Iradiasi Sinar Gamma Pada Lima Genotipe Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz ) Dan Pengujian Awal Stabilitas Mutan

IRADIASI SINAR GAMMA PADA LIMA GENOTIPE
UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.)
DAN PENGUJIAN AWAL STABILITAS MUTAN

SADEWI MAHARANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Iradiasi Sinar Gamma
pada Lima Genotipe Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) dan Pengujian Awal
Stabilitas Mutan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Sadewi Maharani
NIM A253110251

RINGKASAN
SADEWI MAHARANI. Iradiasi Sinar Gamma pada Lima Genotipe Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz.) dan Pengujian Awal Stabilitas Mutan. Dibimbing
oleh NURUL KHUMAIDA, MUHAMAD SYUKUR, dan SINTHO
WAHYUNING ARDIE.
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan utama
ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Selain dimanfaatkan sebagai tanaman
pangan (food) dan bahan baku berbagai macam industri, ubi kayu juga
dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak (feed), dan bahan baku energi yang
dapat diperbaharui (biofuel). Ubi kayu umumnya diperbanyak secara vegetatif
karena bunga hanya dapat terbentuk pada ketinggian di atas 800 m dpl, sehingga
keragaman ubi kayu menjadi sempit. Permintaan terhadap ubi kayu semakin
meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk, namun diikuti dengan
menurunnya luas panen ubi kayu di Indonesia. Hal ini menyebabkan kebutuhan
ubi kayu di dalam negeri menjadi tidak terpenuhi dan menyebabkan terjadinya

impor. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keragaman ubi kayu untuk
mendapatkan kandidat tanaman dengan karakter daya hasil tinggi melalui induksi
mutasi dengan iradiasi sinar gamma. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang nilai lethal dose (LD20 dan LD50) pada lima genotipe ubi kayu,
memperoleh informasi tentang keragaman fenotipe ubi kayu generasi M1V1,
mengidentifikasi mutan (putatif) ubi kayu potensial generasi M1V1 berdaya hasil
tinggi, memperoleh informasi tentang keragaan mutan (putatif) ubi kayu potensial,
dan menguji tingkat stabilitas mutan (putatif) ubi kayu potensial generasi M1V2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma yang
diaplikasikan pada setek batang yang berasal dari batang bagian pangkal, tengah,
dan ujung pada lima genotipe ubi kayu menimbulkan keragaman fenotipe ubi
kayu. Nilai LD20-50 ubi kayu genotipe Jame-jame, Ratim, UJ-5, Malang-4, dan
Adira-4 berturut-turut adalah 24.94-33.24 Gy, 24.06-29.53 Gy, 18.80-29.50 Gy,
7.53-18.47 Gy, dan 21.81-30.71 Gy. Genotipe Malang-4 memiliki LD20 (7.53 Gy)
dan LD50 (18.47 Gy) terendah, sedangkan Jame-jame memiliki LD20 (24.94 Gy)
dan LD50 (33.24 Gy) tertinggi. Mutan-mutan (putatif) potensial yang terbentuk
(32 mutan) berada pada kisaran LD20 dan LD50, yaitu 15 Gy (20 mutan) dan
30 Gy (6 mutan). Posisi asal setek juga diketahui dapat meningkatkan keragaman
fenotipe ubi kayu, dimana setek batang yang berasal dari batang bagian tengah
menghasilkan keragaman fenotipe tertinggi jika dibandingkan dengan bagian

pangkal dan ujung. Karakter diameter batang, jumlah umbi per tanaman, dan
jumlah umbi komersial per tanaman (panjang umbi >20 cm) memiliki korelasi
positif sangat nyata terhadap bobot umbi per tanaman. Mutan-mutan (putatif)
yang terbentuk dari kelima genotipe pada generasi M1V2 masih belum stabil.
Sebanyak 10 mutan (putatif) potensial stabil berdasarkan karakter diameter batang
dan ukuran cuping daun dewasa pada generasi M1V2. Kandidat mutan v3d4-1(1),
v5d1-2(1), v4d1-2(2), dan v4d1-3(2) berpotensi dikembangkan sebagai bahan
baku industri dan bioetanol, sedangkan kandidat mutan v1d1-4(1) dan v4d1-4(3)
berpotensi dikembangkan sebagai bahan pangan.
Kata Kunci: keragaman fenotipe, LD20, LD50, sinar gamma, stabilitas

SUMMARY
SADEWI MAHARANI. Gamma Irradiated of Five Cassava Genotypes (Manihot
esculenta Crantz.) and Early Stability Test of Mutant Candidates. Supervised by
NURUL KHUMAIDA, MUHAMAD SYUKUR, and SINTHO WAHYUNING
ARDIE.
Cassava (Manihot esculenta Crantz.) is the third staple food in Indonesia
after rice and corn. In addition to its use as a food crop and various kinds of
industrial raw materials, cassava is also used as feed and renewable energy source
(biofuel). Cassava is usually vegetatively propagated because its flowers can be

formed only on the high elevation area (> 800 m asl), thus the genetic variability
of cassava is narrow. Cassava demand grows along with the increasing
population, however cassava harvested area in Indonesia is decreasing. This
resulted in the high import rate of cassava. In order to fulfill the domestic demand
of cassava, high yielding cassava variety need to be developed through efficient
crop improvement program. Gamma irradiation is one of strategies to increase the
genetic variability of cassava and support the cassava breeding program. The
objectives of this research were to obtain information of lethal doses (LD20-50) of
gamma irradiation from five cassava genotypes (Jame-jame, Ratim, UJ-5,
Malang-4, and Adira-4), to analyze the phenotype variability, to obtain potentially
high yielding cassava mutant candidates, to obtain information of potential
candidate mutants performance, and to test the genetic stability of the cassava
mutant candidates.
The research result showed that gamma irradiation on the basal, middle, and
top section of stem cuttings from five cassava genotypes can induce cassava
variability. The LD20-50 of cassava genotype Jame-jame, Ratim, UJ-5, Malang-4,
and Adira-4 were around 24.94-33.24 Gy, 24.06-29.53 Gy, 18.80-29.50 Gy, 7.5318.47 Gy, and 21.81-30.71 Gy, respectively. Genotype Malang-4 had the lowest
LD20 (7.53 Gy) and LD50 (18.47 Gy), while genotype Jame-jame had the highest
LD20 (24.94 Gy) and LD50 (33.24 Gy). High yielding potential mutant candidates
(32 mutants) were formed around LD20 and LD50, i.e 15 Gy (20 mutants) and

30 Gy (6 mutants). The irradiated tissue of cassava showed an increase in the
phenotypic variability, in which the cuttings on the middle stem showed the
highest phenotypic variability compared to the cuttings on the basal and top
section of the stem. Tuber weight per plant showed a significant positive
correlation with the stem diameter, the number of roots per plants, and the number
of commercial roots per plant (length >20 cm). The mutant candidates formed
from M1V2 generation of fifth genotypes were not yet stable. Ten potential mutant
candidates were potentially stable based on stem diameter and size of lobes of
mature leaf characters in the of M1V2 generation. Mutant candidates v3d4-1(1),
v5d1-2(1), v4d1-2(2), and v4d1-3(2) can be potentially developed as industrial
raw materials and bioethanol, whereas mutants candidates v1d1-4(1) and
v4d1-4(3) has the potential to be developed as food.
Key words: gamma ray, LD20, LD50, phenotypic variability, stability

