Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional (Studi Kasus di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur)

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT
TRADISIONAL
(Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu,
Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur)

KATARINA RAMBU BABANG

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN TENTANG TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul : Penguatan
Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional, Studi Kasus di Desa Hambapraing,
Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, adalah
benar merupakan karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum
diajukan atau dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan, maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain, telah dinyatakan secara jelas, dalam teks maupun Daftar Pustaka di
bagian akhir tulisan ini.

Bogor, Mei 2008

Katarina Rambu Babang
Nrp.I.354060165

ABSTRAK
KATARINA RAMBU BABANG, Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat
Tradisional (Studi Kasus di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu,
Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur). Dibimbing oleh
NURMALA K. PANJAITAN dan SAHARUDDIN.
Kemiskinan merupakan masalah yang terus menerus diupayakan
penanganannya, namun secara nyata perubahan tersebut membutuhkan strategi yang
tepat, menyeluruh dan berkelanjutan yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat.
Salah satu upaya strategis dalam menjawab masalah ketidakberdayaan dan
kemiskinan masyarakat adalah melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat akan memungkinkan terjadinya peningkatan kemampuan masyarakat
dalam berperan untuk menjangkau sumber daya disekitarnya. Peran masyarakat

adalah partisipasi yang dapat terwujud melalui pemberdayaan yang disesuaikan
dengan potensi lokal baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Di desa Hambapraing, terdapat dua program pemberdayaan yang sedang
berproses dalam kehidupan masyarakat, yakni Program Pengembangan Kecamatan
(PPK) dan Program Penguatan dan Pengembangan Desa menuju Desa Mandiri
(P3DM). Kedua program tersebut melakukan bantuan modal bagi pengembangan
usaha kerajinan tenun ikat melalui kelompok usaha. Pembentukan kelompok yang
sudah dilakukan masing-masing program menimbulkan perbedaan dalam
perkembangannya, sehingga terdapat kelompok yang aktif, kelompok kurang aktif,
dan kelompok tidak aktif lagi. Hal ini ditinjau dari tiga yakni, aspek-aspek kekuatan
kekuatan dalam kelompok, keragaan anggota, dan pengembalian modal. Secara
umum kelompok pengrajin mengalami bebarapa masalah dalam proses kerja atau
usahanya, yakni, 1) Rendahnya kerjasama antar anggota dalam kelompok dan
Rendahnya perasaan berkelompok 2) Rendahnya kerjasama antar kelompok, 3)
Keterbatasan pasar, 4) Rendahnya ketrampilan dasar dan penguasaan teknik yang
baru, 5) Rendahnya motivasi berusaha 6) Kurang mampu mengelola modal, 7)
Keterbatasan modal usaha.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dibutuhkan alternatif
pemecahan secara partisipatif sesuai potensi yang dimiliki. Langkah awal dilakukan
dengan mengidentifikasi stakeholder yang dapat berperan dalam merancang dan

melaksanakan program. Program yang dirancang adalah penguatan kelompok yang
dilakukan dalam kelompok yang sudah ada, maupun langkah pengorganisasian
melalui pembentukan kelompok pengrajin tingkat desa. Program penguatan
kelompok meliputi, pertemuan atau rapat rutin, pembentukan kelompok pengrajin
tingkat desa, promosi dan pemasaran, produksi bersama, pelatihan ketrampilan dasar
dan teknik yang baru, pelatihan pengelolan modal, pendampingan dan sosialisasi,
serta kredit lunak. Kegiatan ini akan berlangsung melalui kerjasama semua
stakehoder, sesuai tujuan yang diharapkan yaitu pemberdayaan pengrajin.

Kata Kunci : dinamika kelompok, penguatan kelompok, stakeholder, pemberdayaan
pengrajin

RINGKASAN
KATARINA RAMBU BABANG, Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat
Tradisional (Studi Kasus di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten
Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur). Dibimbing oleh NURMALA K.
PANJAITAN dan SAHARUDDIN.
Kemiskinan merupakan masalah yang terus menerus diupayakan
penanganannya, namun secara nyata perubahan tersebut membutuhkan strategi yang
tepat dan menyeluruh serta berkelanjutan yang disesuaikan dengan keadaan

masyarakat. Salah satu upaya strategis dalam menjawab masalah ketidakberdayaan
dan kemiskinan masyarakat adalah melalui pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat akan memungkinkan terjadinya peningkatan kemampuan
masyarakat dalam berperan untuk menjangkau sumber daya disekitarnya. Peran
masyarakat adalah partisipasi yang dapat terwujud melalui pemberdayaan yang
disesuaikan dengan potensi lokal baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusia.
Pengembangan komoditas lokal diharapkan dapat membantu terlibatnya
masyarakat dalam gerakan membantu dirinya sendiri (self help) yakni seperti usaha
ekonomi produktif yang berbasis kerakyatan. Demikian halnya dengan
pengembangan usaha kerajinan tenun ikat di Desa Hambapraing. Tenun ikat adalah
salah satu komoditas lokal yang menjadi sumber penghasilan sebagian besar warga
(30 persen dari total penduduk), selain hasil perkebunan, peternakan, dan kelautan.
Keterbatasan usaha kerajinan banyak menghadapi masalah seperti layaknya juga
dialami oleh usaha kecil lainnya seperti modal usaha, kendala pasar, hingga
kemampuan dan ketrampilan dalam melakukan usaha. Pengembangan usaha
kerajinan dilakukan oleh Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program
Penguatan dan Pengembangan Desa menuju Desa Mandiri (P3DM) melalui bantuan
modal usaha bergulir bagi kelompok-kelompok usaha yang dibentuk. Kedua program
tersebut, melakukan usaha pemberdayaan pada tahap pengguliran modal saja,

