Strategi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten Tangerang

STRATEGI PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN DI KABUPATEN TANGERANG

ANNA KARENINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Tangerang adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Jakarta, Januari 2016
Anna Karenina
NIM H 252124115

RINGKASAN
ANNA KARENINA. Strategi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
di Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan YUSMAN
SYAUKAT.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada permasalahan yang dihadapi oleh
sektor pertanian di Kabupaten Tangerang berupa alih fungsi lahan sawah irigasi.
Alih fungsi ini terjadi karena adanya pertumbuhan penduduk dan perkembangan
ekonomi di wilayah Kabupaten Tangerang sebagai wilayah penyangga Daerah
Khusus Ibukota Jakarta. Akibatnya adalah berdampak pada berkurangnya lahan
sawah irigasi dan terancamnya ketahanan pangan di Kabupaten Tangerang yang
berperan sebagai lumbung padi nasional. Untuk itu maka perlu adanya strategi
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Tangerang.
Penelitian ini terdiri dari 3 tujuan yaitu: (1) menganalisis sejauhmana
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten
Tangerang Tahun 2011-2031 “mempertahankan” sawah irigasi sebelumnya

(penggunaan lahan tahun 2008), “merencanakan” alih fungsi lahan sawah irigasi
yang ada sebelumnya (penggunaan lahan tahun 2008), dan “merencanakan”
perluasan lahan sawah baru dibandingkan dengan yang ada sebelumnya
(penggunaan lahan 2008) di Kabupaten Tangerang; (2) menganalisis sejauhmana
perubahan penggunaan lahan sawah irigasi di Kecamatan Sepatan yang sesuai
dengan arahan peruntukan ruang pada Perda Nomor 13 Tahun 2011 tentang RTRW
Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031 (setelah ditetapkannya Perda Nomor 13
Tahun 2011); dan (3) merumuskan strategi perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan di Kabupaten Tangerang. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
dilakukan tinjauan terhadap Perda Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode analisis tumpang susun dan analisis
deskriptif dimana perumusan strategi pengendalian dilakukan dengan
menggunakan model analisis SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Perda Nomor 13 Tahun 2011
tentang RTRW Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031 merencanakan alih fungsi
penggunaan lahan sawah irigasi ke penggunaan bukan sawah irigasi sebesar
23,755.19 ha atau 52 % dari total luas lahan sawah irigasi yang ada (45,710.12 ha.).
Adapun luas lahan sawah irigasi yang tetap dipertahankan dalam arahan
peruntukkan lahan pertanian dalam RTRW Kabupaten Tangerang sebesar

21,954.94 ha atau 48% dari total luas sawah irigasi yang ada, serta merencanakan
perluasan lahan sawah baru (cetak sawah) sebesar 2,800.51 ha; (2) perubahan
penggunaan lahan sawah irigasi yang sesuai dengan RTRW di Kecamatan Sepatan
pada tahun 2012-2015 adalah sebesar 101.61 ha, indikasi pelanggaran sebesar 22.44
ha, lahan yang berpeluang tinggi berubah sesuai RTRW sebesar 345.64 ha, sawah
yang tetap bertahan menjadi sawah sesuai RTRW sebesar 329.05 ha, dan untuk
lahan yang berpeluang tinggi jadi sawah (cetak sawah) sebesar 121.07 ha; (3) hasil
dari analisis SWOT yaitu dengan melakukan indentifikasi faktor internal dan
eksternal, maka dapat dirumuskan 11 strategi perlindungan lahan pertanian pangan

berkelanjutan di Kabupaten Tangerang yaitu pengembangan sistem informasi
spatial untuk lahan potensi sawah irigasi, penetapan lahan pertanian pangan
berkelanjutan pada rencana tata ruang, percepatan penyusunan dan penetapan Perda
RDTR Kecamatan Sepatan, peningkatan peran koperasi, pembentukan badan usaha
dan kemitraan dengan perbankan, penghentian perpanjangan ijin pemanfaatan
ruang di lahan peruntukan pertanian, melakukan peninjauan kembali dan revisi
perda RTRW Kabupaten Tangerang, sosialisasi pengendalian pemanfaatan ruang
sesuai RTRW, pengembangan pelatihan sektor pertanian, penetapan NJOP sesuai
arahan peruntukan ruang RTRW, serta mencegah dan menindak terjadinya
pelanggaran.

Strategi yang telah dirumuskan berdasarkan analisis SWOT tersebut
merupakan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tangerang yang perlu
dilaksanakan agar perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat
berjalan dengan baik. Untuk memudahkan pelaksanaan strategi tersebut, maka
perlu disusun kegiatan yang perlu dilakukan untuk masing-masing strategi dalam
rentang waktu tertentu. Dalam penelitian ini rentang waktu yang digunakan
mengikuti masa berjalannya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kabupaten Tangerang yaitu sampai dengan tahun 2018.
Kata kunci: alih fungsi lahan sawah irigasi, lahan sawah irigasi, strategi
perlindungan lahan pertanian pangan, RTRW

SUMMARY
ANNA KARENINA. Strategy to Protect Agricultural Land for Sustainable Food
Security in Tangerang Regency. Supervised by ERNAN RUSTIADI and
YUSMAN SYAUKAT.
This study is based on the issue in the agricultural sector of Tangerang
Regency, which is facing continuous conversion of irrigated land. This conversion
occurs due to the population growth as well as economic development of Tangerang
Regency as the continuation of Jakarta city’s urban expansion. This has caused the
decrease in irrigated land and a threat to the food production in Tangerang Regency

as one of the national prime food production areas. For that, there must be a strategy
towards the protection of agricultural land for sustainable food in Tangerang
Regency.
This study is has 3 objectives which are: (1) to analyze how far Local
Regulation (PERDA) Number 13 of 2011 on Regional Spatial Planning (RTRW)
of Tangerang Regency for 2011-2031 preserve the existing irrigated land (land
usage in 2008), has “planned for” the conversion of previous irrigated land (land
usage in 2008), and has “planned for” the expansion of new agricultural land
compared to the previously existing ones (land usage in 2008) in Tangerang
Regency; (2) to analyze the extent of the conversion of irrigated land that complies
with Perda Number 13 of 2011 on RTRW of Tangerang Regency for 2011-2031
(after the implementation of PERDA Number 13 of 2011); and (3) to formulate a
strategy towards the protection of agricultural land for sustainable food in
Tangerang Regency. To achieve those objectives, reviews are done towards
PERDA Number 13 of 2011 on Regional Spatial Planning (RTRW) of Tangerang
Regency. The study applied an analytical overlay model and descriptive analysis
where the formulation of control strategy was done using the SWOT analysis model.
The result of the study shows that: (1) PERDA Number 13 of 2011 on
RTRW of Tangerang regency for 2011-2031 promote conversion of irrigated land
to non-irrigated land to be 23,755.10 ha or 52% of the total irrigated land

