Penerapan Konsep Agribisnis dalam Kegiatan Pengembangan Perkebunan Wilayah Khusus (P2WK) Jambu Mete

PENERAPAN KOHSEP AGRlBlSNlS DhhhM KEGIATAN
PENGEMBANGAN PERKEBUNAN WILAYAH KKUSUS (P2WK) JAMBU METE
(Kasus Desa Sukadana, Kecamatan Kubu,

Oleh

LILY SUMARTI
A 24 1288

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994

RINGKASAN
LILY SUMARTI (A 24 1288). Penerapan Konsep Agribisnis dalam Kegiatan

Pengemba~iganPerkebunan Wilayah Khusus (P'IWK) Jambu Mete (Kasus Desa
Sukadana, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali) (di bawah
bimbingan Rudolf Solindungan Sinaga).
Keberbasilan tujuan pemerintah untuk menanggulangi kerniskinan di wilayali

khusns dengan mengenibangkan tanaman perkebunan, sangat dipengarubi oleh kepastian pasar bagi komoditi pertanian tersebut. Untuk ko~iioditimete, potensi pasarnya
masib cukup bagus, baik di dalaiii maupun di luar negeri. Sedangkan kotltribusi
mete Indonesia di pasar dunia relatif masill sangat kecil, rata-rata hanya sebesar 2,7
persen (Trubus, 1993).
Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitia~iini adalah : I) melihat kesesuaian antara konsep agribisnis dengan konsep kegiatan P2WK jambu mete,
dan 2) ~neliliatpelaksanaaii kegiatan P2WK ja~iibumete, dalam upaya iiienanggulangi kerniskinan, di Desa Sukadana.
Penelitian dilaksa~iakandi Desa Sukadana yang merupakan tempat dilaksa~iakannya kegiatan P2WK janibu mete sejak TA 1990191. Dan di desa ini memiliki
unit peserta kegiata~iP2WK paling banyak dibandingkan dengan delapan desa lainnya yang terdapat di Kecamatan Kubu (sembilan unit kegiatan selatiia TA 199019 1 ,
1991192 dan 1992193).
Penerapan konsep agribisnis dalam pola hubu~iganinti plasma telali terwu~jucl
pada fase 11, taliun kedua, sejak awal kegiatan P2WK ja~iibuliiete dilaksanakan.
Sedangkan keselurulian konsep agribisnis baru terwujud di daerah penelitian pada
fase 111 (tahun ketiga, yaitu pada saat tanaman jambu mete sudah inulai menghasilkan). Keberadaa~isistem agribisnis secara utuh di wilayali khusus diharapka~i

inatnpu meningkatkan produktivitas usahatani yang beri~nplikasipada peningkatan
pendapatan petani miskin di wilayah khust~s.
Jika ditinjau dari persyaratan lahan yang bole11 diikutsertakan d a l a ~ nkegiata~l
P2WK, sebenarnya terdapat unsur diskriminatif, karena petani yang inenguasai laha11
kurang dari 0,5 Ha dan buruh tani (petani penggarap) yang merupakan anggota
~nasyarakattermiskin di desa pertanian tidak dapat mengikuti kegiatan P2WK.

Pemerintah tidak mensyaratkan secara tegas bahwa inti yang terlibat dala111 kegiatan P2WK me~nilikiperusahaan pengolah atau memiliki hubnngan dengan perusahaan pengolah, tetapi hanya mensyaratkan inti merupakan perusahaan perkebuna~i.
Hal ini sebenarnya merupakan kelemahan kegiatan P2WK dibandingkan dengan
konsep Pir-Bun.
Kegiatan P2WK jambu mete berdasarkan perhitungan mampu ineningkatkan
pendapatan petani, tetapi belum bisa dikatakan inannpu mengentaskan petani dari
"garis kerniskinan". Oleh karena itu kegiatan P2WK ini masib perlu didukung dengan industri hilir di wilayah khusus. Selarna ini aktivitas inti di wilayah khusus
lianya bergerak di bidang perkebunan, sedang industri hilir yang dittrnjang oleh kegiatan P2WK berada di luar wilayah kegiatan P2WK, sehingga suiit diharapkan tumbuhnya pusat kegiatan ekonorni. Kehadiran industri hilir diliarapkan dapat meningkatkan pendapatan, dan pe~ilerataanpendapatan.
Pelaksanaan kegiatan P2WK kurang me~nenuhitarget seperti yang diharapkan.
Inti pada tahun kedua pelaksanaan diharapkan sudah mulai nlenyalurkan kredit kepada petani peserta yang digunakan untuk biaya pemeliharaan (sejak tahun kedua) sebelum tanalnan jambu mete menghasilkan. Demikian pula dengan kegiatan penyuluhan belum dilaksanakan ole11 inti. Oleh karena itu mulai tahun kedua tersebut, petani tidak mampu menjalankan usaliatani sesuai dengan teknologi yang diailjurkan
oleh penyuluh (pemerintah). Hal ini berpengaruh pada pertumbuhan tanaman jambu
mete dan produktivitas lahan.

