Rekayasa Teknologi Pemanenan Mikroalga melalui Perbedaan Densitas Flokulan pada Teknik Bio-flokulasi.

REKAYASA TEKNOLOGI PEMANENAN MIKROALGA MELALUI
PERBEDAAN DENSITAS FLOKULAN PADA TEKNIK
BIO-FLOKULASI

EKO HARSONO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rekayasa Teknologi
Pemanenan Mikroalga melalui Perbedaan Densitas Flokulan pada Teknik Bioflokulasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Eko Harsono
NIM C54100016

ABSTRAK
EKO HARSONO. Rekayasa Teknologi Pemanenan Mikroalga melalui Perbedaan
Densitas Flokulan pada Teknik Bio-flokulasi. Dibimbing oleh MUJIZAT
KAWAROE and ADRIANI SUNUDDIN.
Pemanenan mikroalga adalah bagian penting dalam sistem kultivasi
mikroalga yang bertujuan untuk pengembangan bahan bakar nabati, sehingga
dibutuhkan teknik yang berbiaya murah dan berdaya hasil tinggi seperti bioflokulasi. Penelitian ini dilakukan dengan mengombinasikan mikroalga jenis
Tetraselmis suecica (agen flokulan) dengan Chlorella sp. dan Nannochloropsis
sp. (non-flokulan) dan menentukan tingkat pengendapan yang paling efektif dari
beberapa perlakuan (P1-P4). Hasil yang didapat menunjukkan bahwa Tetraselmis
suecica mampu mempercepat pemanenan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp,
dengan tingkat pengendapan tertinggi diperoleh pada P4. Terjadi peningkatan laju
pengendapan mikroalga setelah penambahan Tetraselmis suecica, untuk Chlorella
sp. dari 52.12±1.91% menjadi 70.44±0.22%, sedangkan pada Nannochloropsis sp.
dari 13.84±1.27% menjadi 45.06±0.75. Proses pengendapan menggunakan teknik

bio-flokulasi pada pemanenan skala indoor jauh lebih cepat dibandingkan
kultivasi outdoor. Hasil ekstraksi lemak mikroalga dengan teknik bio-flokulasi
lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan bahan kimia berupa NaOH.
Kata kunci: bio-flokulasi, Chlorella sp., Nannochloropsis sp., pemanenan,
Tetraselmis suecica.

ABSTRACT
EKO HARSONO. Development of Microalgae Harvesting Method Using Bioflocculation at Several Yield Density. Under direction of MUJIZAT KAWAROE
and ADRIANI SUNUDDIN.
Harvesting method is one crucial process during microalgal cultivation for
development of bioenergy, thus low-cost bio-flocculation technique needs
continuous improvement for yielding higher biomass and faster harvesting period.
The study was conducted by mixing Tetraselmis suecica (flocculant) with
microalgal species of Chlorella sp. and Nannochloropsis sp. (non-flocculants) to
determine the rate of deposition from several treatment (P1-P4). The results
showed that Tetraselmis suecica was functional in accelerating harvest of
Chlorella sp. and Nannochloropsis sp, with the highest precipitation observed at
P4. The deposition rate of Chlorella sp. was increased from 52.12±1.91% to
70.44±0.22%, while Nannochloropsis sp. from 13.84±1.27% to 45.06±0.75%
after Tetraselmis suecica was added. Rate of deposition during bio-flocculation

process was proven efficient at indoor scale cultivation compare to outdoor. Lipid
yielded from bio-flocculation technique was higher compare chemical flocculant,
such as NaOH.
Key words:

bio-flocculation, Chlorella sp., harvesting, Nannochloropsis sp.,
Tetraselmis suecica.

REKAYASA TEKNOLOGI PEMANENAN MIKROALGA MELALUI
PERBEDAAN DENSITAS FLOKULAN PADA TEKNIK
BIO-FLOKULASI

EKO HARSONO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan April hingga bulan Oktober 2014
ini ialah pemanenan mikrolga, dengan judul Rekayasa Teknologi Pemanenan
Mikroalga melalui Perbedaan Densitas Flokulan pada Teknik Bio-flokulasi.
Penulis banyak mendapat bantuan dan arahan dari berbagai pihak dalam penulisan
skripsi, sehingga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ayah, Ibu, dan seluruh keluarga atas dukungannya baik secara moril
maupun materil selama penyusunan skripsi ini.
2. Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi dan Adriani Sunuddin, SPi MSi selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbinganya selama ini.
3. Seluruh Dosen dan Staff Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan atas
ilmu dan pelayanan yang diberikan selama penulis melakukan perkuliahan.

4. Surfactan and Bionergy Research Centre (SBRC) khususnya Divisi Alga
yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
5. Annisa Adzaningtias atas dukungan dan semangat yang telah diberikan.
6. Keluarga besar ITK 47 atas persahabatan dan suka duka yang telah
terbangun selama ini.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun demikian
penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun pembaca
dan dapat dikembangkan melalui penelitian selanjutnya.
Bogor, Agustus 2015

Eko Harsono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2


Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Rancangan Penelitian

2

Pelaksanaan Penelitian

4

Kultivasi Mikroalga

4

Proses Bio-flokulasi

5


Penghitungan Densitas Mikroalga Skala Cuvette (2 mL) pada Bagian
Atas dan Bawah

5

Proses Ekstraksi Lemak Mikroalga

6

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bio-flokulasi Mikroalga

6
7
7

Densitas Mikroalga Non-flokulan (yang dipanen) pada Proses Bio-flokulasi 12
Kandungan Lemak Mikroalga Hasil Pemanenan dengan Teknik

Bio-flokulasi
SIMPULAN DAN SARAN

15
16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN


18

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Tingkat pengendapan mikroalga flokulan dan non-flokulan sebelum
dilakukan pencampuran
Tingkat pengendapan mikroalga flokulan dan non-flokulan setelah
dilakukan pencampuran pada menit ke-45 dan 90 untuk P1 dan P2
Tingkat pengendapan mikroalga flokulan dan non-flokulan setelah
dilakukan pencampuran pada menit ke-45 dan 90 untuk P3 dan P4
Perbandingan kadar lemak hasil panen bio-flokulasi dan NaOH


8
8
8
15

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

8.

9.

Diagram alir penelitian
Pencampuran antara spesies flokulan dan non-flokulan
Perbedaan tingkat pengendapan kombinasi Tetraselmis suecica dan
Nannochloropsis sp. terhadap waktu (menit)
Perbedaan tingkat pengendapan kombinasi Tetraselmis suecica dan
Chlorella sp. terhadap waktu (menit)
Ilustrasi laju pengendapan dalam proses bio-flokulasi spesies Chlorella
sp. dan Nannochloropsis sp. dengan Tetraselmis suecica
Perbedaan densitas Nannochloropsis sp. bagian atas cuvette hasil
pemanenan kultivasi indoor (kiri) dan hasil pemanenan kultivasi
outdoor (kanan) pada menit ke-180 dan 315
Perbedaan densitas Nannochloropsis sp. bagian bawah cuvette hasil
pemanenan kultivasi indoor (kiri) dan hasil pemanenan kultivasi
outdoor (kanan) pada menit ke-180 dan 315
Perbedaan densitas Chlorella sp. bagian atas cuvette hasil pemanenan
kultivasi indoor (kiri) dan hasil pemanenan kultivasi outdoor (kanan)
pada menit ke-180 dan 315
Perbedaan densitas Chlorella sp. bagian bawah cuvette hasil pemanenan
kultivasi indoor (kiri) dan hasil pemanenan kultivasi outdoor (kanan)
pada menit ke-180 dan 315

