Partial Least Square Structural Equation Modeling (Pls-Sem) Pada Data Biner (Kasus: Faktor Pendorong Peningkatan Pengetahuan Koperasi Susu Di Indonesia).

PARTIAL LEAST SQUARE STRUCTURAL EQUATION
MODELING (PLS-SEM) PADA DATA BINER
(Kasus: Faktor Pendorong Peningkatan Pengetahuan Koperasi
Susu di Indonesia)

RIWI DYAH PANGESTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Partial Least Square
Structural Equation Modeling (PLS-SEM) pada Data Biner (Kasus: Faktor
Pendorong Peningkatan Pengetahuan Koperasi Susu di Indonesia) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Riwi Dyah Pangesti
NIM G152140121

RINGKASAN
RIWI DYAH PANGESTI. Partial Least Square Structural Equation Modeling
(PLS-SEM) pada Data Biner (Kasus: Faktor Pendorong Peningkatan Pengetahuan
Koperasi Susu di Indonesia). Dibimbing oleh I MADE SUMERTAJAYA dan
ANGGRAINI SUKMAWATI.
Peubah laten merupakan peubah yang tidak dapat diukur secara langsung.
Peubah laten dapat diukur berdasarkan indikator-indikator yang dapat
mencerminkan peubah laten tersebut. Nilai tiap indikator untuk mengukur peubah
laten biasanya didapatkan melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden.
Kuesioner ini kebanyakan menggunakan skala likert. Kelemahan skala likert
menurut Garland (1991) adalah sering terjadinya bias sosial. Satu hal lagi,
menurut Mattjik dan Sumertajaya (2011), ketika sebuah peubah diukur
berdasarkan indikatornya akan terdapat dua permasalahan besar, yaitu masalah

pengukuran dan masalah hubungan kausalitas. Teknik statistika yang dapat
digunakan untuk mengukur atau menganalisis pola hubungan dan pola pengaruh
(baik langsung maupun tidak langsung) secara simultan serta untuk mengetahui
indikator-indikator yang dapat mengukur peubah laten tersebut valid dan reliabel
adalah Model Persamaan Struktural (MPS) atau Structural Equation Modeling
(SEM).
Structural Equation Modeling (SEM) pada awalnya dikembangkan
berdasarkan matriks peragam yang disebut dengan Covariance-Based SEM (CBSEM). Covariance-Based SEM (CB-SEM) ini mensyaratkan terpenuhinya asumsi
normalitas ganda dan ukuran contoh yang besar, setidaknya 5 kali parameternya
atau 10 kali indikatornya. Pada kenyataannya tidak semua kasus memenuhi
keadaan tersebut. Pendekatan yang powerfull dalam mengatasi hal tersebut adalah
menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM).
Koperasi Susu Indonesia yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu
Indonesia (GKSI) merupakan organisasi modern yang dalam menjalankan
fungsinya, koperasi-koperasi ini telah menerapkan prinsip-prinsip manajemen.
Koperasi susu di Indonesia menampung hasil perahan susu dari peternak dan
langsung mendistribusikannya ke Industri Pengolahan Susu (IPS). Koperasi ini
menjadi jembatan antara peternak dan IPS. Sukmawati et. al. (2009) menerangkan
pada tahun 2004-2006 impor Indonesia untuk susu dan produk turunannya
mencapai 92%. Hal ini mengindikasikan kurangnya kualitas koperasi persusuan

Indonesia dalam memenuhi kebutuhan susu segar di Indonesia. Oleh karena itu
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia dan pemberdayaan masyarakat serta
daya saing berbasis pengetahuan di dalam koperasi ini harus terus ditingkatkan
untuk menciptakan inovasi yang semakin baik. Faktor-faktor pendorong
tercapainya pengetahuan di suatu organisasi yang dikutip Purwanto (2010) antara
lain adalah visi bersama, penyebaran pengetahuan internal, dan proses penciptaan
pengetahuan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan model PLS-SEM terbaik dari
sistem peningkatan pengetahuan koperasi pada data biner dan membandingkannya
dengan data skala likert. Model terbaik dilihat berdasarkan ukuran kebaikan
model pengukuran yang meliputi validitas konvergen, validitas diskriminan, dan
reliabilitas. Model terbaik juga dilihat berdasarkan uji kebaikan model struktural

yang meliputi R-square, f-square,
,
, RMSEA, SRMR, Khi-Kuadrat, dan
GoF. Uji statistik t melalui prosedur bootstrapping juga dilakukan untuk lebih
menegaskan kesimpulan terkait model terbaik yang diperoleh.
Berdasarkan nilai validitas konvergen, validitas diskriminan, dan reliabilitas
dapat disimpulkan bahwa data skala likert memberikan hasil yang lebih baik

daripada skala biner. Hal ini disebabkan bahwa skala likert merupakan ukuran
yang lebih tinggi daripada skala biner. Berdasarkan uji R-square, f-square, ,
dan GoF, memperlihatkan juga bahwa skala likert lebih baik daripada skala biner.
Sedangkan berdasarkan nilai Khi-Kuadrat, RMSEA, dan SRMR, kedua model ini
tidak mengindikasikan model yang baik. Hal ini dikarenakan, ketiga kriteria ini
mensyaratkan data berdistribusi normal ganda, sedangkan skala likert dan skala
biner tidak mengikuti sebaran normal ganda. Dengan demikian, model terbaik
berdasarkan kriteria tersebut adalah model pengetahuan koperasi yang dibangun
berdasarkan skala likert. Model pengetahuan koperasi yang dibangun berdasarkan
skala biner dapat diselesaikan dengan pendekatan PLS-SEM yang lainnya.
Kata kunci: PLS-SEM, data biner, skala likert

SUMMARY
RIWI DYAH PANGESTI. Structural Equation Modeling Using Partial Least
Squares-PLS SEM on Binary Data, Case Study: Supporting Factors Increased
Knowledge possessed by Indonesian Dairy Cooperative. Supervised by I MADE
SUMERTAJAYA dan ANGGRAINI SUKMAWATI.
Latent variables are variables that are not directly observed. Latent variables
are measured from other indicators which are reflecting them. The value of each
indicator to measure latent variables are usually obtained by the questionnaires.

