Kultur antera dan evaluasi galur haploid ganda untuk mendapatkan padi gogo tipe baru

KULTUR ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID
GANDA UNTUK MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU

HENI SAFITRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: KULTUR
ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID GANDA UNTUK
MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU adalah karya saya sendiri
dengan arahan dan bimbingan dari Komisi Pembiming. Karya ini belum pernah
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010


Heni Safitri
NRP. A253070141

ABSTRACT

HENI SAFITRI. Anther Culture and Doubled Haploid Evaluation to Obtain New
Upland Plant Type of Rice. Under direction of BAMBANG SAPTA PURWOKO,
ISWARI SARASWATI DEWI, and DESTA WIRNAS as advisory committee.
Rice productivity rate in Indonesia has been leveling off, means that any
cultivation technology is difficult to increase production because the genetic
potential of rice production is saturated. Therefore, it requires high yielding
varieties that yield higher than existing varieties. The way to obtain new high
yielding varieties in the conventional method takes a long time (7-10 years),
especially the selection process to obtain pure lines. Utilization of biotechnology
such as anther culture is expected to shorten the acquisition of pure lines and the
selection process so that it can save labor, time and cost. The objectives of this
research were: (1) to obtain doubled haploid homozygous rice lines, (2) to obtain
genetic control information of agronomic characters supporting the development
of new upland plant type of rice, and (3) to obtain genotypes having potential as

upland rice and new upland plant type of rice. The research consisted of three
experiments: (1) The study of green plant regeneration in rice anther culture, (2)
Genetic analysis of agronomic characters in rice, and (3) Evaluation of doubled
haploid lines. A completely randomized design with 25 replications were used in
Experiment 1, while randomized block design with four replications were used in
Experiment 2. Material of experiments 1 and 2 were the new plant type of rice
varieties and line i.e Fatmawati and BP360E-MR-79-2, Buru rice landraces i.e
Fulan Telo Gawa and Fulan Telo Mihat, and F1 hybrid and their reciprocal
crosses of new plant type of rice with Buru rice landraces. Anther culture medium
for the experiment 1 is N6 for callus induction and MS for regeneration and
rooting. Experiments 3 was carried out in Augmented randomized block design
with seven replications of three check genotypes (Fatmawati, Fulan Telo Gawa
and Limboto). Materials tested were 35 doubled haploid lines obtained from
anther culture of Fulan Telo Gawa/Fatmawati and its resiprocal crosses. They
were planted in upland condition. The results showed that: F1 genotypes derived
from Fatmawati/Fulan Telo Gawa and its reciprocal crosses were the most
efficient genotypes in rice anther culture. The F1 genotypes were easier to
produce green and doubled haploid plants in rice anther culture than their parents.
The F1 genotypes of Fulan Telo Gawa/Fatmawati and its reciprocal were the best
cross combination.  These crosses had possibility to produce genotypes with the

desired characters in the next generation. Evaluation of 35 doubled haploid
genotypes showed that  there was variability of agronomic and yield characters
among the doubled haploid lines. Selection of 35 doubled haploid genotypes
produced a genotype with new plant type characters, i.e. FG1R-36-1-1 and 14
genotypes were selected as upland rice lines.
Keywords: upland rice, new plant type, doubled haploid, agronomic characters

RINGKASAN
HENI SAFITRI. Kultur Antera dan Evaluasi Galur Haploid Ganda untuk
Mendapatkan Padi Gogo Tipe Baru. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA
PURWOKO, ISWARI SARASWATI DEWI dan DESTA WIRNAS.
Laju peningkatan produktivitas padi di Indonesia telah melandai (levelling
off), artinya teknologi budidaya apapun yang diberikan sulit untuk meningkatkan
produksi karena potensi genetik produksinya sudah jenuh. Oleh karena itu,
diperlukan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi melebihi daya hasil varietas
yang sudah ada. Cara memperoleh varietas unggul tipe baru secara konvensional
memerlukan waktu yang lama (7-10 tahun), terutama proses seleksinya sampai
diperoleh galur murni. Pemanfaatan bioteknologi seperti kultur antera diharapkan
mampu mempersingkat perolehan galur murni dan proses seleksi sehingga dapat
menghemat tenaga, waktu dan biaya. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1)

mendapatkan galur padi haploid ganda homozigos, (2) mendapatkan informasi
tentang kendali genetik terhadap karakter agronomi yang menunjang
pembentukan padi gogo tipe baru, dan (3) mendapatkan genotipe yang berpotensi
sebagai galur padi gogo dan galur padi gogo tipe baru.
Penelitian terdiri atas tiga percobaan yaitu (1) Studi regenerasi tanaman
hijau pada kultur antera padi, (2) Analisis genetik karakter agronomi pada padi,
dan (3) Evaluasi galur-galur haploid ganda hasil kultur antera. Percobaan 1
dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap 25 ulangan, sedangkan percobaan 2
dilaksanakan dengan rancangan acak kelompok empat ulangan. Materi percobaan
1 dan 2 adalah varietas dan galur harapan padi tipe baru yaitu Fatmawati dan
BP360E-MR-79-2, padi varietas lokal Pulau Buru yaitu Fulan Telo Gawa dan
Fulan Telo Mihat, dan F1 hasil persilangan Fatmawati dan BP360E-MR-79-2
dengan varietas lokal Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat serta resiprokalnya.
Media kultur antera untuk percobaan 1 yaitu N6 untuk induksi kalus dan MS
untuk regenerasi dan perakaran. Percobaan 3 dilaksanakan dengan rancangan acak
kelompok augmented dengan tiga genotipe pembanding (Fatmawati, Fulan Telo
Gawa dan Limboto) yang diulang tujuh kali. Materi percobaan adalah 35 galur
haploid ganda hasil kultur antera F1 persilangan Fulan Telo Gawa/Fatmawati dan
resiprokalnya, ditanam di lapang dalam kondisi gogo.
Hasil kultur antera terhadap empat tetua dan delapan F1 hasil persilangan

