Asosiasi Ekostruktur Kerang Lokan (Geloina Erosa Solander, 1786) Dan Mangrove Di Pesisir Kahyapu Pulau Enggano Provinsi Bengkulu

ASOSIASI EKOSTRUKTUR KERANG LOKAN (Geloina erosa
Solander, 1786) DAN MANGROVE DI PESISIR KAHYAPU
PULAU ENGGANO PROVINSI BENGKULU

NELLA TRI AGUSTINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Asosiasi Ekostruktur
Kerang Lokan (Geloina erosa Solander, 1786) dan Mangrove di Pesisir Kahyapu
Pulau Enggano Provinsi Bengkulu adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Nella Tri Agustini
NIM C551140191

RINGKASAN
NELLA TRI AGUSTINI. Asosiasi Ekostruktur Kerang Lokan (Geloina erosa
Solander, 1786) dan Mangrove di Pesisir Kahyapu Pulau Enggano Provinsi
Bengkulu. Dibimbing oleh DIETRIECH GEOFFREY BENGEN dan TRI
PRARTONO.
Kerang lokan (Geloina erosa) merupakan salah satu biota konsumsi dan
telah dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir Kahyapu Pulau Enggano. Kerang
lokan sangat berkaitan erat dengan habitatnya yaitu ekosistem mangrove. Jika
habitat mangrove di Pulau Enggano terjaga dengan baik maka ketersediaan kerang
lokan didalamnya akan baik, begitupun sebaliknya. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui sebaran populasi kerang lokan (Geloina erosa) berdasarkan
karakteristik lingkungan serta mengetahui asosiasi kerang lokan (Geloina erosa)
dan mangrove di pesisir Kahyapu Pulau Enggano, sehingga dapat dijadikan
sebagai informasi dasar untuk mendukung pengelolaan kerang lokan (Geloina
erosa) di pesisir Kahyapu Pulau Enggano.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan
Januari 2016 di ekosistem mangrove pesisir Kahyapu Pulau Enggano Provinsi
Bengkulu. Pengambilan data vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan
transek garis (line transect) serta pengambilan sampel kerang lokan (Geloina
erosa) dilakukan menggunakan petak plot/contoh dalam area mangrove.
Pengukuran morfometrik kerang lokan (Geloina erosa) dilakukan di laboratorium
Perikanan Universitas Bengkulu, sementara untuk analisis sampel sedimen
dilakukan di laboratorium tanah Institut Pertanian Bogor.
Sebaran populasi kerang lokan (Geloina erosa) di kawasan penelitian
terbagi menjadi 3 (tiga) kelas ukuran yaitu kelas ukuran kecil, sedang dan besar.
Kerang lokan ukuran sedang merupakan kerang dengan sebaran ukuran yang
paling dominan ditemukan. Kondisi populasi kerang lokan (Geloina erosa)
tergolong bagus, ukuran panjang cangkang kerang lokan tertinggi mencapai 10,7
cm dengan berat tertinggi mencapai 335 gram. Ekostruktur kerang lokan (Geloina
erosa) memiliki keterkaitan erat dengan karakteristik lingkungan dan mangrove,
hal ini terlihat dari sebaran populasi dan asosiasi kerang lokan (Geloina erosa).
Sebaran populasi (Geloina erosa) yang berukuran besar dan sedang menyebar
pada kandungan bahan organik tinggi dengan kondisi substrat halus seperti liat
dan debu, sedangkan yang berukuran kecil dapat menyebar pada keseluruhan tipe
substrat yaitu debu, liat ataupun pasir. Kerang lokan (Geloina erosa) memiliki

asosiasi berbeda dengan jenis mangrove di setiap stasiun penelitian dan hampir
dapat ditemukan berasosiasi dengan jenis mangrove yang ditemukan. Kerang
lokan yang gemuk (montok) memiliki asoasiasi erat dengan spesies Rhizophora
apiculata, yang kerapatan jenisnya tertinggi jika dibandingkan dengan mangrove
lain.
Kata kunci: Geloina erosa, mangrove, Pulau Enggano.

SUMMARY
NELLA TRI AGUSTINI. Ecostructure Association of Lokan Shell (Geloina
erosa Solander, 1786) and Mangrove at Kahyapu Coastal Area of Enggano
Islands Bengkulu Province. Supervised by DIETRIECH GEOFFREY BENGEN
and TRI PRARTONO.
Lokan (Geloina erosa) is a commercial shell / bivalves that have been used
and consumed by local community at Kahyapu Coastal in Enggano Island
(Bengkulu Province). The sustainability of lokan is probably related to the quality
of its habitat, the mangrove ecosystem. This study into show the distribution of
lokan population (Geloina erosa) regarding to the environmental characteristics
and their association with mangrove ecosystem of Kahyapu Coastal, Enggano
Island. This study may be useful to supporting the lokan conservation in that area.
If the mangrove ecosystem habitat is kept maintaning, the availability of lokan

may be sustained and visa versa.
The research was carried out at the mangrove ecosystem at Kahyapu Coast
in Enggano Island from September 2015 to January 2016. Mangrove vegetation
cover was analyzed by employing line transect and lokan samples were collected
by plot frame along the mangrove area. Morfometric analysis of lokan was
conducted at Fisheries Laboratory-Bengkulu University and sediment analysis of
lokan habitat was measured at Soil Laboratory-Bogor Agricultural University.
Results of the study showed that lokan distribution in studied area were
divided in three size classes; small, medium, and large. Medium size of lokan was
found to be dominant in the population. The population quality of lokan in
Kahyapu Coast may suggests to be adequate, as the finding of shell with length
reached to 10.7 cm and weight to 335 g. Furthermore, based on population
distribution and association, the eco-structure of lokan was found to relate to the
environment and mangrove vegetation characteristics. Large and medium lokan
populations were specifically distributed in fine substrates (e.g clay and dust) with
high organic matter content. Meanwhile, small lokan population was detected in
all types of substrates (e.g clay, dust, and sand). Moreover, lokan was also found
to associate with types of mangrove vegetation. Positive allometric of lokan was
detected to associate closely with Rhizophora apiculata, with highest density in
the studied areas.

Keywords : Enggano island, Geloina erosa, mangrove.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ASOSIASI EKOSTRUKTUR KERANG LOKAN (Geloina erosa
Solander, 1786) DAN MANGROVE DI PESISIR KAHYAPU
PULAU ENGGANO PROVINSI BENGKULU

NELLA TRI AGUSTINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Dedi Soedharma, DEA

