BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Lokan - Studi Ekologi Kerang Lokan (Geloina erosa, Solander 1786) Di Ekosistem Mangrove Belawan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Taksonomi Lokan

  Menurut Dwiono (2003) taksonomi kerang lokan adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Phylum : Mollusca Kelas : Bivalvia Ordo : Veneroida Famili : Cyrenidae Genus : Geloina Spesies : Geloina erosa

  Gambar 2. 1. Geloina erosa

  2.2. Anatomi

  Cangkang kerang lokan (Geloina erosa) dapat mencapai ukuran 110 mm, berbentuk lonjong agak bulat, bagian posterior terpotong pada individu dewasa dan tua, sedikit menggembung, tebal. Panjang cangkang (jarak anterior ke posterior) sama atau sedikit lebih besar dari tingginya (jarak dorsal ke ventral). Garis pertumbuhan yang konsentrik berubah menjadi tonjolan. Bagian luar kulit berwarna putih yang ditutupi oleh periostrakum yang tebal, mengkilap berwarna kuning kehijauan sewaktu muda dan coklat kehitaman pada kerang dewasa. Bagian dalam kulit berwarna putih, menyerupai kapur atau porselen. Jejak otot- otot aduktor dihubungkan dengan garis pallial. Gigi engsel kuat, gigi kardinal tengah dan belakang pada cangkang kanan serta gigi kardinal tengah dan depan pada cangkang kiri bercabang (Van Benthem Jutting, 1953).

  Kerang Lokan (Geloina erosa) memiliki cangkang berwarna gelap, membulat dan agak cekung, sehingga kerang ini tampak lebih tebal. Tubuh ditutupi/dilindungi oleh sepasang cangkang. Pada bagian dalam cangkang terdapat mantel yang memisahkan cangkang dari bagian tubuh lainnya (Morton, 1986).

Gambar 2.2. Bagian dalam Tubuh Geloina erosa

  Selain cangkang dan mantel, organ lain yang berpasangan secara simetris adalah insang dan bibir (labial palps). Otot aduktor terdapat pada bagian anterior dan posterior. Pada bagian posterior, kedua mantel saling melekat dan membentuk dua buah lubang atau siphon. Lubang yang atas (dorsal) merupakan lubang aliran air keluar (exhalent current), sedangkan yang bawah (ventral) adalah saluran air masuk (inhalent siphon). Kaki yang tersusun dari otot dan terletak di bagian ventral merupakan bagian terbesar dari tubuh lunak kerang. Di atas kaki terdapat massa viseral (visceral mass) yang terdiri atas berbagai alat dan organ antara lain alat pencernaan, alat sirkulasi dan gonad (Morton, 1982).

  2.3. Penyebaran

  Kerang Geloina merupakan salah satu kerang yang hidup di perairan payau dalam kawasan pesisir (Dharma, 2005). Pourtier (1998) menyatakan penyebaran kerang lokan mulai Vanuatu Utara sampai Selatan, Kepulauan Jepang. Gimin et al, (2004) juga menambahkan penyebaran kerang ini sampai Costa Rica, Amerika Selatan dan Australia Utara.

  Kerang lokan (Geloina erosa) merupakan kelas bivalvia yang distribusinya banyak dijumpai di hutan mangrove, meliputi: Indo Pasifik Barat mulai dari India, Malaysia, Indonesia, Thailand, China , Vietnam, Burma, Philipina. (Morton, 1984). Di Indonesia kerang kepah Polymesoda (Geloina)

  erosa terdapat di hutan mangrove Papua, Lombok dan Makasar (Dwiono, 2003);

  di laguna Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah (Herawati, 2005: Widhowati et al, 2005). Siregar et al, (2012) menyatakan distribusi jenis-jenis Bivalvia yang ditemukan pada ekosistem mangrove Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai adalah Anadara sp, Pharus sp, Geloina sp dan Perna viridis.

  2.4. Pertumbuhan

  Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran volume, panjang, dan bobot suatu organisme, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah individu dari anggota populasi tersebut. Pertumbuhan dapat dilihat dari perubahan ukuran panjang dan bobot dalam satuan waktu atau dapat dikatakan sebagai peningkatan biomassa.

  Secara umum, Effendi (2002) mengemukakan bahwa pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam waktu tertentu. Selanjutnya dikemukakan bahwa sebenarnya pertumbuhan adalah suatu proses biologi kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Proses pertumbuhan menurut Ricker (1975) dipengaruhi oleh faktor internal (keturunan, seks, umur, parasit dan penyakit), dan faktor eksternal (makanan dan kondisi hidrologi perairan).