3
4
9
10
11

12

12

13

13

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Data OD750nm masing-masing spesies mikroalga hasil spektrofotometer
Tingkat pengendapan masing-masing mikroalga hasil spektrofotometer
Data OD750nm kombinasi mikroalga flokulan dan non-flokulan dengan
perlakuan 1 (P1), P2, P3 dan P4 hasil spektrofotometer
Tingkat pengendapan berdasarkan kombinasi mikroalga flokulan dan
non-flokulan dengan perlakuan 1 (P1), P2, P3, dan P4
Hasil ekstraksi kandungan lemak mikroalga yang dipanen dengan bahan
kimia NaOH dan teknik bio-flokulasi
Hasil analisis statistik
Alur kegiatan penelitian dari sterilisasi alat dan bahan hingga ekstraksi
lemak mikroalga

18
18
19
21
22
23
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penelitian terkait mikroalga sudah dilakukan oleh banyak pakar dengan
kepentingan utamanya dapat menghasilkan minyak sebagai pengganti bahan bakar
fosil. Produksi minyak menggunakan mikroalga lebih menghemat biaya karena
salah satu energi utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya adalah sinar
matahari yang terdapat di alam (Kawaroe et al. 2009). Banyaknya minyak yang
dihasilkan dapat dipengaruhi pada proses pemanenan mikroalga. Pemanenan
mikroalga adalah bagian penting dalam sistem kultivasi mikroalga untuk
memperbanyak biomassa panen mikroalga (Sim et al. 1988). Ada beberapa teknik
dalam pemanenan mikroalga, yaitu teknik sentrifugasi, filtrasi dan flokulasi
(Brennan dan Owende 2009). Sentrifugasi merupakan proses pemisahan
menggunakan gaya sentrifugal sebagai driving force untuk memisahkan padatan
dan cairan (Wijffels dan Barbosa 2010). Proses sentrifugasi dengan kecepatan
tinggi secara efektif dapat memisahkan mikroalga dari cairan medianya (Chen et
al. 2011). Menurut Grima et al. (2003), proses filtrasi efektif diaplikasikan untuk
proses pemanenan mikroalga dengan ukuran sel yang besar dan tidak cocok untuk
operasi pemanenan mikroalga yang memiliki ukuran sel yang kecil seperti spesies
Dunaliella. Penggunaan teknik filtrasi hanya dapat dilakukan untuk memanen
mikroalga dengan ukuran yang lebih besar dari 100 μm dan memiliki bentuk
tubuh filamen atau berkoloni (Gouveia 2011).
Teknik flokulasi efektif digunakan untuk pemanenan mikroalga yang
berukuran lebih kecil dari 100 μm dan tidak berkoloni. Teknik flokulasi akan
membantu mikroalga membentuk koloni (flok) dengan bantuan bahan kimia (Lee
et al. 1998). Pemanenan menggunakan flokulan kimia merupakan hal yang umum
digunakan karena prosesnya sangat mudah. Waktu yang dibutuhkan tidak lama
untuk mengendapkan (mengikat) mikroalga yang dipanen. Flokulan kimia tidak
cocok untuk pemanenan mikroalga secara berkelanjutan dalam skala besar karena
media yang digunakan harus dibersihkan flokulan kationiknya terlebih dahulu
supaya dapat dipergunakan kembali atau dibuang ke alam (Schenk et al. 2008).
Penggunaan flokulan kimia akan mengakibatkan perubahan pH, suhu, oksigen,
dan penurunan nutrisi pada media kultur.
Teknik flokulasi menggunakan makhluk hidup (bio-flokulasi) dapat menjadi
alternatif dalam proses pemanenan mikroalga yang ramah lingkungan. Makhluk
hidup yang digunakan dalam pemanenan antara lain mikroalga, bakteri, dan fungi.
Teknik bio-flokulasi berdampak positif terhadap lingkungan karena tidak
menggunakan bahan kimia dalam pemanenan mikroalga. Berbeda dengan fungi
dan bakteri, mikroalga tidak membutuhkan tambahan media khusus pada teknik
bio-flokulsai, sehingga akan mengurangi besarnya biaya tambahan dalam
pemanenan mikroalga (Salim et al. 2011).
Penggunaan teknik bio-flokulasi untuk pemanenan mikroalga sudah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Salah satunya yaitu Kawaroe et al. (2015) telah
melakukan penelitian terkait bio-flokulasi dengan menggunakan spesies
mikroalga Tetraselmis suecica (sebagai flokulan), Nannochloropsis sp. dan

2
Chlorella sp. (sebagai non-flokulan). Proses pencampuran antara mikroalga
flokulan dan non-flokulan (bio-flokulasi) dilakukan dengan perbandingan
volume/volume (v/v) tanpa mengetahui densitas dari flokulan yang digunakan.
Proses bio-flokulasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan menghitung
densitas flokulan, sehingga dapat diketahui secara pasti densitas flokulan yang
digunakan untuk memanen mikroalga non-flokulan. Penelitian ini juga melakukan
pembandingan proses bio-flokulasi dari pemanenan hasil kultivasi indoor dan
outdoor. Penghitungan densitas saat terjadinya proses bio-flokulasi juga dilakukan
supaya pengendapan dapat diketahui secara pasti. Spesies mikroalga yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraselmis suecica (agen flokulan),
Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. (non-flokulan). Pemilihan spesies tersebut
karena relatif mudah dikultur dalam waktu singkat, sudah banyak penelitian yang
terkait dengan spesies tersebut, dan memiliki kandungan lemak yang tinggi.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Penelitian ini bertujuan untuk:
Menentukan kombinasi spesies mikroalga yang efisien dalam proses bioflokulasi.
Mengukur kandungan kadar lemak (%) hasil dari pemanenan mikroalga
dengan teknik bio-flokulasi.
Mengukur kecepatan dari proses pengendapan mikroalga hasil kultivasi
indoor dan outdoor pada teknik bio-flokulasi.

METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Oktober 2014 meliputi 3
kegiatan utama yaitu kultivasi, pemanenan mikroalga (menggunakan teknik bioflokulasi) dan ekstraksi lemak dari mikroalga. Tahap 1 adalah penelitian
pendahuluan dari tanggal 1 April – 6 Mei 2014 yang meliputi kegiatan persiapan
alat dan bahan, kultivasi bibit mikroalga untuk stok penelitian dari setiap spesies
mikroalga yang digunakan dalam penelitian. Tahap 2 adalah kegiatan penelitian
utama dari tanggal 13 Mei – 17 Juni yaitu kultivasi mikroalga untuk penelitian
bio-flokulasi dan kegiatan penelitian proses bio-flokulasi. Tahap 3 adalah kegiatan
kultivasi mikroalga skala outdoor, pemanenan dengan teknik bio-flokulasi pada
hasil kiltivasi skala outdoor dan indoor serta ekstraksi kadar lemak dari hasil
panen mikroalga mengunakan teknik bio-flokulasi yang dilaksanakan dari tanggal
9 Juli – 13 Oktober 2014. Pemilihan lokasi penelitian yaitu di Pusat Penelitian
Surfaktan dan Bioenergi, LPPM, Kampus IPB Baranangsiang, Kota Bogor.
Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian eksperimental dengan
melakukan pengamatan langsung terhadap kultivasi mikroalga. Proses bioflokulasi dilakukan antara spesies flokulan (Tetraselmis suecica) dan non-flokulan

3
(Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp.) skala 2 mL (Gambar 1). Perbandingan
volume saat pencampuran flokulan dan non-flokulan adalah 1:1 (v/v) berdasarkan
hasil terbaik dari penelitian sebelumnya (Kawaroe et al. 2015).
Kultivasi mikroalga
non-flokulan

Kultivasi
mikroalga flokulan
P1 : 0,01 gr = 2,00 x 106 sel/10 mL
P2 : 0,02 gr = 4,05 x 106 sel/10 mL
P3 : 0,03 gr = 6,10 x 106 sel/10 mL
P4 : 0,04 gr = 8,05 x 106 sel/10 mL

