Kualitas Air Dan Kandungan Logam Berat Dalam Sedimen Dan Moluska Dalam Kaitannya Dengan Aktivitas Antropogenik Di Danau Maninjau, Sumatera Barat

KUALITAS AIR DAN KANDUNGAN LOGAM BERAT
DALAM SEDIMEN DAN MOLUSKA DALAM KAITANNYA
DENGAN AKTIVITAS ANTROPOGENIK
DI DANAU MANINJAU, SUMATERA BARAT

MUHAMAD SUHAEMI SYAWAL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas Air dan
Kandungan Logam Berat dalam Sedimen dan Moluska dalam Kaitannya dengan
Aktivitas Antropogenik di Danau Maninjau, Sumatera Barat adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Muhamad Suhaemi Syawal
NIM C251120201

RINGKASAN
MUHAMAD SUHAEMI SYAWAL. Kualitas Air dan Kandungan Logam Berat
dalam Sedimen dan Moluska dalam Kaitannya dengan Aktivitas Antropogenik
di Danau Maninjau, Sumatera Barat. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan
SIGID HARIYADI.

Danau Maninjau adalah salah satu danau yang terletak di Kabupaten
Agam Sumatera Barat. Tipe danau ini adalah danau tekto vulkanik yang
terbentuk oleh aktivitas vulkanik. Isu pencemaran air danau merupakan isu utama
dalam pemanfaatan dan pengembangan kawasan danau, di daerah manapun.
Kegiatan penduduk di sekitar danau yang cenderung bersifat produktif pada

umumnya menghasilkan limbah buangan hasil proses produksi. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui status kualitas air dan logam berat di
sedimen dan moluska dalam kaitannya dengan aktivitas antropogenik di sungaisungai sekitar Danau Maninjau.
Parameter kualitas air yang dianalisis adalah TP, PO4-P, TN, NO3-N,
disamping pengukuran langsung dilapangan yang meliputi suhu, pH, DO, DHL,
ORP, turbiditas, TDS dan debit. Analisis yang dilakukan untuk sedimen dan
moluska adalah logam Fe, Pb, Cd, T-Cr dan T-Hg. Pengambilan kualitas air,
sedimen dan moluska jenis pensi (Corbicula moltkiana), langkitang (Melanoides
tuberculata) dan lokan (Anodonta Woodiana). dilakukan selama 3 kali dari bulan
Maret-September 2015 di 7 (tujuh) titik lokasi muara sungai di sekitar D.
Maninjau yang berpotensi masuknya bahan pencemar.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, berdasarkan Indeks STORET
kualitas air di muara sungai Muko-muko, Muaro Talao, Muaro Tanjung, dan
Bayur digolongkan dalam katagori tercemar ringan dan katagori sedang pada
stasiun Talao Tubo dan Muaro Pisang. Hanya pada stasiun Pandan yang masih
berada dibawah baku mutu. Seluruh lokasi penelitian umumnya terpapar oleh
logam berat di sedimen, namun untuk konsentrasi kadmium (Cd) digolongkan
dalam katagori terpolusi berat di stasiun Muko-muko, serta logam berat timbal
(Pb) di Muko-muko, Talao Tubo, Bayur, serta Muaro Pisang yang digolongkan
dalam katagori terpolusi berat. Kandungan logam Fe, Cd, T-Cr dan T-Hg pada ke

tiga jenis moluska masih tergolong dalam katagori rendah, tetapi kandungan
logam timbal (Pb) pada jenis moluska pensi (Corbicula moltkiana) dan lokan
(Anodonta Woodiana) di stasiun Muko-muko tergolong tinggi.

Kata kunci : antropogenik, danau maninjau, kualitas air, moluska, sedimen

SUMMARY
MUHAMAD SUHAEMI SYAWAL. Water Quality and Heavy Metal Content in
Sediment and Molluscs Related to the Anthropogenic Activities in Lake Maninjau,
West Sumatera. Supervised by YUSLI WARDIATNO and SIGID HARIYADI.

Lake ecosystem have been degraded due to water pollution and
environmental damage. Lake Maninjau is one of the lakes located in Agam
District of West Sumatra. This lake is a tekto-volcanic lake formed by volcanic
activity. Water pollution in an issue that often raise as an impact of utilization and
development of lake. Sometimes, the activities of local people in is vicinity
produce the waste that was flowing and enter into the lake through the inlet. This
study was conducted from March to September 2015. During study, water
samples, sediment amd molluscs pensi (Corbicula moltkiana), langkitang
(Melanoides tuberculata) and lokan (Anodonta Woodiana) were collected more

than three times in seven locations. The aim of this study is to determine the
water quality, heavy metals concentration in sediment and molluscs and their
relation with anthropogenic activities in the rivers around Lake Maninjau. The
parameters of water quality were total phosphate (TP), orthophosphate (PO4-P),
total nitrogen (TN) and nitrate (NO3-N), also direct measurement in the field such
as temperature, pH, Dissolved Oxygen (DO), Conductivity, Oxidation Reducion
Potensial (ORP), turbidity and Total Dissolved Solid (TDS). Heavy metals
parameters such as Fe, Pb, Cd, T-Cr and T-Hg were analyzed for sediment and
molluscs.
Based on the Index STORET in estuaries Muko-Muko, Muaro Talao,
Muaro Tanjung and Bayur are categorized lightly polluted. In Talao Tubo and
Muaro Pisang were categorized.moderate polluted. Only in Pandan station, the
heavy metals were found in lower concentration tha the max torelable for water
quality in lake. Generally, all stdy sites have been exposed by heavy metals,
especialy in Muko-muko station, contamination of cadmium (Cd) was categorized
heavily polluted. In the other hand, lead (Pb) contamination in Muko-muko, Talao
Tubo, Bayur, and Muaro Pisang also categorized of heavily polluted. In Mukomuko station, concentrations of heavy metals Iron, Cadmium, Total Chrom and
Total mercury in Pensi (Corbicula moltkiana) and Lokan (Anodonta Woodiana)
were still in the low polluted category, however Lead (Pb) concentration was
high.


