Analisis Pemberian Imunisasi Hepatitis B (Uniject) pada Bayi Usia 0-7 Hari di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan kabupaten Padanga Lawas Utara Tahun 2015

(1)

ANALISIS PEMBERIANIMUNISASI HEPATITIS B(UNIJECT)

PADA BAYI USIA 0-7HARI DI DESA PANGIRKIRAN

KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN

PADANG LAWAS UTARA

TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH :

ADEK PURNAMA SARI

121021083

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ANALISIS PEMBERIANIMUNISASI HEPATITIS B(UNIJECT)

PADA BAYI USIA 0-7HARI DI DESA PANGIRKIRAN

KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN

PADANG LAWAS UTARA

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

ADEK PURNAMA SARI

121021083

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. Imunisasi Hepatitis B-0 adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran ibu dan peran bidan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B-0 pada bayi di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2015.

Jenis penelitian adalah bersifat Deskriptif Kualitatif. Informan adalah ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan sebanyak 5 orang dan bidan 1 orang yang berada di Desa Pangirkiran. Metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam

(Indepth Interview) menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun. Tehnik

analisis data dengan wawancara mendalam diolah dengan menggunakan analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang bayinya belum mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 disebabkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dan takut efek samping yang diakibatkan oleh imunisasi Hepatitis B-0 pada bayinya. Dari 5 informan, 4 Informan mengatakan tidak mengetahui kegunaan imunisasi Hepatitis B-0 dan tidak mengkhawatirkan jika bayinya tidak mendapatkannya. Bidan yang berada di Desa Pangirkiran juga mengatakan bahwa masyarakat sudah diberi informasi yang cukup tetapi karena masih ada masyarakat yang bersalin dengan dukun dibagian pegunungan daerah Desa Pangirkiran tersebut.

Diharapkan kepada pihak Puskesmas Desa Pangirkiran agar meningkatkan kualitas pelayanan petugas imunisasi khususnya dalam pelayanan Imunisasi Hepatitis B-0 pada bayi (0-7 hari) dan pengenalan penyakit dengan memberikan pelatihan-pelatihan kepada petugas imunisasi sehingga penyuluhan imunisasi dapat dilakukan dengan baik.


(5)

ABSTRACT

Immunization is method to get the immunity to diseases by input the weak germ or death germ into body. Hepatitis immunity B-0 is immunization to provide the active immunity to the hepatitis B disease, i.e. infectious disease that damages the liver. This research aims to study what the role of mother and midwife to the providing the immunization of Hepatitis B-0 to the babies at Pangirkiran Village sub-district of Halongonan, Regency of Padang Lawas Utara in 2015.

This research is a descriptive qualitative study. Informant is mothers who

have baby in age 0–12 months for 5 person and the midwife for 1 person at

Pangikiran Village. The data was collected by in-depth interview using arranged question guide. Data analysis techniques with in-depth interview were processed using qualitative analysis.

The result of research indicates that the parents of babies who have not yet get the immunization of Hepatitis B-0 is caused by parents who are busy in their work and fear to the side effect of immunization of Hepatitis B-0 to the baby. Of 5 informant, 4 informant said that did not know the use of immunization of hepatitis B-0 and did not fear if the baby did not get it. The midwife in Pangikiran Village also said that the society has get any information because there are mother who take labor to the shaman in the hill area of Pangikiran Village.

It hopes the Puskesmas of Pangirkiran Village will increase the quality of immunization service specially for Hepatitis B to the baby (0-7 days) and familiarization to the disease by provide the operator of immunization with any training to enable them provide a good immunization.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas limpahan hidayahnya dan sholawat kepada Rasulullah SAW atas teladan hidup untuk penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS

PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (UNIJECT) PADA BAYI USIA 0-7 HARI DI DESA PANGIRKIRAN KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA”. Skripsi ini merupakan tugas akhir dari proses belajar penulisan yang dilewatkan di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan dibuat salah satu syarat bagi penulisan untuk menyandang gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dan berusaha mempersembahkannya pada dunia kesehatan dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun secara materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Surya Dharma, MPH selaku dosen penasehat akademik yang telah memerhatikan dan membimbing penulis selama menjalani pendidikan. 3. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku kepala Departemen