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IRADIASI SINAR GAMMA PADA LIMA GENOTIPE
UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.)
DAN PENGUJIAN AWAL STABILITAS MUTAN

SADEWI MAHARANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MScAgr

Judul Tesis : Iradiasi Sinar Gamma pada Lima Genotipe Ubi Kayu (Manihot
esculenta Crantz.) dan Pengujian Awal Stabilitas Mutan
Nama
: Sadewi Maharani
NIM
: A253110251

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi
Ketua

Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi
Anggota

Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi

Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 27 November 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini ialah studi keragaman

genetik, dengan judul Iradiasi Sinar Gamma pada Lima Genotipe Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz.) dan Pengujian Awal Stabilitas Mutan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nurul Khumaida, MSi, Prof Dr
Muhamad Syukur, SP MSi, dan Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi selaku
komisi pembimbing, atas bimbingan, arahan, serta dukungan moril selama
penelitian hingga penyelesaian tesis. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr selaku dosen penguji serta Dr Ir
Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku Ketua Program Studi Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman yang telah banyak memberi saran. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Hibah Pascasarjana 2012-2014 atas bantuan dana
penelitian, kepada Dr. Ir. Suwarto, dan pemerintah daerah Halmahera Utara yang
telah membantu dalam penyediaan stok ubi kayu, serta Pusat Aplikasi Teknologi
Isotop dan Radiasi BATAN.
Ucapan terima kasih penulis disampaikan kepada Ayahanda tercinta Bapak
Agus Munandar dan Ibunda tercinta Sri Yustiaty, serta adik Audry Pusparani yang
telah memberikan dukungan moril dan materiil, kasih sayang, dan doa kepada
penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh keluarga besar,
atas segala dukungan dan doanya, serta kepada Kukuh Roxa Putra Hadriyono dan
seluruh rekan-rekan PBT 2011 yang telah membantu, baik selama perkuliahan
hingga penulisan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat digunakan untuk
kepentingan penelitian, serta kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2015
Sadewi Maharani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

DAFTAR ISI


iii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Kerangka Pemikiran
Alur Penelitian

1
1
3
3
3
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Karakter Tanaman Ubi kayu
Deskripsi Varietas Unggul Ubi Kayu
Syarat Tumbuh dan Budi Daya Ubi kayu
Pemuliaan Mutasi
Iradiasi Sinar Gamma
Radiosensitivitas

7
7
8
9
11
12
13

3 RADIOSENSITIVITAS DAN KERAGAMAN UBI KAYU HASIL
IRADIASI SINAR GAMMA
Abstract
Abstrak
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

14
14
14
15
15
19
31

4 IDENTIFIKASI MUTAN (PUTATIF) UBI KAYU POTENSIAL HASIL
IRADIASI SINAR GAMMA GENERASI M1V1
Abstract
Abstrak
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

32
32
32
32
33
34
40

5 KERAGAAN MUTAN (PUTATIF) UBI KAYU POTENSIAL DAN
ANALISIS STABILITAS UBI KAYU GENERASI M1V2
Abstract
Abstrak
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

41
41
41
41
42
43
50

6 PEMBAHASAN UMUM

51

7 SIMPULAN UMUM DAN SARAN
Simpulan Umum
Saran

55
55
55

DAFTAR PUSTAKA

56

LAMPIRAN

62

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik beberapa varietas ubi kayu
2 Karakteristik ubi kayu genotipe lokal Halmahera
3 Beberapa karakter ubi kayu yang diamati berdasarkan deskriptor
4 Nilai LD20 – LD50 pada lima genotipe ubi kayu hasil iradiasi sinar
gamma generasi M1V1
5 Rekapitulasi nilai ragam lima genotipe ubi kayu berdasarkan karakter
bobot umbi per tanaman pada tiga posisi asal setek ubi kayu
6 Nilai tengah diameter batang, ketebalan korteks, jumlah umbi per
tanaman, jumlah umbi komersial, dan bobot umbi per tanaman ubi
kayu yang berasal dari setek batang bagian pangkal, tengah, dan
ujung generasi M1V1
7 Nilai korelasi antar karakter kuantitatif ubi kayu generasi M1V1
8 Mutan (putatif) ubi kayu potensial hasil iradiasi sinar gamma pada
generasi M1V1
9 Keragaan mutan (putatif) ubi kayu potensial hasil iradiasi sinar
gamma generasi M1V2
10 Nilai duga heritabilitas karakter ubi kayu pada generasi M1V1 dan
M1V2
11 Stabilitas individu mutan potensial generasi M1V2 berdasarkan
besaran ragam fenotipe
12 Karakteristik kandidat mutan ubi kayu potensial

8
9
18
20
25

26
37
38
45
47
48
54

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran
2 Diagram alir penelitian ubi kayu
3 Gamma Chamber 4000A
4 Bagian setek ujung, tengah, dan pangkal pada beberapa genotipe ubi
kayu
5 Contoh karakter vegetatif jumlah cuping (kiri), warna dan panjang
tangkai daun (tengah), dan karakter panen warna korteks (kanan)
6 Kondisi umum populasi tanaman ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma
(a) 1 BST, (b) 2 BST, dan (c) 3 BST di kebun percobaan Cikabayan
7 Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu
genotipe Jame-jame pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma
8 Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu
genotipe Ratim pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma
9 Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu
genotipe UJ-5 pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma
10 Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu
genotipe Malang-4 pada 4 MST akibat iradiasi sinar gamma
11 Grafik persentase tanaman mati pada populasi tanaman ubi kayu
genotipe Adira-4 akibat iradiasi sinar gamma

