Pengujian pendahuluan galur-galur dihaploid padi gogo hasil kultur antera

PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID
PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA

MIFTAHUR RIZQI AKBAR

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Pendahuluan
Galur-galur Dihaploid Padi Gogo Hasil Kultur Antera adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015

Miftahur Rizqi Akbar
NIM A24110026

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
MIFTAHUR RIZQI AKBAR. Pengujian Pendahuluan Galur-galur Dihaploid Padi
Gogo Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG S PURWOKO
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan
karakter agronomis dan potensi hasil galur harapan padi gogo kultur antera dan
mendapatkan galur padi gogo berdaya hasil tinggi. Penelitian dilaksanakan di
Kebun Percobaan Sawah Baru, Babakan, Dramaga, Bogor pada bulan Desember
2014 - April 2015. Penelitian ini menggunakan 18 galur dihaploid dan tiga
varietas pembanding yaitu Limboto, Inpari 13, dan Situ Bagendit. Penelitian
menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 3 ulangan.
Terdapat 63 unit percobaan dengan ukuran masing-masing 0.6 x 3 m.

Produktivitas tertinggi dimiliki oleh galur HR-1-12-1-1 yaitu sebesar 3.0 ton/ha
lebih tinggi dari pembanding Inpari 13 (1.9 ton/ha) dan Situ Bagendit (2.0 ton/ha).
Galur HR-1-12-1-1, HR-1-32-1-1, HR-2-21-2-1, HR-2-27-2-7, HR-2-34-1-3, HR5-9-1-1, dan HR-5-13-2-2 merupakan galur yang terseleksi karena memiliki
potensi hasil yang sama dengan pembanding Limboto. Galur-galur tersebut
memiliki keragaan karakter agronomi sebagai berikut yaitu, tinggi tanaman
generatif berkisar antara 76.4 - 102.8 cm, jumlah anakan produktif berkisar antara
12.8 - 22.4 batang, umur panen berkisar antara 110.0 - 119.0 HST, jumlah gabah
per malai berkisar antara 123.5 - 193.0 butir, bobot 1 000 butir berkisar antara
19.9 - 26.5 g, dan produktivitas berkisar antara 2.4 - 3.0 ton/ha.
Kata kunci: dihaploid, kultur antera, padi gogo, potensi hasil tinggi

ABSTRACT
MIFTAHUR RIZQI AKBAR. Preliminary Trial of Dihaploid Lines Upland Rice
Obtained from Anther Culture. Under supervised of BAMBANG S PURWOKO.
The objectives of this research were to obtain information the agronomy
characters and yield potential of upland rice lines obtained from anther culture. An
experiment was conducted at Sawah Baru Experiment Station, Babakan,
Dramaga, Bogor in December 2014 - April 2015. Eighteen dihaploid lines and
three check varieties namely Limboto, Inpari 13, and Situ Bagendit were
evaluated. The research was arranged in completely randomized block design

(RCBD) with three replications. There were 63 experiment of units with the size
of each unit 0.6 x 3 m. The highest productivity was achieved by HR-1-12-1-1
(3.0 ton/ha) higher than Inpari 13 (1.9 ton/ha) dan Situ Bagendit (2.0 ton/ha). HR1-12-1-1, HR-1-32-1-1, HR-2-21-2-1, HR-2-27-2-7, HR-2-34-1-3, HR-5-9-1-1,
and HR-5-13-2-2 had the same potential productivity with Limboto. This lines
had the agronomy characters : height of plant (76.4 - 102.8 cm), the number of
productive tiller (12.8 - 22.4), age of harvest ( 110 - 119 DAP), the number of
grains/panicle (123.5 – 195.0 grains), weight of 1 000 grains (19.9 - 26.5 g), and
productivity (2.4 - 3.0 ton/ha).
Key words: dihaploid, anther culture, upland rice, high yield potential

PENGUJIAN PENDAHULUAN GALUR-GALUR DIHAPLOID
PADI GOGO HASIL KULTUR ANTERA

MIFTAHUR RIZQI AKBAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Pengujian Pendahuluan Galur-galur Dihaploid Padi Gogo Hasil
Kultur Antera
Nama
: Miftahur Rizqi Akbar
NIM
: A24110026

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan
pada bulan Desember 2014 hingga April 2015 ini adalah Pengujian Pendahuluan
Galur-galur Dihaploid Padi Gogo Hasil Kultur Antera.
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membantu dalam
pelaksanaan penelitian, yaitu:
1. Prof Dr Ir Bambang S Purwoko MSc selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan dukungan selama
penelitian dan penulisan skripsi.
2. Bapak Adang dan para teknisi lapangan yang banyak membantu dalam
pelaksanaan penelitian.
3. Bapak Sunarto dan Ibu Sufiyah, orang tua penulis yang selalu mendoakan
dan memberikan dukungan serta kasih sayang.
4. Staf pengajar dan staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan

Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
5. Teman-teman yang telah membantu dalam penelitian yaitu Iqbal, Rizki
Amalia, Anjal, Widya, Faisal, Anggi, Nida, Fadhila, Evans, Ari, Fahmi,
Addin, Hazzi, Momo, Jarah, dan teman AGH 48 yang memberikan
dukungannya.
Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat terhadap kemajuan
pertanian Indonesia

Bogor, Juli 2015

Miftahur Rizqi Akbar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Padi
Varietas Padi
Pemanfaatan Teknologi Kultur Antera
Uji Daya Hasil
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Prosedur Percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


vi
vi
1
1
2
2
2
2
4
4
5
6
6
6
6
7
8
8
9
20

20
20
20
23
27

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe terhadap karakter galur-galur
dihaploid
2 Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatif galur
dihaploid dengan varietas pembanding
3 Rataan jumlah anakan pada fase vegetatif dan produktif galur
dihaploid dengan varietas pembanding
4 Rataan umur berbunga dan umur panen galur dihaploid dengan
varietas pembanding
5 Rataan panjang daun bendera dan sudut daun bendera galur dihaploid
dengan varietas pembanding
6 Rataan panjang malai dan kepadatan malai galur dihaploid dengan
varietas pembanding
7 Rataan jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total

per malai, persentase gabah bernas, dan persentase galur dihaploid
dengan varietas pembanding
8 Rataan bobot 1 000 butir, bobot per rumpun, dan produktivitas per ha
galur dihaploid dengan varietas pembanding
9 Rekapitulasi galur-galur berkarakter unggul dengan varietas
pembanding

10
10
12
13
14
15

16
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1

2
3
4

Daftar galur-galur dihaploid yang digunakan dalam penelitian
Deskripsi varietas Limboto
Deskripsi varietas Inpari 13
Deskripsi varietas Situ Bagendit

