Evaluasi Cakupan Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Usia 12 – 24 Bulan di Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara

EVALUASI CAKUPAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI USIA
12 – 24 BULAN DI KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA1
Juliandi Harahap
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstract
Indonesia has been categorized as a country with high endemicity of chronic hepatitis B infection,
where HbsAg prevalence rate is more than 8%. The incidence of hepatitis B tends to be increase year by
year. Hepatitis B immunization plays important role to prevent this infection especially in babies and
children under five years. Infection to these groups will cause chronic infection, and in the future may
develop as cirrhosis hepatic and liver cancer. People with chronic hepatitis B can spread the infection to the
others.
Therefore, it is important to conduct an evaluative study to identify the coverage of immunization
based on immunization program that has been done. A cross sectional study was conducted in Asahan
District, where samples were children aged 12 -24 years taken by cluster sampling technique.
The result showed that only 58% children who had complete hepatitis B immunization coverage. The
completeness of three doses immunization will give protection over 95% against infection of hepatitis B. The
coverage of immunization by serial was relatively high, 65%, 95% and 90% consecutively for HB1, HB2,
and HB3. The level of knowledge of mothers about immunization and hepatitis B infection still remain low.
To increase the immunization of hepatitis B, health provider and cadre should be more active to
promote hepatitis B immunization.

Keywords: hepatitis B, immunization coverage, children under five
PENDAHULUAN1
Latar Belakang
Penyakit hepatitis B merupakan penyakit
endemik yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh
dunia, Indonesia termasuk negara dengan kategori
tingkat endemik yang tinggi dimana prevalensi
HbsAg lebih dari 8% (Departemen Kesehatan, 1996;
World Health Organization, 2001). Infeksi hepatitis
B ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Bila
bayi terinfeksi pada waktu lahir atau pada usia1-5
tahun maka akan terjadi penyakit hati yang kronik.
Infeksi
yang
berjalan
kronis
mempunyai
kemungkinan untuk menjadi cirrhosis hepatis dan
kanker hati. Mereka yang menderita infeksi kronis

ini merupakan sumber untuk penularan penyakit
hepatitis B (Markum, 1997; Ranuh, 2001).
Oleh karena itu pencegahan merupakan
kunci utama untuk mengurangi sumber penularan
serta penurunan angka morbiditas dan mortalitas
akibat penyakit hepatitis B. Pencegahan ini dapat
dilakukan sedini mungkin pada bayi dan balita
melalui pemberian imunisasi hepatitis B. Hingga
1

Dibiayai oleh Dana Masyarakat Lembaga Penelitian
Universitas Sumatera Utara, Tahun 2008

saat ini program imunisasi hepatitis B masih terus
berjalan walaupun banyak kendala yang dihadapi,
diantaranya belum tercapainya target cakupan
imunisasi dan indeks pemakaian vaksin yang rendah.
Bila program imunisasi ini berhasil, diharapkan pada
tahun 2015 (satu generasi kemudian) hepatitis B bisa
diberantas dan bukan merupakan persoalan

kesehatan masyarakat lagi (Suara Merdeka, 2006;
Akbar, 2006).
Secara umum cakupan imunisasi di
Sumatera Utara cukup tinggi, tetapi tidak merata di
setiap kabupaten, ada di antaranya di bawah 80
persen. Hal ini memungkinkan terjadinya Kejadian
Luar Biasa (KLB) penyakit (Sulani, 2007). Tercapai
cakupan imunisasi yang tinggi, tentunya sangat
diharapkan dalam usaha melindungi kesehatan bayi.
Imunisasi merupakan suatu cara yang efektif untuk
memberikan kekebalan khusus terhadap bayi,
dengan tujuan utama untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Disisi lain
terdapat berbagai hambatan dan rintangan yang
memungkinkan
cakupan
imunisasi
rendah,
ketidaklengkapan dosis imunisasi, bahkan tidak

adanya imunisasi sama sekali pada bayi-bayi
tersebut.
51
Universitas Sumatera Utara

Juliandi Harahap

JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
diperlukan suatu penelitian evaluatif terhadap
pelaksaaan imunisasi hepatitis B untuk menjawab
pertanyaan penelitian yaitu bagaimanakah cakupan
imunisasi hepatitis B pada bayi usia 12 – 24 bulan di
Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.
Tinjauan Pustaka
Imunisasi merupakan hal yang terpenting
dalam usaha melindungi kesehatan bayi dan anak.

