Analisis Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan

ANALISIS PERKEMBANGAN INVESTASI SWASTA
Dl SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN

Oleh :
MUHAMMAD SAAD

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
MUHAMMAD SAAD. Analisis Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor
lndustri Makanan. Dibimbing oleh BUNASOR SANIM, BONAR M. SINAGA
dan MEMED GUNAWAN.
Subsektor yang sangat penting dikembangkan untuk mendukung
pembangunan pertanian adalah subsektor industri makanan. Pengembangan
investasi swasta pada subsektor ini, diharapkan akan mampu menyerap hasil
pertanian yang diusahakan petani, peternak dan nelayan, memberikan nilai tambah
terhadap produk pertanian, membuka kesempatan kerja, sumber devisa sekaligus
menyediakaan produk pangan yang semakin beragam. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat peran dan posisi investasi swasta pada industri makanan dalam

perekonomian nasional, menganalisis perkembangan persetujuan dan realisasi
investasinya serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa perkembangan investasi swasta
pada subsektor industri makanan selama ini sangat fluktuatif dan terdapat
kesenjangan antara persetujuan dan realisasinya. Pada tahun 2000, kumulatif
realisasi investasi PMDN hanya 7.77% dari rencana investasi dan PMA 28.48%.
Selanjutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan persetujuan dan
realisasi investasi swasta pada subsektor industri makanan terdiri dari kelompok
variabel rental cost of capital dan marginal product of capital yang merupakan
cerminan variabel manfaat dan korbanan dari penggunaan kapital tersebut. Hal itu
terlihat dari kecenderungan investasi yang mengikuti perkembangan harga produk
industri makanan dan suku bunga. Selanjutnya variabel kebijakan pemerintah juga
memegang peranan penting. Kebijakan yang terkait dengan pengembangan sektor
pertanian dan industri makanan seperti PBSN, PAKEM dan PAKMEI serta PP94
juga mempengaruhi perkembangan investasi. Variabel kondisi politik dan keamanan
yang dicerminkan oleh pelaksanaan Pemilihan Umum ternyata memberikan
pengaruh yang signifikan bagi perkembangan investasi.
Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator diharapkan semakin
memberikan dukungan terhadap penciptaan iklim yang semakin kondusif bagi
berkembangnya investasi swasta. Perumusan kebijakan yang tepat, pelayanan

perijinan investasi yang mudah dan pengembangan infrastruktur di daerah
diharapkan akan semakin mendorong berkembangnya investasi swasta khususnya
pada subssektor industri makanan.

SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
tesis saya yang berjudul :
ANALISIS PERKEMBANGAN INVESTASI SWASTA Dl SUBSEKTOR
INDUSTRI MAKANAN
Merupakan gagasan

atau

hasil

penelitian tesis

saya

sendiri,


dengan

pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya.

Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada

program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.

F
*

uhammad Saad
Nrp: 98020lEPN

ANALISIS PERKEMBANGAN INVESTASI SWASTA
Dl SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN


Oleh :
MUHAMMAD SAAD

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi llmu Ekonomi Pertanian

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Analisis Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri
Makanan

Nama


:

Muhammad Saad

NRP

:

98020

Program Studi

: llmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

*


Prof. Dr. I$. Bunasor Sanim, MSc
Ketua

Dr. Ir. Bonar M. Sinana, MA
Anggota

Dr. I .

Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
llmu Ekonomi Pertanian

Dr. Ir. Bonar M. Sinana, MA

Tanggal Lulus : 30 Agustus 2002

emed Gunawan, MSc
Anggota

Penulis dilahirkan di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 20 Pebruari 1968

sebagai anak ke tiga dari pasangan Drs. H. M. Zulkarnain Dahlan (alm) dan Hj.
Fuadah. Saat ini penulis telah dikaruniai tiga orang putra yakni; M. Reiza Syafiqri,
M. Riaz Syarifqi dan M. Risyad Sadziqri dari istri Lely Pelitasari, S. SP. Pendidikan
sarjana ditempuh di Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 1992. Kesempatan untuk melanjutkan ke
jenjang S2 pada Program Studi llmu Ekonomi Pertanian pada perguruan tinggi yang
sama di peroleh pada tahun 1998.
Penulis bekerja di Departemen Pertanian sejak tahun 1995 dan mengawali
karier sebagai staf subbidang lnvestasi Skala Besar pada Pusat Pengembangan
lnvestasi dan AMDAL, Badan Agribisnis, saat ini penulis menjabat sebagai Kepala
Seksi Serealia, Subdit Sarana Pengolahan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Tanaman Pangan pada Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian (BP2HP).
Selama mengikuti program S2, penulis berkesempatan menjadi anggota
Dewan Pengurus Pusat Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri lndonesia (MAI) dan
anggota Dewan Pengurus Pusat Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha
Beras lndonesia (PERPADI). Pada kesempatan yang sama penulis berkesempatan
mengembangkan Unit Pelayanan dan Pengembangan Pengolahan Hasil Pertanian
(UP3HP) di beberapa propinsi dan mengembangkan konsep pengembangan
agribisnis beras berbasis penggilingan padi yang dilanjutkan dengan kerjasama pilot

proyek di beberapa daerah sentra beras.

Sebuah artikel yang ditulis selama

mengikuti program S2 telah berhasil meraih penghargaan sebagai juara harapan
pada Hari Pangan tahun 2000.

Krisis ekonomi yang saat ini masih berlangsung menyebabkan turunnya
minat investor baik dari dalam dan luar negeri untuk menanamkan modalnya di
Indonesia, padahal pada saat yang sama kita sangat membutuhkan investasi untuk
kembali menggerakkan roda perekonomian. Untuk itu penelitian yang memfokuskan
diri pada upaya meningkatkan investasi swasta khususnya investasi industri
makanan yang terkait erat dengan sektor pertanian sangat diperlukan. Atas dasar
pemikiran tersebut, penulis mencoba menyusun tesis ini. Tesis ini sekaligus menjadi
salah satu syarat yang penulis penuhi untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi llmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian
Bogor.
Pada tempatnya bila kesempatan ini penulis gunakan untuk mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu selesainya tesis ini,
demikian pula kepada berbagai pihak yang mendukung hingga selesainya proses

pendidikan penulis di jenjang Program Magister. Ucapan terima kasih dengan doa
semoga Allah SWT membalas kebaikannya dengan berlipat ganda disampaikan
kepada:
1.

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir.
Bonar M. Sinaga, MA dan Dr. Ir. Memed Gunawan, MSc selaku anggota
komisi pembimbing atas segala arahan dan saran selama penelitian dan
penulisan tesis ini. Demikian pula kepada Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS yang telah
bersedia menjadi penguji luar komisi.

