Selection of actinomycetes for degradation lignocellulosic biomass.

SELEKSI ISOLAT AKTINOMISET UNTUK DEGRADASI
BIOMASSA LIGNOSELULOSA

IKE APRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi Isolat Aktinomiset
untuk Degradasi Biomassa Lignoselulosa adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Ike Apriani
NIM G351100151

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
IKE APRIANI. Seleksi Aktinomiset untuk Degradasi Biomassa Lignoselulosa. Di
bawah bimbingan ANJA MERYANDINI dan TITI CANDRA SUNARSIH.
Lignoselulosa merupakan komponen utama penyusun struktur tumbuhan
dan sumber bahan organik terbarukan. Lignoselulosa terdiri atas 40%-50%
selulosa, 20%-30% hemiselulosa, 10%-25% lignin dan komponen ekstraktif.
Komponen biomassa lignoselululosa berpotensi untuk diubah menjadi beragam
produk yang memiliki nilai tambah diantaranya biofuel, bahan kimia organik,
sumber energi murah untuk fermentasi, makanan hewan dan nutrisi manusia.
Komponen lignoselulosa sulit untuk dihidrolisis karena adanya ikatan dengan
hemiselulosa dan lignin serta keberadaan struktur kristalin yang memberikan
kekompakkan struktur. Proses delignifikasi perlu dilakukan untuk meningkatkan
area selulosa dengan menghilangkan lignin, melarutkan hemiselulosa, merusak
kristalin dan meningkatkan pori volume.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan isolat
aktinomiset
yang
menghasilkan
enzim
lignin
peroksidase
dan
mengaplikasikannya untuk delignifikasi bagas tebu, tongkol jagung, tandan
kosong kelapa sawit (TKKS), dan serbuk gergaji. Penelitian terbagi menjadi
beberapa tahap yaitu seleksi isolat aktinomiset yang mensekresikan lignin
peroksidase, karakterisasi isolat terpilih dan aplikasi pada substrat lignoselulosa.
Seleksi kualitatif dengan menggunakan merah kongo menghasilkan 11
isolat yang membentuk zona bening di sekitar koloni. Seleksi dengan
menggunakan fuchsin didapatkan satu isolat terpilih yaitu isolat 42. Isolat ini
mensekresikan enzim lignin peroksidase dengan aktivitas tertinggi pada hari ke 8
sebesar 24.46 U/mg, dan enzim xilanase dengan aktivitas tertinggi pada hari ke 10
sebesar 0.055 U/ml.
Hasil analisis komponen serat menunjukkan persentase susut bobot sebesar
2.14%-13.8%, dengan persentase tertinggi pada substrat tebu. Penurunan lignin

tertinggi sebesar 7.45% pada tongkol jagung, hemiselulosa sebesar 9.93% pada
TKKS, dan 10.69% pada tongkol jagung. Delignifikasi tertinggi terjadi pada
substrat tongkol jagung.
Kata kunci: Aktinomiset, aktivitas lignin peroksidase, biomassa lignoselulosa,
delignifikasi, Streptomyces sp.

SUMMARY
IKE APRIANI. Selection of Actinomycetes for Degradation Lignocellulosic
Biomass. Supervised by ANJA MERYANDINI and TITI CANDRA SUNARSIH.
Lignocellulose is the major structural component of woody plants and nonwoody plants which represents a major source of renewable organic matter. The
structural component lignocelluloses consist of 40% to 50% cellulose, 20% to
30% hemicellulose, 10% to 25% lignin and extractable components. The
component of lignocellulose biomass can potentially be converted into various
different valuable products including biofuels, organic chemicals, cheap energy
sources for fermentation, and improving animal feeds and human nutrients.
Lignocellulose components are difficult to hydrolyze because cellulose is
associated with hemicellulose, their fiber surrounded by a lignin seal and much of
it has a crystalline structure, giving it a highly ordered, tightly packed structure.
Delignification should be done for increasing the surface area of cellulose by
removing the lignin seal, solubilizing hemicellulose, disrupting crystallinity, and

increasing pore volume.
This study aims to obtain isolates of actinomycetes that produce lignin
peroxidase enzyme and applied it for delignification agricultural biomass such as
sugarcane bagasse, corn cobs, oil palm empty fruit bunch (OPEFB), and sawdust.
The study was conducted into three main steps as the following: selection of
actinomycet isolate that produce lignin peroxidase, characterization of selected
isolate, and applied it for delignification agricultural biomass.
Qualitative observations using congo red and fuchsin were conducted as the
initial screening. Screening by congo red revealed 11 isolates that produce clear
zone, while only one isolate (isolate 42) obtained Fuchsin screening. This isolate
secreted lignin peroxidase enzymes with the highest activities after 8 days as
24.46 U/mg, and xylanase enzyme after 10 days as 0.055 U/ml.
Actinomycetes isolate 42 can grow on all lignocelullose substrates, and
degraded all components in the substrates. After 6 weeks cultivation, degradation
caused 2.14-13.8% lossed weight, with the highest weight loss from sugar cane
substrate. Isolate 42 has highest delignification capability (7.45%) and cellulose
degradation (10.69%) on corncobs and, highest hemicelullose solubilization
capability on OPEFB (9.93%)
Key words: Actinomycetes, delignification, lignin peroxidase activity,
lignocellulosic biomass, Streptomyces sp.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SELEKSI ISOLAT AKTINOMISET UNTUK DEGRADASI
BIOMASSA LIGNOSELULOSA

IKE APRIANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Hj. Liesbetini Hartoto, MS

Judul Tesis : Seleksi Isolat Aktinomiset untuk Degradasi Biomassa Lignoselulosa.
Nama
: Ike Apriani
NIM
: 0351100151

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

/


Prof Dr Anja Meryandini, MS
Ketua

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi '

Prof Dr Anja Meryandini, MS

Tanggal Ujian: 20 September 2013

Tanggal Lulus:

1­ 0 OCT _ ,

Judul Tesis : Seleksi Isolat Aktinomiset untuk Degradasi Biomassa Lignoselulosa.
Nama

: Ike Apriani
NIM
: G351100151

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S.
Ketua

Dr. Ir. Titi Candra Sunarti,M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S.

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 20 September 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis hanturkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Oktober 2012 ini berjudul Seleksi Isolat Aktinomiset untuk Degradasi Biomassa
Lignoselulosa. Penelitian didanai oleh Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S. dan Dr.
Ir.Titi Candra Sunarti, M.Si.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S.
selaku ketua komisi pempimbing dan Dr. Ir.Titi Candra Sunarti, M.Si selaku
anggota pembimbing. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Hj.
Liesbetini Hartoto, MS sebagai penguji ujian tesis atas saran dan masukan yang
diberikan.
Penghargaan penulis sampaikan kepada staf dan laboran di laboratorium

Bioteknologi Hewan dan Biomedis, PPSHB IPB dan laboratorium Mikrobiologi
IPB yang telah membantu selama penelitian. Terima kasih kepada Mikrotropisian
yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.
Terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada Papa (Alm.), Mama,
Ayuk dan Adik yang dengan tulus dan sabar memberikan do’a, motivasi maupun
semangat dalam terwujudnya tesis ini. Terima kasih pula penulis hanturkan kepada
keluarga besar, kerabat dekat dan sahabat yang turut memberikan semangat dan
inspirasi dalam menjalani perkuliahan.
Penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Ike Apriani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR


xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Biomassa Lignoselulosa
Delignifikasi
Degradasi Lignin oleh Aktinomiset
Enzim Lignin Peroksidase
Jalur Degradasi Lignin

