Pengembangan Bio-flokulasi sebagai Teknik Pemanenan Mikroalga Ramah Lingkungan

PENGEMBANGAN BIO-FLOKULASI SEBAGAI TEKNIK
PEMANENAN MIKROALGA RAMAH LINGKUNGAN

DENI SAPUTRA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Bioflokulasi sebagai Teknik Pemanenan Mikroalga Ramah Lingkungan adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Desember 2013

Deni Saputra
NIM C54090012

ABSTRAK
DENI SAPUTRA. Pengembangan Bio-flokulasi sebagai Teknik Pemanenan
Mikroalga Ramah Lingkungan Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan
ADRIANI SUNUDDIN.
Pemanenan mikroalga adalah bagian penting dalam sistem kultivasi
mikroalga. Teknik pemanenan yang umum digunakan adalah sentrifugasi, filtrasi
dan flokulasi, namun memiliki kekurangan yaitu tidak ramah lingkungan dan
memerlukan energi serta biaya operasional yang tinggi. Teknik pemanenan bioflokulasi menggunakan mikroalga tertentu sebagai agen flokulan diharapkan dapat
dijadikan alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini telah
melakukan pencampuran spesies mikroalga Tetraselmis suecica (flokulan) dengan
Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. (non-flokulan) dengan rasio 1:4, 2:4, 3:4
dan 4:4 (v/v) untuk menentukan nilai % pengendapan. Tetraselmis suecica
sebagai agen flokulan mampu mempercepat proses pemanenan Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. khususnya pada rasio 4:4 (v/v) yang ditunjukkan dengan
peningkatan % pengendapan Chlorella sp. dari 51.14±1.07% menjadi

67.34±0.67% dan Nannochloropsis sp. dari 20.52±1.17% menjadi 42.43±0.40%
setelah ditambahkan Tetraselmis suecica. Hasil menunjukkan bahwa bio-flokulasi
dapat dijadikan sebagai teknik pemanenan mikroalga.
Kata kunci: Pemanenan Mikroalga, Bio-flokulasi, % Pengendapan, Tetraselmis
suecica, Chlorella sp., Nannochloropsis sp.
ABSTRACT
DENI SAPUTRA. Developing A Bio-flocculation As An Environmentally
Friendly Microalgae Harvesting Technique. Under Advisory by MUJIZAT
KAWAROE and ADRIANI SUNUDDIN.
Microalgae harvesting is an important part in microalgae cultivating system.
Microalgae harvesting technique system which commonly used are centrifugation,
filtration and flocculation, but those techniques still have some disadvantages,
such as not environmentally friendly, and high of energy used and costly. Bioflocculation harvesting technique using the microalgae as a flocculant agent can
be an alternative way to solve those problems. In this research, mixing of
Tetraselmis suecica (flocculant) with Chlorella sp., and Nannochloropsis sp.
(nonflocculant) in ratio of 1:4, 2:4, 3:4 and 4:4 (v/v) has conducted to obtain %
recovery. The results show that Tetraselmis suecica species as a flocculant agent
can fasten the harvesting of Chlorella sp. and Nannochloropsis sp. It can be
proved with the increase of % recovery value of Chlorella sp. from 51.14±1.07%
to 67.34±0.67% and Nannochloropis sp. from 20.52±1.17% to 42.43±0.40% at

the first hour. The result shows that bioflocculation can be applied as microalgae
harvesting technique.
Keywords : Harvesting Mikroalgae, Bio-flocculation, % Recovery, Tetraselmis
suecica, Chlorella sp., Nannochloropsis sp.

PENGEMBANGAN BIO-FLOKULASI SEBAGAI TEKNIK
PEMANENAN MIKROALGA RAMAH LINGKUNGAN

DENI SAPUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013


JuduI Skripsi
Nama
NIM

: Pengembangan Bio-flokulasi sebagai Teknik
Pemanenan MikroaIga Ramah Lingkungan
: Deni Saputra
: C54090012

Disetujui oleh,

n セ@
..

