Entrepreneurial Competencies and Business Succesful of Dairy Farmer Pujon, Malang.

KOMPE
ETENSI KEWIRA
K
AUSAHAA
AN DENG
GAN
KEB
BERHASIILAN USAHA PET
TERNAK
K
S
SAPI PER
RAH PUJJON, MAL
LANG

LA
PAMEL

SEKOL
LAH PASC
CASARJA

ANA
I
INSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
BOGO
OR
20133

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kompetensi
Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Peternak Sapi Perah Pujon, Malang
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013
Pamela
NIM H451110491

RINGKASAN
PAMELA. Kompetensi Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Peternak Sapi
Perah Pujon, Malang. Dibimbing oleh RACHMAT PAMBUDY dan RATNA
WINANDI ASMARANTAKA
Kewirausahaan merupakan sifat kreatif yang dimiliki oleh seseorang,
dalam meningkatkan kekayaan, kekuasaan, dan nilai diri. Seseorang yang
memiliki sifat kewirausahaan akan mampu menilai, dan memilih peluang usaha,
mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha, dan
menjalankan usaha dengan memasukkan gagasan inovatif.
Peternakan
sebagai salah satu subsektor usaha yang diandalkan
pemerintah Republik Indonesia. Produk domestik bruto dari sektor peternakan
cenderung meningkat, yaitu sekitar delapan sampai 35 persen setiap tahunnya

dalam kurun waktu 2007 sampai 2012. Tenaga kerja di sektor peternakan juga
meningkat tahun 2010 sampai 2011. Peningkatan tenaga kerja dan produk
domestik bruto dapat dipandang sebagai suatu peluang bagi pengambil kebijakan
untuk meningkatkan kompetensi atau kemampuan kewirausahaan pada sektor
peternakan. Salah satu sub sektor peternakan yang bernilai strategis yaitu
peternakan sapi perah, dan salah satu sentra produksi susu yaitu Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang.
Produktivitas dan kepemilikan jumlah sapi laktasi per peternak sapi perah
relatif rendah. Hal tersebut membuat suatu dugaan bahwa kompetensi
kewirausahaan peternak masih dalam keadaan yang rendah. Kompetensi
kewirausahaan berhubungan dengan keberhasilan usaha. Studi kasus mengenai
kompetensi kewirausahaan dapat dilakukan di Kecamatan Pujon, Kabupaten
Malang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) kompetensi kewirausahaan
peternak sapi perah di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dalam menjalankan
usahanya, (2) hubungan lingkungan usaha, orientasi individu, dan karateristik
dengan kompetensi kewirausahaan peternak di Kecamatan Pujon, Kabupaten
Malang, (3) hubungan kompetensi kewirausahaan dengan keberhasilan usaha, dan
(4) merumuskan strategi yang dapat meningkatkan kompetensi kewirausahaan dan
keberhasilan usaha peternak sapi perah di Kecamatan Pujon,Kabupaten Malang.

Adapun metode analisis penelitian ini dengan menggunakan structural equation
model (SEM) dengan menggunakan LISREL.
Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan (1) Kompetensi
kewirausahaan peternak sapi perah di Kecamatan Pujon, berada dalam tingkat
yang sedang, (2) Orientasi individu dan karakteristik memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kompetensi kewirausahaan. Lingkungan usaha tidak
berpengaruh signifikan dengan kompetensi kewirausahaan, (3) Kompetensi
kewirausahaan memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap keberhasilan usaha,
(4) Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi kewirausahaan
dan keberhasilan usaha yaitu dengan meningkatkan orientasi individu peternak
sebagai wirausaha.
Kata kunci : kompetensi kewirausahaan, peternak sapi perah, Malang.

SUMMARY
PAMELA. Entrepreneurial Competencies and Business Succesful of Dairy
Farmer Pujon, Malang. Supervised by RACHMAT PAMBUDY dan RATNA
WINANDI ASMARANTAKA
Entrepreneurs can see, consider, and choose business opportunities well.
Entrepreneurs collect all needed resources to run the business and take innovation
in process. Innovation could increase the economic growth.

Livestock be one of potential sector for economic growth. Gross domestic
product (GDP) of live stock is increase, about eight to 35 percent per year (20072012). So does the labor of livestock. Risen GDP and labor could be an
oppurtunity for the policy maker to increase the entrepreneurial skills.
Dairy is one of strategic product of livestock. Pujon is the most producer
of dairy roduct. Nevertheless, productivity and farm size in Pujon are at low level.
It indicates that competencies of entrepreneur at low level. Competencies of
entrepreneurs has a correlaton to succesful business. Therefore, this research
needed to be done.
This research aims to analyze the entreprenuerial skills of dairy farmers at
Pujon district, Malang regency, to analyze correlation between business
environment, personal orientation, characteristic, with entrepreneurial skills of
dairy farmers, to analyze relationship between entrepreneurial skills and business
successful, and to formulate the strategy that can increase the competencies of
entrepreneurs and business succesful of dairy farmers at Pujon district, Malang
regency.
This research use structural equation model (SEM) as analyze tools. The
respondents of research are 105 dairy farmers.
It can be concluded that entrepreneurial skills of respondents are at middle
level. Personal orientation and characteristic generate the entrepreneurial skill
significantly, but business environment does not. It has a positive relationship to

successful business. Interest of dairy farmers in group activites improvement
could up grade the entrepreneurial competencies, and successful business.
Entrepreneurial skills has signficant correlation with business successful. The
strategy to produce higher entrepreneurial skills is to increase the personal
orientation. The personal orientation could be generated by risen role of dairy
farmer’s group.

Key words: entrepreneurial competencies, dairy farmer, Malang.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN DENGAN
KEBERHASILAN USAHA PETERNAK
SAPI PERAH PUJON, MALANG

PAMELA

Tesis
Sabagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr. Ir. Netti Tinaprilla, M.M


Penguji Program Studi

: Dr. Ir. Suharno, M.Adev

Judul Tesis
Nama
NIM

: Kompetensi Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Petemak
Sapi Perah Pujon, Malang
: Pamela
: H451110491

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Rachmat Pambudy, MS
Ketua


Dr Ir Ratna Winandl Asmarantaka, MS
Anggota

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi
Agribisnis




ォッャ。ィ@

Pascasarjana

セW@
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Tanggal Ujian: 31 Juli 2013


Tanggal Lulus :

o 4 OCT 2013

Judul Tesis
Nama
NIM

: Kompetensi Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Peternak
Sapi Perah Pujon, Malang
: Pamela
: H451110491

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Rachmat Pambudy, MS
Ketua

Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS

Anggota

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi
Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah MScAgr