Imunisasi merupakan suatu cara yang efektif untuk
memberikan kekebalan khusus terhadap seseorang
yang sehat, dengan tujuan utama untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian karena berbagai
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Sesuai
dengan
program
pemerintah
(Departemen
Kesehatan)
tentang
Program
Pengembangan Imunisasi (PPI), maka setiap anak
Indonesia harus mendapatkan imunisasai dasar
sebagai perlindungan terhadap 7 jenis penyakit
utama, yaitu penyakit tuberkulosis dengan
pemberian imunisasi BCG, penyakit difteria, tetanus
dan pertusiss (batuk rejan) dengan imunisasi DPT,
penyakit poliomeyelitis dengan imunisasi polio,

penyakit campak dengan imunisasi campak dan
penyakit hepatitis B dengan imunisasi hepatitis B.
Imunisasi terhadap penyakit lain seperti tifus,
mump, cacar air, rubella hepatitis A, radang selaput
otak dan influenza tidak diwajibkan tetapi
dianjurkan.
Saat ini imunisasi hepatitis B sudah
diwajibkan di Indonesia terhadap bayi berumur
sampai 1 tahun sehingga imunisasi dasar hepatitis B
diberikan secara cuma-cuma di tempat imunisasi
seperti Puskesmas atau Posyandu.
Hepatitis B merupakan penyakit endemik di
hampir seluruh bagian dunia. Pada anak sering
menimbulkan gejala yang minimal bahkan sering
terjadi sub-klinik, namun sering menyebabkan
hepatitis kronik, yang dalam kurun waktu 10 – 20
tahun dapat berkembang menjadi sirosis ataupun
hepatoma (kanker hati); sedangkan pada orang
dewasa lebih sering menjadi hepatitis akut. Hepatitis
B juga dapat berkembang menjadi bentuk fulminan,

dengan angka kematian yang tinggi.
Penyakit hepatitis B disebabkan oleh virus
hepatitis B. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Di
Indonesia, kejadiannya satu diantara 12 – 14 orang.
Selanjutnya dinyatakan bahwa 10% di antara
pengidap virus tadi akan menjadi karier menahun,
yang setelah beberapa tahun kemudian dapat
menunjukkan gejala kanker hati atau cirrosis hati.

Cara penularan hepatitis B dapat melalui
mulut, transfusi darah, dan jarum suntik yang
tercemar. Pada bayi cara penularannya adalah dari
ibu melalui plasenta (uri) semasa dalam kandungan
atau pada saat kelahiran
Kelainan utama pada penyakit ini
disebabkan oleh kerusakan pada hati. Virus hepatiti
B yang masuk dalam tubuh akan berkembang biak
di dalam jaringan hati dan kemudian merusaknya.
Gejala yang timbul dapat bervariasi dari tanpa gejala
sampai kelainan hati yang berat atau penyakit yang

berjalan menahun (kronis). Biasanya gejala penyakit
hepatitis ialah kekuningan pada mata, rasa lemah,
mual, muntah, tidak nafsu makan dan demam.
Pada bayi infeksi hepatitis B sebagian besar
(90%) akan berjalan kronis. Risiko untuk menjadi
kronis ini akan menurun dengan bertambahnya
umur, bila terinfeksi pada usia anak sekolah
risikonya sebesar 23 – 46% dan pada orang dewasa
3 – 10%. Infeksi yang berjalan kronis mempunyai
kemungkinan untuk menjadi kanker hati dan cirrosis
hati. Mereka yang menderita infeksi kronis ini
merupakan sumber untuk penularan penyakit
hepatitis B. Terhadap penyakit kanker hati dan
sirrosis hati sampai sekarang belum ada obatnya.
Biasanya penderita meninggal setelah beberapa
bulan atau beberapa tahun.
Secara
umum
keseluruhan
cakupan