The questionnaires commonly use Likert scale. According to Garland (1991), the
occurrence of social bias is the weakness of Likert scale. One more thing,
according to Mattjik and Sumertajaya (2011), when a variable is measured by the
indicators, there are two major problems, namely the problem of measurement and
causality relationship. Statistical techniques that can be used to measure or
analyze patterns of relationships and patterns of influence (directly or indirectly)
simultaneously and to know the indicators that can measure the validity and
reliability of latent variable is Structural Equation Modeling ( SEM).
Structural Equation Modeling (SEM) is firstly developed based on the
covariance matrix called Covariance-Based SEM (CB-SEM). Covariance-Based
SEM (CB-SEM) requires the fulfillment of the assumptions of multivariate
normality distribution of the data and large sample sizes, at least 5 times
parameters or 10 times indicators. In reality, not all cases meet this condition. A
powerful approach to overcome this problem is to use the Partial Least Square
Structural Equation Modeling (PLS-SEM).
Indonesian Milk Cooperation (Koperasi Susu Indonesia) which joined in
Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) is a modern organization that
implemented management principles in carrying out its functions. Each milk
cooperation in Indonesia collects the cow milk from farmers and directly
distribute it to the Milk Processing Industry (IPS). The cooperative is a bridge

between farmers and IPS. Sukmawati et. al. (2009) described that the 2004-2006
Indonesian imports for milk and its derivative products reached 92%. This
indicates a lack of Indonesian dairy cooperative quality in meeting the needs of
fresh milk in Indonesia. Therefore, improving the quality of human resources,
community development and knowledge-based competitiveness in the cooperative
to be further enhanced to create the better innovations. Factors which drive the
achievement of knowledge in an organization quoted by Purwanto (2010), were a
shared vision, internal knowledge sharing and knowledge creation process.
The purpose of this study is to get a model PLS-SEM best of cooperative
systems increased knowledge on the binary data and compare it with the Likert
scale. The best model is viewed based on the goodness of fit measurement model
that includes convergent validity, discriminant validity, and reliability. The best
model is also seen by the goodness test of structural models which include the Rsquare, f-square, Q2,
, RMSEA, SRMR, Chi-Square, and GoF. The statistical ttest through bootstrapping procedure was also performed to further confirm the
conclusions of best model obtained.
Based on the value of convergent validity, discriminant validity, and
reliability can be concluded that the Likert scale data gives better results than the

binary scale. It is due to that the Likert scale is a measure that is higher than the
binary scale. Based on the R-square test, f-square, , and GoF, shows also that

the Likert scale is better than the binary scale. While based on the value of ChiSquare, RMSEA, and SRMR, both models do not indicate a good model. This is
because, these three criteria, it requires double the normal distribution of data,
whereas the Likert scale and binary scale does not follow the normal distribution
doubles. Thus, the best model based on these criteria is the model of cooperative
knowledge that builds on the Likert scale. Model of cooperative knowledge built
on a binary scale can be completed with PLS-SEM approach others.
Keywords: PLS-SEM, binary data, likert scale

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PARTIAL LEAST SQUARE STRUCTURAL EQUATION
MODELING (PLS-SEM) PADA DATA BINER

(Kasus: Faktor Pendorong Peningkatan Pengetahuan Koperasi
Susu di Indonesia)

RIWI DYAH PANGESTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tesis:

Dr Utami Dyah Syafitri, M.Si


Judul Tesis : Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM)
pada Data Biner. Kasus: Faktor Pendorong Peningkatan
Pengetahuan Koperasi Susu di Indonesia
Nama
: Riwi Dyah Pangesti
NIM
: G152140121

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir I Made Sumertajaya, M.Si
Ketua

Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Statistika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Indahwati, M.Si

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 31 Oktober 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah
Model Persamaan Struktural, dengan judul “Partial Least Square Structural
Equation Modeling (PLS-SEM) pada Data Biner (Kasus: Faktor Pendorong
Peningkatan Pengetahuan Koperasi Susu di Indonesia)”.
Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan,

bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Dengan demikian penulis
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada:
1.
Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dr Ir
Anggraini Sukmawati, MM selaku pembimbing II yang dengan kesabaran
dan tanggungjawabnya telah memberikan arahan dan masukan kepada
penulis selama penulisan karya ilmiah ini.
2.
Ibu Dr Utami Dyah Syafitri, M.Si selaku penguji dalam ujian tertutup yang
telah banyak memberikan kritikan, masukan, dan saran untuk kebaikan
karya ilmiah ini.
3.
Seluruh staf pengajar Departemen Statistika IPB yang telah banyak
memberikan ilmu dan pengajaran selama perkuliahan sampai dengan
penyusunan karya ilmiah ini.
4.
Kedua orang tua dan kedua adik (Alvi dan Rofi) serta seluruh keluarga besar
yang telah memberikan cinta, dukungan, do’a, semangat, motivasi, kasih
sayang, dan semuanya yang tidak dapat penulis tuliskan.
5.
Teman-teman
statistika
angkatan
2014
atas
kekompakannya,
kebersamaannya, bantuan, dan masukan selama menempuh perkuliahan
bersama-sama.
6.
Semua pihak yang namanya tidak dapat ditulis satu per satu, terimakasih
atas bantuan dan dukungannya.
Atas segala bantuan yang telah diberikan, penulis hanya bisa berdo’a
semuga semua kebaikan yang penuh keikhlasan tersebut dicatat sebagai amal baik
di sisi Allah SWT. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat menambah
wawasan bagi para pembaca. Kritikan dan saran yang membangun sangat penulis
harapan untuk kebaikan karya ilmiah ini di masa yang akan datang.

Bogor, November 2016
Riwi Dyah Pangesti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Faktor-faktor Penciptaan Pengetahuan dalam Organisasi
Model Persamaan Struktural (SEM- Struktural Equation Modeling)
Kuadrat Terkecil Parsial (Partial Least Square-PLS)
Model Rekursif dan Nonrekursif
Spesifikasi Model
Evaluasi Model
Resampling Bootstrapping

3
3
4
5
6
7
9
9

3 METODE
Data
Metode penarikan Contoh
Analisis Data

11
11
12
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Koperasi Susu Indonesia
Profil beberapa Koperasi Susu Indonesia
Analisis Deskriptif
Pendugaan Data Hilang
Analisis PLS-SEM

19
19
19
20
21
22

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

33
33
33

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

34
37
50

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Peubah-peubah endogen dan eksogen beserta indikator-indikatornya
Kriteria R-square dan f-square
Responden berdasarkan jenis kelamin
Sebaran jawaban responden
Penerapan analisis regresi sederhana antar indikator untuk
menduga data tidak lengkap
Nilai AVE untuk Skala Likert dan Skala Biner
Nilai cross loading skala likert
Nilai cross loading skala biner
Nilai akar kuadrat AVE Skala Likert
Nilai akar kuadrat AVE Skala Biner
Ukuran kesesuaian model pengukuran
Nilai R-square pada data skala likert dan data skala biner
Nilai f-square untuk data skala Likert dan data skala biner
Nilai Goodness of Fit Model
Nilai statistik t pada model struktural