Kependudukan Dan Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(7)

4. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D dan Ibu Asfriyati, SKM, M.kes

selaku dosen pembimbing I dan II atas waktu yang diberikan, kesabaran serta ilmu bermanfaat yang diberikan selama membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi dan Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes

selaku dosen penguji Skripsi atas kritik dan saran yang diberikan untuk perbaikan Skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Departemen Kependudukan Dan Biostatistika yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Kepala Puskesmas Pangirkiran dan seluruh staf yang telah memberikan dukungan dan informasi yang dibutuhkan penulis selama penelitian.

9. Kepala Desa Pangirkiran yang telah memberikan izin penulis untuk meneliti di Desa Pangirkiran.

10.Teristimewa untuk kedua orangtua tercinta (ayahanda Mawardi Tanjung dan ibunda Rukiah Waruwu), kakak dan abang tercinta (Wardani, Edi Ramadhan, dan Mawarni), seluruh anggota Keluarga Besar dan untuk Putra Ramadhan yang telah mendoakan dan memotivasi untuk kelancaran dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Teman-teman penulis dan sahabat seperjuangan (Mastuti, Yulia Syafriana Sitorus, Devi Christine Simbolon, Wiki Anggraini, Nurma Sari, Nanda


(8)

Khairunnisa dan seluruh teman-teman peminatan Kespro yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu untuk dukungannya dan kenangan terindah selama menempuh pendidikan di FKM USU

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2015 Penulis


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Adek Purnama Sari

Tempat Lahir : Sibolga

Tanggal Lahir : 10 Oktober 1990

Suku Bangsa : Padang

Agama : Islam

Nama Ayah : Mawardi Tanjung

Suku Bangsa Ayah : Padang

Nama Ibu : Rukiah Waruwu

Suku Bangsa Ibu : Nias

Pendidikan Formal

1. Tahun 1997 – 2002 : SD Negeri Sibolga 2. Tahun 2003 – 2005 : SMP Negeri 1 Sibolga 3. Tahun 2006 – 2008 : SMA Negeri 1 Sibolga

4. Tahun 2009 – 2011 : DIII Kebidanan Senior Medan 5. Tahun 2012 – 2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN………..………...i

ABSTRAK………..ii

ABSTRACT………...iii

KATA PENGANTAR………...iv

DAFTAR ISI……….vii

DAFTAR TABEL...……….….x

DAFTAR GAMBAR...xi

DAFTAR MATRIKS………...……....xii

DAFTAR LAMPIRAN………...xiii

RIWAYAT HIDUP………..………xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...9

1.3 Tujuan Penelitian...10

1.3.1 Tujuan Umum...10

1.3.2 Tujuan Khusus...10

1.4 Manfaat Penelitian...10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Imunisasi...11

2.1.1 Pengertian Imunisasi...11

2.1.2 Manfaat Imunisasi...11

2.1.3 Tujuan Imunisasi...12

2.1.4 Jenis-jenis Imunisasi...12

2.2 Imunisasi Hepatitis B...13

2.2.1 Tipe Vaksin Hepatitis B...13


(11)

2.2.3 Efek Samping Imunisasi Hepatitis B...14

2.2.4 Jadwal Pemberian Imunisasi Hepatitis B...14

2.3 Imunisasi Hepatitis B-0...15

2.3.1 Vaksin Hepatitis B-0 (Uniject)...15

2.3.2 Tujuan Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0...16

2.3.3 Indikasi...16

2.3.4 Kontraindikasi...16

2.3.5 Efek Samping...16

2.3.6 Usia Pemberian...16

2.3.7 Cara Pemberian dan Dosis...17

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pemberian imunisasi Hepatitis B-0...18