Pemanenan dengan
disaring

Penimbangan
mikroalga flokulan

Masukkan ke dalam
media 10 mL

Masukkan masing-masing
ke dalam media 10 mL

Penimbangan untuk:
Perlakuan 1 (P1) = 0,01 gr
Perlakuan 2 (P2) = 0,02 gr
Perlakuan 3 (P3) = 0,03 gr
Perlakuan 4 (P4) = 0,04 gr

Mikroalga nonflokulan siap panen

Pencampuran mikroalga
flokulan dengan nonflokulan

Pemipetan sebanyak 2 mL
Pengamatan nilai OD750nm
dengan spetrofotometer

Masukkan ke dalam cuvet

Penentuan tingkat
pengendapan dari nilai
OD750nm

Didapatkan
perlakuan
terbaik

Ekstraksi kadar lemak
mikroalga

Pemanenan hasil kultivasi
indoor dan outdoor

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Peningkatan densitas flokulan dilakukan dengan cara disaring terlebih
dahulu, kemudian ditimbang. Masukkan mikroalga flokulan yang telah ditimbang
ke dalam media 10 mL dan selanjutnya dihitung densitasnya. Campurkan

4
mikroalga flokulan 10 mL dengan non-flokulan 10 mL (Gambar 2). Penimbangan
mikroalga flokulan dilakukan berdasarkan 4 perlakuan (P) yang telah ditentukan,
yaitu:
P1 = 0,01 gr/10 mL  2,00 x 106 sel/10 mL (flokulan) + 10 mL (non-flokulan)
P2 = 0,02 gr/10 mL  4,05 x 106 sel/10 mL (flokulan) + 10 mL (non-flokulan)
P3 = 0,03 gr/10 mL  6,10 x 106 sel/10 mL (flokulan) + 10 mL (non-flokulan)
P4 = 0,04 gr/10 mL  8,05 x 106 sel/10 mL (flokulan) + 10 mL (non-flokulan).
Nilai optical density (OD750nm) didapatkan dari pengukuran menggunakan
spektrofotometer. Tingkat pengendapan ditentukan berdasarkan nilai OD750nm.
Perlakuan terbaik digunakan untuk pemanenan mikroalga hasil kultivasi indoor
dan outdoor serta ekstraksi lemak mikroalga.
10 mL
10 mL
P1
P2

2,00 x 106 sel/10mL

4,05 x 106 sel/10mL

+
A

+
A

B

10 mL

P3

10 mL

P4

6,10 x 106 sel/10mL

B

8,05 x 106 sel/10mL

+
A

+
B

A

B

Keterangan :
A : Mikroalga Flokulan (Tetraselmis suecica)
B : Mikroalga Non-Flokulan (Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp.)
P : Perlakuan
Gambar 2 Pencampuran antara spesies flokulan dan non-flokulan
Pelaksanaan Penelitian
Kultivasi Mikroalga
Kultivasi mikroalga merupakan kegiatan menumbuhkan mikroalga dalam
lingkungan tertentu yang terkontrol. Tujuan kultivasi adalah untuk mendapatkan
kelimpahan sel yang tinggi (Kawaroe et al. 2010). Bibit mikroalga yang
dikultivasi didapatkan dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara. Bibit Tetraselmis suecica, Nannochloropsis sp., dan Chlorella

5
sp diambil masing-masing sebanyak 300 mL dan dibagi rata kedalam 3 botol
ukuran 500 mL, tiap botol berisi 100 mL bibit mikroalga. Bibit tersebut kemudian
ditambahkan air laut yang telah disterilisasi menggunakan autokalaf sebanyak 200
ml untuk masing-masing botol. Pupuk Walne ditambahkan sebanyak 1/3 mL (7
tetes) menggunakan pipet tetes. Kultivasi dilakukan hingga skala 1 L, 10 L dan
100 L. Hari panen masing–masing mikroalga yaitu, spesies Tetraselmis suecica
pada hari ke-13, Chlorella sp. pada hari ke-12, dan Nannochloropsis sp. pada hari
ke-11 (Kawaroe et al. 2015).
Proses Bio-flokulasi
Proses bio-flokulasi dilakukan untuk mengetahui perlakuan mikroalga
flokulan yang paling optimal untuk mengendapkan mikroalga non-flokulan dan
mengetahui mekanisme terjadinya bio-flokulasi sehingga mikroalga non-flokulan
dapat terendapkan lebih cepat.
Penelitian proses bio-flokulasi membutuhkan waktu lama, yaitu kurang
lebih satu hari. Hasil kultivasi Tetraselmis suecica, Nannochloropsis sp., dan
Chlorella sp. disimpan dalam lemari pendingin untuk mencegah pembelahan sel.
Mikroalga flokulan dan non-flokulan dicampurkan dalam 2 mL sesuai ukuran
cuvette dari spektrofotometer dengan perlakuan yang telah ditentukan pada
Gambar 1. Pengamatan nilai OD750nm dilakukan tiap 45 menit sebanyak 8 kali
pengukuran selama 5 jam 15 menit sampai terjadi pengendapan sempurna antara
mikroalga flokulan dan non-flokulan (Salim et al. 2011). Kalibrasi dilakukan
sebelum melakukan pengamatan nilai OD750nm dengan menggunakan blangko
berupa air laut. Perolehan nilai OD750nm digunakan untuk menentukan tingkat
pengendapan mikroalga. Tipe spektrofotometer yang digunakan dalam
pengamatan proses bio-flokulasi adalah spektrofotometer single beam dengan
merek Optima model SP-300. Cuvette yang digunakan berbahan polystyrene yang
memiliki kisaran panjang gelombang antara 340-800 nm.
Proses pengamatan bio-flokulasi dilakukan dengan menggunakan
mikroskop Olympus CX21LED. Foto proses bio-flokulasi diambil mengunakan
kamera Optilab Microscope Camera yang dipasang pada mikroskop.
Pengambilan foto dilakukan pada menit ke-0, 180 dan 315.
Penghitungan Densitas Mikroalga Skala Cuvette (2 mL) pada Bagian Atas
dan Bawah
Penghitungan densitas mikroalga dilakukan menggunakan mikroskop
setelah pencampuran antara flokulan dan non-flokulan (bio-flokulasi).
Penghitungan densitas mikroalga bagian atas dan bawah cuvette dilakukan untuk
mengetahui jumlah mikroalga yang telah terendapkan dan yang belum
terendapkan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan pipet mikron
sebanyak 10 µm tiap penghitungan. Sampel diambil pada bagian atas cuvette dan
bagian bawah cuvette. Menit ke-0 tidak dilakukan penghitungan densitas karena
belum terjadi flok antara mikroalga flokulan dan non-flokulan serta belum terjadi
pengendapan, sehingga penghitungan dilakukan pada menit ke-180 dan 315.
Menurut Wagenen et al. (2012), cahaya dan suhu merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi tingginya produktivitas mikroalga. Rocha et
al. (2003) menyatakan bahwa faktor suhu sangat berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan dan produktivitas mikroalga. Tingkat stres mikroalga pada kondisi