(45,710.12 ha). Furthermore, the irrigated land that has been kept following
agricultural land regulation within Tangerang Regency RTRW is 21,954.94 ha or
48% of the total irrigated land available, with the expansion of new agricultural land
of 2,800.51 ha; (2) the conversion of irrigated land that complies with RTRW of
Sepatan District within 2012-2015 is 101.61 ha, indication of a violation is about
22.44 ha, potential of change that follows RTRW is 345.64 ha, agricultural land that
remains as agricultural land in accordance to RTRW is of 329.05 ha, and potential
agricultural formation is about 121.07 ha; (3) result from SWOT analysis which is
to identify internal and external factors, has led to the formulation of a total of 11
strategies to protect agricultural land for sustainable food security in Tangerang
Regency. The strategy are: to develop spatial information system for potential
irrigated land, to designate agricultural land for sustainable food within spatial
planning, to expedite the preparation and finalization of Perda RDTR of Sepatan
District, to increase the role of cooperative, to form business entities and
partnerships with banks, to cease the extension of permits for the use of space on
agricultural land, to review and revise Perda RTRW of Tangerang Regency, to
socialize the control of spatial use which complies with RTRW, to develop training

in the agricultural sector, to determine NJOP that follows RTRW of spatial use, and
to prevent and take action against any violation.

The strategy that has been formulated based on the aforementioned SWOT
analysis is feedback to the regional government of Tangerang regency which has to
be implemented so that the protection of agricultural land for sustainable food
security can be done properly. To ease the implementation of the strategy, a list of
activities for each strategy has been compiled which has to be completed within a
specific timeframe. In this study, the timeframe used follows the Regional Medium
Term Development Planning (RPJMD) of Tangerang Regency which is until 2018.
Keywords: conversion of irrigated land, irrigated land, agricultural land protection
strategy, RTRW

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

STRATEGI PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN

BERKELANJUTAN DI KABUPATEN TANGERANG

ANNA KARENINA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Nunung Kusnadi, MS

Judul Tesis : Strategi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di
Kabupaten Tangerang
Nama

: Anna Karenina
NIM
: H 252124115

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr
Ketua

Dr Ir Yusman Syaukat, MEc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Ma’mun Sarma, MS MEc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
21 Januari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya
sehingga karya ilmiah ini telah diselesaikan oleh penulis. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan bulan April 2015 ini ialah tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dengan judul Strategi Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Tangerang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr dan
Bapak Dr Ir Yusman Syaukat, MEc selaku pembimbing yang telah banyak memberi
saran. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada semua
staf pengajar dan administrasi di Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Institut Pertanian Bogor (Prodi MPD) yang dipimpin oleh Bapak Dr Ir Ma’mun

Sarma, MS MEc, yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat dan
membantu selama penulis menempuh studi di Prodi MPD IPB. Ucapan terima
kasih pula kepada teman-teman MPD angkatan 14 (2013/2014) atas kebersamaan
selama perkuliahan dan semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan
data hingga selesainya tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
suami dan anak-anak tercinta, serta seluruh keluarga dan teman-teman atas
dukungan dan do’anya yang telah diberikan selama penyelesaian studi di Prodi
MPD IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Jakarta, Januari 2016
Anna Karenina

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
7
7
8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan dan Penatagunaan Tanah
Penataan Ruang
Alih Fungsi Lahan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Penelitian Terdahulu

9
9
10
11
16
17

3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data yang Diperlukan dan Sumbernya
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

19
19
19
21
22
22

4 KONDISI WILAYAH PENELITIAN
Profil Wilayah Kabupaten Tangerang
Profil Wilayah Kecamatan Sepatan
Tinjauan Kebijakan Terkait Sektor Pertanian di Kabupaten Tangerang
Tinjauan RTRW Kabupaten Tangerang

29
29
34
39
46

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesesuaian Penggunaan Lahan Sawah Irigasi dengan Arahan Peruntukan
Pertanian pada RTRW Kabupaten Tangerang
Kesesuaian Perubahan Penggunaan Lahan Sawah Irigasi di Kecamatan
Sepatan dengan Arahan Peruntukan Pertanian dalam RTRW Kabupaten
Tangerang
Analisis SWOT
Strategi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten
Tangerang

51

6 SIMPULAN

51

55
60
69
78

ii

Halaman
DAFTAR PUSTAKA

79

LAMPIRAN

84

RIWAYAT HIDUP

100

iii

DAFTAR TABEL
Halaman
1

PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun
2008-2012 Kabupaten Tangerang (dalam jutaan rp)
2 Luas sawah dan rencana alih fungsi lahan menurut RTRW
kabupaten/kota
3 Persentase lahan sawah irigasi pada tahun 2012 yang dapat
dialihfungsikan di 8 kecamatan di Kabupaten Tangerang
4 Kelompok, jenis dan jumlah responden
5 Matriks SWOT
6 Matriks hubungan antara tujuan, metode analisis, keluaran, jenis
dan sumber data
7 Nama, jumlah kelurahan/desa, dan luas wilayah per kecamatan di
Kabupaten Tangerang pada Tahun 2014
8 Luas penggunaan lahan Kabupaten Tangerang tahun 2008
9 Luas penggunaan lahan pertanian dan non pertanian di Kabupaten
Tangerang dalam tahun 2009-2013 (dalam ha)
10 Penggunaan lahan sawah irigasi tahun 2008 di Kabupaten
Tangerang
11 Luas panen, jumlah produksi dan produktivitas padi Tahun 20092014 di Kabupaten Tangerang
12 Luas penggunaan lahan Kecamatan Sepatan Tahun 2012 dan 2015