Keywords: anthropogenic, Lake Maninjau, molluscs, sediment, water quality

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KUALITAS AIR DAN KANDUNGAN LOGAM BERAT
DALAM SEDIMEN DAN MOLUSKA DALAM KAITANNYA
DENGAN AKTIVITAS ANTROPOGENIK
DI DANAU MANINJAU, SUMATERA BARAT

MUHAMAD SUHAEMI SYAWAL


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi MSc

Judul Penelitian

Nama
NIM

: Kualitas Air dan Kandungan Logam Berat dalam
Sedimen dan Moluska dalam Kaitannya dengan Aktivitas

Antropogenik di Danau Maninjau, Sumatera Barat
: Muhamad Suhaemi Syawal
: C251120201

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Ketua

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 Juli 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah Kualitas Air dan Kandungan Logam Berat
dalam Sedimen, dan Moluska dalam Kaitannya dengan Aktivitas Antropogenik
di Danau Maninjau, Sumatera Barat. yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga
September 2015
Pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Kepala Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, yang telah memberi ijin studi bagi
penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

2. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi
saran dan masukan yang berharga bagi penulis selama penyusunan tesis ini
3. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi SDP untuk tahun studi
2014-2017 sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah banyak membantu
serta memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini.
4. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi MSc selaku dosen penguji dari program studi
yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini
5. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Perairan, Sekolah Pascasarjana IPB
6. Seluruh dosen dan staf pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB
7. Staf Unit Pelaksana Teknik Maninjau, Bapak Agus Hamdani, Sutrisno, Rudi
dan Roby yang telah membantu selama pengumpulan data
8. Rekan-rekan SDP 2011 dan 2012 terimakasih atas semangat yang diberikan,
khususnya teman seperjuangan
9. Ayahanda, (Almh) Ibunda, Istri, ananda Mutiara, dan adik-adik tercinta serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayang serta perhatian yang
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2016

Muhamad Suhaemi Syawal

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 METODE
Bahan dan Alat
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan Contoh
Analisis Data
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Lokasi Penelitian
Status Mutu Air Sungai sekitar D. Maninjau
Distribusi Nilai Kualitas Air
Distribusi Konsentrasi Nutrien di Air Sungai
Distribusi Konsentrasi TN dan TP di Sedimen
Distribusi Konsentrasi Logam di Sedimen
Konsentrasi Logam dan Logam Berat pada Moluska
Pola Penyebaran Moluska
Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi
Tipe Substrat
Jumlah Moluska di Muara Sungai
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1
1
3
4
4
4
4
5
6
8
11
10
11
12
19
23
24
27
31
32
35
36
39
39
38
39
50

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Karakteristik lokasi dan titik sampling di D. Maninjau
Tabel 2 Beberapa parameter yang diambil selama penelitian
Tabel 3 Penentuan sistem nilai untuk status mutu air
Tabel 4 Nilai rata-rata dan beda nilai fisika kimia air
Tabel 5 Nilai rata-rata nutrien di perairan sungai
Tabel 6 Nilai kisaran rata-rata logam dan logam berat di sedimen
Tabel 7 Hasil Anova dan Uji Duncan pada jumlah moluska
Tabel 8 Nilai rata-rata beban pencemar di muara sungai

6
7
9
13
22
26
33
34

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9

Titik stasiun observasi dan pengambilan contoh
Hubungan antara konsentrasi dan beban pencemar
Sebaran nilai rata-rata suhu
Sebaran nilai rata-rata pH
Sebaran nilai rata-rata DO
Sebaran nilai rata-rata DHL
Sebaran nilai rata-rata ORP
Sebaran nilai rata-rata Turbiditas
Dendogram pengelompokan stasiun berdasarkan nilai rata-rata
parameter fisik kimia perairan sungai
Gambar 10 Nilai dan status mutu perairan muara sungai menggunakan
metode STORET
Gambar 11 Distribusi konsentrasi nutrien di muara sungai
Gambar 12 Konsentrasi TN dan TP di sedimen
Gambar 13 Konsentrasi logam berat pada sedimen
Gambar 14 Dendogram pengelompokan stasiun berdasarkan nilai rata-rata
logam berat di sedimen
Gambar 15 Konsentrasi logam berat pada moluska
Gambar 16 Konsentrasi merkuri (Hg) pada moluska
Gambar 17 Paparan logam berat pada moluska di muara sungai
Gambar 18 Garis hubungan konsentrasi dan beban pencemaran TDS
Gambar 19 Garis hubungan konsentrasi dan beban pencemaran Nitrat
Gambar 20 Garis hubungan konsentrasi dan beban pencemaran TP
Gambar 21 Persentasi rata-rata fraksi sedimen di muara sungai
Gambar 22 Jumlah rata-rata moluska di muara sungai

5
11
14
14
15
16
17
18
19
20
22
24
27
28
30
32
32
35
35
35
37
38

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai kisaran (min-maks) hasil pengamatan disetiap stasiun dan
perhitungan Indeks STORET
Lampiran 2 Tabel Nilai dan status mutu perairan muara sungai menggunakan
metode STORET
Lampiran 3 Tabel pengukuran hidrologi sungai di sekitar D. Maninjau
Lampiran 4 Tabel Standar USEPA region V untuk Kualitas Logam Berat
pada Sedimen
Lampiran 5 Baku mutu Logam Berat pada Sedimen
Lampiran 6 Peraturan pemerintah No. 82 Tahun 2001
Lampiran 7 Gambar muara-muara sungai tempat pengambilan contoh
Lampiran 8 Contoh/ jenis moluska yang digunakan dalam penelitian
Lampiran 9 Panorama disekitar Danau Maninjau