  Kerang Geloina sp memiliki ukuran tubuh mencapai 120 millimeter (Oemarjati dan Wardhana, 1990 dan Jutting, 1954). Panjang cangkang Geloina

  erosa dapat mencapai 110 mm, bentuk lonjong-bulat dan sedikit menggelembung

  (Dwiono, 2003). Pertumbuhan G erosa dari larva menjadi kerang dewasa terjadi berbagai perubahan pada tubuhnya terutama terjadi proses pertumbuhan somotik dan pertumbuhan reproduksi. Pertumbuhan somotik pada setiap individu terjadi penambahan panjang, lebar, tebal dan penambahan berat. Terjadi proses penambahan panjang cangkang, berat total dan kematangan gonad sesuai dengan pertambahan umur G erosa (Widhowati et al, 2005).

  Pola pertumbuhan G erosa di suatu habitat dapat terjadi scara isometrik ataupun secara allometrik. Pertumbuhan secara isometrik merupakan pertumbuhan panjang sejalan dengan pertumbuhan berat total dari kerang (Niswari, 2004; Widhowati et al, 2005). Sementara Natan (2009) mengatakan bahwa pertumbuhan secara allometrik merupakan pertumbuhan total berat tubuh kerang tidak seimbang dengan pertumbuhan panjang. Pertumbuhan dimensi cangkang dengan total berat tubuh G. erasa di Sagara Anakan Cilacap berlangsung secara allometrik positif, sedangkan pertumbuhan tinggi cangkang terhadap berat total juga berlangsung secara allometrik positif (Widhowati et al, 2005). Akan tetapi pola pertumbuhan G. erosa yang terjadi di perairan Australia Utara ditemukan dengan pola pertumbuhan secara allometrik negative (Gimin et al.2004).

  Widhowati et al, (2006) Pertumbuhan kerang ini pada saat ditransplantasi selama tiga bulan mulai April sampai Juni 2005 adalah 1,29-15,71 mm, Pola pertumbuhan panjang,tinggi cangkang dengan berat total, berlangsung secara allometrik positif. Struktur populasi G. erosa yang diteliti Morton (1985) di ekosistem mangrove di kawasan Ting Kok Hongkong diperoleh hewan dewasa dengan panjang cangkang dan juvenil memilikiang > 30 mm berkisar antara 1-18 individu dan juvenil memiliki panjang cangkang < 30 mm berkisar antara 1-4 individu pada bulan Oktober 2004 dan maret 2005. Dewasa banyak ditemukan pada bulan Februari, sementara juvenile banyak ditemukan pada bulan Januari.

  Penelitian yang dilakukan oleh Gimin et al, (2004) di ekosistem mangrove Australia bagian utara menunjukkan bahwa pola pertumbuhan G erosa berlangsung allometrik positif, dimana pertumbuhan berat tubuh lebih cepat dari pertumbuhna panjang cangkang.

2.5. Makanan dan Cara Makan

  Sebagian besar kerang merupakan ciliary feeder karena sebagai deposit

  

feeder maupun filter feeder, cilia memegang peranan penting dalam mengalirkan

  makanan ke mulut. Saluran pencernaan terdiri atas mulut, oesophagus yang pendek, lambung yang dikelilingi kelenjar pencernaan, usus, rectum dan anus. Sebagian besar bivalvia tidak mempunyai radula karena semua makanan yang masuk ke mulut sudah disortir oleh palp. Makanan yang terbungkus lendir dari mulut masuk lambung melalui oesophagus. Lambung terbagi dua, bagian dorsal yang berhubungan dengan oesophagus dan kelenjar pencernaan, pada bagian ventral terdapat suatu kantung. Lambung berfungsi memisahkan makanan dari gulungan lender (Primavera, 2002).

  Sebagai kerang yang hidup di daerah pasang surut, kegiatan pencarian makan akan dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air. Selama air pasang, kerang akan secara aktif menyaring makanan yang melayang dalam air, sedangkan selama air surut kegiatan pengambilan makanan akan sangat menurun bahkan mungkin akan terhenti sama sekali. Makanan kerang terutama terdiri atas fitoplankton dan bahan-bahan organik melayang lainnya. Namun bila melihat cara hidupnya yang membenamkan diri di dalam sedimen, maka dapat dipastikan bahwa bahan-bahan lain (organik dan inorganik) yang terdapat pada dasar perairan pun akan turut tertelan. Pengambilan makanan oleh kerang dilakukan oleh dua pasang insang yang masing-masing terletak pada setiap sisi tubuh kerang. Untuk memperoleh makanan, kerang menghisap masuk air payau yang mengandung fitoplankton melalui saluran air masuk (inhalent siphon) yang terletak di bagian ventral (Dwiono, 2003).