11
16
20
21
22
25
26
26
27
27
28
28
29
31
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Model indikator refleksif
Model indikator formatif
Hubungan antara peubah dan indikator dalam model PLS-SEM
Teknik penarikan contoh (Multistage random sampling)
Kerangka teoritis model pengetahuan koperasi
Tahapan Analisis
Diagram jalur model lengkap untuk skala likert
Diagram jalur model lengkap untuk skala biner

5
6
6
12
13
18
23
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nilai Korelasi Antar Indikator
Nilai Cross Loading Skala Likert
Nilai Cross Loading Skala Biner
Nilai statistik t pada model pengukuran
Skor peubah laten skala likert
Skor peubah laten skala biner
Rumus ragam-peragam implied model skor laten
Perhitungan manual pada skala likert
Perhitungan manual pada skala biner

37
38
39
40
41
44
47
48
49

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peubah laten (unobserved variables) merupakan peubah yang tidak dapat
diukur secara langsung. Peubah laten dapat diukur berdasarkan indikator
(observed variables) yang mencerminkan peubah laten tersebut. Indikator
haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara teori, mempunyai nilai logis yang
dapat diterima, serta memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang baik.
Peubah laten diukur dalam format kuesioner yang indikatornya merupakan
item-item pertanyaan dari setiap peubah laten. Kebanyakan kuesioner
menggunakan skala likert. Kelemahan skala likert menurut Garland (1991) adalah
responden harus memilih satu dari banyak pilihan jawaban. Pilihan jawaban yang
banyak akan menyebabkan responden bingung dan malas mengisi (human error),
responden menghindari jawaban yang ekstrim dan cenderung ingin memuaskan
peneliti (tidak tegas), terjadi bias sosial karena jawaban responden mementingkan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat daripada kondisi responden itu sendiri.
Skala likert pertama kali dikembangkan menggunakan 5 titik pilihan, yaitu sangat
setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (Likert 1932). Kuesioner
dalam skala biner hanya menyatakan dua jawaban ya/tidak, setuju/tidak setuju,
benar/salah atau yang lainnya. Skala biner akan sangat memudahkan responden
dalam mengisi kuesioner, karena responden hanya memilih satu dari dua pilihan
sehingga menghasilkan jawaban yang tegas dan efektif. Terdapat juga kelemahan
skala yang memiliki jumlah titik kurang dari 5 seperti dikemukakan oleh Preston
dan Colman (2000) yaitu memiliki nilai reliabilitas, validitas, kekuatan
diskriminasi dan stabilitas yang kurang bagus.
Mattjik dan Sumertajaya (2011) menerangkan bahwa ketika indikatorindikator digunakan untuk mengukur suatu peubah laten, akan ada dua
permasalahan besar, yaitu masalah pengukuran dan masalah hubungan kausal
antar peubah. Teknik statistika yang dapat digunakan untuk mengukur atau
menganalisis pola hubungan dan pola pengaruh (baik langsung maupun tidak
langsung) secara simultan serta untuk mengetahui indikator-indikator yang dapat
mengukur peubah laten tersebut valid dan reliabel adalah Model Persamaan
Struktural (MPS) atau Structural Equation Modeling (SEM).
Terdapat dua jenis SEM, yaitu Covariance-Based-SEM (CB-SEM) dan
Partial Least Square-SEM (PLS-SEM) atau sering disebut SEM berbasis ragam
(Hair et. al. 2014). Covariance-Based-SEM pertama kali dikembangkan oleh
Joreskog (1973), Keesling (1972), dan Wiley (1973). Prinsip dari CB-SEM ini
adalah meminimumkan perbedaan antara matriks peragam contoh dan matriks
peragam model (
) dengan menggunakan fungsi Maximum Likelihood
(ML) (Henseler dan Sarstedt 2013, Hair et. al. 2011). Pemodelan menggunakan
SEM mensyaratkan ukuran contoh sebanyak 10 kali banyaknya indikator atau
lebih dari 100 unit pengamatan dan data harus menyebar normal ganda (Mattjik
dan Sumertajaya 2011).
Partial Least square-SEM berusaha memaksimumkan kriteria berbasis
korelasi atau cenderung memaksimalkan kriteria berbasis peragam. Terdapat
empat keunggulan PLS-SEM, yaitu tidak mensyaratkan asumsi data menyebar

2
normal ganda, ukuran contoh tidak harus besar, ada banyak perangkat lunak yang
mudah digunakan untuk mengestimasi parameternya, dan dapat digunakan pada
peubah laten dan indikator yang besar. Tetapi ada kelemahan PLS-SEM, yaitu
sulitnya menentukan kebaikan model menggunakan nilai Khi-Kuadrat (Henseler
dan Sarstedt 2013).
Jaya dan Sumertajaya (2008) telah mengkaji PLS-SEM serta menyimpulkan
bahwa pemodelan struktural dengan sampel relatif kecil dan asumsi normalitas
ganda tidak terpenuhi mendapatkan estimasi yang baik menggunakan PLS-SEM,
sedangkan pengujian model dengan ukuran sampel relatif besar dan data
mengikuti sebaran normal ganda, pendekatan CB-SEM merupakan pendekatan
yang terbaik. Monecke dan Leisch (2012) juga menerapkan PLS-SEM
menggunakan package dalam perangkat lunak R. Henseler dan Sarstedt (2013)
mengkaji PLS-SEM dengan melihat kebaikan model menggunakan Goodness of
Fit Index (GoF) dan Relatives Goodness of Fit Index (GoFrel) pada data simulasi.
Simulasi ini menerangkan bahwa GoF dapat digunakan untuk menduga seberapa
baik model PLS-SEM yang dapat dijelaskan oleh kumpulan data.
Penelitian ini menggunakan data pengetahuan koperasi di Indonesia.
Pengetahuan dalam setiap organisasi seperti koperasi susu Indonesia merupakan
aset yang sangat penting untuk kemajuan organisasi tersebut. Koperasi susu di
Indonesia merupakan organisasi modern yang dalam menjalankan fungsinya,
koperasi mengikuti prinsip-prinsip manajemen. Koperasi-koperasi ini tergabung
dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Berdasarkan data GKSI
(2005) yang dikutip Sukmawati et. al. (2008), terdapat 192 koperasi persusuan
yang tersebar di pulau Jawa. Jawa Barat dan DKI Jakarta berjumlah 96 koperasi,
Jawa Tengah dan DIY berjumlah 34 koperasi, dan Jawa Timur berjumlah 38
koperasi. Koperasi susu di Indonesia menampung hasil perahan susu dari peternak
dan langsung mendistribusikannya ke Industri Pengolahan Susu (IPS). Koperasi
ini menjadi jembatan antara peternak dan IPS.
Tahun 2009 produksi susu segar Indonesia hanya mampu memenuhi 25%
kebutuhan susu nasional, yaitu sekitar 1.3 juta liter per hari atau setara dengan
56000 ton. Kontribusi pembangunan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari
peranan agroindustri susu di Indonesia. Agroindustri susu akan membantu dalam
penciptaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan petani, dan penghematan
devisa negara (Sukmawati et. al. 2008). Sukmawati et. al. (2009) menerangkan
pada tahun 2004-2006 impor Indonesia untuk susu dan produk turunannya
mencapai 92%. Hal ini mengindikasikan kurangnya kualitas koperasi persusuan
Indonesia dalam memenuhi kebutuhan susu segar di Indonesia. Oleh karena itu
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia dan pemberdayaan masyarakat serta
daya saing berbasis pengetahuan di dalam koperasi ini harus terus ditingkatkan
untuk menciptakan inovasi yang semakin baik.
Pengetahuan koperasi yang berkelanjutan dimaksudkan untuk meningkatkan
kinerja dan output dari koperasi serta diharapkan menjadi sumber inovasi yang
sangat penting. Berdasarkan teori Von Krogh et al. (2000) yang dikutip Irsan
(2005) dan disitasi Purwanto (2010) terdapat lima faktor dalam proses penciptaan
pengetahuan enabler di sebuah organisasi, yaitu: visi bersama, pengelolaan
percakapan, mobilisasi penggerak pengetahuan, penyediaan lingkungan yang
kondusif, dan penyebaran pengetahuan internal.