sedangkan belum berlanjut pada pengembangan usaha yang dapat mendukung
keberdayaan pengrajin sekaligus pertumbuhan usaha kerajinan sehingga dapat
mengatasi masalah kemiskinan yang dialami masyarakat.
Kajian ini merupakan studi kasus pada kelompok pengrajin untuk mengetahui
dinamika kelompok dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Teknik yang
digunakan dalam kajian ini adalah wawancara, studi dokumen, observasi, dan diskusi.
Langkah pemecahan masalah dilakukan secara partisipatif melalui diskusi terfokus
(focuss group discussion) yang melibatkan semua stakeholder. Hasil pengamatan,
kelompok bentukan kedua program dalam prosesnya menimbulkan adanya kelompok
yang aktif, kurang aktif dan tidak aktif lagi. Perbedaan dinamika kelompok ditinjau
dari tiga sisi yakni, keragaan anggota, pengembalian modal, dan aspek-aspek
kekuatan dalam kelompok. Aspek kekuatan dalam kelompok meliputi tujuan
kelompok, struktur kelompok, kekompakan kelompok, pembinaan kelompok,
suasana kelompok, fungsi tugas, tekanan pada kelompok, dan efektifitas kelompok.
Berdasarkan deskripsi setiap kelompok, diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kuat dan lemahnya suatu kelompok. Faktor yang menonjol dalam kelompok aktif

adalah kekompakan kelompok, suasana kelompok, pemenuhan tujuan kelompok, dan
efekifitas kelompok. Lemahnya kelompok yang lain, ditunjukkan melalui rendahnya
unsur-unsur yang dimiliki untuk mengembangkan usahanya, dibanding dengan

kelompok aktif. Keempat hal ini berkaitan dengan masalah yang muncul dalam
kelompok secara umum yang menyangkut rendahnya kerjasama dan kekompakan
kelompok serta rendahnya motivasi berusaha. Oleh sebab itu pembenahan dilakukan
melalui cara atau program yang dikaitkan dengan faktor-faktor tersebut, terutama
unsur yang dapat mengikat kekompakan diantara pengrajin atau kerjasama dalam
kelompok maupun luar kelompok.
Permasalahan yang dihadapi oleh setiap kelompok
didominasi oleh
rendahnya kerjasama antar kelompok, maupun antar anggota dalam kelompok yang
sama. Selain itu, masalah lainnya adalah keterbatasan pasar, atau lemahnya jejaring
yang dimiliki untuk pemasaran produk, rendahnya ketrampilan dasar dan penguasaan
teknik yang variatif,
rendahnya motivasi berusaha, kurangnya kemampuan
mengelola modal, dan keterbatasan modal usaha. Pada sisi lain terdapat potensi yang
dapat mendukung berkembangnya usaha kerajinan. Potensi tersebut meliputi, 1) ada
aktivitas modal sosial yang mengandung nilai kerjasama antar pengrajin yang disebut
panjolurungu, yang bermakna arisan tenaga dan bahan baku, 2) jejaring pemasaran
sudah ada pada kelompok aktif, dan segmen pasar tenun ikat pada masyarakat lokal,
regional, hingga wisatawan asing, 3) ketrampilan tenun ikat dapat dilakukan
sepanjang musim, aktivitas warisan keluarga, dan dapat dilakukan perempuan dan

laki-laki, 4) kelompok pengrajin merupakan kelompok yang berhasil dalam
pengguliran simpan pinjam modal usaha, dukungan dari elemen masyarakat dan
tanggapan masyarakat untuk pengembangan usaha tenun ikat kearah yang lebih
profesional.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dibutuhkan alternatif
pemecahannya yang dilakukan secara partisipatif. Langkah awal dilakukan dengan
mengidentifikasi stakeholder yang dapat berperan juga dalam merancang aktivitas
yang dapat dilakukan untuk pemecahan masalah. Pihak-pihak yang dapat melibatkan
diri dalam usaha kerajinan diantaranya adalah, Badan Pemberdayaan Masyarakat
sebagai Unit teknis pelaku program PPK dan P3DM, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Dekranasda (dalam hal ini Ketua Tim penggerak PKK), Dinas
Pariwisata, Dinas Koperasi, Pembeli perantara, Pemilik toko, Pembeli perantara,
Lembaga keuangan (Bank, dan sebagainya), serta masyarakat sekitarnya. Peran setiap
stakeholder sebagai sumberdaya yang dapat membantu menyelesaikan kendala yang
dihadapi pemgrajin. Keberfungsian setiap stakeholder dapat dijangkau melalui
program-program yang berlangsung dan melibatkan kelompok-kelompok pengrajin
dalam wadah yang lebih kuat atau ikatan yang lebih solid.
Program yang dirancang adalah penguatan kelompok yang dilakukan dalam
kelompok yang sudah ada, maupun langkah pengorganisasian melalui pembentukan
kelompok pengrajin tingkat desa. Program penguatan kelompok meliputi, pertemuan

atau rapat rutin, pembentukan kelompok pengrajin tingkat desa, promosi dan
pemasaran, produksi bersama, pelatihan ketrampilan dasar dan teknik yang baru,
pelatihan pengelolan modal, pendampingan dan sosialisasi, serta kredit lunak.

Dugaan terhadap rendahnya kerjasama dan kekompakan antar pengrajin
dalam proses produksi hingga pemasaran, menyebabkan suatu kesimpulan untuk
mengikat kerjasama dan kebersamaan anggota pengrajin dalam menyelesaikan
masalahnya. Kelompok pengrajin tingkat desa yang dibentuk menjadi media
informasi dan komunikasi yang dapat berperan dalam menjalin kerjasama antar
pengrajin sekaligus sebagai wadah untuk penguatan dan pembinaan kelompok.
Melalui kelompok ini, akan memudahkan proses-proses yang harus dilakukan secara
bersama dalam melibatkan stakeholder, seperti kegiatan-kegiatan yang sudah
dirancang bersama. Melalui kelompok ini diharapkan akan mewujudkan
pemberdayaan pengrajin, sekaligus melanjutkan pertumbuhan usaha kerajinan.
Kegiatan ini akan berlangsung melalui kerjasama semua stakeholder, sehingga
dapat mencapai tujuan akhir yakni pemberdayaan pengrajin. Berkembangnya
kelompok pengrajin akan menunjang pemberdayaan pengrajin yang terukur melalui
adanya jaminan pendapatan, adanya pengembangan kemampuan pengrajin, serta
adanya akses usaha dan kesempatan kerja yang lebih luas. Penanganan masalah harus
dilakukan secara menyeluruh yakni oleh pengrajin, pemerintah melalui unit teknis,

pembeli perantara, pembeli langsung maupun masyarakat sekitarnya, sehingga
memberdayakan pengrajin dan menumbuhkan ekonomi lokal secara terencana dan
sinergis yang pada akhirnya akan mengentaskan kemiskinan.