4
6
16
17
18
20
21
22
22
23
23

12 Dendogram hasil analisis 34 mutan (putatif) ubi kayu yang dihasilkan
dari setek bagian pangkal
13 Dendogram hasil analisis 33 mutan (putatif) ubi kayu yang dihasilkan
dari setek bagian tengah
14 Dendogram hasil analisis 27 mutan (putatif) ubi kayu yang dihasilkan
dari setek bagian ujung
15 Keragaman karakter jumlah cuping, warna daun, warna tulang daun,
dan ukuran cuping pada genotipe asal: (a) Jame-jame; (b) Ratim; (c)
UJ-5; (d) Malang-4; dan (e) Adira-4.
16 Keragaman karakter tangkai daun pada genotipe asal: (a) Jame-jame;
(b) Ratim; (c) UJ-5; (d) Malang-4; dan (e) Adira-4.
17 Keragaman karakter umbi pada genotipe asal: (a) Jame-jame; (b)
Ratim; (c) UJ-5; (d) Malang-4; dan (e) Adira-4.
18 Keragaman karakter warna parenkim pada genotipe asal: (a) Jamejame; (b) Ratim; (c) UJ-5; (d) Malang-4; dan (e) Adira-4.
19 Keragaman karakter warna korteks pada genotipe asal: (a) Jamejame; (b) Ratim; (c) UJ-5; (d) Malang-4; dan (e) Adira-4.
20 Pengelompokan mutan (putatif) potensial generasi M1V1 berdasarkan
karakter bobot umbi per tanaman, jumlah umbi per tanaman, jumlah
umbi komersial per tanaman, dan diameter batang.
21 Penampilan umbi mutan potensial: (a) v3d4-1(1); (b) v4d1-4(3);
(c) v4d1-3(2); dan (d) generasi M1V1
22 Kondisi umum populasi mutan ubi kayu generasi M1V2 saat (a) 2
BST dan (b) 6 BST di kebun percobaan Cikabayan
23 Keragaan mutan (putatif) ubi kayu generasi M1V2: (a) warna daun
muda Jame-jame 0 Gy (a), 15 Gy (b), 30 Gy (c); warna daun muda
Malang-4 0 Gy (d), 15 Gy (e), 30 Gy (f); jumlah cuping Ratim 0 Gy
(g), 15 Gy (h), 30 Gy (i); warna tangkai daun UJ-5 15 Gy (j), Ratim
15 Gy ((k) dan (l)), Ratim 30 Gy (m); warna tulang daun Ratim
15 Gy (n) dan 30 Gy (o).
24 Keragaan mutan (putatif) ubi kayu generasi M1V2: (a) warna daun
muda Jame-jame 0 Gy (a), 15 Gy (b), 30 Gy (c); warna daun muda
Malang-4 0 Gy (d), 15 Gy (e), 30 Gy (f); jumlah cuping Ratim 0 Gy
(g), 15 Gy (h), 30 Gy (i); warna tangkai daun UJ-5 15 Gy (j), Ratim
15 Gy ((k) dan (l)), Ratim 30 Gy (m); warna tulang daun Ratim 15
Gy (n) dan 30 Gy (o).
25 Penampilan umbi mutan potensial stabil pada generasi M1V2: (a)
v1d1-1(1); (b) v2d1-5(2); (c) v4d2-2(3); v5d1-5(2)

27
29
30

34
34
35
36
36

39
40
43

44

44
50

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel Karakteristik Ubi Kayu berdasarkan PPVT (2007)
2 Tabel Karakteristik Ubi Kayu berdasarkan Fukuda et al. (2010)

62
65

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan utama
ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Umbi ubi kayu mengandung
karbohidrat (termasuk pati) yang digunakan sebagai bahan pangan, pakan serta
bahan baku berbagai macam industri. Rawan pangan dan kebutuhan industri
berbahan baku pati menyebabkan kebutuhan terhadap ubi kayu meningkat, karena
pati ubi kayu dapat bersaing dengan pati lainnya untuk produksi beberapa industri.
Sejak krisis energi tahun 1970, dimana cadangan energi fosil dunia semakin
langka, mendorong masyarakat dunia mencari pengganti bahan baku energi yang
terbaharukan seperti biofuel.
Ubi kayu menjadi salah satu komoditas potensial yang mampu menyediakan
bahan baku bioetanol, karena biaya produksi dan energi yang digunakan untuk
memproduksi ubi kayu lebih rendah jika dibandingkan dengan tebu (Silalertruksa
dan Shabbir 2009). Tanaman tebu dan ubi kayu yang ditanam di Thailand, yang
merupakan bahan baku bioetanol dilaporkan mengandung banyak biomassa
lignoselulosa, yaitu biomassa pada tanaman yang mengandung selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Berdasarkan data Department of Alternative Energy
Development and Efficiency (2009) diketahui bahwa surplus biomassa
lignoselulosa secara potensial dapat menghasilkan 11 938.67 ktoe energi per
tahun. Batang ubi kayu dapat menghasilkan 1 063 ktoe energi per tahun,
sedangkan umbi ubi kayu dapat menghasilkan 799 ktoe energi per tahun.
Potensi produktivitas ubi kayu mencapai 40 ton umbi segar ha-1. Beberapa
jenis ubi kayu bahkan memiliki potensi genetik yang mencapai lebih dari 100 ton
umbi segar ha-1 (Suwarto 2009). Namun, tingkat produktivitas ubi kayu masih
relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan potensinya. Berdasarkan hasil
penelitian Zuraida (2010) rata-rata bobot umbi ubi kayu per tanaman dari
225 aksesi plasma nutfah sebesar 2.45-2.91 kg tanaman-1 atau setara dengan
24.5-29.1 ton ha-1.
Berdasarkan data BPS (2014), produktivitas ubi kayu di Indonesia
mengalami peningkatan dari tahun 2011 (20.296 ton ha-1) hingga tahun 2014
(22.829 ton ha-1). Produksi ubi kayu di Indonesia juga terus meningkat dari tahun
2011 (24 044 025 ton) hingga 2014 (24 558 778 ton), tetapi sempat mengalami
penurunan pada 2013 (23 936 921 ton). Walaupun produksi ubi kayu di Indonesia
terus mengalami peningkatan, kenyataannya hingga tahun 2014 Indonesia masih
mengimpor ubi kayu dari negara lain. Berdasarkan data Deptan (2014) Indonesia
mengimpor ubi kayu dalam bentuk segar dan olahan sebesar 273 295 ton hingga
Oktober 2014. Impor terbesar diperoleh dari negara Thailand sebesar 252 439 ton.
Hal ini menunjukkan bahwa produksi ubi kayu di Indonesia belum mampu
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu, produksi dan produktivitas
ubi kayu masih harus ditingkatkan sesuai dengan potensi genetik.
Ubi kayu mengandung karbohidrat dan juga vitamin A (terutama dalam
daunnya), Ca, dan Fe, tetapi penggunaan ubi kayu sebagai bahan pangan kurang
menarik dibandingkan sumber karbohidrat lainnya. Hal ini disebabkan karena
kandungan asam sianida (HCN) yang ada di daun dan umbinya, serta miskin

