Karakterisasi Genom Mitokondria Labi Labi, Dogania subplana (Trionychidae, Testudines, Reptilia)

KARAKTERISASI GENOM MlTOKONDRlA
LABI-LABI, Dogania subplana
(TRIONYCHIDAE, TESTUDINES, REPTILIA)

ACHMAD FARAJALLAH

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
ACHMAD FARAJALLAH (985098). Karakterisasi genorn rnitokondria labi-labi,
Dogania subplana, (Trionychidae, Testudines, Reptilia). Komisi pernbirnbing:
Prof.Dr. Nawangsari Sugiri, Prof. Osarnu Takenaka, D.Sc., Barnbang Suryobroto,
D.Sc., dan Dr. M.F. Rahardjo.
Runutan nukleotida lengkap genorn rnitokondria (rntDNA) labi-labi, Dogania
subplana, telah dilakukan. Ukuran rntDNA labi-labi adalah 17289 bp. Organisasi,
orientasi dan ukuran setiap gen dari 13 gen penyandi protein rntDNA, 22 gen
penyandi tRNA dan dua gen penyandi rRNA serta daerah kontrol adalah serupa
dengan yang telah diternukan pada vertebrata lainnya. Panjang daerah kontrol
adalah 1820 bp, yang di dalarnnya bisa diternukan tiga motif runutan DNA

berulang. Motif pertarna dan kedua berturut-turut adalah 15 bp dan 37 bp, yang
keduanya berulang secara tandem sarnpai 728 bp. Motif ketiga adalah ruas TA
berulang, yaitu (TA)n dan (ATAlT)n. Motif ketiga ini disebut rnikrosatelit
rnitokondria. Analisis terhadap daerah kontrol rnenernukan adanya domain tengah
yang stabil untuk sernua anggota Testudines, dan adanya tiga macarn Conserve
Sequence Blocks yang hornolog dengan daerah kontrol rntDNA vertebrata.
Berdasarkan domain tengah daerah kontrol, keragarnan nukleotida D. subplana di
lndonesia cukup tinggi (0.21%). Selain itu, penyebaran labi-labi di lndonesia
rnengikuti penyebaran vikarian. Populasi 0.subplana Surnatera Bagian Selatan
mernpunyai afinitas yang tinggi ke populasi Jawa dibanding ke populasi Bengkulu.
Trionychidae merupakan kelornpok yang rnonofiletik berdasarkan analisis
parsirnoni dan neighbourjoining rnenggunakan gabungan data runutan nukleotida
Cyt b, tRNA Phe, tRNA Pro dan domain tengah daerah kontrol rntDNA.
Kata kunci: Labi-labi, Testudines, genorn rnitokondria, runutan DNA, keragarnan
nukleotida, filogeni rnolekular

ABSTRACT
ACHMAD FARAJALLAH (985098). Characterization of mitochondrial genome of
the soft-shelled turtle, Dogania subplana, (Trionychidae; Testudines; Reptilia).
Advisory committe: Prof.Dr. Nawangsari Sugiri, Prof. Osamu Takenaka, D.Sc.,

Bambang Suryobroto, D.Sc., and Dr. M.F. Rahardjo.
Complete nucleotide sequence of Malayan soft-shelled turtle, Dogania subplana,
mitochondrial genome (mtDNA) was determined. The total length of the sequence
was 17289 bp. The organization, orientation and individual gene size of 13
protein-coding genes, 22 tRNA genes, two rRNA genes (12 s and 16s rRNA), and
the control region were identical to the typical vertebrate arrangement. The control
region is 1820 bp long that contains three repeat sequences. The first and the
second repeated motifs were 15 bp and 37 bp long, repectively, and spanned 728
bp. The third repeat sequence consisted of two motifs which are (TA)n and
(ATATT)n; they are named as mitochondrial microsatellites. Analysis of this control
region permitted the identification of the middle conserved domain of all
Testudines, and three types of Conserve Sequence Blocks, which have high
homology to vertebrate mtDNA. Nucleotide diversity of the middle conserved
domain of D. subplana in Indonesia is relatively high (0.21%). Based on the
nucleotide sequences, D. subplana is shown to be vicariantly distributed in
Indonesia. D. subplana population of South Sumatra has high affinity to Java
compared to Bengkulu. Trionychidae as a monophyletic group was supported by
parsimony and neighbor joining analyses using combined sequence data of Cyt b,
tRNA Phe, tRNA Pro, and the middle conserved domain of mtDNA.
Keyword: Softshelled turtle, Testudines, mitochondrial genome, DNA sequence,

nucleotide diversity, molecular phylogeny

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:
"Karakterisasigenom mitokondria iabi-labi, Dogania subplana (Trionychidae,
Testudines, Reptilia)" adalah benar karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bo or, Septe ber

hfl

02

KARAKTERISASI GENOM MlTOKONDRlA
LABI-LAB1, Dogania subplana
(TRIONYCHIDAE, TESTUDINES, REPTILIA)

oleh

ACHMAD FARAJALLAH

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Biologi

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

-

s . d - ,;
,

.*-'em- Kamkterisasi Genorn M t o k o n d r i a b b b i 4 a b i ; - ~aUbp/ana
~~ia
(Trionychibae; Testudines; Reptilia)
:Achmad Farajallah


Nama~
.. ,NRP- - :985098
m, :P
Studi: Bidogi
'

n

&Ay?*;i

-

-

-4-,

.

;.'


Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

- ,Pmf.
Dr. NdG;anasan Suairi
-.
'

,i
'

-

--;

,

'L
* -.


Tanggal Lulus : 28 hi2002

Prof. Osamu Takenak. D.Sc,
Anggota

Nama

: Achmad Farajallah

Tempat, Tanggal Lahir

: Sampang - Madura, 27 April 1965

Pekerjaan

: Dosen di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan IPA, lnstitut Pertanian Bogor
: Laboratorium Zoologi
Jurusan Biologi FMlPA IPB

Gedung Zoologi dan Biokimia Lantai II
Kampus Gunung Gede
Jalan Raya Pajajaran Bogor 16143
: Kawin

Alamat Kantor

Status Perkawinan
Riwayat Pekejaan
1989
1990 - sekarang

: Calon Pegawai Negeri di Jurusan Biologi, FMlPA
IPB
: Dosen di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan IPA, IPB

Riwayat Pendidikan
1972 - 1984


-

: SD, SMP dan SMA di Sampang Madura

1984 1985

: Tingkat Persiapan Bersama IPB

1985 - 1989

: S1, Program Studi Biologi, FMlPA IPB

1991 - 1995

: S2, Program Studi Biologi
Program Pascasarjana IPB
: S3, Program Studi Biologi
Program Pascasarjana IPB

KATA PENGANTAR

Tulisan ini berisi hasil penelitian tentang keragaman genetik labi-labi,
Dogania subplana, di Indonesia berdasarkan runutan nukleotida genom
mitokondria, dan filogeni anggota ordo Testudines. Penelitian dilaksanakan untuk
menyusun disertasi sebagai syarat memperoleh gelar Doktor dalam bidang studi
Biologi di Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor. Untuk itu, penulis
sampaikan terima kasih yang mendalam kepada komisi pembimbing, yaitu Prof.Dr.
Nawangsari Sugiri, Prof. Osamu Takenaka D.Sc., Bambang Suryobroto, D.Sc. dan
Dr. M.F. Hahardjo atas segala kesabaran, ketelitian dan dukungannya selama
penulis menempuh program doktor. Terima kasih khusus kepada Prof. Osamu
Takenaka, D.Sc. yang telah memperkenalkan penulis ke pendekatan molekular
terbaru untuk menganalisis biodiversitas hewan. Dalam kesempatan ini pula,
penulis sampaikan terima kasih kepada Dr. Muladno dan Dr. Jatna Supriatna atas
komentar dan koreksinya.
Selain itu, penulis sampaikan terima kasih yang mendalam kepada Bapak

. Go Bang, A Cun, Benny Prakasa Putra, Kasmirudin M.Si., Nasarudin M.Si, Qodri
Madang M.Si., Dra. Titisari Puntorini dan Haerul Azhar atas kerjasama yang saling
menguntungkan dalam menangkap dan memperoleh sampel labi-labi dan
kura-kura. Penulis menikmati interaksi yang hangat dan saling mendukung dari
rekan sejawat, staf teknisi, staf administrasi dan para mahasiswa di Department of

Molecular and Cellular Biology, Primate Research Institute Universitas Kyoto dan di
Laboratorium Zoologi FMlPA IPB, yang kalau disebutkan satu persatu terlalu
banyak, terima kasih.
Untuk isteri, anak-anak dan ibu, terima kasih atas kesabaran dan
dukungannya.
Akhimya, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada lembaga yang
memberi dukungan finansial atau fasilitas penelitian selama penulis menempuh
program doktor, yaitu DlKTl melalui BPPS, PRI-Kyoto University, PPS IPB, FMlPA
IPB dan JBA-MITI-BPPT Biodiversity Project.