Kata kunci : dinamika kelompok, penguatan kelompok, stakeholder, pemberdayaan
pengrajin

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008,
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan
Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT
TRADISIONAL

(Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu,
Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur)

KATARINA RAMBU BABANG

Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Tugas Akhir

: Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional
(Studi Kasus di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu,
Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur)


Nama

: Katarina Rambu Babang

Nrp

: I.354060165

DISETUJUI
KOMISI PEMBIMBING

Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS.DEA
Ketua

Dr. Ir. Saharuddin, MSi
Anggota

DIKETAHUI

Ketua Program Studi Magister
Profesional Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Tanggal Ujian : 15 Mei 2008

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, MS

Tanggal Lulus :

2008

PRAKATA
Puji dan Syukur tak terhingga, kepada Sang Guru Agung, Allah Tritunggal,
yang telah memberi limpahan Berkat pendidikan untuk penulis, dalam setiap
tahapannya, teristimewa untuk menyelesaikan kajian dengan judul ‘Penguatan
Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional (Studi Kasus di Desa Hambapraing,
Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur).
Kesempatan ini, saya ingin menyampaikan penghargaan kepada semua pihak
yang telah membantu kelancaran studi dan penyusunan kajian ini :
1. Komisi Pembimbing yakni Ibu Dr. Nurmala K.Panjaitan, MSDEA dan Bpk
Dr. Saharuddin, MS serta Bpk Dr. Djuara P.Lubis, MS selaku dosen penguji
yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan kajian ini
2. Pemerintah Kabupaten Sumba Timur yang telah memberikan saya
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan
3. Departemen Sosial Republik Indonesia sebagai donatur atau penyelenggara
beasiswa studi ini
4. Pemerintah Desa Hambapraing bersama elemennya, sebagai wilayah dan
subjek penelitian, bersama stakeholder pendukung
5. Para informan dan responden yang bersedia memberikan informasi yang
dibutuhkan selama penelitian dan penyusunan kajian ini
6. Kedua orang tua yang tercinta, saudaraku, K Martin dan K Ana, K Suster,
Johan, Mery, K Bargam sekeluarga, serta semua keluarga besar yang selalu
mendoakan dan mendukung saya
7. Teman dekatku, Erik (buat cinta dan kasih sayangnya), sahabat-sahabatku
dan kerabat, yang setia memberi suport untuk perjalanan studi ini
8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang dengan
caranya masing-masing membantu, mendoakan dan memotivasi saya selalu.
Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan masyarakat umumnya
dan secara khusus memberi alternatif pendekatan yang tepat dalam pelaksanaan
program pengembangan masyarakat yang berbasis komunitas. Sekian dan
terimakasih.

Bogor, Mei 2008

Katarina Rambu Babang

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT
TRADISIONAL
(Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu,
Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur)

KATARINA RAMBU BABANG

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN TENTANG TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul : Penguatan
Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional, Studi Kasus di Desa Hambapraing,
Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, adalah
benar merupakan karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum
diajukan atau dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan, maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain, telah dinyatakan secara jelas, dalam teks maupun Daftar Pustaka di
bagian akhir tulisan ini.

Bogor, Mei 2008

Katarina Rambu Babang
Nrp.I.354060165

ABSTRAK
KATARINA RAMBU BABANG, Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat
Tradisional (Studi Kasus di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu,
Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur). Dibimbing oleh
NURMALA K. PANJAITAN dan SAHARUDDIN.
Kemiskinan merupakan masalah yang terus menerus diupayakan
penanganannya, namun secara nyata perubahan tersebut membutuhkan strategi yang
tepat, menyeluruh dan berkelanjutan yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat.
Salah satu upaya strategis dalam menjawab masalah ketidakberdayaan dan
kemiskinan masyarakat adalah melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat akan memungkinkan terjadinya peningkatan kemampuan masyarakat
dalam berperan untuk menjangkau sumber daya disekitarnya. Peran masyarakat
adalah partisipasi yang dapat terwujud melalui pemberdayaan yang disesuaikan
dengan potensi lokal baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Di desa Hambapraing, terdapat dua program pemberdayaan yang sedang
berproses dalam kehidupan masyarakat, yakni Program Pengembangan Kecamatan
(PPK) dan Program Penguatan dan Pengembangan Desa menuju Desa Mandiri
(P3DM). Kedua program tersebut melakukan bantuan modal bagi pengembangan
usaha kerajinan tenun ikat melalui kelompok usaha. Pembentukan kelompok yang
sudah dilakukan masing-masing program menimbulkan perbedaan dalam
perkembangannya, sehingga terdapat kelompok yang aktif, kelompok kurang aktif,
dan kelompok tidak aktif lagi. Hal ini ditinjau dari tiga yakni, aspek-aspek kekuatan
kekuatan dalam kelompok, keragaan anggota, dan pengembalian modal. Secara
umum kelompok pengrajin mengalami bebarapa masalah dalam proses kerja atau
usahanya, yakni, 1) Rendahnya kerjasama antar anggota dalam kelompok dan
Rendahnya perasaan berkelompok 2) Rendahnya kerjasama antar kelompok, 3)
Keterbatasan pasar, 4) Rendahnya ketrampilan dasar dan penguasaan teknik yang
baru, 5) Rendahnya motivasi berusaha 6) Kurang mampu mengelola modal, 7)
Keterbatasan modal usaha.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dibutuhkan alternatif
pemecahan secara partisipatif sesuai potensi yang dimiliki. Langkah awal dilakukan
dengan mengidentifikasi stakeholder yang dapat berperan dalam merancang dan
melaksanakan program. Program yang dirancang adalah penguatan kelompok yang
dilakukan dalam kelompok yang sudah ada, maupun langkah pengorganisasian
melalui pembentukan kelompok pengrajin tingkat desa. Program penguatan
kelompok meliputi, pertemuan atau rapat rutin, pembentukan kelompok pengrajin
tingkat desa, promosi dan pemasaran, produksi bersama, pelatihan ketrampilan dasar
dan teknik yang baru, pelatihan pengelolan modal, pendampingan dan sosialisasi,
serta kredit lunak. Kegiatan ini akan berlangsung melalui kerjasama semua
stakehoder, sesuai tujuan yang diharapkan yaitu pemberdayaan pengrajin.

