Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia

(1)

KEBERADAAN Ganoderma DAN Trichoderma

DI LANTAI HUTAN AKASIA

SAMINGAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 3 Juli 2009

Samingan

NRP G31050011


(3)

ABSTRACT

SAMINGAN. Fungal Succession and Decomposition of Acacia mangium willd. Leaf Litters in Relation to Existence of Ganoderma and Trichoderma on Acacia’s Standing Floors, Under Direction of LISDAR I. SUDIRMAN, DEDE SETIADI, ALEX HARTANA and BUDI TJAHJONO

Fungi are an important role in litter decomposition process, because majority of them capable to decompose lignocelluloses of litters. A study of decomposition of Acacia mangium leaf litters by fungi was carried out in HTI Sector Baserah RAPP Riau. Fungal succession and litter decomposition rate in two years’ old of health standing (2S) and Ganoderma attacked standing (2G) were observed for eight months (March to November 2007) using litterbag method. The results showed that after eight months of decomposition, litter weight losses (WL) were low up to 34.61% (k = 0.7 year-1) in 2S and 30.64% (k = 0.51 year-1) in 2G, as well as lignin WL were low up to 20.05% in 2S and 13.87% in 2G and cellulose WL were 16.34% in 2S and 14.71% in 2G. In both standings, the numbers of fungal species were 21 and 20 respectively, while the totals of fungal species were low on March and April dominated by Penicillium, and tends to increase on May to July dominated by Penicillium and Aspergillus, then decrease again on August to November dominated by Trichoderma, Phialophora,

and Pythium. The highest diversity indices were found on July in 2S and on November in 2G, while the lowest evenness indices were found on October in 2S and on April in 2G. Fungal communities in three litter layers of two and five years’ old standings (2S, 2G, 5S, 5G) and harvested area (BT) were observed. The results showed that the highest fungal populations were found in 5G followed by 5S, 2S, 2G and BT respectively. Fungal populations were high at L layer in all standings except in BT at F layer due to their height organic contents. The distributions of Trichoderma sp (TBPH isolate) in litter layers of 2S and 2G standings were observed during eight months. The results showed that populations of Trichoderma were fluctuating and the highest population at F layer in both standings followed by H and L layers. Antagonistic ability of Trichoderma sp TBPH against Ganoderma sp (GBR isolate) were testedusing PDA and PDA with litter powder (PDAS). This test showed that inhibition percentage of PDAS was lower than those of PDA. The abilities of Ganoderma sp GBR and Trichoderma

sp TBPH to decompose 100 g of leaf litters in polybag during six months were observed. The results showed that WL of litters, lignin and cellulose by

Ganoderma were low. WL of L and F litters were 3.99% and 4.57% respectively, while WL of L and F lignin were 8.17% and 7.11% respectively, and WL of L and F cellulose were 3.63% and F 2.59% respectively. WL of L and F litters by

Trichoderma were 3.20% and 3.20% respectively, while WL of L and F lignin were 3.83% and 3.85% respectively, and WL of L and F cellulose were 2.43% and 3.17% respectively. In addition the growth of Ganoderma was better at PDAS than PDA, therefore L litter layer was suitable for growing Ganoderma.

Key words: decomposition, leaf litter, Acacia mangium, fungi, Ganoderma, Trichoderma, succession


(4)

v

RINGKASAN

SAMINGAN. Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium

Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia, Dibimbing oleh LISDAR I. SUDIRMAN, DEDE SETIADI, ALEX HARTANA DAN BUDI TJAHJONO

Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi serasah di lantai hutan, karena sebagian besar fungi dapat mendekomposisi senyawa lignoselulosa. Studi dekomposisi serasah daun Acacia mangium oleh fungi telah dilakukan di HTI Sektor Baserah RAPP Riau, bertujuan untuk mengetahui (1) laju dekomposisi serasah A. mangium dan suksesi fungi selama proses dekomposisi pada tegakan dua tahun sehat (2S) dan terserang Ganoderma (2G). (2) komunitas fungi (termasuk Trichoderma dan Ganoderma) yang tumbuh pada tiga lapisan serasah (L, F dan H) pada umur tegakan dua dan lima tahun baik sehat (2S dan 5S) maupun terserang Ganoderma (2G dan 5G) serta pada areal bekas tebangan (BT), dan juga untuk mengetahui keterkaitan kandungan bahan organik serasah dengan populasi fungi, (3) penyebaran Trichoderma sp (isolate TBPH) pada tiga lapisan serasah A. mangium, (4) Kemampuan penghambatannya Trichoderma (isolate TBPH) terhadap Ganoderma sp (isolate GBR) dalam media serasah, dan (5) Kemampuan Ganoderma sp (isolate GBR) dan Trichoderma sp (isolate TBPH) dalam mendekomposisi serasah A. mangium.

Laju dekomposisi diamati dengan cara mendekomposisikan serasah A. mangium di bawah tegakan 2S dan 2G selama delapan bulan (Maret sampai November 2007) dengan metode kantong serasah. Selama dekomposisi diukur berat sisa serasah, kandungan lignin, selulosa, N dan C organiknya, selain itu suksesi funginya juga diamati. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses dekomposisi serasah daun A. mangium berlangsung lambat, setelah delapan bulan dekomposisi pada 2S terjadi kehilangan berat sebesar 34.61% (laju dekomposisi 0.7 pertahun) dan pada 2G 30.64% (laju dekomposisi 0.51 pertahun). Persentase berat lignin yang hilang pada 2S yaitu 20.05% dan pada 2G13.87%, sedangkan persentase berat selulosa yang hilang pada 2S yaitu 16.34% dan pada 2G 14.71%. Pengamatan terhadap kandungan N dan C organik selama proses dekomposisi menunjukkan bahwa N cenderung naik dan C organiknya cenderung menurun. Selama delapan bulan dekomposisi serasah di bawah tegakan 2S jumlah spesies fungi yang ditemukan adalah 21 dan pada 2G adalah 20 spesies. Jumlah spesies rendah pada periode pertama (Maret dan April) dan cenderung meningkat pada bulan Mei hingga Juli (periode kedua), kemudian menurun kembali pada Agustus hingga November (periode ketiga). Pada periode pertama sampai ke dua dekomposisi, fungi yang tumbuh didominasi oleh Penicillium dan Aspergillus

sedangkan pada periode ketiga didominasi oleh Trichoderma, Phialophora dan

Pythium. Pada 2S populasi tertinggi ditemukan pada bulan Maret yang didominasi oleh Penicillium minioluteum dengan frekwensi relatifnya (FR) adalah 11.76%, sedangkan pada 2G pada bulan Maret dan April yang didominasi oleh Aspergillus flavus (FR 10.64%) dan Aspergillus sp5 (FR 6.39%). Indeks keanekaragaman fungi tertinggi diperoleh pada bulan Juli (H’= 1.79) pada 2S dan bulan November (H’= 1.55) pada 2G, sedangkan indeks kemerataan spesies fungi yang terendah


(5)

diperoleh pada bulan Oktober (E= 0.501) pada 2S dan bulan April (E= 0.560) pada 2G.

Komunitas fungi diamati dengan cara mengisolasi fungi pada lapisan serasah L, F dan H dari tegakan 2S, 2G, 5S, 5G dan BT dengan metode pengenceran, sedangkan bahan organik serasah dianalisis dengan analisis proksimat. Hasil pengamatan terhadap populasi fungi yang terdapat pada tiga lapisan serasah menunjukkan adanya perbedaan antara tegakan dua dan lima tahun serta bekas tebangan (BT). Rata-rata populasi fungi tertinggi terdapat pada serasah dari tegakan umur lima tahun diikuti tegakan umur dua tahun dan BT. Jika dihubungkan dengan lapisan serasahnya maka semua populasi tertinggi ditemukan pada lapisan L kecuali untuk BT yaitu pada lapisan F dan fungi yang mendominasi lapisan L adalah Aspergillus, Fusarium dan Pythium, sedangkan pada lapisan F di BT didominasi oleh Sp 22. Tingginya populasi fungi pada serasah lapisan L tegakan dua dan lima tahun berkaitan dengan kandungan bahan organik yang dikandungnya, yaitu kandungan serat kasar dan karbohidrat-nya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan F maupun H. Jumlah spesies fungi yang ditemukan di setiap lapisan serasah pada semua tegakan yang diamati jumlahnya hampir sama dengan kisaran 8 sampai 11 spesies. Indeks keanekaragaman fungi tertinggi diperoleh di lapisan L pada 2S (H’= 2.16), 5S (H’= 2.13) dan 5G (H’= 2.16), di lapisan H pada 2G (H’= 2,15) dan BT (H’= 2.07), sedangkan indeks kemerataan spesies fungi yang terendah diperoleh di lapisan L pada 2G (E= 0.86), di lapisan F pada 2S (E= 0.78), 5S (E= 0.84), dan BT (E= 0.66), di lapisan H pada 5G (E= 0.74).

Penyebaran Trichoderma sp. TBPH pada lapisan serasah di 2S dan 2G diamati dengan cara menaburkan inokulum Trichoderma pada lapisan F lalu diamati penyebarannya pada lapisan L, F dan H selama delapan bulan. Kemampuan antagonistik Trichoderma sp. TBPH terhadap Ganoderma sp GBR diuji pada media PDA, PDA yang mengandung serbuk serasah akasia lapisan L (PDAS) dan diuji juga pada media serasah akasia (di dalam kantong plastik). Hasil pengamatan terhadap penyebaran Trichoderma di lapisan serasah menunjukkan bahwa

Trichoderma mampu tumbuh dengan baik pada serasah tegakan 2S maupun 2G.

Populasi Trichoderma terlihat fluktuatif selama delapan bulan pengamatan dan total populasi yang tinggi selalu terdapat pada lapisan F diikuti oleh lapisan H dan L pada kedua tegakan yang diamati. Hasil pengujian antagonistik Trichoderma

terhadap Ganoderma pada media PDA dan PDAS setelah tiga hari pengamatan tidak menunjukkan perbedaan persentase hambatan pada kedua media tersebut (P

= 0.13) yaitu masing-masing 29.71% dan 23.73%, tetapi berbeda secara signifikan pada pengamatan tujuh hari setelah inokulasi (P = 0.03) yaitu masing-masing 74.42% dan 64.94%. Hasil pengamatan penghambatan pertumbuhan koloni

Ganoderma oleh Trichoderma pada media serasah secara visual terlihat bahwa dua bulan setelah inokulasi, koloni Ganoderma masih tersisa + 50% dan setelah lima bulan masih tersisa + 10% dari luas permukaan media serasah yang terdapat dalam kantong plastik.