2
protein. Menurut Sudarmonowati (2012), dibandingkan bahan pangan sumber
karbohidrat lain, rasio protein per energi umbi ubi kayu sangat rendah yaitu
7.4 mg kalori-1 dibandingkan dengan jenis lainnya seperti gandum (29.6 mg kal-1),
padi (20.2 mg kal-1), jagung (25.6 mg kal-1) dan sorgum (14.4 mg kal-1). Oleh
karena itu, perbaikan sifat ubi kayu dengan kandungan nutrisi tinggi (ß-karoten,
vitamin atau protein) dan HCN rendah sangat diperlukan untuk pemenuhan
kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi.
Upaya pengembangan industri berbasis ubi kayu dan pemanfaatan ubi kayu
sebagai bahan pangan menuntut pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas
unggul baru yang memiliki beberapa keunggulan, termasuk berdaya hasil tinggi.
Peningkatan potensi hasil dapat dilakukan apabila tersedia sumber keragaman
genetik yang cukup. Ubi kayu merupakan tanaman yang membiak vegetatif dan
hanya berbunga pada ketinggian di atas 800 m dpl. Hal ini menyebabkan ubi kayu
memiliki keragaman genetik yang rendah, sehingga perlu dilakukan peningkatan
keragaman genetik. Keragaman genetik dapat diperoleh dari rekombinasi gen,
melalui hibridisasi atau rekayasa genetik, induksi mutasi, atau poliploidi.
Induksi mutasi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen kimia (EMS
(ethyl methane sulfonate), NMU (nitrosomethyl urea), NTG (nitrosoguanidine),
dan lain- lain) atau mutagen fisik (sinar gamma, sinar X, sinar neutron dan lainlain). Akan tetapi, mutasi dengan iradiasi pada bagian vegetatif tanaman
memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan dengan mutagen
kimia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya daya serap jaringan vegetatif tanaman
terhadap cairan kimia. Menurut Crowder (2006) sinar gamma mempunyai energi
iradiasi tinggi, yaitu di atas 10 MeV sehingga mempunyai daya penetrasi yang
kuat ke dalam jaringan dan mampu mengionisasi atom-atom dari molekul yang
dilewatinya.
Dosis iradiasi sinar gamma yang optimum bervariasi tergantung genotipe
tanaman dan organ tanaman yang diradiasi. Asare dan Safo-Kantanka (1997)
melaporkan bahwa dosis optimum iradiasi sinar gamma pada setek ubi kayu
berkisar antara 25 – 30 Gy. Dosis iradiasi optimum yang dapat meningkatkan
keragaman genetik tanaman umumnya berkisar antara LD20 dan LD50 (Indriyati et
al. 2011).
Pengujian stabilitas pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif
berbeda dengan perlakuan non mutasi, seperti hibridisasi, transformasi genetik,
dan sebagainya. Hal ini disebabkan oleh adanya fenomena diplontic selection,
yaitu keadaan dimana sel-sel mutan akan berkompetisi dengan sel-sel normal
untuk mengekspresikan karakternya secara fenotipik (Ibrahim 1999). Ahloowalia
(1995) melaporkan bahwa mutan krisan dan Streptocarpus memperoleh
kestabilannya pada generasi MV4. Hasil penelitian yang dilakukan Aisyah (2009)
menunjukkan bahwa kestabilan mutan anyelir hasil iradiasi sinar gamma yang
berasal dari setek pucuk diperoleh pada generasi MV3.
Penelitian ini menggunakan ubi kayu varietas nasional dan introduksi, serta
genotipe lokal dari Halmahera yang berdasarkan karakteristiknya memiliki
potensi hasil yang cukup tinggi, yaitu >30 ton ha-1. Iradiasi sinar gamma yang
diaplikasikan pada setek batang ubi kayu diharapkan meningkatkan keragaman
tanaman ubi kayu dan memperbesar peluang diperolehnya kandidat-kandidat
tanaman baru yang memiliki daya hasil yang lebih tinggi.

3
Tujuan Penelitian

1.
2.
3.
4.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan keragaman ubi
kayu melalui iradiasi sinar gamma pada setek batang dari lima genotipe ubi
kayu. Tujuan khusus penelitian ini, yaitu:
Memperoleh informasi tentang nilai lethal dose (LD20 dan LD50) pada lima
genotipe ubi kayu.
Memperoleh informasi tentang keragaman ubi kayu generasi M1V1.
Mengidentifikasi mutan (putatif) ubi kayu potensial generasi M1V1 berdaya
hasil tinggi.
Memperoleh informasi tentang keragaan mutan (putatif) ubi kayu potensial dan
menguji tingkat stabilitas mutan (putatif) ubi kayu potensial pada generasi
M1V2.
Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan radiosensitivitas pada lima genotipe ubi kayu.
2. Terdapat peningkatan keragaman pada populasi mutan (putatif) ubi kayu
generasi M1V1.
3. Terdapat mutan-mutan (putatif) ubi kayu potensial generasi M1V1 berdaya
hasil tinggi.
4. Terdapat perbedaan keragaan mutan (putatif) ubi kayu potensial dibandingkan
dengan kontrol dan terdapat beberapa karakter mutan (putatif) ubi kayu
potensial yang stabil pada generasi M1V2.
Kerangka Pemikiran
Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang banyak dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan manusia, selain sebagai bahan pangan, juga dimanfaatkan
sebagai pakan, bahan baku berbagai industri, serta biofuel. Peningkatan jumlah
penduduk yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan akan pangan, pakan, dan
berbagai bahan industri juga berdampak terhadap kebutuhan akan ubi kayu. Hal
ini merupakan potensi untuk pengembangan ubi kayu sebagai sumber keragaman
hayati. Akan tetapi kendala yang dihadapi dalam pengembangan ubi kayu tersebut
adalah tanaman ini hanya berbunga pada ketinggian di atas 800 m dpl, sehingga
tanaman ini lebih umum diperbanyak secara vegetatif. Tanaman yang diperbanyak
secara vegetatif memiliki keragaman yang rendah, sehingga diperlukan
peningkatan keragaman pada ubi kayu. Induksi mutasi dengan mutagen fisik
berupa sinar gamma telah banyak dilaporkan dapat meningkatkan keragaman
tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Kandidat tanaman yang diinginkan
pada umumnya berada pada selang LD20-50. Oleh karena itu, iradiasi sinar gamma
pada lima genotipe ubi kayu ini dilakukan untuk mengamati radiosensitivitas
masing-masing genotipe ubi kayu melalui nilai LD20 dan LD50.
Kembalinya suatu karakter pada tanaman hasil induksi mutasi (mutan)
menjadi karakter tetua menjadi masalah utama dalam pemuliaan mutasi. Oleh
karena itu, pengujian stabilitas perlu dilakukan untuk mengamati apakah pada
generasi tersebut mutan ubi kayu telah mencapai kestabilan, sehingga pada
akhirnya mutan tersebut diharapkan dapat menjadi kandidat varietas unggul baru
(Gambar 1).

4

Peningkatan jumlah penduduk
Peningkatan kebutuhan pangan,
pakan, industri

Peningkatan impor gandum
Peningkatan impor ubi kayu
untuk starch

Potensi pengembangan ubi kayu
sebagai sumber karbohidrat

Kendala: membiak secara vegetatif

Perlunya peningkatan keragaman

Induksi mutasi menggunakan
iradiasi sinar gamma

Populasi
mutan dengan
Alur Penelitian
keragaman tinggi

Seleksi berdasarkan
karakter produksi
Evaluasi dan pengujian
(multilokasi)
Varietas baru ubi kayu