DAFTAR IS1

RIWAYAT HlDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
BAB 1. PENDAHULUAN UMUM
Klasifikasi Kura-kura
Labi-labi
Posisi Filogeni Kura-kura dalam Amniota
Distribusi, Filogeni dan Sistematika Kura-kura
Karakteristik Genom DNA Mitokondria Vertebrata
Tujuan Penelitian
BAB 2. BAHAN DAN METODE
Penentuan Runutan Lengkap Nukleotida mtDNA D. subplana
Keragaman Daerah Kontrol mtDNA Labi-labi, D. subplana, di
Indonesia
Filogeni Kura-kura di lndonesia Berdasarkan Runutan Cyt b, tRNA
Pro, tRNA Thr dan Domain Tengah dari Daerah Kontrol
BAB 3. RUNUTAN NUKLEOTIDA LENGKAP GENOM MlTOKONDRlA
LABI-LABI, DOGANIA SUBPLANA
Pendahuluan
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
BAB 4. KERAGAMAN DNA DAERAH KONTROL LABI-LABI, DOGANIA
SUBPLANA, Dl INDONESIA
Pendahuluan
Hasil

Pembahasan
Kesimpulan
BAB 5. FlLOGENl MOLEKULAR KURA-KURA, LABI-LAB1 DAN PENYU
BERDASARKAN RUNUTAN DNA CYT B, tRNA THR, tRNA PRO
DAN DOMAIN TENHA DAERAH KONTROL GENOM
MlTOKONDRlA
Pendahuluan
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Nomor

Teks

Halaman

1.1 Tabel 1.1. Klasifikasi kura-kura (Gaffney 1975; Hirayama 1984;
Meylan 1987

12

Karakteristik mtDNA labi-labi, D. subplana

36

3.2 Komposisi nukleotida mtDNA D. subplana (%)

37

3.3 Jumlah penggunaan kodon (huruf cetak tegak) dan nilai indeks
penggunaan kodon (huruf cetak miring) dalam mtDNA D. subplana

38

4.1 Sampel Labi-labi Dogania subplana dan haplotipe mtDNA

77

4.2 Jarak genetik antar haplotipe D. subplana berdasarkan domain
tengah dari daerah kontrol mtDNA (di bawah diagonal) dan standart
error (di atas diagonal) yang diduga menggunakan metode
bootstrap dengan 1000 ulangan

74

3.1

4.3

Divergensi nukleotida dalam populasi (di diagonal), divergensi
nukleotida antar populasi (di bawah diagonal) dan total divergensi
nuleotida antar populasi (di atas diagonal) dari D. subplana

76

5.1 Sampel spesies kura-kura dan ukuran produk PCR (bp)
menggunakan primer 512-576 (Cyt b - TAS), primer 577-578 (TAS CSBIII) dan primer 512 - 578

93

5.2 Jarak genetik (di bawah diagonal) menggunakan metode 2
parameter Kimura dan rasio transisi terhadap transversi (di atas
diagonal) berdasarkan kombinasi data dari nukleotida pertama
dan kedua gen Cyt b, gen tRNA dan domain tergah daerah kontrol
mtDNA

94

5.3 Jarak genetik (di bawah diagonal) menggunakan metode 2
parameter Kimura dan rasio transisi terhadap transversi (di atas
diagonal) berdasarkan ketiga nukleotida setiap kodcn gen Cyt b
5.4 Jarak genetik (di bawah diagonal) menggunakan metode 2
parameter Kimura dan rasio transisi terhadap transversi (di atas
diagonal) berdasarkan nukleotida pertama dan kedua setiap
kodon gen Cyt b

'

95

DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
1.I Beberapa hipotesis hubungan filogeni testudines dan anggota
amniota

Halaman
11

3.1 Peta pemotongan Mbol dan posisi penempelan primer (angka cetak
tebal) dalam mtDNA D. subplana

39

3.2 Peta genetik mtDNA D. subplana

40

3.3 Runutan lengkap nukleotida dan karakteristik mtDNA D. subplana

41

3.4 Runutan nukleotida dan struktur sekunder gen-gen tRNA mtDNA D.
subplana

56

3.5 Struktur batang dan gelung dari OnL (titik asal replikasi utas L)
mtDNA D. subplana

59

3.6 Struktur batang dan gelung dari dua motif runutan DNA berulang di
bagian ujung 5' daerah kontrol mtDNA D. subplana

60

3.7 Hubungan filogeni antar anggota amniota berdasarkan kombinasi
runutan nukleotida dari gen-gen penyandi protein (kecuali gen-gen
ND3, ND4L dan ND6), penyandi tRNA (kecuali gelung DHU dan

Vc)

61

3.8 Hubungan filogeni antar anggota amniota berdasarkan runutan
asam amino yang ditranslasikan dari gen-gen penyandi protein
(kecuali gen-gen ND3, ND4L dan ND6)

62

4.1 Peta pengambilan sampel labi-labi D. subplana

77

4.2 Posisi runutan nukleotida yang beragam antar haplotipe mtDNA D.
subplana

78

4.3 Pohon filogeni Neighborjoining antar haplotipe D. subplana

79

4.4 Pohon filogeni yang dihasilkan metode Minimum Evolution (A) dan
UPGMA (B) antar haplotipe D. subplana

80

5.1 Organisasi gen antara Cyt b dan daerah kontrol dalam mtDNA
Testudines

97

5.2 Perbandingan runutan nukleotida gen Cyt b beberapa spesies
kura-kura menggunakan ClustalW yang dibantu dengan hasil
translasi ke asam aminonya

98

5.3 Perbandingan runutan nukleotida gen-gen tRNA Thr dan tRNA Pro
beberapa spesies kura-kura berdasarkan struktur sekundernya

100

5.4 Perbandingan runutan nukleotida domain tengah daerah kontrol dari
mtDNA beberapa spesies kura-kura menggunakan ClustalW

101

5.5 Hubungan filogeni antar spesies kura-kura berdasarkan kombinasi
data dari gen-gen Cyt b, tRNA Thr, tRNA Pro, dan domain tengah
dari daerah kontrol

105

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1

Daflar kura-kura yang ada di Indonesia

111

Lampiran 2

Peta penyebaran labi-labi, Dogania subplana, di
lndonesia

113

Lampiran 3

Runutan dan perbandingan nukleotida domain tengah dari
daerah kontrol pada masing-masing haplotipe mtDNA D.
subplana yang diapit oleh primer 577 dan 578

114

Lampiran 4

Runutan nukleotida Cyt b, tRNA Thr, tRNA Pro, dan
domain tengah dari daerah kontrol genom mitokondria
beberapa spesies kura-kura

