untuk setiap titik pada
fluida, namun biasanya digunakan nilai konveksi pindah panas rata-rata untuk
mempermudah perhitungan. Karena perpindahan panas secara konveksi juga
menyangkut gerakan massa fluida, maka konveksi tidak hanya tergantung pada
sifat zatnya saja, namun juga tergantung pada sifat-sifat aliran fluida (Kamil 1983).

12
Menurut Cengel dan Turnel (2001), besarnya koefisien pindah panas
konveksi (h) untuk bidang berbentuk silinder tegak dinyatakan dalam:
........................................................................................... (25)
.................................................. (26)
........................................................................................... (27)
...................................................................................... (28)
...................................................................................................... (29)
.............................................................................................. (30)
dimana:
Q
: Laju pindah panas pembakaran (W)
D
: Diameter silinder sarangan kompor (m)
Nu
: Bilangan Nusselt
k
: Konduktifitas termal (W/moC)
r2
: Diameter luar silinder sarangan kompor (m)
r1
: Diameter dalam silinder sarangan kompor (m)
A
: Luas silinder sarangan kompor (m2)
Ti
: Suhu ruang pembakaran (oC)
β
: Koefisien ekspansi termal (1/K)
h
: Koefisien pindah panas (W/m2oC)
g
: Percepatan gravitasi (m2/s)
Gr
: Bilangan Grashof
R
: Tahanan panas (oC/W)
L
: Dimensi karakteristik (m)
v
: Kecepatan kinetik fluida (m2/s)
Pr
: Bilangan Prandtl
Tf
: Suhu film (K)
Ts
: Suhu permukaan (K)
: Suhu lingkungan (oC)
T
Besarnya laju aliran panas radiasi yang dipancarkan oleh suatu permukaan
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
..................................................................................................... (31)
dimana:
Q
: Laju aliran panas (W)
eb
: Emisivitas bahan
σ
: Angka tetapan Stefan-Boltzman (5.67x10-8W/m2K4)
A
: Luas permukaan (m2)
T
: Suhu permukaan (K)

13
Kompor
Fungsi utama kompor adalah sebagai tempat terjadinya proses pembakaran
bahan bakar. Kompor pada dasarnya terbagi menjadi dua jenis, yaiu kompor
sumbu (wick burner) dan kompor bertekanan (pressure burner). Struktur rangka
kompor sumbu terbuat dari logam (metal) sedangkan untuk sumbunya berbahan
dari benang. Prinsip kerja kompor sumbu dengan memanfaatkan gaya kapilaritas
bahan bakar yang digunakan terhadap sumbu kompor, sehingga bahan bakar dari
tangki bahan bakar akan naik ke bagian atas sumbu. Sistem penyalaannya dengan
membakar ujung sumbu menggunakan pematik api. Pada kompor sumbu terdapat
kran pengatur bahan bakar yang berfungsi mengatur besar kecilnya api yang
dihasilkan.
Kompor sumbu digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Kompor bersumbu tunggal, berbentuk melingkar. Biasanya sumbu
terbuat dari asbes.

Gambar 3 Kompor sumbu tunggal
2. Kompor bersumbu banyak (multi-wick) dengan model sumbu

Gambar 4 Kompor sumbu tunggal dan bentuk
sumbunya
Secara umum, kompor sumbu banyak digunakan di negara-negara
berkembang, selain karena perawatan yang relatif mudah, juga harga yang murah
dan bisa dikembangkan oleh industri skala kecil (Sulilatu 1988 & Sangen 1988
dalam Raffaella 2010).
Sebuah kompor umumnya terdiri dari beberapa elemen, yaitu fasilitas
penyimpanan bahan bakar, sistem transportasi bahan bakar, ruang pembakaran,
mekanisme pengatur nyala api dan penyangga panci (beban alat masak).