Pelepasan varietas dan
perbanyakan
Gambar 1. Kerangka pemikiran

5
Alur Penelitian
Penelitian terdiri atas tiga percobaan untuk mencapai tujuan penelitian dan
menjawab hipotesis penelitian dengan alur penelitian seperti pada Gambar 2.
Lima genotipe ubi kayu, yang terdiri atas dua varietas nasional (Adira-4 dan
Malang-4), varietas introduksi (UJ-5), dan dua genotipe lokal Halmahera (Jamejame dan Ratim) diradiasi sinar gamma dengan dosis 0, 15, 30, 45, dan 60 Gy.
Iradiasi dilakukan terhadap setek batang yang terdiri atas tiga kelompok asal
setek, yaitu dari batang bagian pangkal, tengah, dan ujung.
Percobaan 1 dilakukan untuk mengamati radiosensitivitas dan keragaman
ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma terhadap setek batang dari lima genotipe ubi
kayu melalui penentuan LD20 dan LD50. Diharapkan terjadi peningkatan
keragaman ubi kayu dan diperoleh mutan (putatif) yang memiliki hasil tinggi.
Pada percobaan pertama juga dilakukan analisis ragam ubi kayu berdasarkan
komponen hasil, serta pengelompokkan mutan-mutan generasi M1V1 hasil iradiasi
sinar gamma.
Mutan (putatif) yang diperoleh dari percobaan 1 perlu dikarakterisasi.
Percobaan 2 dilakukan identifikasi kandidat mutan ubi kayu potensial generasi
M1V1 berdasarkan beberapa komponen hasil, agar diperoleh mutan-mutan yang
berdaya hasil tinggi dengan karakter yang diinginkan lainnya (mutan potensial).
Percobaan 3 merupakan analisis keragaan mutan ubi kayu potensial generasi
M1V2 untuk membandingkannya dengan keragaan pada tanaman kontrol. Tahap
penting berikutnya dalam pemuliaan mutasi jika diperoleh kandidat mutan
(putatif), maka dilakukan uji stabilitas mutan. Uji stabilitas terhadap mutan pada
penelitian ini dikerjakan pada generasi M1V2.

6
Varietas
Introduksi dari
Thailand (UJ 5)

Genotipe lokal
Halmahera
(Jame-jame dan
Ratim)

Varietas nasional
(Malang 4 dan
Adira 4)

Iradiasi sinar gamma
(0, 15, 30, 45, 60) Gy

Percobaan 1
Radiosensitivitas &
Keragaman Ubi Kayu

LD20-50

Nilai Ragam

Percobaan 2
Identifikasi Kandidat Mutan
Potensial Generasi M1V1

Karakter
kualitatif

Karakter
kuantitatif

Mutan-mutan (putatif) ubi
kayu potensial berdaya hasil
tinggi

Percobaan 3
Keragaan dan Analisis
Stabilitas Mutan (Putatif)
Potensial Generasi M1V2

Mutan-mutan (putatif) ubi kayu potensial
berdaya hasil tinggi dan stabil pada
generasi M1V2
Gambar 2. Diagram alir penelitian ubi kayu

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Karakter Tanaman Ubi kayu
Dalam sistematika tanaman, ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) termasuk
ke dalam famili Euphorbiaceae dan genus Manihot. Genus ini terdiri atas
98 spesies dan Manihot esculenta Crantz. merupakan spesies yang paling banyak
dibudidayakan dalam genus ini (Mkumbira 2002). Berikut adalah taksonomi
lengkap dari ubi kayu:
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub Kelas
: Arhichlamydeae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Sub Famili
: Manihotae
Genus
: Manihot
Spesies
: Manihot esculenta Crantz.
(Ekanayake et al. 1997)
Pusat keanekaragaman ubi kayu adalah Brazil (utama) dan Amerika Tengah
(minor). Bangsa Portugis membawa ubi kayu ke Afrika pada abad ke-16 dari
Amerika Selatan. Tanaman perdu ini tumbuh secara luas di daerah tropis Afrika
dan Nigeria yang merupakan produsen utama ubi kayu di dunia (Nassar 2005).
Tanaman ini mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1852 (Purwono dan
Purnamawati 2007).
Ubi kayu mempunyai kandungan pati di dalam umbinya. Pati merupakan
salah satu bahan penting dalam beberapa industri seperti industri bahan makanan,
lem, glukosa, fruktosa, dan lain-lain. Kandungan pati pada umbi ubi kayu adalah
20-40% bobot segar atau 73.7-84.9% bobot kering (Amenorpe et al. 2007),
dengan potensi menghasilkan pati yang lebih tinggi dari tanaman umbi lainnya
(Singh et al. 2005). Tanaman ini juga dicirikan oleh kandungan asam sianida
(HCN) yang terdapat di daun dan umbinya. Daun dan jaringan parenkim umbi
serta feloderm umbi mengandung HCN dengan kisaran 10-370 mg kg-1 umbi
(Norman et al. 1995).
Menurut Ferrero dan Villegas (1992), tanaman ubi kayu digolongkan
menjadi tiga kategori berdasarkan kandungan asam sianida yang terdapat di dalam
umbinya, yaitu innocieous (di bawah 50 ppm), moderately toxic (50-100 ppm),
dangerous toxic (di atas 100 ppm). Berdasarkan penelitian Yeoh et al. (1997)
diketahui bahwa kandungan glukosida sianogenik pada ubi kayu di Indonesia
berkisar 20-200 mg kg-1 HCN, sedangkan menurut FAO/WHO (1991), kandungan
sianida yang diperbolehkan pada makanan dari ubi kayu maksimal 10 mg kg-1
HCN. Ubi kayu yang berkadar HCN rendah digunakan untuk bahan pangan,
sedangkan varietas yang berkadar HCN tinggi digunakan sebagai bahan baku
industri.
Tanaman ubi kayu tumbuh setinggi 1-4 m, dengan daun besar yang menjari
dengan lima, tujuh, atau sembilan helai belahan lembar daun (lobes). Tangkai
daun panjang dan cepat luruh. Warna permukaan batang bervariasi, antara lain
hijau, kemerahan, keabu-abuan dan kecokelatan. Beberapa akar pada tanaman ubi
kayu membentuk umbi melalui proses penebalan sekunder. Panjang umbi yang

8
terbentuk sekitar 15-100 cm dengan bobot umbi mencapai 0.5-2 kg tergantung
varietas dan kondisi lingkungan (Onwueme 1978). Karakter morfologi (bentuk
dan ukuran) daun, tinggi tanaman, warna batang, warna kulit atau daging umbi,
waktu panen, hasil, dan kandungan cyanogenic glucoside pada umbi dapat
digunakan untuk membedakan antar klon ubi kayu (Norman et al. 1995).
Pelestarian plasma nutfah disertai dengan karakterisasi merupakan upaya
dalam menyediakan gen-gen yang bermanfaat. Plasma nutfah merupakan sumber
daya genetik yang sangat bermanfaat untuk perakitan suatu varietas. Deskripsi
dari plasma nutfah sangat diperlukan untuk mendapatkan sifat-sifat kualitatif dan
kuantitatif dari masing-masing genotipe yang terdapat di dalam plasma nutfah
tersebut (Rasco 1992). Koleksi plasma nutfah sangat berguna sebagai bahan
pemuliaan apabila aksesi-aksesi yang ada dideskripsikan berdasarkan sifat-sifat
penting. Karakterisasi sifat-sifat morfologi tanaman ubi kayu seperti bentuk daun,
warna daun, tangkai daun, warna batang, dan warna daging umbi juga diperlukan
sebagai penciri masing-masing genotipe. Menurut Norman et al. (1995), karakter
morfologi tersebut dapat digunakan untuk membedakan sifat antar genotipe.
Deskripsi Varietas Unggul Ubi Kayu
Varietas ubi kayu telah tersebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Varietas yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah genotipe lokal maupun
varietas unggul nasional. Adapun varietas unggul ubi kayu yang telah banyak
dibudidayakan oleh masyarakat antara lain, Adira 1, Adira 2, Adira 4, Darul
Hidayah, Malang 1, Malang 2, Malang 4, Malang 6, UJ 3 dan UJ 5 (Purwono dan
Purnamawati 2007). Berikut adalah karakteristik dari beberapa varietas unggul ubi
kayu (Tabel 1) dan genotipe lokal Halmahera (Tabel 2).
Tabel 1. Karakteristik beberapa varietas ubi kayu
Adira 4
Persilangan bebas, induk
betina BIC 528 (Muara);
Umur panen 10.5-11.5
bulan;
Tidak bercabang;
Tinggi 1.5-2.0 meter;
Hasil 35 ton ha-1 umbi
basah;
Bentuk daun biasa dan
agak lonjong;
Warna daun pucuk hijau;
Warna tangkai daun tua
bagian atas merah
kehijauan, bagian bawah
hijau kemerahan;