2.

Dr. Ir. Ato Suprapto, MS dan Dr. Ir. lskandar Andi Nuhung, MS serta Dr. Ir.
Moehaimin Sovan atas kebijakannya yang telah memberikan ijin kepada
penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2.

3.

Dr. Ir. Jafar Hapsah, Dr. Ir. Murasa Sarkaniputra dan Ir. Ali Supardan, MSc

yang telah memberikan dukungan moril dan material selama studi
berlangsung.

4.

Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, SE. MS, Dr. Ir. Ahmad Suryana, MS dan Dr. Ir.
Syafri Mangkuprawira atas kesediaannya memberikan rekomendasi kepada
penulis sebagai referensi memasuki Program Pascasarjana IPB.

5.

Pimpinan dan staf Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Penanaman
Modal dan Pusat Pengembangan Usaha dan Kelembagaan, Ditjen Bina
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Pusat Data lnformasi Pertanian
atas kesediaan memberikan data dan informasi yang sangat membantu.

6.

Teman-teman seperjuangan EPN angkatan 1998 yang senantiasa saling
mengingatkan dan memberikan motivasi untuk kemajuan bersama.


7.

lstri tercinta dan anak-anak yang lucu tersayang serta seluruh keluarga yang
senantiasa mendukung, sabar dan memaklumi kesulitan yang penulis hadapi
dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya penulis bersyukur kepada Allah SWT atas selesainya tesis ini

sekaligus berharap kelak akan bermanfaat terutama untuk kemajuan dunia pertanian
dan pendidikanlpenelitian di Indonesia. Tidak lupa, penulis dengan tangan terbuka
menerima kritik dan saran untuk perbaikannya.
Jakarta, 30 Agustus 2002
Penulis

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR IS1 .. . . .. ... . .. ... . .. .. . . .. . .. ... ... ... ... .. . .. . .. . . .. .. . . .. ... .. . . . . . .. ... ... . .. ..

vi

DAFTAR TABEL . .. ... ... ... ... ......... ... ... ... ... ... ...... ... ... . .. ... ... ... ... ... ...

viii

DAFTAR GAMBAR .. . ... .. . ... . .. . .. ... .. . .. . .. . .. . ... . .. .. . ... .. . . .. ... ... .. . ... . .. .. . .

ix

DAFTAR LAMPIRAN ... . .. .. . . .. . .. ... .. . .. . .. . .. . ... ... ... ... . .. ... ... .. . . .. ... ... .. . ...

x

I. PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang .. . . . . .. . .. . . .. . .. . . . . .. ... ... .. . ... . .. .. . . . . . .. ... ... .. . . .. ... .. . .

1

1.2.

Perumusan Masalah .. . .. . .. . .. . .. ... .. . .. . .. . . .. .. . ... .. . . .. ... ... ... .. . . .. .. .

3

..

1.3.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tujuan Penel~t~an

1.4.

..... ... ... ... ... ... ... ... ... .. . ... ... . .. ... ... .. . ... ... ... ..
Kegunaan Penel~t~an

5

1.5.

RuangLingkupPenelitian .....................................................

5

..

4

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

lnvestasi Swasta di Indonesia ... . ... ... ... . .. .. . ... .. . . .. ... ... .. . . .. ... .. . .

7

2.2.

Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan.. .

14

2.3.

Kelompok dan Jenis lnvestasi lndustri Makanan ... ... ... ... . .. ... ... ..

16

2.4.

Kebijaksanaan lnvestasi yang dikembangkan ...... ... ... ... ... ... ......

18

2.5.

Studi Terdahulu yang Terkait .. . .. . .. . .. . .. . . . . .. . . . . ... ... .. . . .. . .. .. . . .. .. .

20

Ill. KERANGKA PEMlKlRAN
3.1.

Posisi dan Peran Strategis Subsektor lndustri Makanan ... ... ... ....

25

3.2.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persetujuan lnvestasi ... ... ... ...

26

3.3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi lnvestasi.. . ... .. . .. . . .. .

27

IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1.

Jenis dan Sumber Data ......... ... ...... ... ... ...... ... ... ... ... ... ... ... .....

4.2.

Metode Analisis Data ... .. . ... ... ... ... . .. . .. ... .. . . .. ... .. . . .. ... .. . ... ... ... .

V. HASlL DAN PEMBAHASAN
5.1

Posisi dan Peran Strategis lndustri Makanan ... ... ... ... ... ... .. . ..

5.2.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persetujuan lnvestasi lndustri
Makanan .. . . .. ... . .. ... . .. ... .. . .. . .. . .. . .. . . .. . . . .. . . .. .. . . . . . .. ... ... .. . . .. ... . .

5.3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi lnvestasi lndustri
Makanan .........................................................................

VI . KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.

Kesimpulan .......................................................................

6.2.

Saran ...............................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................
LAMPIRAN .................................................................................

DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.

5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Halaman
Keragaan Persetujuan Kumulatif lnvestasi PMDN dan PMA Tahun 196711968 s/d Juli 2000................................................

9

Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMDN Menurut Sektor,
Periode 01/0111967 s/d 31/07/2000 dan 1968 s/d 15/07/2000....

10

Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMA Menurut Sektor,
Periode 01I01/ I 967 s/d 31/ I 212000 dan 1967 s/d 15/07/2000..

13

Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMDN Subsektor
lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian Tahun
1996 s/d 2000 .................................................................

14

Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMA Subsektor
lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian Tahun
1996 s/d 2000 ................................................................

16

Jenis lndustri Makanan Dominan yang Diminati Investor Periode
1990 - 1999 .....................................................................

17

Perkembangan Kapasitas Produksi Beberapa lndustri Makanan
Utama pada Tahun 1997 - 1999 dan Pemanfaatannya ............

40

Perkembangan Serapan Tenaga Kerja pada lnvestasi Swasta
dibidang lndustri Makanan antara Tahun 1971 - 2000 ..............

41

Kumulatif Persetujuan PMDN dan Serapan Tenaga Kerja Menurut Sektor, Periode 0110111967 sld 3111211998 ......................

42

Kumulatif Persetujuan PMA dan Serapan Tenaga Kerja Menurut Sektor, Periode 01I0111967 sld 3111211998 ......................

44

Kumulatif Persetujuan PMDN dan Serapan Tenaga Kerja Menurut Lokasi, Periode 01/0111967 s/d 3111211998 ......................

45

Kumulatif Persetujuan PMA dan Serapan Tenaga Kerja Menurut Lokasi, Periode 01/01/1967 s/d 31/12/1998 ......................

46

Kumulatif Proyek dan Nilai Ekspor PMDN dan PMA Menurut
Sektor Periode 01/01/1967 s/d 30/06/2000.............................