121

Lampiran 5

Daftar spesies yang digunakan dalam analisis filogeni
amniota bersama-sama dengan D. subplana

133

DAFTAR SINGKATAN
12Sr RNA

12s ribosomal RNA

16Sr RNA

16s ribosomal RNA

ATPase 6

Adenosine triphosphatase sub unit 6

ATPase 8

Adenosine triphosphatase sub unit 8

COI

Cytochrome c oxidase sub unit 1

COll

Cytochrome c oxidase sub unit I1

COlll

Cytochrome c oxidase sub unit 111

Cyt b

Cytochrome b apoenzyme

NDI

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 1

ND2

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 2

ND3

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 3

ND4

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 4

ND4L

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 4L

ND5

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 5

ND6

Nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase sub unit 6

dloop

Displacement loop

tRNA - (J

Transfer RNA three letter amino acid abbreviation (anticodon)

A

Adenine

G

Guanine

C

Cytosine

T

Timine

BAB I.
PENDAHULUAN UMUM

Kura-kura rnemiliki tengkorak yang masih primitif, kraniurn utuh tanpa lubang
temporal dan tubuhnya berada dalam cangkang. Kura-kura diklasifikasikan sebagai ordo Testudines, subklas Anapsida dan Klas Reptilia (Emst & Barbour 1989).
Cangkang kura-kura terdiri atas dua bagian yang saling berhubungan, yaitu karapas di sisi atas dan plastron di sisi bawah. Pada urnurnnya, cangkang kura-kura
terbuat dari bahan tanduk yang keras. Walaupun begitu, cangkang pada beberapa taksa bersifat lunak, rnisalnya semua anggota farnili Trionychidae.
Dalarn tulisan ini, narna kura-kura secara urnurn rnerujuk pada semua anggota ordo Testudines. Narna penyu rnerujuk pada kura-kura yang hidup di laut,
yaitu farnili Cheloniidae dan Derrnochelyidae. Sedangkan narna labi-labi rnerujuk
pada semua anggota farnili Trionychidae, yaitu kura-kura yang hidup di air tawar
dan bercangkang lunak.

Klasifikasi Kura-kura
Klasifikasi ordo Testudines tingkat farnili ke atas rnengikuti Gaffney (1975)
dan untuk farnili labi-labi rnengikuti Meylan (1987) (Tabel 1.A). Ordo Testudines
dibagi rnenjadi dua subordo, yaitu Cryptodira dan Pleurodira. Subordo Cryptodira
rnemiliki leher yang bisa ditarik rnasuk ke dalarn cangkang di antara gelang bahu,
sedangkan subordo Pleurodira merniliki leher yang tidak bisa ditarik ke dalam
cangkang. Subordo Cryptodira dibagi rnenjadi tiga superfarnili, yaitu Testudinoideal Chelonioidea dan Trionyc9oidea. Anggota superfarnili Trionychoidea terdiri

Trionychidae. Lebih lanjut Meylan (1987) membagi Famili Trionychidae menjadi
dua subfamili, yaitu Cyclanorbinae dan Trionychinae.
Famili Emydidae dibagi menjadi dua subfamili oleh Hirayama (1984), yaitu
Emydinae dan Batagurinae. Walaupun begitu, Hirayama (1984) menyimpulkan
bahwa pengelompokan Emydinae dan Batagurinae dalam Emydidae dalam
pandangan kladistik bukan sebagai kelompok alami, yang keduanya mempunyai
daerah penyebaran yang sangat berbeda. Emydinae, baik fosil maupun yang
hidup sekarang, mempunyai daerah penyebaran di Eropa dan Amerika, sedanykan semua anggota Batagurinae mempunyai daerah penyebaran di Asia kecuali
genus neotropika, yaitu Rhinoclemmys (Ernst & Barbour 1989).

Pada saat ini ada 22 spesies labi-labi di dunia. Penyebarannya meliputi
daerah beriklim tropis sampai ke subtropis (Meylan 1987; Ernst & Barbour 1989;
lverson 1992). Nama lokal untuk setiap spesies labi-labi beragam antar daerah
(lampiran 1).
Cangkang labi-labi berbentuk pipih dorsoventral. Karapas dan plastron
labi-labi berupa kulit yang lunak. Sambungan keduanya juga lunak, yang ditunjang
oleh struktur pertulangan yang mirip dengan tulang perifer pada anggota famili
yang lain. Selain itu, labi-labi mempunyai bentuk tubuh yang memungkinkannya
untuk menggali dan membenamkan diri di dasar perairan tawar. Sebagian besar
anggota labi-labi jarang keluar dari air. Di dalam air, mereka sangat gesit dan
mempunyai kemampuan menyerang dengan cepat dari posisi diamnya. Sifat

tersebut memungkinkan mereka bertindak sebagai karnivora (Ernst & Barbour
1989; Pritchard 1993; Lim & Das 1999).
Labi-labi melayu, Dogania subplana, merupakan spesies dengan ukuran
yang paling kecil di antara semua labi-labi yag ada di Asia (Pritchard 1993). Penyebaran D. subplana meliputi seluruh wilayah Asia Tenggara, mulai dari bagian
barat Thailand, Malaysia, Singapura sampai ke Sumatera, Kalimantan dan Jawa
(Ernst & Barbour 1989; lverson 1992; Lim & Das 1999). Peta penyebaran D.

subplana di Indonesia yang dibuat oleh lverson (1992) disajikan dalam Lampiran 2.
Dogania subplana memiliki kepala yang besar dengan rahang yang kuat;
tulang maksila bersinggungan dengan tulang frontal pada bagian sisi anterior orbit;
panjang tulang postorbital kurang dari seperlima diameter orbit; bagian posterior
foramen jugularis memanjang membentuk lengkung opisthotic yang berada di luar
lubang postotic; tulang pterigoid bersinggungan dengan foramen newus trigemini
di antara tulang apipterigoid dan tulang parietal; epiplastron memanjang ke arah
anterior melebihi lebar hyohypoplastron; ada empat kalus pada plastron; tulang
neural membagi sama panjang semua tulang pleural di posisi tengah; dua tulang
neural terbalik ditemukan pada posisi paling posterior dari sembilan tulang neural;
tulang neural pertama dan kedua menyatu (Meyian 1987; Emst & Barbour 1989;
Pritchard 1993).

Posisi Filogeni Kura-kura dalam Amniota
Pengelompokan amniota berdasarkan kondisi lubang pada tulang temporal
diajukan oleh Laurin & Reisz (1995) sebagai berikut:
1 Anapsida: tulang temporal tidak ada lubang, yaitu pada kura-kura.
2. Diapsida: tulang temporal mempunyai dua lubang di sisi atas dan bawah, yaitu

pada arkosauria (krokodilia dan burung) dan lepidosauria (kadal, ular dan

.

Sphenodon).
3. Sinapsida: tulang temporal mempunyai satu lubang di sisi bawah yang dibatasi

paling tidak oleh jugal, postorbital dan skuamosal, yaitu pada mamalia.

4. Euryapsida: tulang temporal mempunyai satu lubang di sisi atas yang dibatasi
oleh parietal, postfrontal, postorbital dan skuamosal. Kelompok ini hanya
ditemukan pada reptilia jaman Mesozoikum dan Permian Bawah.
Sampai saat ini, hubungan-hubungan filogeni dari anggota amniota masih
belum disepakati, begitu juga dengan posisi kura-kura dalam amniota. Secara
luas, kura-kura dianggap berada pada posisi pangkal dari semua anggota amniota
karena kondisi anapsida dari tulang temporalnya dianggap sebagai kondisi yang
lebih primitif dibanding kondisi diapsida (Benton 1990). Gambar 1. I memperlihatkan beberapa hipotesis filogeni amniota (disarikan dari Zardoya & Meyer 1998
dan Cao et a/. 2000). Menghadapi ketidakpastian filogeni amniota di atas, Wilkinson et a/. (1997) menyarankan pendekatan molekular. Walaupun begitu, hubungan filogeni akan muncul beragam tergantung pada kumpulan taksa yang dianalisis.
Hal itu berkaitan dengan ketersediaan data molekular yang sampai saat ini paling
banyak berasal dari mamalia, sedangkan yang berasal dari burung dan reptilia
hanya beberapa spesies saja. Selain itu, Cao eta/. (2000) menyatakan bahwz

data yang lebih ekstensif akan menghasilkan hubungan filogeni yang lebih bisa
dipercaya. Dengan begitu, runutan lengkap nukleotida dari genom mitokondria
(mtDNA) labi-labi melayu, 0.subplana, yang disajikan dalam Bab 3 diharapkan
bisa menambah data yang cukup untuk memperjelas hubungan-hubungan filogeni
amniota dan menempatkan posisi kura-kura pada posisi filogeni yang lebih tepat.