3
4
4
5
6
6

3 METODE
Bahan
Alat
Prosedur

9
9
9
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Seleksi Kemampuan Lignolitik Isolat Aktinomiset
Karakteristik Enzim Isolat 42
Delignifikasi Substrat Lignoselulosa oleh Aktinomiset Isolat 42
Perubahan Komponen Serat Substrat setelah Kultivasi
Pembahasan

15
15
15
17
18
20
26

5 SIMPULAN

37

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL





Persentase komponen organik pada masing-masing substrat
Seleksi aktinomiset dengan merah kongo
Seleksi aktinomiset dengan fuchsin
Komposisi komponen substrat sebelum dan setelah kultivasi

4
15
16
20

DAFTAR GAMBAR









10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 

Unit pembentuk lignin
Praperlakuan merusak lignin untuk konversi biomassa lignoselulosa
Skema degradasi lignin oleh aktinomiset
Pemutusan senyawa model lignin β-aril eter oleh DypB
Respon isolat Aktinomiset terhadap pewarna merah kongo
Respon isolat Aktinomiset terhadap pewarna fuchsin
Aktivitas lignin peroksidase isolat 42 pada media DJMM cair
Aktivitas xilanase isolat 42 pada media xilan cair
Kultivasi biomassa oleh isolat 42 sebelum diinkubasi pada suhu ruang
(a-d) dan setelah inkubasi 6 minggu (e-f)
Persentase susut bobot substrat setelah kultivasi
Penurunan lignin setelah kultivasi pada masing-masing substrat yang di
inkubasi selama 6 minggu pada suhu ruang
Penurunan hemiselulosa setelah kultivasi pada masing-masing substrat
yang di inkubasi selama 6 minggu pada suhu ruang
Penurunan selulosa setelah kultivasi pada masing-masing substrat yang
di inkubasi selama 6 minggu pada suhu ruang
Peningkatan ekstraktif setelah kultivasi pada masing-masing substrat
yang di inkubasi selama 6 minggu pada suhu ruang
Struktur mikroskopis serbuk gergaji perbesaran 200x
Struktur mikroskopis TKKS perbesaran 200x
Struktur mikroskopis tongkol jagung perbesaran 200x
Struktur mikroskopis bagas tebu perbesaran 200x
Struktur mikroskopis tongkol jagung dengan SEM

4
5
6
7
16
17
17
18
19
19
20
21
21
22
23
23
24
25
25

DAFTAR LAMPIRAN







Komposisi R2YE trace mineral (g/l)
Kurva standar protein HRP
Kurva standar xilosa dengan metode DNS (Miller 1959)
Analisis kadar air
Analisis komponen serat (Van Soest 1991)
Contoh perhitungan penurunan bobot komponen serat

45
45
45
46
46
48

1
 

I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Lignoselulosa merupakan komponen utama penyusun struktur tumbuhan.
Lignoselulosa terdiri atas 40%-50% selulosa, 20% - 30% hemiselulosa, 10%-25%
lignin dan komponen ekstraktif (Menon & Rao 2012). Selulosa terdiri atas unit
monomer D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4-glikosidik. Selulosa terkemas
dalam mikrofibril yang terdiri atas struktur kristalin dan amorf. Selulosa
diselubungi oleh hemiselulosa dan lignin. Hemiselulosa memiliki rantai samping
pendek yang tersusun atas gula berbeda. Monosakarida terdiri atas pentosa
(xilosa, rhamnosa dan arabinosa), heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa) dan
asam uronat (4-o-metillglukoronat, D-glukoronat, dan asam D-galakturonat).
Hemiselulosa dapat berupa homopolimer atau heteropolimer dengan percabangan
pendek yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik dan adakalanya ikatan β1,3 glikosidik. Hemiselulosa lebih mudah larut dibandingkan selulosa (Kumar et
al. 2009). Lignin merupakan recalcitrant yang sulit didegradasi karena tersusun
dari struktur kompleks yang merupakan gabungan senyawa oksidatif dari
monolignol (monomer lignin, dan monomer prekusor) (Wong 2009).
Komponen biomassa lignoselulosa berpotensi untuk diubah menjadi
beragam produk yang memiliki nilai tambah di antaranya biofuel, bahan kimia
organik, sumber energi murah untuk fermentasi, makanan hewan dan nutrisi
manusia (Howard et al. 2003). Permasalahan dalam pemanfaatan biomassa
lignoselulosa telah diketahui sejak lama. Komponen ini sulit untuk dihidrolisis
karena adanya ikatan antara hemiselulosa dan lignin serta keberadaan struktur
kristalin yang memberikan kekompakkan struktur (Weil et al. 1994). Mosier et al.
(2005) menambahkan bahwa ikatan lignin yang kuat menghalangi penetrasi enzim
dalam proses hidrolisis sehingga menurunkan kinerja enzim. Dengan demikian,
perlu dilakukan proses praperlakuan yang dikenal dengan delignifikasi
(penghilangan lignin). Proses ini akan meningkatkan area selulosa dengan
menghilangkan lignin, melarutkan hemiselulosa dan merusak kristalinitas serta
meningkatkan pori volume (Demain et al. 2005).
Praperlakuan dapat dilakukan dengan cara mekanik, kimiawi, dan fisikkimia, namun cara ini memiliki kekurangan, diantaranya membutuhkan energi,
tekanan dan biaya yang tinggi, penggunaan bahan kimia yang menghasilkan
limbah toksik sehingga perlu pengolahan limbah lebih lanjut. Selain itu,
penggunaan asam untuk delignifikasi akan bersifat korosif terhadap reaktor dan
dapat menghasilkan inhibitor (Alvira et al. 2010). Untuk mengatasi permasalahan
tersebut dilakukan praperlakuan secara biologis dengan menggunakan enzim
yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti fungi, aktinomiset dan bakteri
lainnya.
Enzim ligninolitik yang terlibat dalam degradasi lignin, di antaranya lignin
peroksidase, manganase peroksidase dan lakase (Wong 2009). Beberapa
mikroorganisme yang dilaporkan menghasilkan enzim tersebut ialah bakteri dari
genus Alcaligenes, Arthrobacter, Norcadia, Pseudomonas, Streptomyces (Jing Li
et al. 2009), dan fungi di antaranya ialah Phanerochaete chrysosporium,
 
 