3
Penelitian ini menggunakan data yang kecil (98 responden) dan data tidak
menyebar normal ganda. Oleh karena itu, penelitian ini menerapkan PLS-SEM
untuk memodelkan pengetahuan koperasi pada koperasi susu di Indonesia.
Penelitian mengenai PLS-SEM banyak menggunakan data skala likert yang terdiri
dari lima titik pilihan jawaban dari sangat tidak penting sampai sangat penting.
Karakteristik responden biasanya akan memilih antara dua jawaban penting atau
tidak penting, bahkan beberapa responden akan memilih netral. Responden
cenderung tidak memilih jawaban yang ekstrim (sangat tidak penting atau sangat
penting). Berbeda dengan apabila kuesioner dibuat dalam skala biner yang hanya
memiliki dua titik pilihan jawaban seperti 0 menunjukkan tidak penting dan 1
menunjukkan penting. Skala biner diharapkan akan memudahkan responden untuk
menentukan pilihan jawabannya dengan lebih tegas. Oleh karena itu, penelitian ini
akan memfokuskan analisis PLS-SEM pada data biner. Kajian menggunakan data
biner ini diharapkan penyusunan kuesioner untuk mengukur skala sikap tidak
perlu harus menggunakan skala likert lagi, melainkan menggunakan skala biner.
Penyusunan kuesioner yang simpel ini diharapkan akan lebih mudah dan efektif.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan model PLS-SEM terbaik dari
sistem peningkatan pengetahuan koperasi pada data biner dan membandingkannya
dengan data skala likert.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Faktor-faktor Penciptaan Pengetahuan dalam Organisasi
Berdasarkan teori Von Krogh et al. (2000) yang dikutip Irsan (2005) dan
disitasi oleh Purwanto (2010) menyatakan bahwa terdapat lima faktor dalam
penciptaan pengetahuan enabler di sebuah perusahaan atau organisasi:
1.
Visi bersama (instill a knowledge vision).
Visi bersama dalam kaitannya dengan penciptaan pengetahuan
merupakan tujuan bersama terkait apa yang diinginkan di masa depan,
komitmen setiap individu untuk suatu organisasi.
2.
Pengelolaan percakapan (manage conversation).
Merupakan suasana pembangun dialog agar tercipta kreasi
pengetahuan. Adanya proses saling berbagi pengetahuan yang dilakukan
melalui percakapan/interaksi antara orang-orang yang berada di dalam suatu
organisasi.
3.
Mobilisasi penggerak pengetahuan (mobilize knowledge activists).
Manajer atau pimpinan organisasi bergerak sebagai pemimpin yang
melakukan peran sebagai katalis, koordinator, dan visioner untuk
menghasilkan pengetahuan perusahaan.
4.
Penyediaan lingkungan yang kondusif (create the right context).
Terdapatnya kondisi yang mendukung bagi perkembangan penciptaan
pengetahuan, baik berupa desain tata ruang kantor (physical space), virtual

4
space, dan mental space, yaitu tempat saling berbagi pengalaman, ide, dan
emosi.
5.
Penyebaran pengetahuan internal (globalize local knowledge).
Merupakan aktivitas mentransfer pengetahuan lokal yang mencakup
triggering, packaging, dan recreating. Penyerapan pengetahuan oleh para
individu dan interaksi sosial yang saling berbagi pengetahuan dalam
komunitas pembelajarannya.
Enabler penciptaan pengetahuan dapat meningkatkan kemampuan
organisasi dalam menghasilkan inovasi yang kemudian inovasi tersebut
dibutuhkan untuk menjaga eksistensi sebuah organisasi.
Model Persamaan Struktural (SEM-Struktural Equation Modeling)
Menurut Roykov dan Marcoulides (2006) SEM adalah metode analisis yang
bersifat komprehensif (lengkap) untuk perhitungan dan pengujian teori yang
berhubungan dengan pengaruh antar peubah. Analisis SEM dikatakan lengkap
karena terdiri atas Analisis Faktor (CFA dan EFA) untuk mengetahui layak atau
tidak suatu indikator yang digunakan dalam mengukur suatu peubah laten tertentu
berdasarkan teori baku yang sudah ada ataupun yang akan dikembangkan, Regresi
Linier Berganda (OLS-ordinary least square) untuk mengetahui seberapa besar
hubungan dan seberapa kuat pengaruh antar peubah dengan masing-masing
indikatornya, dan Analisis Jalur (path analysis) untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh langsung dan tidak langsung antar peubah.
Garson (2012) yang dikutip Latan (2013) menyebutkan bahwa SEM adalah
teknik analisis multivariat generasi kedua yang menggabungkan analisis faktor
dan analisis jalur sehingga memungkinkan peneliti menganalisis dan menguji
suatu peubah bebas laten (peubah eksogen) dan peubah terikat laten (peubah
endogen) beserta indikator-indikator yang menyertainya secara serentak.
Covariance Based-SEM (CB-SEM) dengan menggunakan fungsi Maximum
Likelihood (ML), berusaha meminimumkan perbedaan antara peragam contoh
yang diprediksi dengan model teoritis (
) sehingga proses estimasi
menghasilkan matriks peragam dari data yang diestimasi (Ghozali 2008).
Mattjik dan Sumertajaya (2011) mengungkapkan asumsi yang tidak boleh
dilanggar ketika menggunakan CB-SEM adalah sebagai berikut:
1.
Ukuran contoh yang digunakan minimal 100 contoh atau 5-10 kali
parameternya.
2.
Sebaran data harus memenuhi asumsi sebaran normal ganda dan hubungan
parameter yang diestimasi bersifat linear.
3.
Tidak boleh terdapat outlier, yaitu observasi yang muncul dengan nilai-nilai
ekstrim dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya.
4.
Tidak boleh terdapat multikolinieritas dan singularitas antar peubah. Peubah
yang saling berhubungan menyebabkan hasil yang bias. Multikolinieritas
dapat dideteksi dari determinan matriks peragam. Jika determinan matriks
peragam sangat kecil ini mengindikasikan adanya problem multikolinieritas.
Kenyataannya, banyak sekali kasus yang tidak memenuhi kriteria tersebut.
Salah satu pembaharuan pendekatan SEM yang dapat mengatasi ketidaknormalan
data dan dapat diterapkan pada contoh yang relatif kecil adalah Metode Kuadrat
Terkecil Parsial atau PLS-Partial Least Square.