Agar aspek pemerataan benar-benar dapat dicapai dalam kegiatan P2WK, sebaiicnya petani penggarap juga diikutsertakan dalam kegiatan ini, yarig keberadaannya dala~nkegiatan ini diatur dengan ketentuan peinerintah, sehingga tidak merugikan petani penggarapa.
Illti pada kegiatan P2WK sebaiknya juga ~nerupakanperusahaan perkebunan
yang bergerak di bidang pengolahan (industri hilir) di wilayah khusus. Sehingga jika
selaina ini aktivitas inti di wilayah khusus hanya bergerak di bidang perkebunan,
sedang keberadaan industri hilir yang ditunjailg oleh kegiatan ini ternyata beratla di
luar wilayah kegiatan P2WK, sulit diharapkan tumbuluiya pusat kegiatan ekoiiomi.
Dengan keberadaan industri hilir di wilayah khusus, diharapkaii terjadinya peningkatan pendapatan, juga pemerataan pendapatan yang diperoleh dari selain kegiatan
usahatani (budidaya).

Jika keberadaan industri hilir di wilayah khusus tidak bisa dipenuhi, paling tidak
inti memiliki perusahaan pengolahan atau hubungan kerja yang erat dengan perusahaan pengolah, agar kepastian pasar komoditi nliete petaili kegiatan P2WK lebili terjamin.
Uiituk mengaktitkan peran inti, pemerintah sebaikilya membtiat kebijaksanaan
yang memperlancar dilaksanakannya fungsi inti, sehiiigga kegiatan P2WK di wilayali
khusus dapat dilaksa~iakansesuai dengan yang diharapkan agar tujuan menanggulangi kerniskinan dapat dicapai.
Untuk menunjang kesuksesan pelaksanaail kegiatan P2WK, peran aktif pe~nerintah masih sangat dibutuhkan, teruta~nadalam mengaktifkan fungsi inti dalam kegiatan P2WK dan ~nengatasimasalah-masalah yang terjadi di lapang dengan cepat, serta
perlu nienata keilibali langkali-langkah yang perlu dilakukan sesuai dengan tkijuan
yang hendak dicapai.

PENERAPAN KONSEP AGRIBISNIS DALAM KEGIATAN
PENGEMBANGAN PERKEBUNAN WILAYAH KHUSUS (P2WK)
JAMBU METE
(Kasus Desa Sukadana, Kecanlatan Kubu,
Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali)

Lily Sumarti
A 24 1288

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS PERTANIAN
,JURUSANILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
-

Dengan ini lnenyatakan bahwa skripsi yang ditulis :
Nama Mahasiswa : Lily Sulnarti
Nomor Pokok

: A 24 1288


Judul

: Penerapan Konsep Agribisnis dalam Kegiatan Pengembangan

Perkebunan Wilayah Khusus (P2WK) Jalnbu Mete (Kasus Desa
Sukadana, Kecaliiatan Kubu, Kabupaten Karangaseln, Propinsi
Bali)
dapat diterilna sebagai syarat kelultlsan Sarjana Pertanian, Illstitut Pertanian Bogor.
Jurusa~iIlnlu-Ilntu Sosial Ekonorni Pertanian
Menyetujui

NIP. 130 176 909

Tanggal Lulus : 6 September 1994

\I

PENERAPAN KOHSEP AGRlBlSNlS DhhhM KEGIATAN
PENGEMBANGAN PERKEBUNAN WILAYAH KKUSUS (P2WK) JAMBU METE
(Kasus Desa Sukadana, Kecamatan Kubu,


Oleh

LILY SUMARTI
A 24 1288

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994

RINGKASAN
LILY SUMARTI (A 24 1288). Penerapan Konsep Agribisnis dalam Kegiatan

Pengemba~iganPerkebunan Wilayah Khusus (P'IWK) Jambu Mete (Kasus Desa
Sukadana, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali) (di bawah
bimbingan Rudolf Solindungan Sinaga).
Keberbasilan tujuan pemerintah untuk menanggulangi kerniskinan di wilayali
khusns dengan mengenibangkan tanaman perkebunan, sangat dipengarubi oleh kepastian pasar bagi komoditi pertanian tersebut. Untuk ko~iioditimete, potensi pasarnya
masib cukup bagus, baik di dalaiii maupun di luar negeri. Sedangkan kotltribusi