Distribusi, Filogeni dan Sistematika Kura-kura
Dari 260 spesies kura-kura yang sudah dikenal di dunia, 85 spesies di
antaranya bisa ditemukan di Asia (Ernst & Barbour 1989; lverson 1992) dan 39
spesies di antaranya bisa ditemukan di Indonesia (Lampiranl). Hampir semua
spesies yang ada di Asia Tenggara miskin informasi berkenaan dengan status
populasi, pola penyebaran, perikehidupan dan hubungan filogeninya (Jenkins

1995; Barzyk 1999). Barzyk (1999) melaporkan bahwa beberapa spesies baru
berhasil dideskripsikan bukan dari spesimen yang diperoleh dari habitat aslinya,
melainkan dari pasar hewan hias. Bersamaan dengan kurangnya informasi
tersebut, saat ini terjadi penurunan populasi kura-kura yang drastis akibat perburuan liar yang dipicu oleh harga pasar yang tinggi. Beberapa penyebab penurunan
populasi lainnya adalah polusi perairan, fragmentasi habitat, kerusakan habitat dan
perubahan lingkur~ganakibat introduksi spesies tanaman dan hewan baru. Di sisi
yang lain, berbagai informasi biologi diperlukan sebagai pijakan dalam manajemen
konsewasi.
Sampai saat ini, penggunaan data molekular untuk mempelajari sistematika
dan filogeni kura-kura jauh tertinggal dibanding mamalia dan burung. Kalaupun
beberapa studi keragaman biokimia telah dilakukan pada kura-kura, itupun dilaku-

.

kan pada perspekstif yang sangat terbatas, misalnya pada tingkat proteinlisozim
(Sites et a/. 1984), karyotipe (Bickham & Carr 1983), serologi (Frair 1985) dan DNA
mitokondria (Lamb & Lydeard 1994; Walker et a/. 1995; Walker et a/. 1997;
Seddon et a/. 1997; Lenk et a/. 1999; Weisrock & Janzen 2000).
Dari catatan penemuan fosil, diperkirakan bahwa kura-kura pertama kali
muncul sekitar 200 juta tahun yang lalu, sedangkan famili Trionychidae muncul
pertama kali sekitar jaman Kreta Awal (sekitar 146 juta tahun yang lalu) (Meylan
1987). Meylan (1987) menunjukkan bahwa Trionychidae merupakan salah satu
famili dari 11 famili kura-kura lainnya yang fosilnya ditemukan secara kontinyu
sejak jaman Senozoikum di daerah Barat Daya Amerika. Walaupun begitu, posisi
filogeni famili Trionychidae terhadap anggota famili Testudines yang lain masih
tidak jelas berkenaan dengan daerah penyebarannya yang sangat luas, kelimpahannya yang tinggi dan umurnya yang relatif tua.
Berdasarkan hasil analisis morfologi oleh Gaffney (1975), Trionychidae
merupakan famili yang unik diantara kriptodira. Disebutkan pula bahwa Trionychidae justru berkerabat dekat dengan Carettochelyidae, Dermatemydidae, dan
Kinostemidae, yang kemudian dikelompokkannya menjadi satu superfamili baru,
yaitu Trionychoidea. Berbeda halnya dengan Bickham & Carr (1983) dan Frair
(1985) yang mengajukan bahwa Trionychidae mempunyai hubungan yang erat
dengan Carettochelyidae dibanding dengan famili yang lain. Meylan (1987)
berpendapat bahwa konsep Trionychoidea oleh Gaffney adalah lebih untuk
menjernihkan kontroversi yang menyebutkan bahwa Kinosternidae dan Chelydridae lebih dekat ke Emydidae dan Testudinidae. Konsep Trionychoidea juga
didukung oleh data runutan nukleotida mtDNA (Lamb & Lydeard 1994; Shaffer et

a/. 1997). Walaupun begitu, data runutan nukleotida mtDNA kurang bisa menjelaskan hubungan antar anggota kriiptodira secara keseluruhan (Shaffer et al. 1997).
Kurangnya resolusi data morfologi secara parsial untuk menjelaskan hubungan filogeni anggota Trionychidae ditunjukkan dengan adanya kecenderungan yang
kuat memasukkan semua labi-labi ke dalam satu genus Trionyx, kecuali Chitra and
Pelochelys. Smith & Smith (1980 dalam Meylan 1987) menghitung sebanyak 47
nama genus yang bisa dianggap sebagai sinonim. Berdasarkan data morfologi
yang ekstensif dalam rangka revisi besar-besaran terhadap semua anggota
Trionychidae, Meylan (1987) mengusulkan pengelompokan anggota Trionychidae
menjadi empat klad, yang kemudian memunculkan klasifikasi Trionychidae yang
baru (Tabel 1.1). Lebih lanjut Meylan (1987) memberi alasan bahwa klasifikasi
baru itu bukan karena adanya perbedaan karakter morfologi, melainkan karena
perbedaan interpretasi sistematik dari sudut pandang yang menyeluruh.

Di Indonesia ada empat spesies labi-labi yang menyebar secara alami, yaitu
D. subplana, Amyda cartilaginea, Pelochelys canton' dan Chitra indica (Tabel 1.1,

Lampiran I), dan satu spesies labi-labi introduksi, yaitu Pelodiscus sinensis (Lim &
Das 1999).
Hubungan filogeni anggota Batagurinae juga masih belum terpecahkan.
Berdasarkan kesamaan morfologi tengkorak, Batagurinae diklasifikasikan menjadi
empat kompleks spesies, yaitu kompleks spesies Hardella (Hardella, Morenia dan
Geoclemys), kompleks spesies Batagur (Batagur, Kachuga, Callagur, Ocadia,
Hieremys, Chinemys dan Malayemys), kompleks spesies Orlifia (Orlitia dan
Siebenrockiella) dan kompleks spesies Geoemyda (Geoemyda, Cyclemys,
NotaOhelys, Rhinoclemys, Mauremys, Melanochelys, Cuora, Heosemys dan

Sacalia) (McDowell 1964). Hubungan Batagurinae seperti di atas tidak disepakati
oleh Gaffney (1975) dan Hirayama (1984) berdasarkan data morfologi yang melibatkan fosil dan jumlah karakter yang lebih banyak, dan juga oleh Bickham & Carr
(1983) berdasarkan karyotipe. Hirayama (1984) mengusulkan adanya dua jalur
evolusi di antara Batagurinae. Jalur evolusi pertama adalah kura-kura yang memiliki kehidupan lebih ke daratan yang diwakili oleh Geoemyda dan Testudinidae.
Jalur kedua adalah kura-kura yang memiliki kehidupan lebih ke air yang dicirikan
dengan adanya langit-langit mulut sekunder yang ekstensif seperti yang ditemukan

Batagur dan Hardella.