Dr Ir
ゥコ。エセキイッ・@
Pembimbing I

Adriani Sunuddin, SPi MSi

Pembimbing II

MSi

Diketahui oleh

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Pengembangan Bio-flokulasi sebagai Teknik
Pemanenan Mikroalga Ramah Lingkungan
: Deni Saputra
: C54090012

Disetujui oleh,

Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi
Pembimbing I


Adriani Sunuddin, SPi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc
Ketua Departemen

Tanggal lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ialah
Pengembangan Teknik Bio-flokulasi sebagai Teknik Pemanenan Mikroalga
Ramah Lingkungan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi dan
Ibu Adriani Sunuddin, SPi MSi yang telah banyak memberikan saran. Selanjutnya
penghargaan penulis sampaikan kepada Laboratorium Surfactant and Bioenergy
Research Center, Institut Pertanian Bogor dan seluruh staff pegawai yang telah

mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

Deni Saputra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN


xv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODOLOGI

2

Waktu dan Lokasi Penelitian


2

Rancangan Penelitian

2

Prosedur Penelitian

3

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Spesies Mikroalga Flokulan dan Non-flokulan


6

Waktu Panen Tetraselmis suecica, Chlorella sp., Nannochloropsis sp.

8

Bio-flokulasi Mikroalga

9

Lemak Mikroalga Hasil Pemanenan dengan Teknik Bio-flokulasi

13

Bio-flokulasi Untuk Pemanenan Mikroalga

14

SIMPULAN DAN SARAN


15

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1 Nilai % pengendapan mikroalga flokulan dan non-flokulan sebelum
dilakukan pencampuran pada jam pertama
2 Nilai % pengendapan kombinasi mikroalga flokulan dan non-flokulan
setelah dilakukan pencampuran pada jam pertama
3 Perbandingan kadar lemak hasil panen dengan bio-flokulasi dan
NaOH
4 Perbandingan % pengendapan sebelum dan setelah penambahan
spesies flokulan

9
9
13
15

DAFTAR GAMBAR
1 Simulasi perlakuan spesies flokulan dan non-flokulan
2 Nilai OD750nm Tetraselmis suecica, Chlorella sp., Nannochloropsis sp.
3 Nilai % pengendapan Tetraselmis suecica, Chlorella sp.,
Nannochloropsis sp.
4 Kepadatan sel Tetraselmis suecica, Chlorella sp., Nannochloropsis sp.
5 Nilai % pengendapan kombinasi Tetraselmis suecica dan Chlorella sp.
dengan rasio 1:4, 2:4, 3:4, dan 4:4
6 Nilai % pengendapan kombinasi Tetraselmis suecica dan
Nannochloropsis sp. dengan rasio 1:4, 2:4, 3:4, dan 4:4
7 Mikroalga sebelum terflokulasi dan setelah terflokulasi

3
6
7
8
11
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perbanyakan bibit mikroalga untuk stok penelitian
2 Data pertumbuhan mikroalga
3 Data OD750nm kombinasi
masing-masing
mikroalga hasil
spektrofotometer
4 Hasil % pengendapan kombinasi masing-masing mikroalga hasil
spektrofotometer
5 Data OD750nm kombinasi mikroalga flokulan dan non-flokulan dengan
rasio 1:4, 2:4, 3:4 dan 4:4 hasil spektrofotometer
6 Hasil % pengendapan kombinasi mikroalga flokulan dan non-flokulan
dengan rasio 1:4, 2:4, 3:4 dan 4:4 hasil spektrofotometer
7 Data hasil ekstraksi lemak mikroalga yang dipanen dengan tekknik bioflokulasi dan flokulasi mengunakan bahan kimia NaOH
8 Hasil analisis statistik
9 Dokumentasi penelitian