mete Indonesia di pasar dunia relatif masill sangat kecil, rata-rata hanya sebesar 2,7
persen (Trubus, 1993).
Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitia~iini adalah : I) melihat kesesuaian antara konsep agribisnis dengan konsep kegiatan P2WK jambu mete,
dan 2) ~neliliatpelaksanaaii kegiatan P2WK ja~iibumete, dalam upaya iiienanggulangi kerniskinan, di Desa Sukadana.
Penelitian dilaksa~iakandi Desa Sukadana yang merupakan tempat dilaksa~iakannya kegiatan P2WK janibu mete sejak TA 1990191. Dan di desa ini memiliki
unit peserta kegiata~iP2WK paling banyak dibandingkan dengan delapan desa lainnya yang terdapat di Kecamatan Kubu (sembilan unit kegiatan selatiia TA 199019 1 ,
1991192 dan 1992193).
Penerapan konsep agribisnis dalam pola hubu~iganinti plasma telali terwu~jucl
pada fase 11, taliun kedua, sejak awal kegiatan P2WK ja~iibuliiete dilaksanakan.
Sedangkan keselurulian konsep agribisnis baru terwujud di daerah penelitian pada
fase 111 (tahun ketiga, yaitu pada saat tanaman jambu mete sudah inulai menghasilkan). Keberadaa~isistem agribisnis secara utuh di wilayali khusus diharapka~i

inatnpu meningkatkan produktivitas usahatani yang beri~nplikasipada peningkatan
pendapatan petani miskin di wilayah khust~s.
Jika ditinjau dari persyaratan lahan yang bole11 diikutsertakan d a l a ~ nkegiata~l
P2WK, sebenarnya terdapat unsur diskriminatif, karena petani yang inenguasai laha11
kurang dari 0,5 Ha dan buruh tani (petani penggarap) yang merupakan anggota
~nasyarakattermiskin di desa pertanian tidak dapat mengikuti kegiatan P2WK.
Pemerintah tidak mensyaratkan secara tegas bahwa inti yang terlibat dala111 kegiatan P2WK me~nilikiperusahaan pengolah atau memiliki hubnngan dengan perusahaan pengolah, tetapi hanya mensyaratkan inti merupakan perusahaan perkebuna~i.
Hal ini sebenarnya merupakan kelemahan kegiatan P2WK dibandingkan dengan

konsep Pir-Bun.
Kegiatan P2WK jambu mete berdasarkan perhitungan mampu ineningkatkan
pendapatan petani, tetapi belum bisa dikatakan inannpu mengentaskan petani dari
"garis kerniskinan". Oleh karena itu kegiatan P2WK ini masib perlu didukung dengan industri hilir di wilayah khusus. Selarna ini aktivitas inti di wilayah khusus
lianya bergerak di bidang perkebunan, sedang industri hilir yang dittrnjang oleh kegiatan P2WK berada di luar wilayah kegiatan P2WK, sehingga suiit diharapkan tumbuhnya pusat kegiatan ekonorni. Kehadiran industri hilir diliarapkan dapat meningkatkan pendapatan, dan pe~ilerataanpendapatan.
Pelaksanaan kegiatan P2WK kurang me~nenuhitarget seperti yang diharapkan.
Inti pada tahun kedua pelaksanaan diharapkan sudah mulai nlenyalurkan kredit kepada petani peserta yang digunakan untuk biaya pemeliharaan (sejak tahun kedua) sebelum tanalnan jambu mete menghasilkan. Demikian pula dengan kegiatan penyuluhan belum dilaksanakan ole11 inti. Oleh karena itu mulai tahun kedua tersebut, petani tidak mampu menjalankan usaliatani sesuai dengan teknologi yang diailjurkan
oleh penyuluh (pemerintah). Hal ini berpengaruh pada pertumbuhan tanaman jambu
mete dan produktivitas lahan.

Agar aspek pemerataan benar-benar dapat dicapai dalam kegiatan P2WK, sebaiicnya petani penggarap juga diikutsertakan dalam kegiatan ini, yarig keberadaannya dala~nkegiatan ini diatur dengan ketentuan peinerintah, sehingga tidak merugikan petani penggarapa.
Illti pada kegiatan P2WK sebaiknya juga ~nerupakanperusahaan perkebunan
yang bergerak di bidang pengolahan (industri hilir) di wilayah khusus. Sehingga jika
selaina ini aktivitas inti di wilayah khusus hanya bergerak di bidang perkebunan,
sedang keberadaan industri hilir yang ditunjailg oleh kegiatan ini ternyata beratla di
luar wilayah kegiatan P2WK, sulit diharapkan tumbuluiya pusat kegiatan ekoiiomi.
Dengan keberadaan industri hilir di wilayah khusus, diharapkaii terjadinya peningkatan pendapatan, juga pemerataan pendapatan yang diperoleh dari selain kegiatan
usahatani (budidaya).
Jika keberadaan industri hilir di wilayah khusus tidak bisa dipenuhi, paling tidak
inti memiliki perusahaan pengolahan atau hubungan kerja yang erat dengan perusahaan pengolah, agar kepastian pasar komoditi nliete petaili kegiatan P2WK lebili terjamin.