Kemampuan Ganoderma sp GBR dan Trichoderma sp TBPH dalam mendekomposisi serasah akasia dilakukan dengan menginokulasikan masing-masing fungi tersebut ke dalam media serasah dari lapisan L dan F masing- (masing-masing media sebanyak 100 g serasah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik). Selama enam bulan pengujian proses dekomposisi serasah sebanyak 100


(6)

vii

g di dalam kantong plastik, menunjukkan bahwa Ganoderma dan Trichoderma

mampu tumbuh pada serasah A. mangium dan menyebabkan kehilangan berat serasah, kandungan lignin dan selulosa. Persentase berat serasah L yang hilang didekomposisi oleh Ganoderma sebesar 3.99% dan serasah F 4.57%, sedangkan persentase berat lignin yang hilang dari serasah L 8.17% dan serasah F 7.11%, persentase berat selulosa yang hilang dari serasah L 3.63% dan serasah F 2.59%. Persentase berat serasah L yang hilang didekomposisi oleh Trichoderma hanya sebesar 3.20% dan serasah F 3.10%, sedangkan persentase berat lignin yang hilang dari serasah L 3.83% dan serasah lapisan F 3.85%, persentase berat selulosa yang hilang dari serasah L 2.43% dan serasah lapisan F 3.17%.

Pengujian lama kolonisasi Ganoderma sp GBR pada 100 gram substrat dilakukan pada media serasah dari lapisan L, F dan serbuk gergajian kayu sengon. Selain itu juga dilakukan pengujian pertumbuhan koloni Ganoderma pada media PDA dan PDAS. Hasil pengujian lama kolonisasi Ganoderma sp GBR pada media serasah lapisan L, F dan serbuk gergajian kayu sengon menunjukkan bahwa

Ganoderma dapat tumbuh lebih cepat mengkolonisasi seluruh media serasah daun

A mangium lapisan L diikuti F dan serbuk gergajian kayu sengon masing-masing 13.45 hari, 15 hari dan 15.5 hari. Hasil pengujian pertumbuhan koloni Ganoderma

di dalam media PDA dan PDAS terlihat bahwa setelah tujuh hari inokulasi diameter koloni pada masing-masing media mencapai 4.55 cm dan 8.70 cm. Dengan demikian serasah lapisan L merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan koloni Ganoderma.

Kata-kata kunci: dekomposisi, serasah daun, Acacia mangium, fungi, Ganoderma Trichoderma, suksesi


(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

ix

SUKSESI FUNGI DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN

Acacia mangium Willd. DALAM KAITAN DENGAN

KEBERADAAN Ganoderma DAN Trichoderma

DI LANTAI HUTAN AKASIA

SAMINGAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(9)

Judul Disertasi : Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan

Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia Nama Mahasiswa : Samingan

NRP : G361050011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lisdar I. Sudirman Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S. Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Alex Hartana Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi S., DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(10)

xi

PRAKATA

Segala puji dan syukur hanya penulis panjatkan kehadirat Allah Swt Tuhan semesta alam yang maha pemurah dan maha penyayang, atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw beserta segenap keluarga dan para sahabatnya. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga November 2007 ini ialah Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia. Aspek-aspek yang diteliti meliputi suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium, komunitas fungi pada lapisan serasah A. mangium, penyebaran

Trichoderma pada lapisan serasah A. mangium, kemampuan Ganoderma dan

Trichoderma dalam mendekomposisi serasah A. mangium

Selama menjalani studi, penelitian dan penulisan disertasi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada yang terhormat Dr. Lisdar I. Sudirman, Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S., Prof. Dr. Ir. Alex Hartana, dan Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr selaku Komisi Pembimbing. Rektor Universitas Syiah Kuala, Dekan FKIP dan Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala yang telah memberi izin dan dukungan selama menjalani studi di IPB. Pimpinan IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, Pimpinan dan Staf Pengajar Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Direktur R&D dan Staf PT Riau Andalan Pulp and Paper di Riau yang memberi izin dan membantu penelitian di lapangan.

Penelitian ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dana, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Dirjen Dikti Depdiknas yang telah memberikan beasiswa BPPS, Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Dirjen Dikti Depdiknas yang membiayai penelitian ini melalui hibah Penelitian Fundamental. Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam melalui Beasiswa Bantuan NAD. Yayasan Damandiri yang telah memberikan dana untuk penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan dan staf Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi PSSHB IPB Bogor dan Laboratorium Balai Penelitian Ternak Departemen Pertanian Ciawi Bogor. Kepada Pak Iwa Sutiwa, Endang Rusmalia, dan Rahmat yang membantu kegiatan di Laboratorium, juga kepada Rianza Asfa, S.P. yang membantu pengambilan sampel di lapangan. Kepada teman-teman dari Forum Keluarga Unsyiah di Bogor dan Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Aceh yang selalu memberi dukungan moril dan spirituil.

Terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya disampaikan kepada Ayah dan Ibunda tercinta H. Mahadi dan Poniyem, Ayah dan Ibu mertua H. Marlan, SH dan Hj. Edwina yang selalu mendukung dan mendo’akan keberhasilan saya. Kepada Almarhum Ayahanda Sali, semoga kasih sayang Allah selalu menyiramimu. Kepada Istri tercinta Marlianita, SH dan buah hati kami Fatima Zahra dan Afifah Rahmah, serta adik-adikku semua yang selalu sabar dan penuh kasih sayang mendo’akan dan memberi inspirasi sehingga selesainya studi saya. Mudah-mudahan Allah membalas dengan kebaikan atas semua bantuan dan do’a dari semuanya. Amin...


(11)

KEBERADAAN Ganoderma DAN Trichoderma

DI LANTAI HUTAN AKASIA

SAMINGAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 3 Juli 2009

Samingan

NRP G31050011


(13)

ABSTRACT

SAMINGAN. Fungal Succession and Decomposition of Acacia mangium willd. Leaf Litters in Relation to Existence of Ganoderma and Trichoderma on Acacia’s Standing Floors, Under Direction of LISDAR I. SUDIRMAN, DEDE SETIADI, ALEX HARTANA and BUDI TJAHJONO

Fungi are an important role in litter decomposition process, because majority of them capable to decompose lignocelluloses of litters. A study of decomposition of Acacia mangium leaf litters by fungi was carried out in HTI Sector Baserah RAPP Riau. Fungal succession and litter decomposition rate in two years’ old of health standing (2S) and Ganoderma attacked standing (2G) were observed for eight months (March to November 2007) using litterbag method. The results showed that after eight months of decomposition, litter weight losses (WL) were low up to 34.61% (k = 0.7 year-1) in 2S and 30.64% (k = 0.51 year-1) in 2G, as well as lignin WL were low up to 20.05% in 2S and 13.87% in 2G and cellulose WL were 16.34% in 2S and 14.71% in 2G. In both standings, the numbers of fungal species were 21 and 20 respectively, while the totals of fungal species were low on March and April dominated by Penicillium, and tends to increase on May to July dominated by Penicillium and Aspergillus, then decrease again on August to November dominated by Trichoderma, Phialophora,

and Pythium. The highest diversity indices were found on July in 2S and on November in 2G, while the lowest evenness indices were found on October in 2S and on April in 2G. Fungal communities in three litter layers of two and five years’ old standings (2S, 2G, 5S, 5G) and harvested area (BT) were observed. The results showed that the highest fungal populations were found in 5G followed by 5S, 2S, 2G and BT respectively. Fungal populations were high at L layer in all standings except in BT at F layer due to their height organic contents. The distributions of Trichoderma sp (TBPH isolate) in litter layers of 2S and 2G standings were observed during eight months. The results showed that populations of Trichoderma were fluctuating and the highest population at F layer in both standings followed by H and L layers. Antagonistic ability of Trichoderma sp TBPH against Ganoderma sp (GBR isolate) were testedusing PDA and PDA with litter powder (PDAS). This test showed that inhibition percentage of PDAS was lower than those of PDA. The abilities of Ganoderma sp GBR and Trichoderma

sp TBPH to decompose 100 g of leaf litters in polybag during six months were observed. The results showed that WL of litters, lignin and cellulose by

Ganoderma were low. WL of L and F litters were 3.99% and 4.57% respectively, while WL of L and F lignin were 8.17% and 7.11% respectively, and WL of L and F cellulose were 3.63% and F 2.59% respectively. WL of L and F litters by

Trichoderma were 3.20% and 3.20% respectively, while WL of L and F lignin were 3.83% and 3.85% respectively, and WL of L and F cellulose were 2.43% and 3.17% respectively. In addition the growth of Ganoderma was better at PDAS than PDA, therefore L litter layer was suitable for growing Ganoderma.

Key words: decomposition, leaf litter, Acacia mangium, fungi, Ganoderma, Trichoderma, succession


(14)

v

RINGKASAN

SAMINGAN. Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium

Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia, Dibimbing oleh LISDAR I. SUDIRMAN, DEDE SETIADI, ALEX HARTANA DAN BUDI TJAHJONO

Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi serasah di lantai hutan, karena sebagian besar fungi dapat mendekomposisi senyawa lignoselulosa. Studi dekomposisi serasah daun Acacia mangium oleh fungi telah dilakukan di HTI Sektor Baserah RAPP Riau, bertujuan untuk mengetahui (1) laju dekomposisi serasah A. mangium dan suksesi fungi selama proses dekomposisi pada tegakan dua tahun sehat (2S) dan terserang Ganoderma (2G). (2) komunitas fungi (termasuk Trichoderma dan Ganoderma) yang tumbuh pada tiga lapisan serasah (L, F dan H) pada umur tegakan dua dan lima tahun baik sehat (2S dan 5S) maupun terserang Ganoderma (2G dan 5G) serta pada areal bekas tebangan (BT), dan juga untuk mengetahui keterkaitan kandungan bahan organik serasah dengan populasi fungi, (3) penyebaran Trichoderma sp (isolate TBPH) pada tiga lapisan serasah A. mangium, (4) Kemampuan penghambatannya Trichoderma (isolate TBPH) terhadap Ganoderma sp (isolate GBR) dalam media serasah, dan (5) Kemampuan Ganoderma sp (isolate GBR) dan Trichoderma sp (isolate TBPH) dalam mendekomposisi serasah A. mangium.

Laju dekomposisi diamati dengan cara mendekomposisikan serasah A. mangium di bawah tegakan 2S dan 2G selama delapan bulan (Maret sampai November 2007) dengan metode kantong serasah. Selama dekomposisi diukur berat sisa serasah, kandungan lignin, selulosa, N dan C organiknya, selain itu suksesi funginya juga diamati. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses dekomposisi serasah daun A. mangium berlangsung lambat, setelah delapan bulan dekomposisi pada 2S terjadi kehilangan berat sebesar 34.61% (laju dekomposisi 0.7 pertahun) dan pada 2G 30.64% (laju dekomposisi 0.51 pertahun). Persentase berat lignin yang hilang pada 2S yaitu 20.05% dan pada 2G13.87%, sedangkan persentase berat selulosa yang hilang pada 2S yaitu 16.34% dan pada 2G 14.71%. Pengamatan terhadap kandungan N dan C organik selama proses dekomposisi menunjukkan bahwa N cenderung naik dan C organiknya cenderung menurun. Selama delapan bulan dekomposisi serasah di bawah tegakan 2S jumlah spesies fungi yang ditemukan adalah 21 dan pada 2G adalah 20 spesies. Jumlah spesies rendah pada periode pertama (Maret dan April) dan cenderung meningkat pada bulan Mei hingga Juli (periode kedua), kemudian menurun kembali pada Agustus hingga November (periode ketiga). Pada periode pertama sampai ke dua dekomposisi, fungi yang tumbuh didominasi oleh Penicillium dan Aspergillus

sedangkan pada periode ketiga didominasi oleh Trichoderma, Phialophora dan

Pythium. Pada 2S populasi tertinggi ditemukan pada bulan Maret yang didominasi oleh Penicillium minioluteum dengan frekwensi relatifnya (FR) adalah 11.76%, sedangkan pada 2G pada bulan Maret dan April yang didominasi oleh Aspergillus flavus (FR 10.64%) dan Aspergillus sp5 (FR 6.39%). Indeks keanekaragaman fungi tertinggi diperoleh pada bulan Juli (H’= 1.79) pada 2S dan bulan November (H’= 1.55) pada 2G, sedangkan indeks kemerataan spesies fungi yang terendah


(15)

diperoleh pada bulan Oktober (E= 0.501) pada 2S dan bulan April (E= 0.560) pada 2G.