5
Kuadrat Terkecil Parsial (PLS-Partial Least Square)
Partial Least Squares-Structural Equation Modeling (PLS-SEM) dapat
digunakan sebagai konfirmasi teori (theoritical testing) dan merekomendasikan
hubungan yang belum ada dasar teorinya (exploratory). Partial Least Squares
menurut Jaya dan Sumertajaya (2008) dapat mengatasi masalah serius
diantaranya:
1.
Solusi yang tidak dapat diterima (inadmissible solution), yaitu masalah
matriks singular tidak akan pernah terjadi. Masalah un-identified, underidentified atau over-identified juga tidak akan pernah terjadi karena PLS
bekerja pada model struktural yang bersifat rekursif. Model rekursif adalah
model persamaan struktural yang hanya memiliki satu arah hubungan kausal.
2.
Masalah faktor yang tidak dapat ditentukan (factor indeterminacy), karena
peubah laten merupakan kombinasi linier dari indikator-indikatornya
sehingga selalu akan diperoleh peubah laten yang bersifat komposit.
Selain bebas asumsi terkait sebaran data dan tidak memerlukan contoh yang
relatif besar yaitu minimal diatas 30, keunggulan PLS-SEM dibandingkan CBSEM yang lain adalah indikator dari peubah laten dapat berupa model indikator
refleksif atau formatif. Model indikator refleksif dan formatif berturut-turut dapat
dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Ciri-ciri model indikator refleksif seperti dikemukakan oleh MacKenzie, et
al. (2005) adalah:
1.
Peubah laten merupakan hasil pencerminan dari indikatornya.
2.
Arah hubungan kausalitas dari peubah laten ke indikator.
3.
Antar indikator diharapkan saling berkorelasi (memiliki internal consitency
reliability).
4.
Perubahan pada indikator tidak menyebabkan perubahan pada peubah laten.
5.
Menghitung adanya kesalahan pengukuran (error) pada tingkat indikator.

Gambar 1 Model indikator refleksif
Ciri-ciri model indikator formatif seperti dikemukakan oleh MacKenzie, et
al. (2005) adalah:
1.
Peubah laten dibentuk (disusun) dari indikatornya.
2.
Arah hubungan kausalitas seolah olah dari indikator ke peubah laten.
3.
Antar indikator diasumsikan tidak berkorelasi (tidak diperlukan uji
konsistensi internal atau (Cronbach’s Alpha).
4.
Perubahan pada indikator menyebabkan perubahan pada peubah laten.
5.
Kesalahan pengukuran diletakkan pada tingkat peubah laten (zeta).

6

Gambar 2 Model indikator formatif
Contoh model persamaan struktural dan notasi PLS yang digambarkan oleh
Jaya dan Sumertajaya (2008) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Hubungan antara peubah dan indikator dalam model PLS-SEM
Model Rekursif dan Nonrekursif
Model persamaan struktural yang hanya memiliki satu arah hubungan
kausal disebut dengan model rekursif. Misalnya pengaruh kualitas informasi
terhadap kepuasan pengguna. Hubungan seperti ini tidak dapat diubah menjadi
pengaruh kepuasan pengguna terhadap kualitas informasi (Latan 2013). Model
rekursif ditandai dengan bentuk matriksnya adalah matriks segitiga bawah.
Model persamaan struktural yang memungkinkan adanya hubungan timbal
balik antar peubah laten disebut dengan model non-rekursif. Misalnya pengaruh
kepuasan kerja terhadap kinerja. Hubungan ini dapat dibalik menjadi pengaruh
kinerja terhadap kepuasan kerja (Latan 2013).
Spesifikasi Model
Ghozali (2008) menyebutkan bahwa terdapat tiga model spesifikasi dalam
PLS-SEM. Ketiga model tersebut antara lain:

7
1.

Model Struktural (inner model/ inner relation)
Menggambarkan hubungan antar peubah laten berdasarkan teori yang
sesungguhnya (substantive theory). Bollen (1989), Ghozali (2008), Dijkstra
(2010) menuliskan model persamaan struktural sebagai berikut:
(1)
Keterangan:
: Vektor peubah laten endogen
: Vektor peubah laten eksogen
: Vektor residual (unexplained variance)
Ghozali (2008) menerangkan PLS dirancang untuk model rekursif
(model persamaan struktural yang hanya mempunyai satu arah kausalitas)
sehingga hubungan antar peubah laten endogen ( ) atau yang disebut
sebagai causal chain system dari peubah laten dapat didefinisikan sebagai
berikut:
(2)
Keterangan:
: Koefisien jalur yang menghubungkan peubah laten endogen
dengan eksogen
:
Koefisien jalur yang menghubungkan peubah laten endogen
dengan endogen
: Peubah inner residual
Sebagai contoh, spesifikasi model struktural dari Gambar 3 dapat
dituliskan sebagai berikut:

atau dapat juga disajikan dalam bentuk matriks
(

2.

