a 7.33 a a a

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun pada percobaan tahap pembentukan akar. Dari hasil Uji DMRT 5, jumlah daun mulai terlihat perbedaannya pada minggu pertama setelah penanaman, yaitu pada BAP 1.3 µM. Hingga akhir pengamatan, perbedaan yang nyata dari masing-masing faktor terus berlanjut dengan taraf yang bervariasi tiap minggunya. Tabel 4. Pengaruh ZPT IAA dan BAP terhadap Jumlah Daun Eksplan Poinsettia In Vitro Percobaan Pembentukan Tajuk dan Akar. Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut Uji DMRT pada taraf 5 Berdasarkan tabel 3 didapat jumlah daun terbanyak pada BAP 1.3 µM minggu ke-8 pengamatan 7.67. Pada minggu terakhir pengamatan, jumlah daun paling sedikit dipengaruhi BAP 2.2 µM 2.54. Diduga penggunaan sitokinin efektif hingga konsentrasi 1.3 µM. Pada konsentrasi yang lebih tinggi 2.2 µM pembentukan jumlah daun dihambat. Penelitian yang dilakukan Syara 2005, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah daun Anthurium andreanum seiring dengan tingginya konsentrasi BAP, namun pada konsentrasi lebih tinggi 0.4 ppm cenderung mengalami penurunan jumlah daun. Pada minggu ketiga, perlakuan BAP dengan konsentrasi 1.3 µM, jumlah daun mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena rontoknya sejumlah daun. Hal ini terjadi karena ketersediaan mineral N yang dibutuhkan untuk mempertahankan jumlah daun berkurang akibat buruknya pertumbuhan akar Laurie et al., 1979. Jumlah tunas Perlakuan IAA dan BAP maupun interaksinya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas selama 9 MSK. Meski demikian, berdasarkan tabel 4, terjadi peningkatan jumlah tunas mulai 2 MSK, terutama perlakuan I2B1 MS+BA 1.3 µM +IAA 5.7 µM dan I0B1 MS+BA 1.3 µM . Pada minggu terakhir pengamatan, perlakuan I1B0 MS+IAA 2.9 µM cenderung menghasilkan jumlah tunas sebanyak 4.25 tunas. Hal ini mungkin disebabkan karena pengaruh auksin baru mulai terlihat pada minggu ke-9 pengamatan. Tabel 5. Rataan Jumlah Tunas dari Planlet Poinsettia In Vitro Percobaan Pembentukan Tajuk dan Akar Rataan tunas pada perlakuan I0B2 MS+BA 2.2 µM dan I1B2 MS+BA 2.2 µM +IAA 2.9 µM sebanyak 0.67. Diduga Jumlah Akar Berdasarkan analisis sidik ragam, jumlah akar hanya dipengaruhi oleh BAP dan interaksi diantara kedua faktor. Perbedaan mulai terlihat pada minggu kedua hingga minggu terakhir pengamatan. Jumlah akar terbanyak dipengaruhi oleh BAP 1.3 µM. Diduga sitokinin pada konsentrasi ini efektif menstimulasi pembelahan sel akar. Gaba 2005 menyatakan bahwa sitokinin yang dikombinasikan dengan auksin berperan dalam pembelahan sel. Hingga akhir pengamatan, BAP 2.2 µM menunjukkan jumlah akar yang paling rendah. Konsentrasi ini diduga terlalu tinggi untuk pembentukan akar poinsettia in vitro sehingga pembentukan akar dihambat. Pada media tanpa penambahan ZPT, eksplan masih memiliki kemampuan untuk membentuk akar. Diduga bahwa sel-sel jaringan masih memiliki kemampuan berdiferensiasi membentuk akar karena adanya pengaruh auksin endogen. Tabel 6. Pengaruh ZPT IAA dan BAP terhadap Jumlah Akar dari Planlet Poinsettia In Vitro Percobaan Pembentukan Tajuk dan Akar Perla kuan µM Jumlah Akar Minggu Setelah Kultur MSK 2 3 5 6 7 IAA 0.0 0.22 a 0.30a 0.82a 0.74a 0.59a 2.9 0.09 a 0.18a 0.67a 0.68a 0.74a 5.7 0.11 a 0.35a 0.48a 0.38a 0.67a BAP 0.0 0.28 a

0.51 a 1.00 a

0.89 a 0.89ab 1.3 0.13 ab 0.25ab 0.83 a

0.83 a 1.31 a

2.2 0.05 b 0.08 b 0.23 b

0.23 b 0.29 b

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata menurut Uji DMRT pada taraf 5 IAA tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar. Menurut Wethrell 1982 auksin dalam konsentrasi yang lebih tinggi cenderung menyebabkan terjadinya pertumbuhan kalus dari eskplan. Gaba 2005, menambahkan bahwa konsentrasi auksin yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan akar. Dugaan lainnya, lama penyinaran di dalam kultur jaringan berpengaruh terhadap kandungan hormon endogen. Wattimena 1991 melaporkan bahwa tanaman yang tumbuh pada lingkungan dengan penyinaran panjang memiliki kandungan auksin endogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tumbuh pada lingkungan dengan penyinaran pendek. Pada percobaan ini tanaman disinari lampu TL selama 24 jam. Percobaan 2 : Pengaruh IBA dan Air Kelapa Terhadap Pengakaran Tunas In Vitro Poinsettia Pada percobaan kedua mengenai pengakaran tunas poinsettia in vitro, tunas mampu tumbuh dengan baik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah daun dan akar serta panjang akar terpanjang. Perbedaan mulai terlihat pada 1 MST hingga akhir pengamatan untuk jumlah daun. Sementara pada peubah jumlah akar terpanjang, perbedaan nyata terlihat pada 3 MST, yaitu perlakuan W3 MS+air kelapa 10. Pertumbuhan daun yang lebar dan besar tampak pada perlakuan W3 MS+air kelapa 10. Perlakuan W1 MS+ IBA 4.9 µM menunjukkan pertumbuhan yang baik. Hal ini ditandai dengan jumlah daun yang cukup banyak dibandingkan perlakuan lainnya, sementara perlakuan W2 MS+ IBA 4.9 µM + air kelapa 10, hanya menumbuhkan sistem tajuk tanpa akar. Berdasarkan analisis sidik ragam, baik IBA maupun air kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan jumlah akar. Pertumbuhan mulai terlihat pada 1 MST hingga akhir pengamatan untuk jumlah daun. Sementara pada peubah jumlah akar terpanjang, perbedaan nyata terlihat pada 3 MST, yaitu perlakuan W3 MS+air kelapa 10. Jumlah Daun Berdasarkan analisis sidik ragam, IBA dan air kelapa tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun. Hasil rataan dari lima ulangan terhadap jumlah daun dapat dilihat pada tabel 6. Rataan jumlah daun pada perlakuan W1 MS+IBA 4.9 µM pada 8 MST sebanyak 7 daun. Perla kuan µM Jumlah Daun Minggu Setelah Kultur MSK 2 3 5 7 8 9 IAA 2.29 a

2.18 a

2.25ab 4.62ab 4.55 a 5.67 a 2.9 0.04 b 0.57 b 1.91 b 3.56 b 4.37 a 6.90 a 5.7 0.85 b 1.49 ab

3.61 a 7.33 a

4.56 a 4.57 a BAP 0.74 b 1.05 a 1.52 b 4.37 a 3.27b 7.25 a 1.3

2.42 a

1.78 a 2.80ab 6.31 a

7.67 a

8.30 a 2.2 0.63 b 1.86 a

3.63 a 4.91 a