47

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Faktor Penentu FDI di Negara Tujuan lnvestasi dari UNCTAD ......

22

2.

Hubungan lnvestasi dengan Suku Bunga ..................................

24

3.

Hubungan lnvestasi dengan PDRB ..........................................

25

4.

Perkembangan Persetujuan lnvestasi Swasta pada Subsektor
lndustri Makanan Tahun 1971 .2000 ........................................

49

Perkembangan Realisasi lnvestasi Swasta pada Subsektor lndustri
Makanan Tahun 1990 .2000 ..................................................

54

5.

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1.

Klasifikasi Lapangan Usaha lndustri .......................................

67

2.

Rangkaian Kebijakan Pemerintah Terkait dengan Pengembangan
lnvestasi yang Dikeluarkan Sejak Tahun 1967 ..........................

72

3.

Data yang Dipergunakan dalam Penelitian ...............................

74

4.

Print Out Hasil Olahan Data .................................................

80

I.

PENDAHULUAN

1.I. Latar Belakang

Peran swasta yang semakin besar dalam pembangunan dimasa depan
merupakan sebuah keniscayaan.

Seiring dengan itu, peran pemerintah akan

semakin berkurang dan karenanya peran swasta harus terus menerus di dorong
terutama dalam melakukan investasi.

Meningkatnya investasi swasta akan

mempengaruhi kondisi perekonomian secara keseluruhan karena secara langsung
akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekspor dan
pendapatan nasional. Namun demikian investasi swasta tidak serta merta dapat
ditingkatkan tanpa adanya iklim yang kondusif bagi berkembangnya investasi
tersebut (Badan Agribisnis, 1997).
Salah satu subsektor strategis dalam perekonomian nasional dan terkait
dengan pembangunan pertanian yang perlu mendapatkan perhatian dalam
perkembangan investasinya adalah subsektor industri makanan karena subsektor ini
diharapkan mampu menyerap hasil pertanian yang diusahakan petani, nelayan dan
peternak, memberikan nilai tambah terhadap

produk

pertanian, membuka

kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, sumber devisa dan
menyediakan

produk

pangan

yang

semakin

beragam.

Disamping

itu,

pengembangan industri makanan yang merupakan sektor hilir dari sistem agribisnis
pangan seringkali dianggap merupakan jawaban terhadap berbagai permasalahan
produksi pertanian yang merupakan sektor hulunya, seperti masalah fluktuasi harga,

sifat fisik produk pertanian yang mudah busuk, kualitasnya kurang seragam, serta
menyulitkan untuk menembus pasar tertentu.
Selanjutnya Simatupang (1990)

menyebutkan bahwa ada fenomena

underinvestment di sektor pertanian dimana investasi ke sektor pertanian cenderung

menurun dibandingkan dengan sektor industri dan jasa. Penurunan ini terkait dengan
sifat investasi di sektor pertanian, walaupun demikian investasi pertanian dalam jangka
panjang sesungguhnya masih sangat menarik apabila hasil-hasil pertanian dirubah
menjadi produk olahan pertanian.
Permintaan produk olahan pertanian juga menunjukkan kecenderungan
semakin meningkat baik pada pasar domestik maupun internasional. Hal ini bukan
saja disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dunia secara kuantitatif tetapi
juga secara kualitatif kesejahteraan penduduk tersebut semakin baik yang
menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan yang bergizi dan
beragam.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan industri pengolahan hasil
pertanian terutama industri makanan sangat dibutuhkan. Untuk itu pengembangan
investasi industri makanan yang melibatkan swasta semakin diperlukan pula. Upaya
untuk mengembangkan investasi tersebut sangat mungkin dilakukan saat ini dan
dimasa depan mengingat masih besarnya peluang yang tersedia bagi calon investor
baik dalam rangka penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun dalam rangka
penanaman modal asing (PMA) untuk menanamkan investasinya pada subsektor
industri makanan. Ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, besarnya
hasil

pertanian yang dimiliki, serta pasar terbuka akan memberikan daya tarik

tersendiri bagi investor. Namun pada sisi lain, kendala pengembangan investasi juga
masih ada dan akan menghambat investasi berlangsung. Untuk itu maka sangat

penting untuk meneliti berbagai faktor-faktor yang rnempengaruhi investasi swasta
pada subsektor industri makanan ini

1.2.

Perurnusan Masalah
Sebagai salah satu subsektor yang sangat strategis untuk dikembangkan

dimasa mendatang maka investasi swasta pada subsektor industri makanan harus
didorong secara sistematis dan signifikan. Meningkatnya investasi tersebut akan
tercermin dari meningkatnya persetujuan investasi yang diberikan dan realisasinya
baik yang berupa PMDN maupun PMA pada subsektor ini dari tahun ke tahunnya.
Perkembangan investasi tersebut tidak terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya.

Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan
baik faktor-faktor yang berpengaruh positif maupun negatif.
Selanjutnya yang menjadi permasalahan dalam investasi industri makanan
adalah adanya kesenjangan antara persetujuan dan realisasi sehingga baik jumlah
proyek maupun nilai investasi menjadi lebih rendah.

Berdasarkan data BKPM

(2000), kumulatif realisasi investasi untuk PMDN hanya 7.77% dari rencana
investasi dan untuk PMA realisasinya adalah 28.48% dari kumulatif rencana
investasi sehingga perlu diketahui penyebabnya.
Bagi pemerintah yang bertindak selaku regulator dan fasilitator bagi
pengembangan investasi permasalahan yang muncul adalah merumuskan kebijakan
yang tepat. Persoalan itu menyangkut kebijakan mana dan apa saja yang perlu
dirumuskan untuk mendukung perkembangan investasi swasta pada subsektor
industri makanan. Untuk itu perlu diketahui berbagai kebijakan pemerintah dibidang

investasi industri makanan yang diduga ikut berpengaruh pada pengembangan
investasi.
Dengan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang ingin dijawab
dalam penelitian ini yaitu :
1.

Bagaimanakah peran dan posisi subsektor industri makanan dalam
perekonomian nasional ?

2.

Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi rencana swasta dalam
melakukan investasi pada subsektor industri makanan baik dalam rangka
PMDN maupun PMA?

3.

Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi realisasi investasi swasta
pada subsektor industri makanan tersebut baik dalam rangka PMDN maupun
PMA ?

1.3.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah :

1.

Mengetahui gambaran subsektor industri makanan yang meliputi peran dan
posisinya dalam perekonomian nasional.

2.

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi rencana penanaman modal
baik dalam rangka PMDN maupun PMA di subsektor industri makanan.

3.

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penanaman modal
baik dalam rangka PMDN maupun PMA di subsektor industri makanan.