Tanggal Ujian : 31 Juli 2013

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih
karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Kompetensi Kewirausahaan Peternak
Sapi Perah Pujon, Malang dapat diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan dengan
baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak.
Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada :
1. Dr. Ir Rachmat Pambudy, MS selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr.
Ir. Ratna Winandi, MS selaku anggota komisi pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis
2. Dr. Ir. Wahyu Budi Priyatna, MS selaku dosen evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan
masukan sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan baik.
3. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku ketua program studi Agribisnis,
dan Dr.Ir.Suharno, M.Adev selaku sekretaris program studi Agribisnis,
serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan kemudahan
yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
4. Dr. Ir. Suharno, M. Adev , dan Dr. Ir Netti Tinaprilla, M.M selaku dosen
penguji yang telah memberikan pengetahuan dan arahan sehingga tesis ini
dapat ditulis dengan baik.
5. Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, atas sponsor pendidikan yang telah diberikan oleh penulis.
6. Keluarga Bapak A. Situmorang dan Ibu A. Rajaguk-guk S.Pd, Dian
Febrina S.I.kom, Siska Situmorang S.Ked, dan Elizabeth Situmorang, atas
doa, dan dukungan lainnya yang telah diberikan kepada penulis.
7. D.Sinaga S.T atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
8. Seluruh teman-teman Program Studi Magister Sains Agribisnis, khususnya
angkatan 2, atas dukungan yang diberikan kepada penulis selama
menjalani pendidikan.

Bogor, September 2013

Pamela

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis

1
1
7
10
10
11
11

TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Peternakan Sapi Perah
Perilaku Konsumsi Minum Susu di Indonesia
Kompetensi Pelaku Usaha dan Pendapatan Wirausaha
Sistem Agribisnis Sapi Perah
Kompetensi
Kewirausahaan dan Inovasi
Kompetensi Kewirausahaan
Produktivitas
Kerangka Operasional

11
12
13
14
15
19
21
22
23
24

METODE PENELITIAN

26

Lokasi, Waktu, dan Pengambilan Responden Penelitian
Data dan Instrumentasi
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data

26
26
26
26

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Gambaran Umum Kecamatan Pujon
Gambaran Umum Koperasi Sapi Perah SAE Pujon
Gambaran Umum Manajemen Usaha Ternak Sapi Perah

32
32
33
34

KEWIRAUSAHAAN PETERNAK
Gambaran Umum Lingkungan Usaha Menurut Peternak
Gambaran Umum Orientasi Individu Peternak
Gambaran Umum Karakteristik Peternak
Analisis SEM Model Awal

38
38
40
41
46

Respesifikasi Model
Uji Kecocokan Model Respesifikasi
Hubungan Antar Variabel

50
53
53

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

56
56
57

DAFTAR PUSTAKA

57

LAMPIRAN

61

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Produk domestik bruto sektor peternakan Indonesia tahun 20072012 (atas dasar harga konstan 2000)
Komposisi pendidikan tenaga kerja sektor peternakan nasional
tahun 2010-2011
Ketersediaan susu dalam negeri tahun 2007-2010
Inflasi nasional pada tahun 2007-2010
Perbandingan kualitas susu menurut CODEX dan rata-rata
kualitas susu di Indonesia
Produktivitas sapi perah di Indonesia dan beberapa negara
ASEAN lainnya
Jumlah ternak sapi perah, jumlah desa, dan jumlah peternak
terbanyak di Indonesia
Produksi susu sapi Jawa Timur 2009-2010
Produktivitas susu sapi perah di Kecamatan Pujon 2007 dan
2011
Persyaratan Mutu Susu Segar
Variabel penelitian
Variabel laten eksogen dan variabel endogen
Kesesuaian model SEM
Skala Pengukuran Kompetensi
Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Pujon
Perkembangan Koperasi SAE Pujon tahun 2006-2011
Biaya investasi usaha sapi perah tiga ekor
Jadual kegiatan harian peternak responden
Biaya operasional tahunan peternak responden skala tiga ekor
Harga output peternak responden
Persepsi peternak mengenai lingkungan usaha yang dihadapi
Orientasi individu peternak
Rata-rata nilai bidang kompetensi
Komposisi peternak berdasarkan produktivitas
Nilai rata-rata dan simpangan baku produktivitas peternak
Komposisi peternak berdasarkan kepemilikan jumlah sapi
laktasi

2
2
3
4
4
6
7
8
8
17
27
28
30
32
33
34
36
36
37
38
40
40
43
44
45
45

27 Nilai muatan faktor dan t-hitung pada variabel indikator model
awal
28 Variabel laten dan indikator model respesifikasi
29 Nilai muatan faktor dan t-hitung pada variabel indikator model
respesifikasi
30 Nilai CR dan VE model resifikasi
31 Uji kecocokan keseluruhan model respesifikasi
32 Muatan faktor variabel laten eksogen
33 Muatan faktor variabel laten endogen
34 Muatan faktor hubungan antar variabel laten

49
50
52
52
53
53
55
55

DAFTAR GAMBAR
1

Harga susu murni di tingkat peternak Asia, Amerika, Eropa, dan
Australia tahun 2010 – 2012 (Rp/Liter)
2 Sistem agribisnis
3 Kerangka pemikiran operasional
4 Hubungan variabel indikator dan variabel laten
5 Diagram lintas SEM
6 Komposisi peternak berdasarkan usia memasuki wirausaha
7 Komposisi peternak berdasarkan tingkat pendidikan
8 Standardized solution model awal
9 T-hitung model awal
10 Standardized solution model resifikasi
11 T-hitung model resifikasi

5
15
25
27
31
41
42
47
48
50
51

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Kuesioner Penelitian
Input Kuesioner Lingkungan Usaha
Input Kuesioner Orientasi terhadap Kelompok Peternak
Input Kuesioner Orientasi terhadap Resiko
Input Kuesioner Kompetensi Kewirausahaan
Output SEM Model Respesifikasi