2
 

Pleurotus ostreatus, Phanerochaete sordida 37, dan Pycnoporus cinnabarinus
115 (Sun & Cheng 2002).
Sistem degradasi lignin pada bakteri terjadi pada proses metabolisme
primer. Enzim bakteri lebih menarik untuk aplikasi bioteknologi karena sistem
pendegradasi lignin pada bakteri lebih spesifik. Beberapa bakteri menunjukkan
kemampuan yang beragam dalam memetabolisme sejumlah senyawa aromatik
(Zimmermann 1990). Bakteri yang mendapatkan perhatian lebih sebagai prokariot
biodegradatif adalah aktinomiset. Bakteri ini tersebar luas pada substrat alam
seperti tanah dan kompos sehingga memiliki peranan penting dalam perombakan
bahan organik. Sumber utama karbon aktinomiset yang ada ditanah biasanya tidak
larut dan bersifat polimerik sehingga aktinomiset mensekresikan enzim
ekstraseluler. Aktinomiset berbeda dengan bakteri lain, bakteri ini memiliki hifa
seperti atribut yang dimiliki fungi. Hifa ini akan menembus dan mengkolonisasi
substrat untuk mendegradasi lignoselulosa pada dinding sel tumbuhan (McCarthy
& Williams 1992). Beberapa penelitian melaporkan beberapa spesies Aktinomiset
yang menghasilkan enzim peroksidase, di antaranya Streptomyces viridosporus
(Yee & Wood 1997), Streptomyces thermoviolaceus (Iqbal et al. 1994),
Thermomonospora mesophila dan Streptomyces badius (Godden et al. 1992).
Biomassa lignoselulosa berasal dari limbah tumbuh-tumbuhan dengan
komposisi kimia yang berbeda. Penelitian ini menggunakan empat biomassa
lignoselulosa yaitu bagas tebu, tongkol jagung, tandan kosong kelapa sawit
(TKKS), dan serbuk gergaji. Keempat substrat ini digunakan karena memiliki
jumlah komponen selulosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan komponen lain
sehingga memiliki potensi yang besar untuk menghasilkan gula sederhana (Tabel
1). Perbedaan komposisi kimia masing-masing biomassa akan mempengaruhi
kemampuan aktinomiset dalam degradasi. Antai & Crawford (1990) meneliti
bahwa aktinomiset memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mendegradasi
jerami dibandingkan kayu lunak dan kayu keras. Dengan demikian perlu
dilakukan pengkajian terhadap isolat-isolat aktinomiset koleksi Bagian
Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB yang dapat menghasilkan enzim lignin
peroksidase dalam mendegradasi biomassa lignoselulosa.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menseleksi isolat Aktinomiset yang mampu
mengkonversi lignin pada biomassa hasil pertanian berupa bagas tebu, tongkol
jagung, tandan kosong kelapa sawit (TKKS), dan serbuk gergaji.

3
 

2 TINJAUAN PUSTAKA

Biomassa Lignoselulosa
Biomassa lignoselulosa dapat berasal dari berbagai jenis limbah, di
antaranya limbah pertanian berupa jerami, tongkol jagung, sisa pangkasan jagung
dan lainnya. Limbah perkebunan seperti tandan kosong kelapa sawit (TKKS),
bagas tebu, kulit buah kopi dan lainnya. Limbah kayu dan kehutanan seperti sisa
gergajian, dan limbah sludge pabrik kertas, serta sampah organik yang berasal
dari rumah tangga dan pasar. Biomassa lignoselulosa dapat dijadikan biomaterial
baru untuk menghasilkan bioproduk yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Hal ini
terkait dengan kandungan organik yang menyusun lignoselulosa berupa selulosa,
hemiselulosa dan lignin (Howard et al. 2003).
Selulosa merupakan komponen utama lignoselulosa dengan monomer
glukosa. Selulosa terdiri atas struktur amorf dan kristalin. Struktur amorf
merupakan selulosa nonkristalin yang tidak memiliki pola difraksi. Struktur
kristalin terdiri atas selulosa I, II, III dan IV. Selulosa I paling banyak terdapat di
alam, dibedakan menjadi 2 yaitu (1) Iα dengan struktur triklinik, metastabil dan
dominan pada tumbuhan tingkat rendah (2) Iβ dengan struktur monoklinik, stabil
dan dominan pada tumbuhan tingkat tinggi. Selulosa II berasal dari perlakuan
asam (mercerization), dan solubilization. Selulosa III berasal dari selulosa I
dengan perlakuan cairan amonia. Selulosa IV berasal dari pemanasan selulosa III
(Park et al. 2010, Brown 1999, Vassilev et al. 2012). Hidrolisis secara enzimatis
mengubah selulosa menjadi glukosa pada struktur kristalin dengan menggunakan
enzim eksoglukanase dan pada struktur amorf menggunakan enzim
endoglukanase (Thygesen et al. 2005).
Hemiselulosa yang terkandung pada biomassa lignoselulosa berkisar
20-35%. Gula hemiselulosa dapat dikonversi menjadi etanol atau produk
fermentasi bernilai lainnya. Hemiselulosa tersusun atas polimer heterogen dari
pentosa (xilosa dan arabinosa), heksosa (manosa, glukosa, galaktosa) dan sugar
acid. Hemiselulosa pada kayu keras banyak mengandung xilan sedangkan kayu
lunak banyak mengandung glukomanan. Xilan pada beberapa tumbuhan
merupakan heteropolisakarida dengan rantai utama homopolimer dari unit-unit βD-xylopyranose dengan ikatan glikosidik β-(1Æ4). Komposisi xilan bervariasi
pada setiap tumbuhan. Xilan pada birchwood mengandung 89.3% xilosa, 1%
arabinosa, 1.4% glukosa, dan 89.3% asam anhidrouronik. Xilan pada sekam padi
mengandung 46% xilosa, 44.9% arabinosa, 6.1% galaktosa, 1.9% glukosa, dan
1.1% asam anhidrouronik. Enzim pendegradasi xilan berperan dalam
menguraikan struktur kompleks pada xilan (Saha 2003).
Lignin berasal dari kata Latin “lignum” yang berarti kayu. Lignin disintesis
dari p-koumaril, koniferil, dan sinapsil alkohol yang diinisiasi oleh enzim
polimerisasi dehidrogenatif (Gambar 1). Lignin terdiri atas 3 struktur yaitu (1) 4hidroksifenil (H) merupakan turunan p-koumaril alkohol yang tidak memiliki
gugus OCH3, (2) guaisil (G) merupakan turunan koniferil alkohol yang memiliki
satu gugus aril-OCH3, (3) syringyl (S) merupakan turunan sinapsil alkohol
dengan 2 gugus aril-OCH3 (Gambar 2) (Wong 2009). Jenis ikatan yang paling
utama dalam lignin kayu lunak dan kayu keras ialah ikatan β-O-4 yang merupakan

4
 

lebih dari separuh dari semua ikatan antar unit jenis ikatan lain yang penting yaitu
5,5, β-5, α-O-4 (Fengel & Weneger 1994).

p‐koumaril alkohol 

Koniferil alkohol 

Sinapsil alkohol 

Gambar 1 Unit pembentuk lignin (Wong 2009)
Kandungan komponen penyusun lignoselulosa pada setiap tumbuhan
bervariasi. Biomassa yang memiliki kandungan selulosa lebih tinggi dibandingkan
dengan hemiselulosa dan lignin memiliki potensi yang cukup baik untuk diubah
menjadi beragam produk yang memiliki nilai tambah (Tabel 1).
Tabel 1 Persentase komponen organik pada masing-masing substrat
Substrat
Serbuk gergaji
- Tectona
grandis
- Falcataria
moluccana
(Miq)
TKKS
Tongkol jagung
Bagas tebu

Selulosa
(%)

Hemiselulosa
(%)

Lignin
(%)

Ekstrakti
f (%)

Referensi

44.6
59.5

12.9
6.7

32.2
33.8

10
1.9

Miranda et al.(2011)
Vassilev et al.(2012)

37.26
48.1
33.3-36.1

14.62
37.2
18.4-28.9

31.68
14.7
26.1-40.7

1.34
7
5.3-11.5

Sudiyani et al.(2013)
Vassilev et al.(2012)
Canilha et al. (2013)