Komunitas fungi diamati dengan cara mengisolasi fungi pada lapisan serasah L, F dan H dari tegakan 2S, 2G, 5S, 5G dan BT dengan metode pengenceran, sedangkan bahan organik serasah dianalisis dengan analisis proksimat. Hasil pengamatan terhadap populasi fungi yang terdapat pada tiga lapisan serasah menunjukkan adanya perbedaan antara tegakan dua dan lima tahun serta bekas tebangan (BT). Rata-rata populasi fungi tertinggi terdapat pada serasah dari tegakan umur lima tahun diikuti tegakan umur dua tahun dan BT. Jika dihubungkan dengan lapisan serasahnya maka semua populasi tertinggi ditemukan pada lapisan L kecuali untuk BT yaitu pada lapisan F dan fungi yang mendominasi lapisan L adalah Aspergillus, Fusarium dan Pythium, sedangkan pada lapisan F di BT didominasi oleh Sp 22. Tingginya populasi fungi pada serasah lapisan L tegakan dua dan lima tahun berkaitan dengan kandungan bahan organik yang dikandungnya, yaitu kandungan serat kasar dan karbohidrat-nya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan F maupun H. Jumlah spesies fungi yang ditemukan di setiap lapisan serasah pada semua tegakan yang diamati jumlahnya hampir sama dengan kisaran 8 sampai 11 spesies. Indeks keanekaragaman fungi tertinggi diperoleh di lapisan L pada 2S (H’= 2.16), 5S (H’= 2.13) dan 5G (H’= 2.16), di lapisan H pada 2G (H’= 2,15) dan BT (H’= 2.07), sedangkan indeks kemerataan spesies fungi yang terendah diperoleh di lapisan L pada 2G (E= 0.86), di lapisan F pada 2S (E= 0.78), 5S (E= 0.84), dan BT (E= 0.66), di lapisan H pada 5G (E= 0.74).

Penyebaran Trichoderma sp. TBPH pada lapisan serasah di 2S dan 2G diamati dengan cara menaburkan inokulum Trichoderma pada lapisan F lalu diamati penyebarannya pada lapisan L, F dan H selama delapan bulan. Kemampuan antagonistik Trichoderma sp. TBPH terhadap Ganoderma sp GBR diuji pada media PDA, PDA yang mengandung serbuk serasah akasia lapisan L (PDAS) dan diuji juga pada media serasah akasia (di dalam kantong plastik). Hasil pengamatan terhadap penyebaran Trichoderma di lapisan serasah menunjukkan bahwa

Trichoderma mampu tumbuh dengan baik pada serasah tegakan 2S maupun 2G.

Populasi Trichoderma terlihat fluktuatif selama delapan bulan pengamatan dan total populasi yang tinggi selalu terdapat pada lapisan F diikuti oleh lapisan H dan L pada kedua tegakan yang diamati. Hasil pengujian antagonistik Trichoderma

terhadap Ganoderma pada media PDA dan PDAS setelah tiga hari pengamatan tidak menunjukkan perbedaan persentase hambatan pada kedua media tersebut (P

= 0.13) yaitu masing-masing 29.71% dan 23.73%, tetapi berbeda secara signifikan pada pengamatan tujuh hari setelah inokulasi (P = 0.03) yaitu masing-masing 74.42% dan 64.94%. Hasil pengamatan penghambatan pertumbuhan koloni

Ganoderma oleh Trichoderma pada media serasah secara visual terlihat bahwa dua bulan setelah inokulasi, koloni Ganoderma masih tersisa + 50% dan setelah lima bulan masih tersisa + 10% dari luas permukaan media serasah yang terdapat dalam kantong plastik.

Kemampuan Ganoderma sp GBR dan Trichoderma sp TBPH dalam mendekomposisi serasah akasia dilakukan dengan menginokulasikan masing-masing fungi tersebut ke dalam media serasah dari lapisan L dan F masing- (masing-masing media sebanyak 100 g serasah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik). Selama enam bulan pengujian proses dekomposisi serasah sebanyak 100


(16)

vii

g di dalam kantong plastik, menunjukkan bahwa Ganoderma dan Trichoderma

mampu tumbuh pada serasah A. mangium dan menyebabkan kehilangan berat serasah, kandungan lignin dan selulosa. Persentase berat serasah L yang hilang didekomposisi oleh Ganoderma sebesar 3.99% dan serasah F 4.57%, sedangkan persentase berat lignin yang hilang dari serasah L 8.17% dan serasah F 7.11%, persentase berat selulosa yang hilang dari serasah L 3.63% dan serasah F 2.59%. Persentase berat serasah L yang hilang didekomposisi oleh Trichoderma hanya sebesar 3.20% dan serasah F 3.10%, sedangkan persentase berat lignin yang hilang dari serasah L 3.83% dan serasah lapisan F 3.85%, persentase berat selulosa yang hilang dari serasah L 2.43% dan serasah lapisan F 3.17%.

Pengujian lama kolonisasi Ganoderma sp GBR pada 100 gram substrat dilakukan pada media serasah dari lapisan L, F dan serbuk gergajian kayu sengon. Selain itu juga dilakukan pengujian pertumbuhan koloni Ganoderma pada media PDA dan PDAS. Hasil pengujian lama kolonisasi Ganoderma sp GBR pada media serasah lapisan L, F dan serbuk gergajian kayu sengon menunjukkan bahwa

Ganoderma dapat tumbuh lebih cepat mengkolonisasi seluruh media serasah daun

A mangium lapisan L diikuti F dan serbuk gergajian kayu sengon masing-masing 13.45 hari, 15 hari dan 15.5 hari. Hasil pengujian pertumbuhan koloni Ganoderma

di dalam media PDA dan PDAS terlihat bahwa setelah tujuh hari inokulasi diameter koloni pada masing-masing media mencapai 4.55 cm dan 8.70 cm. Dengan demikian serasah lapisan L merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan koloni Ganoderma.

Kata-kata kunci: dekomposisi, serasah daun, Acacia mangium, fungi, Ganoderma Trichoderma, suksesi


(17)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(18)

ix

SUKSESI FUNGI DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN

Acacia mangium Willd. DALAM KAITAN DENGAN

KEBERADAAN Ganoderma DAN Trichoderma

DI LANTAI HUTAN AKASIA

SAMINGAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(19)

Judul Disertasi : Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan

Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia Nama Mahasiswa : Samingan

NRP : G361050011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lisdar I. Sudirman Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S. Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Alex Hartana Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi S., DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(20)

xi

PRAKATA

Segala puji dan syukur hanya penulis panjatkan kehadirat Allah Swt Tuhan semesta alam yang maha pemurah dan maha penyayang, atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw beserta segenap keluarga dan para sahabatnya. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga November 2007 ini ialah Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia. Aspek-aspek yang diteliti meliputi suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium, komunitas fungi pada lapisan serasah A. mangium, penyebaran

Trichoderma pada lapisan serasah A. mangium, kemampuan Ganoderma dan

Trichoderma dalam mendekomposisi serasah A. mangium

Selama menjalani studi, penelitian dan penulisan disertasi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada yang terhormat Dr. Lisdar I. Sudirman, Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S., Prof. Dr. Ir. Alex Hartana, dan Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr selaku Komisi Pembimbing. Rektor Universitas Syiah Kuala, Dekan FKIP dan Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala yang telah memberi izin dan dukungan selama menjalani studi di IPB. Pimpinan IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, Pimpinan dan Staf Pengajar Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Direktur R&D dan Staf PT Riau Andalan Pulp and Paper di Riau yang memberi izin dan membantu penelitian di lapangan.

Penelitian ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dana, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Dirjen Dikti Depdiknas yang telah memberikan beasiswa BPPS, Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Dirjen Dikti Depdiknas yang membiayai penelitian ini melalui hibah Penelitian Fundamental. Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam melalui Beasiswa Bantuan NAD. Yayasan Damandiri yang telah memberikan dana untuk penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan dan staf Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi PSSHB IPB Bogor dan Laboratorium Balai Penelitian Ternak Departemen Pertanian Ciawi Bogor. Kepada Pak Iwa Sutiwa, Endang Rusmalia, dan Rahmat yang membantu kegiatan di Laboratorium, juga kepada Rianza Asfa, S.P. yang membantu pengambilan sampel di lapangan. Kepada teman-teman dari Forum Keluarga Unsyiah di Bogor dan Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Aceh yang selalu memberi dukungan moril dan spirituil.

Terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya disampaikan kepada Ayah dan Ibunda tercinta H. Mahadi dan Poniyem, Ayah dan Ibu mertua H. Marlan, SH dan Hj. Edwina yang selalu mendukung dan mendo’akan keberhasilan saya. Kepada Almarhum Ayahanda Sali, semoga kasih sayang Allah selalu menyiramimu. Kepada Istri tercinta Marlianita, SH dan buah hati kami Fatima Zahra dan Afifah Rahmah, serta adik-adikku semua yang selalu sabar dan penuh kasih sayang mendo’akan dan memberi inspirasi sehingga selesainya studi saya. Mudah-mudahan Allah membalas dengan kebaikan atas semua bantuan dan do’a dari semuanya. Amin...


(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Suka Damai Kabupaten Bener Meriah Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 1 Desember 1964 dari Ibu Poniyem dan Ayah H. Mahadi. Penulis anak pertama dari enam bersaudara. Pada tanggal 9 Maret 1991 penulis menikah dengan Marlianita, SH. dan saat ini telah dikaruniai dua orang anak yaitu Fatima Zahra (Rara, 17 tahun) dan Afifah Rahmah (Ifah, 9 tahun).

Pada tahun 1977 penulis lulus Pendidikan Dasar di MIN Sukadamai, tahun 1981 lulus Pendidikan Menengah Pertama di MTsN Lampahan dan pada tahun 1984 lulus Pendidikan Menengah Atas di SMA PGRI I Bireuen. Pada tahun 1989 penulis menyelesaikan S1 pada Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan pada tahun 1998 penulis menyelesaikan S2 di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tahun 2005 penulis berkesempatan untuk melanjutkan studi S3 di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dengan biaya pendidikan dari BPPS Dirjen Dikti Depdiknas.