2.4.1 Peran Ibu...18

2.4.2 Peran Bidan...19

2.5 Kerangka Pikir...20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian...21

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...21

3.3 Pemilihan Informan...21

3.4 Instrumen Penelitian...22

3.5 Metode Pengumpulan Data...22

3.5.1 Data Primer...22

3.5.2 Data Sekunder...22

3.6 Defenisi Istilah...22

3.7 Tehnik Analisa Data...23

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Pangirkiran...24

4.1.1 Geografis...24

4.1.2 Demografis...24


(12)

4.2 Gambaran Pengumpulan Data...25

4.3 Karakteristik Informan...27

4.4 Bayi yang Tidak Mendapatkan Imunisasi Hepatitis B-0...27

4.5 Bayi yang Mendapatkan Imunisasi Hepatitis B-0...30

4.6 Matriks Bidan...30

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 Pada Bayi Usia 0-7 Hari...33

5.2 Gambaran Karakteristik Informan...35

5.3 Peran Ibu...35

5.3.1 Pengetahuan (Knowledge)...36

5.3.2 Sikap (Attitude)...41

5.3.3 Kepercayaan...44

5.4 Peran Ibu...47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan...50

6.2 Saran...52

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN

- Pedoman Wawancara

- Dokumentasi

- Surat Survei Pendahuluan dari FKM USU

- Surat Izin Penelitian dari FKM USU


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pemberian Imunisasi Hepatitis B...15


(14)

DAFTAR GAMBAR


(15)

DAFTAR MATRIKS

Halaman

Matriks 4.1 Bayi Tidak Mendapatkan Imunisasi hepatitis B-0 Setelah Lahir...27

Matriks 4.2 Pengertian dan Manfaat Imunisasi Hepatitis B-0...27

Matriks 4.3 Mendapatkan Informasi dari Tenaga Kesehatan Tentang Imunisasi..28

Matriks 4.4 Dampak Jika Tidak Mendapatkan Imunisasi Hepatitis B-0...28

Matriks 4.5 Kepercayaan tentang Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0...29

Matriks 4.6 Bayi yang Mendapatkan Imunisasi Hepatitis B-0 Usia 0-7 Hari...30


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara...58

Lampiran 2 : Surat Survei Pendahuluan dari FKM USU ...60

Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian dari FKM USU ...61

Lampiran 4 : Surat Memberikan Izin Penelitian ...62


(17)

ABSTRAK

Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. Imunisasi Hepatitis B-0 adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran ibu dan peran bidan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B-0 pada bayi di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2015.

Jenis penelitian adalah bersifat Deskriptif Kualitatif. Informan adalah ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan sebanyak 5 orang dan bidan 1 orang yang berada di Desa Pangirkiran. Metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam

(Indepth Interview) menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun. Tehnik

analisis data dengan wawancara mendalam diolah dengan menggunakan analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang bayinya belum mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 disebabkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dan takut efek samping yang diakibatkan oleh imunisasi Hepatitis B-0 pada bayinya. Dari 5 informan, 4 Informan mengatakan tidak mengetahui kegunaan imunisasi Hepatitis B-0 dan tidak mengkhawatirkan jika bayinya tidak mendapatkannya. Bidan yang berada di Desa Pangirkiran juga mengatakan bahwa masyarakat sudah diberi informasi yang cukup tetapi karena masih ada masyarakat yang bersalin dengan dukun dibagian pegunungan daerah Desa Pangirkiran tersebut.

Diharapkan kepada pihak Puskesmas Desa Pangirkiran agar meningkatkan kualitas pelayanan petugas imunisasi khususnya dalam pelayanan Imunisasi Hepatitis B-0 pada bayi (0-7 hari) dan pengenalan penyakit dengan memberikan pelatihan-pelatihan kepada petugas imunisasi sehingga penyuluhan imunisasi dapat dilakukan dengan baik.


(18)

ABSTRACT

Immunization is method to get the immunity to diseases by input the weak germ or death germ into body. Hepatitis immunity B-0 is immunization to provide the active immunity to the hepatitis B disease, i.e. infectious disease that damages the liver. This research aims to study what the role of mother and midwife to the providing the immunization of Hepatitis B-0 to the babies at Pangirkiran Village sub-district of Halongonan, Regency of Padang Lawas Utara in 2015.