3
6
21
22
27
28
30
34
34
36
36
38

13 Penggunaan lahan sawah irigasi di Kecamatan Sepatan tahun
2012 dan 2015
14 Luas panen, jumlah produksi dan produktivitas padi tahun 20092014 di Kecamatan Sepatan
15 Status Daerah Irigasi yang Menjadi Wewenang dan Tanggung
Jawab Pemerintah
16 Arahan peruntukkan ruang di Kabupaten Tangerang dalam batang
tubuh perda RTRW Kabupaten Tangerang 2011-2031
17 Luas peruntukkan ruang dalam rencana pola ruang RTRW
Kabupaten Tangerang 2011-2031
18 Arahan peruntukan pertanian dalam RTRW Kabupaten Tangerang
2011-2031 di setiap desa di Kecamatan Sepatan
19 Arahan peruntukkan lahan sawah irigasi dalam RTRW Kabupaten
Tangerang
20 Lahan sawah irigasi tahun 2008 terhadap arahan peruntukan ruang
dalam RTRW Kabupaten Tangerang 2011-2031
21 Kesesuaian perubahan penggunaan lahan sawah irigasi di
Kecamatan Sepatan (tahun 2012-2015) dengan arahan peruntukan
pertanian dalam RTRW Kabupaten Tangerang
22 Matriks SWOT strategi perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan di Kabupaten Tangerang

39
39
43
48
49
49
52
53

56
74

iv

23 Strategi, kegiatan, dan tahun pelaksanan perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Tangerang
24 Karakterisitik 30 Petani di Kecamatan Sepatan

76
95

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

6
7
8

Jumlah surplus/defisit beras (dalam ton) di Kabupaten Tangerang
tahun 2010-2014
Luas lahan padi sawah irigasi (dalam ha) di Kabupaten Tangerang
tahun 2010-2014
Kerangka pemikiran
Analisis tumpang susun penggunaan lahan sawah irigasi eksisting
(tahun 2008) dengan arahan peruntukan pertanian dalam Perda
RTRW
Analisis tumpang susun perubahan luasan lahan sawah irigasi (tahun
2012 ke tahun 2015) di Kecamatan Sepatan dengan arahan peruntukan
pertanian dalam Perda RTRW
Peta penggunaan lahan Kabupaten Tangerang tahun 2008
Peta administrasi Kecamatan Sepatan
Luas sawah irigasi (dalam ha) di Kecamatan Sepatan tahun 2010-2015

4
5
20

23

25
35
37
39

9
10

11

12
13

Peta kesesuaian penggunaan lahan tahun 2008 terhadap arahan
peruntukan ruang dalam RTRW Kabupaten Tangerang 2011-2031
Diagram persentase penggunaan lahan pada lokasi cetak sawah irigasi
sesuai arahan peruntukan lahan pertanian dalam RTRW Kabupaten
Tangerang 2011-2031
Peta kesesuaian perubahan penggunaan lahan sawah irigasi 20122015 di Kecamatan Sepatan dengan arahan peruntukan pertanian
dalam RTRW Kabupaten Tangerang
Peta kesesuaian perizinan IMB di Kecamatan Sepatan Tahun 20102014 dengan RTRW Kabupaten Tangerang
Produktivitas padi di Kecamatan Sepatan Periode tahun 2009-2014

54

55

57
60
63

DAFTAR LAMPIRAN
1

Wawancara dengan para pihak terkait dalam perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Tangerang
2 Hasil Wawancara dengan Para Petani (30 Petani) terkait karakteristik
petani dalam mendukung perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan di Kabupaten Tangerang.
3 Wawancara dengan narasumber terkait dengan proses penyusunan
rencana tata ruang wilayah kabupaten

85

95
96

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga
pemenuhannya menjadi salah satu hak asasi yang harus dipenuhi secara bersamasama oleh negara dan masyarakatnya. Pemerintah Indonesia selalu berupaya untuk
mencapai kemakmuran rakyat Indonesia, salah satunya adalah meningkatkan
ketahanan pangan nasional. Untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional,
beberpa usaha yang perlu dilaksanakan secara simultan antara lain: pengendalian
alih fungsi lahan pertanian, mencetak lahan pertanian baru dan intensifikasi sistem
pertanian dengan menerapkan tekhnologi yang dapat meningkatkan produktivitas
dan sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan. Walaupun secara teoritis
ketahanan pangan mengandung aspek yang sangat luas, termasuk kemampuan
mengadakan bahan pangan baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar
negeri, namun dalam berbagai kebijakan pembangunan pertanian, usaha
pencapaian ketahanan pangan sebagian besar difokuskan pada peningkatan
kemandirian pangan.
Namun demikian fenomena yang terjadi menunjukkan penyusutan lahan
pertanian yang cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun akibat pengalihan
status tanah pertanian pada area persawahan di Indonesia. Periode tahun 1981–
1999 memperlihatkan neraca pertambahan lahan sawah seluas 1.6 juta ha, namun
antara tahun 1999–2002 terjadi penyusutan luas lahan seluas 0.4 juta ha atau
141,285 ha/tahun. Kemudian dalam periode tahun 1979-1999, pengalihan status
tanah pertanian di Indonesia mencapai 1,627,514 ha atau 81,376 ha/tahun (Isa,
2006). Data BPS tahun 2004 menunjukkan bahwa besaran laju alih fungsi lahan
pertanian dari lahan sawah ke non sawah sebesar 187,720 ha/tahun, dengan rincian
alih fungsi ke non pertanian sebesar 110,164 ha/tahun dan alih fungsi ke pertanian
lainnya sebesar 77,556 ha/tahun. Adapun untuk alih fungsi lahan kering pertanian
ke non pertanian sebesar 9,152 ha/tahun. Berdasarkan hasil sensus lahan yang
dilakukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan), dalam kurun waktu 3 tahun
(2007-2010), lahan sawah susut dari 4.1 juta ha menjadi 3.5 juta ha atau alih fungsi
lahan mencapai 600 ribu ha. Adanya penyusutan lahan pertanian atau alih fungsi
lahan pertanian ini adalah akibat dari pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi
yang disertai dengan pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan kebutuhan terhadap lahan yang tidak dapat dihindari bahkan terjadi
persaingan dalam penggunaan lahan untuk berbagai kegiatan ekonomi nonpertanian, seperti perumahan, industri, atau kegiatan lainnya.
Keadaan alih fungsi lahan pertanian ini mengkhawatirkan pemerintah dan
pemerintah daerah karena salah satu diantaranya adalah akan kesulitan dalam
mengupayakan terwujudnya ketersediaan pangan. Permasalahan ini menuntut
negara yaitu pemerintah dan pemerintah daerah mengambil langkah-langkah
kebijakan untuk melindungi lahan pertanian pangan agar ketersediaan lahan
pertanian pangan dapat terus dipertahankan guna memenuhi kebutuhan hak atas
pangan