23
24
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa) memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang
ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini terlihat dari kebutuhan beras yang terus
meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang terus bertambah. Penduduk
Indonesia diperkirakan mencapai 237.6 juta jiwa dengan laju penambahan
penduduk sekitar 1.49 % setiap tahunnya (BPS 2010). Konsumsi beras
masyarakat Indonesia 137 kg/kapita/tahun dengan kebutuhan beras total nasional
per tahun sebesar 31.31 juta ton (Puslitbangtan 2007).
Kebutuhan beras yang tinggi menuntut adanya usaha untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Padi gogo adalah tanaman yang dapat dibudidayakan di lahan
kering. Budidaya padi gogo yang dilakukan saat ini belum optimal. Produktivitas
padi gogo yang ada saat ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan
produktivitas padi sawah. Produktivitas padi gogo tahun 2012 adalah 3.32 ton/ha
dan tahun 2013 sebesar 3.34 ton/ha, sedangkan produktivitas padi sawah pada
tahun 2012 sebesar 5.30 ton/ha dan 5.32 ton/ha pada tahun 2013. Produksi padi
gogo pada tahun 2012 sebesar 3.87 juta ton dan 3.88 juta ton pada tahun 2013,
sedangkan produksi padi nasional pada tahun 2012 sebesar 69.06 juta ton dan
71.29 juta ton. Padi gogo hanya memberikan kontribusi sebesar 5.2% terhadap
produksi padi nasional (Kementan 2014).
Pengembangan padi gogo merupakan upaya yang dapat dijadikan alternatif
untuk pemenuhan kebutuhan beras nasional. Penggunaan varietas unggul berperan
penting dalam peningkatan produksi padi. Varietas yang telah dihasilkan, ialah :
Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago 7, Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, dan
Inpago Lipigo 4 (BB Padi 2014). Pegembangan varietas baru tetap diperlukan
untuk menjawab tantangan yang selalu berubah.
Perakitan padi gogo sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dapat
dilakukan dengan membentuk varietas padi gogo tipe baru. Karakteristiknya
antara lain tinggi tanaman 100-120 cm, jumlah anakan produktif 8-15 batang,
jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian gabah baik (>75 %),
tanaman tegak tidak rebah, daun berwarna hijau tua, dan perakaran dalam (Safitri
2010).
Pemuliaan konvensional memerlukan waktu 7-10 tahun untuk menghasilkan
suatu varietas unggul karena harus melakukan prosedur penelitian secara
sistematik. Penggunaan teknik kultur antera dapat mempercepat perolehan
tanaman homozigos. Keuntungan dalam penggunaan kultur antera adalah
meningkatkan efisiensi proses seleksi, menghemat biaya, waktu, dan tenaga kerja
(Dewi dan Purwoko 2001).
Penelitian tentang kultur antera telah dilakukan antara beberapa persilangan
padi lokal Pulau Buru dengan galur padi tipe baru sebagai tetuanya. Kombinasi
dari delapan persilangan dan empat tetua yang dikulturkan diperoleh 161 tanaman
dihaploid. Galur galur dihaploid yang dihasilkan perlu dievaluasi lebih lanjut baik
karakter agronomi maupun ketahanannya terhadap hama dan penyakit (Safitri et
al. 2010). Pengujian daya hasil dari sepuluh galur harapan padi gogo turunan padi

2
lokal Pulau Buru hasil kultur antera menghasilkan empat galur dengan potensi
hasil terbaik yaitu Fat-4-1-1-1 (4.77 ton/ha), FM1R-1-3-1 (4.54 ton/ha), FG1R36-1-1 (3.90 ton/ha), dan FG1-6-1-2 (3.46 ton/ha). Galur Fat-4-1-1-1, FM1R-1-31, dan FG1R-36-1-1 secara umum memiliki karakter padi gogo tipe baru yang
diharapkan. Ketiga galur ini mempunyai jumlah anakan sedang-banyak (> 13
batang/rumpun), panjang malai ± 25 cm, jumlah isi 114-139 butir/malai, tinggi
tanaman tergolong sedang (87-91 cm), dan rata-rata bobot gabah 1 000 butir
mencapai 27-28 g (Diptaningsari 2013). Penelitian yang dilakukan Sulaeman et
al. (2013) menunjukkan bahwa pengujian terhadap 10 galur dihaploid padi gogo
hasil kultur antera mendapatkan hasil yang tinggi yaitu pada galur IW-67 (4.4
ton/ha) dan WI-44 (4.7 ton/ha).
Penelitian Putri (2013) melalui teknik kultur antera telah menghasilkan 73
tanaman dihaploid generasi pertama bersifat homozigos hasil seleksi di rumah
kaca, yang terdiri atas 15 tanaman dihaploid hasil persilangan IR85640-114-2-1-3
x I5-10-1-1, 11 tanaman dihaploid hasil persilangan Bio-R81 x I5-10-1-1, 21
tanaman dihaploid hasil persilangan Bio-R81 x O18b-1 dan 26 tanaman dihaploid
hasil persilangan Bio-R82-2 x O18b-1. Tetua galur-galur tersebut ialah padi gogo
dengan padi sawah. Galur-galur yang dihasilkan perlu pengujian pendahuluan
untuk mendapatkan galur dengan karakter unggul. Galur-galur padi gogo hasil
kultur antera memiliki keragaman yang besar. Dari keragaman tersebut dapat
diseleksi galur yang memiliki daya hasil tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan
karakter agronomis dan potensi hasil galur harapan padi gogo hasil kultur antera
dan mendapatkan galur padi gogo berdaya hasil tinggi.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomis di antara galur-galur
dihaploid padi gogo hasil kultur antera
2. Terdapat galur dihaploid padi gogo yang berdaya hasil tinggi

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Padi
Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Tanaman padi termasuk ke dalam genus Oryza, famili Poaceae, ordo
Poales, kelas Monocotyledonae, subdivisi Angiospermae, divisi Spermathophyta.
Genus Oryza terdiri atas 23 spesies antara lain Oryza sativa, Oryza glaberrima,
Oryza rufipogon, Oryza breviligulata, Oryza barthii, Oryza meyeriana, dan Oryza
ridleyi. Spesies Oryza sativa dibudidayakan di daerah tropik, daerah sub tropik
dan temperate; sedangkan Oryza glaberrima dibudidayakan di wilayah Afrika.
Oryza sativa dibudidayakan secara luas di dunia, bila dibandingkan dengan
spesies Oryza glaberrima. Spesies Oryza sativa sendiri terdiri atas 3 kelompok