imunisasi di Sumatera Utara cukup tinggi, tetapi
tidak merata setiap kabupaten, ada di antaranya di
bawah 80 persen. Hal ini memungkinkan terjadinya
Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit, sehingga
peningkatan cakupan imunisasi yang tinggi harus
terus diupayakan dan diharapkan cakupan bisa
mencapai minimal 80,5 persen.
Kelemahan-kelemahan
pada
program
imunisasi Sumatera Utara diantaranya, kelemahan
pada tenaga kesehatan, keterlambatan distribusi
vaksin, tempat pelayanan dimana masih terjadi miss
opportunities terutama di rumah sakit dan praktek
swasta terhadap pemberian imunisasai hepatitis B
pada bayi baru lahir yakni imunisasi HB birth dose
(0-7 hari) serta pengetahuan dan perilaku
masyarakat yang kurang memahami program
imunisasi, khususnya imunisasi hepatitis B.
Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk menilai
cakupan imunisasi hepatitis B pada bayi usia 12 - 24
bulan di Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara
tahun 2008 serta untuk mengetahui faktor-faktor
penghambat dalam memperoleh imunisasi hepatitis
B pada balita, mengetahui penggunaan tempattempat sarana pelayanan kesehatan untuk
memperoleh imunisasi hepatitis B, menilai

52
Universitas Sumatera Utara

Juliandi Harahap

JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

persentase pemberian imunisasi hepatitis B
berdasarkan frekuensi pemberiannya, mengetahui
gambaran pengetahuan ibu terhadap masalah yang
berhubungan dengan imunisasi hepatitis B

Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tambahan bagi pengambil
keputusan/kebijakan kesehatan terhadap pelaksanaan
program imunisasi hepatitis B dan sebagai
pembandingan terhadap laporan cakupan imunisasi
secara admistratif, serta memberikan informasi bagi
sarana pelayanan kesehatan dalam melakukan
promosi kesehatan dan pemberian pelayanan
imunisasi hepatitis B agar lebih meningkatkan
cakupan imunisasinya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Agustus–Oktober 2008 dan menggunakan disain
penelitian deskriptif dengan metode cross sectional
study. Populasi penelitian adalah seluruh balita usia
12 – 24 bulan yang berada di wilayah penelitian.
Penentuan usia 12 - 24 bulan ini berdasarkan
pertimbangan bahwa pada rentang usia tersebut
diperkirakan seorang anak balita sudah seharusnya
mendapat imunisasi hepatitis B yang lengkap dan
periode waktu tersebut bagi ibu dari balita yang
terpilih dianggap cukup baik untuk mengingat
kembali imunisasi hepatitis B anaknya.
Perkiraan besar sampel berdasarkan rumus
di bawah ini, dimana tingkat kepercayaan yang
dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan
relatif 10% (Sastroasmoro dan Ismael, 2002). Maka
diperoleh 97 sampel. Jumlah sampel ini dibulatkan
menjadi 100 sampel:
n = Z α2pq
d2

dimana: p = 0.5
d = 0.1

q = 0.5
Z α = 1.96

Sampel pada penelitian ini diambil dengan
menggunakan tehnik cluster sampling, dimana unit
adminstratif terkecil adalah dusun/desa. Pada tahap
awal akan dipilih 10 cluster desa dari Kabupaten
Asahan. Survei akan mengambil data dari 10 subjek
dari tiap cluster, sehingga ukuran sampel menjadi
100 subjek.
Instrumen penelitian yang digunakan
merupakan modifikasi kuesioner dari panduan
rujukan survey cluster cakupan imunisasi WHO dan
cakupan pengetahuan praktis untuk kesehatan ibu
dan anak.
Responden pada penelitian evaluatif ini
adalah ibu yang anaknya terpilih sebagai sampel. Ibu
tersebut
akan
diwawancari
oleh
seorang
pewawancara dengan menggunakan kuesioner untuk

mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan
status imunisasi hepatitis B anak mereka. Data
kegiatan imunisasi anak yang ada pada Kartu
Menuju Sehat (KMS) ataupun buku Kesehatan Ibu
Anak (KIA) dan catatan yang sejenisnya yang
dimiliki ibu juga akan dicatat sebagai verifikasi atas
wawancara yang dilakukan pada ibu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Demografi Ibu Balita
Peran ibu sangat penting dalam menentukan
status kesehatan bayinya, termasuk untuk
kelengkapan imunisasi bayinya. Berbagai faktor
dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam memainkan
perannya sehubungan dengan masalah kesehatan
bayinya, misalnya latar belakang pendidikannya,
umur, jumlah anak, pekerjaan serta sosioekominya.
Pada penelitian ini dilakukan wawancara
terhadap 100 orang ibu yang mempunyai balita usia
12-24 bulan. Beberapa karakteristik ibu dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Demografi Ibu yang
Mempunyai Balita Usia 12-24 Bulan
No. Karakteristik Ibu
Jumlah
Persentase
1
Umur
34
15
15%
2.
Pendidikan
Tidak tamat SD
2
2%
SD
31
31%
SMP
45
45%
SMA ke atas
22
22%
3.
Pekerjaan
IRT
82
82%
Wiraswasta
10
10%
Lainnya
8
8%
4.
Jumlah anak
1
24
24%
2-3
54
54%
22
22%
≥4

Rata-rata umur ibu yang menjadi responden
dalam penelitian ini 27,6 tahun, dimana umur ibu
yang termuda 19 tahun dan yang tertua berumur 41
tahun, dan mayoritas ibu berumur di bawah 25
tahun (35%).
Peningkatan cakupan imunisasi melalui
pendidikan orang tua (ibu) telah menjadi stategi
popular di berbagai negara. Strategi ini berasumsi
bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi secara
benar disebabkan orang tua tidak mendapat

53
Universitas Sumatera Utara

Juliandi Harahap

JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap
yang buruk tentang imunisasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan mayoritas ibu-ibu yang menjadi
responden mempunyai tingkat pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) ke bawah yaitu 78%,
hanya 22% yang mempunyai tingkat pendidikan
lebih atau setara dengan Sekolah Menengah Atas
(SMA). Program imunisasi ini dapat berhasil jika
ada
usaha
yang
sungguh-sungguh
dan
berkesinambungan pada orang-orang yang memiliki
pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap
imunisasi.
Keberhasilan
imunisasi
juga
dapat
dipengaruhi ada atau tidaknya waktu ibu untuk
membawa anaknya imunisasi ke posyandu atau
puskesmas pada jadwal-jadwal tertentu, seperti
jadwal posyandu yang dilakukan sekali sebulan.
Pada penelitian ini umumnya ibu bekerja sebagai ibu
rumah tangga (82%), hanya 18% ibu yang
mempunyai pekerjaan selain sebagai ibu rumah
tangga.
Jumlah anak serta pengalaman ibu dalam
membesarkan
anak-anaknya
dulu
dapat
mempengaruhi sikap ibu terhadap imunisasi untuk
anak berikutnya. Pada penelitian ini umumnya ibu
yang mempunyai 2 – 3 anak sebanyak 54 orang
sedangkan yang mempunyai anak lebih atau sama
dengan 4 sebanyak 22 orang.
2. Karakteristik balita
Balita usia 12-24 bulan diharapkan sudah
mendapat imunisasi hepatitis B secara lengkap.
Pemberian imunisasi hepatitis B bagi bayi yang lahir
di rumah sakit dapat diberikan sedini mungkin. Oleh
karena itu tempat dimana bayi dilahirkan juga dapat
mempengaruhi
kelengkapan
imunisasinya.
Demikian juga pelayanan imunisasi yang disediakan
oleh penolong persalinannya. Pada penelitian ini dari
100 balita yang diteliti diperoleh karakteristik
sebagai berikut:
Tabel 2. Distribusi Karakteristik Balita
No. Karakteristik balita
Jumlah
1.
Jenis Kelamin
Laki-laki
44
Perempuan
56
2.
Tempat lahir
Rumah
77
Puskesmas
3
Klinik
8
Rumah sakit
12
3.
Penolong persalinan
Bidan
87
Dukun
6
Dokter
7