)

( )

( )

Persamaan tersebut menunjukkan contoh sederhana dari causal chain
system karena peubah laten endogen hanya memiliki hubungan satu arah.
Hal ini dibuktikan dari koefisien peubah laten endogen, yaitu matriks
yang membentuk matriks segitiga bawah dengan elemen diagonalnya nol.
Model seperti ini disebut dengan model rekursif.
Model Pengukuran (outer model/ outer relation)
Model pengukuran menerangkan hubungan antara peubah laten
dengan indikatornya. Ghozali (2008) menuliskan persamaan untuk model
indikator refleksif sebagai berikut:
(3)
Keterangan:
: Indikator untuk peubah laten eksogen
: Indikator untuk peubah laten endogen
: Peubah laten eksogen
: Peubah laten endogen
: Matriks loading sebagai koefisien regresi sederhana yang
,
menghubungkan antara peubah laten dengan indikatornya
: Kesalahan pengukuran atau noise
,

8
Sebagai contoh model pengukuran pada Gambar 3 dapat dituliskan
sebagai berikut:
Model Pengukuran
Peubah laten eksogen refleksif

Peubah laten endogen refleksif

Peubah laten eksogen formatif
Model Struktural

Keterangan:
: Ksi, peubah laten eksogen
: Eta, peubah laten endogen
: Lambda (kecil), faktor loading peubah laten eksogen
: Lambda (kecil), faktor loading peubah laten endogen
: Lambda (besar), matriks loading peubah laten eksogen
: Lambda (besar), matriks loading peubah laten endogen
: Beta (kecil), koefisien pengaruh peubah endogen terhadap peubah
endogen
: Gamma (kecil), koefisien pengaruh peubah eksogen terhadap
peubah endogen
: Zeta (kecil), galat model
: Delta (kecil), galat pengukuran pada peubah manifes untuk peubah
laten eksogen
: Epsilon (kecil), galat pengukuran pada peubah manifes untuk
peubah laten endogen
Persamaan untuk model indikator formatif yang dituliskan Ghozali
(2008) adalah sebagai berikut:
(4)

3.

dengan
dan
adalah seperti koefisien regresi berganda dari peubah
laten terhadap indikator. dan merupakan vektor residual dari regresi.
Weight Relation
Ghozali (2008) weight relation memungkinkan nilai kasus dari peubah
laten dapat diestimasi. Diasumsikan bahwa peubah laten dan indikator
diskala zero means dan unit variance (nilai standardize) tanpa kehilangan
generalisasinya. Nilai kasus pada setiap peubah laten diestimasi dalam PLS
sebagai berikut:


(5)

9


(6)

Keterangan:
: Bobot ke-k yang membentuk estimasi peubah laten
: Bobot ke-k yang membentuk estimasi peubah laten
Evaluasi Model
PLS-SEM dapat digunakan untuk jenis indikator refleksif maupun formatif.
Model pengukuran untuk indikator refleksif dapat dievaluasi dengan validitas
konvergen, validitas diskriminan, dan reliabilitas. Validitas konvergen dapat
dilihat berdasarkan nilai loading factor dan Average Variance Extracted (AVE).
Nilai loading factor lebih dari 0.7 dianggap bagus, namun demikian untuk
pengembangan model nilai loading factor diatas 0.5 sudah dianggap cukup.
Peniliaian konvergen validitas berdasarkan nilai AVE, memiliki nilai cut off 0.5.
Nilai AVE diatas 0.5 menyatakan bahwa validitas konvergen dari indikator baik.
Validitas diskriminan dapat dilihat dengan membandingkan loading factor dengan
cross loading-nya. Loading factor diharapkan lebih besar daripada cross loadingnya. Validitas diskriminan juga dapat dinilai dengan cara membandingkan nilai
akar kuadrat AVE dengan korelasi antar peubah laten. Nilai akar kuadrat AVE
juga diharapkan lebih besar dari korelasi antar peubah latennya. Hal ini
menandakan bahwa indikator dalam suatu peubah laten baik untuk mengukur
peubah laten tersebut daripada untuk mengukur peubah laten lainnya (Ghozali
2008). Reliabilitas diukur berdasarkan nilai Composite Reliablity dan Cronbach’s
Alpha. Keduanya memiliki nilai cut off sama, yaitu diatas 0.7 (Ghozali 2008).
Chin (1998) yang disitasi oleh Ghozali (2008), Model pengukuran formatif,
dievaluasi berdasarkan substantive content-nya yaitu dengan membandingkan
besarnya relatif weight dan melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut.
Model struktural dievaluasi dengan menggunakan nilai R-square untuk
peubah laten endogen dan dengan melihat nilai Stone-Geisser Q-square Test.
Selain itu juga dapat dilihat berdasarkan signifikansi dari koefisien jalurnya.
Signifikansi koefisien jalur diuji dengan statistik uji t yang diperoleh dari metode
Resampling Bootstrapping (Ghozali 2008).
Resampling Bootstrapping
Pengujian hipotesis pada PLS-SEM dilakukan dengan statistik uji t yang
diperoleh melalui prosedur resampling bootsrapping. Bootstrap pertama kali
diperkenalkan oleh Bradley Efron (1979). Bootstrap merupakan teknik
resampling nonparametrik yang digunakan untuk memperkirakan standar error
dan selang kepercayaan dari parameter seperti rata-rata, median, proprsi, koefisien
regresi dan koefisien korelasi tanpa menggunakan asumsi distribusi (Efron dan
Tibshirani 1993). Prosedur Bootstrap dilakukan dengan mengambil contoh dari
contoh asli yang ukurannnya sama dengan contoh asli tersebut dengan
pengembalian. Contoh asli ini dianggap sebagai populasi dalam prosedur
Bootstrap.

10
Partial Least Square-SEM tidak mengasumsikan data menyebar normal
ganda sehingga pengujian hipotesis secara parametrik tidak dapat dilakukan.
Prosedur resampling bootsrapping yang merupakan teknik resampling
nonparametrik, menjadi alternatif dalam melakukan pengujian hipotesisnya (Hair
et. al. 2011).
Parameter yang diuji pada PLS-SEM adalah loading factor ( ), pengaruh
peubah laten eksogen terhadap peubah laten endogen ( ) pada inner model, dan
pengaruh peubah laten endogen terhadap peubah endogen ( ) pada inner model.
Jika hasil pengujian hipotesis pada model pengukuran signifikan, hal ini dapat
diartikan bahwa indikator dipandang dapat digunakan sebagai instrumen pengukur
peubah laten. Dan jika pengujian hipotesis pada model struktural signifikan, maka
dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang berarti peubah laten terhadap
peubah laten lainnya (Jaya dan Sumertajaya 2008, Garson 2016).