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah
Asosiasi Ekostruktur Kerang Lokan (Geloina erosa Solander, 1786) dan Mangrove di
Pesisir Kahyapu Pulau Enggano Provinsi Bengkulu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Dietriech Geoffrey
Bengen, DEA dan Bapak Dr Ir Tri Prartono, MSc selaku komisi pembimbing yang telah
banyak memberi saran dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Dedi Soedharma, DEA selaku penguji luar

komisi dan Bapak Dr Ir I Nawan Nurjaya, MSc selaku perwakilan komdik yang telah
memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini. Di samping itu, ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)
melalui program beasiswa tesis disertasi KEP-64/LPDP/2015 yang telah mendanai
penelitian ini hingga selesai.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Marwan Arbi (alm), ibu Nelly
Erwani, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Aditia Wiranata, ST, Randu Enggara, SKel,
Firman, Bapak Agus Tia Enggano, dari Provinsi Bengkulu yang telah banyak
membantu selama proses pengumpulan data di lapangan. Terimakasih juga disampaikan
kepada Juraij Bawazier, MSi dan Aditya Hikmat Nugraha, MSi yang telah bersamasama membantu dalam proses analisis data statistik. Salam hangat tak lupa penulis
sampaikan kepada teman-teman kampus khususnya IKL IPB 2014, yang telah memberi
dukungan dan inspirasi selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016
Nella Tri Agustini

i


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Pikir Penelitian

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

2 METODOLOGI PENELITIAN

3

Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Analisis Data

3
4

4
9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Struktur Populasi Kerang Lokan (Geloina erosa)
Sebaran Ukuran dan Kepadatan Kerang Lokan Berdasarkan Kelas Ukuran
Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Kerang Lokan (Geloina erosa)
Struktur Vegetasi Mangrove
Komposisi Spesies Mangrove
Kerapatan Jenis Mangrove
Karakteristik Lingkungan Mangrove
Sebaran Populasi Kerang Lokan (Geloina erosa) Berdasarkan Karakteristik
Lingkungan
Asosiasi Kerang Lokan (Geloina erosa) dan Mangrove
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran


12
12
14
16
16
17
22
23
26
29
29
29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

48

ii

DAFTAR TABEL
1 Parameter kualitas lingkungan ekosistem mangrove beserta alat dan bahan
analisis
2 Nilai konstanta b, koefisien determinasi (R2) dan faktor kondisi (Kn) di setiap
stasiun penelitian
3 Komposisi spesies mangrove di pesisir Kahyapu Pulau Enggano
4 Komposisi substrat dan parameter lingkungan

4
14
16
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Kerangka pikir penelitian
Peta lokasi stasiun penelitian
Posisi skematik substasiun (transek garis) dan plot pengambilan sampel
Transek garis dengan plot pengambilan sampel dari arah laut ke arah daratan
untuk pengamatan vegetasi mangrove
Transek kuadrat/plot pengambilan sampel vegetasi mangrove berdasarkan
kategori pohon 10 m x10 m, anakan 5 m x 5 m dan semai 1 m x 1 m
Transek kuadrat/plot pengambilan sampel kerang lokan dalam transek
kuadrat/plot berukuran 0,25 m x 0,25 m pada transek kuadrat/plot berukuran 1
mx1m
Dimensi cangkang kerang lokan untuk pengukuran morfometri
Frekuensi individu tiap kelas ukuran kerang lokan (Geloina erosa)
Kepadatan kerang lokan (Geloina erosa) (ind/m2) berdasarkan kelas ukuran di
setiap stasiun penelitian
kepadatan rata-rata kerang lokan (Geloina erosa) (ind/m2) berdasarkan kelas
ukuran di pesisir Kahyapu Pulau Enggano
Tingkat kerapatan pohon mangrove di setiap stasiun penelitian
Tingkat kerapatan rata-rata pohon mangrove di pesisir Kahyapu
Tingkat kerapatan anakan mangrove di setiap stasiun penelitian
Tingkat kerapatan rata-rata anakan mangrove di pesisir Kahyapu
Tingkat kerapatan semai mangrove di setiap stasiun penelitian
Tingkat kerapatan rata-rata semai mangrove di pesisir Kahyapu
Hasil analisis komponen utama pada sumbu utama F1 dan F2
Hasil analisis komponen utama pada sumbu utama F1 dan F3
Hasil analisis faktorial koresponden (Correspondence Analysis, CA) antara
kerang lokan (Geloina erosa) dan mangrove pada sumbu 1 (F1) dan sumbu 2
(F2)

2
3
5
6
7

8
9
12
13
14
18
18
19
19
20
20
24
25

27

iii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Dokumentasi penelitian di pesisir Kahyapu Pulau Enggano
Titik koordinat masing-masing sub stasiun penelitian di Pulau Enggano
Data morfometri kerang lokan (Geloina erosa)
Struktur vegetasi mangrove tingkat pohon di pesisir Kahyapu Pulau Enggano
Struktur vegetasi mangrove tingkat anakan di pesisir Kahyapu Pulau Enggano
Struktur vegetasi mangrove tingkat semai di pesisir Kahyapu Pulau Enggano
Matriks data sebaran populasi kerang lokan berdasarkan karakteristik
lingkungan
Analisis komponen utama (sebaran populasi kerang lokan berdasarkan
karakteristik lingkungan)
Matriks data asosiasi kerang lokan (Geloina erosa) dan mangrove
Analisis koresponden (asosiasi kerang lokan (Geloina erosa) dan mangrove)
Metode pengukuran oksigen terlarut (DO), bahan organik (BO), pH tanah dan
tekstur tanah

35
36
37
39
40
41
42
42
44
44
45

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai salah satu pulau kecil terluar Indonesia di Samudera Hindia, Pulau
Enggano yang terletak di Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu, dikelilingi
oleh kawasan pantai berkarang dan mangrove dengan panjang garis pantai sekitar 112
km. Pulau ini memiliki luas areal sekitar 40.060 hektar dengan sejumlah gugusan pulau
kecil di sekitarnya (Senoaji, 2009; Ta’alidin et al. 2003). Luasan ekosistem mangrove
khususnya di kawasan pesisir Kahyapu sekitar ± 250 Ha (Pemda Kabupaten Bengkulu
Utara, 2012). Disamping ekosistem mangrove, pesisir Kahyapu juga memiliki
ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Keseluruhan ekosistem tersebut dapat
dijumpai berbagai macam jenis biota asosiatif, diantaranya beragam jenis mollusca
seperti gastropoda dan bivalvia.
Kerang lokan (Geloina erosa) merupakan kerang bivalvia yang hidup di
ekosistem mangrove, khususnya pada paparan lumpur dengan ukuran dapat mencapai
11 cm (Gimin et al. 2004). Secara umum, fungsi ekosistem mangrove bagi kerang lokan
diantaranya sebagai tempat berlindung, bernaung dan mencari makan. Degradasi atau
kerusakan ekosistem mangrove dapat berpengaruh pada pertumbuhan kerang lokan.
Dekomposisi serasah yang berasal dari ranting, daun, bunga dan buah mangrove yang
jatuh, akan menjadi sumber makanan bagi bivalvia, crustacea, zooplankton dan lainlain. Pelepasan nutrien dari serasah mangrove berperan penting sebagai supply nutrien
(N dan P) yang pada akhirnya dapat menentukan stok biota perairan (Hamidy, 2002;
Harahab, 2009; Sigit dan Dwiono 2003).
Kerang lokan telah dikonsumsi oleh masyarakat pesisir Kahyapu Pulau Enggano,
dengan harga jual mencapai Rp. 20.000,-/kg. Kandungan gizi biota ini tergolong tinggi
dengan komposisi protein sebesar 7,06% - 16,87%, lemak sebesar 0,40 - 2,47%,
karbohidrat sebesar 2,36-4,95% serta memberikan energi sebesar 69-88 kkal/100 gram
daging. Dengan memperhatikan potensinya sebagai sumber protein hewani, kerang
tersebut perlu dipertimbangkan pengelolaannya (Suaniti, 2007).
Masih minimnya informasi keberadaan dan ketersediaan kerang lokan pada
ekosistem mangrove Pulau Enggano, mendorong dilakukannya penelitian ini yang
mengkaji asosiasi ekostruktur kerang lokan dan mangrove di kawasan Pesisir Kahyapu
Pulau Enggano Provinsi Bengkulu.
Perumusan Masalah
Kerang lokan merupakan salah satu biota konsumsi dan telah dimanfaatkan oleh
masyarakat pesisir Kahyapu Pulau Enggano. Kerang lokan sangat berkaitan erat dengan
habitatnya, yaitu ekosistem mangrove. Jika habitat mangrove di Pulau Enggano terjaga
dengan baik, maka ketersediaan kerang lokan di dalamnya akan baik, begitupun
sebaliknya. Permasalahan yang ada adalah apakah kondisi populasi kerang lokan di
ekosistem mangrove pesisir Kahyapu Pulau Enggano masih baik atau tidak, dan
bagaimanakah sebaran populasi kerang lokan berdasarkan karakteristik lingkungan,
serta apakah kerang lokan sangat berkaitan erat dengan mangrove di kawasan pesisir
Kahyapu Pulau Enggano. Di sisi lain, informasi yang berkaitan dengan sebaran
populasi, asosiasi ekostruktur kerang lokan (Geloina erosa) dan mangrove di kawasan
pesisir Kahyapu Pulau Enggano, masih terbatas.