Biokonversi lignoselulosa menjadi bioproduk bernilai melalui beberapa
tahap yaitu praperlakuan (mekanik, kimia, dan biologi), hidrolisis polimer
menjadi molekul yang dapat dimetabolisme, contohnya, gula heksosa dan
pentosa, pemanfaatan molekul yang dihasilkan untuk pertumbuhan mikrob atau
memproduksi produk kimia, pemisahan dan pemurnian. Proses praperlakuan
menjadi bagian penting dalam menghasilkan yield produk yang tinggi (Howard et
al. 2003).
Delignifikasi
Delignifikasi atau penghilangan lignin merupakan praperlakuan yang
dilakukan untuk melepaskan selulosa dan hemiselulosa dari lignin (Gambar 2).
Proses ini bertujuan untuk meningkatkan perolehan gula sederhana atau
pembentukan gula melalui hidrolisis, menghindari degradasi atau hilangnya
karbohidrat, menghindarkan terbentuknya produk samping yang dapat
menghambat proses hidrolisis dan fermentasi, dan biaya lebih efektif (Kumar et
al. 2009). Mosier et al. (2005) menambahkan bahwa praperlakuan sangat

5
 

berpengarruh terhadaap yield dalam
d
mem
mproduksi bioetanol dari biom
massa
lignoseluloosa.

hemiselullosa 
hemiselulosa 
Praperlakuan
n

liggnin 

selulosa

lignin
l
selullosa

u
konveersi biomasssa lignoselu
ulosa
Gambar 2 Praperlakkuan merussak lignin untuk
(Mosier et al. 2005))

Degradassi Lignin olleh Aktinom
miset
Aktiinomiset teermasuk dalam kelas Schizomyccetes ordo A
Actinomyceetales
yang dikkelompokkaan menjaddi empat familia, yaitu: M
Mycobacteriaaceae,
Actinomyycetaeceae, Streptom
myceae, dan
d
Actinnoplanaceaee. Aktino
omiset
biodegraddatif bersifatt koloni sapprofit. Jumlah aktinom
miset di tannah berkisarr 105108 CFU//g. Aktinom
miset termaasuk bakteeri aerob dan
d
neutroffilik yang dapat
menggunaakan sumbber karboon beragam
m sehingga memilliki kerag
gaman
metabolism
me. Aktinoomiset beraddaptasi den
ngan baik pada substraat padat. Su
umber
karbon utaama di tanah tidak terlaarut dan pollimerik sehiingga membbutuhkan seekresi
enzim ekstraselular agar hifa menembus dan menggkolonisasi substrat. Spora
S
aktinomiseet muncul pada hifa aerial
a
dan bersifat
b
hidrrofobik yanng diadaptaasikan
untuk air dispersal. Spora
S
aktinoomiset mem
miliki fungsii yang miripp dengan ko
onidia
fungi dibaandingkan dengan
d
endoospora baktteri, tetapi dapat
d
bertahhan pada ko
ondisi
kering dallam jangka waktu lam
ma dan akan
n berkecambbah ketika nnutrisi terpenuhi
(McCarthyy & William
ms 1992).
Aktiinomiset terrlibat dalam
m mendegraadasi dan memodifikas
m
si lignin di alam.
Bakteri inni mampu memetaboli
m
sme senyaw
wa yang terkait dengaan lignin baahkan
beberapa di antarannya dapat meminerali
m
isasi dan melarutkan
m
polimer liignin.
Pemutusann ikatan lignin, oksiidasi, demeetilasi dan pemutusann ikatan cincin
c
aromatik dikatalisi
d
o
oleh
enzim bakteri (Zim
mmermannn 1990). Buugg et al. (2
2011)
menyatakaan bahwa enzimologi mengenaai bakteri pendegrada
p
asi lignin masih
m
belum bannyak diketaahui dibanddingkan den
ngan enzim
m pendegraddasi lignin yang
dihasilkann oleh funngi. Namunn, untuk saat ini diiindikasikan bahwa baakteri
menggunaakan enzim yang miripp dengan en
nzim ekstraaselular penndegradasi lignin
l
pada funggi. Ramachhandra et al.
a (1988), Godden (1992), dann Mercer (1996)

6
 

mendapatkan bahwa aktinomiset dari genus Streptomyces memproduksi beberapa
enzim ektraselular peroksidase untuk katalisis oksidatif pemutusan model
senyawa lignin ikatan β-aril eter.
Enzim Lignin Peroksidase
Lignin peroksidase merupakan protein heme mengkatalisis H2O2 yang
berkaitan dengan depolimerisasi oksidatif lignin. Enzim ini secara relatif tidak
spesifik substrat karena diketahui dapat mengoksidasi substrat aromatik fenol dan
beberapa model senyawa lignin nonfenolik. Enzim ligninolitik dihubungkan
dengan pemecahan lignin karena enzim ini mampu mengoksidasi lignin yang
berkaitan dengan senyawa aromatik. Substrat aromatik fenolik seperti guaiakol,
asam vanilik, asam syringie dan senyawa nonfenolik seperti veratril alkohol,
dimethyphenylenediamine sering kali digunakan untuk mengkarakteristik siklus
katalitik, senyawa pembentuk dan reaksi oksidasi enzim intermediet, dan
menyelidiki pemutusan ikatan spesifik. Komponen ini disintesis menirukan
substruktur lignin seperti diarylpropane dan β-aril eter. Model komponen lignin
β-O-4 merupakan tipe utama dalam penjelasan degradasi lignin karena ikatan ini
banyak terdapat pada biomassa lignoselulosa dengan kisaran 50 % pada
gimnosperma dan 60% pada angiosperma (Wong 2009).
Jalur Degradasi Lignin
Skema degradasi lignin oleh aktinomiset ditunjukkan pada Gambar 3.
Komponen I adalah 3,4-dimethoxyphenyl-ω-(2-methoxyphenoxy) acetophenon,
komponen II merupakan 1-(34-dimethoxyphenyl)-2-(2-methoxyphenoxy) etanol
dan komponen III adalah 4-hydroxy-3-methoxyphenyl- ω-(2-methoxyphenoxy)
acetophenon. Streptomyces sp. EC1, Streptomyces sp. EC22, S.cyaneus dan
1    Reaksi tidak ditetapkan 
2    Reaksi/produk diamati pada    
      Streptomyces sp.EC1 
3    Reaksi/produk diamati pada  
      Thermomonospora mesophila  
       Dan Streptomyces badius 

Komponen II
3
Depolimerisasi oleh 
peroksidase 


lignin 

Komponen I
3
Komponen III
3




Asam vanilik
2 3
2
vanilin
1
Asam ferulik




guaiacol
Asam Protokateik
2

Pemanfaatan melalui jalur 
β‐ketoadipat 

Asam syringie

Gambar 3 Skema degradasi lignin oleh Aktinomiset (Godden et al. 1992)

7
 

S. badius dapat menggunakan komponen II untuk menghasilkan komponen I dan
III. Pemutusan model komponen β-aril eter melibatkan 3 elemen yaitu, demetilasi
struktur cincin aromatik, oksidasi Cα untuk pengenalan gugus karbonil, dan
pemutusan α-β menjadi produk monomer. Oksidasi Cα terlibat dalam degradasi
lignin in situ, di luar perannya sebagai syarat untuk pemutusan α-β (Godden et al.
1992).
Rhodococcus jostii RHA1 diidentifikasi memiliki DypB peroksidase yaitu
lignin peroksidase yang memutuskan β-aril eter. DypB peroksidase pada galur ini
memiliki kemiripan dengan sebagian besar bakteri terutama aktinobakteria. DypB
peroksidase mendegradasi lignin dengan pemutusan β-aril eter menghasilkan
produk akhir berupa vanilin dengan skema sebagai berikut :

Gambar 4 Pemutusan senyawa model lignin β-aril eter oleh DypB
(Ahmad et al. 2011)

8
 

9

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dari bulan Oktober 2012- April 2013. Bertempat di
Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, PPSHB-LPPM, Institut
Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor.

