Fermentasi Kedelai Hitam Detam 2 oleh Bacillus subtilis natto untuk Meningkatkan Kandungan Isoflavon Aglikon

FERMENTASI KEDELAI HITAM DETAM 2 OLEH Bacillus
subtilis natto UNTUK MENINGKATKAN KANDUNGAN
ISOFLAVON AGLIKON

PUJI ASTUTI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fermentasi Kedelai
Hitam Detam 2 oleh Bacillus subtilis natto untuk Meningkatkan Kandungan
Isoflavon Aglikon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014
Puji Astuti
NIM G84080052

ABSTRAK
PUJI ASTUTI. Fermentasi Kedelai Hitam Detam 2 oleh Bacillus subtilis natto
untuk Meningkatkan Kandungan Isoflavon Aglikon. Dibimbing oleh HASIM dan
SYAMSUL FALAH.
Fermentasi merupakan proses yang paling banyak dilakukan manusia untuk
meningkatkan nilai tambah suatu bahan alam. Fermentasi Bacillus subtilis natto
(B.natto) diharapkan mampu meningkatkan konsentrasi isoflavon aglikon yang
bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur jumlah
isoflavon aglikon daidzein dan genistein pada kedelai hitam detam 2 yang
difermentasi oleh B.natto strain IFO 3335. Konsentrasi aglikon dianalisis secara
kuantitatif dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Aglikon
yang dikandung kedelai mentah defatted dan undefatted setiap 100 g berat kering
sampel masing-masing sebesar 1.29 mg dan 1.19 mg untuk genistein serta 1.16

mg dan 1.07 mg untuk daidzein. Setelah difermentasi, konsentrasi genistein dan
daidzein kedelai meningkat hingga 8 kali lipat dibandingkan kedelai mentah.
Konsentrasi genistein meningkat hingga 10.43 mg untuk defatted dan 9.43 mg
sampel undefatted serta konsentrasi daidzein juga meningkat hingga 9.60 mg
untuk defatted dan 8.68 mg untuk sampel undefatted. Nilai ini lebih tinggi
daripada kedelai non fermentasi yang mengandung genistein dan daidzein masingmasing 1.07 mg dan 1.09 mg untuk sampel defatted dan 0.97 mg dan 0.98 mg
untuk sampel undefatted. Fermentasi dengan B.natto ini terbukti mampu
meningkatkan konsentrasi genistein dan daidzein kedelai hitam varietas detam 2.
Kata kunci: daidzein, fermentasi, genistein, kedelai

ABSTRACT
PUJI ASTUTI. Fermented Black Soybeans Detam 2 by Bacillus subtilis natto to
Improve Content aglycone isoflavones. Supervised by HASIM and SYAMSUL
FALAH.
Fermentation is a process that most humans do to improve value of nature
material. Bacillus subtilis natto (B.natto) fermentation was expected to increase
the content of aglycone isoflavones that beneficial for health. The aim of this
study was to measure the amount of isoflavone aglycone daidzein and genistein in
fermented black soybeans varieties detam 2 with B.natto strain IFO 3335. HPLC
analysis of aglycone showed defatted and undefatted of raw soybeans sample for

100 g dry weight are 1.29 mg and 1.19 mg for genistein and 1.16 mg and 1.07 for
daidzein. After fermentation both genistein dan daidzein concentration increased
up to 8 times higher than raw soybeans. Genistein concentration increase until
10.43 mg for defatted and 9.43 mg undefatted sample and daidzein concentration
is 9.60 mg for deffated and 8.68 mg for undefatted sample. This values were
higher than non-fermented soy that only contain genistein and daidzein,
respectively 1.07 mg and 1.09 mg for defatted sample and also 0.97 mg and 0.98
mg for undefatted sample. Fermentation with B.natto was proven to improve the
consentration of genistein and daidzein in black soybeans varieties detam 2.
Keywords: daidzein , fermentation, genistein, soybean

FERMENTASI KEDELAI HITAM DETAM 2 OLEH Bacillus
subtilis natto UNTUK MENINGKATKAN KANDUNGAN
ISOFLAVON AGLIKON

PUJI ASTUTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Fermentasi Kedelai Hitam Detam 2 oleh Bacillus subtilis natto
untuk Meningkatkan Kandungan Isoflavon Aglikon
Nama
: Puji Astuti
NIM
: G84080052

Disetujui oleh

Dr drh Hasim DEA
Pembimbing I


Dr Syamsul Falah, S.Hut, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Fennentasi Kedelai Hitam Detam 2 oleh Bacillus subtilis natto
untuk Meningkatkan Kandungan Isoflavon Aglikon
: Puji Astuti
Nama
: G84080052
NIM

Disetujui oleh

Pembimbing I


Dr Syamsul Falah, S.Hut, MSi
Pembimbing II

.Sc

Tanggal Lulus:

123 JAN 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah yang berjudul Fermentasi Kedelai Hitam Detam 2 oleh
Bacillus subtilis natto untuk Meningkatkan Kandungan Isoflavon Aglikon
berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini memberikan deskripsi mengenai topik
penelitian yang telah dilakukan penulis sejak bulan April sampai September 2013
di Laboratorium Penelitian Biokimia, Departemen Biokimia, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. drh. Hasim DEA selaku
pembimbing utama dan Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si selaku pembimbing

kedua yang telah membimbing dan memberikan arahan serta motivasi selama
penulisan karya tulis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu Didah
atas ilmu dan bimbingannya selama proses penulisan, Bu Popi dan Bu Suryani
atas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya, Bu Ami, Pak Edi, dan Pak Zainal
atas perbaikan dan sarannya, seluruh staf laboratorium Biokimia dan rekan-rekan
Biokimia angkatan 45 dan 46 terutama rekan kerja penelitian (Arya, Adul, Wali,
Neng Yulia, Yayuk, Suhe) atas bantuan dan saran yang diberikan selama
pelaksanaan penelitian, sahabat-sahabat di SQ khususnya sahabat seperjuangan
(Upil, Ceret, Ewi) dan Mega yang selalu memberikan dukungan dari awal hingga
akhir penelitian, serta rekan-rekan lainnya: Putu, Distya, Taku, Masato, dan
Ahmad Rois yang tanpa lelah memberikan berbagai bantuan moril dan materil
sehingga dapat memperlancar pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari
pembaca diharapkan dapat menyempurnakan tulisan ini. Penulis juga berharap
skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan inspirasi positif kepada pembaca.