2

Kerangka Pikir Penelitian
Secara singkat kerangka berpikir dalam pendekatan masalah dari penelitian
mengenai asosiasi ekostruktur kerang lokan (Geloina erosa) dan mangrove di kawasan
Pesisir Kahyapu Pulau Enggano Provinsi Bengkulu disajikan pada Gambar 1.
Kerang lokan (Geloina erosa)
-Kelas ukuran
-Kepadatan (N)
-Pola pertumbuhan
-Faktor kondisi (Kn)
-Sebaran populasi

Mangrove
-Komposisi jenis
-Kerapatan jenis (Ki)

Asosiasi
ekostruktur
-Asosiasi
kerang lokan
dan mangrove

Air/Sedimen
(Suhu, Salinitas, DO,
pH, Bahan Organik,
Fraksi Substrat).
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menilik sebaran populasi kerang lokan berdasarkan karakteristik lingkungan.
2. Mengkaji asosiasi kerang lokan dan mangrove di kawasan pesisir Kahyapu
Pulau Enggano.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Tersedianya informasi mengenai sebaran populasi kerang lokan berdasarkan
karakteristik lingkungan.
2. Tersedianya informasi mengenai asosiasi kerang lokan dengan mangrove di
kawasan pesisir Kahyapu Pulau Enggano.
3. Tersedianya informasi untuk mendukung pengelolaan kerang lokan di kawasan
pesisir Kahyapu Pulau Enggano.

3

2 METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2015 sampai dengan Januari
2016 di ekosistem mangrove pesisir Kahyapu Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu
(Gambar 2). Pengamatan dilakukan pada empat stasiun yang mewakili kawasan pesisir
Kahyapu, yang terbagi atas pantai berpasir hingga lempung berpasir dan cukup jauh dari
pemukiman (stasiun 1), wilayah dekat aliran air tawar dan pemukiman penduduk
(stasiun 2), pantai pasir berlumpur dan banyak aktivitas penduduk didalamnya (stasiun
3), pantai pasir berkarang dan berada dekat Teluk Kiyokwa serta berhadapan dengan
Pulau Bangkai (stasiun 4). Posisi geografis sub stasiun dari masing-masing stasiun
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 2 Peta lokasi stasiun penelitian

4

Alat dan Bahan
Bahan dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel
1.
Tabel 1 Parameter kualitas lingkungan ekosistem mangrove beserta alat dan bahan
analisis.
No. Kualitas Lingkungan
Satuan
Alat Analisis
Bahan Analisis
Parameter Fisik
1. Suhu (in situ)
˚C
Thermometer
Air
1.
2.

Parameter Kimia
Salinitas (in situ)
DO (in situ)

1.
2.
3.

Kualitas Sedimen
pH
Bahan organik
Tekstur sedimen

1.

Biologi
Kerang lokan

2.

Mangrove

Ppt
mg/l

Refraktometer
Titrasi

Air
Air

(%)
(%)

pH meter
Spektrofotometer
Metode pipet

Sampel sedimen
Sampel sedimen
Sampel sedimen

Jangka sorong

Kerang lokan

Timbangan analitik
Meteran,
Counter meter

Area mangrove

Panjang
(mm)
Berat (kg)
Ind/ha

Prosedur Penelitian
Penentuan Stasiun Penelitian
Pengamatan dilakukan pada empat stasiun yang telah ditetapkan, masing-masing
stasiun ditentukan tiga transek garis sebagai sub stasiun (Gambar 3), dimana jarak antar
transek garis sekitar 350 meter. Stasiun 1 terletak di wilayah perbatasan antara pesisir
Kahyapu dan Kaana dengan kondisi pantai berpasir hingga lempung berpasir. Kondisi
stasiun 1 terletak cukup jauh dari pemukiman yang dekat dengan garis pantai. Stasiun 2
terletak dekat pemukiman penduduk yang dekat dengan muara sungai. Stasiun 3
ditempatkan di wilayah pantai berlumpur hingga lumpur berpasir. Stasiun 4 terletak di
wilayah ujung dari pesisir Kahyapu dengan kondisi pantai pasir berkarang, terletak
dekat teluk Kiyokwa dan Pulau Bangkai serta berlokasi cukup jauh dari pemukiman
penduduk. Penempatan keseluruhan stasiun penelitian juga disesuaikan pada
keterwakilan wilayah mangrove di kawasan pesisir Kahyapu Pulau Enggano.

5

Gambar 3 Posisi skematik sub stasiun (transek garis) dan plot pengambilan sampel
Pengambilan Sampel Vegetasi Mangrove
Sampel vegetasi mangrove diambil pada setiap stasiun dengan menggunakan
transek garis (line transect) secara vertikal dari garis pantai ke arah daratan sebanyak 3
(tiga) transek garis sebagai sub stasiun (Bengen, 2002). Setiap transek garis (line
transect) terdapat 3 (tiga) transek kuadrat/plot pengambilan sampel dengan ukuran
setiap transek kuadrat/plot sebesar 10m x 10m (Gambar 4). Penentuan jarak antar plot
pengambilan sampel didasari pada kondisi substrat yang berbeda di 3 (tiga) zonasi
mangrove, yaitu plot pengambilan sampel pada zona pinggir pantai (seaward zone),
zona tengah (middle zone) dan zona daratan (landward zone). Panjang transek garis
(line transect) bergantung kepada ketebalan ekosistem mangrove di setiap stasiun
pengamatan. Data sampel vegetasi mangrove yang ditemukan dalam plot pengambilan
sampel diamati untuk menghitung jumlah jenis dan kerapatannya.