6
yang tidak normal (kekurangan cahaya atau suhu yang tidak normal) akan
berpengaruh terhadap proses bio-flokulasi, akibatnya mikroalga akan
mengekskresikan substansi polimer ekstrakseluler (EPS) sehingga pengikatan
lebih cepat terjadi (Sathe 2010). Peneliti ingin melihat apakah pada saat laju
pertumbuhan tinggi proses bio-flokulasi akan berjalan dengan sempurna ataukah
sebaliknya serta mengetahui apakah proses pengendapan lebih cepat pada hasil
pemanenan kultivasi indoor ataukah lebih lama dibandingkan dengan hasil
pemanenan kultivasi outdoor pada proses bio-flokulasi. Pernyataan tersebut juga
menjadi dasar peneliti melakukan penghitungan densitas hasil pemanenan
kultivasi indoor dan outdoor.
Proses Ekstraksi Kadar Lemak Mikroalga
Ekstraksi lemak mikroalga membutuhkan pasta kering dalam jumlah banyak
sehingga proses bio-flokulasi dilakukan dalam skala 10 liter (Kawaroe et al.
2015). Hasil ekstrakasi berupa lemak mikroalga dari proses bio-flokulasi
kemudian dibandingkan dengan hasil ekstrasi dengan pemanenan menggunakan
bahan kimia berupa NaOH.
Pasta basah mikroalga hasil pemanenan menggunakan teknik bio-flokulasi
dan pemanenan menggunakan bahan kimia (NaOH) dikeringkan dengan oven
pada suhu 121°C selama ±24 jam (Kawaroe et al. 2015). Pasta kering dipindahkan
ke dalam desikator selama ±15 menit kemudian ditimbang dengan menggunakan
neraca digital (Kawaroe et al. 2015).
Pasta kering mikroalga kemudian diekstraksi untuk menghasilkan lemak.
Ekstraksi lemak merupakan salah satu tahap paling penting dalam produksi
biodiesel. Lemak dipisahkan dari sel mikroalga menggunakan metode tertentu.
Metode yang digunakan untuk ekstraksi lemak adalah metode soxhlet dan pelarut
yang digunakan adalah n-hexan sebanyak 200 mL (Prartono et al. 2013). Waktu
yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi lemak mikroalga adalah 6 jam
(Dayananda et al. 2006). Proses setelah ekstraksi adalah destilasi, yaitu pemisahan
antara n-hexan dengan lemak mikroalga. Hasil berupa lemak mikroalga kemudian
ditimbang dan diukur tingkat kadar lemak dari berat kering.
Analisis Data
Pengolahan Data Kepadatan Sel
Rumus perhitungan kepadatan sel mikroalga adalah Improved Neubaeur
Haemocytometer (Kawaroe et al. 2015), sebagai berikut :
(1)
Keterangan :
Ni
= Kepadatan sel mikroalga ke-i (jumlah sel/ml)
ni
= Jumlah sel mikroalga ke-i dalam kotak pengamatan
Perhitungan Tingkat Pengendapan Mikroalga
Besarnya tingkat pengendapan diperoleh dari hasil perhitungan data
OD750nm (Optical Density) menggunakan persamaan 1 (Salim et al. 2011).

7
(2)
Keterangan :
OD750 (t0)
= Nilai turbiditas pada saat awal pencampuran
OD750 (tn)
= Nilai turbiditas pada saat pengukuran waktu ke-n
Perhitungan Kadar Lemak Mikroalga
Kadar lemak mikroalga dihitung dari berat kering mikroalga (Kawaroe et al.
2015), sebagai berikut:
(3)
Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan untuk pengolahan data penelitian adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, yaitu untuk menentukan
pengaruh perlakuan mikroalga flokulan dalam memperbesar tingkat pengendapan
mikroalga non-flokulan. Pengolahan data dilakukan secara terpisah untuk masingmasing kombinasi mikroalga dengan perlakuan yang telah ditentukan. Penentukan
kombinasi mikroalga terbaik antara Tetracelmis suecica dan Chlorella sp. atau
Tetracelmis suecica dan Nannochloropsis sp. dalam proses bio-flokulasi
dilakukan uji nilai tengah (uji T) (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Bio-Flokulasi Mikroalga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendapan paling optimal adalah P4
dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 2 dan Tabel 3). Tingkat pengendapan
spesies Chlorella sp. pada menit ke-45 dan 90 sebesar 17.98±1.52% dan
28.29±1.03% sebelum di tambahkan Tetraselmis suecica. Spesies
Nannochloropsis sp. terendapkan pada menit ke-45 dan 90 sebesar 4.97±0.27%
dan 11.48±0.32% sebelum ditambahkan Tetraselmis suecica (Tabel 1).
Penambahan Tetraselmis suecica (P4) mampu memperbesar tingkat pengendapan
spesies Chlorella sp. pada menit ke-45 dan 90 sebesar 26.19±0.82% dan
42.48±0.30%. Tingkat pengendapan Nannochloropsis sp. pada menit ke-45 dan
90 sebesar 15.65±1.43% dan 30.08±1.01% setelah ditambahkan Tetraselmis
suecica (Tabel 3).
Besaran tingkat pengendapan antara sebelum dan sesudah ditambahkan
flokulan dapat dilihat dari selisih tingkat pengendapannya. Spesies Chlorella sp.
memiliki selisih tingkat pengendapan antara sebelum dan sesudah penambahan
Tetraselmis suecica pada P4 menit ke-45 dan 90 sebesar 8.21% dan 14.18%.
Selisih tingkat pengendapan Nannochloropsis sp. menit ke-45 dan 90 sebesar
10.67% dan 18.60%.

8
Tabel 1 Tingkat pengendapan mikroalga flokulan dan non-flokulan sebelum
dilakukan pencampuran
Tingkat Pengendapan (%)
Mikroalga
45 menit
90 menit
1. Flokulan
Tetraselmis suecica
30.84±0.81
63.76±0.97
2. Non-Flokulan
Chlorella sp.
17.98±1.52
28.29±1.03
Nannochloropsis sp.
4.97±0.27
11.48±0.32
Tabel 2 Tingkat pengendapan mikroalga flokulan dan non-flokulan setelah
dilakukan pencampuran pada menit ke-45 dan 90 untuk P1 dan P2
Tingkat Pengendapan (%)
Kombinasi
P1
P2
Mikroalga
45 menit
90 menit
45 menit
90 menit
Tetraselmis suecica
dan Chlorella sp.
21.17±0.68 35.98±0.75 23.77±0.76
37.77±0.71
Tetraselmis suecica
dan
Nannochloropsis
11.12±1.16 17.10±2.22 12.06±0.13 20.30±0.24
sp.
Tabel 3 Tingkat pengendapan mikroalga flokulan dan non-flokulan setelah
dilakukan pencampuran pada menit ke-45 dan 90 untuk P3 dan P4
Tingkat Pengendapan (%)
Kombinasi
P3
P4
Mikroalga
45 menit
90 menit
45 menit
90 menit
Tetraselmis suecica
dan Chlorella sp.
25.50±0.16 40.47±0.74 26.19±0.82
42.48±0.30
Tetraselmis suecica
dan
Nannochloropsis
13.54±1.20 28.88±0.69 15.65±1.43 30.08±1.01
sp.
Besaran tingkat pengendapan membuktikan bahwa Tetraselmis suecica
mampu mempercepat proses pengendapan spesies Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. Menurut Salim et al. (2011), penambahan konsentrasi
spesies flokulan dalam pemanenan akan memperbesar tingkat pengendapan.
Perlakuan 4 merupakan penambahan spesies flokulan lebih besar dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Hasil uji statistik (Lampiran 6) menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) didapatkan nilai p-value < 0.05 untuk kombinasi
Tetraselmis suecica dan Chlorella sp. atau Tetraselmis suecica dan
Nannochloropsis sp. (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Hasil ini menunjukkan
bahwa minimal ada satu perlakuan dari empat perlakuan yang digunakan berbeda
nyata. Uji lanjut dilakukan untuk menetukan perlakuan yang berbeda nyata. Hasil
uji Tukey menunjukkan semua perlakuan yang digunakan memberikan pengaruh