14

Gambar 5 Elemen-elemen pada
kompor bersumbu banyak
Fungsi dari masing-masing elemen tersebut adalah:
1. Penyangga panci, berfungsi sebagai dudukan panci atau alat yang
digunakan untuk memasak.
2. Kubung atau sarangan (heat-shield), yaitu sebuah tabung logam yang
tidak mempunyai tutup atas dan bawah yang dipasang konsentris dengan
sarangan. Pada sisi bagian atasnya dapat berbentuk menyudut (miring,
cekung, ataupun cembung). Fungsinya sebagai penyekat panas yang
hilang karena konveksi ataupun radiasi, mempertahankan temperatur
kompor agar tetap tinggi dan mengurangi pengaruh tiupan udara dari
luar agar nyala api tetap stabil.
3. Sarangan:
a. Sarangan luar, sebuah tabung logam terbuka tanpa tutup dengan
lubang pada dindingnya yang berfungsi sebagai penyuplai kebutuhan
udara untuk pembakaran dan dipasang konsentris dengan sarangan
dalam.
b. Sarangan dalam, adalah sebuah tabung dengan bagian atas tertutup
sedangkan pada bagian dindingnya terdapat lubang-lubang kecil
sebagai tempat keluar masuknya udara untuk kebutuhan udara
pembakaran.
4. Sumbu, yaitu benang yang ditenun, biasanya berbentuk bulat dan
mempunyai efek kapiler yang berfungsi sebagai penyalur minyak ke
ruang pembakaran.
5. Kran pengatur bahan bakar, berupa kran yang mempunyai fungsi
sebagai pengatur laju bahan bakar yang akan dibakar diruang bakar.
6. Tangki bahan bakar, yaitu berupa bejana untuk menampung bahan bakar
yang dipergunakan untuk pembakaran.
Prinsip Kerja
Prinsip kerja kompor sumbu dengan memanfaatkan gaya kapilaritas bahan
bakar yang digunakan terhadap sumbu kompor, sehingga bahan bakar dari tangki
bahan bakar akan naik ke bagian atas sumbu. Sistem penyalaannya dengan
membakar ujung sumbu menggunakan pematik api.

15
Pada kompor sumbu terdapat kran pengatur bahan bakar yang berfungsi
sebagai pengatur laju bahan bakar yang akan dibakar di ruang pembakaran. Selain
itu terdapat kubung atau heat-shield yang berfungsi sebagai penyekat panas yang
hilang karena konveksi ataupun radiasi, mempertahankan temperatur kompor agar
tetap tinggi dan mengurangi pengaruh tiupan udara dari luar agar nyala api tetap
stabil.
Dibagian dalam kubung terdapat sarangan luar, berupa sebuah tabung logam
terbuka tanpa tutup dengan lubang pada dindingnya yang berfungsi sebagai
penyuplai kebutuhan udara untuk pembakaran dan dipasang konsentris dengan
sarangan dalam. Udara yang disuplai dari sarangan luar akan masuk melalui
lubang-lubang kecil pada sarangan dalam.
Ruang antara sarangan luar dan sarangan dalam merupakan ruang
pembakaran dimana terdapat sumbu kompor. Ruang bakar, yaitu ruang dimana
minyak dibakar dengan bantuan oksigen yang berasal dari udara luar. Nyala api
biru menandakan bahwa reaksi pembakaran yang terjadi adalah optimum. Hal ini
terjadi apabila reaksi kimia antara minyak dengan oksigen mempunyai komposisi
yang optimum (reaksi stoikiometri) pada temperatur pembakaran tertentu yang
sangat tinggi. Nyala api merah menandakan pembakaran tidak sempurna yang
kemungkinan disebabkan oleh adanya sebagian uap minyak yang tidak terbakar
(Marlianto 2012).
Untuk menyalakan kompor ini, pertama mengisi tangki bahan bakar dengan
bahan bakar yang akan digunakan. Kemudian kran untuk pemasukan minyak
dibuka secara berlahan agar bahan bakar dapat meresap ke sumbu dan
menghasilkan api yang sempurna. Pada saat api telah menyala, udara sekitar
ditarik melalui lubang-lubang laluan udara pada sarangan dalam maupun sarangan
luar ke dalam ruang pembakaran. Di dalam ruang pembakaran ini udara bereaksi
dengan uap bahan bakar yang terbakar peristiwa ini ditunjukkan pada Gambar 4.
Jika kran dibuka sampai bukaan yang maksimal, maka volume bahan bakar
yang masuk ke tempat sumbu akan semakin banyak, hal ini menyebabkan akan
semakin banyak uap bahan bakar yang terbentuk di ruang bakar, sehingga api
yang terbentuk akan semakin besar (Raffaella 2010 dalam Marlianto 2012).
Pada saat pembakaran berlangsung stabil, nyala api akan menutup seluruh
ruangan bagian atas yang terbuka sehingga akan timbul suatu nyala api yang stabil.
Dengan adanya reaksi pembakaran ini akan menyebabkan sarangan berpijar
karena panas. Untuk mencegah kerugian panas yang hilang akibat radiasi ke luar,
maka diluar sarangan dipasang selubung panas (heat-shield).