6

10 m

10 m

10 m

10 m

10 m

10 m

DARAT

L
A

±350 m

U
T

Transek kuadrat
±350 m

Transek garis

Gambar 4 Transek garis dengan plot pengambilan sampel dari arah laut ke arah daratan
untuk pengamatan vegetasi mangrove
Data sampel vegetasi mangrove yang diambil dari tiap transek kuadrat/plot
dengan kategori sebagai berikut (Sofian et al. 2012) :
1. Kategori pohon, dengan diameter batang ≥10 cm dan tinggi tumbuhan ≥ 1,5 m.
Sampel diamati dan diambil dari transek kuadrat/plot berukuran 10 m x 10 m.
2. Kategori anakan, dengan diameter batang < 10 cm dan tinggi tumbuhan ≥ 1,5 m.
Sampel diamati dan diambil dari transek kuadrat/plot berukuran 5 m x 5 m yang
diletakkan pada transek kuadrat/plot 10 m x 10 m.
3. Kategori semai, dengan tinggi tumbuhan < 1,5 m. Sampel diamati dan diambil
dari transek kuadrat/plot berukuran 1 m x 1 m yang diletakkan pada transek
kuadrat/plot berukuran 10 m x 10 m.
Contoh skematik transek kuadrat pengambilan sampel vegetasi mangrove
berdasarkan kategori pohon, anakan dan semai dapat dilihat pada Gambar 5.
Selanjutnya untuk identifikasi jenis mangrove dilakukan langsung di lokasi penelitian,
dimana sampel yang diambil seperti bentuk daun, bunga dan buah mangrove.
Identifikasi mangrove menggunakan buku panduan pengenalan mangrove karangan
Noor et al. (2006).

7

10 m

1m

5m

1m

Semai

10 m

Anakan
5m

Pohon
Gambar 5 Transek kuadrat/plot pengambilan sampel vegetasi mangrove berdasarkan
kategori pohon 10 m x 10 m, anakan 5 m x 5 m, dan semai 1 m x 1 m
(Undayana et al. 1999)
Pengukuran Kualitas Air dan Sedimen
Pengukuran kualitas air yang dilakukan secara langsung di lapangan pada setiap
sub stasiun penelitian, meliputi parameter suhu, salinitas dan oksigen terlarut (DO),
sedangkan pengukuran kualitas sedimen dilakukan di laboratorium, dimana sampel
sedimen diambil dari setiap sub stasiun dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong
plastik untuk kemudian disimpan di dalam cool box. Pengukuran suhu dilakukan
dengan cara mencelupkan thermometer ke dalam air di permukaan (0-1 m), sedangkan
pengukuran salinitas dilakukan dengan cara meneteskan sampel air yang di ambil dari
permukaan (0-1 m) pada refraktometer. Pengukuran oksigen terlarut (DO) dilakukan
dengan menggunakan metode titrasi Winkler (Lampiran 11). Analisis sampel sedimen
dilakukan di Laboratoriun tanah Institut Pertanian Bogor, dimana kualitas sedimen yang
diukur meliputi pH tanah, bahan organik dan tekstur tanah. Metode pengukuran pH
tanah dilakukan dengan menggunakan pH meter, pengukuran kandungan bahan organik
dilakukan dengan metode Walkey-Black, sedangkan pengukuran tekstur tanah
dilakukan dengan metode pipet. Metode pengukuran dari masing-masing kualitas
sedimen secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 11.

8

Pengambilan Sampel Kerang Lokan
Pengambilan sampel kerang lokan pada setiap stasiun penelitian dilakukan dengan
menggunakan transek kuadrat/plot berukuran 0,25 m x 0,25 m sebanyak 5 transek
kuadrat/plot dalam setiap transek kuadrat/plot berukuran 1 m x 1 m pada setiap transek
kuadrat/plot mangrove berukuran 5 m x 5 m (Gambar 6). Kerang lokan dalam setiap
transek kuadrat/plot diambil secara manual dari permukaan substrat hingga kedalaman
15-20 cm. Sampel kerang lokan yang diperoleh dari setiap transek kuadrat/plot
pengambilan sampel dimasukkan ke dalam plastik sampel yang sudah diberi label atau
kode stasiun pengamatan, dan lebih lanjut dianalisis di Laboratorium Perikanan Jurusan
Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu.
5m

0,25 m

1m

1m
1m

5m

0,25 m

1m

1m
1m

1m

1m

1m

1m

1m

1m

Gambar 6 Transek kuadrat/plot pengambilan sampel kerang lokan dalam transek
kuadrat/plot berukuran 0,25 m x 0,25 m pada transek kuadrat/plot
berukuran 1 m x 1 m

Pengukuran Morfometri dan Berat Kerang Lokan
Morfometri kerang lokan yang diukur mencakup panjang cangkang (PC), tinggi
cangkang (TC) dan lebar atau tebal cangkang (LC) (Gambar 7). Pengukuran morfometri
ini mengikuti Kong et al. (2007). Panjang cangkang (PC) diukur dengan menarik garis
lurus secara horizontal dari tepi paling anterior cangkang hingga ke tepi paling
posterior. Tinggi cangkang (TC) diukur dengan menarik garis lurus secara vertikal dari
tepi atas cangkang hingga ke tepi paling bawah cangkang. Lebar atau tebal cangkang
(LC) adalah jarak vertikal terjauh antara bagian atas dan bawah cangkang apabila
kerang diamati secara lateral. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan vernier
caliper (jangka sorong). Untuk penimbangan berat kerang lokan dilakukan di
laboratorium perikanan Universitas Bengkulu dengan menggunakan timbangan
OHAUS Precision plus, dengan ketelitian 0,001 gr.

TC

9

PC

LC

Gambar 7 Dimensi cangkang kerang lokan untuk pengukuran morfometri (Kong et al.
2007)
Analisis Data
Analisis Kerang Lokan (Geloina erosa)
Penentuan Kelas Ukuran
Penentuan frekuensi ukuran panjang kerang meliputi; (1) menentukan wilayah
kelas (R) = panjang maksimal-panjang minimal; (2) menentukan jumlah kelas (K) = 1 +
3,32 log N│N = jumlah contoh; (3) menentukan interval kelas (KI) = R/K. Selanjutnya
memilih ujung kelas interval pertama dan menentukan frekuensi panjang untuk masingmasing selang kelas (Walpole, 1992).
Kepadatan Kerang lokan
Kepadatan kerang lokan (Geloina erosa) dinyatakan dalam individu per meter
kuadrat. Untuk menghitung kepadatan kerang lokan menggunakan rumus (Krebs,
1980):
N = ( ni / A)
dimana N adalah kepadatan kerang lokan (ind/m2),
(individu) dan A adalah luas area (m2).

ni adalah jumlah kerang jenis-i

Hubungan Panjang Berat
Perumusan hubungan panjang berat menurut rumus Hile (1936) dinyatakan
sebagai berikut (Effendie, 1992):
W = aLb

(2)

10

dimana W adalah berat individu yang teramati, L adalah panjang cangkang (mm), a dan
b adalah konstanta.
Faktor Kondisi
Effendie (1997) menjelaskan bahwa faktor kondisi (Kn) menunjukkan bahwa
keadaan baik suatu biota dilihat dari segi kapasitas fisik secara biologis untuk survival
dan reproduksi. Dalam penggunaan secara komersial, faktor kondisi mempunyai arti
kualitas dan kuantitas daging yang tersedia untuk dimakan. Menurut Effendie (1979)
perumusan faktor kondisi dinyatakan sebagai berikut:
Kn = Wb / aLb

(3)

dimana Kn adalah faktor kondisi relatif, Wb adalah berat individu yang teramati, L
adalah panjang cangkang (mm), a dan b adalah konstanta.