9
yang berbeda-beda dalam menggendapkan mikroalga. Penentuan perlakuan
mikroalga flokulan dan non-flokulan terbaik dilihat dari plot pengaruh utama
masing-masing perlakuan. Perlakuan terbaik akan menunjukkan tingkat
pengendapan paling tinggi. Grafik plot pengaruh utama menunjukkan perlakuan 4
paling optimal dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Peningkatan densitas
flokulan
akan
mempercepat
pengendapan
mikroalga
non-flokulan
(Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp.), sehingga tingkat pengendapan semakin
besar (Gambar 3 dan Gambar 4) .
Penentuan kombinasi terbaik dilakukan uji T untuk perlakuan 4 dari 2
kombinasi mikroalga (Tetraselmis suecica dan Chlorella sp. atau Tetraselmis
suecica dan Nannochloropsis sp.). Hasil menunjukkan kombinasi Teraselmis
suecica dan Chlorella sp. merupakan kombinasi optimal. Nilai rataan Teraselmis
suecica dan Chlorella sp. 47.46 lebih besar dari rataan Tetraselmis suecica dan
Nannochloropsis sp. sebesar 31.60, sehingga kombinasi Tetraselmis suecica dan
Chlorella sp. lebih cepat mengendap dibandingkan kombinasi Tetraselmis suecica
dan Nannochloropsis sp.
Bio-flokulasi merupakan flokulasi yang terjadi secara spontan dari sel
mikroalga akibat adanya sekresi substansi polimer ekstrakseluler (Extracellular
Polymeric Substances (EPS)) pada saat mikroalga berada dalam kondisi stres
(Sathe 2010). Flokulasi mikroalga dapat terjadi karena kurangnya nutrisi sehingga
menyebabkan sel mikroalga menseksresikan substansi polimer ekstrakseluler (Lee
et al. 2009). Hasil dari substansi polimer ekstrakseluler akan mengakibatkan
terbentuknya gumpalan sel (pengikatan antar sel mikroalga). Terjadinya
penggumpalan tersebut akan membentuk biomassa yang kemudian terendapkan.

Tingkat Pengendapan (%)

60.3
Perlakuan 1 (P1)
Perlakuan 2 (P2)
Perlakuan 3 (P3)
Perlakuan 4 (P4)

50.3
40.3
30.3
20.3
10.3
0.3
0

45

90

135
180
225
Waktu (menit)

270

315

360

Gambar 3 Perbedaan tingkat pengendapan kombinasi Tetraselmis suecica dan
Nannochloropsis sp. terhadap waktu (menit)

10

Tingkat Pengendapan (%)

75.3
60.3
45.3

Perlakuan 1 (P1)
Perlakuan 2 (P2)

30.3

Perlakuan 3 (P3)
Perlakuan 4 (P4)

15.3
0.3
0

45

90

135
180
225
Waktu (menit)

270

315

360

Gambar 4 Perbedaan tingkat pengendapan kombinasi Tetraselmis suecica dan
Chlorella sp. terhadap waktu (menit)
Besar kecilnya ukuran sel mikroalga non-flokulan (Nannochloropsis sp. dan
Chlorella sp.) mempengaruhi perbedaan kecepatan dalam proses pengendapan.
Ukuran diameter spesies Nannochloropsis sp. 2.0-4.0 μm (Garafalo 2009) lebih
kecil dibandingkan spesies Chlorella sp., yaitu sebesar 2.0-10.0 μm (Kawaroe et
al. 2010). Kecepatan pengendapan partikel dipengaruhi oleh besar kecilnya
ukuran partikel, semakin besar ukuran partikel akan semakin mudah mengendap
(Pillai 1997). Jumlah sel mikroalga yang terlalu banyak akan menyebabkan
lamanya proses pengendapan (Kawaroe et al. 2015).
Mekanisme bio-flokulasi terjadi karena adanya polimer kationik yang
diekskresikan oleh sel mikroorganisme (Tilton et al. 1972). Salim et al. (2011)
menyatakan bahwa flokulasi disebabkan oleh polimer yang dibagi menjadi dua
sub-mekanisme patching dan bridging. Patching adalah tipe flokulasi yang terjadi
apabila polimer mengikat sel-sel mikroalga sepenuhnya, sehingga polimer terlihat
seperti penambalan (patch) yang membentuk kumpulan (agregasi). Bridging
merupakan tipe flokulasi yang memiliki ukuran polimer panjang sehingga dapat
mengikat sebagian atau seluruhnya dari sel mikroalga (terikat disepanjang
polimer). Polimer akan menjembatani (bridge) ikatan antar mikroalga sehingga
akan tebentuk flok dalam bentuk jaringan besar. Mekanisme hasil dari bioflokulasi antara kombinasi Tetraselmis suecica dan Chlorella sp. atau Tetraselmis
suecica dan Nannochloropsis sp. adalah tipe patching (terlihat pada Gambar 5).
Awal pencampuran (0 menit) spesies flokulan dan non-flokulan masih terpisah.
Secara bertahap sel mikroalga akan mengalami stres karena berkurangnya nutrisi,
sehingga mikroalga mengekskresikan polimer ekstraseluler (Sathe 2010). Ikatan
antar sel mikroalga berpusat pada Tetraselmis suecica (Kawaroe et al. 2015) dan
mulai terlihat menit ke-90. Spesies Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. terikat
dalam bentuk lokal pada sel Tetraselmis suecica dan tidak membentuk jaringan
besar pada menit ke-315 (Gambar 5).

11
Tetraselmis suecica

Ditambahkan

Ditambahkan

Nannochloropsis sp.

Chlorella sp.

0 menit

180 menit

315 menit

Gambar 5 Ilustrasi laju pengendapan dalam proses bio-flokulasi spesies
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan Tetraselmis suecica

12
Densitas Mikroalga Non-flokulan (yang dipanen) pada Proses Bio-flokulasi
Penghitungan densitas non-flokulan (yang dipanen) saat terjadinya bioflokulasi dilakukan untuk mengetahui apakah mikroalga sudah terendapkan secara
sempurna. Bio-flokulasi dilakukan skala 2 ml dari hasil pemanenan kultivasi
indoor dan outdoor.
6

waktu ke-180 menit

waktu ke-180 menit

5

waktu ke-315 menit

4
3
2

Jumlah sel/ml (x 107)

Jumlah sel/ml (x 107)

6

5

waktu ke-315 menit

4
3
2
1

1

0

0
P1

P2

P3

P1

P4

P2

P3

P4

Perlakuan (P)

Perlakuan (P)

Gambar 6 Perbedaan densitas Nannochloropsis sp. bagian atas cuvette hasil
pemanenan kultivasi indoor (kiri) dan hasil pemanenan kultivasi
outdoor (kanan) pada menit ke-180 dan 315
100

waktu ke-180 menit

100
waktu ke-180 menit
Jumlah sel/ml (x 107)

Jumlah sel/ml (x 107)

waktu ke-315 menit
80

60

40

80

waktu ke-315 menit

60

40

20

20

0

0
P1

P2

P3

Perlakuan (P)

P4

P1

P2
P3
Perlakuan (P)

P4

Gambar 7 Perbedaan densitas Nannochloropsis sp. bagian bawah cuvette hasil
pemanenan kultivasi indoor (kiri) dan hasil pemanenan kultivasi
outdoor (kanan) pada menit ke-180 dan 315
Densitas mikroalga Nannochloropsis sp. (hasil pemanenan kultivasi indoor)
bagian atas cuvette pada P1 menit ke-180 sebesar 4.4±0.1x107 sel/ml dan menurun
hingga 2.5±0.05x10 sel/ml pada P4. Menit ke-315 terjadi penurunan densitas
Nannochloropsis sp. (hasil pemanenan kultivasi indoor) untuk P1 sebesar
0.4275±0.0275x107 sel/ml dan P4 sebesar 0.1625±0.0175x107 sel/ml (Gambar 6).
Densitas mikroalga Nannochloropsis sp. hasil pemanenan kultivasi outdoor
mengalami penurunan dari P1 sebesar 4.6±0.45x107 sel/ml menjadi 2.5±0.1x107