Karakteristik Genom DNA Mitokondria Vertebrata
Sampai saat ini, runutan lengkap nukleotida genom mitokondria (mtDNA)
veAebrata telah dilaporkan untuk lebih dari seratus spesies, yang pada umumnya
mamalia (database di GenBank, EMBL - European Molecular Biology Laboratories,

-

DDBJ DNA Database Bank of Japan ). Sedangkan untuk reptilia, runutan lengkap nukleotida mtDNA telah dilaporkan hanya pada delapan spesies, yaitu Alligator

missisippiensis (Janke & Arnason 1997), Pelomedusa subrufa (Zardoya & Meyer
1998), Dinodon semicarinatus (Kumazawa et a/. 1998), Chrysemys picta (Mindell et

a/. 1999), Chelonia mydas, Eumeces egregius (Kumazawa & Nishida 1999),
Iguana iguana dan Caiman crocodylus (Janke et a/. 2001).
Molekul mtDNA memiliki banyak kelebihan sebagai penanda molekular untuk
mempelajari hubungan evolusi hewan pada berbagai tingkatan. Hal ini disebabkan
oleh ukuran mtDNA vertebrata relatif kecil (sekitar 16000 bp) yang mengandung 13
gen menyandikan protein, 22 gen menyandikan tRNA (transfer RNA), dua gen

menyandikan rRNA (ribosomal RNA) dan satu ruas DNA berukuran besar yang
tidak menyandikan. Selain itu, mtDNA vertebrata dikemas secara ekonomis
yang ditunjukkan dengan tidak adanya intron, beberapa gennya saling tumpang tindih, kodon stop beberapa gennya tidak sempurna dan ujung 3'-CCA
dari gen-gen tRNA-nya tidak ada. Pola pewarisan melalui garis ibu yang
menyebabkan tidak ada rekombinasi dan laju mutasinya yang tinggi merupakan keunggulan tersendiri bagi mtDNA sebagai penanda molekular tingkat
intraspesies pada sebagian besar vertebrata (Avise 1994). Penggunaan mtDNA
untuk mempelajari kekerabatan intraspesies maupun antarspesies pada beberapa
spesies kura-kura telah dilakukan Avise et al. (1992), Lamb & Lydeard (1994),
Walker et a/. (1995), Walker et al. (1997), Seddon et al. (1997), Lenk et a/. (1999)
dan Weisrock & Janzen (2000).
Dalam Bab 4 dibahas sejarah populasi dan kekerabatan genetik D. subplana
di Indonesia berdasarkan keragaman nukleotida domain tengah dari daerah kontrol
mtDNA. Primer yang diperlukan untuk memperbanyak ruas DNA secara in vitro
didesain berdasarkan runutan nukleotida yang diperoleh dalam Bab 3. Selain itu,
beberapa primer yang lain juga didesain untuk memperbanyak ruas mtDNA labilabi dan kura-kura yang ada di Indonesia. Ruas mtDNA itu digunakan untuk
mempelajari hubungan filogeni antar kura-kura yang dibahas dalam Bab 5.

Tujuan Penelitian
1. Menentukan runutan lengkap nukleotida dan mengkarakterisasi mtDNA
labi-labi (D. subplana).
2. Menerangkan posisi kura-kura dalam filogeni amniota.

3. Mempelajari keragaman intraspesies labi-labi, B. subplana menggunakan
penanda molekular mtDNA.

4. Mempelajari keragaman antarspesies labi-labi dan hubungan filogeninya
dengan kura-kura yang lain di Indonesia.

A

u

Lepidosauria
Archosauria

B

Lepidosauria
Testudines

Lepidosauria
Archosauria

Testudines

Lepidosauria
Testudines
Mammalia
Archosauria

Gambar 1.I.Beberapa hipotesis hubungan filogeni testudines dan anggota
amniota (disarikan dari Zardoya & Meyer 1998 dan Cao et a/. 2000).
A. Testudines adalah kelompok terdekat dari diapsida.
B. Testudines berada di dalam diapsida. Dalam ha1 ini testudines membentuk satu
klad dengan lepidosauria.
C. Testudines berada di dalam diapsida. Dalam ha1 ini testudines membentuk satu
klad dengan arkosauria.
D. Hipotesis bahwa testudines sebagai parareptilia, yaitu kondisi tulang temporal
testudines sebagai karakter yang paling primitif.
E. Hipotesis haematothermia, yaitu mamalia dan burung berkerabat dekat.

Tabel I.I.Klasifikasi kura-kura (Gaffney 1975; Hirayama 1984; Meylan 1987)

p k l a s Anapsida

I Ordo Testudines
Subordo Cryptodira
semua kura-kura yang lehernya bisa ditarik ke dalam cangkang diantara
kedua gelang bahu

Superfamili Testudinoidea
Famili Chelydridae
Famili Emydidae
Subfamili Emydinae
Subfamili Batagurinae
Famili Testudinidae
Superfamili Chelonioidea
Famili Cheloniidae
Famili Dermochelyidae
Superfamili Tri~nychoidea
Famili Dermatemydidae
Famili Kinosternidae
Famili Carettochelyidae
Famili Trionychidae
Subfamili Cyclanorbinae
Tribe Cyclanorbini
Tribe Lissemydini
Subfamili Trionychinae
Tribe Chitrini
Tribe Aspideretini
Tribe Trionychini
Tribe Pelodiscini
Subordo Pleurodira
semua kura-kura yang lehernya bisa ditekuk ke samping dan tidak bisa
dimasukkan ke dalam cangkang. Tulang pelvis kura-kura ini
menyambung ke cangkang dan mereka mempunyai otot penarik rahang
yang berpangkal pada penjuluran tulang pterigoid

I

Famili Pelomedusidae
Farnili Chelidae

1

BAB 2.
BAHAN DAN METODE
Penentuan Runutan Lengkap Nukleotida mtDNA D. subplana
A. lsolasi Molekul mtDNA Murni
Satu spesimen labi-labi, Dogania subplana, yang digunakan dalam penentuan runutan lengkap mtDNA berasal dari Sungai Ciliwung Bogor, Jawa Barat.
ldentifikasi spesies mengikuti Ernst & Barbour (1989).
Molekul mtDNA murni diekstraksi dari hati, ginjal dan otot jantung. Organorgan itu diambil dari labi-labi yang sudah dibius (deep anaesthezised) menggunakan kloroform. Hati, ginjal dan otot jantung dicuci dalam larutan NaCl0.76% dingin
untuk membersihkan sisa darah. Setiap organ (50 - 100 mg) secara terpisah digerus dalam larutan penggerus (Tris-HCI 30 mM, EDTA 2 mM, sukrosa 0.25 M, pH
8.0). Inti dan sisa sel dalam gerusan dipisahkan dengan sentrifugasi kecepatan
rendah (1000 g, 1 menit). Organel mitokondria dalam supernatan diendapkan dengan sentrifugasi kecepatan tinggi (12000 g, 10 menit) dalam suhu dingin. Kemudian organel mitokondria yang diperoleh dari ketiga organ dicampur menjadi satu.
Ekstraksi molekul mtDNA mengikuti metode lisis alkali (Tamura & Aotsuka
1988). Endapan mitokondria disuspensikan dalam 1 x STE (NaCI 1 M, Tris-HCI
10-IM, EDTA 10-2M,pH 8.0). Ke dalam suspensi ditambahkan NaOH 0.18 N dan
SDS 1% (sodium dodesil sulfat) sebanyak 2 x volume. Setelah diinkubasi selama
5 menit dalam penangas es, larutan alkali dinetralkan dengan menambahkan

potasium asetat 5 M sebanyak % x volume. Gumpalan DNA inti (nDNA) diendapkan dengan sentrifugasi 5000 g selama 5 menit. Campuran bahan organik dalam

supernatan yang mengandung molekul mtDNA ditangkap dengan perlakuan fenol:

kloroform:isoamil-alkohol (25:24:1) (Sambrook et a/. 1989). Fase DNA yang mengandung mtDNA dipisahkan dari fase fenol dengan sentrifugasi 1000 g selama 5
I

menit, kemudian mtDNA diendapkan dengan menambahkan NaCl5 M sebanyak
1/10 x volume dan etanol absolut sebanyak 2 x volume. Endapan mtDNA dicuci
dengan etanol 70% dingin. Molekul mtDNA murni kemudian disuspensikan dalam
larutan TE encer (Tris-HCI ~ x I O M,
- ~ EDTA 2x10-4MI pH 8.0).