Kata Kunci : dinamika kelompok, penguatan kelompok, stakeholder, pemberdayaan
pengrajin

RINGKASAN
KATARINA RAMBU BABANG, Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat
Tradisional (Studi Kasus di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten
Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur). Dibimbing oleh NURMALA K.
PANJAITAN dan SAHARUDDIN.
Kemiskinan merupakan masalah yang terus menerus diupayakan
penanganannya, namun secara nyata perubahan tersebut membutuhkan strategi yang
tepat dan menyeluruh serta berkelanjutan yang disesuaikan dengan keadaan
masyarakat. Salah satu upaya strategis dalam menjawab masalah ketidakberdayaan
dan kemiskinan masyarakat adalah melalui pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat akan memungkinkan terjadinya peningkatan kemampuan
masyarakat dalam berperan untuk menjangkau sumber daya disekitarnya. Peran
masyarakat adalah partisipasi yang dapat terwujud melalui pemberdayaan yang
disesuaikan dengan potensi lokal baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusia.
Pengembangan komoditas lokal diharapkan dapat membantu terlibatnya
masyarakat dalam gerakan membantu dirinya sendiri (self help) yakni seperti usaha
ekonomi produktif yang berbasis kerakyatan. Demikian halnya dengan
pengembangan usaha kerajinan tenun ikat di Desa Hambapraing. Tenun ikat adalah
salah satu komoditas lokal yang menjadi sumber penghasilan sebagian besar warga
(30 persen dari total penduduk), selain hasil perkebunan, peternakan, dan kelautan.
Keterbatasan usaha kerajinan banyak menghadapi masalah seperti layaknya juga
dialami oleh usaha kecil lainnya seperti modal usaha, kendala pasar, hingga
kemampuan dan ketrampilan dalam melakukan usaha. Pengembangan usaha
kerajinan dilakukan oleh Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program
Penguatan dan Pengembangan Desa menuju Desa Mandiri (P3DM) melalui bantuan
modal usaha bergulir bagi kelompok-kelompok usaha yang dibentuk. Kedua program
tersebut, melakukan usaha pemberdayaan pada tahap pengguliran modal saja,
sedangkan belum berlanjut pada pengembangan usaha yang dapat mendukung
keberdayaan pengrajin sekaligus pertumbuhan usaha kerajinan sehingga dapat
mengatasi masalah kemiskinan yang dialami masyarakat.
Kajian ini merupakan studi kasus pada kelompok pengrajin untuk mengetahui
dinamika kelompok dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Teknik yang
digunakan dalam kajian ini adalah wawancara, studi dokumen, observasi, dan diskusi.
Langkah pemecahan masalah dilakukan secara partisipatif melalui diskusi terfokus
(focuss group discussion) yang melibatkan semua stakeholder. Hasil pengamatan,
kelompok bentukan kedua program dalam prosesnya menimbulkan adanya kelompok
yang aktif, kurang aktif dan tidak aktif lagi. Perbedaan dinamika kelompok ditinjau
dari tiga sisi yakni, keragaan anggota, pengembalian modal, dan aspek-aspek
kekuatan dalam kelompok. Aspek kekuatan dalam kelompok meliputi tujuan
kelompok, struktur kelompok, kekompakan kelompok, pembinaan kelompok,
suasana kelompok, fungsi tugas, tekanan pada kelompok, dan efektifitas kelompok.
Berdasarkan deskripsi setiap kelompok, diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kuat dan lemahnya suatu kelompok. Faktor yang menonjol dalam kelompok aktif

adalah kekompakan kelompok, suasana kelompok, pemenuhan tujuan kelompok, dan
efekifitas kelompok. Lemahnya kelompok yang lain, ditunjukkan melalui rendahnya
unsur-unsur yang dimiliki untuk mengembangkan usahanya, dibanding dengan
kelompok aktif. Keempat hal ini berkaitan dengan masalah yang muncul dalam
kelompok secara umum yang menyangkut rendahnya kerjasama dan kekompakan
kelompok serta rendahnya motivasi berusaha. Oleh sebab itu pembenahan dilakukan
melalui cara atau program yang dikaitkan dengan faktor-faktor tersebut, terutama
unsur yang dapat mengikat kekompakan diantara pengrajin atau kerjasama dalam
kelompok maupun luar kelompok.
Permasalahan yang dihadapi oleh setiap kelompok
didominasi oleh
rendahnya kerjasama antar kelompok, maupun antar anggota dalam kelompok yang
sama. Selain itu, masalah lainnya adalah keterbatasan pasar, atau lemahnya jejaring
yang dimiliki untuk pemasaran produk, rendahnya ketrampilan dasar dan penguasaan
teknik yang variatif,
rendahnya motivasi berusaha, kurangnya kemampuan
mengelola modal, dan keterbatasan modal usaha. Pada sisi lain terdapat potensi yang
dapat mendukung berkembangnya usaha kerajinan. Potensi tersebut meliputi, 1) ada
aktivitas modal sosial yang mengandung nilai kerjasama antar pengrajin yang disebut
panjolurungu, yang bermakna arisan tenaga dan bahan baku, 2) jejaring pemasaran
sudah ada pada kelompok aktif, dan segmen pasar tenun ikat pada masyarakat lokal,
regional, hingga wisatawan asing, 3) ketrampilan tenun ikat dapat dilakukan
sepanjang musim, aktivitas warisan keluarga, dan dapat dilakukan perempuan dan
laki-laki, 4) kelompok pengrajin merupakan kelompok yang berhasil dalam
pengguliran simpan pinjam modal usaha, dukungan dari elemen masyarakat dan
tanggapan masyarakat untuk pengembangan usaha tenun ikat kearah yang lebih
profesional.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dibutuhkan alternatif
pemecahannya yang dilakukan secara partisipatif. Langkah awal dilakukan dengan
mengidentifikasi stakeholder yang dapat berperan juga dalam merancang aktivitas
yang dapat dilakukan untuk pemecahan masalah. Pihak-pihak yang dapat melibatkan
diri dalam usaha kerajinan diantaranya adalah, Badan Pemberdayaan Masyarakat
sebagai Unit teknis pelaku program PPK dan P3DM, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Dekranasda (dalam hal ini Ketua Tim penggerak PKK), Dinas
Pariwisata, Dinas Koperasi, Pembeli perantara, Pemilik toko, Pembeli perantara,
Lembaga keuangan (Bank, dan sebagainya), serta masyarakat sekitarnya. Peran setiap
stakeholder sebagai sumberdaya yang dapat membantu menyelesaikan kendala yang
dihadapi pemgrajin. Keberfungsian setiap stakeholder dapat dijangkau melalui
program-program yang berlangsung dan melibatkan kelompok-kelompok pengrajin
dalam wadah yang lebih kuat atau ikatan yang lebih solid.
Program yang dirancang adalah penguatan kelompok yang dilakukan dalam
kelompok yang sudah ada, maupun langkah pengorganisasian melalui pembentukan
kelompok pengrajin tingkat desa. Program penguatan kelompok meliputi, pertemuan
atau rapat rutin, pembentukan kelompok pengrajin tingkat desa, promosi dan
pemasaran, produksi bersama, pelatihan ketrampilan dasar dan teknik yang baru,
pelatihan pengelolan modal, pendampingan dan sosialisasi, serta kredit lunak.