  Air yang telah masuk dan berada di kedua sisi tubuh kemudian dialirkan ke bagian dorsal melewati sepasang insang yang memiliki bulu-bulu getar (cilia) dan sel-sel penghasil gumpalan lendir (mucus) pada permukaannya. Gumpalan lendir yang dihasilkan insang akan mengikat berbagai jenis fitoplankton (dan juga seston) yang berada didekatnya (Dwiono, 2003).

2.6. Faktor Lingkungan

  Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehadiran suatu organisme pada suatu wilayah tertentu. Beberapa faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi organisme penghuni daerah pasang surut adalah suhu, salinitas, kekeringan, oksigen, pH dan sebagainya. Parameter hidrologi yang ditemukan oleh Widhowati et al, (2006) pada substrat ditemukan Geloina sp meliputi suhu

  o

  20-28

  C, salinitas 22-31 ppt dan pH 6,20-6,50. Sedangkan penelitian Gimin et al, (2004) menemukan Geloina ada 2 species yaitu Geloina erosa dan Geloina

  

expanca dengan kondisi perairan antara lain : pH 5,32-7,66, salinitas 13,20-22,00

o ppt, suhu 22,10-28,50 C dan ukuran sedimen 0,08-5,00 mm.

  Perubahan suhu akan berpengaruh terhadap pola kehidupan organism perairan. Pengaruh suhu yang utama adalah mengontrol penyebaran hewan dan tumbuhan. Suhu mempengaruhi secara langsung aktifitas organisme seperti pertumbuhan dan metabolisme bahkan menyebabkan kematian organisme. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah meningkatnya daya akumulasi berbagai zat kimia dan menurunkan kadar oksigen dalam air. Suhu juga merupakan faktor pembatas bagi beberapa fungsi biologis hewan air seperti migrasi, pemijahan, kecepatan proses perkembangan embrio serta kecepatan bergerak. Setiap spesies hewan moluska mempunyai toleransi yang berbeda-beda

  o

  terhadap suhu. Suhu optimum bagi moluska bentik berkisar antara 25 dan 28 C (Razak, 2002).

  Selain suhu maka faktor lingkungan lainnya adalah salinitas. Salinitas dapat mempengaruhi kerang melalui pemanfaatan pakan dan pertumbuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama mempengaruhi tekanan osmosis. Pada kebanyakan hewan laut, termasuk juga kerang yang merupakan tipe osmoregulator- euryhaline, pengaruh langsung dari salinitas media adalah lewat efek osmotiknya terhadap osmoregulasi dan kemampuan digesti serta absorbsi pakan. Secara tidak langsung salinitas mempengaruhi kerang melalui perubahan kualitas air seperti pH dan oksigen terlarut. Salinitas optimum bagi hewan moluska berkisar antara 2 –36 ppt (Setiobudiandi 1995).

  Kadar ion hydrogen (pH) perairan merupakan parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme. Setiap organisme mempunyai pH optimal, pH moluska berkisar antara 6.5

  • –7.5 (Russel-Hunter 1968), sedangkan pH yang baik bagi pertumbuhan tiram berkisar antara 6.5-9 (Irianto, et al. 1986). Pescod (1973) menyatakan bahwa selain fotosintesis, pH perairan juga dipengaruhi oleh suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut. Peningkatan pH alami akan dapat meningkatkan toksitas ammonia.

  Oksigen adalah salah satu gas terlarut yang memegang peranan penting untuk menunjang kehidupan organisme dalam proses respirasi dan metabolisme sel. Clark (1977) menyatakan bahwa DO (Dissolved Oxygen) optimum moluska berkisar antara 4.1

  • –6.6 ppm dengan batas minimal toleransi 4 ppm. Fosfor merupakan unsur pembatas pertumbuhan yang umum pada fitoplankton, meskipun fosfor ini dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Pada umumnya fosfat di perairan alami tidak lebih dari 0.1 mg/1. Apabila kandungan fosfat cukup tinggi maka akan terjadi eutrofikasi (Goldman dan Horne 1983). Ortofosfat (PO4-P) terlarut merupakan fosfor dalam bentuk anorganik yang dapat langsung dimanfaatkan dan mudah diserap oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya (Lind 1979). Ammonia di perairan dapat berasal dari proses
dekomposisi bahan organik yang banyak mengandung senyawa nitrogen (protein) oleh mikroba (ammonifikasi), ekskresi organisme, dan reduksi nitrit oleh bakteri. Setiap ammonia yang terbebas ke suatu lingkungan akan membentuk reaksi keseimbangan dengan ammonium. Ammonia atau ammonium dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik atau mengalami nitrifikasi menjadi nitrat.