Analisis Vegetasi Mangrove
Analisis vegetasi mangrove meliputi jumlah jenis dan kerapatan jenis mangrove.
Untuk menghitung kerapatan jenis mangrove menggunakan rumus (Bengen, 2004):
Ki =ni / A

(4)

dimana Ki adalah kerapatan jenis i, ni adalah jumlah total individu ke i dan A adalah luas
total area pengambilan contoh (m2).
Analisis Sebaran Populasi Kerang Lokan Berdasarkan Karakteristik Lingkungan
Sebaran populasi kerang lokan berdasarkan karakteristik lingkungan dianalisis
menggunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis atau PCA).
Analisis komponen utama menampilkan data dalam bentuk grafik, dimana informasi
maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data, terdiri dari stasiun penelitian
sebagai individu (baris) dan variabel lingkungan serta jumlah kerang lokan (kerang
lokan kecil, sedang, dan besar) (kolom). Analisis ini memungkinkan suatu representasi
yang lebih mudah dibaca atau di interpretasikan pada struktur data dengan hanya
menarik informasi esensial (Bengen, 2000).
Bengen (2000) menjelaskan lebih lanjut bahwa tabel/matriks data mempunyai
bentuk yang homogen, sehingga variasi dari suatu unit dapat diinterpretasikan dengan
cara identik untuk setiap variabel. Data variabel biofisik perairan dan sedimen yang
diperoleh tidak memiliki pengukuran yang sama, maka sebelum dilakukan analisis
komponen utama, data tersebut perlu dipusatkan dan direduksi (rata-rata dari setiap
variabel dibawa ke nol melalui pengurangan, sedangkan simpangan baku dibawa ke
asatu satuan dengan membagi setiap nilai oleh ragam/varians asal. Rumus yang
digunakan untuk melakukan normalisasi data yaitu:
C= Ni – x

(5)

11

dimana C adalah nilai pemusatan, Ni adalah nilai asli variabel dan x adalah nilai ratarata variabel. Sementara itu untuk melakukan pereduksian data menggunakan rumus
sebagai berikut :
R=C/S

(6)

dimana R adalah nilai pereduksian, C adalah nilai pemusatan dan S adalah nilai
simpangan baku variabel.
Untuk menentukan hubungan antara dua variabel digunakan suatu pendekatan
matriks korelasi dari indeks sintetik (Ludwig and Reynods, 1988) yaitu:
R sxs = A sxn A t nxs

(7)

dimana R s x s adalah matriks korelasi r ij, A s x n adalah matriks indeks sintesis r ij dan At
n x s adalah matriks transposes (pertukaran baris dan kolom) dari matriks A.
Analisis Komponen utama menggunakan pengukuran jarak Euclidean (jumlah
kuadrat perbedaan antara individu untuk variabel yang berkoresponden) pada data.
Jarak Euclidean menggunakan rumus sebagai berikut:
d 2 (i, i’) =

( X ij - X i’ j )2

(8)

dimana i, i; adalah dua baris dan j adalah indeks kolom (bervariasi dari 1 hingga p).
Semakin kecil jarak euclidean antar stasiun maka semakin mirip karakteristik biofisik
perairan sedimen antar dua stasiun tersebut begitupun sebaliknya, semakin besar jarak
euclidean yang didapatkan maka semakin berbeda karakteristik biofisik perairan dan
sedimen antar stasiun tersebut.
Asosiasi Kerang Lokan dan Mangrove
Asosiasi kerang lokan dan mangrove dilakukan dengan menggunakan Analisis
Faktorial Koresponden (Correspondence Analysis atau CA) (Bengen, 2000). Analisis
ini bertujuan untuk melihat bagaimana asosiasi antara kerang lokan dan mangrove.
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program Xlstat. Sebelumnya harus
ditentukan terlebih dahulu matriks data yaitu matriks data I baris (kategori kerang lokan;
kecil, sedang, besar) dan J Kolom (jenis mangrove dan kerapatan mangrove).

12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Populasi Kerang Lokan (Geloina erosa)
Sebaran Ukuran dan Kepadatan Kerang Lokan Berdasarkan Kelas Ukuran

Frekuensi (Individu)

Pada keseluruhan stasiun penelitian didapatkan kerang lokan (Geloina erosa)
sebanyak 80 individu yang terbagi menjadi 8 kelas (interval: 9,29 mm) (Gambar 8).
Sebaran ukuran kerang lokan terbagi menjadi tiga kelas ukuran yaitu kelas ukuran kecil
(39,00-66,89 mm), sedang (66,90-85,49 mm) dan besar (≥85,50 mm). Sebaran ukuran
kerang lokan tertinggi terdapat pada kelas ukuran sedang (66,90-85,49 mm) yaitu
sebanyak 40 individu dan terendah terdapat pada kelas ukuran kecil (39,00-66,89 mm)
yaitu sebanyak 17 individu (Gambar 8). Sebaran kerang lokan ukuran sedang
merupakan kelas ukuran kerang yang paling dominan ditemukan di kawasan penelitian.
Hasil yang sama juga didapatkan oleh Silviana et al. (2014) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa persentase sebaran kerang lokan berukuran sedang adalah paling
tinggi, diikuti oleh kerang lokan berukuran besar, sedangkan kerang lokan berukuran
kecil merupakan kerang dengan persentase sebaran paling rendah. Faktor yang paling
berpengaruh terhadap penentuan sebaran ukuran kerang lokan adalah tipe substrat serta
kondisi lingkungan habitat yang ada di kawasan penelitian. Kerang lokan ukuran besar
menyukai substrat lumpur berpasir untuk berkembangbiak, sedangkan kerang lokan
ukuran kecil lebih memilih substrat dengan persentase pasir lebih banyak karena
mampu menyediakan oksigen yang banyak. (Nursal et al. 2005).
25
20
15
10
5
0

Kelas Ukuran (mm)

Gambar 8 Frekuensi individu tiap kelas ukuran kerang lokan (Geloina erosa)
Kepadatan kerang lokan di stasiun 1 tertinggi terdapat pada kelas ukuran sedang
yaitu 0,47 ind/m2 dan terendah terdapat pada kelas ukuran kecil yaitu 0,2 ind/m2.
Stasiun 2, kepadatan kerang lokan tertinggi terdapat pada kelas ukuran sedang yaitu
0,33 ind/m2 dan terendah terdapat pada kelas ukuran besar yaitu 0,02 ind/m2. Stasiun 3
dan stasiun 4, kepadatan kerang lokan tertinggi terdapat pada kelas ukuran besar yaitu
0,09 ind/m2 dan terendah terdapat pada kelas ukuran sedang yaitu 0,04 ind/m2, nilai
kepadatan yang di dapatkan di stasiun 3 dan 4 tergolong paling rendah jika
dibandingkan dengan stasiun lainnya (Gambar 9).