3
subspesies yaitu Indica, Japonica (Temperate Japonica), dan Javanica
(Tropical Japonica). Subspesies Indica dominan di Sri Lanka, Cina Selatan
dan Tengah, India, Pakistan, Jawa, Filipina, Taiwan dan negara-negara tropis
lainnya. Subspesies Japonica banyak ditanam di Cina Utara dan Timur, Jepang
dan Korea. Subspesies Javanica terdapat di Indonesia yang merupakan padi bulu,
sedangkan subspecies Indica di Indonesia disebut sebagai padi cere (Matsuo dan
Hoshikawa 1993).
Padi merupakan tanaman dengan sistem perakaran serabut. Akar seminal
muncul dari benih diikuti oleh akar adventif. Akar seminal dan akar adventif
disebut sebagai akar primer. Akar-akar primer akan digantikan dengan akar
sekunder yang tumbuh dari buku terbawah batang. Akar ini akan menunjang
pertumbuhan tanaman padi (Matsuo dan Hoshikawa 1993).
Batang padi berbentuk lonjong, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas
dibatasi oleh buku-buku. Daun dan tunas tumbuh pada buku. Ruas-ruas akan
memanjang ketika memasuki fase reproduktif. Batang padi berfungsi sebagai
penopang tanaman, penyalur senyawa-senyawa kimia dan air pada tanaman, dan
sebagai tempat penyimpan cadangan makanan. Batang harus kokoh agar tanaman
tidak mudah rebah yang berdampak pada penurunan daya hasil (Makarim dan
Suhartatik 2009).
Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselangseling, satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helai daun, pelepah daun
yang membungkus ruas, telinga daun (auricle), dan lidah daun. Daun teratas
disebut daun bendera yang posisi dan ukurannya tampak berbeda dari daun lain.
Satu daun pada awal-awal fase tumbuh memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh
secara penuh, sedangkan fase tumbuh selanjutnya memerlukan waktu 8-9 hari.
Jumlah daun pada tiap tanaman bergantung pada varietas. Varietas-varietas baru
di daerah tropika memiliki 14-18 daun pada batang utama (Makarim dan
Suhartatik 2009).
Bagian generatif tanaman padi terdiri atas malai dan bulir padi. Tiap unit
bunga pada malai dinamakan spikelet yang pada hakikatnya adalah bunga yang
terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta
beberapa organ lainnya yang bersifat inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak
pada cabang-cabang bulir yang terdiri atas cabang primer dan sekunder. Tiap unit
bunga padi pada hakikatnya adalah floret yang hanya terdiri atas satu bunga. Satu
floret berisi satu bunga yang terdiri atas satu organ betina (pistil) dan 6 organ
jantan (stamens). Stamen memiliki dua kepala sari yang ditopang oleh tangkai sari
berbentuk panjang, sedangkan pistil terdiri atas satu ovul yang menopang dua
stigma melalui stile pendek. Lodikula terdapat pada pangkal bakal buah (ovary)
yang berfungsi mengatur pembukaan lemma dan palea pada saat anthesis
(Manurung dan Ismunadji 1988).
Gabah terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Biji yang sehari-hari
dikenal dengan nama beras pecah kulit adalah karyopsis yang terdiri atas janin
(embrio) dan endosperma yang diselimuti oleh lapisan aleuron, kemudian tegmen
dan lapisan terluar disebut perikarp. Bobot gabah beragam 12-44 mg pada kadar
air 0%, sedangkan bobot sekam rata-rata adalah 20% bobot gabah. Benih disebut
berkecambah apabila radikula telah tampak keluar menembus koleorhiza diikuti
oleh munculnya koleoptil yang membungkus daun (Yoshida 1981; Makarim dan
Suhartatik 2009).

4
Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase, yaitu vegetatif (awal
pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordia), reproduktif (primordia
sampai pembungaan), dan pematangan (pembungaan sampai gabah matang). Fase
vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan
jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot, dan luas daun. Fase ini yang
menyebabkan perbedaan umur. Fase reproduktif ditandai dengan : (a)
memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman; (b) berkurangnya jumlah
anakan; (c) munculnya daun bendera; (d) bunting; dan (e) pembungaan. Inisiasi
primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir
bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang, yang terus berlanjut sampai
berbunga. Lama fase reproduktif di daerah tropik umumnya 35 hari dan fase
pematangan 30 hari (Makarim dan Suhartatik 2009).
Varietas Padi
Varietas padi yang saat ini telah dikembangkan antara lain padi
inbrida unggul baru (VUB), inbrida tipe baru (PTB), dan padi hibrida. Varietas
inbrida merupakan galur murni yang perbanyakan benihnya dilakukan
melalui penyerbukan sendiri, dengan komposisi genetik homozigos homogen
(Satoto et al. 2009).
Varietas unggul baru (VUB) adalah kelompok tanaman padi yang memiliki
karakteristik umur berkisar 100–135 hari setelah sebar (HSS), anakan banyak (>
20 tunas/rumpun), dan bermalai agak lebat (150 butir gabah/malai) (Satoto et al.
2008). Warda (2011) menyatakan bahwa varietas unggul baru padi gogo yang
ditanam memiliki daya adaptasi baik dan memiliki produksi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan padi lokal yang ada di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan.
Padi tipe baru (PTB) adalah kelompok tanaman padi yang memiliki
karakteristik jumlah anakan yang lebih sedikit (8-10 anakan) namun semua
produktif, malai lebat (200-250 gabah/malai) dan bernas, tinggi tanaman sedang
(80-100 cm), daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua, umur sedang (110-130
hari), perakaran dalam, serta tahan terhadap hama dan penyakit utama
seperti wereng cokelat. Padi tipe baru yang dikembangkan oleh IRRI tahun 1998
merupakan gabungan sifat Indica dan Javanica. Pemanfaatan plasma nutfah dari
kelompok javanica atau tropical japonica (padi bulu) dan temperate japonica
serta beberapa kerabat liar (wild rice) diharapkan akan menghasilkan genotipe
rekombinan turunan yang memiliki postur yang diinginkan (Abdullah et al.
2008; Syukur et al. 2012).
Pemanfaatan Teknologi Kultur Antera
Kultur antera merupakan salah satu teknik kultur jaringan yang dapat
mempercepat perolehan tanaman homozigos dari heterozigos tanpa disukarkan
oleh hubungan resesif. Mikrospora (butir sari atau pollen muda pada tahap awal
perkembangan uninukleat sampai awal binukleat) yang terdapat di dalam antera
dapat diinduksi secara in-vitro agar memproduksi tanaman atau planlet (Dewi dan
Purwoko 2001).

5
Tanaman haploid merupakan tanaman yang mengandung jumlah kromosom
sama dengan jumlah kromosom gametnya atau jumlah kromosom setengah dari
jumlah kromosom somatiknya. Tanaman dihaploid memiliki dua set kromosom
yang identik dengan haploidnya serta dapat membentuk sel kelamin jantan dan sel
telur seperti tanaman diploid. Haploid dapat diperoleh secara alami dan diinduksi
in vitro melalui proses androgenesis dengan kultur antera, kultur mikrospora, dan
proses gynogenesis dengan kultur ovul. Induksi haploid melalui kultur antera
merupakan metode yang paling sederhana dan mudah dilaksanakan dibandingkan
dengan kultur mikrospora (Dewi dan Purwoko 2011).
Tanaman dihaploid dapat diperoleh secara spontan dan diinduksi dengan
pemberian kolkisin dan dipangkas atau ratooning pada tanaman haploid.
Tanaman-tanaman dihaploid yang dihasilkan dari kultur antera ini bersifat
homozigos penuh dan breed true karena kedua kopi genetik tanaman-tanaman
tersebut identik (Dewi dan Purwoko 2001).
Kultur antera dan mikrospora telah berhasil digunakan pada berbagai
spesies tanaman, namun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan induksi haploid androgenik yang menyebabkan penggunaan teknik
tersebut belum merupakan hal yang rutin, khususnya ketika regenerasi tanaman
diperoleh melalui lintasan embryogenesis tak langsung yaitu melalui tahap
pembentukan kalus. Faktor tersebut, yaitu genotipe, status fisiologi tanaman
donor, tahap perkembangan mikrospora, perlakuan sebelum eksplan dikulturkan,
media kultur (media dasar, zat organik, sumber karbon, ZPT, dan pemadat),
lingkungan fisik kultur, serta umur dan ukuran kalus yang dikulturkan (Dewi dan
Purwoko 2011).
Uji Daya Hasil
Uji Daya Hasil terdiri atas Uji Daya Hasil Pendahuluan dan Uji Daya Hasil
Lanjutan. Kedua bentuk pengujian tersebut bertujuan untuk menilai pengaruh
faktor lingkungan yang tidak dapat dikendalikan pada respon tanaman. Pada Uji
Daya Hasil Pendahuluan biasanya jumlah galur yang dimiliki masih banyak,
tetapi dengan jumlah benih yang terbatas sehingga dilakukan pengujian pada satu
lokasi dan satu musim. Penanaman di lapangan hanya berupa petak tunggal atau
hanya beberapa baris (± 5) sepanjang 3-4 m dengan 1 biji/lubang (Syukur et al.
2012).
Uji Daya Hasil Lanjutan biasanya jumlah galur sudah berkurang dengan
jumlah benih yang lebih banyak dibandingkan dengan yang ada pada Uji Daya
Hasil Pendahuluan, sehingga pengujian dapat dilakukan pada beberapa lokasi,
satu musim atau beberapa musim, satu lokasi. Tahap selanjutnya yaitu Uji
Multilokasi, di mana pelaksanaannya harus mengikuti prosedur pelepasan varietas
tanaman yaitu jumlah lokasi pengujian, jumlah musim, jumlah ulangan, jumlah
genotipe dan jumlah varietas pembanding (Syukur et al. 2012).