Bogor, Januari 2014
Puji Astuti


DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Bahan dan Alat


2

Prosedur Penelitian

2

HASIL

5

Fermentasi Kedelai Hitam Detam 2 dengan B.natto IFO 3335

5

Hasil Kromatogram Sampel Kedelai

5

Kandungan Isoflavon Aglikon dalam Kedelai


7

Analisis Kuantitatif Aglikon

8

PEMBAHASAN
Fermentasi Kedelai Hitam Detam 2 dengan B.natto IFO 3335

8
8

Kromatogram dan Kandungan Isoflavon Aglikon dalam Kedelai

10

Analisis Kuantitatif Aglikon

11


SIMPULAN

14

SARAN

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1
2

Hasil analisis kromatogram HPLC pada sampel kedelai mentah,
non fermentasi, dan fermentasi
Jumlah dua senyawa isoflavon aglikon dominan dari 100 g
sampel kedelai dan produk turunannya

7
13

DAFTAR GAMBAR
Kedelai detam 2 hasil fermentasi B.natto strain IFO 3335 dengan
metode 1 (1a), metode 2 (1b), dan metode fermentasi modifikasi
(1c).
2 Hasil kromatogram isoflavon daidzein (2a) dan genistein (2b) dari
sampel kedelai mentah
3 Hasil kromatogram isoflavon daidzein (3a) dan genistein (3b) dari
sampel non-fermentasi
4 Hasil kromatogram isoflavon daidzein (4a) dan genistein (4b) dari
sampel fermentasi
5 Perbandingan konsentrasi isoflavon genistein dan daidzein
terkoreksi dalam 100 g kedelai mentah ( ), kedelai non-fermentasi
( ) dan kedelai hasil fermentasi ( )
6 Struktur kimia isoflavon glikosida (6a) dan aglikon (6b) pada kedelai

1

5
6
6
7

8
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Alur Penelitian
Hasil Analisis HPLC sampel kedelai

18
19

PENDAHULUAN
Ketertarikan dunia terhadap kedelai dan produk olahannya semakin meningkat
beberapa tahun belakangan ini terutama manfaatnya bagi kesehatan manusia. Kedelai
(Glycine max L.merr) salah satunya kedelai hitam telah lama dikonsumsi masyarakat
Asia sejak ratusan tahun yang lalu dan telah mengalami sejumlah pengolahan menjadi
beragam produk pangan. Kedelai mengandung banyak nutrisi seperti protein dan
berbagai komponen fungsional seperti isoflavon yang dilaporkan dapat meningkatkan
aktivitas enzim antioksidan dan daya tahan limfosit tikus terhadap hidrogen peroksida
(Nurrahman et al. 2012), mengurangi kerusakan DNA akibat siklofosfamid (Ribeiro et
al. 2003), menekan oksidasi lipoprotein (Takahashi et al. 2005), menurunkan level LDL
pada tikus dislipidemia (Utaminingrum dan Murwani 2011) dan mengurangi resiko
penyakit kardiovaskular (Rimbach et al. 2008).
Kedelai mengandung 12 jenis isoflavon yakni tiga jenis isoflavon aglikon dan 9
lainnya merupakan isoflavon glikosida (glikosida, malonil glikosida, asetil glikosida).
Isoflavon glikosida merupakan isoflavon terbanyak yang dikandung kedelai mentah
(Izumi et al. 2000). Namun, glikosida, malonil glikosida, dan asetil glikosida
merupakan jenis glikosida yang sulit diserap tubuh (bioavailabilitas rendah), sementara
isoflavon aglikon merupakan jenis dengan bioavailabilitas yang tinggi (Fereira et al.
2011). Peningkatan jumlah aglikon yang memiliki bioavailabilitas yang tinggi
merupakan harapan dari modifikasi produk olahan kedelai sehingga diperoleh lebih
banyak manfaat dari isoflavon terutama aglikon bagi kesehatan manusia.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan
aglikon kedelai adalah fermentasi dan reaksi dengan asam. Pada proses fermentasi,
terjadi hidrolisis isoflavon glikosida dengan enzim -glukosidase yang dihasilkan oleh
sejumlah mikroorganisme (Haron et al. 2009). Salah satu mikroorganisme tersebut
adalah Bacillus subtilis natto (B.natto). B.natto merupakan bakteri Gram positif yang
umum digunakan pada pembuatan natto, produk pangan terfermentasi khas Jepang
yang dibuat dari kacang kedelai (Sulistyo 1999). Melalui proses fermentasi, isoflavon
glikosida yang sulit diserap tubuh dapat dihidrolisis menjadi isoflavon aglikon yang
lebih mudah diserap tubuh.
Beberapa jenis produk hasil fermentasi kedelai seperti chuungkookjang,
kochujang, dan meju (makanan tradisional Korea) dilaporkan memiliki efek
antidiabetes yang lebih baik dibandingkan dengan produk kedelai yang tidak
difermentasi pada hewan coba dan manusia yang mengalami diabetes (Kwon et al.
2009, 2011; Taniguchi et al. 2008). Kedelai yang difermentasi memiliki kemampuan
yang lebih baik dalam mengobati diabetes karena mengandung isoflavon berbentuk
aglikon yang lebih banyak dibandingkan dengan kedelai non-fermentasi. Aglikon ini
sangat penting, karena lebih efisien diserap tubuh bila dibandingkan bentuk isoflavon
glikosida yang banyak ditemukan pada kedelai non-fermentasi (Ferreira et al. 2011).
Pada penelitian ini, fermentasi kedelai hitam detam 2 oleh B.natto diharapkan
mampu meningkatkan kandungan isoflavon aglikonnya. Berdasarkan rumusan masalah
tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengukur jumlah isoflavon aglikon daidzein
dan genistein pada kedelai hitam detam 2 yang difermentasi oleh B.natto strain IFO
3335. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa data kuantitatif
jumlah isoflavon aglikon yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh B.natto sehingga
dapat dijadikan sebagai landasan penelitian selanjutnya.

2

METODE
Pada penelitian ini dilakukan pemilihan metode fermentasi yang paling tepat
untuk strain bakteri B.natto IFO 3335. Setelah terpilih metode fermentasi yang paling
baik, kedelai hitam varietas detam 2 difermentasikan dan dilanjutkan dengan tahap
analisis hasil fermentasi. Analisis hasil fermentasi dilakukan dengan menggunakan
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) untuk mengetahui konsentrasi
isoflavon aglikon yang terkandung di dalamnya dan hasil dibandingkan dengan kedelai
yang tidak difermentasi dan kedelai mentah. Diagram alir penelitian yang lebih jelas
terlihat pada Lampiran 1. Hasil analisis dengan HPLC diolah sehingga diperoleh data
kuantitatif yang model perhitungan terlihat pada Lampiran 2.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah kedelai hitam varietas detam 2 yang
diperoleh dari Unit Pengelolaan Benih Sumber (UPBS), Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang, Jawa Timur. Sementara bakteri B.
natto dengan nomor kode IFO 3335 diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi PAU,
Universitas Gajah Mada. Selain itu bahan-bahan lain yang digunakan antara lain:
standar eksternal HPLC genistein dan daidzein, aquades, kertas aluminium foil, kapas,
etanol 70%, medium Nutrient Broth (NB) dan Nutrient Agar (NA), metanol 80%, nheksan, kertas saring Whattman No. 40, HPLC, bufer butterfield fosfat, NaCl, NaOH,
dan H2SO4.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas, wisebath, inkubator,
HPLC Shimadzu LC SOLUTION 1.2 tipe ODS-2 Column (150 x 4.6 mm, 5 µL),
laminar air flow cabinet, autoklaf, pH meter, sentifus, spektrofotometer, neraca analitik,
mikropipet, jarum ose, kaca sebar, dan soxhlet.
Prosedur Penelitian
Preparasi Inokulum Bakteri B.natto
Metode preparasi inokulum bakteri B.natto dilakukan menurut penjelasan dari
Wei et al. (2001) yang mengalami sedikit modifikasi. Modifikasi dilakukan pada tahap
pengkulturan bakteri dimana bakteri dikulturkan sebanyak dua kali, yakni selama 24
jam dan 16 jam. Selain itu, metode ini juga berbeda dibandingkan metode preparasi B.
natto lainnya karena secara khusus B.natto dibiakkan pada bufer butterfield fosfat
sehingga dihasilkan kultur yang lebih baik. Bufer butterfield fosfat merupakan pelarut
untuk mikroorganisme yang umum digunakan oleh American Public Health
Association (APHA). Bufer ini murah dan mudah disiapkan serta memiliki nilai pH
yang tetap, yakni pH 7.2 sehingga lebih spesifik dan lebih terukur dibandingkan dengan
pelarut non-bufer yang memiliki beragam variasi pH (Entis 2002).
Regenerasi Bakteri dari Stok. Bakteri B.natto yang telah disimpan dalam stok
gliserol 30% dijadikan sebagai sumber inokulum. Sebanyak 100 µL stok gliserol
ditumbuhkan pada 10 mL media Nutrient Broth (NB) steril (80 mg NB serbuk dalam
10 mL akuades) dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 24 jam (200 rpm). Sebanyak
2% dari media NB yang telah ditumbuhi B.natto (terlihat pada kekeruhan media)
dipindahkan ke dalam 150 mL NB steril yang baru dan diinkubasi pada suhu 40 oC,