Dugaan terhadap rendahnya kerjasama dan kekompakan antar pengrajin
dalam proses produksi hingga pemasaran, menyebabkan suatu kesimpulan untuk
mengikat kerjasama dan kebersamaan anggota pengrajin dalam menyelesaikan
masalahnya. Kelompok pengrajin tingkat desa yang dibentuk menjadi media
informasi dan komunikasi yang dapat berperan dalam menjalin kerjasama antar
pengrajin sekaligus sebagai wadah untuk penguatan dan pembinaan kelompok.
Melalui kelompok ini, akan memudahkan proses-proses yang harus dilakukan secara
bersama dalam melibatkan stakeholder, seperti kegiatan-kegiatan yang sudah
dirancang bersama. Melalui kelompok ini diharapkan akan mewujudkan
pemberdayaan pengrajin, sekaligus melanjutkan pertumbuhan usaha kerajinan.
Kegiatan ini akan berlangsung melalui kerjasama semua stakeholder, sehingga
dapat mencapai tujuan akhir yakni pemberdayaan pengrajin. Berkembangnya
kelompok pengrajin akan menunjang pemberdayaan pengrajin yang terukur melalui
adanya jaminan pendapatan, adanya pengembangan kemampuan pengrajin, serta
adanya akses usaha dan kesempatan kerja yang lebih luas. Penanganan masalah harus
dilakukan secara menyeluruh yakni oleh pengrajin, pemerintah melalui unit teknis,
pembeli perantara, pembeli langsung maupun masyarakat sekitarnya, sehingga
memberdayakan pengrajin dan menumbuhkan ekonomi lokal secara terencana dan
sinergis yang pada akhirnya akan mengentaskan kemiskinan.

Kata kunci : dinamika kelompok, penguatan kelompok, stakeholder, pemberdayaan
pengrajin

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008,
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan
Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT
TRADISIONAL
(Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu,
Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur)

KATARINA RAMBU BABANG

Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Tugas Akhir

: Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional
(Studi Kasus di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu,
Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur)

Nama

: Katarina Rambu Babang

Nrp

: I.354060165

DISETUJUI
KOMISI PEMBIMBING

Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS.DEA
Ketua

Dr. Ir. Saharuddin, MSi
Anggota

DIKETAHUI

Ketua Program Studi Magister
Profesional Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Tanggal Ujian : 15 Mei 2008

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, MS

Tanggal Lulus :

2008

PRAKATA
Puji dan Syukur tak terhingga, kepada Sang Guru Agung, Allah Tritunggal,
yang telah memberi limpahan Berkat pendidikan untuk penulis, dalam setiap
tahapannya, teristimewa untuk menyelesaikan kajian dengan judul ‘Penguatan
Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional (Studi Kasus di Desa Hambapraing,
Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur).
Kesempatan ini, saya ingin menyampaikan penghargaan kepada semua pihak
yang telah membantu kelancaran studi dan penyusunan kajian ini :
1. Komisi Pembimbing yakni Ibu Dr. Nurmala K.Panjaitan, MSDEA dan Bpk
Dr. Saharuddin, MS serta Bpk Dr. Djuara P.Lubis, MS selaku dosen penguji
yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan kajian ini
2. Pemerintah Kabupaten Sumba Timur yang telah memberikan saya
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan
3. Departemen Sosial Republik Indonesia sebagai donatur atau penyelenggara
beasiswa studi ini
4. Pemerintah Desa Hambapraing bersama elemennya, sebagai wilayah dan
subjek penelitian, bersama stakeholder pendukung
5. Para informan dan responden yang bersedia memberikan informasi yang
dibutuhkan selama penelitian dan penyusunan kajian ini
6. Kedua orang tua yang tercinta, saudaraku, K Martin dan K Ana, K Suster,
Johan, Mery, K Bargam sekeluarga, serta semua keluarga besar yang selalu
mendoakan dan mendukung saya
7. Teman dekatku, Erik (buat cinta dan kasih sayangnya), sahabat-sahabatku
dan kerabat, yang setia memberi suport untuk perjalanan studi ini
8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang dengan
caranya masing-masing membantu, mendoakan dan memotivasi saya selalu.
Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan masyarakat umumnya
dan secara khusus memberi alternatif pendekatan yang tepat dalam pelaksanaan
program pengembangan masyarakat yang berbasis komunitas. Sekian dan
terimakasih.