11

3 METODE
Data
Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari laporan
tim riset Departemen Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB. Data diperoleh
melalui wawancara terstruktur yang ditujukan kepada peternak sapi, karyawan
koperasi dan pengurus koperasi di beberapa koperasi susu yang tergabung dalam
Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) dan sebagai pemasok di Industri
Pengolahan Susu (IPS). Kuesioner adalah skala likert terdiri dari 24 pertanyaan
yang merupakan indikator dari visi bersama, penyebaran pengetahuan internal,
pengetahuan koperasi, dan proses penciptaan pengetahuan. Kuesioner dibuat
menggunakan skala likert dimana 1 menunjukkan Sangat Tidak Penting (STP), 2
Tidak Penting (TP), 3 Ragu-ragu (R), 4 Penting (P) dan 5 Sangat Penting (SP).
Daftar peubah dapat dilihat pada Tabel 1. Kuesioner penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Tabel 1 Peubah-peubah endogen dan eksogen beserta indikator-indikatornya
Peubah Laten
Indikator
: Memiliki tujuan bersama
: Kesepakatan terhadap visi
Visi Bersama
: Komitmen terhadap tujuan
: Pelibatan karyawan
: Pembagian buletin/majalah
Penyebaran
Pengetahuan
: Pengadaan pertemuan
Internal
: Manajer mengkoordinir penyebaran
: Mengembangkan ide dari luar
: Mempelajari keinginan pelanggan
: Belajar kemampuan koperasi pesaing
: Mendapatkan informasi dari media cetak
: Mendapat informasi dari media elektronik
Kreasi
Pengetahuan/
: Berinisiatif menjumpai pihak pelanggan
Proses
: Membangun komunikasi dengan bidang dipihak
Penciptaan
pelanggan
Pengetahuan
: Saling berbagi pengetahuan
: Kerjasama antar karyawan
: Memberi informasi yang dibutuhkan kepada teman dari
koperasi lain
: Memberi informasi yang dibutuhkan kepada pakar
: Berteknologi tinggi
: Lebih baik dari pesaing
Pengetahuan
: Keunggulan berdasarkan pengetahuan
Koperasi
: Jarang dimiliki koperasi lain
: Sulit ditiru pesaing
: Program peningkatan pengetahuan

12
Metode Penarika Contoh
Metode penarikan contoh yang digunakan oleh tim riset Departemen
Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB adalah multi stage random sampling.
Pertama memilih koperasi yang merupakan anggota GKSI, sebagai pemasok susu
ke IPS, dan kesediaan koperasi untuk dilakukan penelitian. Pengambilan data
dilakukan pada enam koperasi yang tersebar di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, dan Jawa Timur dengan jumlah responden sebanyak 102 responden.
Selanjutnya, pemilihan responden pada masing-masing koperasi dilakukan
melalui teknik penarikan contoh acak sederhana (Simple Random Sampling).
Metode penarikan contoh acak sederhana ini diharapkan akan memperoleh contoh
yang representatif.

Gambar 4 Teknik penarikan contoh (Multistage random sampling)
Analisis Data
1.

2.

3.

4.

Mendeskripsikan data untuk memperoleh gambaran umum tentang
responden yang meliputi deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin dan
deskripsi terkait sebaran jawaban responden.
Mengatasi data tidak lengkap dengan menggunakan metode imputasi, yaitu
proses pengisian data-data yang hilang dengan nilai yang memungkinkan
berdasarkan informasi yang ada. Berdasarkan Malahayati (2008) metode
imputasi ganda regresi menghasilkan penduga data hilang yang lebih baik
daripada metode Predictive Mean Matching (PMM). Oleh karena itu,
penelitian ini akan menggunakan metode imputasi ganda regresi.
Mengubah skala data likert menjadi biner. Jawaban 1, 2 dan 3 menjadi 0
yang menyatakan tidak penting sedangkan jawaban 4 dan 5 diubah menjadi
1 yang menyatakan penting. Transformasi skala data ini dilakukan
berdasarkan kebijakan peneliti.
Melakukan Pemodelan PLS-SEM pada skala likert dan biner dengan
tahapan sebagai berikut:
a.
Konseptualisasi model meliputi merancang model struktural dan
model pengukuran.
Perancangan model struktural didasarkan pada rumusan masalah
atau hipotesis penelitian. Dalam penelitian ini terdapat satu peubah
dan tiga peubah laten endogen
laten eksogen yaitu visi bersama
, proses penciptaan
yaitu penyebaran pengetahuan internal

13

b.

. Berdasarkan teori
, dan pengetahuan koperasi
pengetahuan
diketahui bahwa:
dipengaruhi oleh ;
dipengaruhi oleh dan
; dan dipengaruhi oleh , , dan .
Perancangan model pengukuran menjadi sangat penting dalam
pemodelan PLS-SEM. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah
indikator bersifat refleksif atau formatif. Dalam penelitian ini semua
indikator diasumsikan bersifat refleksif.
Mengkonstruksi diagram jalur.
Ketika perancangan model struktural dan model pengukuran
sudah dilakukan, maka selanjutnya dinyatakan dalam bentuk diagram
jalur seperti Gambar 5. Mengkonstruksi ke dalam diagram jalur ini
dimaksudkan agar hasilnya lebih mudah dipahami.

Gambar 5 Kerangka teoritis model pengetahuan koperasi
c.

Konversi diagram jalur ke dalam sistem persamaan.
Model pengukuran

Model struktural

d. Estimasi: weight, loading, dan rata-rata dan konstanta.
Tahap 1 estimasi bobot (weight estimate)
Ghozali (2008) serta Jaya dan Sumertajaya (2008) mencatat
bahwa inti PLS adalah mengestimasi bobot seperti pada persamaan (5)

14
dan (6), yang digunakan untuk menciptakan skor peubah laten. Peubah
laten adalah linear agregat dari indikator yang nilai bobotnya diperoleh
dari metode PLS.
Afifah dan Sunaryo (2010) mengemukakan bahwa peubah eksogen
pada tipe indikator refleksif, bobot
merupakan koefisien regresi
dari dan adalah peubah yang distandarkan dari persamaan berikut:
(7)
sehingga estimasi dengan metode OLS, meminimumkan ∑
.
Persamaan (7) dapat di tulis
(8)




Minimumkan ∑
dengan cara menurunkan ∑
sehingga akan diperoleh:

(9)
terhadap
(10)

Proses iterasi, akan selesai ketika sudah konvergen, yaitu dengan
batas:

e.

Pada tipe indikator formatif, bobot
merupakan koefisien regresi
berganda dari . Proses estimasi koefisien vektor
sama dengan
proses pada regresi berganda.
Tahap 2 estimasi rata-rata dan lokasi parameter (konstanta).
Lokasi parameter adalah konstanta
untuk peubah laten endogen
sedangkan rata-rata ̂ untuk peubah laten eksogen.
Evaluasi model (Goodness of fit).
Proses pendugaan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan
pendekatan untuk data kontinu, yaitu Ordinary Least Square (OLS)
sehingga kriteria kebaikan model yang digunakan mengikuti proses
pendugaan parameter pada data kontinu. Pendekatan ini mengandung
kelemahan, yaitu kriteria kebaikan model yang meliputi nilai KhiKuadrat, RMSEA, dan SRMR tidak dapat digunakan karena asumsi
yang digunakan untuk membangun kriteria kebaikan model tersebut
tidak terpenuhi. Namun demikian, dalam penelitian ini tetap
menggunakan pendekatan tersebut, karena dalam beberapa kasus skala
likert dan biner bisa juga diperlakukan sebagai data numerik, dimana
jika kategori yang satu lebih tinggi dibanding kategori lainnya. Skala
likert pada penelitian ini terdapat lima titik pilihan jawaban, dimana
kategori 5 lebih tinggi dibanding 4, 3, 2, dan 1. Skala biner juga
demikian bahwa kategori 1 lebih tinggi daripada kategori 0.
Model Pengukuran
Model pengukuran menggambarkan bagaimana indikator
merepresentasikan peubah latennya. Hal ini dapat diukur dengan
menguji validitas dan reliabilitasnya.
 Validitas Konvergen
Merupakan korelasi antara indikator dengan peubah latennya.
Validitas Konvergen memiliki prinsip bahwa indikator dari suatu