44
46
46
47
47
48
48
49
49

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Danau Maninjau merupakan salah satu danau dari 15 danau prioritas di
Indonesia yang memiliki berbagai fungsi yang sangat strategis dan
menguntungkan bagi masyarakat disekitar danau yaitu sebagai pembangkit listrik
tenaga air, pariwisata, sumber air irigasi serta kegiatan sektor perikanan. Tipe
danau ini adalah danau tekto vulkanik yang terbentuk oleh aktivitas vulkanik.
Sumber air D. Maninjau terutama berasal dari sungai-sungai yang mengalir
sepanjang daerah aliran sungai (DAS) yang bermuara ke danau dan air hujan. Di
kawasan D. Maninjau terdapat 88 buah sungai besar dan kecil dengan lebar
maksimum 8 meter yang mengalir ke danau. Kebanyakan dari sungai tersebut
(61,4%) kering pada waktu musim kemarau, sedangkan sungai-sungai yang berair
sepanjang tahun hanya 34 buah sungai yang mengalir dengan debit yang relatif
kecil (Fakhrudin et al. 2002).
Perairan danau umumnya akan menerima masukan air dari daerah
tangkapan air di sekitar danau, sehingga cenderung menerima bahan-bahan
terlarut yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Oleh karena itu
konsentrasi zat-zat yang terdapat di danau merupakan resultante dari zat-zat
yang berasal dari aliran air yang masuk (Payne, 1986). Tingginya aktivitas
disekitar danau yang masuk ke perairan danau terdiri dari limbah organik, residu
pestisida, anorganik dan bahan-bahan lainnya yang secara cepat atau lambat
masuk ke badan perairan danau yang akan terendap pada sedimen yang tentunya
akan mencemari perairan dan hewan bentik danau tersebut (Kumurur, 2002).
Metcalf dan Eddy (2002) menambahkan air buangan tersebut berasal dari air yang
digunakan pada berbagai kegiatan manusia sehingga terdapat perubahan
karakteristik air. Rump (1999) menerangkan lebih lanjut bahwa perubahan
karakteristik tersebut berupa perubahan komposisi air setelah digunakan oleh
manusia. Unsur-unsur tersebut bila masuk ke badan air dapat memberikan
pengaruh pada kehidupan organisme akuatik dan manusia, sehingga kehidupan
organisme dan manusia terganggu. Pencemar masuk ke perairan melalui run
off (limpasan) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung
pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan.
Pemberian pupuk pada lahan pertanian yang tidak terserap tanaman,
mengandung unsur nitrogen dan fosfor yang cukup tinggi, sehingga dapat
merangsang pertumbuhan alga dan tanaman air lainnya. Kelimpahan hara
nutrisi ini dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Kemka et al. 2006).
Meningkatnya pencemaran yang masuk ke danau umumnya juga disebabkan oleh
kebiasaan masyarakat di sekitar danau yang umumnya membuang limbah
domestik, baik limbah cair maupun limbah padat langsung ke perairan danau
(Hehanussa dan Haryani, 2009).
Kegiatan di badan perairan danau, berupa budidaya ikan dengan teknik
keramba jaring apung (KJA) juga merupakan sumber limbah yang potensial
mencemari perairan danau. Pengaruh tersebut diakibatkan oleh limbah pakan dan
bahan pemberantas hama perikanan. Selain itu, tingginya masukan bahan
pencemar dari atropogenik dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati,
khususnya spesies endemik danau tersebut (Kumurur, 2002).

2

Nilai penting lainnya dari keberadaan D. Maninjau adalah adanya jenis
ikan endemik, yakni ikan rinuak (Rosterang ryroania), gariang (Tor douronensis,
T. tambroides), dan ikan bada (Rasbora argyrotaenia), serta moluska pensi dan
langkitang (Corbicula moltkiana, Prime 1878 dan Melanoides tuberculata) yang
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Saat ini keberadaan ikan dan kerang
tersebut sudah semakin terancam akibat meningkatnya pencemaran yang masuk
ke badan air danau, sehingga menyebabkan kualitas perairan danau semakin
menurun (Marganof, 2007). Sebagai bagian dari biota bentik yaitu penghuni
dasar perairan, pensi memiliki peran ekologis penting terkait perannya di dalam
siklus bahan organik dan posisinya di dalam jaring makanan. Menurut Sousa
et al. (2007) dalam Lukman (2015), satu spesies Corbicula yaitu C. fluminea
selain sebagai penyaring makanan (filter feeder) juga sebagai pengaduk
makanan (pedal feeder). Peran pertama adalah memanfaatkan sumber
makanan dari kolom air dan peran kedua yaitu memanfaatkan sumber
makanan dari sedimen. Secara umum kelompok bivalvia dapat memanfaatkan
seston, bahan partikulat, yang memiliki kisaran ukuran dari 1 µm hingga 40-100
µm, baik dari kelompok bakteri, nano fitoplankton, zooplankton kecil, dan
berbagai jenis detritus (Manganaro et al. 2009). Populasi moluska khususnya
pensi (Corbicula moltkiana), langkitang (Melanoides tuberculata) dan lokan
(Anodonta Woodiana) sebagai bagian dari komunitas bentik sangat terancam
dengan kondisi anoksik di wilayah dasar perairan.
Dampak lain dari kegiatan di D. Maninjau yang saat ini sedang terjadi
berupa padatnya keramba jaring apung (KJA) yang merupakan sumber dan
pengaruh
yang
potensial
mencemari
perairan
danau.
Pengaruh
tersebut diakibatkan oleh sisa pakan dan bahan pemberantas hama perikanan.
Bila hal ini dilakukan terus menerus hingga konsentrasinya melebihi ambang
batas, tidak diragukan lagi akan mencemari biota di perairan danau tersebut.
Kematian masal ikan dalam KJA sebanyak 1150 ton yang terjadi pada tahun 2009
dan 2010 yang menelan kerugian puluhan milyaran rupiah, mengindikasikan telah
terjadi penurunan kualitas perairan di D. Maninjau (Sulastri, 2011). Pada tahun
2001 KJA aktif yang tercatat hanya 2.800 petak dan pada tahun 2012 telah
mencapai 15.860 petak (Lukman, 2015), namun di tahun 2016 ini sudah
mencapai 23.655 petak (komunikasi pribadi dengan Kepala KKP, Kab. Agam).
Masuknya limbah sisa pakan (nutrien) ke danau dalam jumlah yang
berlebih telah menyebabkan perairan menjadi sangat subur, sehingga membuat
blooming (ledakan) fitoplankton dan mikroba air yang bersifat patogen. Limbah
zat hara dan organik baik dalam bentuk terlarut maupun partikel, dapat berasal
dari sisa pakan dan eksresi ikan, yang umumnya dikarakterisasi oleh peningkatan
total padatan tersuspensi (TSS), BOD5, COD, dan kandungan C, N dan P
(Marganof, 2007). Kegiatan KJA di D. Maninjau yang cukup intensif telah
memberi dampak
nyata, yaitu dengan ditandai tingginya kandungan total
nitrogen (TN) (0.429 - 1.953 mg L-1) dan total fosfat (TP) (0.014-1.80 mg L-1) di
perairan (Sulawesty et al. 2011). Akumulasi bahan organik di dasar perairan
memungkinkan terbentuknya lapisan anaerobik yang makin lebar, diikuti
terbentuknya senyawaan beracun seperti H2S dan NH3.
Sejalan dengan
penumpukan bahan organik tersebut memungkinkan terjadinya penurunan
oksigen yang terus berlanjut dan kondisi anoksik di kolom perairan bagian
bawah akan terus meningkat (Yuk dan Aoki 2009).