6

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, Babakan,
Dramaga, Bogor pada bulan Desember 2014 sampai dengan April 2015. Lokasi
penelitian berada pada ketinggian 209 m di atas permukaan laut. Curah hujan
Desember 2014 berkisar 101 - 300 mm (BMKG 2014), bulan Januari-April 2015
berkisar 301 - 400 mm (BMKG 2015). Jenis tanah pada lahan penelitian adalah
Latosol.
Bahan dan Alat Penelitian
Galur yang digunakan adalah 18 galur dihaploid generasi pertama padi gogo
hasil kultur antera yang disajikan pada Lampiran 1 dan tiga varietas pembanding
yaitu Limboto, Inpari 13, dan Situ Bagendit (Lampiran 2, Lampiran 3, dan
Lampiran 4). Pupuk yang digunakan adalah Urea (200 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha),
dan KCl (100 kg/ha). Serangan hama diatasi dengan penggunaan insektisida
bahan aktif fipronil 5% dengan konsentrasi aplikasi sebesar 0.2%. Serangan blas
diatasi dengan aplikasi pestisida bahan aktif propikonazol 12.5% dan triziklazol
40%. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah meteran, cangkul, kored,
ember, timbangan digital, oven, dan alat tulis.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap
teracak (RKLT) satu faktor dengan 3 ulangan menggunakan 18 galur dihaploid
padi gogo dan 3 varietas pembanding sebagai perlakuan sehingga terdapat 63
satuan percobaan. Model linier RKLT dengan banyaknya kelompok (ulangan) 3
dan banyaknya perlakuan 21 adalah:
Yij = μ+ τi + βj + εij
Dimana i = 1, 2,…, 21 dan j = 1, 2, 3
dengan :
Yij
μ
τi
βj
εij

= pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
= nilai tengah
= pengaruh perlakuan ke-i
= pengaruh kelompok ke-j
= pengaruh acak dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji F
pada taraf nyata 5%. Jika uji nilai F berpengaruh nyata maka nilai tengah diuji
lanjut dengan uji t-Dunnett pada taraf nyata 5%.

7
Prosedur Percobaan
Persiapan Lahan
Luas lahan yang digunakan seluas 113.4 m2. Persiapan lahan meliputi
pembersihan lahan, pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan.
Pembersihan dimulai dengan pembabatan dan pembersihan rumput, kemudian
dilakukan pengolahan tanah serta aplikasi pupuk kandang. Petak percobaan dibuat
dengan ukuran 0.6 meter x 3 meter sebanyak 63 petakan.
Penanaman
Penanaman dilakukan satu minggu setelah pemberian pupuk kandang.
Benih ditanam langsung secara tugal dengan kedalaman 3 - 5 cm, sebanyak 3
butir tiap lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan yaitu 30 cm × 20 cm,
sehingga pada petakan percobaan terdapat 2 baris dan pada tiap baris terdapat 15
lubang tanam. Jumlah keseluruhan 30 lubang untuk tiap petaknya.
Pemupukan
Pupuk sumber NPK yang digunakan yaitu Urea, SP-36 dan KCl, masingmasing sebanyak 200 kg/ha, 100 kg/ha, dan 100 kg/ha. Pemberian pupuk sumber
NPK dilakukan tiga tahap, yaitu: (1) Pemupukan pertama diberikan pada satu
minggu setelah tanam, berupa 40 kg/ha Urea, 100 kg/ha SP-36 dan 100 kg/ha
KCl, dengan cara membuat larikan 5 cm dari tanaman; (2) Pemupukan kedua
diberikan pada saat penyiangan 4 minggu setelah tanam (MST), berupa 80 kg/ha
Urea, dengan membuat larikan 5 cm dari tanaman; (3) Pemupukan ketiga
diberikan pada saat penyiangan 7 minggu setelah tanam (MST), berupa 80 kg/ha
Urea, dengan membuat larikan 5 cm dari tanaman.
Pemeliharaan
Penyulaman dan penjarangan dilakukan pada umur satu minggu setelah
tanam. Penyulaman dilakukan dengan sistem sulam pindah. Pengendalian
terhadap gulma dengan cara penyiangan yang dilakukan pada saat tanaman
berumur 2-7 minggu setelah tanam. Pengendalian hama dilakukan dengan aplikasi
insektisida kimia berbahan aktif fipronil 5% secara teratur tiap dua minggu hingga
menjelang panen.
Panen
Panen dilakukan apabila 80% malai sudah menguning. Pelaksanaan panen
dilakukan dengan memotong batang kira-kira 20 cm di atas permukaan tanah
menggunakan sabit.
Pengamatan
A. Pengamatan dilakukan pada 5 rumpun tanaman contoh pada tiap petak yang
ditentukan secara acak. Adapun peubah-peubah yang diamati adalah sebagai
berikut:
1. Tinggi tanaman (cm); diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun
tertinggi, pengukuran dilakukan dua kali yaitu pada fase vegetatif (50 HST)
dan fase generatif (sebelum panen) tiap rumpun contoh.

8
2. Jumlah anakan vegetatif (batang/rumpun). Pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah anakan total pada tiap rumpun contoh, penghitungan
dilakukan pada 50 hari setelah tanam.
3. Jumlah anakan produktif (batang/rumpun). Pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah anakan yang bermalai. Pengamatan dilakukan sebelum
panen.
4. Panjang malai (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur dari leher
sampai ujung malai dengan mengambil 5 malai per rumpun contoh.
5. Jumlah gabah total/malai (butir). Pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah total gabah dari tiap malai sebanyak 5 malai per
rumpun contoh. Pengamatan dilakukan setelah panen.
6. Jumlah gabah bernas/malai (butir). Pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah total gabah bernas dari tiap malai sebanyak 5 malai per
rumpun contoh. Pengamatan dilakukan setelah panen.
7. Jumlah gabah hampa/malai (butir). Pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah total gabah hampa dari tiap malai sebanyak 5 malai per
rumpun contoh. Pengamatan dilakukan setelah panen.
8. Persentase gabah bernas/malai (%). Pengamatan dilakukan dengan
membandingkan antara jumlah gabah isi per malai dengan jumlah gabah
total per malai dikalikan seratus.
9. Persentase gabah hampa/malai (%). Pengamatan dilakukan dengan
membandingkan antara jumlah gabah hampa per malai dengan jumlah
gabah total per malai dikalikan seratus. Pengamatan dilakukan setelah
panen.
10. Bobot 1 000 butir diperoleh dengan menimbang 1 000 butir gabah bernas
dari masing-masing petak percobaan dalam setiap galur. Pengamatan
dilakukan setelah gabah dikeringkan.
11. Hasil gabah per rumpun (g), berasal dari bobot gabah per rumpun
12. Hasil gabah per hektar (ton), dihitung menggunakan rumus :
Hasil gabah per hektar =