Penulis bekerja sebagai dosen pada Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh sejak tahun 1990 sampai sekarang. Sebuah artikel berjudul Komunitas fungi pada lapisan serasah Acacia mangium sudah diterbitkan dalam jurnal ilmiah terakreditasi yaitu JurnalAgrista Faperta Unsyiah Volume 12 Nomor 2, Agustus 2008. Artikel lain berjudul Fungal succession and decomposition of Acacia mangium leaf litters in health and Ganoderma attacked standings sedang dalam proses penerbitan pada Hayati Journal of Biosciences. Dua artikel lagi sedang disusun untuk dipublikasikan. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi program S3 penulis.


(22)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... iiiii

DAFTAR TABEL... xiiv

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xvi I. PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Manfaat Penelitian ... 3 Alur Pemikiran dan Landasan Penelitian... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 6 Biologi dan Potensi Acacia mangium... 6 Serasah Acacia mangium... 7 Dekomposisi serasah oleh Fungi... 10 Biodegradasi Selulosa ... 11 Biodegradasi Hemiselulosa... 12 Biodegradasi Lignin ... 13

Ganoderma... 15 Gejala penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Ganoderma... 17

Trichoderma sebagai agen biokontrol penyakit busuk akar ... 19

III. SUKSESI FUNGI DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Acacia mangium... 21 Abstract ... 21 Pendahuluan ... 21 Bahan dan Metode ... 23 Pengambilan serasah dan uji dekomposisi... 23 Analisis serasah setelah dekomposisi ... 24 Isolasi fungi yang berperan dalam dekomposisi serasah ... 27 Analisis Data ... 28 Hasil dan Pembahasan ... 29 Laju dekomposisi serasah ... 29 Populasi fungi ... 33 Simpulan ... 37

IV. KOMUNITAS FUNGI PADA LAPISAN SERASAH Acacia mangium

... 38 Abstract ... 38 Pendahuluan ... 38 Bahan dan Metode ... 40 Waktu dan tempat penelitian... 40 Pengambilan sampel serasah... 40 Isolasi fungi... 41 Analisis bahan organik serasah ... 42 Analisis data ... 42 Hasil dan Pembahasan ... 43 Simpulan ... 49


(23)

V. PENYEBARAN Trichoderma (ISOLAT TBPH) PADA LAPISAN SERASAH DAUN Acacia mangium DAN KEMAMPUANNYA

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Ganoderma (ISOLAT GBR)... 50 Abstract ... 50 Pendahuluan ... 50 Bahan dan Metode ... 52 Persiapan inokulum Trichoderma sp. TBPH ... 52 Pengujian penyebaran Trichoderma sp TBPH pada lapisan serasah ... 52 Penentuan populasi Trichoderma sp TBPH... 53 Penumbuhan Trichoderma sp. TBPH pada media serasah secara in vitro54 Pengujian antagonistik Trichoderma sp. TBPH terhadap Ganoderma sp. GBR ... 54 Pengujian antagonistik Trichoderma sp TBPH terhadap Ganoderma sp GBR pada media serasah ... 55 Hasil dan Pembahasan ... 56 Penyebaran Trichoderma spTBPH pada lapisan serasah... 56 Kemampuan antagonistik Trichoderma sp. TBPH terhadap Ganoderma sp. GBR ... 60 Simpulan ... 63

VI. KEMAMPUAN Ganoderma sp. GBR DAN Trichoderma sp. TBPH DALAM MENDEKOMPOSISI SERASAH Acacia mangium... 64 Abstract ... 64 Pendahuluan ... 64 Bahan dan Metode ... 65 Persiapan bibit biakan Ganoderma sp. GBRdan Trichoderma sp. TBPH65 Uji kemampuan Ganoderma sp. GBR dan Trichoderma sp. TBPH dalam mendekomposisi serasah... 66 Hasil dan Pembahasan ... 67 Simpulan ... 73

VII. FUNGI YANG TERDAPAT PADA SERASAH Acacia

mangium... 74 Abstract ... 74 Pendahuluan ... 74 Hasil dan Pembahasan ... 76 Simpulan ... 97

VIII. PEMBAHASAN UMUM... 98

IX. SIMPULAN DAN SARAN... 104 Simpulan ... 104 Saran... 105

DAFTAR PUSTAKA... 107


(24)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Laju dekomposisi serasah, lignin dan selulosa di bawah tegakan A. mangium umur dua tahun... 30 Tabel 2 Keragaman fungi selama delapan bulan dekomposisi serasah

A. mangium pada tegakan umur dua tahun ... 34 Tabel 3 Populasi fungi pada lapisan serasah A. mangium... 44 Tabel 4 Hasil analisis proksimat serasah A. mangium... 47 Tabel 5 Persentase berat serasah, kandungan lignin dan selulosa yang hilang


(25)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian ... 5 2 Diagram lapisan serasah... 8 3 Struktur umum selulosa ... 11 4 Unit-unit fenilpropan, tiga monomer utama yang merupakan prekusor lignin.13 5 Ganoderma sp ... 16 6 Basidiospora dan basidium Ganoderma lucidum... 17 7 Indikasi serangan Ganoderma dan Phellinus pada A. mangium... 19 8 Persentase berat serasah selama delapan bulan dekomposisi serasah daun A.

mangium pada tegakan umur dua tahun... 29 9 Kandungan lignin dan selulosa selama delapan bulan dekomposisi serasah

daun A. mangium di bawah tegakan umur dua tahun... 30 10 Kandungan air pada serasah selama delapan bulan dekomposisi serasah A.

mangium pada tegakan umur dua tahun... 31 11 Kandungan C dan N selama delapan bulan dekomposisi serasah A.

mangium pada tegakan umur dua tahun... 33 12 Populasi fungi yang ditemukan selama delapan bulan dekomposisi serasah A. mangium pada tegakan umur 2 tahun... 36 13 Frekuensi relatif spesies fungi pada lapisan serasah A. mangium... 45 14 Populasi fungi pada lapisan serasah A. mangium... 46 15 Cara pengujian antagonisme Trichoderma sp TBPH terhadap Ganoderma sp

GBR ... 55 16 Populasi Trichoderma sp. TBPH yang tumbuh pada lapisan serasah A.

mangium... 57 17 Fluktuasi populasi Trichoderma dan kondisi pH pada lapisan F serasah A.

Mangium... 59 18 Persentase hambatan Trichoderma terhadap Ganoderma pada media PDA

dan media PDAS ... 60 19 Pertumbuhan koloni Ganoderma sp GBR yang dihambat oleh Trichoderma

sp TBPH dalam media serasah A. mangium... 61 20 Interaksi antara Trichoderma dan Ganoderma yang ditumbuhkan pada media

PDA dan PDAS, umur 3 dan 7 hari setelah inokulasi ... 62 21 Tiga mekanisme interaksi antara Trichoderma dan fungi patogen Ganoderma

... 63 22 Persentase berat serasah A. mangium yang didekomposisi oleh Ganoderma sp

GBR dan Trichoderma sp TBPH ... 68 23 Kandungan lignin dan selulosa pada serasah A. mangium yang didekomposisi

oleh Ganoderma sp GBR dan Trichoderma sp TBPH ... 69 24 Keadaan serasah A. mangium setelah didekomposisi oleh Ganoderma sp GBR

dan Trichoderma sp. TBPH ... 71 25 Perbandingan pertumbuhan koloni Ganoderma sp GBR yang ditumbuhkan

dalam media serasah dan serbuk gergajian kayu sengon ... 72 26 Pertumbuhan miselium Ganoderma yang ditumbuhkan pada media PDA dan


(26)

xiv

27 Pythium intermedium... 77 28 Pythium elongatum... 77 29 Pythium splendens... 78 30 Pythium afertile... 78 31 Pythium salpingophorum... 79 32 Pythium sp 1... 79 33 Pythium sp 2... 80 34 Sp 22 ... 80 35 Penicillium tomii... 81 36 Penicillium canescens... 82 37 Penicillium minioluteum... 82 38 Penicillium sp 4... 83 39 Penicillium sp 6... 83 40 Aspergillus parasiticus... 84 41 Aspergillus flavus... 84 42 Aspergillus fumigatus... 85 43 Aspergillus sp 1 ... 85 44 Aspergillus sp 2 ... 86 45 Aspergillus sp 3 ... 86 46 Aspergillus sp 5 ... 87 47 Aspergillus sp 6 ... 87 48 Aspergillus sp 8 ... 88 49 Aspergillus sp 9 ... 88 50 Trichoderma viride... 89 51 Trichoderma longibrachiatum... 89 52 Trichoderma harzianum... 90 53 Trichodermapiluliferum... 90 54 Trichodermakoningii... 91 55 Fusarium heerosporum... 91 56 Fusarium oxysporum... 92 57 Geotrichum sp ... 92 58 Phialophora richardsiae... 93 59 Sp 5 ... 93 60 Sp 6D... 94 61 Sp 9D... 94 62 Sp 16D... 95 63 Sp 28D... 95 64 Sp 40D... 96 65 Sp 42D... 96 66 Permasalahan dan pemecahan masalah berdasarkan hasil penelitian ... 99


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Cara penempatan kantong serasah di bawah tegakan A mangium

umur 2 tahun ... 116 Lampiran 2 Diagram cara pelaksanaan pengujian penyebaran Trichoderma pada

lapisan serasah... 117 Lampiran 3 Rata-rata curah hujan dan kelembaban udara di lokasi penelitian . 118 Lampiran 4 Rata-rata kondisi pH pada tiga lapisan serasah A. mangium... 118 Lampiran 5 Komposisi media yang digunakan dalam penelitian ... 119


(28)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Serasah daun Acacia mangium Willd. yang berasal dari tegakan monokultur lebih sukar terdekomposisi, karena keadaan serasahnya yang relatif seragam dan mengandung lignoselulosa yang tinggi. Akibatnya siklus hara di lantai hutan menjadi lambat dan pada musim kemarau timbunan serasah tersebut dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya kebakaran hutan. Namun serasah A. mangium tersebut dapat menjadi substrat yang baik bagi mikrob yang mampu beradaptasi, karena serasah daunnya mengandung berbagai senyawa seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan lignin, sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan oleh mikrob saprob untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Dix & Webster 1995).

Proses dekomposisi senyawa lignoselulosa pada serasah melibatkan berbagai mikrob dekomposer, tetapi yang utama adalah fungi (Evan & Hedger 2001). Kelompok fungi yang memiliki kemampuan lignoselulolitik tinggi umumnya berasal dari fungi pembusuk putih (white rot fungi). Selama proses dekomposisi, terjadi interaksi antara satu fungi dengan fungi lain. Interaksi tersebut penting dalam mencapai suatu keseimbangan dinamis dalam suatu ekosistem, sehingga apabila terjadi ledakan populasi yang berlebihan dari suatu jenis fungi dapat ditekan oleh jenis fungi lain yang memiliki sifat antagonis. Sebagai contoh pada lantai hutan A. mangium, Trichoderma bersifat antagonis terhadap fungi patogen seperti Ganoderma yang merupakan patogen pada hutan tanaman industri akasia.

Ganoderma selain berperan sebagai dekomposer juga berperan sebagai patogen terhadap tumbuhan di ekosistem hutan, yaitu penyebab busuk akar pada

A. mangium, baik pada tanaman muda maupun tanaman dewasa. Ganoderma philippii menyebabkan penyakit busuk akar merah pada A. mangium, sedangkan

Rigidoporus microporus (syn. Fomes lignosus) menyebabkan busuk akar putih (Nair & Sumardi 2000). Jamur lain seperti Phellinus noxius dapat menyebabkan penyakit busuk akar coklat pada A. mangium (Mohammmed et al. 2006).