13

Kepadatan kerang lokan
(ind/m2)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
K

S

B

Stasiun 1

K

S

B

Stasiun 2

S

B

Stasiun 3

S

B

Stasiun 4

Stasiun Penelitian

Gambar 9 Kepadatan kerang lokan (Geloina erosa) (ind/m2) berdasarkan kelas ukuran
di setiap stasiun penelitian
Keterangan :
K: Kecil

S: Sedang

B: Besar

Kepadatan kerang lokan yang didapatkan berbeda di setiap stasiun penelitian,
kepadatan kerang lokan tertinggi terdapat pada kelas ukuran sedang di stasiun 1 yaitu
sebesar 0,47 ind/m2, sedangkan kepadatan terendah terdapat pada kelas ukuran besar di
stasiun 2 yaitu sebesar 0,02 ind/m2. Kerang lokan ukuran sedang merupakan kerang
dengan kepadatan rata-rata tertinggi, sedangkan kerang lokan ukuran kecil merupakan
kerang dengan kepadatan rata-rata terendah yang ditemukan di kawasan penelitian
(Gambar 10). Kepadatan kerang lokan di keseluruhan stasiun penelitian tergolong
rendah yaitu berkisar antara 0,02 ind/m2-0,47 ind/m2 (Gambar 9). Hal ini berbeda jauh
jika dibandingkan dengan kepadatan kerang lokan di ekosistem mangrove Belawan
yaitu berkisar antara 1,36-3,21 ind/m2 dimana vegetasi mangrove yang mendominasi
adalah Nypa fruticans (Hasan et al. 2014). Perbedaan jenis vegetasi mangrove yang
ditemukan di kawasan penelitian juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap kelimpahan kerang lokan didalamnya. Jenis mangrove yang mendominasi di
kawasan penelitian adalah Rhizophora apiculata, secara morfologi dan habitatnya kedua
jenis ini memiliki kondisi yang berbeda, Nypa fruticans hidup pada kondisi habitat yang
stabil akan oksigen karena berada di permukaan, sedangkan jenis Rhizophora apiculata
hidup pada kondisi habitat yang terkadang tidak stabil akan oksigen, dimana
perombakan dekomposisi serasah oleh bakteri pada substrat terjadi lebih tinggi,
sehingga mengurangi kadar oksigen di dalamnya.
Kepadatan kerang lokan di stasiun 3 dan 4 paling rendah jika dibandingkan
dengan kedua stasiun lainnya. Beberapa hal yang mungkin tidak mendukung
perkembangbiakan kerang lokan di stasiun 3 dan 4 dengan baik yaitu adanya indikasi
ketiadaan reqruitment dan adanya gangguan terhadap siklus perkembangbiakan. Proses
reqruitment ini seharusnya dapat terjadi jika kerang lokan tidak keluar dari sistem. Salah
satu faktor terjadinya hal tersebut diduga adanya aktivitas pengambilan kerang lokan
yang tidak selektif oleh masyarakat. Aktivitas tersebut berpengaruh pada pola
reproduksi kerang, dimana kerang lokan berukuran besar diduga tidak sempat
melakukan pemijahan dan bereproduksi dikarenakan sebelum waktunya memijah
kerang tersebut sudah diambil dalam jumlah banyak, akibatnya berpengaruh pada

14

pertumbuhan populasi kerang lokan sehingga populasi kerang menjadi terganggu
terkhusus populasi kerang muda.
Secara keseluruhan, hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat variasi di
lokasi pengamatan baik menurut kepadatan dan ukuran kerang lokan. Kepadatan kerang
lokan tertinggi terdapat di stasiun 1 dan yang terendah terdapat di stasiun 3 dan stasiun
4, sedangkan kepadatan rata-rata kerang lokan tertinggi terdapat pada kerang lokan
ukuran sedang dan yang terendah terdapat pada kerang lokan ukuran kecil (Gambar 9
dan Gambar 10).

Kepadatan (ind/m2)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Kecil

Sedang

Besar

Kerang Lokan (Geloina erosa)

Gambar 10 Kepadatan rata-rata kerang lokan (Geloina erosa) (ind/m2) berdasarkan
kelas ukuran di pesisir Kahyapu Pulau Enggano
Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Kerang lokan (Geloina erosa)
Nilai hubungan panjang berat dan faktor kondisi (Kn) kerang lokan (Geloina
erosa) di setiap stasiun penelitian ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai konstanta b, koefisien determinasi (R2) dan faktor
stasiun penelitian
Kerang Lokan (Geloina erosa)
Stasiun
Kecil
Sedang
b
R2
Kn
B
R2
Kn
1
3,21
0,97
1,08
2,94
0,84
1,02
2
4,01
0,84
1,01
2,99
0,93
1,01
3
- 16,79
1
1,03
4
1,32
1
0,99

kondisi (Kn) di setiap

b
3,03
0
1,67
1,62

Besar
R2
0,68
0
0,83
0,80

Kn
1,01
0
1
2,52

Sumber : Data primer (2015).
Keterangan :
b: Konstanta
R2: Koefisien determinasi
Kn : Faktor kondisi
- : tidak ditemukan kerang lokan

Pola pertumbuhan kerang lokan pada tiap kelas ukuran menunjukkan hasil yang
berbeda dengan nilai koefisien determinasi (R2) mendekati 1 (Tabel 2), hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara panjang total dan berat kerang lokan (Geloina
erosa) sangat erat. Pola pertumbuhan kerang lokan ukuran kecil, kerang lokan ukuran
sedang di stasiun 3 serta kerang lokan ukuran besar di stasiun 1 menunjukkan nilai b > 3
(Tabel 2), dimana pertambahan berat/bobot lebih cepat daripada pertambahan panjang