This research is a descriptive qualitative study. Informant is mothers who

have baby in age 0–12 months for 5 person and the midwife for 1 person at

Pangikiran Village. The data was collected by in-depth interview using arranged question guide. Data analysis techniques with in-depth interview were processed using qualitative analysis.

The result of research indicates that the parents of babies who have not yet get the immunization of Hepatitis B-0 is caused by parents who are busy in their work and fear to the side effect of immunization of Hepatitis B-0 to the baby. Of 5 informant, 4 informant said that did not know the use of immunization of hepatitis B-0 and did not fear if the baby did not get it. The midwife in Pangikiran Village also said that the society has get any information because there are mother who take labor to the shaman in the hill area of Pangikiran Village.

It hopes the Puskesmas of Pangirkiran Village will increase the quality of immunization service specially for Hepatitis B to the baby (0-7 days) and familiarization to the disease by provide the operator of immunization with any training to enable them provide a good immunization.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), program imunisasi di Indonesia memiliki tujuan untuk menurunkan angka kejadian penyakit dan angka kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi program pengembangan imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, serta Hepatitis B. Imunisasi Dasar Lengkap pada bayi meliputi 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 4 dosis hepatitis B, 1 dosis campak (Atikah, 2010).

Berdasarkan data WHO (2008) penyakit Hepatitis B menjadi pembunuh nomor 10 di dunia dan endemis di China dan bagian lain di Asia termasuk Indonesia. Di Indonesia, kejadiannya satu diantara 12–14 orang. Hepatitis B ini hampir 100 kali lebih infeksius dibandingkan dengan virus HIV. Indonesia bahkan sudah dikategorikan sebagai negara dengan tingkat endemisitas yang tinggi dimana prevalensi HbsAg-nya (Hepatitis B Surface Antigen) lebih dari 8%. Saat ini sekitar 2 milyar penduduk dunia telah terinfeksi Virus Hepatitis B dan lebih dari 350 juta diantaranya mengidap virus secara kronis. Jumlah penderita hepatitis B dan C di Indonesia deperkirakan 30 juta orang dan 15 juta, diantaranya berpotensi menderita penyakit hati kronis. Jumlah ini membuat Indonesia menjadi


(20)

negara ke 3 di Asia yang penderita hepatitis B kronik paling banyak, dibawah China yang berjumalah 123,7 juta dan India 30 hingga 50 juta (Lesmana, 2007).

Indonesia termasuk daerah endemis sedang-tinggi. Prevalens HbsAg pada donor (1994) adalah 9,4% (2,50%-36,17%), pada ibu hamil 3,6% (2,1%-6,7%) (Ranuh, 2011). Berdasarkan tingginya prevalensi infeksi VHB (Virus Hepatitis B), World Health Organization (WHO) membagi menjadi 3 macam daerah endemis yaitu: tinggi (10-15%), sedang (8%) dan rendah (5%). Sedangkan prevalensi VHB (Virus Hepatitis B) di negara-negara berkembang Indonesia (10%), Malaysia (5,3%), Brunai (6,1%), Thailand (8%-10%), Filipina (3,4%-7%) (WHO, 2010).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan menemukan bahwa di Indonesia, sekitar 9,4 persen penduduk atau sekitar 23 juta jiwa terinfeksi hepatitis B. Sedangkan yang terinfeksi hepatitis C ada sekitar 2 persen atau sekitar 4–5 juta jiwa. Jika ditotal, jumlah orang yang terinfeksi hepatitis B maupun C adalah sebanyak 28 juta jiwa, atau hampir 3 kali lipat penduduk Jakarta yang berjumlah 10 juta jiwa. Bahkan pada orang yang terinfeksi hepatitis C saja, jumlahnya menyamai total penduduk Singapura, yaitu 5 juta jiwa. Untungnya, tak semua orang yang terinfeksi butuh pengobatan.