3
Menurut Metcalf dan Eddy (2002), aktivitas antropogenik di sekitar
ekosistem perairan danau dapat merubah dan mempengaruhi karakteristik kualitas
air, sedimen, dan biota. Proses pembukaan lahan pertanian, irigasi pertanian,
limbah buangan domestik, dan pembabatan vegetasi di pinggir sungaimerupakan
salah satu sumbangan terbesar tingginya sedimentasi yang masuk ke badan
perairan danau. Dampak yang diakibatkan dengan tingginya sedimentasi adalah
kematian organisme, penurunan biodeversitas, gangguan atau hilangnya habitat
dan pendangkalan. Hal ini akan menghambat pertumbuhan hewan bentik
khususnya kerang-kerangan yang menjadikan muara sungai sebagai bagian dari
tempat hidupnya. Sedimentasi di muara sungai secara alami akan sampai ke
badan danau, sehingga akan berakibat menurunnya kehidupan hewan bentik,
khususnya ikan dan moluska karena kekeruhan yang sangat tinggi serta penetrasi
cahaya berkurang. Sedimen dalam suatu badan air baik sungai maupun danau
merupakan salah satu hasil dari suatu proses-proses yang terjadi pada
lingkungan. Proses ini bisa berlangsung secara alami maupun pengaruh dari
aktivitas manusia. Pada sedimen terendapkan berbagai macam bahan
pencemar yang semakin lama akan terakumulasi, yang mana pada kondisi
tertentu bahan pencemar yang sudah terendapkan ini akan dilepaskan
kembali ke kolom perairan jika terjadi perubahan terhadap lingkungan. Salah
satu upaya mengetahui kualitas sedimen terutama berkaitan dengan bahan
pencemar yang terakumulasi adalah dengan menentukan status kontaminasinya.
Sumber logam berat umumnya dapat berasal dari buangan sampah, pupuk
pertanian dan limbah bengkel kendaraan. Paparan logam berat di lingkungan
menyebabkan adanya kontak antara air, sedimen, hewan bentik (ikan, bentos dan
kerang-kerangan) dan logam berat. Beberapa hewan tersebut memiliki mekanisme
dalam mengakumulasi logam berat di perairan danau. Salah satunya melalui
mekanisme bioremoval, yang didefinisikan sebagai terakumulasi dan
terkonsentrasinya polutan oleh material biologi (Suhendrayatna, 2001). Dari
sumber aktivitas antropogenik, logam merkuri umumnya berasal dari industri
amalgam, cat, komponen listrik, baterai, senyawa anti karat (anti fouling),
fotografi, elektronik dan ekstraksi bijih emas (Effendi, 2003). Kadar merkuri
pada perairan tawar alami berkisar antara 10 – 100 µg/liter.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kualitas air, sedimen dan
moluska serta mengkaji pola distribusi spasial pada muara-muara sungai dari
lingkungan antropogenik di sekitar Danau Maninjau
Perumusan Masalah
Kegiatan penduduk di sekitar danau yang cenderung bersifat produktif
dan umumnya menghasilkan limbah buangan hasil proses produksi. Telah terjadi
penurunan fungsi ekosistem di D. Maninjau dari tahun ke tahun. Sisa pakan dan
metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam keramba jaring apung serta
limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian maupun dari limbah
rumah tangga menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau
yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau yang dapat mengakibatkan
kematian ikan dan hewan bentik lainnya. Isu pencemaran air danau merupakan isu
utama dalam pemanfaatan dan pengembangan kawasan danau. Hal ini terutama

4

terkait dengan keberadaan danau sebagai wadah air permukaan yang cukup rentan
terhadap proses pencemaran. Di satu sisi, danau bersifat multifungsi, baik sebagai
ekosistem alam maupun sebagai bagian dari siklus kehidupan manusia.
Budidaya perairan danau dengan teknik karamba/floating net di danau
yang tidak teratur mengakibatkan pencemaran sampah dan meningkatnya proses
penyuburan yang menyebabkan tekanan ekologis terhadap habitat beberapa ikan
dan biota danau endemik lainnya, yang terus berlangsung secara intensif.
Bentuk nyata dan penyebab pencemaran Danau Maninjau sebagai akibat
dari aktivitas manusia (terutama penduduk di sekitarnya) adalah :
- pencemaran danau oleh pupuk (dampak kegiatan pertanian)
- pencemaran danau oleh sisa pakan ikan (dampak kegiatan perikanan)
- pencemaran danau oleh sampah padat dan cair (domestik)
- penurunan kualitas air sungai di sekitar danau yang disebabkan oleh
rusaknya lahan di bagian hulu sungai
- keberadaan bengkel kendaraan menyebabkan adanya pencemaran
logam berat
.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status kualitas air,
logam berat di sedimen dan moluska dalam kaitannya dengan aktivitas
antropogenik di sungai-sungai sekitar Danau Maninjau
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai kondisi dan kualitas perairan Danau Maninjau, sehingga dapat
dijadikan pedoman dalam pengelolaan perairan danau tersebut. Serta untuk
mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi D. Maninjau secara
terpadu dan dalam rangka meningkatkan komitmen dan peran pemerintah
Kabupaten Agam.

2 METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah contoh air, contoh sedimen dan moluska yang
diperoleh dari setiap stasiun untuk keperluan analisis laboratorium. Adapun alat
yang digunakan selama penelitian adalah Water Quality Checker (WQC) Horiba
U-20, Ekman Grab, Surber Net, botol sampel, plastik, serta alat dan bahan untuk
keperluan pengawetan contoh air dan moluska

5
Lokasi dan Waktu Penelitian
Danau Maninjau secara administrasi masuk ke dalam wilayah Kecamatan
Tanjung Raya Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat dengan jarak 105 km
dari kota Padang. Secara geografis wilayah ini terletak pada 00 17’ – 07.04’’ LS
dan 100o – 09’58.0” BT dengan ketinggian 461,5 meter di atas permukaan laut.
Bentuk D. Maninjau memanjang dari arah utara ke selatan dengan panjang 16,4
km dan lebar 7 km. Kearah bagian selatan danau, kedalaman semakin tinggi
dengan lereng (slope) yang semakin curam.
Lokasi pengambilan contoh ini mewakili beberapa karakter dari sempadan
danau yaitu pada muara sungai dan dangkal, lokasi yang banyak terdapat KJA,
PLTA, pemukiman penduduk, hotel, pariwisata serta pertanian atau persawahan
(Tabel 1).