61
68
71
73
76
84

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kewirausahaan merupakan sifat kreatif yang dimiliki oleh seseorang, dalam
meningkatkan kekayaan, kekuasaan, dan nilai diri (Sutanto 2002). Seseorang yang
memiliki sifat kewirausahaan akan mampu melihat, menilai, dan memilih peluang
usaha, mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha,
dan menjalankan usaha dengan memasukkan gagasan inovatif, agar aktivitas
usaha yang dilakukan dapat menghasilkan keuntungan .
Anderson dan Smith (2007) mengemukakan bahwa motif keuntungan yang
dimiliki oleh seorang wirausahawan yaitu menjadi pusat dari kekayaan pribadinya
dan juga kesejahteraan sosial. Motif keuntungan berupa menjadi pusat kekayaan
pribadinya yaitu merupakan motif yang dimana seorang wirausahawan ingin
menambahkan keuntungan dari kegiatan usaha yang dilakukannya, sedangkan
motif keuntungan berupa kesejahteraan sosial merupakan motif seorang
wirausahawan sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, kewirausahaan dapat
dipandang sebagai suatu interaksi antara wirausahawan dengan komunitasnya
pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Wirausahawan merupakan aset suatu bangsa untuk dapat mendukung
pertumbuhan ekonomi negara. Wirausahawan bertindak sebagai agen perubahan,
membawa ide–ide untuk pasar dan merangsang pertumbuhan karena adanya
kecenderungan untuk berinovasi. Casson et al. (2006) menjelaskan bahwa
terdapat lima bentuk inovasi, yaitu (1) pengenalan produk baru, (2) metode
produksi baru, (3) membuka pasar baru, (4) menemukan bahan baku baru, dan (5)
membawa organisasi baru ke dalam suatu industri. Dengan demikian, inovasi
memegang prinsip keterbaruan yang diharapkan akan membantu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Selain dipengaruhi oleh tingkat inovasi, pertumbuhan ekonomi suatu negara
dapat dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi utama yang diandalkan oleh pemerintah
negara tersebut. Kegiatan ekonomi utama yang diandalkan oleh pemerintah suatu
negara atau wilayah tertentu akan memberikan insentif bagi wirausahawan.
Peraturan Presiden No.32 Tahun 2011 menyatakan bahwa pembangunan ekonomi
Indonesia pada tahun 2011 – 2015 berfokus pada delapan program utama, yakni
(1) pertanian, (2) pertambangan, (3) energi, (4) industri, (5) kelautan, (6)
pariwisata, (7) telematika, dan (8) pengembangan kawasan strategis.
Pertanian sebagai salah satu fokus utama perekonomian Republik Indonesia
merupakan pertanian dalam arti luas. Pertanian yang dimaksudkan terdiri dari
sembilan kegiatan ekonomi utama. Kesembilan kegiatan ekonomi utama yang
diandalkan pemerintah Republik Indonesia dalam konteks pertanian, yaitu (1)
pertanian pangan, (2) makanan dan minuman, (3) perikanan, (4) peternakan, (5)
perkayuan, (6) kelapa sawit, (7) karet, (8) kakao, dan (9) agrowisata.
Peternakan sebagai sektor usaha yang dijadikan kegiatan ekonomi utama
yang diandalkan pemerintah Republik Indonesia, yaitu dikarenakan produk
domestik bruto dari sektor peternakan cenderung meningkat, yaitu sekitar delapan
sampai 35 persen setiap tahunnya. Peningkatan produk domestik bruto sektor
peternakan dapat dilihat pada Tabel 1.

2

Tabel 1 Produk domestik bruto sektor peternakan Indonesia tahun 20072012 (atas dasar harga konstan 2000)
Tahun
Jumlah
Peningkatan dari tahun
sebelumnya (Persentase)
(Milyar Rupiah)
2007
61.3
2008
83.3
35.89
2009
104.9
25.93
2010*
119.4
13.82
2011**
129.6
8.54
2012***
70.4
Ket
: * : Angka sementara
** : Angka sangat sementara
*** : Angka sampai semester 1
Sumber
: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian (2012)
Peranan sektor peternakan dalam produk domestik bruto, tentunya tidak
dapat terlepas dari peranan tenaga kerja yang bekerja dalam sektor tersebut.
Berdasarkan Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), jumlah tenaga
kerja dari tahun 2010 hingga 2011 di sektor peternakan menunjukkan tren yang
meningkat.
Tabel 2 Komposisi pendidikan tenaga kerja sektor peternakan nasional tahun
2010-2011
Tingkat
2010
2011
Pendidikan
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Tidak Sekolah
1 318.00
15.45
1 362.00
15.43
Tidak Tamat SD
2 118.00
24.84
2 135.00
24.18
SD
2 917.00
34.20
3 239.00
36.68
SLTP
1 414.00
16.59
1 416.00
16.03
SMA dan SMK
702.00
8.24
609.00
6.90
Universitas
57.00
0.68
68.00
0.78
Jumlah
8 526.00
100.00
8 829.00
100.00
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian (2012)
Perkembangan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor peternakan dalam
lingkup nasional dapat digambarkan sebagai berikut. Berdasarkan Tabel 2 terjadi
peningkatan jumlah tenaga kerja sektor peternakan sebesar tiga persen dari tahun
2010 hingga 2011. Tingkat pendidikan tenaga kerja di sektor peternakan relatif
rendah. Sekitar 40 persen tenaga kerja di sektor peternakan tidak menamatkan
pendidikan sekolah dasar, dan 30 persen menamatkan pendidikan sekolah dasar.
Hanya kurang dari satu persen tenaga kerja di sektor peternakan yang
menamatkan pendidikan tinggi. Sisanya yaitu sekitar 29 persen tenaga kerja di
sektor peternakan menamatkan pendidikan menengah.

3

Peningkatan jumlah tenaga kerja sektor peternakan dapat dipandang sebagai
suatu indikasi bahwa produksi produk peternakan meningkat. Produksi yang
meningkat mengindikasikan bahwa konsumsi produk peternakan semakin
meningkat. Produk peternakan yang memiliki nilai strategis diantaranya yaitu
susu (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011). Ketersediaan
susu dalam negeri dan produksi susu dalam negeri dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Ketersediaan susu dalam negeri dan penggunaan susu dalam negeri tahun
2007- 2010
Uraian

2009*
(000
Ton)

2010*
(000
Ton)

Ketersediaan Susu Dalam Negeri (A)

567.70
647.00
2 427.90 2 043.40
2 995.60 2 690.40

685.20
2 043.40
2 728.60

909.32
2 674.01
3 583.33

B. Penggunaan Susu Dalam Negeri
Pakan Ternak
Tercecer
Konsumsi Rakyat
Ekspor Susu
Penggunaan Susu Dalam Negeri (B)
Selisih (A-B)

56.80
64.70
45.80
36.90
2 659.90 2 172.40
233.10
416.40
2 995.20 2 690.40
0.00
0.00

68.50
39.10
2 204.60
416.40
2 728.60
0.00

90.93
51.83
3 172.90
267.67
3 583.33
0.00

A. Ketersediaan Susu Dalam Negeri
Produksi Susu Dalam Negeri
Susu Impor

2007
(000
Ton)

2008
(000
Ton)