antar tetua menunjukkan bahwa genotipe memberikan respon yang berbeda pada
kultur antera padi. Efisiensi pembentukan tanaman pada F1 berkisar antara 4.6313.76 persen, sedangkan efisiensi pembentukan tanaman pada keempat tetua
berkisar antara 0.00-2.54 persen. Genotipe F1 lebih efisien dalam menghasilkan
tanaman hijau dan tanaman haploid ganda dibanding dengan genotipe tetua yang
digunakan dalam persilangannya. Genotipe F1 yang berasal dari persilangan
Fatmawati/Fulan Telo Gawa dan resiproknya merupakan genotipe yang paling
efisien dalam menghasilkan tanaman pada kultur antera padi. Tanaman haploid
ganda yang diperoleh dari penelitian ini sebanyak 161 tanaman atau 29.81 persen
dari total tanaman hijau yang berhasil diaklimatisasi
Evaluasi karakter agronomi terhadap delapan F1 hasil persilangan padi gogo
lokal dengan padi tipe baru menunjukkan bahwa genotipe F1 persilangan Fulan
Telo Gawa/Fatmawati dan resiproknya merupakan kombinasi persilangan terbaik
dan menghasilkan gabah kering per rumpun paling tinggi di antara genotipe F1

yang lain. Genotipe F1 persilangan Fulan Telo Gawa/Fatmawati dan resiproknya
memiliki kemungkinan untuk menghasilkan genotipe-genotipe dengan karakter
yang diinginkan pada generasi berikutnya. Peluang perbaikan genetik dapat
dilakukan melalui karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah
gabah isi per malai dan hasil gabah kering per rumpun. Karakter-karakter tersebut
mempunyai variabilitas genetik yang luas.

Evaluasi terhadap 35 genotipe haploid ganda menunjukkan bahwa terdapat
keragaman karakter agronomi dan hasil antar genotipe haploid ganda hasil kultur
antera. Karakter jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai dan hasil gabah
kering per rumpun mempunyai variabilitas genetik luas. Seleksi terhadap 35
genotipe haploid ganda hasil kultur antera menghasilkan satu genotipe yang
terpilih sebagai galur padi gogo tipe baru, yaitu FG1R-36-1-1 dan 14 genotipe
terpilih sebagai galur padi gogo. FG1R-36-1-1 mempunyai tinggi tanaman sedang
(98.7 cm), berumur genjah (102.1 hari), mempunyai pengisian gabah yang baik
(79.9 %) dengan gabah isi per malai sebanyak 122 butir, dan hasil gabah kering
per rumpun yang tinggi (24.9 g). Galur-galur haploid ganda yang dihasilkan masih
perlu dievalusi lebih lanjut, baik karakter agronomi maupun ketahanannya
terhadap hama dan penyakit.
Kata kunci: padi gogo, padi tipe baru, haploid ganda, karakter agronomi
 
 
 
 
 
 
 

 

 

 
 
 
 
 
 
 

© Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KULTUR ANTERA DAN EVALUASI GALUR HAPLOID
GANDA UNTUK MENDAPATKAN PADI GOGO TIPE BARU

HENI SAFITRI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul Tesis
Nama
NRP


: Kultur Antera dan Evaluasi Galur Haploid Ganda untuk
Mendapatkan Padi Gogo Tipe Baru
: Heni Safitri
: A253070141

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc.
Ketua

Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi
Anggota

Dr. Desta Wirnas, SP. MSi.
Anggota

Diketahui,
Ketua Mayor Pemuliaan dan

Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

Tanggal ujian: 19 Januari 2010

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil penulis selesaikan. Tujuan
penelitian ini adalah mendapatkan galur-galur padi haploid ganda hasil kultur
antera dan memperoleh galur padi gogo yang berpotensi sebagai padi gogo tipe
baru.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang S.
Purwoko, MSc., Dr. Ir. Iswari S. Dewi dan Dr. Desta Wirnas, SP. MSi selaku

pembimbing yang banyak memberi arahan, saran dan tambahan wawasan kepada
penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. dan Dr. Ir. Darda Efendi, MSi. selaku
koordinator Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, serta Dr. Hajrial
Aswidinnoor, M.Sc selaku penguji luar komisi pada ujian tesis.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Badan Litbang Pertanian
yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa pendidikan, Pemerintah
Kabupaten Buru yang telah menyediakan biaya penelitian, pimpinan, staf dan
teknisi BB Biogen, KP Padi Muara Bogor dan BB Padi Sukamandi yang telah
membantu pelaksanaan penelitian, serta rekan-rekan Mayor Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman atas semangat dan dukungannya.
Penulis menyampaikan rasa hormat, terima kasih dan penghargaan kepada
Bapak dan Ibu sebagai orang tua yang telah menanamkan dasar pendidikan yang
baik dan berguna bagi penulis, seluruh keluarga besar atas segala doa dan
dukungannya. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada suami
tercinta Edy Suwarna dan kedua anak kami tersayang, Naura Azizah dan Naufal
Fauzi atas segala pengertian, doa, motivasi, bantuan, pengorbanan dan
kesabarannya dalam mendampingi penulis selama ini. Terima kasih juga kepada
bibi yang sudah menjaga dan mengasuh anak-anak sehingga penulis dapat
beraktifitas dengan baik.
Akhirnya kepada semua pihak yang turut membantu selama penelitian
hingga penulisan tesis ini, penulis ucapkan terima kasih. Semoga tesis ini
bermanfaat.
Bogor, Januari 2010
Heni Safitri

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 30 Agustus 1979 sebagai anak
sulung dari pasangan Lanjar Jarwo Purnomo dan Sugiyah. Pendidikan SD dan
SMP ditempuh di Yogyakarta, serta SMU di Klaten. Pendidikan sarjana ditempuh
di Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian UGM, lulus pada tahun
2003. Tahun 2007, penulis diterima di Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian
Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi, Kebun Percobaan Muara, Bogor sejak tahun 2003.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................

xv

PENDAHULUAN .....................................................................................................

1

Latar Belakang ....................................................................................................

1

Tujuan Penelitian ................................................................................................

4

Hipotesis ...............................................................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................

5

Botani Tanaman Padi .........................................................................................

5

Padi Gogo dan Padi Tipe Baru ..........................................................................

6

Kultur Antera dalam Pemuliaan Tanaman Padi ............................................

8

METODOLOGI ........................................................................................................

14

Pembentukan materi genetik .............................................................................

14

Percobaan 1. Studi Regenerasi Tanaman Hijau pada Kultur Antera Padi ..

16

Percobaan 2: Analisis Genetik Karakter Agronomi pada Padi .....................