3

4

2

5
1
6
PETA LOKASI PENELITIAN
DANAUMANINJAU
SUMATERA BARAT

Lokasi stasiun
Sumber Peta :
Landsat 8 Tahun 2014
Lab. GIS Puslit Limnologi-LIPI

7

M. Suhaemi Syawal
C251120201
2016
Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Institut Pertanian Bogor

Gambar 1 Titik stasiun observasi dan pengambilan contoh
Keterangan : St. 1 Muko-Muko St. 2 Talao Tubo; St. 3 Muaro Talao; St. 4 Muaro Tanjung ; St. 5
Bayur ; St. 6 Muaro Pisang; St. 7 Pandan

Pengambilan contoh air, sedimen dan moluska serta pengukuran kualitas
air dilakukan selama 3 kali dari bulan Maret-September 2015 di 7 titik lokasi
muara sungai-sungai di sekitar D. Maninjau yang berpotensi masuknya bahan
pencemar dari antropogenik (Gambar 1 dan Tabel 1).

6

Pengambilan contoh moluska, sedimen dan contoh air serta pengukuran
parameter insitu pada masing-masing stasiun dilakukan pada hari yang sama dan
dilakukan pukul 07.00 sampai 12.00 WIB untuk menggambarkan kondisi
lingkungan perairan pada waktu yang sama. Namun dalam waktu pengukuran
sering terjadi perbedaan kondisi cuaca. Analisis parameter kimia perairan
dilaksanakan di Laboratorium Hidrokimia, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI
Cibinong berdasarkan metode standar dari APHA (1995 dan 2012).
Tabel 1 Karakteristik lokasi dan titik sampling di D. Maninjau
Kode
Lokasi
St. 1

Nama lokasi

Posisi (GPS)

Muko-Muko

00o 17,353’ LS
100o 08,967’ BT

-

St. 2

Talao Tubo

00o 15,853’ LS
100o 10,184 BT

- Persawahan
- Banyak KJA
- Pemukiman padat penduduk

St. 3

Muaro Talao

00o 15,574’ LS
1000 10,951’ BT

- Terdapat persawahan
- KJA sedikit

St. 4

Muara
Tanjung

00o 15,636’ LS
100o 10,810 BT

- Persawahan/perkebunan
- Rumah pendukuk sedikit
- Banyak KJA

St. 5

Bayur

00o 16,317’ LS
100o 12,840 BT

-

St. 6

Muaro Pisang

00o 16,426’ LS
1000 12,928’ BT

- Pasar tradisonal
- Pemukiman padat penduduk
- Banyak KJA

St. 7

Pandan

00o 22,506’ LS
100o 13,136 BT

- Terdapat pasar tradisonal
- Pemukiman padat penduduk

Keterangan
Terdapat intake PLTA
Outlet Danau Maninjau
Kawasan wisata
Banyak KJA

Pusat (KJA)
Pasar tradisional
Pemukiman padat penduduk
Hotel dan bengkel kendaraan

Pengambilan Contoh
Contoh air untuk parameter total fosfat (TP), total nitrogen (TN),
ortofosfat (PO4-P), dan nitrat (NO3) diambil sebanyak 250 ml dan disimpan pada
suhu 4 ºC. Contoh air untuk parameter logam besi (Fe), timbal (Pb), kadmium
(Cd), total kromium (T-Cr) dan total merkuri (T-Hg) dimasukkan kedalam botol
gelas yang diawetkan dengan menambahkan asam sulfat (H2SO4) hingga pH 2.

7

Tabel 2 Beberapa parameter yang diambil selama penelitian
Parameter
Satuan
Alat/Metode
FISIKA
Water Quality Checker
Suhu
ºC
Water Quality Checker
Daya Hantar Listrik (DHL)
µS/cm
Water Quality Checker
Turbiditas
NTU
Water Quality Checker
TDS
mg L-1

in
in
in
in

KIMIA (Air)
pH
Oksigen Terlarut (DO)
Nitrat (NO3-N)*
Ortofosfat (PO4-P)
Total Nitrogen (TN)*
Total fosfat (TP)

mg L-1
mg L-1
mg L-1
mg L-1
mg L-1

Water Quality Checker
Water Quality Checker

Brucine
Ascorbic acid
Brucine
Ascorbic acid

in situ
in situ
Ex situ
Ex situ
Ex situ
Ex situ

KIMIA (Sedimen)
Total Nitrogen (TN)*
Total fosfat (TP)
Besi (Fe)
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Total Krom (Cr)
Total Merkuri (Hg)

mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1

Brucine
Ascorbic acid
AAS Flame
AAS Flame
AAS Flame
AAS Flame
AAS Non Flame

Ex situ
Ex situ
Ex situ
Ex situ
Ex situ
Ex situ
Ex situ

KIMIA (Moluska)
Besi (Fe)
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Total Krom (Cr)
Total Merkuri (Hg)

mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1
mg kg-1

AAS Flame
AAS Flame
AAS Flame
AAS Flame
AAS Non Flame

Ex situ
Ex situ
Ex situ
Ex situ
Ex situ

HIDRODINAMIKA
Kecepatan arus
Tekstur substrat

m det-1
%

Current meter
Penyaringan

in situ
in situ

Tempat
situ
situ
situ
situ

*) Standard Methods APHA 1995

Sedimen permukaan diambil menggunakan Ekman grab sebanyak ± 1500
gram berat basah dan dimasukan ke dalam kantong plastik untuk selanjutnya
dikeringkan dalam oven 30 oC hingga diperoleh berat kering, dan selanjutnya
dianalisis konsentrasi logam beratnya.
Contoh moluska diambil menggunakan Ekman grab dan dipisahkan dari
sedimen dengan menggunakan saringan Surber Net yang selanjutnya
diidentifikasi jenisnya dan disimpan didalam wadah yang sudah diberi formalin
5% atau alkohol 10 %. Kemudian diambil seluruh isi bagian dalam dari masingmasing jenis moluska tersebut dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 30
o
C dan selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan mortar untuk dianalisis
logam berat besi (Fe), timbal (Pb), kadmium (Cd), total kromium (T-Cr) dan total

8

merkuri (T-Hg). Jenis moluska yang dianalisis adalah moluska yang mempunyai
nilai ekonomis atau sering dikonsumsi oleh masyarakat setempat, seperti
Corbicula moltkiana, Prime 1878, Melanoides tuberculata, dan Anodonta
woodiana yang dalam bahasa lokal biasa disebut pensi, langkitang dan lokan.
Seluruh kegiatan analisis contoh dilakukan di Laboratorium Hidrokimia,
Pusat Penelitian Limnologi-LIPI Cibinong berdasarkan metode standar dari
APHA (1995 dan 2012).