13
sel/ml pada P4 menit ke-180. Menit ke-315 terjadi penurunan densitas
Nannochloropsis sp. (hasil pemanenan kultivasi outdoor) untuk P1 sebesar
0.6725±0.0525x107 sel/ml dan P4 sebesar 0.1875±0.0425x107 sel/ml (Gambar 6).
Densitas Nannochloropsis sp. (hasil pemanenan kultivasi indoor) bagian
bawah cuvette pada P1 menit ke-180 sebesar 19±0.15x107 sel/ml dan semakin
meningkat hingga 37.25±1.75x107 sel/ml pada P4. Menit ke-315 terjadi
peningkatan densitas Nannochloropsis sp. (hasil pemanenan kultivasi indoor)
untuk P1 sebesar 49.75±0.75x107 sel/ml dan P4 sebesar 81.50±2x107 sel/ml
(Gambar 7). Densitas mikroalga Nannochloropsis sp. hasil pemanenan kultivasi
outdoor meningkat dari P1 sebesar 17.75±3.25x107 sel/ml menjadi 33.5±2.5x107
sel/ml pada P4 menit ke-180. Peningkatan densitas Nannochloropsis sp. (hasil
pemanenan kultivasi outdoor) menit ke-315 dari P1 sebesar 44.25±1.75x107
sel/ml menjadi 68.75±5.75x107 sel/ml pada P4 (Gambar 7).
1.2

waktu ke-180 menit

1.2
1

Jumlah sel/ml (x 107)

Jumlah sel/ml (x 107)

waktu ke-315 menit

0.8
0.6
0.4
0.2

waktu ke-180 menit
waktu ke-315 menit

1
0.8
0.6
0.4
0.2

0

0
P1

P2
P3
Perlakuan (P)

P4

P1

P2
P3
Perlakuan (P)

P4

Gambar 8 Perbedaan densitas Chlorella sp. bagian atas cuvette hasil pemanenan
kultivasi indoor (kiri) dan hasil pemanenan kultivasi outdoor (kanan)
pada menit ke-180 dan 315

12

15
waktu ke-180 menit
Jumlah sel/ml (x 107)

Jumlah sel/ml (x 107)

15

waktu ke-315 menit

9
6

waktu ke-180 menit
12

waktu ke-315 menit

9
6
3

3

0

0
P1

P2

P3

Perlakuan (P)

P4

P1

P2

P3

P4

Perlakuan (P)

Gambar 9 Perbedaan densitas Chlorella sp. bagian bawah cuvette hasil
pemanenan kultivasi indoor (kiri) dan hasil pemanenan kultivasi
outdoor (kanan) pada menit ke-180 dan 315

14
Densitas Chlorella sp. (hasil pemanenan kultivasi indoor) bagian atas
cuvette pada P1 menit ke-180 sebesar 0.82±0.04x107 sel/ml dan semakin menurun
hingga 0.4925±0.0175x107 sel/ml pada P4. Menit ke-315 terjadi penurunan
densitas Chlorella sp. (hasil pemanenan kultivasi indoor) untuk P1 sebesar
0.1825±0.0225x107 sel/ml dan P4 sebesar 0.085±0.005x107 sel/ml (Gambar 8).
Densitas Chlorella sp. hasil pemanenan kultivasi outdoor menurun dari P1 menit
ke-180 sebesar 0.09275±0.0375x107 sel/ml menjadi 0.62±0.035x107 sel/ml pada
P4. Menit ke-315 terjadi penurunan densitas Chlorella sp. (hasil pemanenan
kultivasi outdoor) untuk P1 sebesar 0.2475±0.0075x107 sel/ml dan P4 sebesar
0.1±0.01x107 sel/ml (Gambar 8).
Densitas Chlorella sp. (hasil pemanenan kultivasi indoor) bagian bawah
cuvette pada P1 menit ke-180 sebesar 4.1±0.15x107 sel/ml dan semakin
meningkat hingga 6.275±0.175x107 sel/ml pada P4. Menit ke-315 terjadi
peningkatan densitas Chlorella sp. (hasil pemanenan kultivasi indoor) untuk P1
sebesar 7.525±0.125x107 sel/ml dan P4 sebesar 10.65±0.25x107 sel/ml (Gambar
9). Densitas Chlorella sp. hasil pemanenan kultivasi outdoor mengalami
peningkatan dari P1 menit ke-180 sebesar 3.85±0.2x107 sel/ml menjadi
5.875±0.325x107 sel/ml pada P4. Menit ke-315 terjadi peningkatan densitas
Chlorella sp. (hasil pemanenan kultivasi outdoor) untuk P1 sebesar
7.025±0.425x107 sel/ml dan P4 sebesar 10.20±0.25x107 sel/ml (Gambar 9).
Peningkatan dan penurunan densitas mikroalga non-flokulan secara cepat
bagian bawah dan atas cuvette menujukkan terjadinya proses bio-flokulasi.
Pengikatan mikroalga yang membentuk flok akan mempercepat proses
pengendapan, karena berat dari kumpulan mikroalga bertambah besar (Pillai
1997). Penurunan densitas Nannochloropsis sp. (Gambar 6) bagian atas cuvette
hasil pemanenan kultivasi indoor lebih cepat dibandingkan hasil pemanenan
kultivasi outdoor, sehingga densitas Nannochloropsis sp. bagian bawah cuvette
mengalami peningkatan (Gambar 7). Penurunan densitas Chlorella sp. (Gambar
8) hasil pemanenan kultivasi indoor lebih cepat dibandingkan hasil pemanenan
kultivasi outdoor, sehingga densitas Chlorella sp. bagian bawah cuvette semakin
meningkat (Gambar 9).
Menurut Wagenen et al. (2012), cahaya dan suhu merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi tingginya produktivitas mikroalga. Suhu pada
kultivasi indoor 200 C dan suhu pada kultivasi outdor berkisar antara 28-300 C.
Menurut Kawaroe et al. (2010) suhu optimal untuk kultivasi mikroalga antara 24300 C. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Endarwati dan Riniatsih (2013),
menujukkan bahwa suhu 280 C sangat optimal untuk mendapatkan produktivitas
yang tinggi pada mikroalga jenis Nannochloropsis oculata. Tingkat stres
mikroalga pada kondisi yang tidak normal (kekurangan cahaya atau suhu yang
tidak normal) akan mengakibatkan mikroalga mengekskresikan substansi polimer
ekstrakseluler (EPS), sehingga proses bio-flokulasi cepat terjadi (Sathe 2010).
Kondisi suhu yang optimal membuat Tetraselmis suecica tumbuh dengan baik dan
lebih aktif bergerak pada kultivasi outdoor dibandingkan kultivasi indoor,
sehingga pengikatan Tetraselmis suecica terhadap Nannochloropsis sp. dan
Chlorella sp. membutuhkan waktu yang lebih lama. Produktivitas dan laju
pertumbuhan spesies Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. yang dikultivasi skala
outdor lebih tinggi dibandingkan kultivasi skala indoor. Kawaroe et al. (2015)
menyatakan bahwa jumlah sel mikroalga yang terlalu banyak akan menyebabkan