Bahan dan Alat
Sebanyak 19 isolat yang digunakan berasal dari koleksi Yulin Lestari dan 4
isolat berasal dari koleksi Bagian Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA
IPB, biomassa lignoselulosa berupa media yang digunakan untuk pertumbuhan
yaitu bagas tebu, Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), tongkol jagung, dan
serbuk gergaji, media Yeast Malt (YM), media Deokjin Maximal Medium
(DJMM) dan lainnya. Alat yang diperlukan adalah inkubator goyang, autoklaf, pH
meter, mikroskop cahaya terpolarisasi, hammer mill, spektrofotometer, neraca
analitik, oven, sentrifus.

Metode Kerja

Peremajaan Isolat Aktinomiset
Biakan murni dari masing-masing isolat diremajakan pada media Yeast
Malt (YM) dengan komposisi (g/l) : ekstrak khamir 3; ekstrak malt 3; glukosa 10;
agar 20. Isolat diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari.

Seleksi Kemampuan Lignolitik Isolat Aktinomiset
Seleksi Aktinomiset dengan Merah Kongo dan Fuchsin
Isolat yang telah diremajakan kemudian digoreskan pada media YM padat
yang mengandung 200 mg/l merah kongo atau 50 mg/l pewarna fuchsin.
Pembentukan zona bening menunjukkan adanya enzim yang mampu
mendegradasi komponen recalcitrant (Kang et al. 1999). Pengukuran zona bening
yang terbentuk di sekitar koloni digunakan untuk menghitung indeks potensial
(lignolitik), didapatkan dengan rumus sebagai berikut :

Indeks ligninolitik =

Ø

Ø

–Ø

10

Karakteristik Enzim Isolat 42
Aktivitas Lignin Peroksidase
Isolat terpilih ditumbuhkan pada media Deokjin Maximal Medium (DJMM)
selama 7 hari. Komposisi media terdiri atas: 0.3 % ekstrak khamir, 2% kasein;
0.7% CaCO3, 0.1% NH4Cl, 4% pati jagung, 0.1% R2YE trace metals (Lampiran
1) dan 0.6 % xilan (Yee et al. 1996). Isolat yang ditumbuhkan pada media
Deokjin Maximal Medium (DJMM) padat sebanyak 2 corckborer disubkultur
dalam 10 ml media Deokjin Maximal Medium (DJMM) cair dan dikocok dengan
kecepatan 100 rpm pada suhu ruang. Enzim peroksidase diukur pada hari ke-6
selama 3 hari berselang. Aktivitas peroksidase diukur dengan mensentrifugasi
kultur selama 15 menit dengan kecepatan 8500 g (Sorvall RC-5B plus). Enzim
ekstrak kasar dipekatkan dengan cara dimasukkan ke dalam kantong selofan yang
memiliki nominal molecular weight cuttoff 2000 Dalton dan didialisis
menggunakan PEG 6000 pada suhu 5oC (Boyer 1986).
Aktivitas lignin peroksidase diukur dengan menggunakan colorimetric
assay. Pengujian dilakukan berdasarkan konversi substrat pereduksi yang
dikombinasikan dengan hidrogen peroksida dan kromogen pada kondisi pH, suhu
dan konsentrasi reaktan tetap (Nicell & Wright 1997). Substrat pereduksi yang
digunakan dalam pengujian ini adalah fenol dan hidrogen peroksida (H2O2),
sedangkan 4-aminoantipyrin (Am-NH2) sebagai color-generating substrates.
Bagian reaksi assay melibatkan oksidasi satu-elektron fenol yang dikatalisis oleh
peroksidase dengan mekanisme Chance-George sebagai berikut:
k1
E + H2O2 Æ E1 + H2O ....................................................... 1
k2
E1 + PhOH Æ E2 + PhO. ...................................................... 2
k3
E2 + PhOH Æ E + PhO. + H2O ........................................... 3
(Job & Dunford 1976)
PhO. + Am-NH2 ↔ PhOH + Am-NH. ................................ 4
PhO. + Am-NH. Æ Am-NH-Oph ........................................ 5
Am-NH-OPh + H2O2 Æ Dye + H2O2 ................................. 6
(Metelitzea et al.1991)
2PhO. + Am-NH2 + H2O2 Æ Dye + PhOH + 2H2O
PhOH + Am-NH2 + 2H2O2 Æ Dye + 4H2O
(Nicell & Wright 1997)
Campuran reagen yang terdiri atas 0.7 ml hidrogen peroksida 0.0017 M
dan 0.75 ml 4-aminoantipyrine 0.0025 M yang dilarutkan dalam fenol 0,17 M
diinkubasi dalam spektrofotometer selama 3-4 menit agar didapatkan suhu yang
seimbang dan angka nol (blank rate). Supernatan sebanyak 50 μl ditambahkan ke
dalam campuran reagen tersebut. Kenaikan angka dicatat pada menit ke-4 sampai
5 pada panjang gelombang 510 nm. Satu unit aktivitas lignin peroksidase (U)

11

didefinisikan sebagai pemanfaatan µmol hidrogen peroksida dalam 1 menit pada
kondisi di atas (Nicell & Wright 1997).

Unit/mg =

ΔA/menit
(6.58 x mg enzim/ml campuran reaksi)

Keterangan :
6.58 = mM extinction coefficient dari quinoneimine dye (L.mmol-1.cm-1)
Pertumbuhan sel dihitung berdasarkan biomassa bobot kering dengan
menggunakan kertas filter dan dikeringkan dalam oven semalaman pada suhu
80oC (Yee et al. 1996).