Pengukuran dan Analisis Parameter Perairan
Pengukuran langsung dilapangan meliputi suhu, pH, oksigen terlarut (DO),
DHL, turbiditas dan total dissolved solid (TDS) dengan menggunakan alat Water
Quality Checker-Horiba U 20 pada kedalaman 30 cm dari permukaan air.
Pengukuran parameter fisik-kimia perairan mengikuti metode baku APHA 2012
(Rice et al. 2012), serta untuk analisis nitrat dan TN menggunakan Standard
Methods APHA edisi 19 Tahun 1995.
Parameter yang diukur selama penelitian mencakup hidrologi sungai serta
parameter fisik-kimia perairan. Hidrologi sungai terdiri dari lebar sungai, lebar
badan sungai, kedalaman, dan kecepatan arus. Pengukuran lebar badan sungai di
setiap stasiun dilakukan menggunakan tali berskala yang direntangkan secara
melintang dari sisi ke sisi sungai yang berseberangan. Pengukuran kedalaman
sungai di setiap sub stasiun penelitian dilakukan dengan bantuan tongkat berskala
yang dimasukkan hingga dasar perairan. Pengukuran kecepatan arus air dilakukan
dengan menggunakan alat current meter. Prinsip kerja jenis current meter ini
adalah propeler berputar dikarenakan partikel air yang melewatinya. Jumlah
putaran propeler per waktu pengukuran dapat memberikan kecepatan arus yang
sedang diukur apabila dikalikan dengan rumus kalibrasi propeler tersebut. Jenis
alat ini yang menggunakan sumbu propeler sejajar dengan arah arus disebut Ott propeler curent meter dan yang sumbunya tegak lurus terhadap arah arus disebut
Price cup current meter. Peralatan dengan sumbu vertikal ini tidak peka terhadap
arah aliran.
Analisis Data
Peniliaian Status Mutu Air
Berdasarkan (Kepmen No.115/MENLH/2003) untuk menentukan status
mutu lingkungan perairan sungai digunakan metode STORET, yaitu dengan
membandingkan antara data kualitas air selama penelitian dengan standar baku
(PP 82 Tahun 2001) tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air (Lampiran 5). Dengan metode ini dapat diketahui parameter yang
masih memenuhi atau telah melampaui baku mutu air. Selain itu dari nilai yang
diberikan (skoring), dapat diketahui kondisi perairan apakah kondisinya baik,
tercemar ringan atau berat.
Jika hasil pengukuran masing-masing parameter kualitas air memenuhi
baku mutu air maka diberi skor 0 dan jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku
mutu air maka diberi skor seperti terlihat pada Tabel 3.

9
Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan
sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan
mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas, yaitu :
1. Kelas A
: baik sekali skor = 0
memenuhi baku mutu
2. Kelas B
: baik
skor = -1 s/d -10 tercemar ringan
3. Kelas C
: sedang
skor = -11 s/d -30 tercemar sedang
4. Kelas D
: buruk
skor ≥ -31
tercemar berat
Tabel 3 Penentuan sistem nilai untuk status mutu air
Parameter
Jumlah
Nilai
contoh
Fisika
Kimia
Maksimum
-1
-2
40%.
Wilayah di bagian utara-barat punggung dalam DTA Danau Maninjau mempunyai
Topografi relatif datar, sehingga lebih berkembang sebagai kawasan
pembangunan. Daya tarik pengembangan wilayah ini karena adanya objek wisata
alam danau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana seperti jalan, hotel dan
restoran. Wilayah di bagian timur-selatan punggung dalam DTA Danau Maninjau
mempunyai. Topografi berbukit dan bergunung dengan kemiringan tanah >15%
dengan luas 95,79 ha.
Danau Maninjau terutama bersumber dari sungai-sungai yang mengalir
sepanjang DAS yang bermuara ke danau, air hujan dan dari dalam danau sendiri.
Di kawasan danau terdapat 88 buah sungai besar dan kecil dengan lebar

12

maksimum 8 meter yang mengalir ke danau. Sungai-sungai di sebelah utara yang
bermuara ke Danau Maninjau memiliki pola linear (lurus atau tidak bercabang),
sedangkan sungai di sebelah barat danau pada umumnya berpola dendritik
(bercabang). Kebanyakan dari sungai tersebut (61,4%) kering pada waktu musim
kemarau, sedangkan sungai-sungai yang berair sepanjang tahun hanya 34 buah
sungai. Sungai-sungai tersebut mengalir dengan debit yang relatif kecil.