Persentase
44%
56%
77%
3%
8%
12%
87%
6%
7%

Berdasarkan jenis kelamin, ternyata lebih
banyak balita perempuan dibandingkan balita lakilaki, masing-masing 56% dan 44%. Mayoritas
balita-balita yang diteliti pada penelitian ini
dilahirkan di rumah yaitu sebesar 77%, hanya 23%
dari balita tersebut dilahirkan di sarana pelayanan
kesehatan. Hal ini juga menunjukkan bahwa
pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan dan
sosioekonomi masyarakat yang masih rendah,
sehingga mereka memilih melahirkan di rumah
dengan tenaga penolong persalinan bidan ataupun
dukun kampung/dukun bersalin. Sedangkan yang
lahir ditolong oleh dokter hanya 7 balita (7%).
3. Cakupan Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B adalah salah satu dari
lima jenis imunisasi dasar yang telah diwajibkan
oleh Pemerintah bagi seluruh bayi/anak Indonesia.
Sesuai dengan jadwal pemberiannya, maka
imunisasi dasar ini seharusnya sudah lengkap
diberikan pada bayi sebelum usia satu tahun.
Imunisasi hepatitis B di posyandu umumnya
diberikan sebanyak tiga kali (HB 1, HB 2 dan HB 3)
dengan interval waktu pemberian satu bulan yaitu 0
bulan, 2 bulan dan 3 bulan (Depkes, 2005; Markum,
1997; Ranuh 2001).
Hasil penelitian pada ibu-ibu yang memiliki
balita usia 12 – 24 bulan ini tentang riwayat
imunisasi hepatitis B yang telah diperoleh balitanya,
didapati hasil seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. Distribusi Cakupan Imunisasi Hepatitis B
Cakupan imunisasi

Jumlah

Persentase

Tidak imunisasi

3

3%

1x

2

2%

2x

37

37%

58

58%

100

100

Kurang
Lengkap
Lengkap

Total

Cakupan imunisasi dinilai dari kelengkapan
seorang balita untuk mendapatkan 3 kali suntikan
imunisasi hepatitis B seperti yang direkomendasikan
pemerintah. Jadwal pemberian imunisasi hepatitis B
pada bayi di posyandu, umumnya diberikan pada
usia 0 bulan, 2 bulan dan 3 bulan, bersamaan dengan
pemberian imunisasi lainnya. Dari data di atas,
terdapat 2 balita yang hanya mendapat 1 kali
suntikan imunisasi hepatitis B (2%) dan 37 balita
yang hanya mendapat 2 kali suntikan hepatitis B
(37%). Hal ini tentunya tidak akan memberikan
proteksi yang maksimal terhadap kemungkinan
adanya infeksi virus hepatitis B. Sebanyak 58 balita

54
Universitas Sumatera Utara

Juliandi Harahap

JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

mendapat imunisasi hepatitis B yang lengkap (58%).
Dengan tiga kali pemberian, imunisasi hepatitis B
ini dapat memberikan perlindungan lebih dari 95%.
Sedangkan balita yang tidak diimunisasi sama sekali
ada 3 balita (3%).
Cakupan imunisasi hepatitis B bila dilihat
berdasarkan serial pemberiannya masing-masing
sesuai jadwal maka cakupannya sebagai berikut:
Tabel 4. Distribusi Cakupan Imunisasi Hepatitis B
Sesuai Jadwalnya
Imunisasi