1.4.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi
pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun kebijakan penanaman modal baik
dalam negeri dan asing khususnya di subsektor industri makanan sehingga peran
swasta dalam pembangunan semakin meningkat. Selanjutnya bagi investor dan
atau calon investor dapat dimanfaatkan sebagai salah satu dasar
keputusan investasi khususnya di subsektor industri makanan.

pengambilan

Sedangkan bagi

kalangan akademis dapat menjadi masukan sebagai data dasar (benchmark data)
untuk penelitian selanjutnya, terutama yang menyangkut

upaya mendorong

pengembangan investasi swasta di subsektor industri makanan.

1.5.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada subsektor industri makanan secara agregat

sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Sektor lndustri yang berbasiskan pada
angka lSlC (International Standard of Industrial Classification) yakni dengan kode
angka 31 yang biasa disebut subsektor industri makanan, minuman dan tembakau.
Sementara itu, analisis faktor yang mempengaruhi perkembangan investasinya
dilihat hingga angka 4 digit (31 11 - 3149) atau yang disebut sebagai golongan. Hal
ini dilakukan sesuai dengan pengelompokkan hingga golongan industri makanan
pada saat permohonan izin investasi dilakukan di Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) baik investasi dalam rangka PMDN maupun PMA. Adapun komoditas
yang tergolong pada subsektor industri makanan disajikan pada lampiran 1.

6
Gambaran subsektor industri makanan yang diteliti dibatasi sesuai dengan
tujuan pengembangannya terutama pada perannya dalam menyerap tenaga kerja
(efek pengganda lapangan kerja). Selanjutnya, penelitian ini melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi investasi dari sisi calon investor untuk rencana investasi dan
investor untuk realisasi investasi.

Sementara itu, analisis kebijakan yang

mempengaruhi pengembangan investasi dilakukan terhadap kebijakan yang secara
langsung bertujuan untuk mengembangkan investasi yang dipilih secara selektif dari
serangkai kebijakan yang telah dikeluarkan sejak tahun I96711968 (lampiran 2).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

lnvestasi Swasta di lndonesia

2.1 .I. Jenis dan Peranannya

Secara umum investasi swasta di lndonesia dibedakan menjadi dua kelompok
yakni investasi yang memperoleh fasilitas dan yang tidak memperoleh fasilitas (non
fasilitas). Perbedaan ini mempunyai implikasi pada perbedaan prosedur dan perijinan
serta perolehan fasilitas investasi terutama dibidang fiskal. lnvestasi kelompok pertama
umumnya berskala besar, sebagian menggunakan bahan baku impor dan berorientasi
ekspor serta memanfaatkan fasilitaslkeringanan yang disediakan pemerintah. lnvestasi
yang memperoleh fasilitas, saat ini dibedakan berdasarkan kepemilikan dan sumber
permodalannya yakni

investasi yang bersumber dari dalam negeri atau disebut

sebagai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi asing atau disebut
sebagai Penanaman Modal Asing (PMA).

Untuk investasi jenis ini, keseluruhan

perijinan dilakukan melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang berada
di PusatIJakarta dan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) yang
terdapat di seluruh propinsi.
lnvestasi non fasilitas adalah investasi swasta yang tidak memerlukan fasilitas
pemerintah dan umumnya berskala menengah dan kecil. Jenis investasi ini umumnya
dilakukan oleh pengusaha dalam negeri dimana usaha yang dilakukan sangat rendah
kandungan impornya sehingga tidak memerlukan fasilitas impor bahan baku dan
fasilitas lainnya.

Demikian pula dengan tenaga kerjanya, pada umumnya adalah

tenaga kerja lndonesia (TKI). Perijinan investasi non fasilitas, tersebar diberbagai

instansi sesuai dengan jenis investasinya mulai dari Departemen teknis hingga di
bagian perekonomian Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota. Jumlah investasi non
fasilitas seringkali kurang terdata secara baik, karena menjadi kewenangan banyak
instansi yang koordinasinya sangat lemah.

Disamping itu, investasi non fasilitas

mengikuti berbagai ketentuan yang sangat beragam yang berlaku menurut jenis
investasinya dan daerah dimana investasi tersebut dilakukan.
lnvestasi fasilitas (PMDN dan PMA) menduduki posisi dan memiliki peran yang
sangat penting dalam pembangunan nasional karena umumnya memiliki nilai investasi
yang sangat besar sehingga diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah
besar pula sekaligus memberikan sumbangan devisa dari perolehan eskpor. lnvestasi
jenis inilah yang seringkali menjadi perhatian internasional dan menjadi ukuran
keberhasilan dalam menarik investor asing.
Data hingga Juli Tahun 2000 menunjukkan (Tabel 1) bahwa secara kumulatif
sejak tahun 1968 persetujuan investasi yang telah diberikan dalam rangka PMDN
adalah 11 091 proyek dengan jumlah nilai investasi Rp 809.6 Trilyun. Sementara itu,
secara kumulatif sejak tahun 1967 investasi dalam rangka PMA berjumlah 8 448 proyek
dengan nilai investasi sebesar US$ 228.5 Milyar. Adapun tenaga kerja yang diserap
PMDN secara kumulatif adalah sebanyak 10 487 543 orang lndonesia dan 62 936
orang asing, sementara PMA menyerap 4 010 051 orang tenaga kerja lndonesia dan
110 471 orang tenaga kerja asing. Sebagian besar proyek-proyek investasi baik PMDN
dan PMA diarahkan untuk ekspor, dimana PMDN nilai ekpornya secara kumulatif
mencapai US$76.8 Milyar dan PMA US$104.2 Milyar
Data dan uraian yang disajikan tersebut, memberikan gambaran ringkas bahwa
peran investasi sangat strategis dan langsung berpengaruh pada pembangunan

9
nasional terutama dalam penyerapan tenaga kerja dan mendorong ekspor bagi
perolehan devisa sehingga akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat.

Tabel 1.

Keragaan Persetujuan Kumulatif lnvestasi PMDN dan PMA Tahun
196711968 sld Juli 2000
Uraian

PMDN
Kumulatif
1968 - Juli 2000

Jumlah Proyek

PMA
Kumulatif
1967 - Juli 2000

11 091

8 448

Nilai lnvestasi
(PMDN = Rp. Trilyun & PMA = US$ Milyar)
Tenaga Kerja :

-

Indonesia

- Asing
Orientasi Ekspor :
- Jumlah Proyek

-

Nilai EksporlTahun (US$ Milyar)

I

6 714

1

76.8

Sumber : Laporan Bulanan BKPM Juli 2000 (diolah)

2.1.2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Secara kumulatif perkembangan persetujuanlrencana dan realisasi investasi
swasta dalam rangka PMDN menurut sektor pembangunan disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa sektor sekunder atau sektor industri
merupakan pilihan yang paling diminati investor dalam negeri dalam penanaman
modalnya. Jumlah nilai investasi yang disetujui pada subsektor ini adalah sebesar Rp.
580 990 966 Juta, disusul oleh sektor tersier (jasa) sebesar Rp. 134 653 249 Juta dan
terakhir sektor primer (pertanian dan pertambangan) sebesar Rp. 93 995 128 Juta.
Dengan demikian sektor industri dimana industri makanan merupakan salah satu
subsektornya sangat diminati investor.

Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMDN Menurut Sektor,
Periode 0110111967 s/d 31/07/2000 dan 1968 s/d 15/07/2000

Tabel 2.

7

Persetujuan
lnvestasi
Proyek
(Rp.Juta)

Sektor

114
878
102
316
301
172

Peternakan
Perikanan
Kehutanan
Pertambangan

Proyek

6 056 205
61 001 782
3 877 449
10 467 650
6 608 675
5 974 366

Realisasi
lnvestasi
(Rp. Milyar)

74
748
143
369
428
191

6 510.7
20 934.6
1 743.9
51 588.7
2 854.1
1 974.3

Sektor Primer

1
I

I I

lndustri Makanan
lndustri Tekstil
lndustri Kayu
lndustri Kertas
lndustri Farmasi
lndustri Kimia
lndustri Non Logam
lndustri Logam Dasar
lndustri Barang Logam
lndustri Lainnya
Sektor Sekunder

1

6 561

1

580 990 966

1

7 994

/

183 676.0

/

Listrik, Gas dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Perhotelan & Restoran
Perkantoran
Perumahan & K.w. Ind
Pengangkutan
Jasa Lainnya
Sektor Tersier
Jumlah

2647

134653249

2383

51 331.7

11 091

809 639 344

12 330

320 613.8

Sumber : Laporan Bulanan BKPM, 2000 (diolah)
Apabila dilihat dari sisi realisasi investasi, maka secara keseluruhan investasi
disetiap sektor mengalami penurunan bila dibanding persetujuanlrencana yang ada.
Total realisasi investasi dalam rangka PMDN untuk sektor primer mencapai Rp. 85
606.2 Milyar atau 91.07 % dari nilai total persetujuan investasi yang ada. Pada sektor

ini, subsektor kehutanan memegang peran yang dominan. Selanjutnya realisasi sektor
industri mencapai Rp. 183 676.0 Milyar atau 31.61% dari total rencana investasi.
Sedangkan realisasi investasi sektor tersier adalah Rp. 51 331.7 Milyar atau 38.12%
dari total persetujuan investasi yang diberikan. Dengan demikian realisasi investasi
PMDN pada sektor industri adalah paling rendah dibandingkan sektor lainnya.
Rendahnya realisasi investasi sektor industri diduga disebabkan oleh tingginya
kapitalisasi yang dibutuhkan dan rumitnya teknologi yang digunakan, disamping
tingginya resiko.
Khusus untuk industri makanan realisasi investasi dalam rangka PMDN adalah
sebesar Rp. 11 950.5 Milyar atau 7.77% dari total persetujuan investasi.

Hal ini

menunjukkan

rendah

bahwa

realisasi

investasi

industri

makanan

tergolong

dibandingkan dengan subsektor lain dalam katagori industri dan jauh di bawah rata-rata
realisasi investasi PMDN di sektor industri. Hal ini dapat menunjukkan besarnya resiko
investasi pada subsektor

industri makanan atau tingkat

kerumitan

realisasi

investasinya.
Secara umum realisasi proyek dan nilai investasi PMDN lebih rendah dari
persetujuannya, namun untuk beberapa sektor terdapat ha1 yang sebaliknya. Kondisi
ini terjadi karena dalam proses realisasi investasi ada penambahan yang bersifat
pemecahan proyek menjadi beberapa proyek (susektor perikanan, kehutanan, industri
makanan) atau proyek yang langsung berjalan di realisir (subsektor angkutan).
Disamping itu, kelemahan sistem administrasi perijinan investasi terutama sejak
pendelegasian wewenag perijinan investasi ke daerah menyebabkan belum konsisten
sempurnanya penyusunan data.

2.1.3. Penanaman Modal Asing (PMA)

Secara kumulatif dari tahun 1967 hingga akhir bulan Juli tahun 2000 rencana
investasi dalam rangka penanaman modal asing telah mencapai 8 448 proyek dengan
nilai investasi sebesar US$ 228 482 456 Ribu, sementara realisasinya mencapai 4 794
proyek dengan nilai investasi US$ 70 479.2 Juta. Dengan demikian dalam ha1 jumlah
proyek, realisasi investasi dalam rangka PMA mencapai

56.74% dan dalam nilai

investasi mencapai 30.85% dari total rencana investasi.
Berdasarkan data (Tabel 3) maka dapat diketahui bahwa rencana kumulatif
investasi swasta dalam rangka PMA terbesar diinvestasikan pada sektor industri
sebesar US$ 146 967 627 Ribu, selanjutnya sektor tersier sebesar US$ 63 525 972
Ribu dan terakhir untuk sektor primer sebesar US$ 17 988 856 Ribu. Namun apabila
dilihat dari persentase realisasinya, walaupun nilai realisasi investasi dalam rangka
PMA untuk sektor industri terbesar namun persentasenya relatif kecil yakni 30.77%
bila dibanding dengan realisasi investasi sektor primer yang mencapai 59.17% dari total
kumulatif persetujuan investasi. Sementara realisasi sektor tersier lebih kecil lagi yakni
23.00%. Untuk industri makanan persetujuan investasi PMA secara kumulatif mencapai
352 proyek dengan nilai investasi mencapai US$ 7 276 613 Ribu. Realisasi investasi
PMA untuk industri makanan mencapai 250 proyek atau 71.02% dari kumulatif
persetujuan. Sementara itu realisasi nilai investasi mencapai US$ 2 072.6 Juta atau
28.48% dari kumulatif rencana investasi. Besarnya perbedaan antara realisasi proyek
dengan realisasi nilai investasi menunjukkan bahwa nilai investasi PMA yang
direalisasikan umumnya bernilai kecil dan realisasi investasi ini di bawah rata-rata
realisasi investasi PMA disektor industri yakni 30.77%. Dengan kata lain, ada proyek
PMA dengan nilai besar yang tidak direalisasikan.

Kumulatif Persetujuan dan Realisasi PMA Menurut Sektor
Periode 01/01/1967 s/d 3111212000 dan 1967 s/d 15/07/2000

Tabel 3.
-

Persetujuan
lnvestasi
Proyek
(US$.OOO)

Sektor

No.