Bogor, Mei 2008

Katarina Rambu Babang

RIWAYAT HIDUP

Katarina Rambu Babang dilahirkan di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur
Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 11 Nopember 1979 sebagai salah satu
putri kedua, anak ketiga dari Bapak Arnold Huki Lalatana dan Ibu Petronela Padji
Jiara.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1991 (SD Inpres
Hiliwuku), pendidikan menengah pertama pada tahun 1994 (SMP Negeri 1
Waingapu), pendidikan menengah atas pada tahun 1997 (SMU Negeri 1 Waingapu).
Pada tahun 1998, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan hingga kini
mengabdi di Sekretariat Daerah Kabupaten Sumba Timur. Pada tahun 2001, penulis
menjalani pendidikan S1 pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kristen Wira Wacana
Sumba, dan diselesaikan pada tahun 2005.
Sejak september 2006, penulis mendapatkan kesempatan studi untuk
pendidikan S2 pada Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
(MPM), di Institut Pertanian Bogor, sebagai program beasiswa dari Departemen
Sosial Republik Indonesia.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………. xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Kajian
Tujuan Kajian
Manfaat Kajian

.............................................................................................
.............................................................................................
.............................................................................................
.............................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan...................................................................................................
Pemberdayaan...............................................................................................
Sumberdaya Manusia, Modal Fisik, dan Modal Sosial................................
Dinamika Kelompok....................................................................................
Intervensi Program P3DM dan Program PPK
Dalam Usaha Kerajinnan...............................................................................
Kerangka Pikir...............................................................................................

1
5
5
6

7
10
13
15
20
23

METODE KAJIAN
Tipe dan Aras Kajian ................................................................................... 27
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Kajian.............................................................................................. 27
Waktu Kajian.............................................................................................. 28
Penentuan Kasus Kajian.................................................................................. 29
Data Metode Pengumpulan Data
Jenis Data dan Sumber Data...................................................................... 29
Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 29
Pengolahan Data............................................................................................. 31
Penyusunan Program...................................................................................... 31
PETA SOSIAL MASYARAKAT DESA HAMBAPRAING
Gambaran Lokasi………………………………………………………........
Kependudukan…………………………………………………………........
Sistem Ekonomi ……………………………………………………….........
Struktur Komunitas
Pelapisan Sosial……………………………………………………........
Kepemimpinan…………………………………………………….........
Tanggapan Masyarakat terhadap Kepemimpinan…………………........
Oganisasi dan Kelembagaan………………………………………........
Jejaring Sosial Komunitas……………………………………….…........

32
34
37
41
42
43
44
45

Proses Sosialisasi dalam Komunitas……………………………….........
Masalah Sosial………………………………………………………….......
Aktivitas Pengrajin Tenun Ikat Tradisional dan Proses Kerjanya
Tenun Ikat di Sumba Timur......................................................................
Proses Kerja Pengrajin..............................................................................
PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Program Pengembangan Kecamatan
Deskripsi Program………………………………………………............
Pelaksanaan Program PPK………………………………………...........
Pengembangan Ekonomi Masyarakat……………………………..........
Pemanfaatan modal sosial…………………………………………........
Program Penguatan dan Pengembangan desa Menuju Desa Mandiri
Deskripsi Program………………………………………………............
Pelaksanaan Program P3DM…………………………………….. ........
Pengembangan Ekonomi Masyarakat…...………………………..........
Pengembangan Modal Sosial ………………………………….............
Evaluasi Program ……………………………………………………….....
Kesimpulan Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat…………….....

46
47
49
51

58
59
60
61
62
65
66
69
71
74

KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL
Sejarah Pembentukan Kelompok..........……………………………………
Dinamika Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional
Kelompok Aktif......................................................................................
Kelompok Kurang Aktif.........................................................................
Kelompok Tidak Aktif............................................................................
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kelompok ...........................
Identifikasi Stakeholder.................................................................................

78
84
90
98
101

PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN
IKAT TRADISIONAL
Identifikasi Masalah, Potensi, dan Alternatif Pemecahan Masalah
Program Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat Tradisional..............
Latar Belakang dan Tujuan Program…………………………….........
Monitoring dan Evaluasi ……………………......................................
Sistem Kelembagaan Pelaksanaan Program..........................................

105
121
130
136

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan ……………………………………………………….............
Rekomendasi………………………………………………………............
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….........

138
140
142

75

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian.................................................
2 Orbitasi Jarak dan Waktu Tempuh ………………….......................
3 Penggunaan Lahan Desa Hambapraing,Tahun 2006…......................
4 Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Hambapraing
Keadaan Desember 2006…………………………………...............
5 Jumlah dan Persentasi Penduduk Berdasarkan
Tingkat Pendidikan…………………………………………………
6 Jumlah dan Persentasi Penduduk Berdasarkan
Jenis Pekerjaan………………………………………..…………….
7 Banyaknya Unit Usaha dan Tenaga Kerja Industri
Tenun Ikat dirinci Per Kecamatan Tahun 2005………….................
8 Karakteristik Kelompok Pengrajin Tenun Ikat
Program PPK : Simpan Pinjam Perempuan,2004………………….
9 Karakteristik Kelompok Pengrajin Tenun Ikat
Program PPK: Simpan Pinjam Perempuan, Tahun 2006…………
10 Karakteristik Kelompok Pengrajin dalam P3DM………………….
11 Deskripsi Dinamika Kelompok berdasarkan Aspek yang
Mempengaruhinya ………………………………………...............
12 Deskripsi Dinamika Kelompok berdasarkan Keragaan Anggota
dan Pengembalian Modal ................................................................
13 Deskripsi Dinamika Kelompok berdasarkan Tingkat Aktivitas
Berkelompok.....................................................................................
14 Masalah, Potensi, dan Alternatif Pemecahan...................................
15 Program Penguatan Kelompok Pengrajin Tenun Ikat
Tradisional ………………………………………….......................
16 Aspek Monitoring dan Evaluasi …………………………..............
17 Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi dalam Program ……...........
18 Metode dan Pengumpulan Data.......................................................