19

Percobaan 3. Evaluasi Karakter Agronomi Galur-galur Padi Haploid
Ganda Hasil Kultur Antera .......................................................

22

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................

27

Percobaan 1. Studi Regenerasi Tanaman Hijau pada Kultur Antera Padi ..

27

Percobaan 2: Analisis Genetik Karakter Agronomi pada Padi .....................

37

Percobaan 3. Evaluasi Karakter Agronomi Galur-galur Padi Haploid
Ganda Hasil Kultur Antera .......................................................

44

SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................

60

Simpulan ..............................................................................................................

60

Saran ....................................................................................................................

60

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

61

LAMPIRAN...............................................................................................................

66

xi

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Analisis keragaman rancangan acak kelompok ....................................................

21

2. Analisis ragam rancangan augmented ..................................................................

23

3. Hasil sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah kalus dan jumlah
kalus menghasilkan tanaman pada kultur antera padi...........................................

27

4. Hasil induksi kalus beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru pada
kultur antera padi ..................................................................................................

28

5. Hasil sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah tanaman hijau,
jumlah tanaman albino dan jumlah tanaman total pada kultur antera padi ...........

31

6. Hasil regenerasi tanaman beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru
pada kultur antera padi ..........................................................................................

32

7. Efisiensi pembentukan kalus dan tanaman hijau pada kultur antera padi
beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru ..............................................

33

8. Hasil aklimatisasi dan tanaman haploid ganda yang dihasilkan pada kultur
antera padi beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru ...........................

36

9. Hasil sidik ragam karakter agronomi genotipe padi persilangan padi gogo
dan padi tipe baru ..................................................................................................

37

10. Komponen agronomi beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru
beserta tetuanya .....................................................................................................

38

11. Komponen hasil beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru beserta
tetuanya .................................................................................................................

40

12. Nilai komponen ragam dan nilai duga heritabilitas karakter agronomi
dan hasil pada padi ................................................................................................

43

13. Hasil sidik ragam respon genotipe haploid ganda dan genotipe
pembanding terhadap karakter agronomi dan hasil pada padi ..............................

45

14. Nilai komponen ragam dan nilai duga heritabilitas karakter agronomi dan
hasil pada genotipe padi hasil kultur antera ..........................................................

46

15. Nilai koefisien korelasi antar karakter galur-galur haploid ganda hasil
kultur antera ..........................................................................................................

48

16. Pengaruh langsung dan tidak langsung antara karakter agronomi terhadap
hasil gabah per rumpun galur-galur haploid ganda hasil kultur antera .................

xii

49

17. Tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga, umur panen,
panjang malai dan panjang daun galur-galur haploid ganda hasil kultur
antera .....................................................................................................................

52

18. Jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir gabah bernas, hasil gabah kering
per rumpun dan eksersi malai galur-galur haploid ganda hasil kultur antera .......

54

19. Galur-galur haploid ganda hasil kultur antera yang terpilih sebagai padi
gogo dan padi gogo tipe baru ................................................................................

56

20. Nilai diferensial seleksi karakter agronomi galur-galur haploid ganda hasil
kultur antera ..........................................................................................................

xiii

59

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Bagan alir penelitian .............................................................................................

3

2. Malai dan spikelet yang dipakai dalam kultur antera ...........................................

17

3. Hubungan antara karakter agronomi terhadap hasil (Y) .......................................

25

4. Plantlet hasil kultur antera: tanaman hijau (kiri) dan tanaman albino (kanan) .....

29

5. Tanaman yang dihasilkan dari kultur antera: tanaman haploid ganda (kiri)
dan tanaman haploid (kanan) ................................................................................

35

6. Warna gabah dan warna beras empat tetua padi gogo dan padi tipe baru
dan hasil persilangannya .......................................................................................

42

7. Eksersi malai: terbuka (kiri), terbuka sebatas leher (tengah), dan tertutup
(kanan) ..................................................................................................................

55

8. Penampilan galur terpilih FG1R-36-1-1: stadia vegetatif (a), stadia
generatif (b), dan ketiga tetua pembanding: Fatmawati (c), Fulan
Telo Gawa (d) dan Limboto (e) ............................................................................

xiv

57

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Data luas lahan, produksi dan produktivitas padi nasional dan padi
gogo tahun 2000-2009 ..........................................................................................

66

2. Karakteristik galur/varietas yang digunakan untuk tetua persilangan .................

67

3. Komposisi kimia media dasar induksi kalus (N6) dan media dasar
regenerasi (MS) pada kultur antera padi ...............................................................

xv

68

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan sumber bahan makanan pokok di
Indonesia. Kebutuhan beras dalam negeri terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Dengan pertambahan jumlah penduduk 1.66
persen per tahun, maka pada tahun 2020 penduduk Indonesia akan mencapai 288
juta jiwa (Haryanto 2008), oleh karena itu diperlukan peningkatan produksi padi
sehingga dapat mendukung ketahanan pangan nasional.
Laju peningkatan produktivitas padi di Indonesia telah melandai (levelling
off), artinya teknologi budidaya apapun yang diberikan sulit untuk meningkatkan
produksi karena potensi genetik produksinya sudah jenuh. Salah satu
penyebabnya adalah tidak adanya varietas unggul baru yang berpotensi lebih
tinggi dibanding varietas yang selama ini ditanam oleh petani. Oleh karena itu,
diperlukan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi melebihi daya hasil varietas
yang sudah ada.
Indonesia mempunyai lahan kering dengan luas lebih dari 55.60 juta ha
yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal (Soedjana 2005). Salah
satu usaha memanfaatkan lahan kering yaitu dengan budidaya padi gogo. Data
Departemen Pertanian selama sepuluh tahun terakhir (Lampiran 1) menunjukkan
bahwa luas pertanaman padi gogo dari tahun ke tahun relatif tetap. Rata-rata
produksi padi gogo selama sepuluh tahun sebesar 2.84 juta ton dengan
produktivitas 2.59 ton/ha, sementara itu produksi padi nasional mencapai 54.87
juta ton sehingga kontribusi padi gogo terhadap produksi padi nasional masih
sangat kecil, yaitu 5.18 persen (Deptan 2009).
Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan penyakit
maupun cekaman lingkungan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan
produktivitas padi (Suwarno et al. 2002). Peningkatan 10 persen potensi hasil padi
dapat dicapai salah satunya dengan memperbaiki idiotipe tanaman. IRRI telah
merumuskan idiotipe tanaman padi sawah tipe baru (PTB) atau new plant type of
rice (NPT) yaitu: jumlah malai 330 per m2 (10-15 batang/rumpun), jumlah gabah
per malai lebih dari 150 butir, 80 persen gabah bernas, bobot 1000 butir gabah 25