Tanaman Pangan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Kehutanan
Pertambangan

I

Sektor Primer

76
135
29
112
28
207

1

5871

Proyek

Realisasi
lnvestasi
(US$. Juta)

803 366
5 294 928
588 316
723 887
653 064
9 925 292

36
69
22
93
49
143

179888561

4121

184.3
1 493.3
1 062.2
3 025.5
287.8
4 591.4

lndustri Makanan
lndustri Tekstil
lndustri Kayu
lndustri Kertas
lndustri Farmasi
lndustri Kimia
lndustri Non Logam
lndustri Logam Dasar
lndustri Barang Logam
lndustri Lainnya

I

Sektor Sekunder

1

4 376

1

146 967 627

1

3 341

(

45 221.6

1 041

/

14 613.0

1

Listrik, Gas dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Perhotelan & Restoran
Perkantoran
Perumahan & K.w. Ind
Pengangkutan
JaSa Lainnya
Sektor Tersier

1

1

8 448

Jumlah
I

3 485

I

63 525 972

1

4 794

228482 456
I

Sumber : Laporan Bulanan BKPM, 2000 (diolah)

I

1

70 479.2
I

1

2.2.

Perkembangan lnvestasi Swasta di Subsektor lndustri Makanan

2.2.1

Perkembangan PMDN lndustri Makanan
Sebagai subsektor pengolah hasil pertanian, subsektor industri makanan

mengalami perkembangan pesat dalam investasi pada tahun 1990-an dan mencapai
puncaknya pada pertengahan dekade 90-an. Perkembangan pesat ini terlihat dengan
mulai semakin besarnya persetujuan nilai investasi yang diberikan baik dalam rangka
PMDN maupun PMA. Data

yang

disajikan

pada

Tabel

4

memperlihatkan

perkembangan persetujuan nilai investasi industri makanan dibandingkan dengan
persetujuan nilai investasi sektor primerlpertanian (terdiri dari subsektor tanaman
pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan) yang merupakan sektor hulunya.
Tabel 4.

Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMDN Subsektor
lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian (Rp. Juta)

Tahun

SektorlSubsektor

%

1996

Pertanian*
16 025 848

lndustri Makanan
13 748 298

85.8

1999

2 408 346

12 727 927

528.5

342 320

488 500

142.7

2000**

Keterangan : * Tanaman Pangan + Perkebunan + Peternakan + Perikanan
** Data hingga Juli 2000
Sumber
: Laporan Bulanan BKPM (diolah)
Pada tahun 1996, persetujuan investasi PMDN pada subsektor pertanian telah
mencapai nilai sebesar Rp. 16 025 848 Juta, sementara industri makanan masih
sebesar Rp. 13 748 298 Juta atau 85.8% dari nilai invesatasi sektor pertanian. Namun
dua tahun berikutnya yakni tahun 1998, persetujuan nilai investasi PMDN industri

makanan telah melampaui persetujuan nilai investasi sektor pertanian dimana nilai
investasinya telah mencapai 140.6% dari persetujuan nilai investasi total sektor
pertanian. Ini berarti dari sudut investasi baru pada tahun 1998 industri pengolah hasil
pertanian memiliki persetujuan nilai investasi lebih besar bila dibanding sektor
primernya. Gejala ini sangat berarti dalam rangka industrialisasi pertanian, sehingga
produk olahan pertanian diperkirakanan dimasa mendatang akan sangat beragam dan
sangat menguntungkan bagi perolehan devisa.

2.2.2. Perkembangan PMA lndustri Makanan
Gejala yang sama dengan PMDN terlihat pula pada persetujuan investasi dalam
rangka PMA.

Data pada tabel 5 menunjukkan bahwa pada tahun 1997 nilai

persetujuan investasi pada subsektor industri makanan telah melampaui persetujuan
nilai investasi sektor pertanian yakni sebesar 123.5% nilai persetujuan investasi sektor
pertanian. Namun karena krisis ekonomi nilai persetujuan tersebut turun sangat drastis
pada tahun 1998 yakni hanya sebesar US$.

342 029 Ribu atau 34.4% dari nilai

persetujuan investasi sektor pertanian yang berjumlah US$. 998 233 Ribu. Hal ini
sekaligus dapat menunjukkan bahwa investasi dalam rangka PMA lebih terpengaruh
dengan kondisi perekonomian dan politik dalam negeri dibandingkan investasi dalam
rangka PMDN.
Perkembangan berikutnya pada tahun 1999 dan 2000 investasi industri
makanan dalam rangka PMA menunjukkan peningkatan kembali dengan porsi yang
melebihi investasi PMA pada sektor pertanian. Diperkirakan bahwa investasi PMA
pada subsektor industri makanan pada masa mendatang juga akan semakin tinggi, ha1
ini membuktikan bahwa investor asing semakin tertarik untuk melakukan investasi pada

subsektor pengolahan dibandingkan subsektor produksi.

Gambaran ini sekaligus

memperlihatkan bahwa upaya untuk mendorong investasi pada subsektor pengolahan
hasil pertanian semakin menunjukkan hasil, walaupun apabila ditelusuri lebih jauh
industri makanan yang berkembang masih merupakan industri makanan tradisional
yang telah sejak lama berkembang dan berbasis utama pada sumberdaya lokal
terutama subsektor perkebunan (lihat sub bab selanjutnya).
Tabel 5.

Perkembangan Persetujuan Nilai lnvestasi PMA Subsektor
lndustri Makanan dibandingkan dengan Sektor Pertanian (US$. Ribu)

Tahun
1996

SektorISubsektor
Pertanian
1 386 017

%

lndustri Makanan
691 402

49.9

I
Keterangan : * Tanaman Pangan + Perkebunan + Peternakan + Perikanan
** Data hingga Juli 2000
Sumber
: Laporan Bulanan BKPM (diolah)

2.3.

Kelompok dan Jenis lnvestasi lndustri Makanan
Berdasarkan pada klasifikasi industri Indonesia, maka sektor industri

dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) golongan besar industri dan industri makanan,
minuman dan tembakau berada dalam satu golongan. Golongan ini didominasi oleh
industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Oleh karena itu, industri makanan, minuman
dan tembakau sering disebut sebagai agroindustri (Simatupang, 1990).
Melalui penelusuran data yang telah diinvestarisasi Badan Agribinsis tentang
persetujuan investasi yang telah diberikan (Data BKPM dan Deptan tahun 1990-1999)

bahwa untuk investasi industri makanan (ISIC 31) berdasarkan jenis produk olahan dan
subsektor basis bahan bakunya dapat diketahui jenis industri makanan yang paling
banyak (dominan) yang dipilih investor baik domestik. Berdasarkan pilihan dominan ini
diharapkan dapat diketahui

karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan.
Tabel 6.