28
32
34
35
38
39
50
75
76
77
96
97
110
119
129
132
133
145

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Bagan Kerangka Pemikiran………………………………………....
Mengikal benang (kabokul).…………………………….…………
Proses pemasangan benang (pamening)……………………………
Proses mengikat (paingu) . .........……………………………………
Proses pencelupan dan pewarnaan (kawu).........……………….......
Proses penjemuran benang (dengi).…………………………………
Proses perentangan (yalahu)………………………………………..
Gambar Struktur Kelompok Pengrajin Tingkat Desa........................
Gambar Struktur Kelembagaan Pelaksanaan Program.......................

26
52
52
52
53
53
54
122
137

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4

Pedoman Metode Pengumpulan Data ..................................................... 143
Dokumen Kajian...................................................................................... 144
Peta Lokasi Kajian................................................................................... 150
Daftar Hadir Diskusi Terfokus ................................................................152

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang berorientasi pertumbuhan di masa lalu telah
menumbuhkan suatu kesenjangan yang besar, dimana laju pertumbuhan ekonomi
tidak

seimbang

dengan

peningkatan

kesejahteraan

sosial

(Isbandi,

2002).

Ketidakberdayaan masyarakat adalah kenyataan yang merupakan dampak dari proses
pembangunan yang melahirkan kesenjangan, meliputi kesenjangan antar daerah,
kesenjangan kemajuan antar desa dengan kota, serta kesenjangan pendapatan
ekonomi antara kalangan kaya yang minoritas dan kalangan miskin yang mayoritas.
Ketidakberdayaan tersebut telah mendapat perhatian berupa bantuan sosial,
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk modal usaha,
pendampingan masyarakat, peningkatan manajemen usaha, pembangunan sarana dan
prasarana sosial dasar, serta pendukung kegiatan ekonomi. Sesuai hasil evaluasi
pembangunan, upaya-upaya tersebut, belum memberikan bukti yang efektif, untuk
menanggulangi masalah krisis yang dialami masyarakat di berbagai bidang, yakni
sosial, ekonomi, politik, dan budaya (Haeruman,2001).
Upaya strategis dalam menjawab masalah kemiskinan masyarakat adalah
gerakan pemberdayaan masyarakat, secara khusus untuk pembangunan di desa atau
perdesaan. Pemberdayaan masyarakat akan memungkinkan terjadinya peningkatan
kemampuan masyarakat dalam berperan untuk mengakses atau menjangkau sumber
daya yang ada di sekitarnya. Partisipasi masyarakat hanya dapat dibangun melalui
pemberdayaan, karena pemberdayaan adalah jalan menuju partisipasi (empowerment
is road to participation dalam Tonny,2006). Oleh sebab itu, pembangunan perdesaan
harus bersandar pada partisipasi masyarakat yang disesuaikan dengan potensi lokal
yang ada dan dimiliki berupa komoditas yang berbasis masyarakat.
Pengembangan komoditas lokal sebagai salah satu upaya meningkatkan
potensi ekonomi lokal, diharapkan akan membantu terlibatnya semua masyarakat
dalam gerakan membantu dirinya sendiri, yakni usaha ekonomi produktif yang
berbasis kerakyatan (Sumarti et al,2006). Konsep pengembangan ekonomi lokal

merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah (lokal), untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan yang akan meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan kualitas hidup (Syaukat dan Hendrakusumaatmaja,2006).
Sederhananya, pengembangan ekonomi lokal adalah salah satu upaya bersama-sama
meningkatkan produktivitas perekonomian disuatu wilayah dengan memanfaatkan
potensi ekonomi lokal demi peningkatan pendapatan masyarakat setempat.
Pengelolaan ekonomi lokal merupakan salah satu bagian dari sasaran pembangunan
perdesaan (Haeruman,et al,2001). Selain hal tersebut di atas, sasaran pembangunan
perdesaan adalah peningkatan pendapatan masyarakat, penyediaan bahan pangan dan
bahan lainnya untuk kegiatan produksi dan konsumsi, serta peningkatan kapasitas
lembaga atau organisasi ekonomi lokal. Pembangunan perdesaan diupayakan secara
cermat untuk menghindari terjadinya kesenjangan kemajuan, dimana tujuannya
adalah mempercepat kemajuan kegiatan ekonomi dan industrialisasi perdesaan.
Pendekatan pemberdayaan secara khusus dalam bidang ekonomi, sudah
dilakukan oleh Pemerintah, seiring dengan pola desentralisasi (Undang-Undang No
22 1999) yang sedang berkumandang, baik program secara nasional maupun program
di tingkat lokal atau daerah. Menurut Korten, 1980, terdapat dua model pendekatan
pembangunan yakni pendekatan top down dan bottom up. Pendekatan bottom up
adalah pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai pusat pembangunan
atau pusat perubahan sehingga terlibat didalam proses perencanaan sampai pada
pelaksanaan dan evaluasi. Dengan kata lain lebih berorientasi pada partisipasi
masyarakat atau pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered
development). Sebelumnya, pendekatan top down merupakan salah satu pendekatan
yang dikritisi karena bersifat mematikan inisiatif dan kreativitas masyarakat.
Pendekatan top down adalah pendekatan yang bersumber pada pemerintah, dengan
demikian masyarakat hanyalah sebagai obyek atau sasaran pembangunan saja.
Perpaduan (mix model) antara pendekatan dari atas (top down) dan dari bawah
(bottom up), dianggap sebagai pendekatan yang lebih relevan untuk dilakukan dan hal
ini sudah mulai mewarnai setiap aksi program pemberdayaan yang dilakukan, sejak
adanya sistem otonomi daerah. Sejauh pengamatan di Desa Hambapraing, terdapat