Aktivitas xilanase
Isolat terpilih diremajakan pada cawan berisi media xilan padat dengan
komposisi 1% ekstrak khamir, 10.3 % sukrosa, 0.5% birchwood xilan dan 2%
agar-agar selama 7 hari. Sebanyak 2 corckborer (diameter 1cm) kultur padat isolat
tersebut, diinokulasikan ke dalam 10 ml media xilan cair, diinkubasi pada suhu
kamar dengan pengocokkan 100 rpm. Kultur cair disentrifugasi pada kecepatan
5000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Filtrat yang diperoleh dipisahkan dari
endapan dan digunakan sebagai ekstrak kasar xilanase. Penggujian aktivitas
xilanase dilakukan dengan mengukur gula pereduksi sebagai produk hidrolisis
xilan oleh xilanase menggunakan metode DNS (Miller 1959).
Pengujian sampel dilakukan dengan cara menambahkan 500 µl enzim
ekstrak kasar ke dalam 500 µl substrat (0.5% birchwood xilan dalam 100 mM
bufer fosfat pH 7.0), diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit. Reaksi
enzimatis diakhiri dengan penambahan 1 ml reagen DNS (asam dinitrosisilat) dan
dipanaskan dalam air mendidih (100oC) selama 15 menit. Campuran reaksi
didinginkan dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. Kontrol
dibuat dengan cara menambahkan 500 µl enzim ekstrak kasar ke dalam campuran
yang telah mengandung 500 µl substrat dan 1 ml DNS lalu dimasukkan ke dalam
air mendidih selama 15 menit. Campuran didinginkan dan diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 540 nm dengan spektrofotometer. Blanko dibuat dengan
cara yang sama seperti kontrol tetapi enzim ekstrak kasar diganti dengan akuades
steril.
Standar xilosa dibuat dengan kisaran 0.05-0.35 mg/ml dari stok xilosa 1
mg/ml. Larutan standar sebanyak 1 ml direaksikan dengan 2 ml DNS, dikocok
kuat. Campuran dimasukkan ke dalam air mendidih selama 15 menit. Setelah
dingin absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540
nm. Kadar xilosa (mg/ml) hasil hidrolisis xilan oleh xilanase yang terkandung
pada masing-masing larutan sampel dan kontrol ditentukan dengan persamaan
matematik dari kurva regresi linear standar xilosa. Aktivitas xilanase dihitung
berdasarkan rumus :

12

Aktivitas xilanase (unit/ml) =
W

S K

BM

F

,

Keterangan :
S : konsentrasi gula pereduksi sampel
K : konsentrasi gula pereduksi kontrol
Fp: faktor pengenceran
Aktivitas xilanase dinyatakan dalam unit dimana satu unit aktivitas xilanase
didefinisikan sebagai jumlah yang menyebabkan perubahan substrat xilan
birchwood menjadi 1 µmol gula xilosa per menit.
Delignifikasi Substrat Lignoselulosa oleh Aktinomiset Isolat 42
Karakterisasi Substrat
Substrat lignoselulosa yang digunakan adalah TKKS, bagas tebu, serbuk
gergaji, dan tongkol jagung. Substrat dikeringkan dan ukuran substrat diperkecil
hingga 40 mesh. Substrat dikarakterisasi dengan metode Van Soest et al. (1991)
(Lampiran 5). Pengamatan mikroskopik dilakukan dengan mikroskop cahaya
terpolarisasi dan Scanning Electron microscopy (SEM).
Persiapan Substrat
Masing-masing substrat sebanyak 10 g ditambahkan ke dalam media yang
mengandung 0.3 % ekstrak khamir, 0.7% CaCO3, 0.1% NH4Cl, 0.1% R2YE trace
metals (Lampiran 1). Kemampuan penyerapan air untuk masing-masing biomassa
berdasarkan kemampuan serat untuk menyerap air yang sesuai untuk kultivasi
media padat. Oleh karena itu, penambahan media cair sebanyak 50 ml untuk
substrat jagung dan serbuk gergaji, 70 ml untuk TKKS dan 80 ml untuk bagas
tebu. Campuran substrat dan media disterilisasi pada suhu 121oC selama 15
menit.
Proses Kultivasi
Isolat 42 ditumbuhkan pada media Deokjin Maximal Medium (DJMM)
selama 7 hari. Sebanyak 2 corckborer disubkultur dalam 10 ml media Deokjin
Maximal Medium (DJMM) cair, dikocok dengan kecepatan 100 rpm dan
diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang.
Sebanyak 0.02 (g berat kering /g substrat) inokulum diinokulasikan pada
masing-masing substrat dan diinkubasi pada suhu ruang selama 6 minggu
(Pametto & Crawford 1986).
Penentuan Kemampuan Delignifikasi Substrat
Substrat hasil kultivasi dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC selama 48
jam. Substrat ini selanjutnya digunakan untuk analisis kandungan selulosa,

13

hemiselulosa dan lignin menggunakan metode Van Soest et al. (1991).
Pengamatan mikroskopik dilakukan dengan mikroskop cahaya terpolarisasi dan
Scanning Electron Microscopy (SEM). Persentase kehilangan bobot substrat
dihitung dengan persamaan berikut:
•  Susut bobot (%) =



x 100%

Keterangan:
BKO = Bobot Kering Oven (g)
Penurunan kadar komponen serat (sebagai lignin, selulosa, hemiselulosa) dihitung
berdasarkan rumus:
•  % Penurunan Komponen Serat (%) = x- [y (
Keterangan:
x = Kadar komponen serat sebelum kultivasi (%)
y = Kadar komponen serat setelah kultivasi (%)
z = Susut bobot (%)

]

14

15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Seleksi Kemampuan Lignolitik Isolat Aktinomiset
Seleksi awal untuk mengidentifikasi kemampuan lignolitik isolat-isolat
aktinomiset pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan komponen
xenobiotik recalcitrant seperti azo-dyes dan tryphenylmethane dyes pada media
Yeast Malt (YM). Senyawa azo-dyes yang digunakan pada penelitian ini ialah
merah kongo dengan konsentrasi 200 mg/l. Dari 23 isolat aktinomiset, didapatkan
11 isolat aktinomiset yang dapat membentuk zona bening di sekitar koloni
setelah diinkubasi selama 7 hari (Tabel 2, Gambar 5). Zona bening yang terbentuk
berkisar antara 0.6-3.3 cm, sehingga diperoleh indeks lignolitik yang berkisar
antara 0.2–0.5.
Tabel 2 Seleksi aktinomiset dengan merah kongo
Isolat
1
5
6
8
9
10
11
12
15
16
24
25
32
34
35
37
39
42
43
B1
K10
T8
T13

Respon terhadap
Merah kongo
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

Keterangan :
+ : terbentuk zona bening

-

Nilai Indeks
Lignolitik
0
0
0
0.2
0
0.25
0
0
0
0.3
0
0.5
0
0.28
0.22
0
0.34
0.28
0.23
0.2
0
0
0.3

: tidak terbentuk zona bening

16

a

b

Gambar 5 Respon isolat aktinomiset terhadap pewarna merah
kongo a) tidak membentuk zona bening di sekitar
koloni b) membentuk zona
Seleksi lanjut dengan senyawa tryphenylmethane dyes yaitu fuchsin (50
mg/l). Fuchsin dikenal dengan nama lain rosaniline hydrochloride atau magenta.
Isolat yang memiliki kemampuan mendegradasi merah kongo ditumbuhkan pada
media padat yang mengandung fuchsin, didapatkan satu isolat setelah diinkubasi
selama 7 hari, yaitu isolat 42 (Tabel 3). Hasil positif diperlihatkan dengan
pemudaran warna (Gambar 6). Reaksi perubahan warna fuchsin terjadi cukup
lambat yaitu setelah 30 hari gores. Pemudaran warna terjadi sangat jelas setelah 8
bulan inkubasi (Gambar 6d).

Tabel 3 Seleksi Aktinomiset dengan fuchsin
Isolat
8
10
16
25
34
35
39
42
43
B1
T13

Respon terhadap
Fuchsin
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
Positif
TT
TT
TT

Keterangan:
Positif : Tumbuh dan terjadi pemudaran warna
TT
: Tidak Tumbuh

17

a

b

c

d

Gambar 6 Respon isolat 42 terhadap pewarna fuchsin a) kontrol, b) 1 bulan
setelah digores isolat 42, c) 2 bulan setelah digores isolat 42, d) 8
bulan setelah digores isolat 42

Penapisan lignolitik dengan cara ini bersifat kualitatif. Nilai indeks
lignolitik dan pemudaran warna pada media, dengan penambahan merah kongo
dan fuchsin tidak menunjukkan jumlah aktivitas ALiP, sehingga diperlukan uji
aktivitas ALiP secara kuantitatif.