2

Kenyataan tersebut menuntut perlunya upaya strategis dalam pengendalian
alih fungsi lahan pertanian dan perlindungan terhadap lahan pertanian produktif.
Pada tahun 2009, pemerintah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 41
Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Ketentuan pada UU ini perlu dijabarkan lebih lanjut oleh pemerintah daerah
sebagaimana diamanahkan bahwa provinsi dan kabupaten/kota diharuskan
mengidentifikasi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dilanjutkan dengan
penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan melalui Peraturan Daerah
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga keberlanjutan lahan pertanian
pangan dapat tetap terjaga.
Menurut UU Nomor 41 Tahun 2009 tersebut, lahan pertanian pangan
berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan
dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Adapun pangan pokok
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati, baik nabati maupun hewani,
yang diperuntukkan sebagai makanan utama bagi konsumsi manusia. Pangan
pokok manusia di Indonesia beragam antara lain beras, jagung dan sagu. Namun
sebagian besar manusia Indonesia mengkonsumsi beras terutama di wilayah
Indonesia bagian barat. Studi ini mengambil lokasi di wilayah Indonesia bagian
barat yaitu Kabupaten Tangerang yang berada di Provinsi Banten, maka dalam
pembahasan studi ini selanjutnya di fokuskan pada lahan pertanian pangan pokok
khususnya lahan padi sawah.
Provinsi Banten dikenal sebagai lumbung beras nasional, dengan produksi
padi pada tahun 2011 mencapai 1.94 juta ton. Oleh sebab itu Provinsi Banten
termasuk dalam salah satu dari 10 provinsi penghasil beras tertinggi di Indonesia.
Ke 10 provinsi tersebut adalah Jawa Timur (1.1 juta ton), Jawa Tengah (779 ribu
ton), Jawa Barat (540 ribu ton), Sulawesi Selatan (490 ribu ton), NTB (155 ribu
ton), DKI Jakarta dan Banten (86 ribu ton), Lampung (69 ribu ton), Sumatra
Selatan (68 ribu ton), DIY Yogyakarta (66 ribu ton) dan DI Aceh (46 ribu ton).
Untuk dapat terus menunjang perannya tersebut, maka Provinsi Banten perlu
mempertahankan luas lahan sawahnya.
Luas lahan sawah di Provinsi Banten mengalami laju penyusutan hingga
mencapai 0.14% pertahun atau menghilang sekitar 273 ha/tahun dalam periode
tahun 2009-2013, meskipun produktivitasnya relatif meningkat.
Apabila
dibandingkan dengan produktivitas nasional, Provinsi Banten memiliki
produktivitas yang baik karena diatas angka produktivitas nasional yaitu sebesar
1.96 ton/ha dibandingkan dengan produktivitas nasional sebesar 1.65 ton/ha (BPS,
2015). Luas baku lahan sawah tersebut tersebar di 4 kabupaten dan 4 kota di
Provinsi Banten dengan luas 194,716 ha pada tahun 2013 dimana diantaranya di
Kabupaten Tangerang dengan luas 38,344 ha.
Kabupaten Tangerang yang berada di Provinsi Banten merupakan satu
bagian dari Megapolitan Jabodetabek atau Megacity Jakarta. Keberadaan
Kabupaten Tangerang tersebut memberikan implikasi terhadap perkembangan
ekonomi yang cukup pesat dan disertai dengan pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi. Akibatnya terjadi peningkatan kebutuhan terhadap lahan yang tidak
dapat dihindari bahkan terjadi perubahan penggunaan lahan untuk berbagai
kegiatan ekonomi non-pertanian, seperti perumahan, industri, atau kegiatan

3

lainnya, yang sering disebut dengan alih fungsi lahan pertanian. Douglass (2006)
menyatakan bahwa masalah polusi, kemacetan, kekurangan air dan rumah, dan
berkurangnya lahan pertanian terjadi dan harus ditangani. Firman (2009)
menemukan bahwa sebagian besar alih fungsi lahan di Jakarta Bandung Region
(JBR) berujung pada pembangunan permukiman atau kota-kota baru yang berada
di pinggiran kota. Dalam skala nasional, dalam kurun waktu tiga dekade terakhir,
setidaknya terdapat dua trend utama proses alih fungsi lahan yang menonjol, yakni
proses deforestasi dan urbanisasi-suburbanisasi (Kitamura dan Rustiadi, 1997).
Proses deforestasi terutama sebagai akibat dari aktifitas loging, pengembangan
areal pertanian dan pemukiman baru (transmigrasi). Di lain pihak, pada daerahdaerah seputar perkotaan ekspansi aktifitas urban (suburbanisasi) merupakan
faktor utama terjadinya alih fungsi lahan-lahan pertanian ke aktifitas urban.
Dengan demikian sebagian besar magnitude proses alihfungsi lahan berlangsung
di kawasan perdesaan, khususnya pada kawasan-kawasan perbatasan kota-desa
dan perbatasan kawasan budidaya-non budidaya. Studi yang dilakukan Rustiadi
et al. (1999) di Jakarta dan di salah satu wilayah penyangga Jakarta, Kabupaten
Bekasi, memperlihatkan keterkaitan proses migrasi, pertumbuhan ekonomi dan
konversi lahan.
Kabupaten Tangerang memiliki sistem pertanian yang cukup baik. Hal ini
dikarenakan selain jenis tanah yang subur untuk pertanian, juga memiliki lahan
sawah yang cukup besar, sehingga diposisikan oleh pemerintah pusat sebagai salah
satu daerah penyedia pangan di Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian
memegang peranan penting bagi penerimaan pendapatan daerah. Sumbangan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian di Kabupaten
Tangerang termasuk cukup besar. Secara lebih rincinya sumbangan PDRB setiap
sektor di Kabupaten Tangerang dalam periode tahun 2008-2012 dapat dilihat
dalam Tabel 1.
Tabel 1 PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 20082012 Kabupaten Tangerang (dalam jutaan rp)
Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
Perdagangan, Hotel,
dan Restoran
Jasa
Listrik dan Air
bersih
Bangunan
Angkutan/komunika
si
Bank/Keu/Perum