Ket : * : Angka Sementara
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)
Berdasarkan Tabel 3 dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut. Sekitar
10 persen dari produksi susu dalam negeri, digunakan kembali sebagai pakan
ternak. Susu sebagai pakan ternak digunakan untuk memperbaiki kualitas ransum
dan meningkatkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi ransum.
Sebagian besar ketersediaan susu dalam negeri masih didominasi oleh susu impor.
Produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 20 – 25 persen
ketersediaan susu dalam negeri pada tahun 2007 sampai 2010.
Konsumsi susu pada tahun 2008 menurun bila dibandingkan dengan tahun
2007. Hal tersebut diduga karena inflasi yang meningkat pada tahun 2008 yaitu
sebesar lima persen bila dibandingkan dengan inflasi yang terjadi di tahun 2007
(Bank Indonesia 2011). Kemudian konsumsi susu meningkat pada tahun 2009 bila
dibandingkan dengan tahun 2008. Hal tersebut dikarenakan inflasi yang menurun
pada tahun 2009 yaitu sebesar delapan persen dibandingkan dengan inflasi yang
terjadi di tahun 2010 (Bank Indonesia 2011). Selanjutnya konsumsi susu
meningkat kembali pada tahun 2010. Meskipun tingkat inflasi pada tahun 2010
meningkat sebesar empat persen bila dibandingkan dengan tahun 2010 (Bank
Indonesia 2011), konsumsi susu tetap meningkat. Hal tersebut dikarenakan pada
tahun 2010, mulai ditetapkan Hari Susu Nusantara, yang bertujuan meningkatkan
konsumsi susu nasional, menyejahterakan peternak, dan meningkatkan industri
pengolahan susu di Indonesia. Nilai inflasi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

4

Tabel 4. Inflasi nasional pada tahun 2007-2010
Tahun
Nilai Inflasi
2007
2008
2009
2010

5.61
11.06
2.78
6.96

Sumber : Bank Indonesia (2011)
Permintaan produk peternakan yang semakin meningkat, kenaikan produksi
susu dalam negeri dan peningkatan jumlah tenaga kerja sektor peternakan dapat
dipandang sebagai suatu peluang untuk dapat meningkatkan agribisnis peternakan.
Akan tetapi, kewirausahaan peternak relatif rendah. Hal tersebut salah satunya
dapat dilihat dari kualitas susu yang masih rendah, dan posisi rebut tawar peternak
yang relatif lemah (Firman 2010). Oleh sebab itu, perlu dikembangkan lagi
kewirausahaan peternak.
Salah satu kelemahan dalam agribisnis sapi perah yaitu kualitas susu sapi
perah di Indonesia termasuk ke dalam kualitas rendah. Hal tersebut dapat dilihat
dari nilai rata-rata kualitas susu di Indonesia yang masih berada di bawah standar
CODEX (Tabel 5). Lemak susu, protein, dan bakteri susu di Indonesia masih
lebih tinggi daripada standar CODEX. Perbandingan standar susu menurut
CODEX dan rata-rata kualitas susu di Indonesia selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Perbandingan kualitas susu menurut CODEX dan rata-rata kualitas
susu di Indonesia
Parameter
Satuan
Syarat standar
Rata-rata kualitas
CODEX
susu di Indonesia
Berat Jenis
Kg/L
1.028
1.025
Protein
Persen
2.700
3.500
Lemak
Persen
3.000
4.250
Bakteri Susu
Per mL
1 000 000.000
3 000 000.000
Sumber : Nurdin (2011)
Bila ditinjau dari segi harga, harga susu di dalam negeri jauh lebih murah
bila dibandingkan dengan harga rata-rata internasional. Hal tersebut dapat dilihat
pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan harga susu murni di tingkat peternak di
Indonesia dan beberapa negara di Asia lainnya, Amerika, Eropa, dan Australia.

5

11000
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

10244

Argentina

10216

9031

Brazil
Chili
Jepang
Rusia
3556

4887

4179

4637

3556
3400

USA
Malaysia
Indonesia
Australia

2010

Jerman

2011
2012

Belanda

Sumber : CLAL1 ,dan Seputar Indonesia2
Gambar 1 Harga susu murni di tingkat peternak Asia, Amerika, Eropa,
dan Australia Tahun 2010-2012 (Rp / Liter)
Berdasarkan Gambar 1, harga susu murni di tingkat peternak tertinggi di
Asia, Amerika, Eropa, dan Australia pada tahun 2010 sampai 2012 yaitu Jepang,
dengan nilai berturut-turut sebesar Rp 9 031, 10 244, dan 10 216. Harga susu
murni rata-rata internasional di tingkat peternak pada tahun 2010, 2011, dan 2012,
secara berturut-turut yaitu Rp 4 179, 4 887, dan 4 637. Harga susu murni di
tingkat peternak di Indonesia pada tahun 2010 sampai 2012 berkisar Rp 3 400
sampai 3 500. Dengan demikian harga susu murni di tingkat peternak di Indonesia
pada tahun 2010 sampai 2012 lebih rendah bila dibandingkan dengan harga susu
murni rata-rata internasional di tingkat peternak.
Harga susu di dalam negeri yang rendah dapat dijadikan suatu keunggulan
kompetitif bagi Indonesia dalam perdagangan internasional, dengan asumsi
kualitas yang relatif sama. Harga di dalam negeri yang murah, sedangkan harga
internasional relatif tinggi merupakan suatu peluang yang dapat dimanfaatkan
oleh peternak dalam meningkatkan produksi dan kualitas susu yang dihasilkan.
Selain harga susu domestik yang lebih rendah daripada harga internasional,
terdapat satu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh peternak sapi perah sebagai
seorang wirausahawan. Peluang tersebut adalah terdapat banyak produk olahan
yang dapat dihasilkan dari susu, seperti yoghurt, kerupuk susu, dodol susu, sampo,
pelembap kulit, dan sabun. Pemanfaatan peluang dari tersedianya jenis produk
olahan yang relatif banyak dapat dilakukan baik dengan memproduksi produk
olahan, atau meningkatkan pemasaran.
Seorang wirausahawan mampu melakukan efisiensi atau meningkatkan
produktivitas. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan mencari sumber
bahan input yang lebih murah harganya namun tidak mengurangi kepuasan
konsumen, atau meningkatkan nilai produk yang dihasilkan dengan tujuan
1

CLAL. Dairy World Trade http://www.clal.it [diakses 23 Agustus 2012]
Seputar Indonesia. http://.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/437238/ [diakses 23
Agustus 2012]
2

6

meningkatkan kepuasan konsumen. Semakin tinggi kemampuan atau kompetensi
kewirausahaan seseorang, akan semakin meningkatkan produktivitas dari usaha
yang dilakukan (Salman dan Badr 2011)
Produktivitas sapi perah di Indonesia relatif rendah bila dibandingkan
dengan produktivitas sapi perah di beberapa negara ASEN. Hal tersebut
dikarenakan beberapa hal, salah satunya adalah kenaikan harga pakan3 . Kenaikan
harga pakan yang tidak diimbangi dengan kenaikan harga susu segar
menyebabkan peternak mengambil tindakan yang dapat mengurangi produktivitas
usahanya, misalnya mencari input lain yang relatif lebih rendah nilai nutrisi, dan
ataupun mengurangi jumlah pakan yang diberikan kepada sapi. Gambaran
mengenai produktivitas sapi perah di Indonesia dan beberapa negara lainnya di
ASEAN dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Produktivitas sapi perah di Indonesia dan beberapa negara ASEAN
lainnya
Produktivitas ( Kiloliter / Tahun / Ekor )
Negara
1970
1985
2004
Kamboja
2.8
2.0
Indonesia
0.2
1.1
Laos
0.9
1.1
Malaysia
1.6
1.2
Myanmar
4.5
15.5
Filipina
0.3
0.3
Thailand
0.1
1.1
Vietnam
0.3
0.6
Rata-Rata
1.3
2.9
Simpangan Baku
1.6
5.1
Sumber : Moran (2005)