Gambara 6 Prinsip pembakaran pada kompor
(Raffaella 2010)

16
Daya Kompor
Daya suatu kompor berbanding lurus dengan jumlah konsumsi bahan
bakar yang digunakan. Kompor yang memiliki daya tinggi akan mengkonsumsi
bahan bakar yang tinggi, sebaliknya kompor dengan daya rendah akan
mengkonsumsi bahan bakar yang rendah. Tingkat daya kompor ini menunjukkan
kapasitas suatu kompor untuk mentransfer bahan bakar ke ruang pembakaran
melalui sumbu-sumbu. Untuk menghitung besarnya daya kompor menggunakan
persamaan (32):
................................................................................................. (32)
dimana:
mf
: Konsumsi bahan bakar selama pengukuran (kg)
E
: Nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)
t
: Waktu pengukuran (detik)
Kompor Minyak Nabati
Kompor minyak nabati merupakan jenis kompor bersumbu banyak (multiwick) yang menggunakan bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakarnya,
kompor ini merupakan modifikasi dari kompor minyak tanah. Prinsip kerjanya
dan perawatanya tidak jauh berbeda dengan kompor minyak tanah, dengan
memanfaatkan gaya kapilaritas bahan bakar berupa minyak nabati terhadap sumbu
kompor. Pada proses penyalaanya kompor minyak nabati menggunakan starter,
yaitu bisa menggunakan spiritus, alkohol). Hal ini disebabkan tingginya titik
bakar minyak nabati bila dibandingkan dengan minyak tanah. Sehingga dalam
proses penyalaan memerlukan waktu penyalaan yang cukup lama.
Kompor ini terdapat dua jenis, yaitu kompor dengan sumbu 14 buah dan 24
buah. Berikut spesifikasi teknis dari kompor minyak nabati:
a. Data teknis:
- Dimensi (diameter x tinggi): 250 X 280 mm
- Menggunakan plat dengan ketebalan 0.8 mm
- Menggunakan sumbu tali sebanyak 14 buah dan 24 buah
- Kapasitas tangki bahan bakar adalah 2 liter
b. Data kelengkapan:
- Menggunakan sistem knock-down tanpa baut
- Mempunyai meter indikator isi tangki bahan bakar
- Mempunyai tuas pengatur untuk mengatur besar/kecil api dan
memadamkan api

17

Gambar 7 Kompor minyak nabati dan
komponennya
Hasil Pengujian BPPT
BPPT Balai Besar Teknologi Energi melakukan pengujian terhadap kompor
minyak nabati ini menggunakan bahan bakar minyak jelantah dan minyak jarak
pagar. Parameter pengujian kinerja kompor minyak nabati yang digunakan dalam
penelitian tersebut yaitu laju bahan bakar, konsumsi bahan bakar, energi panas
bahan bakar dan efisiensi kompor. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
metode pendidihan air (water boiling test) yang mendekati kondisi sebenarnya
dengan kondisi:
a. Diameter panci yang digunakan 24 cm, kapasitas 5 liter
b. Massa air yang digunakan 2000 gram
c. Pengujian dihentikan ketika temperatur air mencapai 100oC
d. Kapasitas panas air 1 kkal/kg/oC
e. Panas penguapan air 540 kkal/kg
Berikut data hasil pengujian oleh BPPT :
Tabel 6 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak jarak
pagar
No
Parameter (satuan)
1
Laju bahan bakar (liter/jam)
2
Konsumsi bahan bakar total (gram)
3
Energi panas bahan bakar (kkal)
4
Efisiensi kompor (%)
Sumber: BPPT Balai Besar Teknologi Energi