15

cangkang (allometrik positif), hal ini dapat diartikan bahwa energi yang tersimpan lebih
banyak digunakan untuk pertumbuhan berat, sedangkan pola pertumbuhan kerang lokan
ukuran sedang di stasiun 1, 2 dan 4 serta kerang lokan ukuran besar di stasiun 3 dan 4
menunjukkan nilai b < 3 (Tabel 2), dimana pertambahan panjang cangkang lebih besar
daripada pertambahan berat/bobot (allometrik negatif), hal ini dapat diartikan bahwa
energi yang tersimpan lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan panjang. Perbedaan
nilai konstanta b menunjukkan bahwa adanya pola pertumbuhan berbeda pada tiap kelas
ukuran di setiap stasiun penelitian. Taunay (2013) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa hubungan panjang berat tidak selalu bernilai tetap, nilainya dapat berubah dan
berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Perbedaan pola pertumbuhan kerang
lokan dari setiap kelas ukuran di kawasan penelitian dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan terutama substrat, kesesuian perairan dan ketersediaan makanan yang dapat
mendukung pertumbuhan kerang (Aldrich, 1986; Jamabo et al. 2009; Tamsar et al.
2013). Mzighani (2005) menyatakan bahwa semakin banyak jenis makanan yang di
konsumsi oleh suatu organisme maka akan meningkatkan ukuran gonad, sehingga akan
mempengaruhi ukuran tubuh organisme tersebut.
Faktor kondisi (Kn) kerang lokan di stasiun 1 tertinggi terdapat pada kelas ukuran
kecil yaitu 1,084 dan terendah terdapat pada kelas ukuran besar yaitu 1,01 (Tabel 2).
Stasiun 2, faktor kondisi tertinggi terdapat pada kelas ukuran sedang yaitu sebesar 1,014
dan terendah terdapat pada kelas ukuran besar yaitu 0. Stasiun 3, faktor kondisi tertinggi
terdapat pada kelas ukuran sedang yaitu sebesar 1,03 dan terendah terdapat pada kelas
ukuran besar yaitu 1,004. Stasiun 4, faktor kondisi tertinggi terdapat pada kelas ukuran
besar yaitu sebesar 2,524 dan terendah terdapat pada kelas ukuran sedang yaitu 0,998.
Nilai faktor kondisi yang didapatkan tidak berbeda secara signifikan di setiap stasiun
penelitian dan merupakan nilai normal untuk faktor kondisi (Kn) pada kerang lokan
(Tabel 2). Faktor kondisi tertinggi terdapat pada kerang lokan ukuran besar di stasiun 4
yaitu sebesar 2,52, sedangkan faktor kondisi terendah terdapat pada kerang lokan
ukuran besar di stasiun 2 yaitu 0.
Kerang lokan ukuran besar merupakan kerang dengan nilai rataan faktor kondisi
tertinggi yang ditemukan di kawasan penelitian, hal ini mengindikasikan bahwa tingkat
kemontokan (kegemukan) kerang lokan ukuran besar lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kedua kelas ukuran lainnya. Keseluruhan nilai rataan faktor kondisi yang
didapatkan lebih dari 1 (Kn > 1), hal ini mengindikasikan bahwa kondisi kerang lokan di
kawasan penelitian tergolong baik terutama untuk tingkat kemontokannya. Hasil yang
sama juga didapatkan oleh Natan (2008) dalam penelitiannya bahwa nilai rataan faktor
kondisi didapatkan lebih dari 1, hal ini mengindikasikan bahwa aspek biologi dan
ekologi kerang lumpur di kawasan penelitian sangat baik terutama untuk derajat
kemontokan, pertumbuhan dan reproduksi. Selanjutnya Effendie (1997) menjelaskan
bahwa faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan/kerang dilihat dari segi kapasitas fisik
untuk survival dan reproduksi serta secara komersil memiliki arti bahwa kondisi ini
menunjukkan kualitas dan kuantitas daging ikan/kerang yang tersedia untuk dapat
dimakan. Perbedaan faktor kondisi pada setiap kelas ukuran kerang dapat disebabkan
oleh faktor umur serta strategi reproduksi dari setiap individu, hal ini dapat menentukan
apakah suatu individu mengumpulkan energi untuk pertumbuhannya ataukah untuk
persiapan reproduksi (Beesley et al. 1998).
Pola pertumbuhan kerang lokan yang bersifat allometrik negatif dimana
pertambahan panjang cangkang lebih besar daripada pertambahan berat/bobot terdapat
pada kerang lokan ukuran sedang di stasiun 1, 2 dan 4 serta kerang lokan ukuran besar

16

di stasiun 3 dan 4. Sebaliknya, yang bersifat allometrik positif dimana pertambahan
berat/bobot lebih besar daripada pertambahan panjang cangkang terdapat pada semua
kerang lokan ukuran kecil, ukuran sedang di stasiun 3 dan ukuran besar di stasiun 1.
Nilai faktor kondisi (Kn) tertinggi terdapat di stasiun 4, sedangkan yang terendah
terdapat di stasiun 2. Pola pertumbuhan juga menunjukkan perbedaan antar fase
pertumbuhan, walaupun sedikit perbedaan terutama di stasiun 1 dan 2.

Struktur Vegetasi Mangrove
Komposisi Spesies Mangrove
Komposisi spesies mangrove yang ditemukan di pesisir Kahyapu Pulau Enggano
Provinsi Bengkulu terdiri atas 6 (enam) spesies mangrove sejati yaitu Avicennia lanata,
Bruguiera gymnorrhiza, Lumnitzera littorea, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba
dan Xylocarpus granatum, serta 5 (lima) spesies mangrove ikutan (Tabel 3).
Tabel 3 Komposisi spesies mangrove di pesisir Kahyapu Pulau Enggano
No. Jenis Mangrove
Stasiun
I
II
III
1
Avicennia lanata
+
2
Bruguiera gymnorrhiza
+
+
+
3
Lumnitzera littorea
+
4
Rhizophora apiculata
+
+
+
5
Sonneratia alba
+
+
6
Xylocarpus granatum
+
+
+
7
Barringtonia asiatica *
+
+
8
Hibiscus tiliaceus L *
+
+
+
9
Nypa fruticans *
+
10 Pandanus tectorius *
+
+
11 Thespesia populnea *
+
-

IV
+
+
+
+
+
-

Sumber : Data primer (2015).
Keterangan : + Ada jenis mangrove.
- Tidak ada jenis mangrove.
* Jenis tumbuhan non-mangrove (mangrove ikutan).

Komposisi spesies mangrove yang paling banyak ditemukan yaitu di stasiun 2
(Tabel 3). Stasiun 2 terletak dekat pemukiman penduduk dengan pengaruh aliran air
tawar cukup tinggi sehingga kondisi salinitas relatif rendah, stasiun ini memiliki kondisi
perairan lebih tenang dan terlindung dari hempasan ombak. Banyaknya jumlah
komposisi spesies mangrove di stasiun 2 diduga kondisi lingkungan baik substrat
maupun salinitas masih bisa ditoleransi oleh berbagai spesies mangrove. Komposisi dan
pertumbuhan mangrove yang beranekaragam dipengaruhi oleh suplai air tawar dari
sungai yang bermuara ke laut serta kesesuaian habitat setiap jenis terhadap iklim dan
kondisi geografis pesisir (Duke et al. 1998).
Spesies mangrove sejati yang paling sering ditemukan di kawasan penelitian yaitu
spesies Bruguiera gymnorrhiza dan Rhizophora apiculata, sedangkan yang paling
jarang ditemukan yaitu spesies Avicennia lanata, Lumnitzera littorea dan Nypa