B. Penyiapan Fragmen Mbol Molekul mtDNA: Kloning plasmid pUC118
Molekul mtDNA murni dipotong dengan enzim restriksi Mbol. Semua fragmen kemudian disisipkan ke dalam plasmid pUCl18 pada situs BamHl (TaKaRa).
Plasmid yang sudah disisipi fragmen mtDNA ditransformasikan ke E. coli JM109
(TaKaRa) menggunakan metode kejut panas (Sambrook et al. 1989). Transforman E. coli ditumbuhkan dalam medium padat Luria-Bertani (LB) dalam cawan
petri yang mengandung ampisilin 0.5 mglml, isopropiltiogalaktosidase2.4% dan
PGalactosidase 2 %, kemudian diinkubasi pada suhu 37 OC selama 14 jam.
Beberapa koloni E.coli berwarna putih diinokulasikan secara terpisah ke medium
cair 2YT dalam tabung transformasi (IWAKI), kemudian diinkubasikan pada suhu
37 OC selama 14 jam sambil dikocok secara vertikal pada kecepatan 6000 rpm.
lsolasi DNA plasmid dilakukan menggunakan pengisolasi DNA plasmid
otomatis (KURABO P100) berdasarkan prosedur lisis alkali (Sambrook et a/. 1989).
Keberadaan sisipan fragmen mtDNA dalam DNA plasmid diuji dengan mengaplikasikan enzim restriksi EcoRl dan Pstl. Situs pemotongan kedua enzim tersebut
mengapit situs pemotongan BamHl dalam runutan nukleotida plasmid pUCl18.

Visualisasi hasil pemotongan dilakukan dengan elektroforesis gel poliakrilamida
5% dalam bufer IxTBE (Tris 17.8 mM, Borat 17.8 mM, EDTA 0.4 mM) yang dilan-

jutkan dengan pewarnaan perak (Tegelstrom 1986).

C. Penentuan Runutan Nukleotida
DNA plasmid pUCl18 yang mengandung sisipan fragmen mtDNA dijadikan
cetakan dalam siklus reaksi penentuan runutan nukleotida menggunakan primer
universal M I 3 yang diberi label floresen FITC. Reaksi itu menggunakan ABIsequencing kit dengan TaqGold sebagai enzim polimerase yang dijalankan dalam
mesin thermal cycle Perkin-Elmer tipe 9600. Runutan nukleotida kemudian dibaca
menggunakan automated DNA sequencers Shimadzu DSQ-1 atau Shimadzu
DSQ-2000L. Kegiatan penentuan runutan nukleotida ini dilakukan di Department
of Molecular and Cellular Biology, Primate Research Institute, Kyoto University.

D. Penyusunan Runutan Nukleotida Seluruh Genom mtDNA
Runutan nukleotida dari setiap DNA sisipan dalam plasmid diedit dan disusun membentuk molekul mtDNA utuh. Pengeditan dilakukan dengan menggabungkan hasil perunutan dari beberapa plasmid, baik yang menggunakan primer
M I 3 fonvard maupun reverse. Penyusunan itu dimulai dengan cara mencari kesamaan antara setiap runutan nukleotida yang diperoleh dengan runutan mtDNA
pembanding, yaitu manusia (Anderson et a/. 1981), katak (Roe et a/. 1985) dan
aiigator (Janke & Arnason 1997).
Untuk memastikan tidak ada fragmen hasil pemotongan Mbol yang hilang,
beberapa pasang primer didesain di bagian ujung beberapa fragmen mtDNA yang

berdekatan. DNA hasil perbanyakan PCR-nya disisipkan ke plasmid pGEM-T easy
Vector (Promega Corp.), ditransformasikan ke E.coli , kemudian dilakukan perunutan nukleotida untuk dikaji ulang. Fragmen mtDNA hasil pemotongan Mbol dan
posisi setiap primer yang didesain disajikan dalam Gambar 3.1.
Dalam ha1 DNA sisipan terlalu besar dan melebihi kapasitas pembacaan
Shimadzu DSQ-1 maupun Shimadzu DSQ-2000L, maka dilakukan subkloning.
DNA sisipan diambil dari plasmid, dipotong dengan Alul, Haelll atau Rsal, kemudian disisipkan kembali ke plasmid pUC118 pada situs pemotongan Smal. Tahapan selanjutnya sama dengan metode sebelumnya, yaitu perunutan nukleotida.

E. Analisis Data
Analisis homologi runutan nukleotida genom mtDNA dan karakterisasi
daerah kontrol dan gen-gen penyandi RNA dan protein dilakukan dengan bantuan
Genetyx-Win versi 3.2.0 (Software). Selain berdasarkan kesamaan runutan nukleotida yang tinggi dengan mtDNA pembanding, karakterisasi lebih lanjut untuk
gen-gen penyandi protein dilakukan dengan mencari adanya kodon inisiasi dan
kodon stop, kemudian menterjemahkannya ke dalam asam amino mengikuti
vertebrate mitochondria1translation code yang ada dalam Genetyx-Win. Sedangkan untuk gen-gen penyandi tRNA, karakterisasi lebih lanjut dilakukan dengan
membandingkan struktur sekundernya terhadap struktur sekunder yang dilaporkan
oleh Kumazawa & Nishida (1993).
Analisis filogeni amniota menggunakan metode maksimum parsimoni (MP)
dengan model min-mini heuristic dan metode neighborjoining (NJ) yang ada dalam
MEGA versi 2.1 (Kumar et al. 2001). Perbandingan runutan DNA untuk keperluan

analisis filogeni dilakukan dengan ClustalW (Thompson et a/. 1994) yang kemudian dikoreksi secara manual. Koreksi terhadap gen-gen penyandi protein dilakukan
dengan bantuan hasil translasi ke bentuk asam aminonya, sedangkan terhadap
gen-gen penyandi tRNA dilakukan dengan bantuan struktur sekundernya. Hasil
koreksi adalah membuang senjang dan data yang meragukan.

Keragaman Daerah Kontrol mtDNA Labi-labi,
D. subplana, di Indonesia
A. Sampel D. subplana
Sebanyak 52 sampel D. subplana digunakan dalam penelitian ini (Tabel
3.1). Sampel diperoleh dari Jawa (Bogor 23 ekor, Bandung 1 ekor dan Pangandaran 1 ekor), Sumatera Bagian Selatan (Lampung 1 ekor dan Palembang 2 ekor),
Bengkulu (Bengkulu Selatan 9 ekor dan Bengkulu Utara 10 ekor) dan Kalimantan
Selatan (Banjarbaru 5 ekor) (Gambar 4.1). ldentifikasi D. subplana mengikuti Ernst
& Barbour (1989) dan Lim & Das (1999). Spesimen sisa disimpan di Jurusan

Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, lnstitut Pertanian Bogor.