Jumlah

Persentase

HB 1

65

65%

HB 2

95

95%

HB 3

90

90%

Hepatitis B

Dari tabel di atas terlihat bahwa cakupan
imunisasi hepatitis B yang pertama (HB1) cendrung
lebih rendah dibandingkan dengan cakupan
imunisasi hepatitis B yang kedua dan ketiga (HB 2
dan HB 3), yaitu masing-masing 65%, 95% dan
90%.
4. Tempat Pelayanan Imunisasi Hepatitis B
Program imunisasi dasar termasuk imunisasi
hepatitis ini pada umumnya dilaksanakan oleh unitunit pelayanan imunisasi pemerintah seperti Rumah
Sakit Umum, Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan
Posyandu. Hasil penelitian terhadap 100 balita pada
studi ini menunjukkan hampir semua balita yang
diimunisasi mendapatkannya di Posyandu (97%)
seperti tabel berikut:
Tabel 5. Distribusi Tempat
Hepatitis B

Pelayanan

Imunisasi

Tempat Pelayanan

Jumlah

Persentase

Posyandu

97

97%

Tidak diimunisasi

3

3%

100

100%

Total

5. Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis
B dan Penyakit Hepatitis B
Imunisasi dasar yang diwajibkan oleh
pemerintah Indonesia bertujuan untuk melindungi
bayi dari 7 macam penyakit yaitu penyakit
tuberkulosis dengan pemberian imunisasi BCG,
penyakit difteria, tetanus dan pertusiss (batuk rejan)
dengan imunisasi DPT, penyakit poliomeyelitis
dengan imunisasi polio, penyakit campak dengan
imunisasi campak dan penyakit hepatitis B dengan
imunisasi hepatitis B (Markum, 1997; Herawati,

1999). Vaksin hepatitis B hanya berfungsi untuk
melindungi dari infeksi hepatitis B, tidak
memberikan perlindungan terhadap jenis hepatitis
lainnya ataupun jaundice (WHO, 2001). Hasil
penelitian ini mendapatkan bahwa 56% ibu-ibu tidak
mengetahui imunisasi hepatitis B dapat mencegah
hepatitis B.
Untuk mencegah kemungkinan penularan
penyakit hepatitis B dari ibu ke bayi, maka
sebaiknya vaksin hepatitis B diberikan sedini
mungkin pada bayi dalam 24 jam setelah lahir,
namun biasanya dapat diberikan sebelum berumur 7
hari. Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas
ibu-ibu (73%) tidak tahu tentang pemberian dosis
pertama ini kepada bayi sedini mungkin setelah
lahir, terlebih lagi karena umumnya ibu-ibu ini
melahirkan di rumah. Dalam hal frekuensi
pemberiannya, hanya 35% ibu yang tahu bahwa
bayinya harus mendapatkan 3 kali vaksin hepatitis
B. Bayi yang mendapatkan 3 dosis imunisasi
hepatitis B maka perlindungan terhadap infeksi
hepatitis B mencapai lebih dari 95% (Depkes, 1996;
WHO, 2001; Prijanto, 2002).
Berbagai rumor dan informasi yang salah
tentang imunisasi merupakan ancaman paling serius
terhadap keberhasilan imunisasi, misalnya bayi mati
setelah menerima vaksin. Demikian juga efek
samping suatu imunisasi bisa mempengaruhi sikap
ibu untuk melanjutkan imunisasi berikutnya,
misalnya imunisasi DPT umumnya mempunyai efek
samping berupa demam. Sedangkan imunisasi
hepatitis B boleh dikatakan tidak mempunyai efek
samping yang berarti. Pada penelitian ini, ternyata
mayoritas ibu-ibu (54%) menyatakan tidak ada efek
samping yang berarti setelah mendapat imunisasi
hepatitis B.
Seperti diketahui infeksi hepatitis B dapat
ditularkan melalui ibu ke bayinya (perinatal
transmission), baik saat dalam kandungan maupun
saat persalinan, melalui penggunaan alat-alat medis
yang terkontaminasi seperti jarum suntik, melalui
transfusi darah serta melalui hubungan seksual
dengan pasangan yang terinfeksi virus hepatitis B.
Infeksi kronis hepatitis B dapat menyebabkan
cirrhosis hepatis dan kanker hati (Prijanto, 2002;
Anwar, 2000; Herawati; 1999). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa secara umum pengetahuan ibuibu mengenai cara penularan hepatitis B serta
akibatnya dikemudian hari ternyata masih rendah.
Lebih dari 74% ibu-ibu tidak mengetahui cara
penularan serta akibat infeksi hepatitis B. Hal ini
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