3
kecepatan 200 rpm selama 16 jam. Nilai OD660 kultur diukur dengan spektofotometer.
Setelah 16 jam inkubasi, nilai OD660 adalah 1.5 dengan populasi bakteri berkisar antara
107-108 cfu mL-1. Kultur bakteri ini siap digunakan untuk preparasi inokulum.
Pembuatan Inokulum B.natto untuk Proses Fermentasi. Sebanyak 7.5 g
kedelai yang digunakan sebagai media fermentasi ditambahkan ke dalam 150 mL kultur
bakteri B.natto yang telah siap panen dan dibiarkan selama ± 30 menit. Kultur tersebut
disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 25 menit pada suhu 4 oC. Pelet
yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan bufer butterfield fosfat steril sebanyak 15
mL. Kultur bakteri di dalam buffer tersebut merupakan inokulum B.natto yang siap
digunakan pada proses fermentasi.
Pemilihan Metode Fermentasi
Terdapat beragam metode fermentasi kedelai untuk pembuatan natto skala
laboratorium. Prinsip dasar semua metode fermentasi sama, namun terdapat sedikit
perbedaan pada setiap metode. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan metode fermentasi
terbaik yang paling cocok untuk B.natto IFO 3335.
Fermentasi kedelai hitam dengan B.natto menurut Ueda 1989; Kiuchi dan
Watanabe 2004 (Metode fermentasi 1). Kedelai dipilih, dicuci dan direndam di dalam
air pada suhu 10 oC selama 18 jam. Kedelai kemudian dikukus dalam rotary cooker
selama 1-1.5 jam pada tekanan 2 kg atau direbus untuk pembuatan home made natto.
Sebanyak 60 kg kedelai masak diinokulasikan dengan 10 8 cfu spora B.natto. Kedelai
yang telah tercampur rata dengan spora bakteri ditempatkan di dalam styrofoam dan
ditutup dengan plastik film. Kedelai diinkubasi pada suhu 50 oC selama 16-18 jam dan
kemudian didinginkan pada suhu 3-10 oC selama 8 jam untuk proses pematangan
fermentasi.
Fermentasi kedelai hitam dengan B.natto menurut Juan dan Chou 2010
(Metode fermentasi 2). Kedelai hitam dicuci dan direndam dalam air destilasi (bobot
air destilasi adalah tiga kali bobot kedelai) pada suhu ruang (21-23 oC) selama 16 jam.
Setelah air ditiriskan, kedelai hitam dikukus dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama
110 menit. Setelah dingin, 100 g kedelai diinokulasikan dengan 5 mL B.natto. Setelah
diaduk rata, kedelai tersebut diinokulasikan dalam round screen (60 mesh) selama 18
jam pada suhu 40 oC dengan Relative Humidity (RH) sebesar 95%.
Fermentasi kedelai hitam dengan B.natto menurut Wei et al. 2001 (Metode
fermentasi 3). Kedelai yang telah dibersihkan dan direndam dalam air destilasi pada
suhu ruang (21-23 oC) selama 16 jam hingga rasio bobot sebelum dan setelah
perendaman berkisar 2.1-2.3, kemudian ditiriskan. Kedelai yang telah direndam
dikukus dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 20, 25, 30, 35, dan 40 menit. Tekanan
pada autoklaf dikurangi setiap 5 menit setelah proses pengukusan terjadi. Sebanyak 120
g kedelai yang telah dikukus diinokulasikan dengan 5 mL inokulum B.natto, ditutup
dengan perforated plastic film dan ditempatkan di dalam kotak styrofoam (90 x 90 x 35
mm). Fermentasi dilakukan dengan menggunakan inkubator bakteriologi pada suhu 4042 oC selama 10, 12, 14, 18, dan 20 jam dengan 85-90% RH.
Fermentasi Kedelai Hitam dengan B.natto (Metode fermentasi modifikasi)
Fermentasi kedelai hitam dengan B.natto dilakukan berdasarkan metode yang
diterangkan oleh Wei et al. (2001) dengan sedikit modifikasi. Modifikasi dilakukan
pada tahap inkubasi dimana inkubasi tidak dilakukan di dalam fermentor, tetapi
dilakukan di dalam wisebath dengan wadah gelas piala 600 mL. Selain itu, dilakukan

4
tahap tambahan yakni proses pematangan hasil fermentasi dengan cara penyimpanan
hasil fermentasi pada lemari pendingin selama 8 jam. Pertama, biji kedelai dicuci bersih
lalu direndam di dalam air destilasi (jumlah air destilasi 3x bobot kedelai) pada suhu
ruang (21-23 oC) selama 16 jam hingga rasio bobot kedelai setelah perendaman dengan
bobot kedelai sebelum perendaman mencapai 2.1-2.3. Kedelai kemudian ditiriskan dan
dikukus di dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 40 menit, dinginkan hingga
mencapai suhu 50 oC. Ditempatkan sebanyak 60 g kedelai bersuhu 50 oC ke dalam
gelas piala 600 mL lalu segera diinokulasikan dengan 5 mL inokulum B.natto, aduk
rata, lapisi permukaan dengan plastik dan tutup gelas piala dengan alumunium foil steril.
Beri lubang pada permukaan alumunium foil untuk sirkulasi udara. Sampel diinkubasi
di dalam wisebath selama 24 jam pada suhu 42 oC. Setelah fermentasi, sampel disimpan
dalam lemari pendingin pada suhu 3-10 oC selama 8 jam. Sampel kemudian di oven
selama 24 jam pada suhu 42 oC hingga kering sempurna.
Preparasi Sampel dan Ekstraksi Isoflavon
Preparasi sampel dan ekstraksi isoflavon dilakukan berdasarkan metode yang
diterangkan oleh Iskandar dan Priatni (2006) serta Shao et al. (2009) dengan sedikit
modifikasi. Kedelai kering dihaluskan dengan cara diblender selama 3-4 menit.
Sebanyak 5 g serbuk kedelai dibungkus dengan kertas saring dan dihilangkan lemaknya
dengan menggunakan soxhlet yang berisi 75 mL n-heksan selama 3-4 jam hingga
seluruh lemak hilang. Serbuk kedelai tersebut didiamkan dalam lemari asam
semalaman untuk menghilangkan sisa pelarut. Sebanyak 1 g serbuk kedelai bebas
lemak diekstraksi dengan 10 mL metanol 80% (v/v) selama 2 jam pada suhu ruang.
Ekstrak kedelai disentrifus pada kecepatan 5.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 oC.
Supernatan disaring dengan kertas saring Whatmann no. 40 hingga diperoleh filtrat
bening berwarna kuning yang dianalisis kadar isoflavonnya. Perlakukan serupa
dilakukan terhadap kedelai non-fermentasi dan kedelai mentah.
Analisis Isoflavon dengan HPLC
Analisis isoflavon dengan menggunakan HPLC dilakukan berdasarkan metode
Shao et al. (2009) dengan sedikit modifikasi. HPLC digunakan untuk análisis
kandungan isoflavon kedelai. Fase gerak binari terdiri dari asetonitril (pelarut A) dan
2% asam asetat (pelarut B), dan elusi gradien sebagai berikut: 0-40 menit, 100-50% B;
40-42 menit, 50-20% B; 42-45 menit, 20-100% B. Volume injeksi sebesar 10 µ L
dengan panjang gelombang absorbansi sebesar 260 nm. Kandungan isoflavon kedelai
mentah, non fermentasi, dan fermentasi diukur berdasarkan stándar eksternal dengan
konsentrasi daidzein dan genistein masing-masing sebesar 100, 50, 20, 10, 5, dan 2.5
µg mL-1. Standar diinjeksikan masing-masing sebanyak 2 kali (duplo) dan grafik yang
diperoleh dari keenam titik standar digunakan untuk menentukan konsentrasi daidzein
dan genistein sampel. Konsentrasi daidzein dan genistein yang diperoleh dari analisis
HPLC disajikan dalam bentuk sampel bebas lemak (deffated), sementara konsentrasi
keduanya yang disajikan dalam bentuk sampel mengandung lemak (undefatted)
merupakan hasil analisis matematis.