Distribusi Nilai Kualitas Air
Kondisi kualitas perairan danau yang diterjemahkan kedalam nilai
konsentrasi beberapa parameter kualitas air, baik secara fisika, kimia maupun
secara biologi sangat diperlukan dalam merancang pengelolaan dan
pengendalian pencemaran perairan tersebut. Penilaian ini pada dasarnya dilakukan
dengan membandingkan nilai parameter kualitas air dari hasil pengukuran di
lapangan dengan baku mutu perairan sesuai peruntukannya yang berlaku di
Indonesia yakni mengacu pada Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Salah satu
pemanfaatan perairan D. Maninjau adalah digunakan sebagai sumber air baku
air minum, maka berdasarkan peraturan tersebut dalam penelitian ini sebagai
pembanding digunakan baku mutu air kelas 1, yaitu air yang peruntukannya
digunakan sebagai air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Suatu ekosistem sungai umumnya merujuk pada ekosistem perairan
mengalir yang sangat dipengaruhi oleh sistem terestrial disekitar daerah aliran
sungai. Bahan-bahan organik dari luar masuk ke perairan sungai akan
dimanfaatkan oleh sistem sungai tersebut. Sistem sungai tidak bisa berjalan tanpa
masukan energi yang berasal dari luar (Lampert dan Sommer 2007).
Nilai yang memiliki keragaman terbesar adalah suhu air dengan selisih
nilai sebesar 3.04 yang berarti bahwa suhu air memiliki nilai yang berubah-ubah
cukup tinggi pada setiap lokasi penelitian (Tabel 5). Hal ini diduga disebabkan
oleh faktor waktu pengambilan contoh yang tidak seragam atau bersamaan
waktunya. Suhu air, untuk setiap stasiun cendrung tidak terjadi variasi yang
signifikan (22,02 ± 1.19 oC). Walaupun suhu tidak bervariasi secara signifikan
untuk setiap stasiun, akan tetapi suhu total yang ditunjukkan cukup dingin. Hal ini
dapat merujuk adanya potensi amsuknya air dari sungai sekitar menuju ke danau
dapat mengalami Upwelling. Upwelling didasari pada dugaan kondisi permukaan
air yang cukup dingin dibandingkan bagian dalam air sehingga arus dalam air
menjadi aktif. Resiko dari kejadian ini yakni perairan mengalami pencampuran
yang membawa material beracun yang berasal dari bawah badan air. Derajat
keasaman (pH) yang tinggi ditunjukkan pada St. 2 (Talao Tubo) yang mengarah
pada suasana basa. Kasus pH air menjadi basa di suatu perairan sangat berkaitan
pada Bahan-bahan deterjen yang mengandung gugus Hidroksil. Gugus hidroksil
(OH) di perairan merupakan bahan hasil penyabunan dari limbah domestik
disekitarnya. Situasi ini sangat berhubungan erat dengan St. 2 (Talao Tubo) yang
terdapat pemukiman yang cukup tinggi.

13
Daerah Pandan (St. 7) mewakili kondisi terpaparnya bahan organik yang
tinggi hal ini terlihat pada nilai ORP (202.3 ± 14.2 mV), DHL (0.03 ± 0.002
mS/cm), turbiditas (326.4 ± 178.8 NTU) dan TDS (22 ± 1 mg L-1) (Tabel 5).
Dasar paparan organik di perairan teridentifikasi pada ORP tinggi
kemudian disusul dengan tingkat DHL perairan yang rendah. Hal ini sangat logis
karena materi organik menghambat hantaran transportasi elektron pada mineral
yang ada di air sehingga kecendrungannya adalah perairan bersifat non polar.
Cemaran bahan organik tinggi juga didukung oleh total padatan terlarut (TDS)
yang rendah dan mengansumsi mineral yang terlarut mengalami pengendapan
atau membentuk koloid (Faust, 1981). Bukti adanya hal tersebut juga didukung
oleh turbiditas atau kekeruhan tinggi (326.4 ± 178.8 mg L-1 ). Gejala adanya
cemaran organik tinggi di daerah ini bisa direferensikan bahwa lokasi ini memiliki
aktivitas umum seperti pasar dan sekaligus menjadi pusat pemukiman. Kondisi
oksigen terlarut di seluruh lokasi menggambarkan masih cukup baik dengan rata
total DO (5.67 ± 0.66 mg L-1) dan variasi normal (Tabel 4).

Tabel 4 Nilai rata-rata kondisi fisika kimia air di muara sungai
Lokasi
MukoMuko
(St. 1)

Suhu Air
o
C
23.3±0.77

Talao Tubo 21.9±1.05
(St. 2)
Muaro
Talao
(St. 3)
Muaro
Tanjung
(St. 4)
Bayur
(St. 5)
Muaro
Pisang
(St. 6)
Pandan
(St. 7)

pH
7.44±0.15

8.69±0.16

DO
mg L-1
5.61 ± 0.4

5.97±0.42

DHL
µS/cm

ORP
mV

TDS
mg L-1

Turbditas
NTU

Debit
m3/det

45.9 ± 35

124.8±15.0

69.7±69.3

85.8 ± 31.7

1.60 ± 0.7

121.9±27

193.0±19.3

58.0±18.6

88.3 ± 22.5

1.68 ± 0.5

22.2±2.23

7.55±0.13

4.9 ± 0.14

60.7 ± 26

164.2±28.1

43.2±20

93.5±39.9

5.04±1.4

21.3±0.49

7.98±0.07

6.0 ± 0.18

140.8 ± 29

178.3±38.3

63.7±20

183.7±35.4

1.92±0.9

22.2±0.85

7.86±0.23

4.9 ± 0.92

70.8 ± 26

152.7±51.0

43.2±12.8

65.4± 22.9

3.36± 0. 9

22.3±1.22

7.65±0.12

5.99±0.29

40.8 ± 18

111.3±34.6

28.6±4.38

127.4 ± 76

2.88± 0.6

21.0±0.3

7.64±0.21

6.46±0.02

30.9 ± 2

202.3±14.2

22 ± 1

326± 178.8

6.16± 1.8

Hasil pengukuran suhu air dilapangan menunjukkan bahwa rata-rata suhu
air sungai pada lapisan permukaan cukup rendah namun masih dalam katagori
normal dengan nilai berkisar antara 21.03 – 23.26 °C. Suhu terendah terdapat di St
6 (Pandan) dan tertinggi di St. 1 (Muko-muko). Nilai yang cukup rendah ini
diduga disebabkan pengaruh temperatur udara akibat hujan yang terjadi selama
pengukuran dilakukan. Sebaran nilai rata-rata suhu hampir merata di setiap stasiun,
hanya di St. 3 terjadi perbedaan variasi yang cukup tinggi (Tabel 4 dan Gambar 3).
Kisaran suhu air tersebut bersifat normal untuk kehidupan hewan atau moluska
air tawar.