1.5
2.5
1.1
1,6
10.7
0.1
9.0
1.0
3.4
4.0

Berdasarkan Tabel 6, produktivitas sapi perah di Indonesia pada tahun 2004
relatif masih rendah, yaitu sekitar dua kiloliter per tahun per ekor. Nilai tersebut
berada di bawah nilai rata-rata produktifitas sapi perah negara-negara di ASEAN
yaitu sekitar tiga kiloliter per tahun per ekor. Produktivitas berkaitan dengan
teknologi yang digunakan. Teknologi yang digunakan peternak sapi di masingmasing negara relatif berbeda-beda. Hal tersebut terlihat dari nilai simpangan
baku yang besar yaitu sekitar empat kilo liter per tahun per ekor.
Peternakan sapi perah di Indonesia, sebagian besar berada di wilayah Jawa
Timur. Populasi sapi perah terbesar juga berada di Jawa Timur. Ketersediaan
tenaga kerja di sektor peternakan pun relatif banyak di wilayah Jawa Timur.
Selain Jawa Timur, sentra peternakan sapi perah lainnya yaitu Jawa Barat, dan
Jawa Tengah. Gambaran mengenai jumlah ternak sapi perah, jumlah desa, dan
jumlah peternak terbanyak di Indonesia pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel
7.

3

Dinas
Koperasi
Jawa
Timur.
Pemberdayaan
Peternakan
Sapi
Perah
Rakyat.
http://lensa.diskopjatim.go.id/halaman-utama/opini/184-pemberdayaan-peternakan-sapi-perah-rakyat-2.html
[8 November 2012]

7

Tabel 7 Jumlah ternak sapi perah, jumlah desa, dan jumlah peternak
terbanyak di Indonesia 2010
Provinsi
Jumlah sapi perah
Jumlah desa
Jumlah peternak
(ekor)
(buah)
(orang)
Jawa Timur
296 262
8 502
1 978 768
Jawa Barat
139 973
5 891
787 184
Jawa Tengah
149 931
8 577
328 246
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah di
Indonesia (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011). Produksi
susu sapi di Jawa Timur memberikan kontribusi terhadap produksi susu sapi
nasional sebesar 52 persen4. Selain produksi yang tinggi, jumlah ternak sapi
perah, jumlah desa, dan jumlah peternak sapi perah di Jawa Timur termasuk besar
(Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011). Oleh karena itu,
kewirausahaan peternak sapi perah di Provinsi Jawa Timur menjadi menarik
untuk diteliti. Hal tersebut dikarenakan dengan semakin tersedianya tenaga kerja
yang semakin banyak, produksi susu sapi yang tinggi, merupakan suatu peluang
untuk meningkatkan kewirausahaan.

Perumusan Masalah
Kabupaten Malang menjadi penghasil susu sapi terbesar di Jawa Timur.
Produksi susu sapi di Kabupaten Malang yaitu sebanyak 31.5 persen pada tahun
2009, dan 34.8 persen pada tahun 2010 dari total produksi susu sapi Jawa Timur.
Produksi susu sapi di Kabupaten Malang pada tahun 2009 yaitu sebesar 145.7 Juta
Kilogram, dan pada tahun 2010 yaitu sebesar 174.2 Juta Kilogram. Daerah
penghasil susu sapi terbesar kedua, ketiga, dan keempat di wilayah Jawa Timur
berturut-turut yaitu Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Tulung Agung, dan
Kabupaten Blitar.
Produksi susu di Kabupaten Pasuruan yaitu sebesar 24.2 persen pada tahun
2009, dan 21.9 persen pada tahun 2010. Produksi susu di Kabupaten Tulung
Agung yaitu senilai 12.7 persen pada tahun 2009, dan 10.9 persen pada tahun
2010. Produksi susu di Kabupaten Blitar yaitu sebanyak 9.2 persen pada tahun
2009 dan 8.3 persen pada tahun 2010.
Secara umum, peningkatan produksi susu sapi di Jawa Timur dari tahun
2009 sampai tahun 2010 yaitu senilai 8.3 persen. Peningkatan produksi susu sapi
tersebut yaitu dari 461.8 Juta Kilogram pada tahun 2009, menjadi 500.6 Juta
Kilogram., Perkembangan produksi susu sapi di Jawa Timur pada tahun 2009
sampai tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 8.

4

Bappeda Jawa Timur. Jatim Berkontribusi Terhadap Susu Nasional Sebesar 52 Persen.
http://bappeda.jatimprov.go.id/2013/02/04/jatim-berkontribusi-terhadap-produksi-susu-nasionalsebesar-52-persen.html [6 Maret 2013]

8

Tabel 8 Produksi susu sapi di Jawa Timur 2009-2010
Produksi susu sapi
2009
2010
No
Wilayah
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(Juta kg)
(%)
(Juta kg)
(%)
1
Kab.Malang
145.7
31.5
174.2
34.8
2
Kab.Pasuruan
111.9
24.2
109.7
21.9
3
Kab.Tulung
58.5
12.7
54.4
10.9
Agung
4
Kab.Blitar
42.6
9.2
41.7
8.3
5
Kab.Probolinggo
16.4
3.6
21.7
4.3
6
Kab.Kediri
14.9
3.2
22.2
4.4
7
Lainnya
71.7
15.5
76.1
15.2
Jawa Timur
461.8
100.0
500.6
100.0
5
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur
Kecamatan terbesar penghasil susu di Kabupaten Malang yaitu kecamatan
Pujon. Hasil produksi kecamatan Pujon yaitu sekitar 35 persen pada tahun 2009
dari total produksi di Kabupaten Malang (Pemerintah Kabupaten Malang Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010). Berdasarkan mata pencaharian,
sebagian besar (63 persen) penduduk di Kecamatan Pujon merupakan peternak
sapi perah, dan tergabung dalam koperasi peternakan dan pemerahan air susu sapi
rakyat SAE Pujon. Produktivitas peternak sapi perah di Kecamatan Pujon pada
tahun 2011 yaitu sekitar 1 578 liter per ekor per tahun (Tabel 9), dengan laju
pertumbuhan produktivitas dua persen per tahun . Nilai tersebut berada dibawah
rata-rata produktivitas nasional yaitu 3 000 liter per ekor per tahun (Setiadi dan
Sobahi, 2008).
Tabel 9. Produktivitas susu sapi perah di Kecamatan Pujon 2007 dan 2011
Uraian
Tahun
Produktivitas
Ternak
Produksi
(Liter Per Ekor)
(Ekor)
(Liter )
2007
1 460
20 720
30 255 319
2011
1 578
25 189
39 757 114
Laju (%/Th)
2
5
7
Sumber : Koperasi Peternakan dan Pemerahan Air Susu Sapi Rakyat SAE Pujon
(2012)
Harga susu rata-rata di tingkat peternak di Pujon pada tahun 2011 adalah Rp
3 100 (Pemerintah Kabupaten Malang Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
2012). Nilai tersebut berada dibawah harga susu rata-rata di tingkat peternak
nasional yaitu Rp 3 400 sampai Rp 3 500 ( Gambar 1). Harga susu yang rendah
dapat mengindikasikan kualitas susu yang rendah.
5