(29)

Di Indonesia, kerugian yang disebabkan oleh penyakit busuk akar merah akibat serangan G. philippii pada A. mangium menyebabkan kematian yang tinggi (sekitar 20%), kematian akan meningkat pada rotasi penanaman kedua dan ketiga (Old et al. 2000). Pengamatan pada hutan A. mangium, menunjukkan lebih dari 40% kematian pada pohon yang berumur 10 sampai 14 tahun (Lee 2000). Kerugian akibat serangan busuk akar oleh Ganoderma pada rotasi penanaman kedua di Sumatera dan Kalimantan mencapai 3% sampai 28% pada pohon yang berumur tiga sampai lima tahun (Irianto et al. 2006).

Tingginya kerugian tersebut disebabkan karena Ganoderma selain bersifat saprob juga bersifat parasit fakultatif dengan kisaran inang yang luas (Susanto 2002). Selain itu Ganoderma juga mempunyai kemampuan bertahan di dalam material berkayu di dalam tanah. Keadaan tersebut membuat fungi ini sukar dikendalikan terutama pengendalian secara kimia. Pengendalian yang mungkin dilakukan adalah melakukan pengendalian hayati dengan memanfaatkan

Trichoderma yang mempunyai sifat antagonis terhadap Ganoderma. Pengujian di laboratorium menunjukkan adanya aktivitas penghambatan yang kuat oleh

Trichoderma terhadap pertumbuhan Ganoderma (Harjono & Widyastuti 2001; Widyastuti 2006). Namun kenyataan di lapangan, menunjukkan bahwa pengendalian dengan Trichoderma belum sepenuhnya efektif untuk menghilangkan atau menekan pertumbuhan Ganoderma pada hutan A. mangium. PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) di Riau sedang menguji coba pemanfaatan Trichoderma untuk pengendalian Ganoderma. Uji coba yang dilakukan meliputi seleksi jenis yang efektif serta ketepatan waktu dan frekuensi aplikasinya. Pengujian tersebut akan efektif jika didukung oleh data ekologi yang lengkap di lantai hutan A. mangium yaitu dengan mempelajari keanekaragaman fungi yang tumbuh pada lapisan serasah pada umur yang berbeda baik pada tegakan yang sehat maupun terserang Ganoderma dan juga pada areal bekas tebangan. Selain itu proses dekomposisi serasah pada tegakan sehat dan terserang

Ganoderma serta suksesi funginya juga perlu dipelajari untuk melihat kemungkinan serasah A. mangium sebagai sumber inokulum bagi Trichoderma

dan Ganoderma. Oleh karena itu penelitian tentang suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium dalam kaitan dengan keberadaan Ganoderma dan


(30)

3

Trichoderma di lantai hutan akasia perlu dilakukan. Penelitian ini penting dilakukan karena proses dekomposisi serasah A. mangium berjalan sangat lambat sehingga pada tumpukan serasahnya terbentuk lapisan serasah. Pada setiap lapisan serasahnya dapat mempunyai iklim mikro yang berbeda sehingga memungkinkan dihuni oleh jenis fungi yang berbeda pula. Jenis fungi apa saja yang terlibat selama proses dekomposisi serasah A. mangium dan bagaimana laju dekomposisinya belum diteliti terutama di RAPP Riau. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat mendukung penerapan pengendalian hayati untuk menanggulangi atau menghindari penyakit yang disebabkan oleh

Ganoderma pada tegakan A. mangium.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Besarnya laju dekomposisi serasah A. mangium dan suksesi fungi selama proses dekomposisi pada tegakan dua tahun sehat dan terserang Ganoderma. 2. Komunitas fungi (termasuk Trichoderma dan Ganoderma) yang tumbuh pada

tiga lapisan serasah A. mangium pada umur tegakan dua dan lima tahun (baik yang sehat maupun yang terserang Ganoderma) dan pada areal bekas tebangan.

3. Penyebaran Trichoderma pada tiga lapisan serasah A. mangium.

4. Kemampuan penghambatannya Trichoderma terhadap Ganoderma dalam media serasah.

5. Kemampuan Ganoderma dan Trichoderma dalam mendekomposisi serasah

A. mangium.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan secara rinci dan mendalam tentang suksesi fungi dan perannya dalam proses dekomposisi serasah

A. mangium. Selain itu diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengelolaan serasah A. mangium dalam usaha pengendalian Ganoderma dan keefektifan aplikasi Trichoderma pada media serasah. Sehingga kerugian yang


(31)

sangat besar akibat serangan Ganoderma dapat dikurangi, mengingat A. mangium

merupakan komoditi penting dalam industri kehutanan dan industri kertas.

Alur Pemikiran dan Landasan Penelitian

Penelitian suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium dalam kaitan dengan keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di lantai hutan akasia dilakukan dalam empat topik penelitian yaitu:

Penelitian 1:Suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium, penelitian ini untuk menjawab permasalahan 1 (Gambar 1)

Penelitian 2: Komunitas fungi pada lapisan serasah A. mangium, penelitian ini untuk menjawab permasalahan 2 (Gambar 1). Penelitian 1 dan 2 juga untuk menjawab permasalahan 3.

Penelitian 3: Penyebaran Trichoderma pada lapisan serasah A. mangium dan kemampuan penghambatannya terhadap Ganoderma, penelitian ini untuk menjawab permasalahan 4 (Gambar 1)

Penelitian 4: Kemampuan Ganoderma dan Trichoderma dalam mendekomposisi serasah A. mangium, penelitian ini untuk menjawab permasalahan 5 (Gambar 1)

Penelitian 1 memberikan informasi tentang laju dekomposisi serasah A. mangium dan jenis fungi yang terlibat serta suksesinya. Penelitian 2 memberikan informasi tentang keanekaragaman fungi yang tumbuh pada lapisan serasah baik pada tegakan sehat, terserang Ganoderma, dan areal bekas tebangan. Penelitian 1 dan 2 juga memberikan informasi tentang keberadaan Trichoderma dan

Ganoderma pada serasah A. mangium. Penelitian 3 memberikan informasi tentang penyebaran Trichoderma pada lapisan serasah di tegakan sehat dan terserang

Ganoderma, juga memberikan informasi tentang kemampuan antagonistik

Trichoderma terhadap Ganoderma pada media yang mengandung serasah A. mangium. Selanjutnya penelitian 4 memberikan informasi tentang kemampuan

Ganoderma dan Trichoderma dalam mendekomposisi serasah A. mangium.

Berdasarkan informasi yang diperoleh tersebut diharapkan dapat memformulasikan strategi pengelolaan serasah sebagai alternatif untuk menghindari serangan Ganoderma pada akasia.


(32)

5

Keterangan: : faktor-faktor yang diamati dalam penelitian

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Acacia mangium

Lantai hutan

Serasah daun

Dekomposisi

Ketersediaan unsur hara

Kesuburan tanah Produktivitas

meningkat

Fungi

Dekomposer Patogen

Ganoderma Sifat:

- Bertahan pada material berkayu

- Sebaran inang luas Sukar dikendalikan Kerugian:

kematian 3-28% (3-5 th) (Irianto et al. 2006).

Produktivitas menurun

Permasalahan

1. Bagaimana suksesi fungi dan laju dekomposisi serasah

A. mangium di lantai hutan ?

2. Jenis fungi apa saja yang tumbuh pada lapisan serasah A. mangium ?

3. Apakah Trichoderma dan Ganoderma dapat tumbuh pada serasah A. mangium?

4. Bagaimana penyebaran Trichoderma di lapisan serasah A.

mangium dan kemampuan penghambatannya terhadap

Ganoderma?

5. Bagaimana kemampuan Ganoderma dan Trichoderma dalam mendekomposisi serasah?

Substrat pertumbuhan fungi

Dasar penanganan alternatif

( - )

( + )

Busuk akar

Antagonis Trichoderma Dasar pemanfaatan

Data hasil penelitian

Penelitian yang dilakukan

1. Suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium 2. Mengamati komunitas fungi pada lapisan serasah

3. Penyebaran Trichoderma pada lapisan serasah 4. Kemampuan Ganoderma dan Trichoderma dalam


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Biologi dan Potensi Acacia mangium

Acacia mangium merupakan spesies tanaman berkayu yang cepat tumbuh, banyak digunakan untuk program penanaman hutan di wilayah Asia dan Asia Pasifik. Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah yang sangat kering sampai daerah hutan basah. Acacia mangium dapat tumbuh pada kisaran 0 - 800 meter dpl, dengan rata-rata curah hujan tahunan 1000-4000 mm, rata-rata temperatur tahunan 18-28o C dengan rata-rata pada musim panas 30-40o C dan pada musim dingin 10-24o C (USDA 2005).

Acacia mangium mempunyai nama lain Racosperma mangium (Willd.) Pedley. Sedangkan nama dagangnya adalah brown salwood. Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai berikut:

kingdom : Plantae subkingdom : Tracheobionta superdivisi : Spermatophita divisi : Magnoliophita

klas : Magnoliopsida

subklas : Rosidae

ordo : Fabales

famili : Fabaceae

genus : Acacia

species : Acacia mangium Willd. (USDA 2005)

Pohon A. mangium dapat mencapai tinggi 30 meter, batang lurus tidak bercabang sampai setengah tinggi seluruh batang. Ranting, phillodia dan tangkai bersifat glabrous atau agak terkelupas. Phillodia lebarnya 5-10 cm, panjang 2-4 kali lebar, berwarna hijau gelap kaku seperti kulit waktu kering. Phillodia

memiliki (3-)4 pertulangan daun utama yang memanjang yang bertemu pada tepi punggung dari pangkal phillodia, pertulangan sekunder halus dan tidak begitu terlihat. Bunga berupa bulir yang longgar mencapai panjang 10 cm, soliter atau berpasangan pada ketiak bagian atas. Bunga pentamer, kelopak mempunyai panjang 0.6-0.8 mm dengan cuping tumpul pendek, mahkota dua kali panjang kelopak. Polong lurus, gundul, lebar 3-5 mm, dengan panjang kira-kira 7.5 cm pada waktu hijau, berkayu, memelintir seperti koil dan kecoklatan pada waktu


(34)

7

masak, memipih antar biji-bijinya. Biji berambut halus, hitam, elipsoid, bulat telur atau memanjang, 3,5 x 2,5 mm, tali pusar berwarna agak oranye, membentuk

arilus berdaging di bagian bawah biji (Starr et al. 2003).

Menurut Duke (1983), akasia menghasilkan eksudat gum pada batangnya.

Gum pada A. mangium mengandung 5.4% abu, 0.98% N, 1,49% metoksil, 32.2% asam uronat, 9.0% asam 4-0-metilglukouronat, 23.2% asam glukouronat, 56% galaktosa, 10% arabinosa, dan 2% ramnosa. Sedangkan gum pada A. auriculiformis mengandung 5.3% abu, 0.92% N, 1.68% metoksil, 27.7% asam uronat, 10.1% asam 4-0-metilglukouronat, 17.6% asam glukouronat, 59% galaktosa, 8% arabinosa, dan 5% ramnosa. Acacia mangium dan A. auriculiformis

juga menghasilkan senyawa yang mempunyai aktivitas anti fungi yaitu

3,4’,7,8-tetrahydroxyflavanone dan teracacidin (Mihara et al. 2005).