2

gram (kering oven), biomassa total 22 t/ha (kadar air 14 persen), indeks panen
0.5, daun tebal berwarna hijau tua dan lambat menua (Peng et al. 2008).
Ketersediaan dan keragaman sumber daya genetik merupakan faktor penting
dalam perakitan varietas unggul dengan sifat-sifat yang diinginkan. Padi gogo
lokal merupakan sumber gen utama (primary gene pool) yang dapat dimanfaatkan
dalam program pemuliaan tanaman. Karakteristik padi gogo lokal antara lain
berumur panjang (150 – 180 hari), berpostur tinggi (> 150 cm), anakan sedikit
(< 8 batang), malai sedang, daun panjang terkulai dan berwarna hijau muda,
kurang responsif terhadap pemupukan terutama nitrogen, namun lebih adaptif
pada lingkungan tertentu (Barus 2008).
Peningkatan produktivitas padi gogo dapat dilakukan dengan merakit
varietas padi gogo tipe baru sehingga didapatkan padi gogo yang mempunyai
sifat-sifat padi tipe baru, antara lain tinggi tanaman 100-120 cm, jumlah anakan
produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian
gabah baik (>75 persen), tanaman tegak tidak rebah, daun berwarna hijau tua, dan
perakaran yang dalam.
Penelitian dan perakitan padi tipe baru di Indonesia telah dimulai sejak
tahun 1995. Program penelitian padi tipe baru menjadi program baru Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi pada tahun 2001. Program tersebut telah menghasilkan
satu varietas unggul tipe baru yaitu Fatmawati (Abdullah et al. 2005). Perakitan
padi gogo tipe baru belum banyak dilakukan mengingat berbagai kendala adaptasi
lingkungan dan cekaman biotik.
Cara memperoleh varietas unggul tipe baru secara konvensional
memerlukan waktu yang lama (7-10 tahun), terutama proses seleksinya sampai
diperoleh galur murni. Pemanfaatan bioteknologi seperti kultur antera diharapkan
mampu mempersingkat perolehan galur murni dan proses seleksi sehingga dapat
menghemat tenaga, waktu dan biaya. Beberapa peneliti telah mencoba
menerapkan teknik ini dengan tujuan untuk mencari galur tahan terhadap
hama/penyakit, mutu beras baik serta toleran terhadap suhu dingin (Kim 1986;
Dewi dan Purwoko 2001; Abdullah et al. 2003).

3

Serangkaian penelitian dilakukan untuk mendapatkan galur haploid ganda
padi gogo dan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Alur penelitian disajikan
pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan alir penelitian

4

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan galur padi haploid ganda homozigos
2. Mendapatkan informasi tentang kendali genetik terhadap karakter agronomi
yang menunjang pembentukan padi gogo tipe baru
3. Mendapatkan genotipe yang berpotensi sebagai galur padi gogo dan galur padi
gogo tipe baru.

Hipotesis
1. Terdapat genotipe F1 hasil persilangan padi gogo dengan padi tipe baru yang
memiliki daya kultur antera yang baik
2. Terdapat keragaman antar galur haploid ganda hasil kultur antera
3. Terdapat potensi pada galur padi haploid ganda hasil kultur antera untuk
dikembangkan ke arah padi gogo dan padi gogo tipe baru

5

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman serealia semusim. Secara taksonomi,
padi termasuk dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledone, ordo Poales
atau Glumiflorae, famili Gramineae atau Poaceae. Genus Oryza memiliki lebih
dari 20 spesies, tetapi yang banyak dibudidayakan di lima benua adalah Oryza
sativa L., sedangkan Oryza glaberrima Steud. hanya dibudidayakan terbatas di
daerah Afrika Barat. Kedua spesies ini termasuk diploid (Gould 1968).
Berdasarkan gambaran umum morfologi dan fisiologinya, Oryza sativa dibedakan
menjadi tiga subspecies, yaitu indica, japonica dan javanica (Chang dan Bardenas
1965). Padi subspesies indica banyak ditanam di Sri Lanka, Cina bagian Selatan
dan Tengah, India, Pakistan, Indonesia, Filipina, Taiwan dan negara-negara tropis
lainnya, sedangkan subspesies japonica banyak ditanam di Cina, Korea dan
Jepang. Padi subspesies javanica dapat dijumpai di daerah tertentu di Indonesia,
diantaranya Jawa dan Sumatra sehingga disebut juga tropical japonica. Di
Indonesia, subspesies javanica disebut sebagai padi bulu, sedangkan subspecies
indica disebut sebagai padi cere.
Pertumbuhan tanaman padi dibedakan dalam tiga fase, yaitu fase vegetatif,
generatif dan pematangan. Fase vegetatif dimulai dari awal pertumbuhan sampai
pembentukan malai, fase reproduktif dimulai dari pembentukan malai sampai
pembungaan dan fase pematangan dimulai dari pembungaan sampai gabah
matang. Di daerah tropis, fase generatif berlangsung 35 hari dan fase pematangan
30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan dibedakan berdasar lamanya fase vegetatif
(IRRI 2008).
Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri dengan frekuensi penyerbukan
silang kurang dari satu persen. Umur berbunga padi bervariasi tergantung
genotipenya, pada umumnya berkisar 70-75 hari setelah benih ditabur. Bunga padi
(spikelet) tersusun dalam rangkaian yang disebut malai. Bunga padi terdiri atas
tangkai, bakal buah (ovary), lemma, palea, putik (pistil) dan benang sari
(stamens). Pada pangkal bakal buah terdapat lodikula (lodicule) yang mengatur
pembukaan lemma dan palea saat anthesis. Setiap bunga mempunyai satu putik

6

dan enam benang sari. Pada ujung benang sari terdapat kepala sari atau antera,
merupakan bagian bunga jantan yang menghasilkan tepung sari (pollen) (IRRI
2004).
Kondisi lingkungan seperti panjang hari, suhu dan air memberikan pengaruh
yang besar terhadap perubahan morfologi tanaman. Air merupakan salah satu
faktor lingkungan penting dalam proses evolusi tanaman. Padi dianggap sebagai
tanaman budidaya yang memiliki karakter baik sebagai tanaman terrestrial
maupun aquatik. Padi budidaya terdiferensiasi ke dalam beragam kultivar mulai
dari padi rawa yang mampu tumbuh di kedalaman air 5-7 meter pada sebagian
waktu siklus hidupnya sampai kultivar yang beradaptasi terhadap kondisi kering
dimana sumber air hanya berasal dari hujan (Takahashi 1997).