19
19
20
21
22
24
25
26
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanenan mikroalga adalah bagian penting dalam sistem kultivasi
mikroalga untuk menghasilkan biomassa panen yang lebih tinggi (Sim et al. 1988).
Sentrifugasi, filtrasi dan flokulasi merupakan teknik pemanenan yang umum
digunakan dalam pemanenan mikroalga (Grima et al. 2003; Thopmson et al.
2010; Chen et al. 2011; Li dan Wan 2011). Sentrifugasi merupakan teknik
pemanenan mikroalga dengan penggunaan modal, energi dan biaya operasional
yang tinggi (Wijffels dan Barbosa 2010). Pemanenan mikroalga menggunakan
teknik filtrasi hanya dapat dilakukan untuk memanen mikroalga yang berukuran
lebih besar dari 100 µm dan memiliki bentuk tubuh filamen atau berkoloni, seperti
Spirulina sp. dan Micractinium sp. (Mohn 1988; Gouveia 2011). Pemanenan
mikroalga yang berukuran lebih kecil dari 100 µm dan tidak berkoloni dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik flokulasi. Teknik flokulasi akan
membantu mikroalga membentuk koloni (flok) dengan bantuan bahan kimia (Lee
et al. 1998; Papazi et al. 2010), bakteri (Choi et al. 1998; Fujita et al. 2000;
Salehizaden et al. 2000; Li dan Yang 2007) dan fungi (Chang et al. 2005).
Pemanenan mikroalga dengan menggunakan flokulan kimia sangat mudah
untuk dilakukan, namun tidak cocok untuk pemanenan mikroalga secara
berkelanjutan dalam skala besar karena kelebihan flokulan kationik harus
dibersihkan dari media kultur agar dapat digunakan kembali (Schenk et al. 2008).
Flokulasi menggunakan bahan kimia juga dapat merubah kondisi media kultur
seperti perubahan pH yang ekstrim, penurunan nutrisi, perubahan suhu dan O 2
terlarut. Penambahan senyawa kimia juga dapat menyebabkan perubahan
komposisi sel mikroalga (Benemann dan Oswald 1996). Flokulasi menggunakan
makhluk hidup (bio-flokulasi) seperti bakteri dan fungi dapat dijadikan sebagai
alternatif untuk menggantikan flokulan kimia, sehingga efek pencemaran bahan
kimia terhadap media kultur dapat dikurangi.
Penggunaan fungi dan bakteri sebagai flokulan membutuhkan tambahan
media khusus sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Selain itu bakteri dan
fungi dapat menimbulkan kontaminasi terhadap mikroalga (Schenk et al. 2008).
Salim et al. (2011) menyatakan bahwa teknik bio-flokulasi menggunakan
mikroalga lebih menjanjikan dibandingkan bakteri dan fungi karena tidak
memerlukan tambahan biaya operasional untuk media tumbuh dan mencegah
terjadinya kontaminasi. Hal yang terpenting bio-flokulasi menggunakan
mikroalga lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia.
Teknik bio-flokulasi dapat dijadikan sebagai alternatif pemanenan
mikroalga yang ramah lingkungan sehingga perlu dilakukan penelitian awal
mengenai jenis mikroalga yang potensial dijadikan sebagai mikroalga flokulan
dan untuk menentukan rasio mikroalga flokulan yang optimal untuk memanen
mikroalga non-flokulan. Salim et al. (2011) telah melakukan penelitian bioflokulasi dengan menggunakan spesies mikroalga laut Tetraselmis suecica sebagai
agen flokulan dan Neochloris oleoabundans sebagai mikroalga non-flokulan.
Pada penelitian ini digunakan Tetraselmis suecica sebagai flokulan dan
Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. sebagai mikroalga non-flokulan. Alasan

2
pemilihan spesies tersebut karena untuk spesies Nannochloropsis sp. dan
Chlorella sp. relatif mudah dikultur dalam waktu singkat dan spesies tersebut
memiliki potensi untuk bio-bahan bakar karena memiliki kadar lemak yang cukup
tinggi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan spesies mikroalga flokulan dan non-flokulan dan waktu panen
paling optimal.
2. Menentukan rasio antara spesies mikroalga flokulan dan non-flokulan dalam
proses bio-flokulasi untuk meningkatkan % pengendapan mikroalga.
3. Mengukur % kadar lemak mikroalga hasil pemanenan menggunakan teknik
bio-flokulasi.