Bobot gabah (kg)
1 petak

x

10 000 m2/1 ha
(3 x 0.6) m2/1
petak

x

30 lubang tanam
Jumlah rumpun panen
1 ton
1000 kg

B. Pengamatan pada setiap unit percoban
1. Umur berbunga, yaitu pada saat 50% tanaman telah berbunga dalam satuan
petak percobaan.
2. Umur panen, yaitu dihitung saat tanam sampai 80% malai telah menguning.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian
Bogor. Pertumbuhan awal pada tanaman terdapat dua galur yang benihnya tidak
tumbuh pada satu minggu pertama sehingga perlu dilakukan penyulaman. Daya

x

9
tumbuh yang rendah diduga karena kualitas benih yang kurang baik dan kondisi
lahan yang mengalami kekeringan. Galur HR-2-27-1-6 dan HR-7-32-1-3
mengalami kekurangan benih akibat rendahnya daya tumbuh. Untuk
menanggulangi hal ini digunakan bibit hasil semai di rumah kaca. Kondisi ini
menyebabkan tanaman membutuhkan waktu untuk beradaptasi di lahan sehingga
pertumbuhan tanaman mengalami keterlambatan.
Pertumbuhan pada awal fase vegetatif mengalami gangguan karena
kekurangan air akibat tidak adanya hujan selama satu minggu pada suatu waktu
kondisi ini mengakibatkan terganggunya penambahan anakan. Kondisi tanaman
mulai membaik ketika hujan turun, akan tetapi lahan banyak ditumbuhi oleh
gulma sehingga pembersihan gulma dilakukan secara intensif. Adanya indikasi
serangan blas daun (Pyricularia grisea pv. oryza) pada padi gogo akan tetapi
belum mencapai pada tingkat yang berbahaya kemudian dilakukan aplikasi
pestisida berbahan aktif propikonazol 12.5% dan triziklazol 40% sehingga
serangan tidak menyebar.
Belalang dan ulat menyerang tanaman pada fase vegetatif mengakibatkan
daun berlubang hal ini ditanggulangi dengan melakukan aplikasi insektisida
berbahan aktif fipronil 5%. Serangan walang sangit (Leptocorisa oratorius) terjadi
pada saat munculnya bulir hingga bulir padi matang susu. Secara umum serangan
terjadi pada masa ini tetapi serangan pertama terjadi pada galur HR-4-12-1-1, HR5-13-3-1, dan HR-8-28-1-2 karena galur-galur ini lebih dahulu keluar malai
dibandingkan dengan galur-galur yang lain. Umur genjah yang dimiliki ketiga
galur ini juga menyebabkan terjadinya serangan burung pada bulir padi yang telah
terisi. Penanggulangan serangan burung ini dengan memasang jaring pada lahan
penelitian.
Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid
Keragaan Umum
Hasil analisis ragam keragaan karakter agronomi menunjukkan genotipe
berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter yang diamati (Tabel 1).
Kondisi ini menunjukkan bahwa antar genotipe-genotipe tersebut menunjukkan
respon yang berbeda sesuai dengan sifat genetik yang dimilikinya. Karakterkarakter yang berbeda sangat nyata perlu untuk dilakukan uji lanjut dengan ketiga
varietas pembanding untuk mendapatkan genotipe dengan karakter unggul.
Koefisien keragaman (KK) dari semua karakter yang diamati berkisar antara
1.61% - 18.83%. Nilai KK terendah pada karakter umur panen sebesar 1.61%
sedangkan nilai KK tertinggi pada karakter bobot gabah per rumpun sebesar
18.83% (Tabel 1). Karakter bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per hektar
dilakukan uji transformasi pada data hasil pengamatan karena nilai KK yang
didapatkan lebih besar dari 20 %. Nilai KK yang rendah diinginkan karena akan
menggambarkan ketepatan pada pengamatan sehingga akan mengurangi galat
pada percobaan.

10
Tabel 1 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe terhadap karakter galur-galur
dihaploid
F Hit
KK
Karakter
KT Genotipe
Genotipe
(%)
12.14**
Tinggi tanaman fase vegetatif
258.97
6.11
50.39**
Tinggi tanaman fase generatif
544.92
3.53
10.05**
Jumlah anakan vegetatif
50.13
12.68
8.60**
Jumlah anakan produktif
28.43
13.28
33.31**
Umur berbunga
90.17
1.95
26.68**
Umur panen
90.25
1.61
6.33**
Panjang daun bendera
94.53
11.38
16.67**
Panjang malai
11.37
3.61
8.98**
Kepadatan malai
3.43
9.30
4.02**
Jumlah gabah bernas
1088.09
15.63
20.12**
Jumlah gabah hampa
1258.04
15.31
6.78**
Jumlah gabah per malai
2267.38
11.63
282.21
12.25**
7.15
Persentase gabah bernas per malai
285.21
12.25**
18.83
Persentase gabah hampa per malai
18.03
22.12**
3.93
Bobot 1 000 butir
73.86
2.25**
13.15a
Bobot gabah per rumpun
0.98
4.24**
8.40a
Bobot gabah per hektar
**berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; *berpengaruh nyata pada taraf
berpengaruh nyata pada taraf 5%; adata menggunakan hasil transformasi x+0.5

5%;

tn

tidak

Tinggi Tanaman
Tabel 2 Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatif galur dihaploid
dengan varietas pembanding
Galur
HR-1-12-1-1
HR-1-12-2-2
HR-1-32-1-1
HR-2-21-2-1
HR-2-22-1-3
HR-2-22-2-1
HR-2-27-1-6
HR-2-27-2-7
HR-2-30-1-1
Limboto
Inpari 13
Situ Bagendit

TTV
(cm)
73.2 c
58.9 a
69.9
71.7
84.2 bc
94.3 abc
70.8
74.1 c
74.3 c
81.0 bc
66.1 a
61.5 a

TTG
(cm)
78.4 ab
75.5 abc
78.7 ab
95.4 ac
116.0 abc
121.2 ab
95.2 ac
100.4 bc
105.0 bc
106.2 bc
89.7 a
86.2 a

Galur
HR-2-33-1-1
HR-2-34-1-3
HR-4-12-1-1
HR-5-9-1-1
HR-5-9-4-1
HR-5-13-2-2
HR-5-13-3-1
HR-7-32-1-3
HR-8-28-1-2

TTV
(cm)
80.6 bc
81.3 bc
88.5 bc
75.2 c
74.6 c
66.2 a
90.4 bc
67.9 a
81.2 bc

TTG
(cm)
93.5 a
102.8 bc
95.3 ac
85.9 a
87.0 a
76.4 abc
108.8 c
75.6 abc
81.6 ab

Keterangan : TTV: tinggi tanaman vegetatif; TTG: tinggi tanaman generatif; a Berbeda nyata pada
uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji tDunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji tDunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