Padi Gogo dan Padi Tipe Baru
Di Indonesia yang beriklim tropis, padi ditanam di seluruh daerah dataran
rendah sampai dataran tinggi. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (8590 persen) dan sebagian kecil sebagai padi gogo. Padi sawah dapat ditanam pada
musim hujan maupun musim kemarau, sedangkan padi gogo hanya ditanam pada
musim hujan saja karena risiko kekeringan di musim kemarau. Budidaya padi
sawah memerlukan kebutuhan air yang cukup dengan cara menggenangi
pertanaman padi sedalam 5-25 cm pada hampir seluruh fase pertumbuhannya,
sedangkan budidaya padi gogo tidak memerlukan kebutuhan air yang banyak
sehingga penanamannya tidak perlu penggenangan (Taslim dan Fagi 1988). Umur
genjah sangat penting pada budidaya padi gogo agar pertanaman dapat terhindar
dari bahaya kekeringan (Harahap 1982).
Kendala utama yang dihadapi pada budidaya padi gogo adalah
produktivitasnya yang rendah yang disebabkan oleh kondisi lahan yang kurang
subur, keracunan Al, defisiensi P, Ca dan Mg (Kaher 1993), gulma, serta
kekeringan. Serangan hama lalat bibit (Atherigona exigua), penyakit blas
(Pyricularia grisea Cav.) dan penyakit bercak daun coklat (Helminthosporium
oryzae) juga dapat menurunkan produktivitas padi gogo (Alluri 1986; Kaher
1993; Lubis et al. 1993).

7

Mutu beras yang kurang baik mengakibatkan padi gogo tidak disukai oleh
petani dan konsumen. Varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi, bermutu
beras baik dan berumur genjah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kontribusi padi gogo terhadap padi nasional. Beras yang bermutu baik dan
bertekstur nasi pulen lebih disukai oleh konsumen dan mempunyai harga jual
yang lebih tinggi (Allidawati dan Kustianto 1993).
Peningkatan potensi hasil suatu tanaman dapat dilakukan dengan
memodifikasi tipe tanaman (Donald 1968). Hal ini dapat dilakukan dengan
memanfaatkan sumberdaya genetik padi dengan cara pemuliaan yaitu persilangan
dan seleksi. Modifikasi tipe tanaman padi yang tepat dapat menghasilkan genotipe
dengan kemampuan menghasilkan bahan kering tanaman dan indeks panen yang
tinggi. Indeks panen varietas unggul baru (VUB) sekitar 0.5 sehingga untuk
menghasilkan 10 t/ha gabah kering giling VUB harus didapatkan tanaman yang
mampu menghasilkan 20 t/ha bahan kering. Indeks panen dapat ditingkatkan
menjadi 0.6 dan hasil bahan kering menjadi 22 t/ha melalui modifikasi tipe
tanaman sehingga potensi hasil varietas padi dapat ditingkatkan menjadi 13 t/ha
gabah kering giling (Khush 1995).
IRRI telah merumuskan idiotipe tanaman padi sawah tipe baru (PTB) atau
new plant type of rice (NPT) untuk meningkatkan potensi hasil padi. Pemuliaan
padi tipe baru dimulai pada tahun 1989 di IRRI. Secara genetik, sifat PTB tidak
berbeda dengan varietas inbrida yang sudah biasa ditanam petani, tetapi potensi
produksinya lebih unggul karena dirakit dengan mengkombinasikan sifat khusus
yang mendukung fotosintesis, pertumbuhan, dan produksi biji. Pada tahun 1993
dikembangkan galur PTB generasi pertama dengan menggunakan padi tropical
japonica, tetapi PTB generasi pertama ini tidak memiliki hasil yang baik karena
kurangnya produksi biomassa dan pengisian gabah yang kurang baik. PTB
generasi pertama ini juga rentan terhadap hama dan penyakit serta mempunyai
kualitas biji yang kurang baik sehingga galur-galur PTB generasi pertama tidak
dapat dilepas sebagai kultivar, tetapi digunakan lagi sebagai bahan genetik pada
program pemuliaan selanjutnya (Yang et al. 2007; Peng et al. 2008).
Pengembangan PTB generasi kedua dimulai pada tahun 1995 dengan
menyilangkan galur PTB generasi pertama (tropical japonica) dengan tetua

8

indica. Tetua indica meningkatkan jumlah anakan, menurunkan ukuran malai
(jumlah gabah per malai), meningkatkan kualitas biji dan meningkatkan
ketahanan terhadap hama dan penyakit galur-galur PTB generasi kedua. Meskipun
demikian, galur-galur PTB generasi kedua ini ternyata belum meningkatkan
potensi hasil padi sawah pada musim kemarau di daerah tropis (Yang et al. 2007;
Peng et al. 2008).
Peningkatan 10 persen potensi hasil padi sawah di daerah tropis dapat
dilakukan dengan menggunakan PTB generasi kedua dengan target karakter
antara lain: jumlah malai 330 per m2 (anakan produktif 10-15 batang), jumlah
gabah per malai >150 butir, 80 persen gabah bernas, berat biji kering 25 mg,
tinggi tanaman sedang (80-100 cm), umur sedang (105-120 hari), daun tegak,
tebal dan berwarna hijau tua dan harus mampu mempertahankan kehijauannya
atau lambat menua (delayed senescence), perakaran dalam, dan tahan terhadap
hama dan penyakit utama (Peng et al. 2008).
Di Indonesia, penelitian ke arah perakitan PTB telah dimulai sejak tahun
1995. Varietas PTB yang sudah dilepas adalah varietas perdana Fatmawati (akhir
2003) yang memiliki potensi produksi di atas 8.0 ton per ha (Abdullah et al.,
2005). Fatmawati sebagai varietas PTB masih mempunyai beberapa kelemahan
diantaranya persentase gabah hampa yang tinggi (>25 persen), kerontokan gabah
yang sulit dan tidak tahan terhadap penyakit (blas dan hawar daun bakteri). Hal
ini diduga akibat berbagai faktor seperti suhu, respirasi tinggi, dan sifat-sifat yang
lain seperti daun cepat menua. Hasil penelitian yang dilakukan Limbongan (2008)
menunjukkan bahwa salah satu penyebab tingginya kehampaan malai pada
Fatmawati adalah tingginya dosis nitrogen dan kondisi cekaman suhu rendah (18
0

C). Program pemuliaan PTB terus dilakukan untuk mendapatkan galur-galur

dengan sifat sesuai kriteria sehingga mempunyai potensi hasil yang lebih tinggi
dibanding varietas unggul sebelumnya.