Jenis lndustri Makanan Dominan yang Diminati Investor (1990 - 1999)

Jenis Produk
lSlC
Tepung Tapioka
3116
Tepung Terigu
3117
Perkebunan
Minyak Sawit
31 15
Inti Sawit
Coklat
Butter Cocoa
31 19
Jagungll kan
Peternakan
Pakan Ternak
3122
Daging Ayam Beku
3128
Daging
Ayam
Olah
Ayam
u
Tepung ~ u l Ayam
Perikanan
lkan Tuna
lkan Tuna Bekul
31 14
Kaleng
I Udang
Udang Beku
3114
Sumber : Laporan Perkembangan lnvestasi Sektor Pertanian, Badan Agribisnis,
Deptan 1990 - 1999 (diolah)

Basis Bahan Baku
Tanaman Pangan

Komoditas Asal
Ubi Kayu
Gandum
Kelapa Sawit

I

I

I
I

I

Berdasarkan penelusuran data di atas, dapat dilihat bahwa investasi yang
diminati umumnya adalah bidang usaha yang memang telah lama berkembang di
Indonesia yang sering disebut sebagai komoditas tradisional andalan ekspor. Dengan
demikian kaitan investasi dengan ekspor menjadi sangat kuat.

Karenanya kajian

perkembangan investasi swasta pada subsektor industri makanan harus pula
memperhatikan faktor pasar internasional dimana prospek komoditas (harga) menjadi
salah satu faktor yang penting bagi investor dalam pengambilan keputusan
investasinya.
Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat pula diketahui bahwa tidak seluruhnya
investasi industri makanan mengutamakan bahan baku lokal, ha1 ini terlihat pada

investasi tepung terigu dimana bahan bakunya merupakan bahan baku impor demikian
pula dengan industri pakan ternak. Disamping itu perlu pula dicermati investasi pada
industri makanan yang berbasis pada perikanan yang saat ini menunjukkan gejala
meningkat secara drastis.

2.4.

Kebijaksanaan lnvestasi yang Dikembangkan

Dalam prakteknya investasi dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat luas
baik secara perorangan maupun perusahaan dengan bersumber dari dana dalam
negeri maupun luar negeri.

lnvestasi pemerintah dilakukan melalui serangkaian

program yang pada umumnya lebih bersifat fasilitasi dan penyediaan sarana,
prasarana pembangunan, serta pengembangan sumberdaya manusia. Besaran jumlah
investasi pemerintah tercermin dari belanja pemerintah setiap tahunnya. Sementara
itu investasi yang dilakukan oleh jutaan masyarakat luas umumnya tidak terdata
(Rasahan, 1994). Sedangkan investasi yang dilakukan oleh swasta dapat ditelusuri
dari ijin persetujuan investasi yang diperolehnya.
Diperkirakan sebagian besar investasi pembangunan dimasa depan akan
bersumber dari swasta. Pada akhir Pelita VI peran swasta telah mencapai lebih dari
70% dari total investasi nasional (Badan Agribisnis, 1997). lnvestasi swasta dapat
didorong melalui berbagai cara, salah satu diantaranya adalah adanya potensi dan
peluang investasi.

Beberapa keunggulan yang

dijadikan faktor

pengembangan investasi di Indonesia tersebut adalah (BKPM, 2000):

-

Potensi pasar yang besar

-

Keragaman sumberdaya alam yang sangat bervariasi

-

Tenaga kerja produktif yang kompetitif

pendorong

-

Stabilisasi ekonomi yang kuat

Selanjutnya, dalam rangka mendorong dan mengembangkan investasi
pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan baik yang berupa peraturan,
pengembangan sarana dan prasarana investasi dan berbagai kemudahan lainnya
dengan harapan iklim investasi semakin kondusif dan pada akhirnya investor tertarik
menanamkan modalnya di Indonesia.

Kebijakan pemerintah dikeluarkan secara

simultan untuk terus menerus meningkatkan kinerja perekonomian

sekaligus

mengatasi berbagai kondisi yang kurang menguntungkan.
Khusus untuk investasi, pedoman utamanya adalah Undang-Undang No. 1
tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No. 6 tahun
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan serangkaian kebijakan baik makro maupun mikro untuk mendukung
pengembangan investasi swasta. Kebijakan makro meliputi kebijakan moneter (suku
bunga dan nilai tukar) dan fiskal (pajak) sementara kebijakan mikro dilakukan dengan
serangkaian program pengembangan sarana dan prasarana.

Adapun kebijakan

pemerintah yang telah dikeluarkan sejak tahun 1967 hingga tahun 2000 tertutama yang
menyangkut investasi disajikan pada lampiran 2.
Dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah diperkirakan hanya
beberapa saja yang langsung berpengaruh pada pengembangan investasi subsektor
industri makanan. Kebijakan yang dianggap penting diantaranya adalah perubahan
sistem perpajakan tahun 1984 yang bertujuan meningkatkan pendapatan negara dari
pajak, deregulasi perbankan pada tahun 1988 yang bertujuan mengurangi peran
dominan bank milik negara dan kebijakan menurunkan tarif impor mulai tahun 1985 dan
non tarif barrier tahun 1986.

Untuk PMA sejak tahun 1985 diberikan berbagai

kemudahan seperti perijinan, pemilikan dan penyertaan modal. Oleh karenanya tidak

20

setiap kebijakan dapat dijadikan faktor yang dapat secara langsung mempengaruhi
perkembangan rencana dan realisasi investasi industri makanan.

2.5.

Studi Terdahulu yang Terkait

Dalam industri pengolahan, tipe investasi dapat dikatagorikan dalam tiga
kelompok. Pertama adalah investasi baru atau "greenfield investment". Kedua adalah
pemasangan penambahan unit pengolahan pada investasi yang telah ada. Ketiga,
investasi penggantian (replacement) atau peningkatan kapasitas (Dornbusch, R. dan S.
Fischer. 1981). Secara empiris, studi tentang investasi terbagi dalam dua tradisi.
Pertama, model investasi sebagai hasil penyesuaian stok kapital optimal, pada tradisi
ini investasi merupakan variabel kontinyu yang bergantung pada marginal revenue
product of capital saat ini dan dimasa mendatang dan the cost of capital . Tradisi

kedua menempatkan investasi sebagai event diskrit, studi ini berfokus pada "greenfield
investment" dan investasi penambahan unit pengolahan.