Malang 4
Berasal dari silang
terbuka dengan betina
Adira 4;
Umur panen 9 bulan;

UJ 5
Hasil introduksi dari
Thailand;

Tidak bercabang;

Tidak bercabang;
Tinggi >2.5 meter;
Hasil 25-38 ton ha-1 umbi
segar;
Bentuk daun menjari;

Hasil 39.7 ton ha-1 umbi
segar;

Warna daun muda ungu;
Warna tangkai daun
hijau;

Umur panen 9-10 bulan;

Warna daun pucuk
cokelat;

9
Tabel 1. Karakteristik beberapa varietas ubi kayu (lanjutan)
Adira 4
Warna batang muda hijau
dan warna batang tua
abu-abu;
Warna kulit luar umbi
cokelat dan bagian dalam
ros;
Warna daging umbi
putih;
Kadar HCN ≤68 mg (100
g)-1;
Kadar pati 18-22%;
Cukup tahan tungau
merah (Tetranichus
bimaculatus), tahan
bakteri hawar daun CBB,
layu Pseudomonas
solanacearum,
Xanthomonas manihotis

Malang 4
Warna batang keunguan;

Warna kulit luar umbi
cokelat dan warna kulit
dalam umbi kuning;
Warna daging umbi
putih;
Rasa pahit (kadar HCN
>100 ppm);
Agak tahan terhadap
hama tungau merah
(Tetranichus
bimaculatus)

UJ 5
Warna kulit batang hijau
perak dan batang dalam
kuning;
Warna kulit umbi kuning
keputihan;

Rasa pahit (kadar HCN
>100 ppm);
Kadar pati 19-30%;
Agak tahan terhadap CBB

Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2012)

Tabel 2. Karakteristik ubi kayu genotipe lokal Halmahera
Jame-jame
Ratim
Umur panen 11-12 bulan;
Umur panen 7-8 bulan;
Jumlah umbi 9 umbi tanaman-1;
Jumlah umbi 8-9 umbi tanaman-1;
-1
Hasil 16 kg tanaman ;
Hasil 10-15 kg tanaman-1;
Warna kulit luar umbi cokelat gelap, Warna kulit luar umbi cokelat gelap,
warna kulit dalam putih;
warna kulit dalam putih;
Tinggi tanaman 1.7-2.4 m;
Tinggi tanaman 3-4 m;
Warna batang cokelat;
Warna batang putih;
Warna daun hijau terang;
Warna daun hijau terang;
Warna tangkai daun hijau
Warna tangkai daun merah
Sumber: Khumaida N 3 Desember 2014 (komunikasi pribadi)

Syarat Tumbuh dan Budi Daya Ubi kayu
Tanaman ubi kayu dapat tumbuh di daerah antara 30o LS dan 30o LU, di
dataran rendah sampai dataran tinggi 2 500 m di atas pemukaan laut (dpl) dengan
curah hujan di atas 500–2 500 mm tahun-1. Tanaman ini tumbuh dan berproduksi
di ketinggian 10–1 500 m dpl. Daerah yang paling ideal untuk mendapatkan
produksi optimal adalah daerah dataran rendah antara 10–700 m dpl di Indonesia.
Semakin tinggi daerah penanaman, maka akan semakin lambat pertumbuhan dan
umur panennya akan semakin lama (Rukmana 1997).
Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik apabila curah hujan cukup,
tetapi tanaman ini juga dapat tumbuh pada curah hujan rendah (< 500 mm),
ataupun tinggi (5 000 mm). Curah hujan optimum untuk ubi kayu berkisar antara

10
760–1 015 mm per tahun. Curah hujan terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya
serangan cendawan dan bakteri pada batang, daun dan umbi apabila drainase
kurang baik (Suharno et al. 1999).
Ubi kayu dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah, bahkan pada tanah yang
tidak subur. Ubi kayu masih dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi
tinggi pada daerah dimana jagung dan padi tumbuh kurang baik. Sebagian besar
pertanaman ubi kayu terdapat di daerah dengan jenis tanah aluvial, latosol,
podsolik dan sebagian kecil terdapat di daerah dengan jenis tanah mediteran,
grumusol dan andosol. Tingkat kemasaman tanah (pH) untuk tanaman ubi kayu
minimum lima. Tanaman ubi kayu memerlukan struktur tanah yang gembur untuk
pembentukan dan perkembangan umbi. Pada tanah yang berat, perlu ditambahkan
pupuk organik (Wargiono 1979).
Ubi kayu merupakan tanaman monoecious, yaitu bunga jantan dan betina
berada pada satu tanaman. Perbanyakan ubi kayu dilakukan dengan menggunakan
setek batang. Perbanyakan dengan biji sulit dilakukan karena tanaman ini hanya
akan berbunga pada ketinggian 800 m dpl, sedangkan pada ketinggian 300 m dpl
ubi kayu tidak dapat berbunga, namun hanya dapat menghasilkan umbi
(Kusmiyati 2010). Bunga betina pada ubi kayu terbuka 10-14 hari sebelum bunga
jantan mekar pada cabang yang sama, tetapi bunga betina dan jantan pada cabang
yang berbeda terbuka pada waktu yang sama, sehingga yang terjadi adalah
penyerbukan silang. Setelah penyerbukan terjadi, ovary akan membentuk buah
muda dan membutuhkan waktu tiga sampai lima bulan untuk masak (Kawano
et al. 1978). Selain membutuhkan waktu yang lebih lama, bibit yang dihasilkan
melalui biji secara genetik akan beragam, sementara setek dari bahan induk yang
sama secara genetik seragam (Ekanayake et al. 1997).
Setek ubi kayu harus berasal dari tanaman yang sehat untuk mendapatkan
pertumbuhan tanaman yang baik. Diameter setek yang baik adalah berkisar antara
2-3 cm dengan panjang 15–20 cm dari batang bagian tengah yang telah berkayu.
Kedalaman tanah 15 cm, baik pada musim hujan maupun kemarau (Onwueme
1978). Hal ini terkait dengan kelembaban tanah dan kesegaran setek ubi kayu.
Jarak tanam ubi kayu yang sesuai sangat ditentukan antara lain oleh sistem
tanam, pola pertumbuhan tanaman, dan tingkat kesuburan lahan. Penanaman ubi
kayu dapat dilakukan pada jarak tanam 100 cm x 100 cm atau 100 cm x 80 cm
pada sistem monokultur. Ubi kayu dengan pola percabangan di bawah (misal
varietas Darul Hidayah) umumnya ditanam dengan jarak tanam yang lebih lebar
(125 cm x 125 cm). Ubi kayu dapat ditanam dengan jarak tanam yang lebih rapat
pada tanah yang kurang subur (daerah Lampung) untuk mendapatkan hasil yang
tinggi per satuan luas (Balitkabi 2010).
Pupuk yang dianjurkan untuk budi daya ubi kayu 5 – 10 ton ha-1 pupuk
organik setiap musim tanam, 150-200 kg ha-1 Urea, 100-150 kg ha-1 KCl, dan 100
kg ha-1 SP-36. Pupuk organik, 1/3 Urea, 1/3 KCl diberikan sebagai pupuk dasar
pada saat pembuatan guludan. Sisa dosis diberikan selanjutnya pada bulan ketiga
atau keempat (Roja 2009). Pembumbunan dilakukan pada umur dua sampai empat
bulan yang bertujuan untuk menggemburkan tanah (De Silva 2007). Tanaman ubi
kayu mulai melakukan pembentukan umbi pada umur 2-4 bulan setelah tanam,
sehingga dibutuhkan tekstur tanah gembur untuk untuk perkembangan umbinya.
Dalam pembentukan umbi, ubi kayu sangat memerlukan hara P dan K yang