17

fruticans (Tabel 3). Darmadi dan Ardhana (2010) menyatakan bahwa hutan mangrove
sering disebut sebagai hutan bakau karena tumbuhan bakau atau suku Rhizophoraceae
sering mendominasi tumbuh pada hutan tersebut dimana suku Rhizophoraceae meliputi
Rhizophora apiculata dan spesies lainnya seperti Bruguiera gymnorrhiza. Sofian et al.
(2012) mengemukakan bahwa kedua jenis ini memiliki keunggulan dalam
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Hampir semua spesies Rhizophora
bersifat vivipar, dimana bijinya berkecambah saat masih menempel di tumbuhan
induknya (Duke, 2006). Selanjutnya Nybakken (1988) menyatakan bahwa pada
perkembangan dan penebaran benih/semai jenis mangrove tertentu (Rhizophora,
Bruguiera) memiliki perkembangan untuk tumbuh lebih baik, berkembang sendiri di
perairan lautan dan memiliki perkembangan bentuk yang khusus, kemudian benih
tersebut ketika masih pada tumbuhan induk, berkecambah dan mulai tumbuh didalam
semaian tanpa mengalami istirahat. Morfologi propagul Rhizophora juga mampu
mengapung secara efektif di perairan sehingga dapat membuatnya tersebar dan
terdistribusi pada wilayah yang luas dengan bantuan arus laut, jenis ini juga ditemukan
di berbagai lingkungan dengan kondisi berbeda dan tersebar secara luas (Duke et al.
1998; Ewel et al. 1998; Hogarth, 1998).
Beberapa spesies mangrove yang jarang ditemukan di kawasan penelitian seperti
Avicennia lanata dan Lumnitzera littorea (Tabel 3), diduga penyebaran benih/semai
mangrove tidak berkembang dengan baik. Darmadi dan Ardhana (2010) dalam
penelitiannya menampilkan hasil bahwa jumlah Avicennia lanata di kawasan penelitian
tergolong paling sedikit ditemukan pada plot pengambilan sampel. Penelitian lainnya
yang dilakukan oleh Sinfuego and Buot (2014) menampilkan hasil bahwa kelompok
Avicennia banyak ditemukan pada wilayah yang selalu tergenang oleh air laut.
Selanjutnya, untuk spesies Lumnitzera littorea mampu tumbuh pada wilayah dengan
kondisi substrat halus dan berlumpur pada bagian pinggir daratan di daerah mangrove
(Darmadi et al. 2012; Noor et al. 2006).
Secara keseluruhan, komposisi spesies mangrove tertinggi terdapat di stasiun 2,
sedangkan yang terendah terdapat di stasiun 4, untuk komposisi spesies mangrove yang
paling sering ditemukan terdapat pada spesies Bruguiera gymnorrhiza dan Rhizophora
apiculata, sedangkan yang jarang ditemukan yaitu Avicennia lanata dan Lumnitzera
littorea.
Kerapatan Jenis Mangrove
Kerapatan jenis mangrove tertinggi tingkat pohon di stasiun 1 dijumpai pada
Rhizophora apiculata (711 ind/ha) dan terendah dijumpai pada Barringtonia asiatica
(11 ind/ha). Stasiun 2, kerapatan jenis mangrove tertinggi dijumpai pada Rhizophora
apiculata (378 ind/ha) dan terendah dijumpai pada Thespesia populnea dan Pandanus
tectorius (11 ind/ha). Stasiun 3, kerapatan jenis mangrove tertinggi dijumpai pada
Rhizophora apiculata (589 ind/ha) dan terendah dijumpai pada Nypa fruticans (11
ind/ha). Stasiun 4, kerapatan jenis mangrove tertinggi dijumpai pada Rhizophora
apiculata (1033 ind/ha) dan terendah dijumpai pada Sonneratia alba (11 ind/ha)
(Gambar 11). Kerapatan jenis mangrove tingkat pohon yang didapatkan berbeda di
setiap stasiun penelitian. Kerapatan jenis mangrove tingkat pohon tertinggi terdapat di
stasiun 4 yaitu pada spesies Rhizophora apiculata sebesar 1033 ind/ha. Rhizophora
apiculata merupakan spesies mangrove tingkat pohon dengan nilai kerapatan rata-rata
tertinggi, sedangkan Nypa fruticans dan Thespesia populnea merupakan spesies

18

mangrove tingkat pohon dengan nilai kerapatan rata-rata terendah yang ditemukan di
kawasan penelitian (Gambar 12). Nilai kerapatan jenis mangrove tingkat pohon di
keseluruhan stasiun penelitian tergolong baik (sedang), dengan nilai kerapatan >1000
ind/ha. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 (2004)
bahwa kriteria nilai kerapatan jenis mangrove pada nilai < 1000 termasuk kategori
jarang (rusak), ≥1000 termasuk kategori baik (sedang) dan ≥1500 termasuk kategori
baik (rapat).

Kerapatan jenis mangrove
(Ind/ha)

1200
1000
800
600
400
200
0
BGRA SA XGBA HL PT

AL BG LL RA SA XG HL TP PT

BGRAXGBA HL NF

Stasiun 2

Stasiun 1

Stasiun 3

BGRA SA BA HL
Stasiun 4

Stasiun Penelitian

Gambar 11 Tingkat kerapatan pohon mangrove di setiap stasiun penelitian

Kerapatan jenis mangrove
(ind/ha)

Keterangan :
AL : Avicennia lanata
BG : Bruguiera gymnorrhiza
BA : Barringtonia asiatica
PT : Pandanus tectorius

LL : Lumnitzera littorea
RA : Rhizophora apiculata
HL : Hibiscus tiliaceus L
TP : Thespesia populnea

SA : Sonneratia alba
XG : Xylocarpus granatum
NF : Nypa fruticans

1000
800
600
400
200
0
AL

BG

LL

RA

SA

XG

BA

HL

NF

PT

TP

Jenis mangrove

Gambar 12 Tingkat kerapatan rata-rata pohon mangrove di pesisir Kahyapu
Keterangan :
AL : Avicennia lanata
BG : Bruguiera gymnorrhiza
BA : Barringtonia asiatica
PT : Pandanus tectorius

LL : Lumnitzera littorea
RA : Rhizophora apiculata
HL : Hibiscus tiliaceus L
TP : Thespesia populnea

SA : Sonneratia alba
XG : Xylocarpus granatum
NF : Nypa fruticans

Kerapatan jenis mangrove tertinggi tingkat anakan di stasiun 1 dijumpai pada
Rhizophora apiculata (1022 ind/ha) dan terendah dijumpai pada Xylocarpus granatum

19

(44 ind/ha) (Gambar 13). Stasiun 2, kerapatan jenis tertinggi dijumpai pada Rhizophora
apiculata (1511 ind/ha) dan terendah dijumpai pada Lumnitzera littorea (44 ind/ha)
(Gambar 13). Stasiun 3, kerapatan jenis tertinggi dijumpai pada Rhizophora apiculata
(2044 ind/ha) dan terendah dijumpai pada Xylocarpus granatum (89 ind/ha), sedangkan
di stasiun 4, hanya ditemukan satu spesies mangrove tingkat anakan yaitu Rhizophora
apiculata dengan nilai kerapatan jenis sebesar 1111 ind/ha (Gambar 13). Kerapatan
jenis mangrove tertinggi tingkat anakan terdapat di stasiun 3, yakni pada Rhizophora
apiculata sebesar 2044 ind/ha. Rhizophora apiculata merupakan spesies mangrove
tingkat anakan dengan nilai kerapatan rata-rata tertinggi, sedangkan Lumnitzera littorea
merupakan spesies mangrove tingkat anakan dengan nilai kerapatan rata-rata terendah
yang ditemukan di kawasan penelitian (Gambar 14). Nilai kerapatan jenis mangrove
tingkat anakan di keseluruhan stasiun penelitian tergolong baik (rapat), dengan nilai
kerapatan > 1500 ind/ha.

Kerapatan jenis mangrove
(ind/ha)

2500
2000
1500
1000
500
0
BG RA XG

BG LL RA XG

BG RA XG

RA

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Stasiun 4

Stasiun Penelitian

Gambar 13 Tingkat kerapatan anakan mangrove di setiap stasiun penelitian
Keterangan :
BG : Bruguiera gymnorrhiza
RA : Rhizophora apiculata

LL : Lumnitzera littorea
XG: Xylocarpus granatum

Kerapatan Jenis
mangrove (Ind/ha)

2000
1500
1000
500
0
BG

LL

RA

XG

Jenis Mangrove

Gambar 14 Tingkat kerapatan rata-rata anakan mangrove di pesisir Kahyapu
Keterangan :
BG : Bruguiera gymnorrhiza
RA : Rhizophora apiculata

LL : Lumnitzera littorea
XG: Xylocarpus granatum

Kerapatan jenis mangrove tertinggi tingkat semai di stasiun 1 dijumpai pada
Bruguiera gymnorrhiza (30000 ind/ha) dan terendah dijumpai pada Xyloca