6. Ekstraksi DNA total
DNA total diekstraksi dari darah atau otot, baik yang masih segar maupun
yang sudah disimpan dalam alkohol70%, mengikuti metode Kan ef a/. (1977).
Setetes darah disuspensikan ke dalam 1 x STE, kemudian ditambahkan SDS 1%.
Sekitar 50 mg otot direndam dalam larutan 1 x SE (sarkosil 1% dan EDTA 0.05 M)
kemudian dipotong-potong sampai halus. Kedua sumber DNA itu kemudian
dicerna dengan proteinase-K (0.05 - 0.1 mglml) dan diinkubasi pada suhu 55OC
selama 2 jam. Bahan organik yang masih tercampur dengan DNA ditangkap
dengan perlakuan fenol:kloroform:isoamil-alkohol (25:24:1). Setelah sentrifugcsi
1000 g selama 5 menit, fase DNA dipisahkan dari fase fenol kemudian dimasukkan
ke dalam kantung dialisis dan dilanjutkan dengan dialisis dalam larutan TE (Tris
I0-2M, EDTA

M, pH 8.0) selama minimal 5 jam. Kandungan RNA kemudian

dibuang dengan menambahkan RNase A (0.05-0.1 mglml).

M, EDTA l o 3M, pH 8.0) selama minimal 5 jam. Kandungan RNA kemudian
dibuang dengan menambahkan RNase A (0.05-0.1 mglml).
Domain tengah dari daerah kontrol mtDNA diperbanyak secara in vitro
menggunakan mesin PCR dengan primer 577 (5'- l T C ACG AGA GAT TAA GCA
ACC - 3') dan primer 578 (5'- CTC GGC TTT TGG GGT l T G AC - 3'). Reaksi PCR
dilakukan dalam volume 25 pI dengan komposisi sebagai berikut: sampel cetakan
DNA 10 - 100 ng, dNTP 400 pM dNTP, masing-masing primer 25 pmol, MgC12 200
pM, dan enzim polimerase TaqGold 0.83 unit (Perkin Elmer) beserta bufernya.
Reaksi PCR dijalankan menggunakan mesin Perkin Elmer 9600 pada kondisi
denaturasi awal 95°C 5 min yang diikuti dengan 94 "C 50 detik, 55 "C 60 detik dan
72 "C 120 detik sebanyak 30 siklus.
Produk PCR dideteksi dengan elektroforesis agarosa 1% dalam bufer TAE
pH 7.3 yang dilanjutkan dengan pewarnaan etidium bromida. Pita tunggal dari
produk PCR dipotong dari gel, kemudian dielusikan dari gel menggunakan UltraFree DA (Microcon-Amicon Corp). Produk PCR yang sudah murni disisipkan ke
pGEM T-easy Vector (Promega).
Perunutan DNA dari setiap kion dilakukan dengan cara yang sama dengan
metode terdahulu.
Perbandingan runutan DNA dilakukan secara manual karena runutan DNA
yang diperoleh mempunyai kesamaan yang sangat tinggi, yang kemudian dicek
lagi dengan perbandingan yang diperoleh menggunakan Genetyx-Win versi 3.0
dan Clustal W (Thompson et al. 1994). Penghitungan keragaman DNA, divergensi

Filogeni Kura-kura di Indonesia Berdasarkan
Runutan DNA Cyt b, tRNA Thr, tRNA Pro dan Domain Tengah dari
Daerah Kontrol

A. Sampel Kura-kura
Sebanyak 10 spesies kura-kura digunakan dalam penelitian ini, yaitu
famili Trionychidae (D. subplana - Bogor, A. cartilaginea

- Bengkulu, P. cantori

- Palembang dan C. indica - Kebun Binatang Ragunan) dan subfamili Batagurinae (Cuora amboinensis - Banten, Cyclemys dentata - Banten, Siebenrockiella crassicollis - Banten, Heosemys grandis - Palembang, Batagur baska

-

Kebun Binatang Ragunan dan Chinemys reevisii - Nagoya). ldentifikasi
spesies mengikuti Ernst & Barbour (1989) dan Lim & Das (1999). Selain itu,
runutan DNA homolog juga diambil dari database GenBank, yaitu Chelonia
mydas (Cheloniidae, AB012104), Chrysemys picta (Emydinae, AF069423) dan
Pelomedusa subrufa (Pleurodira, AF039066) (Tabel 5.1).

B. Analisis Runutan DNA
Ruas antara Cyt b dan domain tengah dari daerah kontrol mtDNA
diperbanyak menggunakan primer 512 (5'- AGA ATG ATA TTT CCT ATT CGC
CT-3') dan 576 (5'-CTA ACA AGG GTT GCT TAC CTCS'), 577 dan 578.
Pasangan primer 512 dan 489 memperbanyak ruas Cyt b, tRNA Thr, tRNA Pro dan
motif TAS (termination associated sequence), sedangkan primer 577 dan 578
memperbanyak Domain Tengah dari Daerah Kontrol, mulai dari motif TAS sampai
motif CSB Ill (consenled segunce block 111). Reaksi dan kondisi PCR sama dengan
metode terdahulu.

Deteksi produk PCR, elusi pita tunggal produk PCR dari gel dan perunutan
nukleotida dilakukan dengan cara yang sama dengan metode terdahulu.
1

Perbandingan runutan nukleotida untuk analisis filogeni dilakukan
menggunakan Clustal W (Thompson et a/. 1994) yang kemudian dikoreksi secara
manual. Analisis filogeni menggunakan metode MP dan NJ yang terdapat dalam
MEGA 2.1 (Kumar et a/. 2001).

BAB 3.
RUNUTAN NUKLEOTIDA LENGKAP GENOM MlTOKONDRlA
LABI-LABI, DOGANlA SUBPLANA

Pendahuluan
I

Runutan nukleotida lengkap genom mitokondria (mtDNA) dari ratusan
spesies anggota vertebrata telah dilaporkan. Hampir semua mtDNA vertebrata
mempunyai kandungan gen yang sama, yaitu dua gen penyandi RNA ribosom
(rRNA), 22 gen penyandi RNA transfer (tRNA), 13 gen penyandi protein dan satu
ruas DNA yang tidak menyandikan. Biasanya, ruas DNA yang tidak menyandikan
disebut daerah kontrol atau dloop karena di dalamnya terdapat motif DNA yang
mengatur replikasi dan transkripsi (Anderson et al. 1981; Avise 1994). Walaupun
begitu, dilaporkan adanya perpindahan posisi beberapa gen dalam mtDNA, seperti
yang ditemukan pada ayam (Desjardins & Morais 1990), hewan berkantung
(Paabo et a/. 1991) dan beberapa spesies reptilia dan amfibia (Macey et al. 1997;
Yoneyama 1987; Kumazawa & Nishida 1995; Kumazawa et al. 1998). Avise
(1994) menyebutkan bahwa mtDNA terbukti bisa digunakan sebagai penanda
genetik yang efektif untuk mempelajari berbagai fenomena populasi sampai ke
hubungan filogeni dan sistematika. Hal itu disebabkan oleh ukurannya yang relatif
kecil dengan laju mutasi tinggi, kandungan gennya relatif stabil dan diwariskan
melalui garis ibu.
Sejak ditemukannya PCR (polymerase chain reaction) dan teknik-teknik
penentuan runutan nukleotida, penggunaan mtDNA sebagai penanda dalam
mempelajari filogeni terus meluas sampai ke tingkat melebihi sekedar hubungan

filogeni itu sendiri. Di lain pihak, pada saat ini banyak dilaporkan adanya permasalahan yang muncul yang diakibatkan oleh perpindahan beberapa gen pada
beberapa kelompok taksa (Macey et a/. 1997) dan adanya transposisi mtDNA ke
dalam DNA inti (Lopez et a/. 1996; Zhang & Hewitt 1996).
Sampai saat ini, runutan nukleotida lengkap mtDNA dari delapan spesies
Reptilia telah dilaporkan yang terdiri atas tiga spesies Testudines (Chelonia mydas,
chrysemys picta dan Pelomedusa subrufa), tiga spesies skuamata (Dinodon
semicarinatus, Eumeces egregius dan Iguana iguana) dan dua spesies krokodilia
(Alligator missisippiensis dan Caiman crocodylus). Runutan nukleotida lengkap
mtDNA itu dipakai untuk mempelajari pentarikhan divergensi molekular antara
krokodilia dan burung (Janke & Arnason 1997), menempatkan kura-kura di antara
spesies-spesies arkosauria dan lepidosauria (Zardoya & Meyer 1998; Kumazawa &
Nishida 1999) dan mencari hubungan filogeni amniota yang terpercaya (Janke et
a/. 2001).
Bab ini mendeskripsikan runutan nukleotida lengkap genom mtDNA labi-labi

D. subplana. Penentuan runutan nukleotida lengkap mtDNA ini merupakan langkah awal untuk mempelajari berbagai fenomena populasi, filogeni dan sistematika
molekular dari Testudines yang ada di Indonesia.