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari tanggal 14 Maret – 5 Juli 2013 terdiri dari 3
tahapan penelitian. Tahap 1 adalah penelitian pendahuluan dari tanggal 14 Maret 26 April 2013 meliputi kegiatan persiapan alat dan bahan, kultivasi bibit
mikroalga untuk stok penelitian dan penentuan waktu panen optimal spesies
mikroalga yang digunakan dalam penelitian. Tahap 2 adalah kegiatan penelitian
utama yaitu kultivasi mikroalga untuk penelitian bio-flokulasi dan kegiatan
penelitian proses bio-flokulasi dari tanggal 1 - 30 Mei 2013. Tahap 3 adalah
kegiatan ekstraksi kadar lemak hasil panen mikroalga mengunakan teknik bioflokulasi pada skala 10 l dari tanggal 5 Juni – 5 Juli 2013. Lokasi penelitian yaitu
di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, LPPM, Kampus IPB Baranangsiang,
Kota Bogor.

Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimental
(experimental research) dengan pengamatan langsung terhadap kultivasi
mikroalga dan melakukan penentuan jenis mikroalga flokulan dan non-flokulan
dari spesies mikroalga yang digunakan. Kemudian dilakukan proses bio-flokulasi
antara spesies fokulan dan non-flokulan pada skala 2 ml dengan rasio 1:4, 2:4, 3:4
dan 4:4 (v/v) sebanyak 3 kali ulangan. Alasan penggunaan rasio tersebut karena
dengan betambahnya jumlah mikroalga flokulan akan meningkatkan %
pengendapan (Salim et al. 2011), namun konsentrasi optimal penambahan belum
diketahui. Dilakukan penambahan dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%
mikroalga flokulan terhadap mikroalga non-flokulan yang konsentrasinya konstan
yaitu 100%. Batas minimal penambahan sebesar 25% karena pada konsentrasi

3
tersebut sudah mulai dapat terlihat efek pengendapan akibat penambahan
mikroalga flokulan. Batas maksimal sebesar 100% karena penambahan
konsentrasi mikroalga flokulan melebihi konsentrasi mikroalga yang dipanen
tidak optimal dari segi efesiensi penggunaan mikroalga flokulan. Setidaknya
dengan empat rasio yang digunakan akan diperoleh rasio penambahan mikroalga
flokulan yang optimal. Kontrol dalam penelitian ini adalah % pengendapan
mikroalga non-flokulan sebelum ditambahkan mikroalga flokulan. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor
untuk melihat pengaruh penambahan rasio mikroalga flokulan terhadap mikroalga
non-flokulan dalam meningkatkan % pengendapan. Kombinasi dan rasio antara
mikroalga flokulan dan non-flokulan dapat dilihat pada Gambar 1. Rasio paling
optimal dijadikan patokan untuk memanen mikroalga dalam skala 10 l.

Perlakuan 1
A

+

B

1 : 4 (v/v)

Perlakuan 2
A

A

+

+

B

2 : 4 (v/v)

B
Perlakuan 3
A

+

B

3 : 4 (v/v)

Perlakuan 4
Keterangan:
A: Mikroalga Flokulan
B: Mikrolaga Non Flokulan

A

+

B

4 : 4 (v/v)

Gambar 1. Simulasi perlakuan spesies flokulan dan non-flokulan

Pelaksanaan Penelitian
Penentuan Spesies Mikroalga Flokulan
Penentuan mikroalga flokulan dilakukan dengan cara melihat %
pengendapan masing-masing mikroalga yang diperoleh dari nilai OD750nm tiap