Pada tradisi ini, model

keputusan investasi dipengaruhi berbagai variabel.
Studi yang dilakukan Bergman dan Per Johansson

(2000), terhadap

perkembangan investasi pulp dan paper di Eropa menggunakan variabel upah, PDB
riel, suku bunga, nilai tukar, harga riel kayu, harga riel listrik, harga riel kertas, harga riel
kertas daur ulang, penduduk, produksi pulp, produksi kertas dan trend teknologi.
Hasilnya memperlihatkan faktor yang berpengaruh kuat yakni nilai tukar, harga kertas
dan upah.
Di Indonesia, studi ekonomi tentang industri makanan hingga saat ini umumnya
terbatas pada studi kelayakan investasinya dan belum banyak yang mengungkapkan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan investasi itu sendiri. Literatur

awal

yang

mengulas

tentang

aspek-aspek

potensial

yang

mempengaruhi

pengembangan agroindustri dengan kasus industri pengolahan hasil pertanian
tanaman pangan (ubikayu, jagung, dan kedele) dilakukan oleh Simatupang et. al.,
(1990). Adapun aspek potensial yang dimaksud mencakup (1) harga produk, (2) harga
bahan baku, (3) harga barang modal atau kapital, dan (4) upah tenaga kerja. Dalam
rangka pengembangan agroindustri , maka insentif ekonomi dapat disalurkan lewat
satu atau lebih diantara keempat aspek tersebut.
mengungkapkan tiga

kendala menonjol yang

Selanjutnya penelitian itu juga
mempengaruhi pengembangan

agroindustri, yaitu (1) masalah mutu, (2) masalah kecukupan penyediaan bahan baku,
dan (3) masalah produksi yang bersifat musiman.
Studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi swasta
pada subsektor perkebunan telah dilakukan oleh Herman dan Susila (1995). Hasil
penelitian tersebut memperlihatkan bahwa harga dunia komoditas perkebunan utama
(CPO, kakao, karet, kopi, teh), inflasi, nilai tukar, suku bunga, dan kebijakan pemerintah
mempengaruhi persetujuan investasi swasta pada subsektor perkebunan. Model yang
telah dikembangkan oleh Herman dan Susila (1995) ini menjadi dasar utama
penyusunan model pada penelitian ini dengan perubahan pada berbagai variabelnya
yang disesuaikan dengan karakteristik usaha industri makanan.
Khusus untuk investasi dalam rangka PMA atau FDI (Foreign Direct
Investment), United Nations Conference on Trade and Development pada tahun 1999
telah merumuskan berbagai faktor di negara tujuan investasi yang mempengaruhi FDI.
Secara ringkas berbagai faktor penentu investasi FDI dinegara tujuan yang merupakan
hasil penelitian UNCTAD tersebut disajikan pada Gambar 1. Secara umum, negara
tujuan yang dicari oleh TNCs (Transnational Corporations) untuk mengembangkan
usahanya adalah negara-negara yang memiliki kebijaksanaan yang kondusif bagi dunia

Principal economic
determinant in host

Type of FDI classified
by motives of TNCs

rnnntriro

A. Market-seeking
Market size and per capita
income
Market growth
Access to regional and
global market
Country -spesific consumer
preferences

Host country determinants
I. Policy framework for FDI


a



a
a

Economic, political and social stability
Rules regarding entry and operations
Standars of treatment of foreign affiliates
Policies on functioning and structure of
markets
International agreements of FDI
Privatization policy
Trade policy (tarrifs and NTBs) and
coherence of FDI and trade policies
Tax policy

a

B. Resource/asset-seeking
Raw materials
Law-cost unskilled labor
Skilled labour
Tecnological, innovatory
and other created assets
(e.g. brand names),
including as embodied in
individuals, firms and
clusters
Physical infrastructure
(ports, roads, power,
telecommunication)

11. Economic determinants
111. Business facilitation
a

a

a

Investment promotion (including image
building and investment-generating
activities and investmet-facilitation
services)
Investment incentives
Hassle costs (related to corruption,
administrative efficiency, etc.)
Social amenities (bilingual school,
quality of life, etc.)
After investment services

Structure of market

C. Efficiency seeking
Cost of resources and
assets listed under B,
adjusted for productivity
for labour resources
Other input costs, e.g.
transport and
communication costs
tolfrom and within host
economy and costs of
other intermediate
products
Membership of regional
integration agreement
conducive to the
establishment of regional
corporate networks

Gambar 1. Faktor Penentu FDI di Negara Tujuan lnvestasi dari UNCTAD

usaha, memiliki keunggulan international yang terkait dengan strategi

perusahaan

seperti mampu mengurangi resiko dan memiliki keunggulan sumberdaya. Namun
demikian, masing-masing TNCs memiliki tujuan yang berbeda-beda yang disebabkan
oleh motivasi yang berbeda-beda.
Selanjutnya, llyas Saad (1993) menyatakan bahwa faktor yang menentukan
perkembangan FDI dapat dibagi ke dalam dua faktor yakni push factor dan pull factor.
Faktor pendorong lebih disebabkan oleh adanya perkembangan ekonomi yang semakin
baik dan terjadinya perubahan struktural dalam ha1 investasi dinegara asal FDI yang
umumnya adalah negara-negara maju (developed countries). Sementara itu, faktor
penarik adalah faktor yang bersumber dari negara tujuan investasi, meliputi kondisi
makroekonomi dan

politik

yang

stabil sebagai

necessary

conditions, serta

kebijaksanaan perdagangan, ketersediaan sumberdaya, infrastruktur, insentif fiskal dan
regulasi dibidang investasi yang terbuka dan non diskriminatif sebagai sufficient

conditions.

Ill.

KERANGKA PEMlKlRAN

Dari sudut pandang ekonomi . makro, investasi (I) amat berperan dalam
menentukan pertumbuhan ekonomi disamping belanja masyarakat (C), pengeluaran
pemerintah (G) dan ekspor bersih (X

- M).

lnvestasi menempati kedudukan spesifik

diantara faktor-faktor tersebut karena antara lain merupakan modal tersedia atau aliran
modal yang secara langsung berhubungan dengan peningkatan produski (output)
barang dan jasa, serta penciptaan kesempatan kerja baru.
Besar kecilnya investasi yang dilakukan dalam satu kegiatan ekonomiiproduksi
ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan (PDRB), kemajuan teknologi,
ramalan kondisi ekonomi kedepan, dan faktor-faktor lain (Sadono Sukirno, 1994).
Secara grafis hubungan investasi dengan suku bunga yang berbanding terbalik satu
dengan lain (bersifat negatif digambarkan sebagai berikut :

R (Suku Bunga)

.
I (Investasi)

Gambar 2. Hubungan lnvestasi dengan Suku Bunga

Sementara itu, hubungan investasi dan pendapatan bersifat positif, secara
grafis digambar