5

HASIL
Fermentasi Kedelai Hitam Detam 2 dengan B.natto IFO 3335
Sebelum dilakukan fermentasi terhadap kedelai hitam detam 2, terlebih dahulu
dilakukan proses pemilihan metode fermentasi terbaik diantara beberapa metode
fermentasi yang tersedia. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini,
metode fermentasi 1 dan metode fermentasi 2 tidak berhasil dilakukan. Hal ini terlihat
pada Gambar 1a dan 1b yang menunjukkan penampakan kedelai yang kering dan tidak
berlendir. Sementara itu, hasil modifikasi metode Wei et al. (2001) (metode fermentasi
modifikasi) berhasil dilakukan dengan hasil seperti yang terlihat pada Gambar 1c.
Metode inilah yang digunakan sebagai metode fermentasi pada penelitian ini.

(1b)

(1a)

(1c)
Gambar 1 Kedelai detam 2 hasil fermentasi B.natto strain IFO 3335 dengan metode 1
(1a), metode 2 (1b), dan metode fermentasi modifikasi (1c).

Hasil Kromatogram Sampel Kedelai
Hasil analisis dengan menggunakan HPLC diperoleh konsentrasi daidzein dan
genistein dari kedelai mentah, kedelai non fermentasi dan kedelai fermentasi dalam
bentuk luas area kromatogram (kuantitatif). Kromatogram menunjukkan waktu retensi

6
(Rt) daidzein dan genistein pada sampel kedelai mentah masing-masing 27.467 menit
dan 31.875 menit dengan luas area 366138 mV untuk daidzein dan 608233 mV untuk
genistein (Gambar 2). Pada sampel non fermentasi diperoleh nilai Rt daidzein sebesar
26.767 menit dengan luas area sebesar 335656 mV dan nilai Rt genistein sebesar
30.983 menit dengan luas area sebesar 486601 mV (Gambar 3). Sementara itu, hasil
kromatogram sampel kedelai fermentasi menunjukkan nilai Rt daidzein dan genistein
masing-masing 27.095 dan 31.364 menit dengan luas area 2708625 mV untuk daidzein
dan 4361576 mV untuk genistein (Gambar 4). Ketiga kromatogram tersebut
menunjukkan gambar puncak yang jelas, tajam, dan tidak berhimpitan dengan puncak
lainnya sehingga dapat disimpulkan hasil kromatogram cukup baik dan dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya.
mV
Detector A:260nm

900
850
800
750
700
650
600
550
500
450

2b

400
350

Genistein/31.875/608233

2a

300
250

/27.467/366138

200
150
100
50
0
0.0

Gambar 2

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0

min

Hasil kromatogram isoflavon daidzein (2a) dan genistein (2b) dari sampel
kedelai mentah
mV
Detector A:260nm
1200

1100

1000

900

800

700

600

3b

500

3a
Genistein/30.983/486601

400

/26.767/335656

300

200

100

0

0.0

Gambar 3

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0

min

Hasil kromatogram isoflavon daidzein (3a) dan genistein (3b) dari sampel
non-fermentasi

7
mV
Detector A:260nm
750

4b
Genistein/31.364/4361576

700
650
600
550

4a
/27.095/2708625

500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

0.0

Gambar 4

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0

min

Hasil kromatogram isoflavon daidzein (4a) dan genistein (4b) dari sampel
fermentasi

Kandungan Isoflavon Aglikon dalam Kedelai
Analisis kromatogram dari ketiga sampel dilakukan berdasarkan regresi linier
yang dibentuk oleh kurva standar eksternal daidzein dan genistein. Masing-masing
standar daidzein dan genistein diinjeksikan secara duplo dengan konsentrasi 2.5, 5, 10,
20, 50, dan 100 µg mL-1. Berdasarkan analisis regresi linier dari keenam titik
konsentrasi tersebut, diperoleh persamaan regresi linier untuk daidzein y = 102167x –
6731 dengan R2 0.99 dan nilai p = 0.000 < α (5%). Sementara persamaan regresi linier
untuk genistein adalah y = 150817x + 32198 dengan R2 0.99 dan nilai p = 0.000 < α
(5%). Berdasarkan kedua persamaan garis tersebut, diperoleh konsentrasi daidzein dan
genistein ketiga sampel seperti yang terlihat pada Tabel 1. Konsentrasi daidzein dan
genistein pada kedelai mentah dan kedelai non fermentasi berkisar antara 3-4 µg mL-1,
lebih rendah daripada sampel kedelai fermentasi yang konsentrasi daidzein dan
genisteinnya mencapai 26-29 µg mL-1 (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil analisis kromatogram HPLC pada sampel kedelai mentah, non
fermentasi, dan fermentasi
Sampel

Jenis
isoflavon

Waktu
Retensi
(min)

Area
(mV)

Konsentrasi
-1
(µg mL )

Kedelai mentah

Daidzein
Genistein
Daidzein
Genistein
Daidzein
Genistein

27.59
32.02
26.77
30.98
27.12
31.39

366397
604659
334858
487289
2703849
4356383

3.59
3.99
3.28
3.22
26.49
28.79

Kedelai non-fermentasi
Kedelai fermentasi

8
Analisis Kuantitatif Aglikon
Perbandingan konsentrasi daidzein dan genistein terkoreksi (terhadap kadar air)
pada ketiga sampel dalam bentuk mg per 100 g berat kering sampel disajikan pada
Gambar 5. Pada Gambar 5 disajikan data ketiga sampel dalam bentuk sampel yang
mengandung lemak (undefatted) dan sampel bebas lemak (defatted). Konsentrasi
daidzein dan genistein sampel defatted merupakan hasil analisis kromatogram,
sementara sampel undefatted merupakan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada
Lampiran 2.