Karakteristik Enzim Isolat 42
Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase

1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

30
25
20
15
10
5
0
6

8
10
Waktu inkubasi (hari)
Aktivitas Lignin Peroksidase

12

Log Biomassa kering (mg/ml)

Aktivitas Lignin Peroksidase
(U/mg)

Isolat 42 di subkultur pada media DJMM (Deoxjin Maximal Medium) padat
selama 7 hari, kemudian dipindahkan pada media DJMM cair untuk pengukuran
aktivitas. Aktivitas enzim lignin peroksidase diukur pada hari ke 6, 8, dan 10
masing-masing sebesar 13.39 U/mg, 24.46 U/mg, dan 13.28 U/mg (Gambar 7).

Biomassa (mg/mL)

Gambar 7 Aktivitas lignin peroksidase isolat 42 pada media DJMM cair

18

Aktivitas Enzim Xilanase

0.06

1.4

0.05

1.2
1

0.04

0.8

0.03

0.6

0.02

0.4

0.01

0.2

0

0
5

7

9

11

13

15

Log
Biomassa kering (mg/ml)

Aktivitas xilanase (U/ml)

Isolat 42 di subkultur pada media xilan padat selama 7 hari dan dipindahkan
pada media xilan cair untuk pengukuran aktivitas xilanase. Aktivitas xilanase
diukur pada hari ke 5, 10, dan 15 dengan aktivitas masing-masing sebesar 0.038
U/ml, 0.055 U/ml, dan 0.034 U/ml.

17

Waktu Inkubasi (hari)
aktivitas xilanase

biomassa

Gambar 8 Aktivitas xilanase isolat 42 pada media xilan cair

Aktivitas Enzim Selulase
Isolat 42 memiliki aktivitas selulase. Pengukuran diawali dengan
menginokulasi isolat 42 pada media CMC padat selama 7 hari kemudian
dipindahkan pada media CMC cair. Pengukuran aktivitas selulase dilakukan oleh
Astuti (2012) yang memperoleh aktivitas tertinggi pada hari ke-15 sebesar 0.048
U/ml. Selain itu, isolat 42 memiliki aktivitas selulase pada substrat spesifik
CMCase, avisel, dan Fpase masing-masing sebesar 0.028 U/ml, 0.023 U/ml, dan
0.037 U/ml.

Delignifikasi Substrat Lignoselulosa oleh Aktinomiset Isolat 42
Tahap ini menggunakan empat biomassa lignoselulosa yaitu serbuk gergaji,
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), tongkol jagung, dan bagas tebu. Isolat 42
tumbuh pada permukaan substrat dengan warna koloni abu-abu (Gambar 9).
Kolonisasi isolat 42 tampak jelas pada substrat tongkol jagung dan bagas tebu
(Gambar 9 g-h). Kolonisasi memperlihatkan bahwa isolat 42 dapat memanfaatkan
substrat dengan mendegradasi komponen pada substrat ini.

19

a

e

b

c

d

f

g

h

Gambar 9 Kultivasi biomassa oleh isolat 42 sebelum diinkubasi pada suhu
ruang (a-d) dan setelah inkubasi 6 minggu (e-f). a & e: serbuk
gergaji, b & f: TKKS, c & g: tongkol jagung, d & h: bagas tebu.

Susut bobot (%)

Pemanfaatan substrat dengan mendegradasi komponen pada masing-masing
biomassa lignoselulosa oleh isolat 42 didukung dengan terjadinya susut bobot
setelah kultivasi (Gambar 10). Persentase susut bobot dihitung berdasarkan
perbandingan bobot substrat setelah dan sebelum delignifikasi. Susut bobot (%)
mengindikasikan perubahan komposisi komponen substrat akibat interaksi
aktinomiset dengan substrat. Persentase susut bobot (%) pada bagas tebu, tongkol
jagung, TKKS dan serbuk gergaji masing-masing sebesar 13.8%, 11.64%, 6.04%,
dan 2.14%.
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
serbuk gergaji

TKKS

tongkol jagung

bagas tebu

Substrat

Gambar 10 Persentase susut bobot substrat setelah kultivasi

20

Perubahan Komponen Serat Substrat Setelah Kultivasi
Kultivasi aktinomiset pada substrat menyebabkan terjadinya pengurangan
bobot substrat dan mengakibatkan komposisi komponen penyusun masingmasing substrat berubah (Tabel 4). Perubahan jumlah komponen substrat
dikaitkan dengan kemampuan isolat 42 dalam mensekresikan beberapa enzim
ekstraselular, yaitu lignin peroksidase (Gambar 7), xilanase (Gambar 8) dan
selulase (Astuti 2012). Enzim yang dihasilkan dapat mengkatalisis masingmasing substrat dari komponen serat lignoselulosa sehingga terjadi degradasi
komponen.

Tabel 4 Komposisi komponen substrat sebelum dan setelah kultivasi
%
Lignin
A
B

Substrat

Serbuk gergaji
TKKS
Tongkol jagung
Bagas tebu

23.25
22.32
18.71
5.62
A : Sebelum kultivasi
B : Setelah kultivasi

23.73
23.75
15.74
5.06

%
Hemiselulosa
A
B
14.6
19.18
26.16
17.55

12.73
9.84
25.39
19.41

%
Selulosa
A
B
49.07
45.42
41.23
27.43

47.14
46.44
34.56
30.92

% komponen
Ekstraktif
A
B
13.08
13.08
13.90
49.40

16.4
19.97
24.31
44.61

Penurunan kadar lignin (%)

Penurunan kadar lignin dan holoselulosa terjadi pada masing-masing
substrat (Gambar 11). Persentase penurunan kadar lignin tertinggi pada tongkol
jagung sebesar 4.8%, kemudian bagas tebu, serbuk gergaji, dan TKKS masingmasing sebesar 1.26%, 0.03%, dan 0.005%.

7
6
5
4
3
2
1
0
Serbuk gergaji

TKKS

Tongkol jagung

Bagas tebu

Substrat

Gambar 11 Penurunan lignin dan holoselulosa setelah kultivasi pada
masing-masing substrat yang diinkubasi selama 6 minggu pada
suhu ruang

21

Penurunan kadar hemiselulosa
(%)

Persentase penurunan kadar hemiselulosa lebih tinggi dibandingkan
penurunan kadar lignin dengan persentase pada masing-masing substrat sebesar
9.93% pada TKKS, 3.73% pada tongkol jagung, 2.14% pada serbuk gergaji, dan
0.82% pada bagas tebu (Gambar 12).