11
cukup, karena selain meningkatkan bobot umbi, juga meningkatkan kadar pati dan
penurunan kadar HCN dalam umbi (Howeler 1985).
Hasil panen ubi kayu bervariasi tergantung dari kultivar yang digunakan,
cara budi daya, tingkat kesuburan, jenis tanah, jarak tanam, dan iklim (Onwueme
1978). Ubi kayu dapat dipanen saat tanaman berumur tujuh sampai sembilan
bulan, dimana kadar pati dalam keadaan optimal. Pemanenan ubi kayu dapat
ditunda hingga berumur 12 bulan di daerah beriklim basah, karena kadar pati
cenderung stabil setelah sembilan bulan (Prihandana et al. 2008).
Pemuliaan Mutasi
Ibrahim (1999) menyatakan bahwa mutasi adalah perubahan genetik, dan
merupakan sumber pokok dari semua keragaman genetik. Mutasi berperan
penting dalam proses evolusi dan ketersediaan keragaman genetik, yang
merupakan ‘bahan baku’ dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Penggunaan mutasi,
baik mutasi spontan yang terjadi alami maupun buatan yang diinduksi oleh
mutagen, disebut dengan ‘pemuliaan mutasi’.
Menurut Poespodarsono (1988) mutasi adalah suatu perubahan baik
terhadap gen tunggal, sejumlah gen, atau terhadap susunan kromosom. Mutasi
dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, tetapi
lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif melakukan pembelahan sel,
seperti tunas dan biji. Secara molekuler mutasi terjadi karena adanya perubahan
urutan (sekuen) nukelotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pada protein yang dihasilkan.
Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam, namun peluang kejadiannya
sangat kecil, yaitu sekitar 10-6. Peningkatan frekuensi kejadian mutasi alami
dilakukan melalui mutasi buatan dengan menggunakan mutagen. Mutagen adalah
bahan yang digunakan untuk menciptakan mutasi buatan (induksi mutasi). Induksi
mutasi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen kimia seperti EMS
(ethylene methane sulfonate) atau mutagen fisik (seperti sinar gamma, sinar X,
sinar neutron dan lain-lain). Akan tetapi mutasi dengan iradiasi pada bagian
vegetatif tanaman memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan
perlakuan dengan mutagen kimia (Aisyah 2006). Mutasi yang banyak dilakukan
adalah menggunakan mutagen fisik dengan iradiasi atau penyinaran, terutama
yang diaplikasikan pada tanaman hias. Sinar gamma merupakan mutagen fisik
yang lebih sering digunakan oleh pemulia tanaman untuk meningkatkan
keragaman genetik.
Micke dan Donini (1993) menyatakan bahwa bagian tanaman yang dapat
diinduksi mutasi dengan cara diradiasi sinar gamma adalah biji dan tepung sari,
dan untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif bagian yang dapat dimutasi
adalah umbi, stek, stolon, dan rimpang. Mutasi dapat terjadi pada sel-sel somatik
pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Kimera sektoral yang mungkin
terjadi akibat iradiasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif harus dapat
dihilangkan, melalui perbanyakan vegetatif hingga diperoleh tanaman yang stabil.

12
Iradiasi Sinar Gamma
Sinar gamma memiliki panjang gelombang yang pendek, yaitu 10–0.01 nm
dengan sumber utama iradiasi adalah isotop Cobalt-60 (60Co). Sinar gamma
dikelompokkan ke dalam gelombang elektromagnetik karena tidak mempunyai
massa dan muatan listrik. Sinar gamma mempunyai energi iradiasi tinggi, yaitu di
atas 10 MeV sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke dalam jaringan
dan mampu mengionisasi atom-atom dari molekul yang dilewatinya
(Crowder 2006).
Menurut Broertjes (1972), induksi mutasi dengan menggunakan iradiasi
pada bagian vegetatif tanaman memperlihatkan hasil yang lebih baik jika
dibandingkan dengan perlakuan dengan mutagen kimia. Kemungkinan mutagen
kimia menjadi kurang efektif karena rendahnya daya serap jaringan vegetatif
terhadap cairan kimia yang diberikan. Iradiasi sinar gamma telah banyak
diaplikasikan dalam upaya memperoleh kultivar unggul. Iradiasi sinar gamma
pada setek batang ubi kayu genotipe MLG 10311, CMM 02048-6, Adira-4, serta
Cecek Ijo dapat meningkatkan keragaman populasi tanaman ubi kayu (Wahyuni
et al. 2012; Sholihin 2013).
Menurut Soedjono (2003) faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan
akibat penggunaan mutagen antara lain adalah dosis iradiasi. Besarnya dosis
iradiasi yang diberikan tergantung pada jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, dan
bahan yang akan dimutasi. Penggunaan bahan tanam dari bagian tanaman yang
bersifat meristematik, yaitu sel yang sedang aktif tumbuh dan membelah akan
lebih sensitif terhadap iradiasi.
Gen merupakan sasaran dari iradiasi. Menurut Aisyah (2006), iradiasi
mengionisasi atom-atom dalam jaringan dengan cara melepaskan elektronelektron dari atomnya. Ionisasi dari iradiasi sinar gamma terjadi menyebar
sepanjang jalur ionisasi partikel. Ketika agen ionisasi yang mengandung inti atom
(seperti partikel alpha) terlempar akibat iradiasi, ionisasi menjadi lebih rapat
terkonsentrasi di daerah tersebut. Ionisasi dapat menyebabkan pengelompokan
molekul-molekul di sepanjang jalur ion yang tertinggal karena iradiasi.
Pengelompokan baru ini menyebabkan perubahan kimia yang mengarah pada
mutasi gen atau pada kerusakan atau pengaturan kembali kromosom.
Radikal positif dan eletron bebas terbentuk saat proses ionisasi. Elektron
terperangkap, dan ion radikal yang sangat tidak stabil dan reaktif dapat bereaksi
dengan molekul lain. Elektron bebas yang berada dalam larutan air akan
mempolarisasi molekul air menjadi elektron terhidrasi. Radikal bebas yang
berasal dari larutan akhirnya akan berekombinasi membentuk molekul yang stabil.
Molekul oksigen bereaksi dengan radikal bebas hasil iradiasi membentuk peroxyradicals (Aisyah 2006).
Ionisasi menyebabkan basa-basa dalam DNA salah berpasangan. Hal
tersebut akan menyebabkan terjadinya mutasi gen. Perlakuan dengan iradiasi
pengionisasi paling sering menghasilkan mutasi-mutasi dengan dengan cara
menginduksi delesi kecil pada DNA (Poespodarsono 1988). Van Harten (1998)
menambahkan bahwa rantai kromosom yang terputus akibat iradiasi pengion
dapat mengubah struktur kromosom (delesi, inversi, duplikasi, dan translokasi).
Ionisasi yang terjadi pada atau di dekat kromosom dapat mengakibatkan
terputusnya ikatan kimia sehingga terjadi perubahan di dalam inti sel, baik