11
Tinggi tanaman merupakan karakter yang sangat penting dalam progam
pemuliaan tanaman. Tinggi tanaman akan mempengaruhi tingkat kerebahan pada
suatu tanaman. Pemuliaan tanaman pada padi diarahkan untuk mendapatkan
tanaman dengan tinggi yang ideal. Rata-rata tinggi tanaman padi gogo pada fase
vegetatif berkisar antara 58.9 cm - 94.3 cm. Galur dengan rata-rata tertinggi yaitu
HR-2-22-2-1 sebesar 94.3 cm. Galur HR-2-22-2-1 memiliki tinggi yang berbeda
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Limboto. Hasil analisis (Tabel 2)
menunjukkan bahwa terdapat 7 galur yang memiliki tinggi berbeda nyata lebih
tinggi dibandingkan dengan Inpari 13, dan terdapat 12 galur yang memiliki tinggi
berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Situ Bagendit.
Rata-rata tinggi tanaman pada fase generatif berkisar antara 75.5 cm - 121.2
cm. Galur HR-2-22-2-1 memiliki tinggi tanaman tertinggi yaitu sebesar 121.2 cm.
Galur HR-2-22-1-3 dan HR-2-22-2-1 memiliki tinggi tanaman berbeda nyata lebih
tinggi dibandingkan dengan Limboto. Hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan
bahwa terdapat 5 galur yang memiliki tinggi tanaman berbeda nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan Inpari 13 dan terdapat 8 galur yang memiliki tinggi tanaman
berbeda nyata lebih tinggi dengan Situ Bagendit.
IRRI (2002) menetapkan kriteria tinggi pada tanaman padi gogo berdasar
pada Rice Standard Evaluation System yaitu agak pendek (< 90 cm), sedang (90125 cm), dan tinggi (> 125 cm). Berdasarkan kriteria ini terdapat 8 galur yang
tergolong agak pendek dan terdapat 10 galur yang tergolong sedang yaitu HR-221-2-1, HR-2-22-1-3, HR-2-22-2-1, HR-2-27-1-6, HR-2-27-2-7, HR-2-30-1-1,
HR-2-33-1-1, HR-2-34-1-3, HR-4-12-1-1, dan HR-5-13-3-1. Galur-galur yang
memiliki tinggi sedang berpotensi untuk dikembangkan karena akan lebih tahan
terhadap kerebahan. Galur-galur yang diuji tidak ada yang tergolong tanaman
tinggi.
Menurut Makarim dan Suhartatik (2009) dan Yoshida (1981) batang yang
pendek dan kaku merupakan sifat yang diinginkan dalam pengembangan varietasvarietas unggul padi gogo karena tanaman akan tahan terhadap kerebahan. Padi
yang memiliki sifat tersebut akan memiliki perbandingan antara gabah dan jerami
yang seimbang dan responsif terhadap pemupukan nitrogen.
Jumlah Anakan Vegetatif dan Produktif
Rata-rata jumlah anakan vegetatif per rumpun padi gogo dihaploid disajikan
pada Tabel 3. Jumlah anakan berkisar antara 7.2 - 23.6 anakan. Galur HR-1-12-11 dan HR-2-21-2-1 memiliki jumlah anakan vegetatif terbanyak berturut-turut
sebesar 23.4 anakan dan 23.6 anakan.
Hasil analisis (Tabel 3) menunjukkan bahwa galur HR-1-12-1-1, HR-2-212-1, HR-2-33-1-1, dan HR-5-13-2-2 memiliki jumlah anakan vegetatif yang
berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Limboto. Galur HR-7-32-1-3
memiliki jumlah anakan vegetatif yang berbeda nyata lebih rendah dibandingkan
dengan Inpari 13 dan lima galur berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan
Situ Bagendit. Las et al. (2004) memberikan kriteria pengelompokan banyaknya
anakan total per rumpun, yaitu sedikit (20). Pengelompokan ini menunjukkan bahwa satu galur
termasuk ke dalam jumlah anakan sedikit, enam galur termasuk jumlah anakan
sedang, empat galur termasuk anakan banyak, dan tujuh galur sisanya termasuk
jumlah anakan sangat banyak.

12

Tabel 3 Rataan jumlah anakan pada fase vegetatif dan produktif galur dihaploid
dengan varietas pembanding
JAV
JAP
JAV
JAP
Galur
Galur
HR-1-12-1-1
23.4 a 18.0 a
HR-2-33-1-1
21.4 a
16.0 a
HR-1-12-2-2
19.3
13.7
HR-2-34-1-3
20.1
16.0 a
HR-1-32-1-1
17.0
12.8
HR-4-12-1-1
14.0 c
12.4
HR-2-21-2-1
23.6 a 17.8 a
HR-5-9-1-1
18.4
14.4
HR-2-22-1-3
15.2
12.7
HR-5-9-4-1
14.2 c
11.8
HR-2-22-2-1
17.4
13.3
HR-5-13-2-2
22.4 a
19.9 ab
HR-2-27-1-6
14.8
13.0
HR-5-13-3-1
13.0 c
11.1
HR-2-27-2-7
20.1
15.7 a
HR-7-32-1-3
7.2 abc 6.6 bc
HR-2-30-1-1
20.6
13.1
HR-8-28-1-2
13.2 c
9.3 c
Limboto
14.3 c 9.9 c
Inpari 13
18.4
13.5
Situ Bagendit
21.2 a 15.8 a
Keterangan : JAV: jumlah anakan vegetatif; JAP: jumlah anakan produktif; a Berbeda nyata pada
uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji tDunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji tDunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

Jumlah anakan akan mengindikasikan kesehatan suatu tanaman, meskipun
secara genetik varietas tanaman akan menentukan jumlah anakan (Makarim dan
Suhartatik 2009). Jumlah anakan yang banyak akan lebih baik jika diimbangi
dengan jumlah anakan produktif yang banyak atau jumlah anakan tidak produktif
yang sedikit (Dewi et al. 2009). Jumlah anakan produktif pada galur dihaploid
padi gogo tipe baru hasil kultur antera sebanyak 8-15 anakan (Safritri 2010), 6-13
anakan (Purbokurniawan 2013), dan 6-17 anakan (Herawati et al. 2009).
Anakan produktif merupakan anakan yang memproduksi malai yang akan
mempengaruhi potensi hasil pada tanaman padi. Rata-rata jumlah anakan
produktif per rumpun padi gogo dihaploid disajikan pada Tabel 3. Jumlah anakan
produktif berkisar antara 6.6 sampai dengan 19.9 batang per rumpun (Tabel 3).
Galur HR-5-13-2-2 memiliki jumlah anakan produktif per rumpun terbanyak.
Galur HR-1-12-1-1, HR-2-21-2-1, HR-2-27-2-7, HR-2-33-1-1, HR-2-34-1-3, dan
HR-5-13-2-2 menunjukkan jumlah anakan produktif yang berbeda nyata lebih
tinggi dibandingkan dengan Limboto. Galur HR-5-13-2-2 menunjukkan jumlah
anakan produktif yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Inpari 13.
Galur HR-7-32-1-3 dan HR-8-28-1-2 menunjukkan jumlah anakan produktif yang
berbeda nyata lebih rendah dibandingkan Situ Bagendit. Tidak semua anakan
dapat menghasilkan malai karena terdapat anakan yang baru terbentuk dan akan
kalah dalam memperebutkan hara sehingga akan mati.