Statistik Produksi. disnak.jatimprov.go.id/web/statistik_produksi_detail.php [6 Maret 2013]

9

Rata-rata kepemilikan sapi laktasi di Pujon pun rendah yaitu tiga ekor per
peternak (Koperasi Peternakan dan Pemerahan Air Susu Sapi Rakyat SAE Pujon
2012). Nilai tersebut masih di bawah kriteria kepemilikan sapi laktasi yang dapat
mencapai kelayakan usaha secara ekonomi yaitu tujuh ekor per peternak (Setiadi
dan Sobahi 2008).
Produktivitas dan kepemilikan sapi laktasi yang rendah dapat membuat
suatu dugaan bahwa kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah di Pujon
rendah. Pertanyaan penelitian yang menarik untuk dikaji adalah Bagaimana
kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah? Kompetensi apa yang rendah,
sedang, dan tinggi? Mengapa kompetensi tersebut rendah, sedang ataupun
tinggi?
Kompetensi kewirausahaan dapat dipengaruhi oleh tiga hal. Ketiga hal
tersebut yaitu (1) orientasi individu (Hofstede 1991), (2) karakteristik individu
(Chamorro 2005), (3) lingkungan usaha (Bloodgood et al. 1995).
Orientasi individu merupakan cara pandang seseorang terhadap suatu obyek
yang dapat membedakan seseorang dengan orang lainnya (Hofstede 1991).
Orientasi individu dalam kewirausahaan dapat dilihat dari dua hal yaitu (1)
orientasi individu atau kolektif, dan (2) orientasi memperhitungkan resiko atau
menghindai resiko. Berdasarkan hal tersebut, maka orientasi peternak dapat dilihat
juga kedalam dua hal. Hal pertama dalam penilaian orientasi peternak yaitu sikap
petermak terhadap adanya kelembagaan kelompok peternak, apakah peternak
menyukai pertemuan-pertemuan dengan kelompok peternak, atau sebaliknya,
apakah peternak kurang menyukai pertemuan-pertemuan dengan kelompok
peternak. Semakin tinggi intensitas peternak mengikuti pertemuan dengan
kelompok diharapkan semakin banyak informasi yang akan diperoleh peternak.
Dengan demikian, semakin tinggi intensitas peternak mengikuti peternak diduga
akan semakin tinggi tingkat kompetensi peternak. Hal kedua dalam penilaian
orientasi peternak yaitu sikap peternak terhadap resiko, apakah peternak
menghindari resiko, atau sebaliknya memperhitungkan resiko. Semakin
memperhitungkan resiko diduga semakin tinggi tingkat kompetensi peternak.
Sikap peternak terhadap resiko menjadi menarik untuk dipelajari karena adanya
resiko dari sifat susu yang tidak tahan lama.
Karakteristik dapat dilihat dari usia ketika memasuki wirausaha, tingkat
pendidikan, pengalaman kerja, dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan,
semakin lama pengalaman kerja, dan semakin banyak pelatihan yang telah diikuti
peternak diduga akan semakin tinggi tingkat kompetensi kewirausahaan peternak.
Hal tersebut dikarenakan (1) tingkat pendidikan yang lebih tinggi, kemampuan
seseorang dalam menerima inovasi pun akan semakin tinggi, dan (2) semakin
lama pengalaman kerja, dan semakin banyak pelatihan, semakin banyak wawasan
yang diperoleh peternak.
Kondisi lingkungan usaha dapat dipandang ke dalam dua sisi (Bloodgood et
al. 1995). Sisi pertama yaitu kondisi lingkungan usaha berdasarkan tingkat
persaingan; apakah kondisi lingkungan usaha tersebut relatif tidak bersaing atau
bersaing. Sisi kedua yaitu kondisi lingkungan usaha berdasarkan kestabilan;
apakah kondisi lingkungan bisnis tersebut cenderung stabil atau dinamis.
Lingkungan usaha yang relatif bersaing, misalnya kesulitan dalam menduga
pesaing akan menciptakan kompetensi dan keberhasilan usaha yang tinggi.

10

Lingkungan usaha yang relatif dinamis, misalnya harga susu yang relatif
berfluktuatif akan menciptakan kompetensi dan keberhasilan usaha yang tinggi..
Kondisi lingkungan usaha peternakan sapi perah diduga relatif tidak
bersaing. Hal tersebut dikarenakan peternak memiliki rasa kekeluargaan dan
keterbukaan yang relatif tinggi. Lingkungan usaha peternakan sapi perah diduga
relatif stabil. Hal tersebut dikarenakan harga susu yang relatif tetap.
Kompetensi kewirausahaan selanjutnya akan mempengaruhi secara
langsung tingkat keberhasilan usaha (Bird 1995). Salah satu indikator
keberhasilan usaha adalah produktivitas, dan pendapatan (Bird 1995). Pendapatan
peternak berkorelasi positif dengan kepemilikan sapi perah (Firman 2010).
Dengan demikian indikator keberhasilan peternak sebagai wirausahawan dapat
dilihat dari produktivitas dan kepemilikan jumlah sapi perah. Bagaimanakah
hubungan dari kompetensi kewirausahaan terhadap keberhasilan usaha
peternak? Setelah mengetahui faktor yang kompetensi kewirausahaan dan
keberhasilan usaha, pertanyaan penelitian selanjutnya adalah bagaimana strategi
dalam meningkatkan kompetensi kewirausahaan dan keberhasilan usaha
peternak?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
1. Menganalisis kompetensi kewirausahan peternak sapi perah di Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang dalam menjalankan usahanya.
2. Menganalisis hubungan lingkungan usaha, orientasi individu, dan
karakteristik dengan kompetensi kewirausahaan peternak di Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang.
3. Menganalisis hubungan kompetensi kewirausahaan dengan keberhasilan
usaha
4. Merumuskan strategi yang dapat meningkatkan kompetensi kewirausahaan
dan keberhasilan usaha peternak sapi perah di Kecamatan Pujon, Kabupaten
Malang.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah :
1. Sebagai bahan masukan bagi pembuat kebijakan, khususnya Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang.
2. Sebagai bahan masukan bagi koperasi SAE Pujon sebagai koperasi yang
menaungi sebagian besar peternak sapi perah di Kabupaten Malang
3. Sebagai bahan informasi bagi kalangan akademisi dan peneliti mengenai
kewirausahaan atau pun usaha sapi perah

11

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan penelitian ini adalah menilai
kompetensi kewirausahaan peternak dan keberhasilan usaha. Keberhasilan usaha
yang dimaksudkan dalam penelitian ini diproyeksikan melalui jumlah
produktivitas susu sapi perah, dan kepemilikan jumlah sapi laktasi. Kompetensi
kewirausahaan dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu lingkungan usaha, orientasi
individu, dan karakteristik peternak. Aspek kompetensi yang dinilai dalam
penelitian ini meliputi tiga aspek, yaitu strategik, manajemen teknis, dan
kepemimpinan. Lingkup penelitian ini dilaksanakan pada peternak di Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur sebagai studi kasus. Hasil penelitian ini
tidak dapat menyimpulkan kondisi di wilayah lain.