13
perubahan struktur gen, delesi gen atau sekuen-sekuen DNA, patahnya sentromer,
kehilangan atau penambahan kromosom, dan sebagainya. Adanya kerusakan pada
tingkat molekuler inilah yang dapat menyebabkan munculnya keragaman pada
tanaman yang diradiasi.
Radiosensitivitas
Penentuan dosis iradiasi yang tepat pada suatu tanaman diketahui
berdasarkan radiosensitivitas, yaitu tingkat sensitivitas tanaman terhadap
perlakuan iradiasi. Radiosensitivitas dapat diperkirakan melalui respon fisiologis
bahan tanaman yang diradiasi termasuk diantaranya, penentuan dosis yang
menyebabkan kematian pada tanaman (lethal dose) (Predieri 2001). Penentuan
lethal dose (LD) ini merupakan salah satu faktor utama yang mendukung
keberhasilan perlakuan iradiasi untuk memperoleh varian atau mutan pada suatu
tanaman yang diradiasi. Dalam induksi mutasi, beberapa studi menunjukkan
bahwa dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak biasanya terjadi
di sekitar LD50 (lethal dose 50%). Mutan-mutan yang diinginkan umumnya
berada pada selang LD20-50.
Keragaman genetik tanaman dapat ditingkatkan melalui iradiasi sinar
gamma, tetapi memerlukan dosis iradiasi yang bebeda-beda untuk setiap tanaman.
Satuan dosis iradiasi sinar gamma yang umum digunakan adalah rad per detik
(radiation absorbed dose) atau Gray (Gy) per detik, yaitu jumlah dosis terserap
per satuan waktu. 1 rad = 100 erg g-1 = 10 joule kg-1; 1 Gy = 100 rad = 0.1 krad.
Herison et al. (2008) menyatakan bahwa dosis iradiasi untuk meningkatkan
keragaman tanaman dipengaruhi oleh radiosensivitas tanaman.
Menurut Herison et al. (2008) semakin banyak kadar oksigen dan molekul
air (H2O) dalam materi yang diradiasi, maka akan semakin banyak pula radikal
bebas yang terbentuk sehingga tanaman menjadi lebih sensitif. Tingkat
sensitivitas terhadap iradiasi sinar gamma dapat diamati dari respon yang
diberikan tanaman, baik dari morfologi tanaman, sterilitas, maupun dosis letal
(LD50). LD50 merupakan dosis yang dapat mengakibatkan kematian 50% dari
populasi yang mendapat perlakuan iradiasi. Mutasi yang diharapkan terletak pada
kisaran LD50 atau tepatnya pada dosis sedikit di bawah LD50.
Nilai LD50 bervariasi pada setiap bagian tanaman. Sebagai contoh, dosis
iradiasi sinar gamma yang sesuai untuk setek ubi kayu adalah 25 dan 30 Gy
(Asare dan Safo-Kantanka 1997). Nilai LD50 yang diperoleh pada planlet ubi kayu
adalah 40 Gy, dan dosis iradiasi 25, 30 dan 35 Gy diidentifikasi cocok untuk
lingkungan tumbuh secara in vivo maupun in vitro (Ahiabu et al. 1997). Ceballos
et al. (2008) melaporkan iradiasi sinar gamma (60Co) pada benih ubi kayu
dilakukan dengan dosis 200 Gy untuk mendapatkan nilai LD50.

14

3 RADIOSENSITIVITAS DAN KERAGAMAN UBI KAYU
HASIL IRADIASI SINAR GAMMA
Abstract
Induced mutation, including mutagenesis using gamma irradiation, is one
strategy to increase genetic variability. The objective of this research was to
obtain information of lethal doses (LD20-50) from five cassava genotypes (Jamejame, Ratim, UJ-5, Malang-4, and Adira-4) and to analyze the phenotypic
variability of M1V1 generation. Stem cuttings of several cassava genotypes were
irradiated by 0, 15, 30, 45, and 60 Gy gamma rays. The result showed that LD20
and LD50 were varied between plant genotypes. Genotype Malang-4 had the
lowest LD20 (7.53 Gy) and LD50 (18.47 Gy), while genotype Jame-jame had the
highest LD20 (24.94 Gy) and LD50 (33.24 Gy). The highest phenotypic variability
was obtained in the cassava population irradiated by 15-30 Gy gamma rays. The
highest phenotypic variability was also determined by the irradiated tissue, i.e
cuttings of cassava in the middle stem resulted in the highest phenotypic
variability. Diameter of stem, tubers weight, cortex thickness, number of storage
roots per plant, and number of commercial roots per plant (length greater than
20 cm) originated from the cuttings on the middle stem showed the highest
average compared to those originated from the cuttings on the basal and top
section of stem.
Key words: gamma ray, LD20, LD50, phenotypic variability, radiosensitivity
Abstrak
Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman tanaman membiak
vegetatif adalah dengan induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma.
Percobaan ini bertujuan mengetahui informasi tentang nilai lethal dose (LD20 dan
LD50) pada lima genotipe ubi kayu (Jame-jame, Ratim, UJ-5, Malang-4, dan
Adira-4) dan memperoleh informasi tentang keragaman fenotipe ubi kayu
generasi M1V1. Dosis sinar gamma yang digunakan adalah 0, 15, 30, 45, dan 60
Gy. Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai LD20 dan LD50 bervariasi antar
genotipe tanaman. Nilai LD20 populasi mutan ubi kayu hasil iradiasi sinar gamma
berkisar antara 7.53 – 24.94 Gy, dan LD50 berkisar antara 18.47 – 33.24 Gy.
Genotipe Malang-4 memiliki LD20 (7.53 Gy) dan LD50 (18.47 Gy) terendah,
sedangkan Jame-jame memiliki LD20 (24.94 Gy) dan LD50 (33.24 Gy) tertinggi.
Keragaman fenotipe ubi kayu tertinggi diperoleh pada dosis iradiasi sinar gamma
15-30 Gy, dan setek yang berasal dari batang bagian tengah. Posisi asal setek ubi
kayu bagian tengah memiliki rataan lebih tinggi pada karakter diameter batang,
bobot umbi per tanama