13
Umur Berbunga dan Umur Panen
Rata-rata umur berbunga semua galur berkisar antara 70.6 hari setelah
tanam (HST) hingga 96.0 hari setelah tanam (HST) (Tabel 4). Galur HR-4-12-1-1
dan HR-8-28-1-2 merupakan galur yang memiliki umur berbunga terpendek yaitu
70.6 HST dan 74.0 HST. Galur HR-2-30-1-1 memiliki umur berbunga terlama
sebesar 96.0 HST.
Diptaningsari (2013) menyatakan bahwa umur berbunga memiliki hubungan
yang positif dengan umur panen. Umur berbunga yang semakin cepat maka akan
menghasilkan umur panen yang cepat atau umur genjah. Umur panen yang
pendek akan memberikan keuntungan karena tanaman padi akan lebih cepat
dipanen.
Rata-rata umur panen semua galur padi gogo berkisar antara 101.6 HST
hingga 126.0 HST. Galur HR-4-12-1-1, HR-5-13-3-1, dan HR-8-28-1-2 memiliki
umur panen yang berbeda nyata lebih cepat dibandingkan dengan Limboto. Galur
HR-4-12-1-1, HR 5-13-2-2, HR-5-13-3-1, dan HR-8-28-1-2 memiliki umur panen
yang berbeda nyata lebih cepat dibandingkan dengan Inpari 13. Galur HR-4-12-11, HR-5-13-3-1, dan HR-8-28-1-2 memiliki umur panen yang berbeda nyata lebih
cepat dibandingkan dengan Situ Bagendit.
Tabel 4 Rataan umur berbunga dan umur panen galur dihaploid dengan varietas
pembanding
Galur
HR-1-12-1-1
HR-1-12-2-2
HR-1-32-1-1
HR-2-21-2-1
HR-2-22-1-3
HR-2-22-2-1
HR-2-27-1-6
HR-2-27-2-7
HR-2-30-1-1
Limboto
Inpari 13
Situ Bagendit

UB
(HST)
85.3
88.6 c
82.3 a
85.6
89.6 c
84.0
84.3
86.6
96.0 abc
87.3 c
85.6
82.6 a

UP
(HST)
114.6
118.6
113.3
119.0 c
121.3 ac
118.6
115.0
116.6
126.0 abc
114.3
116.6
114.0

Galur
HR-2-33-1-1
HR-2-34-1-3
HR-4-12-1-1
HR-5-9-1-1
HR-5-9-4-1
HR-5-13-2-2
HR-5-13-3-1
HR-7-32-1-3
HR-8-28-1-2

UB
(HST)
87.0 c
92.0 abc
70.6 abc
81.3 ab
82.0 a
80.6 ab
77.0 abc
81.0 ab
74.0 abc

UP
(HST)
116.0
119.0 c
101.6 abc
112.3
112.3
110.0 b
107.0 abc
113.0
102.6 abc

Keterangan : UB: umur berbunga; UP: umur panen; a Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5%
dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5%
dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5%
dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

Penelitian yang dilakukan Dewi et al. (2009) mengelompokkan umur
panen (P) varietas padi menjadi empat yaitu sangat genjah (P ≤ 110 HST),
genjah (110 < P ≤ 115 HST), sedang (115 < P ≤ 125 HST), dan berumur dalam
(125 < P ≤ 150 HST). Berdasarkan pengelompokan di atas terdapat empat
galur tergolong berumur sangat genjah, enam galur tergolong berumur genjah,
tujuh galur tergolong berumur sedang, dan satu galur tergolong berumur dalam.

14
Panjang Daun dan Sudut Daun Bendera
Daun bendera memiliki peranan penting dalam pengisian malai. Daun
bendera yang rusak akan menyebabkan pengisian malai terganggu sehingga
banyak bulir yang hampa. Rata-rata panjang daun bendera berkisar antara 23.2 cm
hingga 43.8 cm. Galur HR-2-22-2-1 dan HR-5-13-3-1 memiliki panjang daun
bendera terpanjang yaitu berturut-turut sebesar 41.5 cm dan 43.8 cm (Tabel 5).
Hasil uji lanjut Dunnett menunjukkan bahwa galur HR-5-13-3-1 memiliki panjang
daun bendera berbeda nyata lebih panjang dibandingkan dengan Limboto.
Terdapat empat galur yang memiliki panjang daun bendera berbeda nyata lebih
panjang dibandingkan dengan Inpari 13 dan tujuh belas galur yang memiliki
panjang daun bendera berbeda nyata lebih panjang dibandingkan dengan Situ
Bagendit.
Tabel 5 Rataan panjang daun bendera dan sudut daun bendera galur dihaploid
dengan varietas pembanding
Galur
HR-1-12-1-1
HR-1-12-2-2
HR-1-32-1-1
HR-2-21-2-1
HR-2-22-1-3
HR-2-22-2-1
HR-2-27-1-6
HR-2-27-2-7
HR-2-30-1-1
Limboto
Inpari 13
Situ Bagendit

PDB
(cm)
36.6 c
23.2
34.0 c
29.3 c
39.0 bc
41.5 bc
33.5 c
34.4 c
32.7 c
32.3 c
27.2
17.8 a

SDB°

Galur

Tegak
Tegak
Tegak
Tegak
Horizontal
Terkulai
Tegak
Tegak
Tegak
Tegak
Tegak
Tegak

HR-2-33-1-1
HR-2-34-1-3
HR-4-12-1-1
HR-5-9-1-1
HR-5-9-4-1
HR-5-13-2-2
HR-5-13-3-1
HR-7-32-1-3
HR-8-28-1-2

PDB
(cm)
32.8 c
35.3 c
35.8 c
39.6 bc
35.4 c
35.6 c
43.8 abc
35.3 c
36.7 c

SDB°
Tegak
Tegak
Semi tegak
Tegak
Tegak
Tegak
Tegak
Tegak
Tegak

Keterangan : PDB: panjang daun bendera; SDB: sudut daun bendera; a Berbeda nyata pada uji tDunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-Dunnett
5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5%
dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

Galur-galur yang diuji secara umum menunjukkan sudut daun bendera yang
tegak yaitu sebanyak 15 galur dengan sudut daun bendera tegak (0º), satu galur
dengan sudut daun bendera semi tegak (45º), satu galur dengan sudut daun
bendera horizontal (90º), satu galur dengan sudut daun bendera terkulai (180º).
Penelitian Dewi et al. (2009) menjelaskan bahwa sudut daun bendera yang tegak
lebih diinginkan karena berperan dalam meningkatkan luas penerimaan cahaya,
juga dapat segera melewatkan air yang jatuh ke daun sehingga mengurangi beban
pada permukaan daun. Makarim dan Suhartatik (2009) menjelaskan bahwa sifatsifat daun yang dikehendaki adalah yang tegak, tebal, kecil, dan pendek. Kondisi
ini yang akan meningkatkan kemampuan fotosintesis pada tanaman.