Produksi kayu A. mangium di Indonesia untuk pulp dan MDF ( medium-density fiberboard) dari hutan tanaman industri adalah: Riau dan Jambi dengan produksi 5.860.000 m3/tahun, Sumatra Selatan dan Lampung 2.500.000 m3/tahun, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan 750.000 m3/tahun, dan Kalimantan Barat 200.000 m3/tahun. Sedangkan produksi untuk solid wood diperkirakan mencapai 165.000 m3/tahun. Kegunaan kayu ini utamanya untuk pembuatan pulp dan paper. Kegunaan lain diantaranya untuk MDF, furniture, fuelwood dan bahan konstruksi bangunan (Arisman & Hardiyanto 2006). Selain itu serasahnya dapat digunakan sebagai mulsa tanah, dan juga dapat digunakan sebagai tambahan makanan ternak sapi. Bunganya dapat sebagai makanan lebah, sehingga dapat meningkatkan produksi madu (Bui et al. 1992).

Serasah Acacia mangium

Serasah pada lantai hutan umumnya terdiri dari bermacam-macam bagian tumbuhan yang jatuh ke tanah, yaitu berupa daun, bunga, buah, ranting, dan cabang. Produktivitas serasah pada suatu ekosistem hutan tergantung pada kondisi lingkungan, jenis pohon dan umur tegakan. Di hutan tanaman Ubrug, Jatiluhur, tegakan A. auriculiformis yang berumur lima tahun menghasilkan serasah 10.9 ton/ha. Sedangkan pada umur enam tahun pada tegakan yang sama menghasilkan serasah 13.0 ton/ha (Team Vegetation and Erosion Padjadjaran University 1979).


(35)

Bagian tanaman yang jatuh terlebih dahulu akan berada di bagian paling bawah atau berada paling dekat dengan permukaan tanah, sedang yang jatuh kemudian akan berada di atasnya, sehingga terjadi tumpukan serasah dengan ketebalan tertentu. Ketebalan serasah ini sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan hutan misalnya kerapatan vegetasi, luas kanopi dan kerimbunan tegakan penyusun hutan tersebut. Seiring dengan perjalanan waktu, pada tumpukan serasah tersebut terbentuk lapisan-lapisan yang terjadi karena adanya proses dekomposisi (Gambar 2). Lapisan-lapisan tersebut adalah lapisan L yaitu lapisan serasah bagian atas (yang masih utuh), lapisan F yaitu lapisan serasah bagian tengah yang sebagian sudah terdekomposisi, dan lapisan H yaitu lapisan bagian bawah yang sudah terdekomposisi atau lapisan yang berada pada lapisan permukaan tanah (Danoff-Burg 2006). Hasil pengukuran tebal lapisan serasah

Acacia mangium di lapangan menunjukkan bahwa pada tegakan umur dua dan lima tahun ketebalan lapisannya tidak berbeda nyata. Pada tegakan sehat rata-rata lapisan serasah L, F, dan H masing-masing 3.17 cm, 3.0 cm, dan 2.2 cm, sedangkan pada tegakan terserang Ganoderma masing-masing 2.5 cm, 2.83 cm, dan 2 cm.

Gambar 2 Diagram lapisan serasah

Serasah adalah bahan organik yang belum terurai, tetapi yang telah berupa benda mati, dan terdapat di permukaan tanah (Joetono 1995). Serasah terdiri dari semua bagian tumbuhan yang mati dan terakumulasi di atas permukaan tanah dan akan mengalami dekomposisi dengan kecepatan yang berbeda, tergantung dari

Lapisan L

Lapisan F Lapisan H Tanah


(36)

9

jenis bagian tumbuhan yang terakumulasi tersebut. Serasah terdekomposisi oleh aktivitas mikrob dan fauna tanah, sehingga senyawa-senyawa yang kompleks akan diubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana (Dickinson & Pugh 1974).

Dekomposisi serasah secara biologi akan menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat larut seperti karbohidrat, tanin, peptida, dan asam amino yang dihasilkan melalui proses hidrolisis pada protein protoplasmik. Selain itu dihasilkan gas seperti NH3, CO2, juga senyawa lain seperti nitrat, sulfat, pospat dan air. Sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut yang tersusun dari lignin, selulosa, hemiselulosa akan berangsur-angsur mengalami dekomposisi menjadi bentuk-bentuk senyawa baru yang dapat larut. Pada dasarnya semua sisa tanaman menghasilkan bahan organik yang sama, tetapi berbeda pada kandungan senyawa yang mudah dan yang sukar terdekomposisi (Allen & Unwin 1982).

Mudah atau sukarnya dekomposisi suatu serasah, tergantung dari zat-zat yang terkandung di dalam jaringannya. Gula, zat pati, dan protein sederhana akan lebih mudah terdekomposisi dibandingkan dengan protein kompleks, peptin, dan hemiselulosa. Sedang selulosa lebih mudah dibanding lignin, resin, tannin, dan lilin. Organ bagian atas tanaman akan lebih mudah terdekomposisi dibandingkan dengan bagian akar, dan tanaman yang muda akan lebih mudah terdekomposisi dari pada tanaman yang lebih tua. Demikian juga serasah hutan campuran akan lebih mudah terdekomposisi dari pada hutan monokultur (Dickinson & Pugh 1974).

Kecepatan dekomposisi dan aktivitas biologi dari suatu bahan organik juga ditentukan oleh rasio C:Nnya. Jaringan tumbuhan dengan rasio C:N yang rendah akan terdekomposisi secara cepat, sedangkan yang memiliki rasio C:N yang tinggi dekomposisinya lebih lambat. Jika rasio C:N bahan organik lebih besar dari 30, akan terjadi immobilisasi lebih besar dari pada mineralisasi. Jika rasio C:N bahan organik 15 - 30, immobilisasi sama dengan mineralisasi dan jika rasio C:N bahan organik lebih kecil dari 15, maka mineralisasi lebih besar dari pada immobilisasi (Joetono 1995)


(37)

Dekomposisi serasah oleh Fungi

Keberadaan senyawa penyusun dinding sel tumbuhan seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin tidaklah terpisah secara sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling terikat membentuk suatu kesatuan yang disebut lignoselulosa (Beguin & Aubert 1992). Keberadaan senyawa kompleks tersebut di dalam serasah lantai hutan dapat didegradasi oleh mikrob tanah yang dapat menghasilkan enzim lignoselulolitik, sehingga dihasilkan senyawa yang lebih sederhana. Di dalam ekosistem lantai hutan fungi mempunyai peran penting sebagai dekomposer (Dreisbach 2002).

Selama proses dekomposisi serasah di lantai hutan terjadi pergantian struktur komunitas (suksesi) fungi dekomposer. Pada tahap awal substrat ditumbuhi oleh fungi pengkoloni awal (pioneer colonizers) yang umumnya merupakan fungi ruderal yang mampu beradaptasi dan berkompetisi dalam memanfaatkan sumberdaya baru terhadap kompetitor lain (Atlas dan Bartha 1993). Pada saat serasah daun jatuh ke tanah, fungi pengkoloni awal merupakan fungi yang mampu memanfaatkan gula sederhana saja misalnya Cladosporium herbarum dan Aureobasidium pullulans, bahkan fungi tersebut sering ditemukan pada daun yang masih segar. Setelah itu akan terjadi kolonisasi secara cepat oleh fungi tanah yang tergolong genus Penicillium, Humicola, Trichoderma, Fusarium, Gliocladium, Doratomyces dan dari genus lainnya. Fungi tanah yang mengkoloni serasah tersebut disebut autochton species. Kebanyakan fungi autochton tersebut mampu menghidrolisis polisakarida, bahkan spesies tertentu seperti Penicillium

mampu menggunakan tanin sebagai sumber karbon, tetapi fungi lain yang tidak menghasilkan enzim penghidolisis substrat yang lebih kompleks akan tereduksi. Selanjutnya kolonisasi akan dilakukan oleh pengkoloni akhir (survivor) yaitu fungi yang mampu menghidrolisis senyawa kompleks seperti selulosa bahkan lignin dari substrat serasah sebagai sumber energi utamanya, yaitu Basidiomycetes dan Ascomycetes(Dix & Webster 1995). Aktivitas dari berbagai macam fungi terhadap serasah yang ada di lantai hutan akan menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan akhirnya terjadi mineralisasi yang menghasilkan nutrisi untuk tumbuhan dan mikrob lainnya. Setiawan (1993) telah


(38)

11

berhasil mengukur penurunan berat kering serasah A. mangium sebesar 56 % setelah didekomposisikan selama 18 minggu.

Biodegradasi Selulosa

Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan glikosidik β-(1,4) yang bersifat tidak larut dalam air (Gambar 3). Molekul selulosa membentuk rantai panjang yang lurus yang diperkuat oleh ikatan hidrogen yang berikatan silang. Secara alami selulosa tersusun dari bentuk fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa paralel dan dihubungkan oleh ikatan hidrogen (Beguin & Aubert 1994). Mikrofibril selulosa terdiri dari dua tipe yaitu kristalin dan amorf. Bagian kristalin selulosa merupakan mikrofibril yang banyak memiliki jembatan hidrogen antar molekul dengan orientasi antar mikrofibril yang sangat teratur. Mikrofibril yang sedikit memiliki jembatan hidrogen dengan orientasi antar mikrofibril yang tidak teratur merupakan bagian amorf selulosa (Marsden & Gray 1986).

Gambar 3 Struktur umum selulosa (Zabel & Morrell 1992)

Analisis difraksi sinar-X menunjukkan bahwa selulosa alami umumnya berstruktur kristalin, sedang analisis dengan spektroskopi inframerah menunjukkan bahwa beberapa gugus hidroksil bebas yang saling berikatan dengan lignin melalui ikatan kovalen membentuk lignoselulosa yang kuat sehingga sulit dihidrolisis oleh enzim (Fengel & Wegener 1995).

Enzim yang mendegradasi selulosa adalah selulase, merupakan enzim kompleks yang terdiri dari tiga komponen yaitu: (1) ekso β (1-4)-glukanase, dikenal sebagai enzim C1 berperan dalam hidrolisis selulosa kristalin menjadi selulosa amorf; (2) endo β (1-4)-glukanase, dikenal sebagai enzim Cx berperan dalam hidrolisis ikatan β-(1-4)-glikosida selulosa amorf menjadi selobiosa; dan

(3) β (1-4)-glukosidase, berperan dalam hidrolisis selobiosa menjadi glukosa (Wirahadikusumah et al. 1995; Smith et al. 1983). Urutan reaksinya adalah sebagai berikut:


(39)

C1 Cx β (1-4)-glukosidase selulosa kristalin selulosa amorf selobiosa terlarut glukosa Fungi Phanerochaete chrysosporium mampu menghasilkan lima β 1-4 glukanase yang memiliki berat molekul berbeda dan masing-masing bekerja aktif pada suhu optimumnya. Penicillium pinophilum mampu menghasilkan endoglukanase jika diinkubasikan dalam media yang mengandung selulosa.