Total

2008
1,644,676
(9.88)

Jumlah PDRB dalam jutaan rp (persentase terhadap total)
2009
2010
2011
1,745,259
1,906,435
2,000,207
(10.04)
(10.28)
(10.05)

2012
2,181,651
(10.49)

14,417 (0.09)

16,814 (0.10)

17,973 (0.10)

19,391 (0.10)

19,731 (0.09)

10,490,566
(63.02)
1,343,167
(8.07)
505,679 (3.04)
1,239,119
(7.44)
115,027 (0.69)
1,246,682
(7.49)
48,025 (29)
16,647,358
(100)

10,732,023
(61.74)
1,482,026
(8.53)
539,315 (3.10)
1,282,585
(7.38)
126,714 (0.73)
1,402,932
(8.07)
54,422 (0.31)
17,382,090
(100)

11,117,448
(59.94)
1,615,526
(8.71)
564,771 (3.04)
1,548,882
(8.35)
139,248 (0.75)
1,580,442
(8.52)
58,395 (0.31)
18,549,120
(100)

11,888,600(59.
70)
1,797,658
(9.03)
608,494 (3.06)

12.185,936
(58.57)
1,965,232
(9.45)
655,422 (3.15)
1,626,500
(7.82)
166,445 (0,80)
1,935,261
(9.30)
67,911 (0.33)
20,804,088
(100)

1,577,196(7.92)
153,803 (0.77)
1,804,089
(9.06)
62,979 (0.32)
19,912,417
(100)

Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS), 2014

Tabel 1 memperlihatkan bahwa dalam periode tersebut sektor pertanian
masih merupakan sektor ke 2 unggulan di Kabupaten Tangerang setelah sektor
industri pengolahan. PDRB sektor pertanian Kabupaten Tangerang meningkat

4

setiap tahun dari tahun 2008-2014 meskipun tidak begitu pesat. Peningkatan yang
tidak begitu pesat ini disebabkan karena luas lahan sawah di Kabupaten Tangerang
yang cukup luas, namun di sisi lain terjadi perkembangan penduduk dan
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Akibatnya Kabupaten Tangerang
termasuk sebagai salah daerah yang mengalami alih fungsi lahan sawah ke
penggunaan lain seperti perumahan, industri, jasa, dan pembangunan infrastruktur.
Kebutuhan beras di Kabupaten Tangerang tidak dapat dipenuhi dari potensi
domestik. Hal ini terlihat dari defisit beras yang terjadi pada tahun 2010 sampai
dengan 2014 rata-rata sebesar 64,964.79 ton/tahun. Hal ini menunjukan
ketidakmandirian Kabupaten Tangerang dari sisi ketersediaan beras yang
dihasilkan. Untuk jelasnya jumlah defisit beras di Kabupaten Tangerang dapat
dilihat pada Gambar 1.
tahun
0
-10000

2010

2011

2012

2013

2014

-20000

ton bers

-30000
-40000
-50000
-60000
-70000
-80000
-90000
-100000
Surplus/defisit beras

Sumber: Diolah dari Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten
Tangerang

Gambar 1 Jumlah surplus/defisit beras (dalam ton) di Kabupaten Tangerang
tahun 2010-2014
Sejalan dengan semakin tingginya angka defisit beras, dalam kurun waktu
2010-2014, diprediksi lahan sawah yang ada akan terus berkurang. Luas lahan
sawah ini cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 luas
lahan sawah yang ada sebesar 39,915 ha dan mengalami penurunan hingga 38,322
ha pada tahun 2014 (BPS, Kabupaten Dalam Angka tahun 2014). Untuk lebih
jelasnya lihat Gambar 2.
Penyebab pertama terjadinya alih fungsi lahan sawah yang sulit dihindari di
Kabupaten Tangerang adalah karena laju pertumbuhan penduduk yang cukup
tinggi serta letak geografis yang menjadikan Kabupaten Tangerang sebagai salah
satu kawasan penyangga ibukota DKI Jakarta. Laju pertumbuhan penduduk
Kabupaten Tangerang selama sepuluh tahun terakhir (tahun 2000-2010) adalah
sebesar 3.77% pertahun. Laju ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata
pertumbuhan penduduk Provinsi Banten yang hanya 2.78% pertahun (BPS, 20012011). Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Kabupaten Tangerang mencapai 2.83 juta orang dengan persentase mencapai 27%

5

dari total penduduk Provinsi Banten yang berjumlah 10.63 juta orang. Bila
dibandingkan dengan kabupaten lainnya dan kota-kota yang ada, Kabupaten
Tangerang adalah kabupaten dengan populasi tertinggi pertama di Banten.
Dengan luas wilayah Kabupaten Tangerang sekitar 1,033.79 km² yang didiami
oleh 2,834,376 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Tangerang
adalah sebanyak 2,954 orang/km² (Statistik Daerah Kabupaten Tangerang 2012).
40,500

dalam ha

40,000
39,500
39,000
38,500
38,000
37,500
2010

2011

2012

2013

2014

tahun
Luas Lahan Sawah Irigasi

Sumber: BPS, KabuKabupaten Tangerang Dalam Angka tahun 2010-2014

Gambar 2 Luas lahan padi sawah irigasi (dalam ha) di Kabupaten
Tangerang tahun 2010-2014
Penyebab lainnya adalah Kabupaten Tangerang telah lama menyandang
predikat sebagai sentra industri dengan banyaknya pabrik-pabrik industri, terutama
pada jenis industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit. Potensi ini ditunjang oleh lokasi
Kabupaten Tangerang yang berada sangat dekat dan kemudahan akses ke ibukota
DKI Jakarta dan juga bandara Soekarno-Hatta yang merupakan gerbang utama
keluar-masuk orang dan barang baik domestik maupun internasional.
Mengingat sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diunggulkan,
namun di lain pihak alih fungsi lahan sawah terus berlangsung di Kabupaten
Tangerang, tentunya ini akan mengganggu ketahanan pangan. Untuk itu
diperlukan upaya-upaya agar pengurangan lahan sawah (pertanian pangan) dapat
dicegah atau dihambat. Dengan demikian dirasakan perlu dilakukan kajian tentang
strategi perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten
Tangerang.