dua program pemberdayaan yang sedang berproses dalam kehidupan masyarakat.
Kedua program tersebut adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan
Program Penguatan dan Pengembangan Desa Menuju Desa Mandiri (P3DM). Kedua
program tersebut sama-sama memberikan bantuan modal bagi pengembangan usaha
kerajinan tenun ikat melalui kelompok usaha.
Tenun ikat merupakan salah satu komoditas lokal yang menjadi sumber
penghasilan bagi rumah tangga atau masyarakat di Desa Hambapraing, Kecamatan
Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Selain kerajinan
tenun ikat, juga terdapat sumber lain yakni peternakan dan perkebunan sebagai mata
pencarian utama masyarakat Sumba Timur, bahkan masyarakat Nusa Tenggara Timur
umumnya. Kerajinan tenun ikat di Kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu
jenis industri kerajinan yang paling besar jumlahnya yakni, 46,31persen dibanding
jenis industri lainnya atau 906 unit dari 1956 unit industri (Sumba Timur Dalam
Angka,2005). Meskipun kontribusinya bagi Pendapatan Domestik Regional Bruto
(PDRB) tahun 2005, masih rendah yakni 0,921 persen (salah satu jenis industri
dibanding seluruh industri lainnya dalam lapangan usaha industri pengolahan) tetapi,
untuk tingkat kabupaten maupun provinsi, industri tenun adalah salah satu lahan
pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja paling besar dibanding jenis industri
lainnya, dan secara khusus bagi perempuan dewasa (15 tahun hingga 70 tahun).
Pemberdayan pengrajin juga akan menunjang penghasilan keluarga karena peluang
pasar dari produk ini, cukup menjanjikan, meskipun belum ada catatan valid tentang
besarnya permintaan terhadap hasil tenun. Kelemahan pencatatan karena banyak
transaksi yang terjadi langsung dari pengrajin kepada pembeli, dirumah pengrajin.
Namun yang menjadi fakta adalah bahwa tenunan ikat tradisional dari Sumba Timur
khususnya, menjadi salah satu produk yang ditawarkan pada skala pasar yang lebih
besar seperti di Bali dan Jakarta pada artshop maupun pada pameran karena memiliki
peluang pasar bagi pasar internasional. Hal ini disebabkan oleh pasar tenun
tradisional yang memiliki keunikan dan orisinil sehingga menarik bagi kolektor atau
turis asing dibanding produk komersial. Selain itu, yang patut dilihat adalah segmen
1

Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Sumba Timur menurut Lapangan Usaha, Tahun 2005

pasar atau permintaan yang potensial datang dari masyarakat lokal, aparat
pemerintah, atau pegawai swasta, hingga wisatawan baik domestik maupun luar
negeri. Dari gambaran ini, maka pekerjaan tenun khususnya tenun ikat akan menjadi
salah satu mata pencarian yang dapat menopang pendapatan atau penghasilan
keluarga di desa.
Di desa Hambapraing terdapat 217 kepala keluarga miskin atau 84 persen dari
total 260 kepala keluarga sebagai penerima beras miskin, dimana 30 persen adalah
pengrajin (Laporan Desa,2006). Hal ini disebabkan oleh kondisi alam yang kurang
mendukung penghasilan masyarakat dibidang pertanian, sementara itu masyarakat
masih tetap berpikir bahwa bertani atau berladang adalah sumber penghasilan yang
paling utama. Pada sisi lain terdapat cara lain untuk membantu kesejahteraan
masyarakat melalui optimalisasi hasil atau produk kerajinan yang dapat menopang
penghasilan pengrajin. Pemberian bantuan bagi pengrajin berupa modal usaha, dalam
bentuk kelompok adalah hal yang tepat. Pemberian modal tersebut bukan hal yang
keliru tetapi dalam prosesnya, masih ada kelemahan yang dihadapi kelompok dalam
hal pemasaran produk dan proses produksi, dan sebagainya. Hal ini belum memenuhi
kebutuhan mereka secara berkelanjutan dalam hal jaminan pendapatan. Bantuan
modal saja belum cukup memberdayakan masyarakat dalam mengembangkan potensi
sumberdaya lokal, tanpa di dukung keberlanjutannya pada sisi yang lain, seperti
faktor yang mendukung proses produksi, distribusi, hingga pemasaran.
Perhatian pada usaha kerajinan tenun ikat, melalui intervensi program
pemberdayaan memberi pengaruh dalam dinamika kelompok pengrajin maupun
anggotanya. Berdasarkan pengamatan awal dilapangan, dalam prosesnya ada
kelompok yang terus berjalan, namun ada juga kelompok yang sudah bubar seiring
berhentinya program. Eksistensi suatu kelompok ditunjang faktor-faktor yang
mempengaruhi kekuatan dalam kelompok (dimensi dinamika kelompok dalam
Nasdian, 2006 dan Haerurah 2006). Salah satu kekuatan kelompok adalah tujuan
kelompok yang mengandung arti pemenuhan kebutuhan atau kepuasan anggota.
Salah satu contoh kebutuhan utama anggota adalah terpenuhinya pendapatan melalui
hasil jual produk yang seimbang dengan biaya produksi, dan jaminan pendapatan

untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Jika hal itu belum terpenuhi, maka
kelompok tersebut tergolong lemah, demikian pula dengan unsur yang lainnya. Untuk
mengetahui lebih jauh dinamika suatu kelompok, maka patut diketahui bagaimana
kondisi kelompok tersebut ditinjau dari unsur-unsur yang mempengaruhinya.
Pembentukan kelompok tanpa dibenahi keberlanjutannya tidak akan
bermanfaat, sementara kelompok pengrajin tenun ikat di Desa Hambapraing
berpotensi mengentaskan kemiskinan. Dengan demikian, dibutuhkan suatu program
untuk membenahi dan menguatkan kelompok yang sudah ada. Dengan mempelajari
faktor yang mempengaruhi dinamika kelompok pengrajin tenun ikat tradisional dan
masalah yang mereka hadapi, dapat dirancang cara atau program untuk memecahkan
masalah yang ada dalam kelompok pengrajin.

Masalah Kajian
Kerajinan tenun ikat merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk pengentasan
kemiskinan. Dalam rangka penyusunan program penguatan kelompok, maka perlu
mempelajari hal-hal sebag