Hipotesis
Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Ho : Tidak terdapat hubungan signifikan antara lingkungan usaha dengan
kompetensi kewirausahaan.
H1 : Terdapat hubungan signifikan antara lingkungan usaha dengan
kompetensi kewirausahaan.
2. Ho : Tidak terdapat hubungan signifikan antara orientasi individu dengan
kompetensi kewirausahaan.
H1 : Terdapat hubungan signifikan antara orientasi individu dengan
komptensi kewirausahaan.
3. Ho : Tidak terdapat hubungan signifikan antara karakteristik dengan
kompetensi kewirausahaan.
H1 : Terdapat hubungan signifikan antara sikap terhadap karakteristik
dengan kompetensi kewirausahaan.
4. Ho : Tidak terdapat hubungan signifikan antara kompetensi kewirausahaan
dengan keberhasilan usaha.
H1 : Terdapat hubungan signifikan antara sikap terhadap resiko terhadap
orientasi individu
Kriteria keputusan yaitu terima Ho jika T Hitung < ± 1.96. Sebaliknya,
terima H1, jika T Hitung ≥ 1.96 (Wijayanto 2008).

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab 2 akan digambarkan mengenai usaha peternakan sapi perah,
perilaku konsumsi minum susu di Indonesia, kompetensi pelaku usaha, dan
pendapatan wirausahawan, sistem agribisnis sapi perah. Selain itu juga akan
dibahas tentang teori kompetensi, kewirausahaan, kompetensi kewirausahaan,
produktivitas, dan kerangka pemikiran operasional

12

Usaha Peternakan Sapi Perah
Peternakan sapi perah di Indonesia merupakan usaha keluarga di pedesaan
dalam skala kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas. Komposisi
peternak sapi perah diperkirakan terdiri dari 80 persen peternak kecil, dengan
kepemilikan sapi perah kurang dari empat ekor, 17 persen peternak dengan
kepemilikan sapi perah empat sampai tujuh ekor, dan tiga persen kepemilikan sapi
perah lebih dari tujuh ekor (Ahmad 2011).
Berdasarkan sistem perkandangannya, pemeliharaan sapi perah di Indonesia
terbagi atas dua tipe. Tipe pertama yaitu tipe stanchion barn dan tipe kedua adalah
loose house. Stanchion barn yaitu sistem perkandangan dimana hewan diikat
sehingga gerakannya terbatas, sedangkan loose house yaitu sistem perkandangan
dimana hewan dibiarkan bergerak dengan batas-batas tertentu.
Menurut Wiryo6, jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan
untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein. Namun rata-rata
produksi susu sapi di Indonesia hanya delapan kilogram per ekor per hari. Nilai
tersebut masih jauh dari standar normalnya yaitu 15- 16 kilogram per ekor per
hari. Penyebab rendahnya produksi susu ini dapat dijelaskan oleh Williamson dan
Payne (1993). Mereka menjelaskan bahwa produksi susu yang rendah di daerah
tropis (termasuk di Indonesia) disebabkan oleh interaksi dari faktor iklim,
penyakit, pengembangbiakan, dan pemberian pakan. Dengan demikian
manajemen kandang merupakan hal yang krusial dalam pengusahaan sapi perah.
Senada dengan itu, Noor (2012) juga mengemukakan bahwa manajemen
reproduksi merupakan hal yang krusial. Oleh karena itu peternak harus mampu
mengetahui tata kelola manajemen reproduksi (pola perkawinan, deteksi berahi,
dan sinkronisasi berahi) secara teratur dan tepat.
Fuah, et al. (2011) meneliti mengenai teknologi produksi dan efisiensi dari
usaha ternak di Indonesia. Mereka menemukan penyebab produktifitas sapi perah
yang rendah di Indonesia dikarenakan kualitas dan kuantitas pakan yang minim,
keterbatasan teknologi pengolahan hasil susu dan keterampilan yang rendah dalam
mengimplementasikan manajemen usaha peternakan yang relatif modern.
Kelayakan usaha sapi perah di Pulau Jawa berada pada level yang rendah, dan
berkorelasi positif dengan pendapatan rendah yang diterima petani. yaitu sebesar
1 521 820 per bulan, dengan rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1.32, dan
IRR sebesar 17 persen.
Rusdiana dan Sejati (2009) mengemukakan bahwa pengembangan
agribisnis sapi perah dapat dilakukan dengan peningkatan skala usaha.
Peningkatan skala usaha tersebut dilakukan melalui koperasi. Pemberdayaan
peternak sapi perah melalui koperasi dapat dilakukan melalui penyediaan sumber
bibit sapi perah betina, dan penyediaan pakan konsentrat dengan harga yang
terjangkau.
Yunasaf, et al. (2008) mengemukakan keberdayaan peternak sapi perah
adalah tingkat berkembangnya potensi peternak dalam perannya sebagai manajer
usahatani, pemelihara ternak, dan individu yang otonom. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yunasaf, et al.(2008) keberdayaan peternak sapi
perah di Bandung rata-rata rendah. Para peternak umumnya belum dapat
6

Kementerian Pertanian. Budidaya Sapi Perah. http://epetani.deptan.go.id/budidaya/budidaya-sapi-perah-106
[Juni 2012]

13

menunjukkan keberdayaannya, terutama dalam perannya sebagai manajer dan
sebagai individu yang otonom. Idealnya sebagai seorang manajer, peternak dapat
melakukan suatu usaha agar usaha yang dilakukannya semakin berkembang. Akan
tetapi, pada kenyataannya, kondisi usaha ternak sapi perah yang dilakukan oleh
peternak relatif stabil atau tidak berubah. Belum berkembangnya potensi peternak
sapi perah di Jawa Barat dalam perannya sebagai manajer dapat terlihat dalam tiga
hal. Pertama yaitu masih rendahnya perincian terhadap tujuan usaha yang
dilakukan peternak. Kedua yaitu masih rendahnya penyusunan prioritas
pengembangan usaha. Ketiga yaitu masih rendahnya tingkat pengembangan
usaha.