Perumusan Masalah
Kondisi ketahanan pangan akibat dari maraknya alih fungsi lahan pertanian
sangat terganggu, banyak daerah yang sebelumnya merupakan wilayah
swasembada beras saat ini telah menjadi daerah yang mengimpor beras dari
daerah-daerah lainnya. Ancaman terhadap ketahanan pangan ini tidak saja
menyebabkan berkurangnya produksi beras tapi juga akan menganggu terhadap
stabilitas ekonomi, sosial, politik dan perkembangan penduduk secara umum.

6

Keadaan ini menjadi lebih mengkhawatirkan jika melihat peningkatan alih
fungsi lahan menurut Rachmat dan Muslim (2013) disebabkan adanya kebijakan
pemerintah daerah (kabupaten/kota) yang berkecenderungan mengkonversi lahan
sawah atas nama untuk kepentingan pembangunan daerahnya. Hal ini ditunjukkan
oleh data RTRW kabupaten/kota yang dihimpun BPN yang menunjukkan adanya
keinginan untuk mengalihfungsikan lahan sawah seluas 3.09 juta ha yang
merupakan 42.37% dari areal sawah beririgasi atau 34.81% dari total lahan sawah
(Tabel 2).
Tabel 2 Luas sawah dan rencana alih fungsi lahan menurut RTRW kabupaten/kota
Luas Lahan Sawah (ha)
Wilayah Pulau

Sumatera
Jawa Bali
Kalimantan
Sulawesi
NTT-Maluku
Papua
Indonesia
Sumber: BPN (2004).

Irigasi

NonIrigasi

Total

1,621,910
3,391,250
877,930
858,140
499,050
66,460
7,314,740

414,780
542,120
375,200
124,270
67,050
65,060
1,588,440

2,036,690
3,933,370
1253,130
982,410
566,100
131,520
8,903,180

Rencana Alih Fungsi
%
%
Luas (ha) terhadap terhadap
sawah
sawah
total
irigasi
710,230
34.87
43.79
1,669,600
42.45
49.23
58,360
4.66
6.65
414,290
42.17
48.28
180,060
31.81
36.08
66,460
50.53
36.08
3,099,000
34.81
42.37

Tabel 2 memperlihatkan bahwa pada wilayah pulau Jawa-Bali (yang
memiliki luas lahan sawah irigasi 3.4 juta ha), data RTRW Kabupaten/Kota di
Jawa-Bali merencanakan sebesar kurang lebih 1,7 juta ha (49.23% terhadap lahan
sawah irigasi) beralihfungsi menjadi non-pertanian. Kabupaten Tangerang
merupakan salah satu Kabupaten di wilayah pulau Jawa-Bali telah mengalami
penyusutan lahan sawah irigasi dalam kurun 2010-2014 (lihat Gambar 2), dan
diprediksi terus berlanjut. Salah satu upaya pengendalian pemanfaatan lahan
sawah oleh penggunaan non-sawah adalah melalui Perda RTRW. Pada UU
Nomor 41 Tahun 2009 diamanahkan bahwa penetapan lahan pertanian pangan
berkelanjutan (LP2B) melalui Perda RTRW, sedangkan UU Nomor 26 Tahun
2007 mengamanahkan bahwa pada setiap pelanggaran pemanfaatan ruang terdapat
sanksi. Ketentuan tersebut membuat arahan peruntukan ruang pada RTRW (Perda
RTRW) menjadi faktor penentu dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
termasuk upaya pengendalian terhadap pemanfaatan ruang lahan sawah bagi
penggunan non-sawah. Hal ini menunjukkan, bahwa dalam menyusun strategi
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Tangerang, perlu
dilakukan evaluasi kesesuaian antara peta penggunaan lahan atau tutupan lahan
dengan peta pola ruang (berisi arahan peruntukan ruang) pada RTRW. Pada Perda
RTRW yang belum mencantumkan nomenklatur LP2B, sering menggunakan
lahan sawah irigasi sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam arahan
peruntukan ruangnya.
Pada tahun 2011 Pemerintah Kabupaten Tangerang telah menetapkan Perda
Nomor 13 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Tangerang, dan diindikasikan
juga adanya rencana alih fungsi lahan sawah irigasi pada arahan ruang Perda
RTRW tersebut. Untuk itu perlu dilakukan analisis sejauhmana Perda Nomor 13
Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031

7

“mempertahankan” sawah irigasi sebelumnya (penggunaan lahan tahun
2008), “merencanakan” alih fungsi lahan sawah irigasi yang ada sebelumnya
(penggunaan lahan tahun 2008), dan “merencanakan” perluasan lahan
sawah baru dibandingkan dengan yang ada sebelumnya (penggunaan lahan
tahun 2008) di Kabupaten Tangerang.
Perda RTRW Kabupaten Tangerang dan rencana lebih rinci lagi (yaitu
Rencana Detail Tata Ruang atau RDTR) merupakan instrumen utama dalam
pengendalian pemanfaatan ruang untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan
sawah. Pada saat ini Pemerintah Kabupaten Tangerang belum memiliki RDTR,
maka hanya Perda RTRW Kabupaten Tangerang yang dapat digunakan sebagai
instrumen pengendalian pemanfaatan ruang. Mengingat penyusutan lahan
pertanian diprediksi akan terus berlangsung, maka diperlukan analisis
sejauhmana perubahan penggunaan lahan sawah irigasi sesuai dengan
arahan peruntukkan ruang pada Perda Nomor 13 Tahun 2011 tentang
RTRW Kabupaten Tangerang (setelah ditetapkannya Perda Nomor 13
Tahun 2011).
Dalam upaya memenuhi ketersediaan pangan di Kabupaten Tangerang dan
mempertahankan perannya sebagai salah satu penyedia pangan dirasakan perlu
adanya perlindungan terhadap lahan pertanian pangan. Dengan demikian maka
perlu dirumuskan bagaimana strategi perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan di Kabupaten Tangerang.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
tujuan umum dari penelitian ini adalah merumuskan strategi perlindungan lahan
pertanian pangan di Kabupaten Tangerang. Untuk menjawab tujuan umum
tersebut, maka tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis sejauhmana Perda Nomor 13 Tahun 2011 tentang RTRW Tahun
2011-2031 “mempertahankan” sawah irigasi sebelumnya (penggunaan lahan
tahun 2008), “merencanakan” alih fungsi lahan sawah irigasi yang ada
sebelumnya (penggunaan lahan tahun 2008), dan “merencanakan” perluasan
lahan sawah baru dibandingkan dengan yang ada sebelumnya (penggunaan
lahan 2008) di Kabupaten Tangerang.
2. Menganalisis sejauhmana perubahan penggunaan lahan sawah irigasi di
Kecamatan Sepatan yang sesuai dengan arahan peruntukkan ruang pada Perda
Nomor 13 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Tangerang Tahun 20112031 (setelah ditetapkannya Perda Nomor 13 Tahun 2011).
3. Merumuskan strategi perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di
Kabupaten Tangerang.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
a. Manfaat Akademis;