Kultur Antera dalam Pemuliaan Tanaman Padi
Varietas tanaman menyerbuk sendiri seperti padi terdiri atas genotipegenotipe yang homogen dan homozigos sehingga persilangan dapat dibuat dari
dua genotipe yang berbeda. Hasil rekombinasi sifat-sifat yang diinginkan dari

9

genom tetua yang disilangkan diseleksi pada generasi bersegregasi, dilanjutkan
dengan penyerbukan sendiri 6-10 kali generasi untuk fiksasi gen sehingga
diperoleh galur murni homozigos. Hal ini mengakibatkan pembentukan varietas
memerlukan waktu yang lama (Dewi dan Purwoko 2001).
Perkembangan bioteknologi di negara maju mendorong Indonesia untuk
memanfaatkannya dalam pembangunan pertanian, misalnya dalam upaya
perbaikan kultivar padi. Teknik aplikasi kultur antera tampaknya memberi
harapan untuk membantu program pemuliaan padi. Pada tanaman padi, induksi
haploid melalui kultur antera merupakan metode yang paling sederhana dan
mudah dilaksanakan dibandingkan dengan kultur pollen dan kultur ovule/ovary
(Zapata 1990).
Teknik

kultur

antera

memiliki

beberapa

keuntungan,

yaitu

(a)

memperpendek siklus pemuliaan dengan diperolehnya homozigositas secara
cepat, (b) menambah efisiensi seleksi, (c) memperluas variabilitas genetik melalui
produksi variasi gametoklonal, (d) mempercepat terekspresinya gen resesif, (e)
menyediakan sumber benih homozigos, dan (f) menghemat waktu, biaya dan
tenaga (Fehr 1987; Zapata 1990; Dewi et al. 1996; Masyhudi 1997; Kim and
Baenziger 2005).
Teknik kultur antera juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu: (a)
pelaksanaan teknik kultur antera memerlukan peralatan dan personil khusus, (b)
regenerasi tanaman hijau rendah, karena dihasilkan tanaman albino di samping
tidak semua genotipe responsif terhadap kultur antera, (c) beragamnya ploidi
tanaman yang dihasilkan, (d) frekuensi haploid tidak dapat diprediksi dalam
populasi, dan (e) penampilan galur inbred turunan haploid ganda mungkin lebih
inferior dibanding penampilan galur inbred hasil pemuliaan konvensional
(Callegarin et al. 1994; Dewi et al. 1996; Masyhudi et al. 1997; Somantri et al.
2003).
Tanaman albino yang dihasilkan pada kultur anter serealia merupakan salah
satu kendala bagi para peneliti kultur antera dan kultur mikrospora. Tanaman
albino merupakan tanaman yang berwarna putih akibat tidak terbentuknya klorofil
pada bagian tajuk sehingga hampir semua tanaman albino adalah lethal. Beberapa
faktor yang menyebabkan albino antara lain faktor genotipe, fase perkembangan

10

mikrospora, suhu kultur dan praperlakuan sebelum antera dikulturkan. Tanaman
albino hasil kultur antera padi disebabkan karena hilangnya sebagian besar produk
gen plastid antara lain 23s dan 16s rRNA (Jahne dan Lorz 1995). Menurut
Bhojwani dan Razdan (1996), albino pada padi disebabkan oleh kegagalan
proplastid berkembang secara normal menjadi kloroplast, tidak terbentuk grana
dan kurangnya ribosom.
Regenerasi tanaman albino merupakan hal yang spesifik pada kultur antera
karena hanya sedikit tanaman albino yang dihasilkan dari regenerasi sel somatik.
Regenerasi tanaman albino pada kultur antera padi dikendalikan oleh gen inti
(Jahne dan Lorz 1995; Yamagishi 2002). Analisis QTL (Quantitative Trait Loci)
menunjukkan bahwa satu QTL pada kromosom 10 mengendalikan frekuensi
tanaman albino dan satu QTL pada kromosom 9 menyebabkan regenerasi
tanaman albino (Yamagishi 2002).
Tanaman haploid ganda pada kultur antera diperoleh secara spontan.
Penggandaan kromosom secara spontan diduga terjadi selama kultur kalus
embriogenik (Fu et al. 2008). Pembentukan tanaman haploid ganda secara
spontan pada kultur antera sangat menguntungkan karena tidak perlu
menggandakan kromosom tanaman haploid. Karakter tanaman haploid ganda
yang dihasilkan secara spontan dengan kultur antera akan tetap stabil dari generasi
ke generasi. Tanaman haploid ganda secara genetik identik dari generasi ke
generasi sehingga seleksi dapat dilakukan pada generasi tanaman (DH1) yang
berasal dari generasi awal (DH0) hasil kultur antera (Hu 1988; Zhang 1989;
Sasmita 2006). Karakter agronomi seperti hasil dan kualitas biji serta toleransi
terhadap cekaman biotik dan abiotik dikendalikan oleh gen mayor sehingga
genotipe haploid ganda dapat segera dievaluasi pada generasi awal, yaitu DH1
dan DH2 (Fehr 1987; Chung 1992).
Penggunaan teknik kultur antera akan menghasilkan tanaman melalui proses
androgenesis atau embriogenesis tidak langsung, yaitu kaulogenesis yang terdiri
atas tahap induksi butir tepung sari menjadi embrioid atau kalus dan tahap
diferensiasi kalus menjadi tanaman kecil (plantlet). Tanaman haploid ganda dapat
diperoleh secara spontan dari kultur atau diinduksi dari tanaman haploid melalui
pemangkasan (ratooning) ditambah pemberian kolkisin 0.1-0.3 persen (Chung