Uiituk mengaktitkan peran inti, pemerintah sebaikilya membtiat kebijaksanaan
yang memperlancar dilaksanakannya fungsi inti, sehiiigga kegiatan P2WK di wilayali
khusus dapat dilaksa~iakansesuai dengan yang diharapkan agar tujuan menanggulangi kerniskinan dapat dicapai.
Untuk menunjang kesuksesan pelaksanaail kegiatan P2WK, peran aktif pe~nerintah masih sangat dibutuhkan, teruta~nadalam mengaktifkan fungsi inti dalam kegiatan P2WK dan ~nengatasimasalah-masalah yang terjadi di lapang dengan cepat, serta
perlu nienata keilibali langkali-langkah yang perlu dilakukan sesuai dengan tkijuan
yang hendak dicapai.

PENERAPAN KONSEP AGRIBISNIS DALAM KEGIATAN
PENGEMBANGAN PERKEBUNAN WILAYAH KHUSUS (P2WK)
JAMBU METE
(Kasus Desa Sukadana, Kecanlatan Kubu,
Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali)

Lily Sumarti
A 24 1288

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian


pada

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS PERTANIAN
,JURUSANILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
-

Dengan ini lnenyatakan bahwa skripsi yang ditulis :
Nama Mahasiswa : Lily Sulnarti
Nomor Pokok

: A 24 1288

Judul


: Penerapan Konsep Agribisnis dalam Kegiatan Pengembangan

Perkebunan Wilayah Khusus (P2WK) Jalnbu Mete (Kasus Desa
Sukadana, Kecaliiatan Kubu, Kabupaten Karangaseln, Propinsi
Bali)
dapat diterilna sebagai syarat kelultlsan Sarjana Pertanian, Illstitut Pertanian Bogor.
Jurusa~iIlnlu-Ilntu Sosial Ekonorni Pertanian
Menyetujui

NIP. 130 176 909

Tanggal Lulus : 6 September 1994

\I

RINGKASAN

LILY SUM ART1 (A 24 1288). Penerapan Konsep Agribisnis dalam Kegiatan
Pengembangan Perkebunan Wilayah Khusus (P2WK) Jambu Mete (Kasus Desa
Sukadana, Kecalliatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali) (di bawah
birnbingan Rudolf Solindungan Sinaga).
Keberhasilan tujuan pemerintah untuk nienanggulangi ken~iskinandi wilayah
kf~ususde~iganinengen~barr
gkan tananIan perkebunan , sangat dipengart~
hi oleli kepastian pasar bagi ko~noditipertanian tersebut. Un tuk ko~noditiriiete, pote~lsipasarnya

rnasih cukup bagus, baik di dafa~iilnaupun di luar negeri. Sedangkan kotitribr~si
mete Indanesia di pasar dunia relatif masill sangat kecil, rata-rata hanya sebesar 2,7
persen (Trubus, 1993).

Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalal~ipelielitian i~iiadalal~: 1 ) melihat kesesuaian anma konsep agribisnis dengan konsep kegiatan P2WK janlbu mete,

darl 2) melihat pelaksanaaii kegiatan P2WK jambu mete, dalam upaya inenanggulangi kerniskillan, di Desa Sukadana.
Penelitian dilaksaliakan di Desa Sukadar~ayang rilerilpakarl telilpat dilaksanakannya kegiatar~P2WK jaltibr~mete sejak TA 1990191. Dan di desa ini me~niliki
unit peserta kegiatan P2WK paling banyak dibandingkan detigan delapan desa lainnya yang terdapat di Kecamatan Kubu (sembilan unit kegiatan selama TA 1990/9 1,

1991/92 dan 1992/93).
Penerapan konsep agribisnis dalam pola hubungan inti plas~natelali terwi~jucl
pada fase TI, tahun kedua, sejak awal kegiatan P2WK ja~ilbumete dilaksanakan.
Sedangkan keseluruhan konsep agribisnis baru terwujud di daerah penefitian pada

fase 111 (tahun ketiga, yaitu pada saat tanatnan jambu mete sudal~~nulaimenghasilkan). Keberadaati sistem agribisnis secara utuh di wilayali khusus diharapkan