55
Universitas Sumatera Utara

Juliandi Harahap

JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

Tabel 6. Distribusi Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B dan Penyakit Hepatitis B
Benar
Salah
Pengetahuan
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Mencegah hepatitis B
44
44%
56
56%
Imunisasi hepatitisB diberi
27
27%
73
73%
pada bayi baru lahir
Imunisasi Hepatitis B 3 kali
35
35%
65
65%
Booster
37
37%
63
63%
Efek samping
54
54%
46
46%
Penularan dari ibu ke bayi
24
24%
76
76%
Penularan saat persalinan
20
20%
80
80%
Penularan oleh jarum suntik
26
26%
74
74%
Penularan melalui transfusi
18
18%
82
82%
Akibat penyakit hepatitis
22
22%
78
78%

6. Alasan atas ketidaklengkapan imunisasi
hepatitis B
Berbagai alasan dikemukan ibu atas
ketidaklengkapan imunisasi hepatitis B balitanya,
seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Alasan Atas Ketidaklengkapan Imunisasi
Hepatitis B
Alasan-alasan utama

Jumlah Persentase

Tidak tahu waktu dan tempat imunisasi

28

28%

Anak sedang sakit

13

13%

12

12%

Masalah keluarga termasuk jika ibu sakit

9

9%

Desas desus tentang imunisasi

6

6%

Anggapan salah tentang kontraindikasi

5

5%

Kurang

menyadari

kebutuhan

untuk

imunisasi

Dari tabel di atas terlihat mayoritas jawaban
ibu tentang alasan utama ketidaklengkapan
imunisasi anaknya, adalah ketidaktahuan waktu dan
tempat imunisasi (28%). Hal ini mungkin
disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh ibu
dari kader-kader posyandu. Alasan lain, dikarenakan
anak sedang sakit. Pada prinsipnya tidak ada
halangan atau kontraindikasi dalam pemberian
imunisasi hepatitis B. Namum baik petugas
kesehatan maupun ibu ternyata sering menunda
pemberian imunisasi hepatitis B jika anak sedang
sakit.
Penyakit-penyakit
berikut
bukanlah
merupakan kontraindikasi saat pemberian imunisasi
hepatitis B; penyakit saluran nafas atau diare dengan
temperature di bawah 38,50C, alergy atau asma,
riwayat kejang, infeksi HIV, penyakit-penyakit
kronik, bayi prematur ataupun berat lahir rendah
serta riwayat jaundice saat lahir. Imunisasi hepatitis
B hanya dikontraindikasi pada bayi dengan riwayat
reaksi alergi berat pada imunisasi hepatitis B
sebelumnya (Depkes, 1996; WHO, 2001).