Perilaku Konsumsi Minum Susu di Indonesia
Pada sub bab ini akan dibahas mengenai perilaku konsumsi susu sapi perah
di Indonesia. Ginting (2000) menemukan bahwa sebagian besar (82 persen)
responden dalam penelitiannya menyatakan alasan mengkonsumsi susu yaitu
untuk menjaga kesehatan, dan hanya sebelas persen yang mengkonsumi susu
karena kebiasaan. Hal tersebut berarti bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai
mengenal gizi yang terkandung di dalam susu. Sebagian besar, usia masyarakat
yang mengkonsumsi susu yaitu anggota keluarga yang berusia 15-20 tahun dan
40-50 tahun. Konsumen susu cenderung tidak memiliki loyalitas merek yang
tinggi. Hal tersebut merupakan informasi yang penting bagi produsen dalam
segmentasi dan pemosisian produk susu yang dihasilkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan susu sapi perah yaitu harga,
jumlah penduduk, jumlah anggota keluarga, selera, tempat tinggal (pedesaan atau
perkotaan), pengeluaran rumah tangga dan pendapatan (Sinaulan 1994; Ginting
2000; Ahmad et al. 2008). Elastisitas pendapatan, elastisitas harga produk susu,
dan elastisitas pengeluaran rumah tangga bersifat inelastis (Ginting 2000; Ahmad
et.al. 2008). Ketiga indikator elastisitas tersebut mengindikasikan bahwa produk
susu di Indonesia dianggap oleh konsumen sebagai barang normal, dan
merupakan barang kebutuhan sehari-hari.
Ahmad et al. (2008) mengemukakan susu yang paling dominan dikonsumsi
oleh penduduk Indonesia yaitu susu kental manis sebanyak 70.4 persen. Konsumsi
susu cair sebesar 20.9 persen, dan 8.7 persen susu bubuk. Sebagian besar
konsumen susu sapi perah merupakan masyarakat perkotaan. Hal tersebut
disebabkan oleh daya beli masyarakat perkotaan dan tingkat pendidikan
masyarakat perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat
pedesaan.

Kompetensi Pelaku Usaha dan Pendapatan Wirausahawan
Pembahasan pada sub bab ini akan diawali dengan tinjauan pustaka
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi kewirausahaan.

14

Selanjutnya yaitu tinjauan pustaka mengenai kompetensi kewirausahaan, dan yang
terakhir adalah tinjauan pustaka mengenai pendapatan wirausahawan.
Kustiari (2012) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kompetensi pembudidaya dalam mengelola usaha budidaya rumput laut polikultur
di perairan Pantai Utara Pulau Jawa. Berdasarkan hasil penelitiannya, kompetensi
pembudidaya dipengaruhi secara nyata oleh peubah efektivitas penyuluhan,
dengan nilai koefisien paling tinggi, dan kemudian berturut-turut diikuti oleh
karakteristik individu dan proses belajar budidaya.
Muatip,et al. (2008) meneliti mengenai kompetensi kewirausahaan peternak
sapi perah di kabupaten Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian
Muatip, et al. (2008), kompetensi kewirausahaan dipengaruhi oleh tingkat latar
belakang pendidikan dan jumlah anggota keluarga, keterbatasan fasilitas,
informasi, dan kebijakan pemerintah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kustiari (2012), dan
Muatip, et al. (2008) dapat dilihat adanya suatu kesamaan mengenai faktor yang
mempengaruhi kompetensi pelaku usaha, yaitu karakteristik individu, dan peranan
pemerintah.
Peranan pemerintah berupa kebijakan yang mendukung kewirausahaan
diteliti oleh Hall, et al (2012). Hall, et al (2012) menemukan bahwa kebijakan
kewirausahaan yang mendukung inovasi lokal akan meningkatkan partisipasi
sosial dan peningkatan pendapatan yang produktif. Selain itu, inovasi lokal akan
menyediakan peluang bagi wirausahawan dalam mengembangkan usaha, dan
sumberdaya pengetahuan yang produktif, dan menyediakan kestabilan
kelembagaan.
Kompetensi kewirausahaan yang paling penting dimiliki oleh
wirausahawan, ditemukan oleh Wu (2009) berbeda menurut skala usaha. Wu
(2009) mengemukakan bahwa kompetensi dalam membangun bakat (building a
mechanism for talent development), merupakan kompetensi yang paling penting
ketika memulai usaha kecil, sedangkan pada usaha besar, kompetensi dalam
pemahaman membuat solusi yang bijak merupakan kompetensi yang penting.
Kompetensi kewirausahaan memiliki hubungan yang positif dengan skala
pengusahaan yang dilakukan oleh peternak sapi perah di Belanda (Bergevoet,
2005). Semakin tinggi skala pengusahaan semakin tinggi pula tingkat kompetensi
peternak sapi perah. Dengan demikian hal yang dapat dilakukan unruk
meningkatkan kompetensi peternak sapi perah di Belanda adalah dengan
meningkatkan peran kelompok peternak
Kegunaan dari penelitian mengenai kompetensi kewirausahaan yaitu untuk
mengurutkan kompetensi kewirausahaan berdasarkan tingkat kepentingan yang
dirasakan oleh wirausahawan . Kompetensi dalam pembuatan keputusan juga
merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki seorang wirausahawan, seperti
apa yang ditemukan oleh Izquierdo, et al. (2005).
Swindall (2010) menemukan bahwa faktor usia, jenis kelamin, warna kulit,
dan pendidikan mempengaruhi pendapatan di California Selatan. Hal tersebut juga
senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bosma, et al. (2000) yang
menunjukkan bahwa sumberdaya manusia lah yang merupakan faktor penting
dalam menentukan kelangsungan hidup usaha baik dari sisi waktu maupun dari
sisi keuntungan. Bosma, et al. (2000) menggunakan variabel sumberdaya

15

manusia, sumberdaya modal, sumberdaya sosial, dan fokus pada bisnis sebagai
variabel bebas dalam penelitiannya.
Penelitian lainnya yang turut mempengaruhi pendapatan wirausahawan
adalah penelitian yang dilakukan oleh Suliyati (2009). Suliyati (2009)
menemukan bahwa faktor pribadi dan faktor modal memiliki bobot yang sama
dalam peningkatan pendapatan wirausahawan.

Sistem Agribisnis Sapi Perah
Sistem agribisnis sapi perah merupakan rangkaian kegiatan yang saling
berkaitan dari subsistem agribisnis hulu, usahatani, pengolahan, dan pemasaran,
serta subsistem jasa dan penunjang. Karena saling keterkaitannya, dapat pula
dikatakan bahwa apabila terjadi ketidakefisienan dalam suatu subsistem dalam
komoditas tersebut, maka akan mempengaruhi subsistem lainnya. Itulah
pentingnya penggambaran suatu sistem agribisnis dilihat dari masing