11

1992; Dewi 2003; Dewi et al. 2007). Tanaman haploid ganda dengan keragaman
genetik tinggi dapat diperoleh dari sumber antera yang berasal dari tanaman F1
atau F2 yang sudah diseleksi (Poehlman dan Sleper 1995; Dewi dan Purwoko
2001; Dewi et al. 2007).
Teknik kultur antera dapat mempercepat pembentukan galur homozigos
tanaman padi. Galur murni dapat diseleksi dari populasi haploid ganda yang
homogen dan homozigos. Hasil rekombinasi dari persilangan difiksasi melalui
kultur antera sehingga galur-galur harapan homozigos dapat lebih cepat diseleksi
berdasarkan keunggulan sifat-sifat agronominya. Populasi tanaman yang diseleksi
juga akan lebih sedikit. Populasi haploid ganda minimum yang diperlukan untuk
evaluasi bervariasi tergantung dari jumlah gen untuk seleksi. Jika perbedaan pada
tetua persilangan adalah sejumlah n gen dan diasumsikan tidak ada pautan, maka
minimum sebanyak 2n tanaman harus ditanam agar semua genotipe homozigos
dapat terwakili, sedangkan dengan pemuliaan konvensional diperlukan sebanyak
4n tanaman (Dewi dan Purwoko 2001). Makin banyak gen yang mengontrol
karakter yang diinginkan maka jumlah individu materi populasi untuk bahan
seleksi akan semakin besar (Somantri et al. 2003).
Keberhasilan kultur antera dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu genotipe
tanaman, fase pembentukan mikrospora pada saat antera diambil, praperlakuan
antera sebelum dikulturkan, komposisi media, kondisi tumbuh lingkungan
tanaman yang akan diambil anteranya dan lingkungan pada saat pengambilan
sampel malai (Chu 1978; Gupta dan Borthakur 1987; Cowen et al. 1992; Raina
dan Zapata 1997; Lee et al. 2004).
Genotipe tanaman mempunyai respon yang berbeda dalam menginduksi
kalus dan regenerasi tanaman. Secara umum kultivar padi Japonica memberikan
respon kultur antera lebih baik dibanding kultvar indica. Respon genotipe pada
kultur antera padi membentuk pola sebagai berikut: japonica/japonica > japonica
> indica/japonica > indica/indica > indica (Yan et al. 1996). Kultur antera
hibrida F1 menghasilkan respon lebih baik dibanding tetua inbred yang digunakan
(Chen 1983; Callegarin et al. 1994).
Tahap perkembangan butir tepung sari pada saat antera dikulturkan
merupakan saat paling kritis dalam keberhasilan kultur antera. Tahap tepung sari

12

yang optimum untuk kultur antera adalah pada tahap pertengahan uninukleat
(mid-uninucleate), sebelum atau sesudah tahap tersebut akan memberikan
penurunan respon yang nyata (Chung 1992).
Perlakuan awal (pretreatment) terhadap malai padi sebelum antera
dikulturkan dapat mempengarui frekuensi induksi kalus. Perlakuan suhu dingin
dapat memperlambat senescence dan memberikan waktu yang cukup terhadap
dinding antera untuk memelihara mikrospora yang berkembang di dalamnya.
Perlakuan suhu dingin sebelum antera dikulturkan terbukti efektif meningkatkan
induksi kalus embriogenik (Fu et al. 2008). Menurut Dewi et al. (1994), perlakuan
suhu dingin bertujuan untuk menyeragamkan stadia polen sehingga dinding antera
dapat mendukung perkembangan polen menjadi kalus.
Media kultur merupakan faktor penting dalam keberhasilan kultur antera
padi. Media berperan menyediakan hara lengkap yaitu unsur makro, unsur mikro,
karbohidrat, asam amino, vitamin dan zat pengatur tumbuh yang diperlukan dalam
proses induksi kalus maupun regenerasi tanaman. Media N6 terbukti paling sesuai
dalam menginduksi kalus pada kultur antera padi (Chu 1978), sedangkan untuk
regenerasi tanaman hijau digunakan media MS (Murashige dan Skoog 1962).
Dewi et al. (1994) melaporkan bahwa media N6 dan modifikasinya dapat
digunakan untuk induksi kalus dan regenerasi tanaman hijau pada kultur antera
padi subspesies indica dan hasil persilangannya.
Poliamin merupakan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan dalam media
kultur antera yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Poliamin yang umum ditemukan pada tanaman adalah putresin (butan-1, 4diamin), spermidin [(N-3-aminopropil) butan-1, 4-diamin] dan spermin [NN’-bis(3-aminopropil) butan-1, 4-diamin]. Santos et al. (1996) menyatakan bahwa
poliamin berperan dalam morfogenesis polen jagung pada teknik in vitro sehingga
dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan mikrospora serta regenerasi
tanaman tersebut. Dewi et al. (2004, 2007) melaporkan bahwa penambahan
poliamin putresin 10-3 M pada media induksi kalus dan regenerasi dapat
meningkatkan jumlah kalus yang diinduksi dari mikrospora dan regenerasi
tanaman hijau dari kalus tersebut. Aplikasi putresin 10-3 M pada kultur antera padi

13

subspecies indica juga telah berhasil meregenerasikan tanaman hijau yang
biasanya sukar atau rekalsitran in-vitro.
Masyhudi (1994) menyatakan bahwa kondisi gelap diperlukan dalam
induksi kalus dengan tujuan menghindari proses fotosintesis sehingga polen
androgenik membelah dan membentuk kalus. Regenerasi tanaman memerlukan
kondisi sebaliknya, ruang terang dengan cahaya kuat (1000-3000 lux) diperlukan
agar kalus dapat tumbuh dan berfotosintess menjadi tanaman. Kultur antera padi
juga memerlukan suhu ruang yang stabil, yaitu 25 ± 2 0C.
Metode kultur antera telah lama digunakan pada pemuliaan padi dalam
rangka mempercepat proses perakitan varietas karena dapat mengefisienkan siklus
seleksi (Dewi et al. 1994). Metode kultur antera dalam pemuliaan tanaman padi
telah berhasil mendapatkan varietas unggul di negara-negara produsen padi antara
lain Cina dan Korea (Chung 1992). Kultivar Hua Yu no. 1 dapat menghasilkan 7.5
ton/ha gabah kering giling (GKG) di Cina. Sementara di Korea telah dihasilkan
beberapa varietas melalui kultur antera diantaranya Hwaseongbyeo (1985),
Hwacheongbyo (1986), Hwajinbyeo (1988) dan Hwayeongbyeo (1991). Teknik
kultur antera juga digunakan pada pemuliaan padi di Italia untuk mendapatkan
varietas padi yang memiliki bentuk beras panjang dan ramping, kering dan tidak
lengket setelah dimasak (Callegarin et al. 1994). Perakitan varietas unggul baru
melalui teknik kultur antera diharapkan dapat menunjang keberhasilan pemuliaan
padi di Indonesia, khususnya padi gogo.