14

25,00
Suhu

Suhu (oC)

24,00
23,00
22,00
21,00
20,00
19,00
St. 1

St. 2

St. 3

St. 4

St. 5

St. 6

St. 7

Lokasi

Gambar 3 Sebaran nilai rata-rata Suhu (oC) pada muara sungai
9,00
pH

8,50

pH

8,00
7,50
7,00
6,50
St. 1

St. 2

St. 3

St. 4

St. 5

St. 6

St. 7

Lokasi

Gambar 4 Sebaran nilai rata-rata pH pada muara sungai
Nilai derajat keasaman (pH) dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia
dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh
H2S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan
nilai pH rendah. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter, antara lain
aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen dan ion-ion. Selain itu, pH juga
mempengaruhi nilai oksigen, fosfat, nitrogen dan nutrien lainnya (Dojildo dan
Best, 1992). Aktivitas biologi menghasilkan gas CO2 yang merupakan hasil
respirasi dan gas ini akan membentuk ion buffer atau penyangga untuk menjaga
kisaran pH di perairan agar tetap stabil (Pescod, 1973). Pada penelitian ini nilai
pH yang diperoleh berkisar 7.44 - 8.69. Nilai pH terendah terdapat di St. 1
(Muko-muko) dan tertinggi di St. 2 (Talao Tubo). Nilai kisaran rata-rata tertinggi
untuk pH terdapat pada St. 5 (Bayur) (Tabel 4 dan Gambar 4). Menurut Effendi
(2003), sebagian besar biota aquatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai
pH berkisar sekitar 7-8.5. Berdasarkan pernyataan tersebut, sungai-sungai

15
disekitar D. Maninjau, umumnya masuk ke dalam kategori perairan yang disukai
oleh biota aquatik. Tidak terdapat perbedaan yang besar pada masing-masing
stasiun pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa pH di muara sungai D.
Maninjau masih memenuhi baku mutu untuk kehidupan biota yang berada
didalam perairan tersebut. Namun apabila pada perairan tawar nilai pH dibawah 5
maka kondisi hewan bentik termasuk moluska secara bertahap dapat kehilangan
bobot hingga sampai ke kematian.
Oksigen terlarut (DO) dalam perairan merupakan faktor penting sebagai
pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak.
Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh
tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty dan Olem, 1994). Difusi oksigen
atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air stagnant (diam) atau
terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau
angin.
7,00
DO

DO (mg L-1)

6,50

Baku mutu

6,00
5,50
5,00
4,50
4,00
St. 1

St. 2

St. 3

St. 4

St. 5

St. 6

St. 7

Lokasi

Gambar 5 Sebaran nilai rata-rata DO (mg L-1) pada muara sungai
Nilai oksigen terlarut (DO) relatif sama pada setiap lokasi dan waktu
pengukuran dilapangan menunjukkan nilai berkisar 4.90 – 6.46 mg L-1. Nilai DO
terendah terdapat di St. 3 (Muaro Talao) dan tertinggi di St 6 (Muaro Pisang).
Nilai kisaran rata-rata tertinggi untuk DO terdapat pada St. 5 (Bayur). Sesuai
dengan baku mutu air, yang mengacu pada PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang
pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dengan nilai minimal
untuk kelas I sebesar 6 mg/L dan, Kelas II (4 mg/L). Berdasarkan baku mutu
tersebut, dapat dikatakan seluruh lokasi cenderung dibawah nilai minimal baku
mutu. Penyebab kandungan oksigen terlarut di dibawah nilai minimal baku
mutu diduga karena padatnya pemanfaatan lahan pada ekosistem perairan danau,
sehingga dekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik oleh
mikroorganisme pengurai juga semakin meningkat (Tabel 5 dan Gambar 5).
Selain itu, apabila terjadi menurunnya kandungan oksigen terlarut diduga
disebabkan oleh banyaknya limbah organik yang berasal dari limbah
domestik dari daerah sempadan danau (Beveridge, 1996). Zat pencemar tersebut

16

terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik yang berasal dari
barbagai sumber, seperti kotoran (hewan dan manusia), sampah organik, bahanbahan buangan dari industri dan rumah tangga.
Hasil pengukuran konduktivitas atau daya hantar listrik (DHL)
menunjukkan nilai rata-rata pengukuran berkisar antara 33 – 140.3 µS cm-1. Nilai
DHL terendah terdapat di St 6 (Muaro Pisang) dan tertinggi di St 1 (Muko-muko)
dan nilai kisaran tertinggi terdapat pada St. 1 (Muko-muko) (Gambar 6).
Meningkatnya nilai DHL kearah outlet perairan disebabkan karena berbagai
proses kimiawi yang terjadi di dasar perairan, seperti proses mineralisasi yang
menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan ion-ion. Nilai DHL ini lebih
rendah bila dibandingkan dengan danau-danau tektonik seperti Danau Singkarak
yaitu sebesar 380 µS/cm (Suryono, et al. 2006) dan Danau Ranau 225 µS/cm
(Sulastri, et al. 1999) danau-danau tropik pada umumnya seperti Danau Matano
atau Towuti.
180,0
160,0
DHL

DHL (µS cm-1)

140,0
120,0
100,0
80,0
60,0
40,0
20,0
0,0
St. 1

St. 2

St. 3

St. 4

St. 5

St. 6

St. 7

Lokasi

Gambar 6 Sebaran nilai rata-rata DHL (µS cm-1) pada muara sungai
Secara umum sebaran nilai rata-rata DHL relatif sama setiap stasiun.
Tingkat DHL D. Maninjau, merujuk kriteria Ibarra et al. (2005) masih pada
kondisi sangat baik (< 400 mS cm-1). Menurut Hakanson (2005) konduktivitas
perairan danau cenderung konservatif dan dapat diprediksi dengan sangat baik
dari parameter hidrologis di daerah tangkapannya.
Oxidation Reduction Potential (ORP) merupakan cara yang dikembangkan
untuk memonitor kandungan mikroorganisme dalam air. Semakin tinggi ORP,
semakin mudah terjadi reaksi oksidasi dan semakin banyak membran sel
mikroorganisme yang rusak dan mati. Namun, belum terdapat peraturan yang
mencantumkan nilai baku mutu ORP pada limbah cair secara pasti, sehingga
kualitas limbah cair berdasarkan nilai ORP belum dapat ditentukan. Nilai ORP
tertinggi dari St. 7 (Pandan) diduga lokasi yang tingginya aktivitas masyarakat,
sehingga tinggi pula buangan limbah cair. Perairan alami biasanya memiliki nilai
ORP berkisar antara 0.45 – 0.52 Volt (450-520 mV). Nilai ORP dari hasil
pengukuran berkisar 111.33 – 202.33 mV (Gambar 7).

17
240,00
220,00

ORP

ORP (mV)

200,00
180,00
160,00
140,00
120,00
100,00
St. 1

St. 2

St. 3

St. 4

St. 5

St. 6

St. 7

Lokasi

Gambar 7 Sebaran nilai ra