15
Panjang Malai, Gabah Bernas, dan Gabah Hampa
Panjang malai akan berpengaruh terhadap jumlah gabah total per malai.
Malai yang panjang secara teori akan meningkatkan jumlah hasil gabah yang akan
berpengaruh pada hasil gabah yang didapat. Rata-rata panjang malai berkisar
antara 19.4 cm - 26.1 cm. Galur HR-2-22-2-1 memiliki panjang malai terpanjang
yaitu sebesar 26.1 cm. Galur HR-7-32-1-3, HR-8-28-1-2, dan HR-1-12-2-2
memiliki panjang malai terpendek berturut-turut sebesar 19.4 cm, 19.4 cm, dan
19.6 cm (Tabel 6). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa enam galur memiliki
panjang malai yang berbeda nyata lebih pendek dibandingkan dengan Limboto,
dua galur memiliki panjang malai yang berbeda nyata lebih panjang dibandingkan
dengan Inpari 13, dan sebelas galur memiliki panjang malai yang berbeda nyata
lebih panjang dibandingkan dengan Situ Bagendit.
Tabel 6 Rataan panjang malai dan
varietas pembanding
PM
KM
Galur
(cm)
(bulir/cm)
HR-1-12-1-1
21.6 a
7.0 ac
HR-1-12-2-2
19.6 ab
7.6 c
HR-1-32-1-1
22.6 a
7.3 c
HR-2-21-2-1
23.2
5.5 a
HR-2-22-1-3
25.7 bc
7.1 c
HR-2-22-2-1
26.1 bc
7.4 c
HR-2-27-1-6
23.9 c
6.0 a
HR-2-27-2-7
24.1 c
6.5 ac
HR-2-30-1-1
24.1 c
7.7 c
Limboto
25.2 c
8.6 bc
Inpari 13
23.4
6.3 a
Situ Bagendit
21.6 a
4.8 a

kepadatan malai galur dihaploid dengan
Galur
HR-2-33-1-1
HR-2-34-1-3
HR-4-12-1-1
HR-5-9-1-1
HR-5-9-4-1
HR-5-13-2-2
HR-5-13-3-1
HR-7-32-1-3
HR-8-28-1-2

PM
(cm)
24.2 c
24.5 c
23.9 c
24.9 c
23.8 c
21.9 a
25.4 c
19.4 abc
19.4 abc

KM
(bulir/cm)
4.7 a
7.8 c
5.3 a
6.8 ac
6.3 a
5.6 a
5.8 a
7.9 c
8.2 bc

Keterangan : PM: panjang malai; KM: kepadatan malai; a Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5%
dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan
varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas
pembanding Situ Bagendit.

Panjang malai dapat dikelompokkan menjadi malai pendek (< 20 cm), malai
sedang (20-30 cm), dan malai panjang (> 30 cm) (Juhriah et al. 2013).
Berdasarkan pengelompokan tersebut, terdapat tiga galur dengan kategori panjang
malai pendek dan lima belas malai dengan kategori panjang malai sedang.
Kepadatan malai galur-galur yang diuji berkisar antara 4.7 - 8.2 bulir/cm.
HR-8-28-1-2 memiliki kepadatan terbesar yaitu sebesar 8.2 bulir/cm. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa sepuluh galur memiliki kepadatan malai yang
berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Limboto, satu galur memiliki
kepadatan malai yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Inpari 13,
dan sebelas galur memiliki kepadatan malai yang berbeda nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan Situ Bagendit. Galur HR-1-12-2-2, HR-7-32-1-3, dan HR-828-1-2 merupakan galur yang terkategori memiliki panjang malai pendek tetapi

16
memiliki kepadatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan panjang malai
yang terkategori sedang. Kepadatan malai ini masing-masing yaitu sebesar 7.6
bulir/cm, 7.9 bulir/cm, dan 8.2 bulir/cm (Tabel 6). Kondisi ini menunjukkan
pembentukan bulir-bulir pada panjang malai pendek lebih optimal jika
dibandingkan pada panjang malai sedang.
Gabah merupakan komponen yang penting dalam panen tanaman padi
karena akan menentukan produktivitas per hektar. Gabah isi yang banyak akan
meningkatkan bobot padi yang didapatkan. Rata-rata gabah bernas terbanyak pada
galur HR-1-32-1-1 yaitu sebesar 121.8 bulir. Hasil analisis (Tabel 7)
menunjukkan seluruh galur yang diuji memiliki jumlah gabah bernas yang
berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan Limboto dan memiliki jumlah
gabah bernas yang tidak berbeda nyata dengan pembanding Inpari 13 serta
terdapat 4 dari 18 galur yang diuji memiliki jumlah gabah bernas yang berbeda
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Situ Bagendit.
Tabel 7 Rataan jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total per
malai, persentase gabah bernas, dan persentase galur dihaploid dengan
varietas pembanding
Galur
HR-1-12-1-1
HR-1-12-2-2
HR-1-32-1-1
HR-2-21-2-1
HR-2-22-1-3
HR-2-22-2-1
HR-2-27-1-6
HR-2-27-2-7
HR-2-30-1-1
HR-2-33-1-1
HR-2-34-1-3
HR-4-12-1-1
HR-5-9-1-1
HR-5-9-4-1
HR-5-13-2-2
HR-5-13-3-1
HR-7-32-1-3
HR-8-28-1-2
Limboto
Inpari 13
Situ Bagendit

GB
119.1 ac
118.3 ac
121.8 ac
106.6 a
97.4 a
115.0 a
89.7 a
87.9 a
91.0 a
94.5 a
111.7 a
77.9 a
113.4 a
97.1 a
100.6 a
112.1 a
116.7 ac
102.6 a
166.7 bc
94.9 a
73.5 a

GH
34.2
32.6
46.7
25.5 ab
87.5 abc
77.0 abc
56.1 c
67.5 c
97.3 abc
23.5 ab
80.0 abc
52.0 c
56.7 c
57.1 c
22.3 ab
38.0
37.1
63.3 c
48.4
51.6 c
29.5 b

JGT
153.1 ac
150.5 ac
170.0 ac
130.0 a
184.1 c
195.4 bc
145.1 a
157.9 ac
187.4 c
116.7 a
193.0 c
129.0 a
171.8 ac
152.5 ac
123.5 a
150.0 ac
153.9 ac
163.1 ac
218.9 bc
148.4 a
103.1 a

PGB (%)
77.0 b
78.3 b
73.3
79.3 b
51.3 abc
60.3 a
60.6 a
57.3 ac
47.0 abc
80.0 b
57.6 ac
59.0 ac
67.0
62.3 a
81.3 b
74.6
75.0
61.0 a
77.3 b
65.0 a
72.0

PGH (%)
23.0 b
21.6 b
26.6
20.6 b
48.6 abc
39.6 a
39.3 a
42.6 ac
53.0 abc
20.0 b
42.3 ac
41.0 c
33.0
37.6 a
18.6 b
25.3
25.0 a
39.0 a
22.6
35.0 a
28.0

Keterangan : GB: jumlah gabah bernas per malai; GH: jumlah gabah hampa per malai; JGT: jumlah
gabah total per malai; PGB: persentase gabah bernas per malai; PGH: persentase gabah
hampa per malai; a Berbeda nyata pada uji t-Dunnet 5% dengan varietas pembanding
Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-Dunnet 5% dengan varietas pembanding Inpari 13;
c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

17
Rata-rata jumlah gabah hampa terbanyak dimiliki oleh galur HR-2-30-1-1
yaitu sebesar 97.3 bulir. Galur HR-2-21-2-1 dan HR-5-13-2-2 memiliki jumlah
gabah hampa yang paling sedikit diantara semua galur yang diuji, besarnya yaitu
25.5 bulir dan 22.3 (Tabel 7). Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa
galur HR-2-21-2-1