Nilai
0.26
39.00
364.50
37.20

18
Tabel 7 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak jelantah
No
Parameter (satuan)
1
Laju bahan bakar (liter/jam)
2
Konsumsi bahan bakar total (gram)
3
Energi panas bahan bakar (kkal)
4
Efisiensi kompor (%)
Sumber: BPPT Balai Besar Teknologi Energi

Nilai
0.25
37.00
345.70
39.13

Efisiensi Kompor
Efiensi kompor adalah perbandingan antara panas berguna, yang diperlukan
untuk memasak dalam jumlah tertentu dari suhu awal sampai masak dengan panas
yang diberikan oleh bahan bakar, yang dipergunakan selama memasak tersebut
(Sudarno 2007).
Cara yang paling efektif untuk pengujian efisiensi suatu kompor adalah
dengan metode pemanasan air (water boiling test). WBT adalah simulasi kasar
dari proes pemasakan yang dapat membantu para perancang kompor/tungku untuk
mengetahui efektifitas dan efisieni energi panas yang ditransfer pada alat masak
(Bailis 2007).
Untuk menghitung efisiensi kompor menggunakan persamaan (Yuanita
2008):
.................................................................................................. (33)
............................................................................ (34)
Panas yang hilang melalui permukaan dinding tungku secara konduksi
(QL11), konveksi (QL12) dan radiasi (QL13), yaitu:
QL11

........................................................................................ (35)

QL12 = h x A x (Tt-Tling) ........................................................................... (36)
QL13 = eb x σ x A x (Tt4-Tling4) ................................................................. (37)
dimana:
: Efisiensi kompor (%)
Qe
: Energi panas efektif yang dihasilkan oleh kompor (J)
Tt
: Suhu permukaan tungku (K)
Tling : Suhu lingkungan (K)
h
: Konveksi udara luar (W/m2K)
A
: Luas permukaan pindah panas (m2)
eb
: Emisivitas bahan kompor
σ
: Konstanta Steven-Boltzman (W/m2K4)
k
: Konduktivitas panas bahan (W/m°C)
T1-T2 : Perbedaan suhu dinding kompor (oC)
L
: Panjang (tinggi kompor) dinding kompor (m)

19
Panas yang hilang melalui dinding dasar tungku secara konveksi (QL21) dan
radiasi (QL22), yaitu:
QL21 = hd x Ad x (Tt-Tling) ........................................................................ (38)
QL22 = eb x σ x Ad x (Tt4-Tling4) ................................................................. (39)
dimana :
hd
: Konveksi udara di bawah tungku (W/m2K)
Ad
: Luas permukaan luar dinding dasar tungku (m2)
Panas yang hilang melalui saluran udara masuk (QL3):
QL3 = Am x σ x (Tg4-Tling4) ....................................................................... (40)
dimana:
Am
: Luas saluran udara masuk (m2)
Tg
: Suhu ruang pembakaran (K)
Panas yang hilang pada celah kompor dan panci (QL4):
QL4 = h x Ac x (Tc-Tling) ........................................................................... (41)
dimana:
Ac
: Luas celah kompor (m2)
Tc
: Suhu celah kompor (K)

Gambar 8 Pindah panas pada sistem kompor
Efisiensi sistem adalah perbandingan antara jumah energi panas yang
digunakan pada sistem pengguna dengan energi panas bahan bakar terpakai. Bila
energi panas yang dihasilkan sistem adalah Qout, energi panas bahan bakar
terpakai adalah QIn, maka efisiensi sistem dinyatakan dengan (Abdullah K dkk
1998):