14

METODOLOGI
Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan yaitu:
1. Studi regenerasi tanaman hijau pada kultur antera padi
2. Analisis genetik karakter agronomi pada padi
3. Evaluasi karakter agronomi galur-galur padi haploid ganda hasil kultur antera

Pembentukan Materi Genetik
Waktu dan Tempat Penelitian
Pembentukan materi genetik terdiri atas dua kegiatan yaitu penanaman
tetua dan persilangan di antara tetua untuk mendapatkan benih F1. Pembentukan
materi genetik untuk Percobaan 1 dan Percobaan 2 dilakukan pada bulan JanuariJuni 2008 di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Padi, Bogor.

Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan untuk pembentukan materi genetik adalah benih
padi Fatmawati (varietas PTB), BP360E-MR-79-2 (galur harapan PTB), dan dua
padi gogo lokal Pulai Buru yaitu Fulan Telo Gawa (FTG) dan Fulan Telo Mihat
(FTM). Fulan Telo Gawa mempunyai warna beras putih, sedangkan Fulan Telo
Mihat mempunyai warna beras merah. Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat
dipilih sebagai tetua karena mempunyai karakter antara lain umur agak genjah,
malai panjang dan pengisian gabah yang baik, sedangkan Fatmawati dan BP360EMR-79-2 adalah varietas dan galur harapan padi sawah tipe baru yang mempunyai
karakter antara lain tanaman tegak, batang kekar dan malai lebat, tetapi pengisian
gabah kurang baik (Lampiran 2).

Metode Penelitian
Materi genetik yang digunakan dalam Percobaan 1 dan Percobaan 2
adalah tetua yang berasal dari padi gogo lokal dan padi sawah tipe baru serta F1
hasil persilangan resiprok antara padi gogo lokal dengan padi sawah tipe baru.
Padi gogo lokal Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat masing-masing
disilangkan dengan Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 secara resiprok sehingga

15

diperoleh delapan persilangan, yaitu (1) Fulan Telo Gawa/Fatmawati, (2) Fulan
Telo Gawa/BP360E-MR-79-2, (3) Fulan Telo Mihat/Fatmawati, (4) Fulan Telo
Mihat/BP360E-MR-79-2, (5) Fatmawati/Fulan Telo Gawa, (6) Fatmawati/Fulan
Telo Mihat, (7) BP360E-MR-79-2/Fulan Telo Gawa dan (8) BP360E-MR-792/Fulan Telo Mihat.
Pembentukan populasi F1 diawali dengan penanaman tetua persilangan.
Benih tetua disemai dalam bak ukuran 30 cm x 50 cm, kemudian bibit
dipindahtanam ke lapangan setelah berumur 21 hari. Bibit tetua ditanam di
lapangan dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm, satu bibit per lubang tanam.
Penanaman tetua diulang tiga kali dengan interval waktu dua minggu untuk
sinkronisasi pembungaan saat persilangan. Tanaman dipupuk dengan 200 kg/ha
Urea, 100 kg/ha SP36 dan 100 kg/ha KCl. Setelah tanaman berbunga, tanaman
yang dijadikan tetua betina dipindahkan ke dalam pot dan dibawa ke rumah kaca
untuk dibuang bunga jantannya (kastrasi). Stadia bunga yang baik untuk
diemaskulasi adalah pada saat benang sari berada pada pertengahan bunga. Stadia
ini menunjukkan bahwa bunga akan mekar dalam 1-2 hari. Bunga digunting
dengan kemiringan 600, kemudian benang sari dikeluarkan dengan cara dihisap
dengan menggunakan pompa penghisap (putik tidak boleh rusak). Malai yang
sudah diemaskulasi ditutup dengan kertas minyak dan diberi label.
Persilangan dilakukan hari berikutnya pada pukul 10.00-12.00. Bunga
jantan diambil dari pertanaman di lapangan dengan cara memotong malai yang
sebagian bunganya sudah pecah. Pengambilan malai dilakukan pada pukul 08.0009.00. Malai dari lapangan ini kemudian diletakkan dalam bak berisi air dalam
ruang persilangan. Ruang persilangan merupakan ruang tertutup yang diberi
lampu tembak (4 x 100 watt) dengan jarak + 2.5 m dari malai sehingga suhunya
lebih tinggi dibanding suhu lapangan (35-40 0C). Hal ini bertujuan untuk
mempercepat pecahnya bunga. Penyerbukan dilakukan dengan cara menggoyanggoyangkan malai tetua jantan di atas malai tetua betina yang sudah dikastrasi.
Bunga yang sudah diserbuki ditutup dengan kertas minyak dan diberi label. Hasil
persilangan (benih F1) dapat dipanen 3 minggu setelah persilangan dilakukan.
Setelah dijemur 2 hari dan dibuang sekamnya, benih dioven dalam kantong kertas

16

pada suhu + 45 0C selama 3 hari. Benih F1 ini dapat ditanam 15 hari setelah
panen.

Percobaan 1. Studi Regenerasi Tanaman Hijau pada Kultur Antera Padi

Waktu dan Tempat Penelitian
Percobaan 1 dilakukan pada bulan September 2008 sampai April 2009.
Penanaman bahan eksplan dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor,
sedangkan kegiatan kultur antera dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan,
Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor.

Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam Percobaan 1 adalah varietas dan galur
harapan padi sawah tipe baru yaitu Fatmawati dan BP360E-MR-79-2, padi gogo
lokal Pulau Buru y