8

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai jenjang pendidikan Strata-2 (S2)
Program Managemen Pembangunan Daerah.
b. Manfaat Teoritis;
Sebagai bahan masukan bagi implementasi kebijakan perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan.
c. Manfaat Aplikatif ;
- Memberikan wawasan pengetahuan kepada masyarakat bahwa pentingnya
mempertahankan lahan pertanian dalam mewujudkan ketahanan pangan
nasional.
- Masukan bagi pemerintah daerah untuk menyusun program dan kebijakan
terkait dengan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten
Tangerang.

Ruang Lingkup Penelitian
Pada studi ini, nomenklatur “lahan pertanian” yang digunakan dalam arahan
peruntukan ruang pada Perda Nomor 13 Tahun 2011 diartikan sebagai “lahan
pertanian pangan berkelanjutan”. Adapun nomenklatur “lahan sawah irigasi” pada
peta penggunaan lahan Kabupaten Tangerang diartikan sebagai “lahan sawah”.
Sesuai perumusan masalah yang dibuat, maka ruang lingkup studi ini adalah
melakukan penelitian terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi
(perubahan penggunaan) lahan “sawah irigasi” (yang dalam RTRW disebut
sebagai peruntukan lahan “pertanian”) menjadi lahan non-“sawah irigasi” di
Kabupaten Tangerang dan Kecamatan Sepatan, terutama faktor yang terkait
dengan arahan peruntukan ruang dalam RTRW. Disamping itu juga dilakukan
penelitian terhadap faktor-faktor lain penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah
irigasi di Kecamatan Sepatan. Hasil penelitian tersebut menjadi dasar dalam
perumusan strategi terhadap perlindungan lahan “sawah irigasi” atau perlindungan
lahan “pertanian pangan berkelanjutan.”

9

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan dan Penatagunaan Tanah
Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi manusia
untuk menjalani kehidupannya antara lain sebagai tempat tinggal dan mencari
nafkah. Menurut Notohadiprawiro (1991), lahan merupakan kesatuan berbagai
sumberdaya daratan yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem struktural
dan fungsional. Sifat dan perilaku lahan ditentukan oleh jenis sumberdaya
dominan dan intensitas interaksi yang berlangsung antar sumberdaya. Sumberdaya
lahan dapat mengalami perubahan karena aktivitas manusia. Penggunaan lahan
(land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik material maupun spiritual.
Menurut Barlowe (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan
lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor
institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat
fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan
kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan
pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertanahan, keadaan
politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat dilaksanakan. Penggunaan
lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu penggunaan lahan
pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.
Salah satu lahan pertanian yang banyak terdapat di Indonesia khususnya
Pulau Jawa adalah lahan sawah. Lahan sawah adalah suatu tipe penggunaan lahan
yang untuk pengelolaannya memerlukan genangan air. Oleh karena itu, lahan
sawah selalu memiliki permukaan datar atau yang didatarkan dan dibatasi oleh
pematang untuk menahan air genangan. Lahan sawah, selain sebagai penghasil
tanaman pangan yaitu padi, juga memiliki banyak fungsi. Di antara fungsi tersebut
adalah sebagai penopang ketahanan pangan, penyedia lapangan kerja, penjaga
kelestarian budaya serta memberikan suasana khas pedesaan. Sawah juga
memberikan manfaat bagi lingkungan, yaitu sebagai pengendali banjir dan erosi,
mendaur ulang air dan limbah organik. Di samping nilai positif, sawah juga
memiliki nilai negatif yang berkaitan dengan lingkungan. Nilai negatif dimaksud
adalah dihasilkannya gas metan oleh sawah, yang merupakan salah satu
penyumbang gas rumah kaca.
Dalam rangka pemanfaatan ruang atau lahan diperlukan pengaturan dalam
bentuk penatagunaan tanah. Penatagunaan tanah adalah tugas pemerintah,
sebagaimana Pasal 33 ayat 3 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang
mengamanatkan kepada pemerintah untuk memanfaatkan tanah sebagai karunia
Tuhan kepada angsa Indonesia bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk
kepentingan itu pemerintah harus menyusun rencana umum tentang persediaan,
peruntukan dan penggunaan tanah serta pemeliharaannya. Pelaksanaannya
dilakukan oleh pemerintah untuk tingkat nasional, pemerintah daerah provinsi
untuk tingkat provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk tingkat
kabupaten/kota.
Pada ketentuan pelaksanannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16
Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, disebutkan bahwa penatagunaan tanah

10

bertujuan untuk: a) Mengatur penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah; b) Mewujudkan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang wilayah; c)
Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah termasuk pemeliharan tanah serta pengendalian pemanfaatan
tanah; dan d) Menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan, dan
memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan
tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan.
Pada PP Nomor 16 Tahun 2004 disebutkan bahwa setiap kegiatan di bidang
pertanahan di kawasan lindung dan kawasan budidaya, dan penatagunaan tanah
diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota.
Lebih lanjut diatur bahwa Penatagunaan tanah harus merujuk pada RTRW
kabupaten/kota yang telah ditetapkan, dan bagi kabupaten/kota yang belum
menetapkan RTRW, penatagunaan tanah merujuk pada rencana tata ruang lain
yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan untuk daerah
bersangkutan. Terkait hak atas tanah, pada Pasal 8 PP Nomor 16 Tahun 2004
disebutkan bahwa pemegang hak atas tanah wajib menggunakan dan dapat
memanfaatkan tanah sesuai RTRW. Namun demikian, penetapan RTRW tidak
mempengaruhi status hubungan hukum atas tanah.