4
jam selama 8 jam (Salim et al. 2011). Nilai OD750nm merupakan nilai digital dari
kepadatan optik (optical density) mikroalga hasil perhitungan spektrofotometer
pada panjang 750 nm (panjang gelombang hijau). Nilai OD750nm berkisar atara 1
dan 0, nilai 1 menyatakan bahwa mikroalga belum terendapakan sedangkan 0
menunjukkan bahwa mikroalga terendapkan secara sempurna. Penurunan nilai
OD750nm dari 1 menuju 0 akan dideteksi oleh spektrofotometer sehingga proses
pengendapan diketahui secara pasti. Mikroalga dapat dikategorikan sebagai
flokulan apabila kemampuan mengendapnya sangat cepat yaitu dalam waktu 1
jam % pengendapan mikroalga lebih besar dari 50 % (Salim et al. 2011).
Penentuan Waktu Panen Mikroalga
Tetraselmis suecica, Nannochloropsis sp., dan Chlorella sp. memiliki waktu
panen yang mungkin berbeda sehingga dibutuhkan penelitian awal untuk
menentukan waktu panen optimal untuk masing-masing mikroalga. Bibit
mikroalga hasil perbanyakan dimasukkan kedalam botol berukuran 500 ml yang
sudah disterilisasi menggunakan laminar. Bibit Tetraselmis suecica,
Nannochloropsis sp., dan Chlorella sp diambil masing-masing sebanyak 300 ml
dan dibagi rata kedalam 3 botol, tiap botol berisi 100 ml bibit mikroalga. Bibit
tersebut kemudian ditambahkan air laut yang telah disterilisasi menggunakan
autokalaf sebanyak 200 ml untuk masing-masing botol. Selanjutnya dilakukan
penambahan pupuk Walne sebanyak 1/3 ml (7 tetes) menggunakan pipet tetes.
Proses kultivasi dilakukan selama 20 hari dengan menghubungkan tiap botol
dengan aerator. Selama 20 hari kultivasi dilakukan pengambilan data kepadatan
sel mikroalga menggunakan haemocytometer tipe Neubeaur yang diamati di
bawah mikroskop Olympus CX21LED dengan perbesaran 10x. Hari saat
mikroalga dalam jumlah paling banyak akan menjadi acuan untuk hari pemanenan
mikroalga dan sekaligus sebagai acuan untuk menentukan awal kultivasi masingmasing spesies mikroalga agar dapat dipanen pada hari yang sama.
Proses Bio-flokulasi
Proses bio-flokulasi dilakukan untuk mengetahui rasio mikroalga flokulan
yang paling optimal untuk mengendapkan mikroalga non-flokulan dan
mengetahui mekanisme terjadinya bio-flokulasi sehingga mikroalga non-flokulan
dapat terendapkan lebih cepat.
Penelitian bio-flokulasi membutuhkan waktu lebih dari satu hari dan untuk
mencegah pembelah sel maka hasil kultivasi Tetraselmis suecica,
Nannochloropsis sp., dan Chlorella sp. disimpan dalam lemari pendingin.
Mikroalga flokulan dan non-flokulan dicampurkan dengan rasio 1:4, 2:4, 3:4 dan
4:4 (v/v) dalam ukuran 2 ml sesuai ukuran cuvette dari spektrofotometer.
Selanjutnya dilakukan pengamatan nilai OD750nm tiap jam selama 8 jam atau
sampai terjadi pengendapan sempurna antara mikroalga flokulan dan non-flokulan
(Salim et al. 2011). Sebelum pengamatan nilai OD750nm perlu dilakukan proses
kalibrasi menggunakan blangko berupa air laut. Nilai OD750nm yang diperoleh
kemudian digunakan untuk menentukan % pengendapan mikroalga. Tipe
spektrofotometer yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektofotometer
single beam dengan merek Genesys 20 model 4001/4 dan cuvette yang digunakan
berbahan polystyrene dengan kisaran panjang gelombang 340-800 nm.

5
Pengamatan proses bio-flokulasi dilakukan dengan menggunakan
mikroskop Olympus CX21LED. Foto dan video proses bio-flokulasi diambil
mengunakan kamera Optilab Microscope Camera yang dipasang pada mikroskop.
Proses pengamatan dilakukan beriringan dengan pengamatan nilai OD 750nm .
Pengambilan foto dilakukan pada saat t0 (jam ke-0), t4 (jam ke-4) dan t8 (jam ke-8)
dan pengambilan video dilakukan sampai campuran mikroalga menggendap.
Proses Ekstraksi Lemak Mikroalga
Proses ekstraksi lemak membutuhkan sampel mikroalga kering dalam
jumlah yang lebih banyak sehingga dibutuhkan proses bio-flokulasi dalam jumlah
besar (10 l). Hasil lemak yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan lemak
hasil pemanenan menggunakan bahan kimia berupa NaOH. Pasta mikroalga hasil
pemanenan menggunakan teknik bio-flokulasi dan pemanenan menggunakan
bahan kimia dikeringkan menggunakan oven pada suhu 121°C selama ± 24 jam.
Mikroalga kering kemudian dipindahkan ke dalam desikator selama ±15 menit.
Setelah didinginkan dalam desikator mikroalga kering ditimbang dengan
menggunakan neraca digital.
Lemak mikroalga diektraksi dari berat keringnya. Proses ektraksi lemak
mikroalga dilakukan dengan metode soxhlet. Pelarut yang digunakan untuk
mengekstrak lemak mikroalga adalah n-hexan. Proses ekstraksi berlangsung
selama 6 jam kemudian dilanjutkan dengan proses destilasi untuk memisahkan
lemak mikroalga dari pelarut n-hexan. Hasil akhir berupa lemak mikroalga
ditimbang, kemudian diukur % kadar lemak dari berat kering masing-masing
mikroalga yang diekstrak.