Konsentrasi (mg 100 g-1)

12

10.43 0.02
9.60 0.02

9.43 0.02

10

8.68 0.02

8
6

4
2

1.29 0.01
1.07 0.002

1.16 0.001
1.19 0.01
1.07 0.001
0.97 0.002
0.98 0.003
1.09 0.003

0
Genistein (defatted)

Genistein
(undefatted*)

Daidzein (defatted)

Daidzein
(undefatted*)

Kandungan isoflavon dalam kedelai detam 2

Gambar 5 Perbandingan konsentrasi isoflavon genistein dan daidzein terkoreksi dalam
100 g kedelai mentah ( ), kedelai non-fermentasi ( ) dan kedelai hasil
fermentasi ( )
Keterangan: *sampel undefatted merupakan hasil perhitungan matematis.

PEMBAHASAN
Fermentasi Kedelai Hitam Detam 2 dengan B.natto IFO 3335
Pada proses pembuatan natto dalam penelitian ini, dilakukan modifikasi
fermentasi dimana fermentasi tidak dilakukan di dalam fermentor, tetapi dilakukan di
dalam wisebath yang berisi air dengan menggunakan wadah gelas piala. Modifikasi
dilakukan karena ketiadaannya fermentor (yang memiliki kelembapan 85-90% RH)
sebagai tempat berlangsungnya fermentasi. Modifikasi dilakukan dengan mengganti
peran fermentor dengan wisebath yang dipenuhi dengan air. Wisebath dengan pengatur
suhu yang stabil dan dipenuhi air ini akan memiliki kelembaban yang tinggi (> 80%)
sesuai dengan kebutuhan pada fermentasi natto yang ideal. Metode fermentasi yang
diterangkan oleh Ueda (1989); Kiuchi dan Watanabe (2004) gagal diterapkan pada
penelitian ini karena suhu fermentasi yang terlalu tinggi (50 oC) hingga sampel kedelai

9
kering dan tidak memiliki tekstur yang lembut selayaknya natto yang berhasil
difermentasi. Sementara metode yang diterangkan oleh Wei et al. (2001) juga
mengalami kegagalan, meskipun suhu yang digunakan berkisar 40-42 oC. Hal ini terjadi
karena fermentasi dilakukan di dalam inkubator biasa yang tidak memiliki pengaturan
kelembaban ruang (RH) sehingga kedelai menjadi kering.
Fermentasi dengan metode modifikasi yang berhasil dilakukan pada penelitian
ini menghasilkan natto dengan ciri utama berlendir dan berbau khas natto. Natto ini
memiliki tekstur yang lembut, beraroma natto, berwarna kecoklatan dan diselubungi
oleh lendir berwarna putih yang lengket (Gambar 1c). Ciri-ciri khas natto inilah yang
digunakan sebagai parameter kualitatif untuk menentukan waktu optimum fermentasi
pada penelitian ini. Menurut Wei et al. (2001) tidak ada literatur yang dapat
memberikan waktu optimum fermentasi skala industri yang paling tepat. Waktu
fermentasi rata-rata B.natto berkisar antara 16-20 jam (Maruo dan Yoshkawa 1989).
Waktu optimum fermentasi natto terutama dipengaruhi oleh strain B.natto yang
digunakan sehingga waktu optimum untuk setiap strain yang digunakan pada percobaan
dengan kondisi (variabel) lain dibuat sama akan berbeda-beda (Wei et al. 2001).
Pengamatan secara kualitatif yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan
hasil yang tidak berbeda dengan pengamatan kuantitatif pada penelitian yang dilakukan
Wei et al. (2001). Pada fermentasi kedelai hitam detam 2 dengan B.natto strain IFO
3335, lendir putih yang tampak pada jam ke-18 lebih sedikit dibandingkan pada jam ke20 dan jam ke-24. Tetapi, pada jam ke-30 lendir putih yang tampak lebih sedikit
dibandingkan pada jam ke-24. Berkurangnya lendir putih ini juga diikuti dengan
semakin keringnya sampel natto. Lendir putih ini merupakan asam poliglutamat atau PGA dan polisakarida (Hongo dan Yoshimoto 1968). Menurut Wei et al. (2001)
banyaknya lendir putih di permukaan natto dapat diukur secara kuantitatif dengan
pengukuran viskositas (viscosity). Semakin tinggi nilai viskositas sampel maka semakin
banyak pula lendir putih yang dihasilkan dan berarti semakin baik pula kualitas natto.
Pada penelitian Wei et al. (2001) kedelai yang difermentasi oleh B.natto strain itobiki
dan NRRL B-3383 menunjukkan kenaikan nilai viskositas yang signifikan dari jam ke10 hingga jam ke-18 waktu fermentasi. Nilai viskositas mulai menurun setelah
melewati jam ke-18. Hal ini menunjukkan bahwa lendir putih akan terus meningkat
hingga fermentasi mencapai waktu optimum (jam ke-18) dan akan menurun setelah
melewati waktu fermentasi optimum tersebut. Hal inilah yang menyebabkan lendir
putih pada fermentasi kedelai hitam detam 2 berkurang pada jam ke-30 karena pada
jam ini fermentasi kedelai hitam detam 2 telah melewati waktu fermentasi optimumnya,
yakni jam ke-24.
Pengamatan terhadap tekstur natto pada penelitian ini juga digunakan sebagai
parameter kualitatif. Pada penelitian ini natto direbus selama 40 menit dan dilanjutkan
dengan fermentasi selama 18, 20, dan 24 jam. Pengamatan pada ketiga waktu tersebut
menunjukkan tidak adanya perubahan tekstur yang tampak secara signifikan. Namun,
jika fermentasi diteruskan hingga jam ke-30, tekstur natto menjadi lembek dan kering
yang berarti pada jam ke-30 kualitas natto telah mengalami penurunan. Demikian pula
pada penelitian yang dilakukan Wei et al. (2001), tekstur natto yang diukur secara
kuantitatif berdasarkan tingkat kekerasan (firmness) menunjukkan kedelai yang direbus
selama 40 menit dan difermentasi oleh B. natto strain NRRL B-3383 dan itobiki akan
mengalami sedikit penurunan kekerasan pada jam ke-18 hingga ke-20. Penurunan ini
sangat kecil hingga tidak akan tampak jika hanya diamati secara visual. Hal ini
menunjukkan bahwa tekstur natto pada waktu fermentasi berkisar 18-20 jam hampir