12
10
8
6
4
2
0
Serbuk gergaji

TKKS

Tongkol jagung

Bagas tebu

Substrat

Gambar 12 Penurunan hemiselulosa setelah kultivasi pada masing-masing
substrat yang diinkubasi selama 6 minggu pada suhu ruang

Penurunan kadar selulosa (%)

Penurunan kadar selulosa pada tongkol jagung, serbuk gergaji, TKKS, dan
bagas tebu masing-masing sebesar 10.69 %, 2.94%, 1.78%, dan 0.78% (Gambar
13).
12
10
8
6
4
2
0
Serbuk gergaji

TKKS

Tongkol jagung

Bagas tebu

Substrat

Gambar 13 Penurunan selulosa setelah kultivasi pada masing-masing
substrat yang diinkubasi selama 6 minggu pada suhu ruang
Kadar ekstraktif setelah kultivasi mengalami peningkatan pada serbuk
gergaji, TKKS, dan tongkol jagung masing-masing sebesar 2.97 %, 5.68%,
7.57%, sedangkan terjadi penurunan pada bagas tebu sebesar 10.96% (Gambar
14).

22

Peningkatan kadar ekstraktif
(%)

10
5
0
Serbuk gergaji
-5

TKKS

Tongkol
jagung

Bagas tebu

-10
Substrat
-15

Gambar 14 Peningkatan ekstraktif setelah kultivasi pada masing-masing
substrat yang diinkubasi selama 6 minggu pada suhu ruang

Struktur Mikroskopis Substrat Sebelum dan Setelah Kultivasi

Kemampuan isolat 42 dalam mendegradasi substrat didukung pula dari hasil
pengamatan mikroskopis (Gambar 15-17). Pengamatan ini memperjelas adanya
kerusakan struktur serat substrat yang disebabkan oleh aktivitas degradasi enzim
ekstraselular.
Struktur serbuk gergaji sebelum dan setelah kultivasi isolat 42 dengan
mikroskop tanpa polarisasi memperlihatkan struktur serat yang kompak dan
tampak tidak ada perubahan (Gambar 15 a,c). Gambar diperjelas dengan
mikroskop cahaya terpolarisasi memperlihatkan bagian-bagian serat dengan warna
yang berbeda (Gambar 15 b,d). Bagian dengan warna keemasan memperlihatkan
struktur dinding sel masih terlihat kompak, dan bagian dengan warna kemerahan
menunjukkan struktur amorf serta bagian dengan warna biru menunjukkan
struktur kristalin.
Struktur TKKS sebelum dan setelah kultivasi isolat 42 dengan mikroskop
tanpa cahaya terpolarisasi memperlihatkan struktur yang masih kompak pula
(Gambar 16 a,c). Dengan bantuan cahaya terpolarisasi terlihat adanya perbedaan
(Gambar 16 b,d). Warna kebiruan pada serat sebelum kultivasi isolat 42 berada
terselubung di dalam substrat sehingga tidak tampak begitu jelas, namun setelah
kultivasi, warna kebiruan tersebut berserakan di sekitar substrat dan lebih terlihat
jelas pada permukaan substrat, warna kebiruan menunjukkan struktur kristalin
selulosa yang terlepas.
Struktur serat tongkol jagung sebelum dan setelah kultivasi isolat 42
dengan mikroskop tanpa polarisasi memperlihatkan adanya perbedaan (Gambar
17 a, c). Sebelum kultivasi, struktur fibril teratur dan sangat kompak. Namun,
terjadi perubahan setelah kultivasi, struktur fibril terlihat acak dan berongga yang
menunjukkan adanya indikasi degradasi oleh aktinomiset.

23

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 15 Struktur mikroskopis serbuk gergaji perbesaran 200x: sebelum
kultivasi (a-b) dan setelah kultivasi (c-d); menggunakan mikroskop
cahaya (a-c) dan cahaya terpolarisasi (b-d)

(a)

(c)

(b)

(d)
Gambar 16 Struktur mikroskopis TKKS perbesaran 200x: sebelum kultivasi
(a-b) dan setelah kultivasi (c-d); menggunakan mikroskop cahaya
(a-c) dan cahaya terpolarisasi (b-d)

24

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 17 Struktur mikroskopis tongkol jagung perbesaran 200x: sebelum
kultivasi (a-b) dan setelah kultivasi (c-d); menggunakan mikroskop
cahaya (a-c) dan cahaya terpolarisasi (b-d)
Struktur serat bagas tebu sebelum dan setelah kultivasi Isolat 42 tidak
memperlihatkan banyak perubahan seperti pada tongkol jagung. Struktur serat
pada bagas tebu lebih sederhana dibandingkan pada tongkol jagung. Namun
degradasi serat bagas tebu oleh isolat 42 hanya ditunjukkan dengan adanya celah
yang terbentuk pada serat setelah kultivasi (Gambar 18 a, c). Pengamatan dengan
mikroskop cahaya terpolarisasi memperlihatkan adanya warna kebiruan yang
menunjukkan selulosa kristalin pada serat sebelum dan setelah kultivasi Isolat 42
(Gambar 18 b, d).
Dari keempat substrat yang digunakan, substrat tongkol jagung terdegradasi
lebih baik dibandingkan dengan substrat lain. Hasil diperjelas dengan pengamatan
Scanning Electron Microscopy (SEM) (Gambar 19). Substrat yang belum
terdegradasi masih utuh dan tidak ada lubang yang terbentuk (Gambar 19a).
Substrat yang telah terdegradasi diperlihatkan adanya lubang pada substrat
tongkol jagung setelah kultivasi (Gambar 19 b). Kerusakan substrat dengan
membentuk jaring-jaring diperjelas pada Gambar 19(c), (d), isolat 42 dapat
mengkolonisasi permukaan substrat yang ditandai dengan adanya sel yang
menempel pada permukaan substrat (tanda anak panah).

25

(b)

(a)

(d)
(c)
Gambar 18 Struktur mikroskopis bagas tebu perbesaran 200x: sebelum
kultivasi (a-b) dan setelah kultivasi (c-d); menggunakan mikroskop
cahaya (a-c) dan cahaya terpolarisasi (b-d)

a

b

c

d

Gambar 19 Struktur mikroskopik tongkol jagung dengan SEM a) sebelum
delignifikasi perbesaran 5000x; setelah delignifikasi b)1650x
c) 5700x d) 6200x

26

Pembahasan

Seleksi awal untuk mengidentifikasi kemampuan lignolitik isolat-isolat
aktinomiset pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan komponen
xenobiotik recalcitrant seperti azo-dyes dan tryphenylmethane dyes pada media
Yeast Malt (YM) berupa merah kongo dan fuchsin. Aktinomiset berperan sebagai
agen biodegradatif lingkungan yang dapat mensekresikan enzim ekstraselular
untuk mendegradasi senyawa recalcitrant tersebut (Kang et al. 1999).
Seleksi pertama dilakukan dengan menumbuhkan 23 isolat aktinomiset pada
media YM dengan penambahan merah kongo, dan didapatkan 11 isolat yang
memiliki aktivitas peroksidase (Tabel 2) yang ditandai dengan terbentuknya zona
bening di sekitar koloni (Gambar 5). Merah kongo merupakan azo-dyes yang
termasuk ke dalam golongan sulfonated azo dye, dengan nama IUPAC disodium
4-amino-3-[4-[4-(1-amino-4-sulfonato naphthalen-2-yl) diazenylphenyl] phenyl]
diazenyl- naphthalene-1-sulfonate, dengan adanya gugus SO3H dan struktur dasar
(-N=N-). Menurut Kang et al. (1999), Streptomyces mampu mendegradasi
pewarna (dyes) dengan mensekresi enzim ekstraselular peroksidase. Aktivitas
enzim ini akan menyebabk