Analisis Data
Perhitungan % Pengendapan Mikroalga
Nilai % pengendapan diperoleh dari hasil perhitungan data OD750 (Optical
Density) menggunakan persamaan 1 (Salim et al. 2011).

OD750(t0) adalah nilai turbiditas pada awal pencampuran dan OD750(tn) nilai
turbiditas pada saat pengukuran waktu ke-n.
Pengolahan Data Kepadatan Sel
Kepadatan sel mikroalga dapat dihitung berdasarkan rumus
Neubaeur Haemocytometer.

adalah kepadatan sel mikroalga ke-i (jumlah sel /ml) dan
sel mikroalga ke-i dalam kotak pengamatan.

Improved

adalah jumlah

6
Perhitungan Kadar Lemak Mikroalga
Kadar lemak mikroalga dihitung dari berat kering mikroalga menggunakan
persamaan 3.

Analisis Statistik
Analisis statistik untuk menentukan pengaruh rasio mikroalga flokulan
dalam meningkatkan % pengendapan mikroalga non-flokulan digunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Pengolahan dilakukan secara
terpisah untuk masing-masing kombinasi mikroalga dengan rasio 1:4, 2:4, 3:4, 4:4.
Selanjutnya untuk menentukan kombinasi mikroalga terbaik antara Tetracelmis
suecica dan Chlorella sp. dan Tetracelmis suecica dan Nannochloropsis sp. dalam
proses bio-flokulasi dilakukan uji nilai tengah (uji T) (Mattjik dan Sumertajaya
2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Spesies Mikroalga Flokulan dan Non-flokulan
Spesies mikroalga flokulan dan non-flokulan ditentukan dari %
pengendapan yang dihitung berdasarkan nilai OD750nm masing-masing mikroalga
yang disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
0.75

0.6

OD 750 nm

0.45
Tetraselmis suecica
Chlorella sp.
Nannochloropsis sp.

0.3

0.15

0
0

2

4

6

8

10

Jam
Gambar 2. Nilai OD750nm Tetraselmis suecica, Chlorella sp., Nannochloropsis sp.

7
100

% Pengendapan

80

Tetraselmis suecica
Chlorella sp.
Nannochloropsis sp.

60

40

20

0
0

2

4

6
8
10
Jam
Gambar 3. Nilai % pengendapan Tetraselmis suecica, Chlorella sp.
Nannochloropsis sp.
Data OD750nm untuk masing-masing mikroalga diolah untuk menentukan
nilai % pengendapan tiap jam selama 8 jam menggunakan persamaan 1. Hasil
pengamatan nilai OD750nm menggunakan spektrofotometer menunjukkan bahwa
Nannochloropsis sp. memiliki nilai OD750nm sebesar 0.65±0.58x10-3 pada awal
pengamatan dan menurun secara cepat setelah jam pertama menjadi
0.57±4.36x10-3, kemudian menurun secara perlahan sampai pada jam ke-8
menjadi 0.52±7.77x10-3. Pengamatan nilai OD750nm untuk spesies Chlorella sp.
pada awal pengamatan sebesar 0.26±1.00x10-3 dan menurun secara perlahan
sampai jam ke-8 menjadi 0.13±3.00x10-3. Pengamatan nilai OD750nm untuk spesies
Tetraselmis suecica pada awal pengamatan sebesar 0.21±9.17x10-3 dan menurun
secara cepat setelah jam pertama menjadi 0.09±4.00x10-3, kemudian menurun
secara perlahan sampai jam ke-8 menjadi 0.03±5.13x10-3. Salim et al. (2011)
menyatakan bahwa spesies yang berpotensi dijadikan mikroalga flokulan adalah
mikroalga dengan nilai % pengendapan sebesar 50% atau lebih dalam waktu 1
jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa Tetraselmis suecica dapat dijadikan
sebagai spesies flokulan karena nilai % pengendapan Tetraselmis suecica
diperoleh sebesar 58.09±2.30% selama 1 jam. Sedangkan spesies Chlorella sp.
dan Nannochloropsis sp. dapat dikategorikan sebagai mikroalga non-flokulan
(spesies yang akan dipanen) karena nilai % pengendapan dalam waktu 1 jam
untuk spesies Chlorella sp. sebesar 19.59±2.11%. % dan spesies Nannochloropsis
sp. sebesar 12.47±0.71%. Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. kemudian
dipanen menggunakan spesies Tetraselmis suecica dengan rasio yang telah
dirancang pada Gambar 1.