Trichoderma viride paling sedikit dapat menghasilkan empat β 1-4 selobiohidrolase. Sedangkan T. reesei menghasilkan lima endoglukanase, satu eksoglukanase dan dua β 1-4 glukosidase (Dix & Webster 1995; Evans & Hedger 2001).

Biodegradasi Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan polimer yang sangat heterogen, yaitu polimer-polimer heksosa, pentosa dan asam-asam uronat. Silosa dan manosa merupakan unit yang sering ditemukan. Molekul hemiselulosa umumnya mempunyai rantai yang relatif lebih pendek dari selulosa, berbentuk non kristalin dan dapat dihidrolisis menjadi silosa dan pentosa lainnya. Selain itu hemiselulosa mudah larut dalam larutan alkali dan pada air mendidih. Senyawa ini juga larut dalam asam yang panas, dihidrolisis menjadi pentosa dan heksosa. Hemiselulosa berikatan dengan selulosa dan lignin melalui jembatan hidrogen dan gaya van der Waals (Marsden & Gray 1986).

Enzim yang mendegradasi hemiselulosa analog dengan enzim yang mendegradasi selulosa tetapi enzim eksonya tidak ada. Silan didegradasi oleh enzim silanase, sedang mannan didegradasi oleh enzim mannase (Zabel & Morrell 1992). Silanase merupakan enzim kompleks yang terdiri dari: (1) endo-1,4-β-silanase yang memisahkan polimer menjadi silosa dan oligomer; (2) 1,4-β silosidase yang menghidrolisis silo-oligoskarida atau fragmen silan menjadi silosa; (3) α-glukuronidase, memisahkan rantai samping 4-O-metilglukuron dari kerangka silan dan melepaskan unit asam glukoronat; (4) α-arabinosidase, memindahkan rantai samping L-arabinosa; dan (5) asetil esterase, memindahkan kelompok substituen asetil dari silosa. Sedangkan enzim mannase terdiri dari: endo-1,4-β-mannanase, β-mannosidase, β-glukosidase, α-galaktosidase, dan asetil


(40)

13

esterase. Namun demikian aksi enzim tersebut sama dengan enzim silanase (Zabel & Morrell 1992).

Fungi yang telah diidentifikasi mempunyai aktivitas silanase diantaranya

Mucor, Mortierella dan Rhizopus (Dix & Webster 1995). Fungi lain yang menghasilkan silanase adalah Phytophthora, Glomerella cingulata, sedangkan

Aspergillus oryzae selain menghasilakan silanase juga menghasilkan arabanase. Chaetomium globosum menghasilkan mannase (Bilgrami & Verma 1978).

Biodegradasi Lignin

Lignin merupakan polimer yang amorf dengan berat molekul tinggi. Lignin terbuat dari unit-unit fenilpropan yaitu: ρ-koumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinafil alkohol (Gambar 4). Keberadaan masing-masing unit fenilpropan tergantung dari sifat dan jenis tanaman (Stevensen 1982). Umumnya monomer-monomer lignin tersebut memiliki substituen-substituen hidroksi dan metoksi yang tidak diikat dengan cara yang sama, baik inter maupun intra monomer (Knapp 1985).

C H C H C H2O H

O H

C H C H C H2O H

O H

O C H3

C H C H C H2O H

O H

O C H3

C H3O

ρ-koumaril alkohol koniferil alkohol sinafil alkohol

Gambar 4 Unit-unit fenilpropan, tiga monomer utama yang merupakan prekusor lignin (Crawford 1981)

Lignin terbentuk secara polikondensasi. Pembentukannya tidak melibatkan enzim-enzim khusus, tetapi merupakan reaksi-reaksi kimia yang melibatkan fenol dan radikal bebas, sehingga bahan yang terbentuk tidak menunjukkan adanya pengaturan tertentu mengenai konstituen-konstituen pembentuknya, yang


(41)

menyebabkan lignin lebih sukar terdegradasi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa (Joetono 1995).

Enzim yang mendegradasi lignin juga merupakan enzim kompleks, yang terdiri dari lignin peroxidase (LiP), manganese peroxidase (MnP), dan lakase. Enzim-enzim tersebut diproduksi aktif pada keadaan oksigen yang cukup (Rothschild et al. 1995; Fukushima & Kirk 1995). Lignin peroxidase (LiP) merupakan enzim kunci dalam mendegradasi lignin pada Phanerochaete chrysosporium. Enzim ini memecah atau memutuskan ikatan kimia Cα-Cβ antar karbon pada unit fenilpropan. Manganese peroxidase (MnP) merupakan enzim utama yang terlibat dalam degradasi lignin oleh Polyporus anceps. Enzim ini diduga mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ yang kemudian mengoksidasi beberapa struktur fenolik pada lignin. Sedangkan lakase merupakan enzim yang menyebabkan terjadinya oksidasi Cα, dimetilisasi, pemecahan kelompok fenil, dan pemecahan ikatan Cα-Cβ pada struktur siringil (Zabel & Morrell 1992).

Hasil pemecahan lignin tersebut berupa senyawa aromatik yang memiliki berat molekul rendah seperti: vanilin, siringaldehid, koniferil aldehid, asam vanilat, asam siringat, dan asam aromatik atau fenol lainnya. Senyawa-senyawa tersebut akan diubah menjadi senyawa aromatik lain berupa katekol, asam protokatekoat dan asam gentisat, merupakan senyawa dengan struktur aromatik yang mudah diputus menjadi senyawa alifatik. Selanjutnya senyawa-senyawa alifatik yang dihasilkan tersebut diubah menjadi senyawa-senyawa antara yang mudah dimetabolismekan seperti asam piruvat, asam fumarat, asam suksinat, asam asetat, dan asetildehid (Zabel & Morrell 1992, Crawford 1981; Joetono 1995). Di dalam tanah, hasil perombakan lignin tersebut dapat mengalami kondensasi yang akan menghasilkan humat (humic) di dalam tanah (Stevenson 1982).

Pada umumnya fungi yang mampu mendegradasi lignin berasal dari fungi pelapuk putih (white rot fungi). Phanerochaete chrysosporium adalah fungi yang paling banyak dipelajari sebagai penghasil enzim lignin peroksidase dan lakase.

Trametes versicolor dan fungi pembusuk putih lainnya juga dideteksi menghasilkan lignin peroksidase. Sedangkan Dichomitus squalens (Polyporus anceps) dideteksi menghasilkan mangan peroksidase (Evans & Hedger 2001).


(42)

15

Fungi pelapuk coklat (brown rot fungi) yang mampu tumbuh pada media yang mengandung lignin antara lain Gloeophyllum trabeum, Neolentinus (Lentinus)

lepideus, dan Pholiota adiposa (Zabel & Morrell 1992). Pleurotus ostreatus dapat tumbuh baik pada jerami, selain itu Fusarium dan Aspergillus ternyata dapat tumbuh dengan baik dalam medium sintetik yang mengandung lignin (Dix & Webster 1995).

Ganoderma

Ganoderma termasuk Basidiomycetes kosmopolit yang menyebabkan busuk akar pada tumbuhan kayu keras dengan mendekomposisi lignin, selulosa dan polisakarida lain. Fungi ini akan berkembang dengan cepat pada tanaman monokultur yang ditanam berturut-turut, karena pada tunggul kayu, akar, dan material berkayu lainnya dari periode sebelumnya tersimpan inokulum yang sangat banyak (Old et al. 2000). Selain itu Ganoderma juga mempunyai bentuk pertahanan seperti klamidospora (Susanto 2002), sehingga menjadi masalah besar karena serangannya semakin luas pada periode tanam kedua dan ketiga (Widyastuti 2006). Penanganan terpadu untuk memberantas penyakit tersebut dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan penting untuk dilakukan. Kerugian akibat serangan penyakit busuk akar dapat mecapai 3%-28% pada pohon yang berumur 3-5 tahun di Sumatera dan Kalimantan (Irianto et al. 2006). Spesies Ganoderma yang menyebabkan busuk akar merah pada tanaman akasia adalah G. philippii (= G. pseudoferreum) (Lee 2000). Spesies lain dari

Ganoderma yang menyebabkan busuk pangkal batang tanaman kelapa sawit adalah G. boninense (Abadi et al. 1989).

Ganoderma termasuk dalam kelompok fungi pelapuk putih (white rot fungi) yang mampu mendegradasi lignin dengan sistem enzim pengoksidasi fenol seperti polifenoloksidase, lakase, dan tirosinase. Peneliti lain menyebutkan enzim yang berperan dalam perombakan lignin adalah lignin peroxidase (LiP),

manganese peroxidase (MnP) dan lakase (Harvey et al. 1993). Beberapa spesies

Ganoderma, selain menghasilkan enzim-enzim di atas juga menghasilkan enzim amilase, ektraseluler oksidase, invertase, koagulase, protease, renetase, pektinase, dan selulase (Das et al. 1979).


(43)

Oleh karena Ganoderma mampu mendegradasi lignin dan selulosa, maka fungi ini diduga mampu tumbuh dan berkembang pada serasah A. mangium yang mempunyai kandungan lignin dan selulosa tinggi. Penelitian tentang keberadaan

Ganoderma pada serasah sangat sedikit dilakukan, sebagian besar peneliti lebih menekankan pada aspek patologisnya.

Menurut Pegler (1973); Seo dan Kirk (2000) Ganoderma termasuk dalam famili Ganodermataceae dengan ciri-ciri sebagai berikut: merupakan kelompok fungi tahunan yang mempunyai basidiokarp bertangkai atau tidak bertangkai, dan mempunyai kulit luar yang keras. Himenofor selalu berbentuk tabung dan pada umumnya tersusun dalam beberapa lapisan. Konteks berwarna coklat muda sampai coklat tua, atau coklat keungu-unguan dengan tekstur bergabus sampai berkayu. Sistem hifa dimitik atau trimitik dengan hifa skeletal yang sering bercabang di bagian ujungnya, serta dengan hifa generatif yang mempunyai sambungan apit (Gambar 5). Basidium memproduksi empat basidiospora dan tidak ada seta ataupun sistidium. Basidiospora berbentuk bola sampai elips, berwarna coklat atau coklat muda. Struktur dinding basidiospora sangat kompleks dengan eksoepisporium berpigmen dan bergerigi serta dilapisi oleh perisporium

hialin (Gambar 6).