15
lamanya proses pengikatan antara mikroalga flokulan dan non-flokulan, sehingga
proses pengendapan akan lebih lama.
Kandungan Lemak Mikroalga Hasil Pemanenan dengan Teknik Bio-flokuasi
Perlakuan yang digunakan dalam bio-flokulasi untuk pengukuran kadar
lemak adalah perlakuan 4. Pemanenan dengan flokulan kimia berupa NaOH
dilakukan sebagai pembanding terhadap pemanenan menggunakan teknik bioflokulasi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode soxhlet.
Tabel 4 Perbandingan kadar lemak hasil panen bio-flokulasi dan NaOH
Mikroalga
Agen Pemanen
Kadar Lemak (%)
Nannochloropsis sp.
Tetraselmis suecica
16.05 ± 0.26
Nannochloropsis sp.
NaOH
11.00 ± 1.71
Chlorella sp.
Tetraselmis suecica
13.08 ± 0.34
Chlorella sp.
NaOH
9.33 ± 0.90
Hasil kadar lemak yang diperoleh dari pemanenan menggunakan teknik bioflokulasi sebesar 16.05±0.26% untuk spesies Nannochloropsis sp. dan
13.08±0.34% untuk spesies Chlorella sp. Hasil ekstraksi lemak mikroalga yang
dipanen menggunakan NaOH diperoleh sebesar 11.00±1.71% untuk spesies
Nannochloropsis sp. dan 9.33±0.90% untuk spesies Chlorella sp. (Tabel 4). Hasil
penelitian Chisti (2007) menyatakan bahwa kadar lemak untuk spesies
Nannochloropsis sp. berkisar dari 31-68% dan Chlorella sp. berkisar dari 28-32%.
Ekstraksi kadar lemak yang diperoleh untuk Nannochloropsis sp. dan Chlorella
sp. memiliki nilai yang lebih kecil dibandingakan hasil literatur. Wiyarno (2009)
menyatakan bahwa larutan n-hexan tidak dapat mengekstrak komponen lipid polar
seperti klorofil dan phospholipid secara sempurna, sehingga tidak semua lemak
dapat terekstrak. Menurut Prartono et al. (2013), persentase lipid yang diekstrak
menggunakan n-hexan lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan larutan
kloroform. Metode ekstrasi yang berbeda mengakibatkan hasil dari ekstraksi juga
berbeda (Kawaroe et al. 2015). Pengikatan lemak oleh n-hexan terjadi karena
adanya sifat kepolaran yang sama, artinya lemak bersifat non-polar dan n-hexan
juga bersifat non-polar. Kondisi kultivasi yang berbeda dapat mengakibatkan
kadar lemak yang terbentuk selama kultivasi pun menjadi berbeda (Kawaroe et
al. 2012).
Ekstraksi kadar lemak mikroalga yang dihasilkan dari teknik bio-flokulasi
lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan flokulasi kimia berupa NaOH.
Hal tersebut diakibatkan senyawa kimia yang digunakan tidak mengandung
lemak. Berbeda dengan penggunaan spesies Tetraselmis suecica yang dijadikan
sebagai agen flokulan memiliki kadar lemak sebesar 15-23% (Chisti 2007).
Lemak mikroalga dari spesies Tetraselmis suecica akan ikut terekstrak ketika
ekstraksi berlangsung. Hal itulah yang menyebabkan kadar lemak hasil
pemanenan menggunakan Tetraselmis suecica lebih tinggi.

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kombinasi Tetraselmis suecica pada P4 merupakan teknik pemanenan
dengan bio-flokulasi pada mikroalga Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang
paling optimal karena memiliki tingkat pengendapan tertinggi. Hasil ekstraksi
lemak menunjukkan bahwa pemanenan mikroalga dengan teknik bio-flokulasi
lebih tinggi dibandingkan dengan NaOH. Proses pengendapan pada bio-flokulasi
hasil pemanenan kultivasi indoor lebih cepat dibandingkan dengan hasil
pemanenan kultivasi outdoor.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai biologi dan morfologi serta
kandungan polisakarida ekstrakseluler (EPS) dari spesies mikroalga flokulan. Hal
ini bertujuan untuk menemukan spesies flokulan lainnya (selain Tetraselmis
suecica) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai agen pemanen mikroalga.

DAFTAR PUSTAKA
Brennan L, Owende P. 2009. Biofuels from microalgae – A review of
technologies for production, processing, and extractions of biofuels and
co-products. Renewable and Sustainable Energy Reviewers. 21. doi:10.
1016/j.rser.2009.10.009.
Chen YC, Yeh KL, Aisyah R, Lee DJ, Chang JS. 2011. Cultivation,
photobioreactor design and harvesting of microalgae for biodiesel
production: A critical review. Bioresource Technology. 102:71-81.
Chisti Y. 2007. Biodiesel From Microalgae. Journal of Biotechnology Advances.
25:294-306. doi: 10.1016/j.biotechadv.2007.02.001.
Dayananda C, Sarada R, Srinivas P, Gokare R. 2006. Presence of Methyl
Branched Fatty Acids and Saturated Hydrocarbon in Botryococcene
Producing Strain of Botryococcus braunii. Acta Physiologiae Plantarum.
28(3):523-528.
Endarwati H, Riniatsih I. 2013. Kadar Total Lipid Mikroalga Nannochloropsis
oculata yang dikultur dengan suhu yang berbeda. Buletin Oseanografi
Marina. 1:25-33.
Garafalo R. 2009. Algae and Aquatic Biomass for a Sustainable Production of 2nd
Generation Biofuel. Aqua Fuel. 258.
Gouveia L. 2011. Microalgae as a Feedstock for Biofuels. Springer Heidelberg
Dordrecht London New York. 68.
Grima EM, Belarbi EH, Fernandez FGA, Medina AR, Chisti Y. 2003. Recovery
of Microalgal Biomass and Metabolites: Process Options and Economics.
Biotechnology Advances. 20:491–515.
Kawaroe M, Prartono T, Deswati SR, Sari DW, Agustine D, Fitrianto NE. 2009.
Pengembangan Kultivasi Mikroalga di Fotobioreaktor dengan

17
Menggunakan Media Air Limbah dan Gas Buang CO2. Prosiding
Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB 2009; Bogor. Bogor (ID). 89.
Kawaroe M, Prartono T, Sunuddin A, Sari DW, Agustine D. 2010. Mikroalga
Potensi dan Pemamfaatan untuk Produksi Bio Bahan Bakar. Bogor (ID):
IPB Press. 150.
Kawaroe M, Prartono T, Rachmat A, Sari DW, Agustine D. 2012. Laju
Pertumbuhan Spesifik dan Kandungan Asam Lemak pada Mikroalga
Spirulina platensis, Isochrysis sp. dan Porphyridium cruentum. Ilmu
Kelautan. 17(3):125-131.
Kawaroe M, Sunuddin A, Saputra D. 2015. Bio-flocculation as Environmentally
Friendly Microalgae Harvesting Method : Tetraselmis suecica as
Flocculant Agent. Hayati Journal of Biosciences, siap terbit.
Lee SJ, Kim SB, Kim JE, Kwon GS, Yoon BD, Oh HM. 1998. Effects of
Harvesting Method and Growth Stage on The Flocculation of The Green
Alga Botryococcus braunii. Letters in Applied Microbiology. 27:14–18.
Lee AK, Lewis DM, Ashman PJ. 2009. Microbial Flocculation, A Potentially
Low-Cost Harvesting Technique For Marine Microalgae for The
Production of Biodiesel. Journal of Applied Phycology. 21:559–567.
Mattjik AA, Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS
dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Press.
Pillai J. 1997. Flocculants and Coagulants: The Keys to Water and Waste
Management in Aggregate Production: Nalco Company.
Prartono T, Kawaroe M, Katili V. 2013. Fatty Acid Composition of Three Diatom
Species Skeletonema costatum, Thalassiosira sp. and Chaetoceros
gracilis. International Journal of Environment and Bioenergy. 6(1):28-43.
Rocha JMS, Gracia Juan EC, Henriques MHF. 2003. Growth aspects of the
marine microalga Nannochloropsis gaditana. Biomolecular Engineering.
20:237-242.
Salim S, Bosman R, Vermue MH, Wijffels RH. 2011. Harvesting of microalgae
by bio-flocculation. Journal of Applied Phycology. 23:849-855.
Sathe S. 2010. Culturing and Harvesting Microalgae for the Large-scale
Production of Biodiesel. Microbial Engineerring Research Group. 97.
Schenk PM, Hall SRT, Stephens E, Marx UC, Mussgnug JH, Posten C, Kruse O,
Hankamer B. 2008. Second Generation Biofuels: High-Efficiency
Microalgae for Biodiesel Production. Bioenergy Research. 1:20–43.
Sim TS, Goh A, Becker EW. 1988. Comparison of Centrifugation, Dissolved Air
Flotation and Filtration Technique for Harvesting Sewage-grown Algae.
Biomass. 16:51-62.
Tilton RC, Dixon JK, Murphy J. 1972. Flocculation of algae with synthetic
polymer flocculants. Water Research. 6:155–161.
Wagenen JV, Miller TW, Hoobs S, Hook P, Crowe B, Huesemann M. 2012.
Effect of Light and Temperature on Fatty Acid Production in
Nannochloropsis salina. Energies. 5:731-740.
Wijffels RH, Barbosa MJ. 2010. An Outlook on Microalgal Biofuels. Science.
330(6006):913.
Wiyarno B. 2009. Biodiesel Microalgae. Islamic International University
Malaysia. Pahang.