8
Waktu Panen Tetraselmis suecica, Chlorella sp., Nannochloropsis sp.

3

Chlorella sp.
1200

Nannochloropsis sp.

2.5

Tetraselmis suecica
1000

2

800
1.5
600
1

400

0.5

200

x106

1400

Kepadatan Sel (jumlah sel/ml)
Tetraselmis suecica

Kepadatan Sel (jumlah sel/ml)
x106
Nannochloropsis sp., Chlorella sp.

Pengamatan waktu panen Tetraselmis suecica, Chlorella sp.,
Nannochloropsis sp. dilakukan selama 20 hari mulai dari tanggal 21 Mei - 9 Juni
2013. Data kepadatan masing-masing mikroalga hasil pengamatan tiap hari diolah
menggunakan rumus kepadatan sel. Hasil perhitungan kepadatan sel perhari
selama 20 hari menunjukkan hari panen terbaik untuk masing-masing mikroalga
yang ditunjukkan oleh kepadatan mikroalga terbanyak. Hari tersebut ditetapkan
sebagai waktu paling optimal untuk melakukan proses pemanenan mikroalga
(Imansetyo dan Kurniastuty 1995). Hasil pengamatan kepadatan masing-masing
mikroalga perhari selama 20 hari untuk Tetraselmis suecica, Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. dapat dilihat pada Gambar 4.

0

0
10 12 14 16 18 20 22
Hari
Gambar 4. Kepadatan sel Tetraselmis suecica, Chlorella sp., Nannochloropsis sp.
0

2

4

6

8

Kepadatan sel masing-masing mikroalga tiap hari selama 20 hari
mengindikasikan bahwa waktu panen terbaik untuk Tetraselmis suecica terdapat
pada hari ke-13. Grafik menunjukkan kenaikan yang sangat tajam pada hari
tersebut dengan kepadatan sel 1.98x106±0.49x106 sel/ml. Waktu panen terbaik
untuk Chlorella sp. terdapat pada hari ke-12 dengan kepadatan sel
169.17x106±15.93x106 sel/ml. Selanjutnya untuk Nannochloropsis sp. memiliki
waktu panen lebih cepat dibanding Tetraselmis suecica dan Chlorella sp. yaitu
pada hari ke-11 dengan kepadatan sel 995.42x106±216.89x106 sel/ml.
Menurut penelitian Sen et al. (2005) kepadatan sel tertinggi untuk
Tetraselmis suecica terjadi pada hari ke-11 sampai hari ke-14 sedangkan hari ke15 sampai hari selanjutnya mengalami penurunan. Kepadatan sel tertinggi untuk
Chlorella sp. terdapat pada hari ke-10 sampai hari ke-12 dan untuk
Nannochloropsis sp. kepadatan sel tertinggi terdapat pada hari ke-8 sampai hari

9
ke-12 (Faria et al. 2012). Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa
waktu panen masing-masing mikroalga berada pada rentang hari tersebut.
Waktu panen masing-masing mikroalga yang telah diperoleh dijadikan
sebagai dasar dalam melakukan proses kultivasi untuk stok panen menggunakan
teknik bio-flokulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tetraselmis suecica
merupakan mikroalga yang pertama kali dikultivasi, hari selanjutnya diikuti oleh
Chlorella sp. dan yang terakhir dikultivasi adalah Nannochloropsis sp., dengan
cara demikian pemanenan mikroalga menggunakan teknik bio-flokulasi dapat
dilakukan secara serentak pada hari dan waktu panen yang sama.