Hasil

Penentuan Runutan Nukleotida Berulang di Daerah Kontrol mtDNA

Runutan nukleotida lengkap mtDNA D. subplana disusun dari runutan
nukleotida beberapa klon yang berasal dari molekul mtDNA yang dibandingkan
dengan mtDNA manusia, Xenopus laevis dan Alligator missisippiensis. Hasil
perbandingan menunjukkan bahwa empat klon yang berasal dari pemotongan
molekul mtDNA dengan Mbol hilang selama proses penyisipan ke plasmid, yaitu
200 bp (posisi 3865 - 4065), 1113 bp (posisi 4065 - 5178), 1070 bp (posisi 6032 -

-

7102) dan 234 bp (posisi 14799 15033) (Gambar 3.1). Runutan nukleotida dari
klon-klon yang hilang itu kemudian diperoleh dari molekul mtDNA yang
diperbanyak secara in vitro menggunakan PCR.
Klon yang menempati posisi 15165 - 16363 (Gambar 3.1) mengandung
motif runutan berulang dengan jumlah unit ulangan yang tidak berhasil dirunlrt
semuanya. Setelah perbanyakan PCR menggunakan primer 512 dan 489
dicobakan untuk menetapkan jumlah ulangan, ditemukan bahwa perbanyakan itu
selalu menghasilkan DNA produk PCR dengan panjang yang beragam (multiple
products). Hasil perunutan nukleotida terhadap produk PCR menunjukkan bahwa
setiap DNA produk PCR memiliki perbedaan panjang kelipatan 52 bp. Ukuran 52
bp itu merupakan kornbinasi dari dua motif nukleotida berulang yang ada di daerah
kontrol (Gambar 3.3 dan 3.7). Selain itu, ukuran produk PCR terbesar yang berha~ menyisip
i l
ke dalam plasmid memiliki panjang yang berbeda dengan ukuran klon
dari molekul mtDNA awal, yaitu sekitar 350 bp. Dengan demikian, untuk menetap-

'kan jumlah ulangan kemudian digunakan referensi ukuran klon yang berasal dari
molekul mtDNA awal, seperti yang dilakukan oleh Asakawa et al. (1995).

Besar dan Komposisi Nukleotida mtDNA D. subplana
Ukuran panjang mtDNA D. subplana adalah 17289 bp yang setara dengan
panjang mtDNA amfibia dan reptilia lainnya, tetapi sedikit lebih panjang dibanding
dengan mtDNA ikan, burung dan mamalia. Panjang mtDNA ini mencakup tiga
motif DNA berulang di daerah kontrol. Motif DNA berulang pertama berukuran 15
nt (nukleotida), motif kedua berukuran 37 nt dan motif ketiga berupa mikrosatelit
mitokondria, yaitu TA dan ATATT (Gambar 3.3).
Karakteristik mtDNA D. subplana disajikan dalam Tabel 3.1. Posisi nukleotida awal dalam runutan mengacu pada posisi ujung 5' dari gen tRNA Phe seperti
yang dilakukan pada spesies kura-kura lainnya (P. subrufa, Zardoya & Meyer
1998; Chelonia mydas, Kumazawa & Nishida 1999; Chrysemys picta, Mindell et a/.
1999).
Komposisi nukleotida utas H (heavy strand) didominasi oleh nukleotida A
sebesar 35.3%, kemudian berturut-turut C (26.7%), T (26.0%) dan G (12.0%)
(Tabel 3.2). Komposisi nukleotida A dalam mtDNA D. subplana sedikit lebih besar
dibanding P. subrufa dan Alligator. Walaupun begitu, mtDNA reptilia, amfibia,
sebagian besar mamalia dan burung mempunyai pola komposisi nukleotida yang
sama, yaitu A>C>T>G.
Organisasi, orientasi dan ukuran setiap gen dari mtDNA labi-labi yang
ditemukan dalam penelitian ini sama dengan yang ditemukan pada mtDNA
vertebrata (A~dersonet a/. 1981; Macey et a/. 1997), yaitu I 3 gen penyandi

protein, 22 gen penyandi tRNA, dua gen penyandi rRNA (12s dan 16s rRNA) dan
satu ruas daerah kontrol.

Gen-gen Penyandi Protein Genom D. subplana
0

Kode genetik dan penggunaan kodon dari gen-gen penyandi protein pada
D. subplana tidak bisa dibedakan dengan yang ditemukan pada vertebrata lainnya.

Seperti halnya ciri khas gen-gen penyandi protein dalam genom mtDNA, keragaman terbesar ditemukan pada nukleotida ketiga dari setiap kodon. Nukleotida ketiga
A paling sering digunakan oleh setiap kodon dari gen yang disandikan utas H
(49.6%) dan nukleotida ketiga G adalah yang paling jarang digunakan (3.5%),
sedangkan nukleotida ketiga C dan T berturut-turut digunakan sebesar 30.2% dan
16.7%. Hal yang sebaliknya ditemukan untuk gen ND6 yang disandikan utas L
(light strand), yaitu kodon dengan nukleotida ketiga T paling sering digunakan
(55.4%), kemudian berturut-turut G (23.2%), A (15.3%) dan C (6.2%).
Semua gen penyandi protein menggunakan kodon inisiasi ATG, kecuali
gen COI menggunakan GTG seperti yang umum ditemukan pada mtDNA vertebrata, terutama mamalia. Sedangkan kodon stop yang sering digunakan adalah TAA,
TAG atau TNN, kgcuali AGA yang hanya digunakan oleh gen ND6. kodon stop
TNN digunakan oleh gen-gen yang tumpang tindih dengan gen yang bersebelahan. Dalam mtDNA D. subplana tidak ditemukan adanya insersi satu nukleotida
yang mengubah aturan kodon triplet (translational frameshifiing), seperti yang
ditemukan dalam gen ND3 dan ND4L pada P. subrufa, Chrysemys picta dan
sebagian besar burung (Mindell et a/. 1998).

Gengen Penyandi tRNA mtDNA D. subplana
Gen-gen penyandi tRNA mtDNA D. subplana ditemukan sebanyak 22 jenis
Pada umumnya, posisi gen tRNA menyebar di antara berbagai gen penyandi protein maupun penyandi rRNA, kecuali di antara kelompok gen-gen ATPase 8 ATPase 6 - COlll, ND4L - ND4, dan ND5 - ND6. Posisi gen tRNA yang menyebar
itu bisa dianggap sebagai sinyal pengenalan dalam memproses RNA mitokondria
(Ojala et a/. 1981). Selain itu, beberapa gen penyandi tRNA ditemukan berkelompok, yaitu Ile - Gin - Met, Trp - Ala - Asn - Cys - Tyr dan His - Ser(AGY) - Leu(CUN),
seperti yang ditemukan pada genom mtDNA yang khas vertebrata.
Ukuran gen-gen penyandi tRNA berkisar antara 62 dan 76 bp. Semua gen
penyandi tRNA dapat dilipat membentuk struktur sekunder berbentuk daun
semanggi (Gambar 3.4). Struktur sekunder yang agak menyimpang ditemukan
pada tRNA Ser(AGY). Gen ini memiliki struktur tanpa lengan DHU (dihidrouridina)
(Gambar 3.4). Runutan nukleotida paling stabil ditem