Gambar 5 Ganoderma sp (Hood 2006)

a, b dan c. permukaan bagian atas basidiocarp G. australe, G. steartanum dan

G. cupreum, d. potongan basidiocarp Ganoderma sp, e. sayatan permukaan

atas basidiokarp, f. basidiospora dan g. hifa skeletal

a

b

c

d

e

g

f


(44)

17

Gambar 6 Basidiospora dan basidium Ganoderma lucidum (Seo & Kirk 2000) a dan b. basidiospora (tanda panah), c dan d. basidium (tanda panah)

Gejala penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Ganoderma

Fungi yang termasuk dalam Basidiomycetes biasanya hidup sebagai saprob endemik yang secara alami menyebabkan sedikit masalah. Pada waktu lahan dibuka untuk perkebunan, fungi ini dapat hidup pada sisa-sisa akar, tunggul pohon, dan sampah-sampah berkayu lainnya pada tanah. Fungi ini tergantung pada sumber makanan yang banyak untuk aktivitas patogeniknya dan bertahan pada kayu yang mati. Selanjutnya dapat menjadi aktif dan berupa parasit virulen

dengan menginfeksi pohon hidup melalui akarnya. Kemampuan patogen akar ini untuk menembus dan berkoloni pada sistem akar sangat tergantung pada kesehatan dari pohon yang diserang (Old et al. 2000). Ganoderma sp. biasanya menyerang pohon yang kesehatannya kurang baik, sementara Rigidoporus lignosus menyebar melalui tanah dengan rizomorfnya. Sedangkan Phellinus noxius tergantung pada kontak antara akar inang yang sehat dengan substrat tempat fungi itu tumbuh (Nandris et al. 1987).

a

b


(45)

Pada areal tegakan akasia yang terserang penyakit busuk akar ditandai dengan adanya pohon mati dan pohon yang sedang mengalami kematian yang terlihat dari udara seperti lingkaran. Daun pohon yang terinfeksi biasanya hijau pucat, ukurannya mengecil karena kekurangan air dan mineral. Kecepatan tumbuhnya juga menurun. Pucuk muda menjadi layu dan beberapa pohon yang mengalami cekaman ini dapat menghasilkan buah dan biji di luar musim. Pada fase selanjutnya dari penyakit busuk akar, pohon akan sangat peka terhadap hembusan angin. Berdasarkan warna akar yang terinfeksi, penyakit busuk akar yang menyerang akasia dibedakan menjadi empat macam yaitu busuk akar merah dan busuk akar coklat, dan yang kurang umum busuk akar putih dan busuk akar hitam (Old et al. 2000).

Pada penyakit akar merah, akar ditutupi oleh suatu miselium menyerupai kulit (rizomorf coklat kemerahan yang berkerut), yang tampak pada saat akarnya tercuci dari tanah yang menempel (Gambar 7 a). Suatu pola bintik-bintik putih terjadi pada bagian bawah kulit batang yang terinfeksi. Pada fase awal infeksi kayunya tetap keras dan tidak ada perubahan warna yang nyata, tetapi pada fase selanjutnya kayu menjadi pucat dan berkerak atau kering, tergantung kondisi pada tanah. Keadaan ini merupakan tipe yang umum dari penyakit akar yang diamati pada perkebunan A. auriculiformis, A. crassicarpa, dan A. mangium yang berasosiasi dengan Ganoderma spp., terutama G. philippii (Lee & Noraini Sikin 1998).

Berdasarkan observasi di PT RAPP Riau, serangan oleh Ganoderma pada

A. mangium akan lebih mudah diamati apabila tubuh buahnya telah tumbuh pada batang. Indikasinya adalah di balik kulit batang yang mati warna kayunya putih atau krem polos (Gambar 7 b). Hal ini penting diketahui untuk membedakan akibat serangan oleh fungi lain misalnya Phellinus. Indikasi yang khas dari

Phellinus ialah dibalik kulit batang yang mati tampak bentuk pola garis hitam yang teratur (Gambar 7 c).


(46)

19

a

b c

Gambar 7 Indikasi serangan Ganoderma dan Phellinus pada A. mangium

Keterangan :

a. Indikasi serangan Ganoderma pada akar, menunjukkan adanya warna merah pada akar (Old et al. 2000).

b. Indikasi serangan Ganoderma pada batang, tidak adanya pola berwarna coklat (polos) sebagai akibat aktivitas fungi

c. Indikasi serangan Phellinus pada batang, adanya pola berwarna coklat sebagai akibat aktivitas fungi (Gambar b dan c hasil observasi di PT RAPP Riau 2006)

Trichoderma sebagai agen biokontrol penyakit busuk akar

Trichoderma merupakan salah satu fungi tanah yang dominan dan mempunyai variasi habitat yang luas. Sebagai organisme saprob yang memilki pertumbuhan cepat, Trichoderma dapat berkompetisi secara ekologis dalam waktu yang lama dan mampu mengkolonisasi berbagai substrat yang ada di lantai hutan. Interaksi antagonis antara Trichoderma dengan fungi lain, secara tradisional diklasifikasikan sebagai antibiosis, mikoparasitisme dan kompetisi (Widyastuti 2006). Antibiosis terjadi ketika antagonisme antara dua fungi, fungi yang satu menguasai yang lainnya dengan cara menghasilkan antibiotik. Mikoparasitisme ialah parasitisme satu fungi terhadap fungi lainnya dan


(1)

Steffen KT, Hatakka A, Hofrichter M. 2002. Degradation of humic acids by the litter-decomposing Basidiomycete Collybia dryophilla. Appl. Environ. Microbiol. 68 (7): 3442 - 3448.

Stevenson FJ. 1982. Humus Chemistry : genesis, composition and reaction. New York: John Wiley dan Son.

Susanto S. 2000. Kajian pengendalian hayati Ganoderma boninense Pat. penyebab penyakit busuk pangkal batang. [disertasi S3]. Program Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor.

Tang AMC, Jeewon R, Hyde KD. 2005. Succession of microfungal communities on decaying leaves of Castanopsis fiscal. Can. J. Microbial. 51: 967-974.

Takeda H, Prachaiyo B, Tsutsumi T. 1984. Comparison of decomposition rate of several tree leaf litter in a tropical forest in Notrheast Thailand. Japan Journal of Ecology. 34 (3): 311-319.

Team Vegetation and Erosion Padjadjaran University 1979. Production measurement in a young Acacia auriculiformis plantation at Ubrug, Jatiluhur. Internal Report no.9. Team Vegetation and Erosion. Project Vegetation and Erosion. Bandung: Padjadjaran University.

[USDA] Unitet States Departement of Agriculture. 2005. Acacia mangium Willd. Plant Profil. http://plants.usda.gov/java/profile?symbol=ACMA12 [30 Mei 2006]

Viterbo A, Shoresh M, Harel M. 2004. Enhancement Of Plant Disease Resistance By The Biocontrol Agent T. asperellum. Department of Biological Chemistrywww.weizmann.ac.il/Biological_Chemistry/scientist/Chet/Ch et.html [21 Desember 2006]

Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi, Morphologies of Cultured Fungi and Key to Species. Ed ke-2. Washington DC: CRC Press

Webster J, Weber R. 2007. Introduction to fungi. Ed ke-3. Cambridge: Cambridge University Press

Widyastuti SM. 2006. The biological control of Ganoderma root rot by Trichoderma. Di dalam: Potter K, Rimbawanto A, Beadle C, editor. Workshop Heart Rot and Root Rot in Acacia Plantations. Proceedings of a workshop held in Yogyakarta, Indonesia, 7–9 February 2006. Canberra: Australian Centre for International Agricultural Research. hlm 67-74.


(2)

Williams J, Clarkson JM, Mills PR, Cooper RM. 2003. Saprotrophhic and mycoparasitic components of aggressiveness of Trichoderma harzianum groups towards the commercial mushroom Agaricus bisporus. Appl Environ Microbiol 96(7): 4192-4199.

Wirahadikusumah M, Silaban R, Marsiati H. 1995. Isolasi dan karakterisasi enzim selulase dari jamur Volvariella volvacea.Jurnal Biosains 1 (1): 13-16. White DL, Haines BL. 1988. Litter decomposition in Southern Appalachian black

locust and pine-hardwood stand: litter quality and nitrogen dynamic. Can. J. For. 18: 54-63.

Zabel RA, Morrell JJ. 1992. Wood Microbiology: decay and its prevention. New York: Academic Press Inc,

Zhang H, Hong YZ, Xiao YZ, Yuan J, Tu XM, Zhang XQ. 2006. Efficient production of laccases by Trametes sp. AH28-2 in cocultivation with a Trichoderma strain. Appl Microbiol Biotechnol 73: 89-94

Zhou DQ, Hyde KD. 2002. Fungal succession on bamboo in Hong Kong. Fungal diversity 10: 213 – 227.


(3)

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Lampiran 1 Cara penempatan kantong serasah di bawah tegakan A mangium umur 2 tahun

15 meter

6 m


(4)

Lampiran 2 Diagram cara pelaksanaan pengujian penyebaran Trichoderma pada lapisan serasah.

Petak percobaan, ulangan I

Petak percobaan, ulangan III

Petak percobaan, ulangan II Tempat pengambilan

sampel pada 3 lapisan serasah

Petak percobaan ukuran 50x50 cm yang

diselimuti oleh jaring (ukuran mess 1 cm)

Arah pergerakan pengambilan sampel setiap bulannya yang menjauhi petak percobaan dengan interval 10 cm

Mistar berskala dengan interval 10 cm


(5)

Lampiran 3 Rata-rata curah hujan dan kelembaban udara di lokasi penelitian

Bulan Rata-rata curah hujan (mm)

Jumlah hari hujan

Rata-rata kelembaban udara (%)

April 11.54 16 58.10

Mei 10.64 17 74.32

Juni 6.06 12 68.03

Juli 3.88 12 72.26

Agustustus 3.01 8 71.16

September 10.62 12 75.23

Oktober 8.72 21 71.84

November 11.50 20 70.33

Lampiran 4 Rata-rata kondisi pH pada tiga lapisan serasah A. mangium

2S 2G Bulan

L F H L F H

April 5.48 4.99 4.84 5.52 4.85 4.74

Mei 5.65 4.75 4.80 5.82 5.09 4.62

Juni 5.71 5.69 4.81 5.75 5.79 5.67

Juli 5.84 5.74 5.42 5.71 5.68 4.95

Agustus 5.60 5.25 4.92 5.66 5.14 4.45 September 5.81 5.10 4.44 5.62 6.07 4.52

Oktober 4.87 5.24 5.29 5.33 4.96 4.72 November 6.20 6.10 4.95 5.98 6.04 4.66 2S = Tegakan sehat, 2G = Tegakan terserang Ganoderma


(6)

Lampiran 5 Komposisi media yang digunakan dalam penelitian 1. Malt extract agar (MEA)

Extract malt ... 25 g Agar ... 15 g ditambah akuades sehingga volumenya menjadi 1000 ml

2. Potato dextrose agar (PDA)

Kentang (tanpa kulit, dipotong-potong) ... 200 g ditambah akuades sehingga volumenya menjadi 1000 ml,

kemudian dimasak selama setengah jam, lalu disaring untuk diambil ekstraknya.

Agar ... 15 g Dextrose ... 20 g kemudian ditambah akuades hingga mencapai volume

1000 ml.

3. Media untuk isolasi Ganoderma (Chang et al. 2002) Potato dextrose agar (PDA)

Kentang (tanpa kulit, dipotong-potong) ... 200 g ditambah akuades sehingga volumenya menjadi 1000 ml,

kemudian dimasak selama setengah jam, lalu disaring untuk diambil ekstraknya.

Agar ... 15 g Dextrose ... 20 g Benomil ………...…. 10 mg Asam galat ………. 500 mg Kloramfenikol ……… 250 mg kemudian ditambah akuades hingga mencapai volume 1000 ml