Bio-flokulasi Mikroalga
Proses bio-flokulasi dilakukan untuk menentukan rasio paling optimal
antara mikroalga flokulan dan mikroalga non-flokulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rasio 4:4 hasil pengendapan yang lebih cepat dibandingkan
1:4, 2:4 dan 3:4. Pada jam pertama Chlorella sp. terendapkan sebanyak
19.59±2.11% dan Nannochloropsis sp. sebanyak 12.47±0.71% sebelum
ditambahkan Tetraselmis suecica. Penambahan Tetraselmis suecica dengan rasio
4:4 (1:1) mampu meningkatkan nilai % pengendapan Chlorella sp. menjadi
33.40±1.17% dan Nannochloropsis sp. menjadi 19.11±0.22% pada jam pertama.
Selisih nilai % pengendapan antara sebelum dan sesudah ditambahkan spesies
flokulan dengan perbandingan 4:4 pada jam pertama untuk spesies Chlorella sp.
adalah sebesar 13.81% dan spesies Nannochloropsis sp. sebesar 6.64%. Hal
tersebut menunjukkan Tetraselmis suecica mampu mempercepat proses
pengendapan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Hasil % pengedapan pada
jam pertama untuk sebelum dan setelah dilakukan penambahan spesies flokulan
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Nilai % pengendapan mikroalga flokulan dan non-flokulan sebelum
dilakukan pencampuran pada jam pertama
Mikroalga
% Pengendapan Pada Jam Pertama
1. Mikroalga Flokulan
Tetraselmis suecica
50.1±2.30
2. Mikroalga Non-flokulan
Chlorella sp.
19.59±2.11
Nannochloropsis sp.
12.47±0.71
Tabel 2. Nilai % pengendapan mikroalga flokulan dan non-flokulan setelah
dilakukan pencampuran pada jam pertama.
% Pengendapan Pada Jam Pertama
Kombinasi
Mikroalga
a
b
c
d
Tetraselmis suecica
dan Chlorella sp.
24.28±4.55 26.83±1.30 27.70±3.98 33.40±1.17
Tetraselmis suecica
dan
Nannochloropsis sp.
15.02±1.33 17.95±1.95 18.95±0.88 19.11±0.22
a=1:4; b=2:4; c=3:4; d=4:4

10
Salim et al. (2011) menyatakan bahwa penambahan spesies flokulan dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dalam pemanenan akan meningkatkan %
pengendapan. Rasio 4:4 merupakan penambahan spesies flokulan lebih besar
dibandingkan dengan rasio yang lain. Hasil uji statistik menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) untuk kombinasi Tetraselmis suecica dan Chlorella sp. atau
Tetraselmis suecica dan Nannochloropsis sp. (Mattjik dan Sumertajaya 2006)
didapatkan nilai p-value < 0.05 (Lampiran 8) yang berarti minimal ada satu rasio
dari empat rasio yang digunakan berbeda nyata, sehingga dibutuhkan uji lanjut
Tukey untuk menentukan rasio yang berbeda nyata. Hasil uji Tukey diperoleh
bahwa semua rasio yang digunakan memberikan pengaruh yang berbeda-beda
dalam menggendapkan mikroalga, untuk menentukan rasio mikroalga flokulan
dan non-flokulan terbaik maka dilihat dari plot pengaruh utama dari masingmasing rasio (Lampiran 8). Rasio terbaik akan memberikan nilai % pengendapan
paling tinggi. Dilihat dari plot pengaruh utama diperoleh 4:4 merupakan rasio
yang optimal dibandingkan dengan rasio 1:4, 2:4 dan 3:4. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penambahan spesies flokulan dalam jumlah yang lebih besar
dapat meningkatkan % pengendapan.
Setelah mendapatkan rasio 4:4 sebagai rasio yang optimal selanjutnya
dilakukan uji T untuk menentukan kombinasi mikroalga yang optimal dari dua
kombinasi yang digunakan. Hasil analisis statistik menggunakan uji T diperoleh
kombinasi Teraselmis suecica dan Chlorella sp. merupakan kombinasi yang
optimal. Hasil uji T diketahui nilai p-value