20
................................................................................................. (42)
.......... (43)
dimana:
: Efisiensi sistem (%)
QIn
: Energi panas bahan bakar terpakai (J)
Qout : Energi panas yang digunakan pada sistem pengguna (J)
: Nilai kalor bahan bakar (kJ/ kg)
mair
: Massa air (kg)
mpanci : Massa panci (kg)
mf
: Massa bahan bakar terpakai (kg)
Cpair : Panas spesifik air (kJ/ kg K)
Cpair : Panas jenis panci (kJ/kg K)
muap : Masa air yang diuapkan (kg)
Hfg
: Panas laten air menguap (kJ/ kg)
T1
: Temperatur awal air (K)
T2
: Temperatur akhir air (K)
Tp.awal : Temperatur awal panci (K)
Tp.akhir : Temperatur awal panci (K)

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai Oktober 2013. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Lapang Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dua tahap. Tahap pertama adalah tahapan
penelitian pendahuluan yaitu uji waktu penyalaan kompor dan pengamatan visual,
untuk mengetahui warna nyala api dan keberadaan asap dari proses pembakaran.
Tahap kedua adalah tahap penelitian utama yaitu pengujian kinerja kompor
minyak nabati dengan menggunakan metode water boiling test, untuk mengetahui
kapasitas panas, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi energi pada kompor. Sebagai
perbandingan dilakukan pengujian kinerja kompor minyak tanah merk Butterfly
tipe 2668 dengan menggunakan bahan bakar minyak bintaro dan minyak
nyamplung.

21
Penentuan Parameter
Parameter yang digunakan pada tahap pertama adalah:
Tabel 8 Parameter-parameter pengujian tahap I
Parameter
Kapasitas kompor
Waktu penyalaan kompor
Warna nyala api
Keberadaan asap

Satuan
liter
menit
-

Untuk menghitung parameter-parameter tersebut dibutuhkan data-data
sebagai berikut:
a.
Tahap penyalaan api
1) Warna api selama proses pembakaran berlangsung
2) Menggunakan penilaian dengan skor. Skor 1 untuk warna merah, skor 2
untuk warna jingga, skor 3 untuk warna kuning, skor 4 untuk warna
hijau, dan skor 5 untuk warna biru.
b.
Data untuk mengetahui keberadaan asap
1) Menggunakan penilaian dengan skor 1 sampai 3. Skor 1 untuk asap
tidak ada, skor 2 untuk asap yang muncul sedikit, dan skor 3 untuk asap
yang muncul banyak.
c.
Menghitung kapasitas kompor data yang dibutuhkan adalah volume ruang
bahan bakar (m3)
d.
Tahap penyalaan awal
1) Waktu yang dibutuhkan dari awal penyalaan sampai laju bahan
pembakaran tetap (menit)
2) Jumlah bahan bakar awal (liter)
3) Jumlah bahan bakar akhir setelah kompor dimatikan (liter)
Parameter yang digunakan pada tahap kedua adalah:
Tabel 9 Parameter-parameter pengujian tahap II
Parameter
Laju pembakaran
Kapasitas panas
Waktu pemadaman kompor
Efisiensi kompor
Efisiensi sistem

Satuan
liter/jam
J/menit
menit
%
%

Untuk menghitung parameter-parameter tersebut dibutuhkan data-data
sebagai berikut:
a.
Data untuk mengetahui laju pembakaran
1) Total konsumsi bahan bakar dalam satu kali proses pemanasan (liter).
Pengujian dilakukan tiga kali ulangan.
2) Waktu yang dibutuhkan dalam satu kali proses pemanasan (menit).
Pengujian dilakukan tiga kali ulangan.

22
b.

c.
d.

e.

Data untuk mengetahui kapasitas panas
1) Konssumsi energi total (J)
2) Lama waktu proses pembakaran berlangsung (menit)
Data untuk waktu pemadaman kompor
1) Lama waktu untuk memadamkan kompor (menit)
Data untuk menghitung efisiensi kompor adalah Qinput, Qoutput, dan Qe.
Untuk mendapatkan Qinput diperlukan data:
1) Nilai kalor bahan bakar (J/liter)
2) Jumlah bahan