Penataan Ruang
Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan tempat manusia dan makhluk hidup
lainnya melakukan kegiatan serta melihara kelangsungan hidupnya. Menurut
Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang disebutkan
bahwa penataan ruang adalah suatu upaya untuk mewujudkan tata ruang yang
terencana melalui suatu proses yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian pemanfaatan ruang yang satu dengan lainnya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Menurut UU Nomor 24 tahun 1992 pasal 9 ayat
1, penataan ruang berasaskan: a) pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan
secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan
berkelanjutan; b) keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.
Menurut Rustiadi et al. (2004), penataan ruang pada dasarnya merupakan
perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan
melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan
ruang merupakan bagian dari proses pembangunan. Penataan ruang mempunyai
tiga urgensi, yakni: a) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas
dan efisiensi); b) alat dan wujud distribusi sumberdaya (prinsip pemerataan,
keberimbangan, dan keadilan); dan c) keberlanjutan (prinsip sustainability).
Menurut Sujarto (2003) fungsi dari penataan ruang yakni: a) Perumusan kebijakan
pokok pemanfaatan ruang di wilyah kota; b) Perwujudan keterpaduan, keterkaitan
dan keseimbangan perkembangan antara wilayah kota serta keserasian antar
sector; c) Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan/atau
masyarakat; d) Penataan ruang bagian wilayah kota bagi kegiatan pembangunan.

11

Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan
lindung seperti suaka alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam,
pantai berhutan bakau, dan sebagainya serta kawasan budidaya seperti industri,
pemukiman, pertanian, dan sebagainya, sedangkan berdasarkan aspek
administratif, penataan ruang meliputi ruang wilayah nasional, wilayah provinsi,
wilayah kabupaten/kota yang dalam penyusunannya melalui hirarki dari level yang
paling atas ke level yang paling bawah agar penataan ruang bisa dilakukan secara
terpadu.
Rencana tata ruang wilayah merupakan sebuah dokumen perencanaan yang
menjadi patokan dalam memanfaatkan ruang dan wilayah. Tujuan dari RTRW
dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah untuk menjaga
agar pemanfaatan ruang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan yang
berlandaskan pada wawasan nusantara. Dengan demikian RTRW merupakan
arahan dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan dalam lingkup aspek
keruangan.
Pada penjelasan Pasal 4, PP Nomor 16 Tahun 2004 disebutkan bahwa
RTRW kabupaten/kota menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk
menetapkan lokasi kegiatan pembangunan dalam memanfaatkan ruang serta dalam
menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di
daerah tersebut dan sekaligus menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi
pengarahan pemanfaatan ruang, sehingga pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan
pembangunan selalu sesuai dengan RTRW kabupaten/kota yang sudah ditetapkan.

Alih Fungsi Lahan
Pertambahan penduduk dan pertumbuhan kegiatan ekonomi yang pesat di
beberapa wilayah memerlukan jumlah lahan non pertanian yang mencukupi.
Namun demikian, pertambahan jumlah penduduk juga memerlukan supply bahan
pangan yang lebih besar, yang berarti lahan pertanian juga lebih luas, sementara
total luas lahan yang ada berjumlah tetap. Akibatnya telah terjadi persaingan yang
ketat dalam pemanfaatan lahan yang berakibat pada meningkatnya nilai lahan
(land rent), maka penggunaan lahan untuk pertanian akan selalu dikalahkan oleh
peruntukan lain seperti industri dan perumahan (Nasoetion dan Winoto 1996).
Meskipun nilai intrinsik dari lahan pertanian, terutama sawah, jauh lebih tinggi
dari nilai pasarnya (Pakpahan et al. 2005, Sumaryanto dan Sudaryanto 2005)
namun nilai-nilai tersebut belum tercipta ‘pasarannya’ sehingga pemilik
lahan/petani belum memperoleh nilai finansialnya.
Pada umumnya alih fungsi lahan cenderung menular dan meningkat serta
disebabkan oleh 2 faktor terkait. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan
jalan, perumahan atau industri di suatu lokasi yang beralih fungsi, maka
aksesibilitas di lokasi tersebut semakin mendorong meningkatnya permintaan
lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya
meningkat. Kedua, meningkatnya harga lahan selanjutnya mendorong petani lain
di sekitarnya untuk menjual lahannya. Pembeli tanah tersebut biasanya bukan
penduduk setempat sehingga akan terbentuk lahan-lahan yang secara umum rentan
terhadap proses alih fungsi lahan. (Irawan et al. 2002). Menurut Pakpahan (2005),
alih fungsi lahan di tingkat wilayah secara tidak langsung dipengaruhi oleh

12

pertumbuhan komoditi perkebunan dan pertumbuhan kepadatan penduduk.
Sementara itu, alih fungsi lahan sawah secara langsung dipengaruhi oleh
pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan lahan untuk industri
dan pertumbuhan sarana pemukiman
Alih fungsi lahan merupakan sebuah proses perubahan guna lahan untuk
meningkatkan nilai manfaat dari sebuah lahan. Nugroho (2004) mengartikannya
sebagai sebuah mekanisme yang mempertemukan sebuah permintaan dan
penawaran terhadap lahan. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai
perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis
besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin
bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih
baik (Rustiadi dan Reti, 2008)
Alih fungsi lahan merupakan suatu akibat adanya pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat. Menurut Rustiadi dan Reti
(2008), hal tersebut tercermin dari: a) pertumbuhan aktivitas pemanfaatan
sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap peggunaan
lahan, b) adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan primer,
khususnya dari sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya ke sektor sekunder
(manufaktur) dan sektor tersier (jasa). Dalam hukum ekonomi pasar, alih fungsi
lahan berlangsung dari aktivitas yang land rent nya rendah ke aktivitas yang land
rent nya tinggi. Land rent adalah nilai keuntungan bersih dari aktivitas
pemanfaatan lahan per satuan luas lahan dan waktu tertentu.
Proses alih fungsi lahan secara langsung (dilakukan oleh pihak petani
sendiri) dan tidak langsung (dilakukan oleh pihak lain) ditentukan oleh dua faktor,
yaitu: a) sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah,
dan b) sistem non-kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam
masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masya