10
sama secara visual dan masih digolongkan sebagai natto dengan kualitas yang baik
(Wei et al. 2001).
Selain itu, pada fermentasi IFO 3335 juga digunakan aroma natto sebagai salah
satu parameter kualitatif. Pada saat pengamatan, aroma natto yang muncul semakin
kuat seiring semakin lamanya waktu fermentasi (jam ke-18 hingga ke-24). Tetapi pada
jam ke-30 aroma natto mulai berkurang dan mulai muncul aroma lain yang busuk yang
biasa muncul pada tempe busuk. Hal ini menandakan bahwa natto telah mengalami
fermentasi berlebih pada jam ke-30 dan berakibat pada menurunnya kualitas natto.
Pada penelitian ini, jumlah inokulum bakteri IFO 3335 yang digunakan untuk
fermentasi adalah 1.2 x 107 cfu mL-1 dengan nilai OD660 (absorban) sebesar 1.6. Jumlah
inokulum ini dihitung tepat sebelum inokulum digunakan untuk fermentasi dengan
menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Jumlah inokulum ini hampir sama
dengan jumlah inokulum 9 strain bakteri B. natto yang digunakan pada percobaan Wei
et al. (2001). Pada percobaan Wei, inokulum bakteri yang digunakan berkisar antara
107 hingga 108 cfu mL-1 dengan nilai absorban sebesar 1.5. Jumlah inokulum yang
digunakan pada fermentasi perlu diketahui jumlahnya karena inokulum yang terlalu
sedikit akan berakibat gagalnya fermentasi.
Bakteri B.natto IFO 3335 yang digunakan sebagai agen fermentasi kedelai
hitam detam 2 pertama kali diisolasi oleh M. Yamazaki pada tahun 1954 (IFO 2000).
Strain IFO 3335 ini dapat memproduksi -glukosidase seperti jenis B.natto lainnya dan
banyak diteliti karena kemampuannya memproduksi -PGA dalam jumlah yang besar
(9.6 g L-1) tanpa adanya produk sampingan seperti polisakarida dalam media yang
mengandung asam L-glutamat (30 g L-1), asam sitrat (20 g L-1) dan ammonium sulfat (5
g L-1) (Goto dan Kunioka 1992). Kedelai hitam detam 2 yang digunakan pada
penelitian ini merupakan kedelai lokal unggulan hasil persilangan kedelai Wilis dengan
galur introduksi 9837 yang dikembangkan oleh BALITKABI. Kedelai ini mengandung
protein sebanyak 45.58% berat kering lebih tinggi daripada kedelai lain yang umumnya
mengandung protein sebesar 35% (Balitkabi 2012).

Kromatogram dan Kandungan Isoflavon Aglikon dalam Kedelai
Analisis kandungan isoflavon kedelai diukur dengan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). HPLC merupakan jenis kromatografi yang menggabungkan
koefisien kolom dengan kecepatan analisis, memiliki kecepatan dan sensitivitas yang
lebih baik serta dapat digunakan untuk menguji hampir semua jenis molekul biologi,
baik makro maupun mikro (Bintang 2010). Hasil kromatogram ketiga sampel hanya
menunjukkan luas area daidzein dan genistein masing-masing sampel, namun tidak
menunjukkan konsentrasi daidzein dan genisteinnya. Perhitungan konsentrasi daidzein
dan genistein ketiga sampel diperoleh dari regresi linier yang dibentuk oleh kurva
standar eksternal daidzein dan genistein dengan menggunakan program LC
SOLUTION 1.2.
Hasil analisis menunjukkan konsentrasi daidzein dan genistein kedelai mentah
masing-masing 3.59 µg mL-1 dan 3.99 µg mL-1. Konsentrasi daidzein dan genistein
kedelai non fermentasi mengalami penurunan dibandingkan konsentrasi pada sampel
mentah yakni 3.28 µg mL-1 dan 3.22 µg mL-1. Tetapi, konsentrasi kedua isoflavon
tersebut meningkat tajam hingga delapan kali lipat pada sampel kedelai fermentasi
yakni daidzein sebesar 26.48 µg mL-1 dan genistein sebesar 28.79 µg mL-1. Selain itu,

11
berdasarkan kedua persamaan, diketahui nilai p keduanya < 5% sehingga disimpulkan
bahwa fermentasi berpengaruh terhadap kandungan isoflavon atau tolak H0.
Pada penelitian ini, dilakukan konversi isoflavon glikosida (genistin dan daidzin)
menjadi aglikon (genistein dan daidzein) akibat aktivitas enzim -glukosidase yang
dihasilkan oleh B.natto. Konversi ini dilakukan karena produk pangan yang
mengandung aglikon dalam jumlah besar akan lebih banyak memberikan manfaat bagi
manusia karena aglikon lebih mudah diserap usus daripada bentuk glikosidanya (Izumi
et al. 2000). Hingga saat ini, dilaporkan terdapat 12 jenis isoflavon yang terkandung di
dalam kedelai, antara lain: tiga jenis isoflavon aglikon (genistein, daidzein, dan
glisitein), isoflavon 7-O- -D-glukosida atau dikenal dengan glikosida (genistin,
daidzin, dan glisitin), isoflavon 6”-O-malonil-7-O- -D-glukosida (malonilgenistin,
malonildaidzin, dan malonilglisitin), dan isoflavon 6”-O-asetil-7-O- -D-glukosida
(asetilgenistin, asetildaidzin, dan asetilglisitin) (Shao et al. 2009). Diantara semua jenis
isoflavon tersebut, isoflavon 7-O- -D-glukosida atau glikosida paling banyak
ditemukan pada kedelai mentah. Namun, beragam proses pengolahan kedelai seperti
pemanasan, pemasakan, hidrolisis enzimatik, dan fermentasi dapat mengubah bentuk
glikosida menjadi bentuk aglikon sehingga jumlah aglikon pada produk olahan kedelai
lebih tinggi daripada mentahnya (Wang et al. 1998).

(6b)
(6a)
Gambar 6 Struktur kimia isoflavon glikosida (6a) dan aglikon (6b) pada kedelai

Analisis Kuantitatif Aglikon
Konsentrasi sampel hasil kromatografi muncul sebagai konsentrasi sampel
defatted atau sampel bebas lemak. Pada sampel defatted, lemak yang berhasil
dihilangkan dari ketiga sampel berkisar 8-10% (total lemak kedelai hitam detam 2
sebesar 14.83%, lebih rendah daripada kedelai biasa yang mencapai 18-20%) sehingga
dapat disimpulkan proses penghilangan lemak pada ketiga sampel cukup baik. Proses