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian evalutif ini,
cakupan imunisasi hepatitis B pada bayi usia 12–24
bulan di Kabupaten Asahan ternyata masih rendah
dimana hanya 58% balita yang mendapat imunisasi
hepatitis B lengkap yaitu balita yang mendapat tiga
dosis hepatitis B sebelum usia satu tahun. Dengan
tiga kali pemberian imunisasi hepatitis B ini,
diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih
dari 95% terhadap ancaman infeksi hepatitis B. Bila
dilihat cakupan imunisasi hepatitis B sesuai serial
pemberiannya,
masing-masing
menunjukkan
cakupan yang relatif tinggi yaitu 65%, 95% dan 90%
berturut-turut untuk HB 1, HB 2 dan HB3.
Pengetahuan para ibu tentang manfaat
pemberian imunisasi hepatitis B, jadwal pemberian,
cara penularan serta akibat penyakit hepatitis B
masih rendah. Sebanyak 56% para ibu tidak
mengetahui imunisasi hepatitis B dapat mencegah
hepatitis B, 73% para ibu tidak tahu tentang
pemberian dosis pertama dan 65% para ibu tidak
tahu berapa kali imunisasi hepatitis B yang harus
diperoleh balitanya.
Ketidaktahuan waktu dan tempat imunisasi
merupakan alasan yang paling sering dikemukan ibu
atas ketidaklengkapan imunisasi balitanya. Alasan
lain, dikarenakan anak sedang sakit, padahal tidak
ada halangan atau kontraindikasi dalam pemberian
imunisasi hepatitis B. Namum baik petugas
kesehatan maupun ibu ternyata sering menunda
pemberian imunisasi hepatitis B jika anak sedang
sakit.
Untuk meningkatkan cakupan imunisasi
hepatitis B, hendaknya para petugas kesehatan
maupun kader lebih sering memberikan penyuluhan
dan sosialisasi agar para ibu lebih sadar untuk
membawa balitanya ke posyandu ataupun sarana
pelayanan kesehatan lainnya untuk diimunisasi.

56
Universitas Sumatera Utara

Juliandi Harahap

JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008

DAFTAR PUSTAKA
Akbar N, 2006, Hepatitis B, Dexa Media Jurnal
Kedokteran dan Farmasi, Vol. 19.
Anwar C, 2001, Cost Effectiveness Analysis
Pelaksanaan Imunisasi Hepatitis B dengan
Penggunaan Alat Suntik Uniject dan Alat
Suntik Sekali Pakai (Disposable) di Kabupaten
Bantul Tahun 2000. Badan Litbang Kesehatan.
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=j
kpkbppk-gdl-res-2001-anwar2c-2150uniject&q=imunisasi.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996,
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Imunisasi
Hepatitis B, edisi II, Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman Dep Kes
RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005,
Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Jakarta.
Herawati MH, 1999, Program Pengembangan
Imunisasi dan Produk Vaksin Hepatitis B di
Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No. 124.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11Progr
amPengembanganImunisasidanProdukVaksin
124.pdf/11ProgramPengembanganImunisasida
nProdukVaksin124.html.
Markum AH, 1997, Imunisasi. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Edisi Kedua.

Prijanto M dkk, 2002, Evaluasi Imunoserologi Pada
Pasca Imunisasi Hepatitis B Lengkap. Buletin
Penelitian Kesehatan. Departemen Kesehatan
RI Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Vol.30 No. 3;
Ranuh IGN, Soeyitno H, Hadinegoro SRS,
Kartasasmita S, 2001, Buku Imunisasi di
Indonesia. Satgas Imunisasi-Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Edisi Pertama.
Sastroasmoro S dan Ismael S, 2002, Dasar-dasar
Metodologi Penelitian Klinis. CV Sagung
Seto, Jakarta, Edisi kedua.
Suara Merdeka CyberNews, 2006, Cakupan
Imunisasi
Hepatitis
B
Perlu
Diperluas.16Agustus2006.http://www.suarame
rdeka.com/cybernews/harian/0608/16/nas38.ht
m
Sulani F, 2007, Kelemahan Dan Tantangan Program
Imunisasi Provinsi Sumatera Utara. Waspada
online 25 September 2007. http://www.
waspada.co.id/Ragam/Kesehatan/KelemahanDan-Tantangan-Program-Imunisasi-ProvinsiSumatera-Utara.html
World Health Organization, 2001, Introduction of
hepatitis
B
vaccine
into
childhood
immunization
services:
Management
guidelines, including information for health
workers and parents. Department Of Vaccines
and Biologicals, Geneva.

57
Universitas Sumatera Utara