15
peubah laten seharusnya berkorelasi tinggi. Validitas Konvergen
dapat ditentukan melalui nilai loading factor. Nilai loading factor
0.5 dianggap cukup pada jumlah indikator per peubah laten tidak
besar antara 3 sampai 7 indikator (Jaya dan Sumertajaya 2008).
Validitas Konvergen juga dapat dilihat dari nilai Average Variance
Extracted (AVE). Nilai AVE diatas 0.5 menandakan indikator
memiliki nilai Validitas Konvergen yang baik.
 Validitas Diskriminan
Latan (2013) mengungkapkan Validitas Diskriminan
berhubungan dengan prinsip bahwa indikator dari peubah laten
yang berbeda tidak memiliki korelasi yang tinggi. Validitas
Diskriminan digunakan untuk mengukur keragaman peubah laten
yang dapat dijelaskan oleh model. Nilai Validitas Diskriminan
yang tinggi mengindikasikan bahwa suatu peubah laten itu unik.
Cara mengukur Validitas Diskriminan adalah dengan
membandingkan akar kuadrat AVE untuk setiap peubah laten
dengan korelasi antar peubah laten dalam model. Latan (2013),
Ghozali (2008), serta Jaya dan Sumertajaya (2008) nilai akar
kuadrat AVE yang lebih besar dari korelasi antar peubah laten
dalam model, mengindikasikan bahwa indikator memiliki Validitas
Diskriminan yang baik. Formula AVE adalah

(11)


 Reliabilitas
Ukuran reliabilitas dapat dilihat berdasarkan nilai Composite
Reliability. Composite Reliability
merupakan reliability
gabungan untuk mengukur reliabilitas setiap peubah laten dan
menunjukkan stabilitas serta kekonsistenan dari suatu pengukuran.
Nilai
sudah dianggap cukup baik. Latan (2013), Ghozali
(2008), serta Jaya dan Sumertajaya (2008) menuliskan formula
adalah

(12)


Pengujian reliabilitas juga dapat dilakukan dengan melihat
nilai Cronbach’s Alpha
. Nilai
dianggap bahwa
indikator memiliki reliabilitas yang baik. Cronbach (1951)
menuliskan rumus Cronbach’s Alpha
sebagai berikut:

(
)
(13)

(
)
dengan adalah jumlah indikator dan adalah blok indikator.
Model Struktural
 R-Square
R-Square
atau koefisien determinasi digunakan untuk
mengukur kebaikan model struktural pada peubah laten endogen.
Interpretasinya sama dengan koefisien determinasi pada regresi
linier berganda, yaitu merupakan nilai kuadrat dari koefisien
korelasi. Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai 1.

16
Nilai koefisien determinasi yang mendekati 1 mengindikasikan
semakin banyaknya keragaman yang dapat dijelaskan oleh peubah
endogen untuk menjelaskan peubah eksogen. Bollen (1989)
merumuskan nilai
sebagai berikut:
̂

(14)

̂ merupakan nilai varian yang dapat diprediksi oleh model.
 f-Square
Berdasarkan Ghozali (2008) f-Square merupakan effect size
yang digunakan untuk menilai pengaruh peubah laten eksogen
tertentu terhadap peubah laten endogen apakah mempunyai
pengaruh yang substantif. Formula f-square dituliskan sebagai
berikut:
(15)
dan
adalah
dari peubah laten endogen
ketika indikator dari peubah laten tersebut digunakan atau
dikeluarkan dari persamaan struktural.
Cohen (1988) yang disitasi oleh Akter et al. (2011) dan Götz
et al. (2010) memberikan tiga kategori nilai koefisien determinasi
dan f-square yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria R-square dan f-square
f-square
R-square
0.35
0.26
0.15
0.13
0.02
0.02

Keterangan
Kuat
Medium
Lemah

 Q-Square Predictive Relevance
Uji kabaikan pada model struktural diukur menggunakan
nilai R-square yang interpretasinya sama dengan regresi. Kemudian
untuk menguji kebaikan model struktural secara keseluruhan
diukur menggunakan nilai Q-square predictive relevance.
(
)
(16)
merupakan nilai R-square pada peubah
dengan
endogen. Nilai
berkisar antara 0 sampai 1. Nilai
yang
semakin mendekati 1 berarti model semakin prediktif (Jaya dan
Sumertajaya 2008). Chin (2010) menerangkan bahwa nilai
sudah dapat dikatakan model memiliki tingkat predictive
relevance yang baik.
 Khi-kuadrat
Nilai Khi-Kuadrat menunjukkan adanya penyimpangan
antara matriks peragam contoh dengan matriks peragam model,
. Nilai Khi-Kuadrat akan bernilai besar jika ukuran
contoh yang digunakan besar dan data memiliki sebaran normal
ganda. Model dikatakan fit jika memiliki nilai Khi-Kuadrat lebih
kecil dari nilai Khi-Kuadrat pada tingkat signifikansi 0.05 dan
derajat bebas tertentu. Hal ini berarti tidak ada perbedaan antara

17
matriks peragam yang diobservasi dengan model yang diprediksi.
Nilai Khi-Kuadrat diharapkan tidak signifikan agar model yang
diperoleh sesuai. Nilai Khi-Kuadrat dapat dihitung melalui rumus
, dimana
adalah jumlah contoh dan adalah
minimum of the fit function. Hal ini seperti yang dikemukaan oleh
Latan (2013), Hooper et al. (2008) dan Bollen (1989). Nilai F akan
berbeda-beda tergantung pada metode pendugaannya.
|
|
| |
(17)
(
)
Rumus 16 diatas adalah nilai F untuk metode pendugaan
Maximum Likelihood (ML). adalah jumlah indikator peubah laten
endogen
dan adalah jumlah indikator peubah laten eksogen
. Σ(θ) adalah matrik peragam model yang merupakan fungsi
dari parameter model bebas dalam θ.
 Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
Latan (2013) dan Hooper et al. (2008) mengemukakan bahwa
RMSEA merupakan ukuran fit model yang sering digunakan pada
penelitian SEM. Hal ini disebabkan karena RMSEA tidak tergantung
dari besarnya jumlah contoh dan tidak overestimate atau
underestimate. RMSEA dapat menguk