2.7. Kandungan Logam Berat

  Salah satu biota laut yang diduga akan terpengaruh langsung akibat penurunan kualitas perairan dan sedimen di lingkungan pantai adalah hewan jenis kerang-kerangan, (Odum, 1994). Kerang memiliki mobilitas yang rendah, sehingga dapat mengakumulasi logam berat yang ada di lingkungannya. Oleh sebab itu, adanya logam berat dalam tubuhnya dipandang dapat mewakili keberadaan logam berat yang ada dihabitatnya (Darmono, 1995).

  Pencemaran logam berat dalam air harus mendapat perhatian yang serius, karena bila terserap dan terakumulasi dalam tubuh manusia dapat mengganggu kesehatan dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian. Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia (Darmono, 1995).

  Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yaitu sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan), dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut (Amriani, 2011). Kerang Darah (Anadara

  

granosa ) dan kerang bakau (Polymesoda bengalensis) dapat digunakan dalam

monitoring pencemaran lingkungan dan keamanan pangan, serta pemaparan

  logam berat Timbal (Pb) dan Seng ( Zn) pada manusia melalui konsumsi

  (Amriani, 2011). Sedimen biasanya mengandung kepekaan logam tertinggi didalam system yang tercemar (Connel dan Miller, 1995).

  Sifatnya yang menetap di suatu habitat tertentu dan pemakan sisa-sisa (detrivorous) menyebabkan kerang cukup baik digunakan sebagai indikator pencemaran terutama kandungan logam berat seperti timbale, merkuri dan arsen (Rahmawaty, 2008).

  Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co). Logam-logam tersebut diketahui dapat terakumulasi oleh suatu organisme (Amin, 2010).

2.8. Mangrove

  Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropis yang terdiri atas sekitar 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.475 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km (www.ppk-kp3k.dkp.go.id, 2013) dengan kondisi fisik lingkungan dan iklim yang beragam. Total luas wilayah Indonesia tersebut adalah sekitar 9 juta km2 yang terdiri atas 2 juta km2 daratan dan 7 juta km2 lautan (Polunin, 1983). Oleh karena itu Indonesia mempunyai ekosistem pesisir yang luas dan beragam yang terbentang pada jarak lebih dari 5.000 km dari timur ke barat kepulauan dan pada jarak 2.500 km dari arah utara ke selatan kepulauan. Sebagian besar daerah pantai pulau-pulau tersebut di atas merupakan tempat tumbuh mangrove yang baik, sehingga mangrove merupakan suatu ekosistem yang umum mencirikan morfologi sistem biologi pesisir di Indonesia, di samping padang lamun dan terumbu karang, yang memainkan peranan penting dalam perlindungan dan pengembangan wilayah pesisir.

  Ekosistem mangrove adalah salah satu ekosistem yang produktifitasnya tinggi, karena adanya dekomposisi serasah. Hutan mangrove memberikan kontribusi besar terhadap detritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota-biota yang hidup di lingkungan perairan sekitarnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau, 2010).

  Ekosistem mangrove merupakan ekosistem interface antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai fungsi spesifik yang keberkelangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi di ekosistem daratan dan lautan. Dalam hal ini, mangrove sendiri merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable resources) yang menyediakan berbagai jenis produk (produk langsung dan produk tidak langsung) dan pelayanan lindungan lingkungan seperti proteksi terhadap abrasi, pengendali intrusi air laut, mengurangi tiupan angin kencang, mengurangi tinggi dan kecepatan arus gelombang, rekreasi, dan pembersih air dari polutan. Kesemua sumberdaya dan jasa lingkungan tersebut disediakan secara gratis oleh ekosistem mangrove. Dengan perkataan lain, mangrove menyediakan berbagai jenis produk dan jasa yang berguna untuk menunjang keperluan hidup penduduk pesisir dan berbagai kegiatan ekonomi, baik skala lokal, regional, maupun nasional serta sebagai penyangga sistem kehidupan masyarakat sekitar hutan.