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Data OD750nm masing-masing spesies mikroalga hasil
spektrofotometer
OD750nm (x 10-2)
OD750nm
Spesies
Waktu
Ulangan
rata-rata
Mikroalga
(menit)
(x 10-2)
1
2
3
0
26.80
27.40
27.20
27.13
45
18.50
18.70
19.10
18.77
90
9.80
10.20
9.50
9.83
135
7.50
7.20
7.60
7.43
Tetraselmis
suecica
180
5.40
5.60
5.30
5.43
225
3.40
3.50
3.70
3.53
270
2.90
3.10
3.20
3.07
315
2.60
2.70
2.70
2.67
0
64.50
65.50
65.10
65.03
45
61.10
62.20
62.10
61.80
90
56.80
58.10
57.80
57.57
135
56.20
57.30
58.10
57.20
Nannochloropsis
sp.
180
55.80
56.80
57.70
56.77
225
55.10
56.80
57.30
56.40
270
54.80
56.60
57.20
56.20
315
54.70
56.20
57.20
56.03
0
28.90
29.10
29.30
29.10
45
23.10
24.30
24.20
23.87
90
20.30
21.10
21.20
20.87
135
19.10
19.20
19.50
19.27
Chlorella sp.
180
17.80
17.60
17.90
17.77
225
16.10
16.20
16.10
16.13
270
15.40
15.10
15.30
15.27
315
14.60
13.40
13.80
14.93
Lampiran 2 Tingkat pengendapan masing-masing mikroalga hasil
spektrofotometer
Tingkat Pengendapan (%)
Tingkat
Spesies
Waktu
Ulangan
Pengendapan
Mikroalga
(menit)
rata-rata (%)
1
2
3
0
0.00
0.00
0.00
0.00
45
30.97
31.75
29.78
30.84
90
63.43
62.77
65.07
63.76
135
72.01
73.72
72.06
72.60
Tetraselmis
suecica
180
79.85
79.56
80.51
79.98
225
87.31
87.23
86.40
86.98
270
89.18
88.69
88.24
88.70
315
90.30
90.15
90.07
90.17

Standar
Deviasi
(x 10-2)
0.25
0.25
0.29
0.17
0.12
0.12
0.12
0.05
0.41
0.50
0.56
0.78
0.78
0.94
1.02
1.03
0.16
0.54
0.40
0.17
0.12
0.05
0.12
0.50

Standar
Deviasi
0.00
0.81
0.97
0.79
0.40
0.41
0.39
0.09

19

Lanjutan lampiran 2

Nannochloropsis
sp.

Chlorella sp.

0
45
90
135
180
225
270
315
0
45
90
135
180
225
270
315

0.00
5.27
11.94
12.87
13.49
14.57
15.04
15.19
0.00
20.07
29.76
33.91
38.41
44.29
46.71
49.48

0.00
5.04
11.30
12.52
13.28
13.28
13.59
14.20
0.00
16.49
27.49
34.02
39.52
44.33
48.11
53.95

0.00
4.61
11.21
10.75
11.37
11.98
12.14
12.14
0.00
17.41
27.65
33.45
38.91
45.05
47.78
52.90

0.00
4.97
11.48
12.05
12.71
13.28
13.58
13.84
0.00
17.98
28.29
33.79
38.95
44.56
47.54
52.12

0.00
0.27
0.32
0.93
0.96
1.06
1.19
1.27
0.00
1.52
1.03
0.25
0.45
0.35
0.60
1.91

Lampiran 3 Data OD750nm kombinasi mikroalga flokulan dan non-flokulan
dengan perlakuan 1 (P1), P2, P3 dan P4 hasil spektrofotometer
OD750nm (x10-2)
OD750nm
Perla
Standar
Kombinasi
Waktu
rataUlangan
kuan
Deviasi
Mikroalga
(menit)
rata
(P)
(x10-2)
1
2
3
(x10-2)
0
39.90 39.70 39.90 39.83
0.09
45
31.50 31.60 31.10 31.40
0.22
90
25.50 25.80 25.20 25.50
0.24
Tetraselmis
135
23.20 23.10 22.20 22.83
0.45
suecica +
P1
180
20.70 20.10 20.20 20.33
0.26
Chlorella sp.
225
18.20 17.40 17.80 17.80
0.33
270
16.40 15.50 15.20 15.70
0.51
315
15.90 14.60 14.40 14.97
0.66
0
38.20 38.70 38.80 38.57
0.26
45
29.40 29.10 29.70 29.40
0.24
90
23.90 23.70 24.40 24.00
0.29
Tetraselmis
135
20.90 20.70 21.40 21.00
0.29
P2
suecica +
180
18.60 18.10 18.70 18.47
0.26
Chlorella sp.
225
16.00 16.10 15.80 15.97
0.12
270
14.10 13.80 13.60 13.83
0.21
315
13.60 13.40 13.10 13.37
0.21
0
38.10 38.50 38.30 38.30
0.16
45
28.40 28.60 28.60 28.53
0.09
90
22.50 22.70 23.20 22.80
0.29
Tetraselmis
135
19.70 19.80 20.10 19.87
0.17
suecica +
P3
180
17.70 17.80 17.80 17.77
0.05
Chlorella sp.
225
15.10 15.00 15.10 15.07
0.05
270
13.50 13.30 13.20 13.33
0.12
315
12.20 12.50 12.60 12.43
0.17

20

Lanjutan Lampiran 3

Tetraselmis
suecica +
Chlorella sp.

P4

Tetraselmis
suecica +
Nannochloropsis
sp.

P1

Tetraselmis
suecica +
Nannochloropsis
sp.

P2

Tetraselmis
suecica +
Nannochloropsis
sp.

P3

Tetraselmis
suecica +
Nannochloropsis
sp.

P4

0
45
90
135
180
225
270
315
0
45
90
135
180
225
270
315
0
45
90
135
180
225
270
315
0
45
90
135
180
225
270
315
0
45
90
135
180
225
270
315

37.80
27.60
21.60
18.80
16.20
13.70
11.70
11.10
65.00
57.60
53.10
52.20
50.20
49.40
49.10
48.90
59.80
52.70
47.60
44.50
43.50
42.10
41.10
40.10
57.00
49.60
40.10
39.40
37.20
36.20
34.40
32.40
54.10
46.70
38.60
36.80
32.50
31.10
30.70
30.30

37.50
28.10
21.70
18.60
16.10
13.60
11.50
11.20
65.80
57.70
53.40
48.80
47.80
47.10
46.70
46.40
59.40
52.20
47.20
44.40
43.40
42.20
40.