12
penghilangan lemak ini merupakan proses yang penting pada analisis konsentrasi
aglikon dengan HPLC karena kandungan lemak yang tinggi pada sampel akan
menghasilkan kromatogram yang tidak bersih dan puncak-puncak yang saling
berhimpitan. Selain itu, proses penghilangan lemak dengan soklet tidak akan
mengakibatkan kehilangan isoflavon yang signifikan (Iskandar dan Priatni 2006).
Konsentrasi genistein dan daidzein (terkoreksi) tertinggi dihasilkan oleh kedelai
yang difermentasi dengan peningkatan hingga 8 kali lipat dibandingkan sampel kedelai
mentah yakni genistein sebesar 10.43 mg dan daidzein sebesar 9.6 mg dalam 100 g
berat kering kedelai. Kandungan daidzein dan genistein terendah dihasilkan oleh
kedelai non fermentasi dengan konsentrasi genistein sebesar 1.07 mg dan daidzein 1.09
mg, diikuti dengan konsentrasi genistein dan daidzein kedelai mentah yang tidak jauh
berbeda, masing-masing 1.29 mg dan 1.16 mg.
Namun, kedelai dan produk turunannya yang dikonsumsi manusia sebagian
besar tidak dalam bentuk kedelai bebas lemak (defatted), tetapi dalam bentuk kedelai
yang mengandung lemak (undefatted). Oleh karena itu, dilakukan konversi konsentrasi
aglikon pada sampel defatted menjadi konsentrasi sampel undefatted. Sampel
undefatted secara keseluruhan mengandung daidzein dan genistein (terkoreksi) lebih
rendah daripada sampel bebas lemaknya. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa
fermentasi mampu meningkatkan kandungan genistein dan daidzein hingga 8 kali lipat
dari sampel mentahnya. Genistein dan daidzein yang terkandung di dalam sampel
fermentasi masing-masing mencapai 9.43 mg dan 8.68 mg untuk setiap 100 g berat
sampel kering, jauh lebih tinggi dari kedelai mentah yang hanya mengandung 1.19 mg
genistein dan 1.07 mg daidzein. Sementara itu kedelai non fermentasi hanya
mengandung genistein sebesar 0.97 mg dan daidzein sebesar 0.98 mg.
Bila dibandingkan dengan kedelai varietas lain, kedelai hitam detam 2
mengandung daidzein dan genistein yang lebih rendah. Detam 2 mengandung daidzein
dan genistein masing-masing 1.162 mg dan 1.294 mg dalam 100 g sampel kering lebih
rendah daripada varietas amerika yang mengandung 1.66 mg daidzein dan 2.67 mg
genistein (Iskandar dan Priatni 2006). Selain itu, daidzein dan genistein kedelai non
fermentasi pada penelitian ini lebih rendah daripada kedelai mentahnya. Hal ini terjadi
karena sebagian isoflavon ikut terlarut bersama air selama proses perendaman kedelai
(± 16 jam perendaman). Selain itu, proses pengukusan pada suhu 121 oC selama 40
menit juga dapat menjadi penyebab hilangnya sebagian isoflavon aglikon tersebut
(Grun et al. 2001).
Merujuk pada berbagai penelitian terdahulu mengenai fermentasi kedelai,
terlihat bahwa kedelai yang difermentasi atau mengalami hidrolisis asam akan
mengandung daidzein dan genistein lebih tinggi (Nakajima et al. 2005; Iskandar dan
Priatni 2006; Tyug et al. 2010; Da Silva et al. 2011). Fermentasi yang berhasil
meningkatkan konsentrasi aglikon terlihat pada penelitian Da Silva et al. (2011) yang
berhasil menambah konsentrasi genistein dari 1.23 mg menjadi 14.30 mg melalui
fermentasi A. oryzae. Selain itu, kedelai kuning bebas lemak yang difermentasi dengan
Rhizopus sp. menjadi germ tempeh pada penelitian yang dilakukan oleh Nakajima et al.
(2006) juga berhasil meningkatkan konsentrasi aglikonnya hingga 206.1 mg untuk
daidzein dan 32 mg untuk genistein. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi tertinggi
dari semua jenis kedelai dan produk olahannya yang disajikan pada Tabel 2.
Pada penelitian ini, fermentasi kedelai hitam detam 2 dengan B. natto IFO 3335
menghasilkan daidzein sebesar 8.68 mg dan genistein sebesar 9.43 mg (sampel
undefatted). Hasil ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan kedelai hitam lain dan

13
turunannya (natto, kecap, tempe) pada Tabel 2. Produk turunan kedelai hitam seperti
natto dan kecap bahkan mengandung sangat sedikit daidzein sehingga tidak dapat
terdeteksi (tidak terukur). Produk kedelai hitam lain seperti tempe juga mengandung
daidzein lebih kecil (6.80 mg) dibandingkan dengan hasil penelitian ini, yaitu 8.68 mg
daidzein (tertinggi diantara sampel kedelai hitam jenis lain dan turunannya). Sementara
itu, kandungan genistein kedelai hitam dan turunannya pada Tabel 2 cukup bervariasi
dengan konsentrasi terendah sebesar 0.25 mg pada sampel kecap brand B dan tertinggi
pada tempe kedelai hitam Sakushuu-kuro sebesar 9.9 mg. Sedangkan hasil dari
penelitian ini menunjukkan kandungan genistein sampel sebesar 9.43 mg yang
merupakan kadar tertinggi kedua untuk sampel kedelai hitam.
Tabel 2 Jumlah dua senyawa isoflavon aglikon dominan dari 100 g sampel kedelai dan
produk turunannya
Sampel
Tepung kedelai utuh (Brazil)
Tepung kedelai utuh autoklaf
Tepung kedelai utuh autoklaf yang
difermentasi 24 jam
Tepung susu kedelai grade A (GASP)
Tepung susu kedelai grade B (GBSP)
Tepung kulit kedelai (SHP)
Tepung kulit kedelai hidrolisi asam
Kedelai mentah (defatted)
Tepung kedelai (defatted)
Tahu (defatted)
Miso brand A (defatted)
Miso brand B (defatted)
Natto brand A (defatted)
Natto brand B (defatted)
Kecap brand A (defatted)
Kecap brand B (defatted)
Kedelai hitam Sakushuu-kuro (tempe)
Kedelai kuning Tamahomare (tempe)
Kedelai kuning bebas lemak (germtempeh)
Tempe kaya isoflavon
Kedelai mentah bebas lemak varietas
USA
Tempe
Tempe
Tempe
Tempe

Jumlah isoflavon (mg)
Daidzein
Genistein
1.23a
1.89a
7.45b
b

14.30b
b

Mikroorganisme

Acuan

-

Da Silva et al.(2011)
Da Silva et al.(2011)
Da Silva et al.(2011)

A oryzae

3.13
2.7-2.9b
1.17b
19.02b
6.80b
8.0b

0.84
0.4-0.6b
0.46a
1.82a
1.39a
22.9a
5.6a
3.85a
6.42a
0.28a
0.25a
9.9b
7.2b

Rhizopus sp
Rhizopus sp

206.1b

32b

Rhizopus sp

65.9

b

1.66

a

24.6

b

Rhizopus sp

a

-

2.67

b

b

8.37
9.05b

10.45
11.40b

8.49b

11.76b

3.36b

6.99b

R. oligosporus C
R oryzae L16
R. oligosporus C
dan R oryzae
L16 (1:1)
Kultur komersil

Tyug et al. (2010)
Tyug et al. (2010)
Tyug et al. (2010)
Tyug et al. (2010)
Fukutake et al. (1996)
Fukutake et al. (1996)
Fukutake et al. (1996)
Fukutake et al. (1996)
Fukutake et al. (1996)
Fukutake et al. (1996)
Fukutake et al. (1996)
Fukutake et al. (1996)
Fukutake et al. (1996)
Nakajima et al. (2005)
Nakajima et al. (2005)
Nakajima et al. (2005)
Nakajima et al. (2005)
Iskandar dan Priatni (2006)
Iskandar dan Priatni (2006)
Iskandar dan Priatni (2006)
Iskandar dan Priatni (2006)

Iskandar dan Priatni (2006)

a

Keterangan: Jumlah isoflavon dalam 100 g berat kering sampel
b
Jumlah isoflavon dalam 100 g berat basah ekstrak sampel
Peningkatan isoflavon daidzein dan genistein pada kedelai yang difermentasi
terjadi akibat aktivitas B.natto. Selama fermentasi, bakteri ini akan menghasilkan glukosidase, yakni enzim yang menghidrolisis isoflavon glikosida menjadi aglikon
(Shao et al. 2009). Enzim ini akan bekerja secara spesifik pada glukosida dengan cara
mengatalisis dan menghidrolisis ikatan -glukosidik antara oligosakarida dengan
turunan glukosida lainnya sehingga dilepaskanlah molekul gula (Ribeiro et al. 2007).
Pada proses hidrolisis ini, gugus glukosa yang menempel pada atom oksigen (glikosida)

14
akan terputus dan posisi glukosa ini akan digantikan oleh atom hidrogen sehingga
membentuk isoflavon aglikon. Selain itu menurut Hart (1983) reaksi hidrolisis ini juga
membutuhkan katalis asam, seperti yang terjadi di dalam lambung manusia. Kedelai
yang dikonsumsi secara alami akan mengalami hidrolisis akibat aktivitas -glukosidase
dari mikroflora di dalam usus manusia (Behloul dan Wu 2013) atau akibat aktivitas
enzim laktase (asam) di usus kecil (Raimondi et al. 2009).
Enzim -glukosidase atau -D-glukosida-o-glukohidrolase dengan nomor E.C.
3.2.1.21 merupakan kelompok enzim hidrolase dengan NAD dan NADH sebagai
akseptor hidrogen. Seperti enzim pada umumnya, enzim -glukosidase akan bekerja
dengan cara menurunkan energi aktivasi reaksi pengubahan glikosida menjadi aglikon.
Energi aktivasi suatu reaksi adalah jumlah energi dalam kalori yang diperlukan untuk
membawa semua molekul pada 1 mol senyawa pada suhu tertentu menuju tingkat
transisi pada puncak batas energi. Akibat turunnya energi aktivasi ini, maka fraksi
molekul substrat yang bereakasi menjadi produk per satuan waktu akan lebih cepat
dibandingkan dengan keadaan tanpa enzim (Lehninger 1982).
Aktivitas enzim -glukosidase dalam menghidrolisis isoflavon kedelai pertama
kali dilaporkan oleh Matsuura et al pada tahun 1989. Matsuura melaporkan glukosidase berperan dalam meningkatkan daidzein dan genistein selama proses
perendaman kedelai pada proses pembuatan susu kedelai. Selain itu, -glukosidase juga
berperan dalam menghidrolisis glikosida menjadi aglikon pada pembuatan tepung
kedelai terfermentasi (da Silva et al. 2011). Jumlah aglikon yang tinggi dalam produk
pangan akan meningkatkan jumlah zat aktif isoflavon (aglikon) yang dapat diserap
tubuh manusia yang berperan sebagai antidiabetes.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Kwon et al. pada tahun 2011
menunjukkan bahwa meju, makanan tradisional korea yang difermentasi oleh Bacillus
dan Aspergillus tanpa garam selama 20-60 hari dan chungkookjang (fermentasi kedelai
dengan B.subtilis tanpa garam selama 2-3 hari) terbukti mampu bekerja sebagai
antidiabetes dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin. Genistein sendiri
bermanfaat dalam memperbaiki metabolisme glukosa dan lipid serta melindungi sel pankreas (Choi et al. 2008). Penelitian Rahadiyanti (2011) juga menunjukkan bahwa
pemberian tempe kedelai pada 18 orang prediabetes selama 14 hari mampu
menurunkan kadar glukosa darah puasa sebesar 8.69%. Hal ini dapat terjadi karena
selama proses fermentasi, konsentrasi isoflavon aglikon (daidzein dan genistein) yang
memiliki bioavailabilitas yang tinggi (mudah diserap tubuh) meningkat sehingga
mampu memberikan dampak yang lebih signifikan dalam menstimulasi insulin untuk
menyerap glukosa.

SIMPULAN
Fermentasi kedelai hitam varietas detam 2 dengan B.natto strain IFO 3335
terbukti mampu meningkatkan kandungan daidzein dan genistein kedelai. Kedelai
hitam detam 2 mentah secara alami hanya mengandung genistein dan daidzein masingmasing 1.29 mg dan 1.16 mg dalam 100 g sampel kering (defatted) dan 1.19 mg
genistein dan 1.07 mg daidzein pada sampel tidak bebas lemak (undefatted). Jumlah ini
akan meningkat 8 kali lipat dari sampel kedelai mentah hingga mencapai 10.43 mg
(9.43 mg undefatted) untuk genistein dan 9.60 mg (8.68 mg undefatted) untuk
daidzein. Sementara itu, kedelai non fermentasi tidak mengalami peningkatan

15
konsentrasi aglikon, yakni sebesar 1.07 mg untuk genistein
daidzein (0.97 mg dan 0.98 mg pada sampel undefatted).

dan 1.09 mg untuk

SARAN
Pemanfaatan daidzein dan genistein yang cukup tinggi pada kedelai yang
difermentasikan oleh B.natto IFO 3335 membutuhkan penelitian lebih lanjut, terutama
penelitian untuk mengetahui aktivitas dan cara kerja kedua isoflavon aglikon tersebut.
Selain itu, mekanisme kerja enzim -gluksidase yang masih belum jelas pada penelitian
ini membutuhkan penelitian lebih lanjut terutama mengenai mekanisme kerja, aktivitas
dan kinetika enzimnya.

DAFTAR PUSTAKA
[Balitkabi] Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2012. Kedelai hitam
detam 2. Balitkabi [internet]. [diunduh 2013 Januari 19]. Tersedia pada:
http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/varietas-unggul/vu-kedelai/108-varietasunggul-kedelai-detam-2.html.
Behloul N, Wu G. 2013. Genitein: A promising therapeutic agent for obecity and
diabetes treatment. Europ J Pharm. 698: 31-38.
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Choi MS, Jung UJ, Yeo J, Kim MJ, Lee MK. 2008. Genistein and daidzein prevent
diabetes onset by elevating insulin level and altering hepatic gluco- neogenic and
lipogenic enzyme activities in non-obese diabetic (NOD) mice. Diabet Metab. 24:
74–81.
Da Silva LH, Celeghini RMS, Chang YK. 2011. Effect of the fermentation of whole
soybean flour on the conversion of isoflavones from glycosides to aglycones.
Food Chem. 128: 640-644.
Entis P. 2002. Food Microbiology-The Laboratory. Washington DC (US): Food
Processors Institute. p7-8
Ferreira MP, Da Silva MP, de Oliveira MCB, Mandarino JM, da Silva JB, Ida EI,
Panizzi MCC. 2011. Changes in the isoflavone profile and in the chemical
composition of tempeh during processing and refrigeration. J Nutri. 46 (11):
1555-1561.
Fukutake M, Takahashi M, Ishida K, Kawamura H, Sugimura T, Wakabayashi K. 1996.
Quantification of genistein and genistin in soybean and soybean products. J Food
Chem Toxicol. 34: 457-461.
Goto A, Kunioka M. 1992. Biosynthesis and hydrolysis of polyglutamic acid from
Bacillus subtilis IFO 3335. J Biosci. 56: 1031-1035.
Grun IU, Adhikari K, Li C, Li Y, Lin B, Zhang J, Fernando LN. 2001. Changes in the
profile of genistein, daidzein, and their conjugates during thermal processing of
tofu. J Agr Food Chem. 49:2839–2843.

16
Haron H, Ismail A, Azlan A, Shahar S, Peng LS. 2009. Daidzein and genestein contents
in tempeh and selected soy products. J Food Chem. 115: 1350-1356.
Hart H. 1983. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Hlm130.
Hongo M, Yoshimoto A. 1968. Formation of phage-induced -polyglutamic acid
depoly