Kelompok pengidap Hepatitis kronik yang ada dimasyarakat, sekitar 90% diantaranya mengalami infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang mengidap Virus Hepatitis B bisa terjadi sejak masa kehamilan hingga bayi mencapai usia balita. Infeksi juga bisa terjadi saat ibu menyusui karena terjadi kontak luka pada


(21)

puting ibu sehingga menjadi jalan mudah masuk virus Hepatitis B (Soemoharjo, 2008).

Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hepatitis B sejak dini, maka WHO telah merekomendasi program imunisasi hepatitis B untuk semua bayi (Universal Chilhood Immunization Against Hepatitis B). Sebagai implementasinya, pemerintah Indonesia memasukkan program imunisasi hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin secara nasional sejak tahun 1997. Hingga saat ini program imunisasi hepatitis B masih terus berjalan walaupun banyak kendala yang dihadapi, misalnya belum tercapainya target cakupan imunisasi dan indek pemakaian vaksin yang rendah. Bila program imunisasi ini berhasil, diharapkan pada tahun 2015 (satu generasi kemudian) Hepatitis B bisa diberantas dan bukan merupakan persoalan kesehatan masyarakat lagi.

Pemberian imunisasi Hepatitis B di Indonesia mulai tahun 1997 menjadi program imunisasi rutin diberikan sebanyak tiga kali dengan penyuntikan pertama pada bayi umur 3 (tiga) bulan. Mengacu kepada surat No : 168/MENKES/I/2003 tentang Perubahan Kebijakan Teknis Imunisasi Hepatitis B, diberikan pada bayi umur 0–7 hari, dengan menggunakan prefilled syringe (Uniject HB) yaitu alat suntik sekali pakai yang sudah steril dan sudah diisi vaksin hepatitis untuk satu dosis. Hasil cakupan imunisasi Hepatitis B-0 (0-7 hari) secara nasional masih belum mencapai hasil yang optimal, untuk itu perlu diupayakan agar kerjasama kegiatan Kunjungan Neonatal 1 (KN-1) sekaligus memberikan imunisasi hepatitis B dengan Uniject HB dilakukan bersamaan pada saat kunjungan rumah. Mengingat perubahan teknis imunisasi Hepatitis B tersebut merupakan hal yang


(22)

baru bagi masyarakat (menyuntik bayi usia 0-7 hari), tentunya perlu sosialisasi kepada masyarakat dan perlu dukungan berbagai pihak.

Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi. Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi (Mansjoer, 2009). Ibu sebagai individu, memberikan konstribusi yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Ibu yang berperilaku sehat, mau dan mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan dapat meningkatkan derajat kesehatan anaknya (Soepardan, 2007).

Kepercayaan orang tua bahwa tubuh dapat melindungi diri sendiri tanpa vaksin sebanyak 24% dan 36% vaksin tidak penting bagi kesehatan anak (Kennedy, 2005). Keterlambatan dalam vaksinasi sampai usia 18 bulan akan meningkatkan kemungkinan anak terserang penyakit karena pada usia tersebut anak rentan terhadap penyakit (Dombkowski, 2004).

Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang merusak hati dengan masa inkubasi 14-160 hari, dengan melihat masa inkubasi diatas maka pemberian imunisasi aktif diberikan pada waktu kurang dari 7 hari (Ruff, 2008). Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis (Hidayat, 2009). Imunisasi hepatitis B sebaiknya diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat sekitar 33% ibu


(23)

melahirkan di negara berkembang adalah pengidap HbsAg positif dengan perkiraan transmisi maternal 40% (Wahab, 2002). Keuntungan pemberian vaksin hepatitis B agar anak terhindar infeksi dari anak ke anak (Ngastiyah, 2005). Infeksi pada masa bayi mempunyai resiko untuk menjadi carrier cronis sebesar 95% dan menimbulkan sirosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian (Ruff, 2008).

Pada ibu hamil di Indonesia tidak dilakukan uji saring Hepatitis B berdasarkan pemikiran bahwa pemberian imunisasi Hepatitis B yang pertama dilakukan pada usia 0-7 hari. Kebijakan tersebut didukung oleh beberapa studi yang menunjukkan bahwa bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif dan tidak diberikan imunisasi Hepatitis B, 90% akan menjadi pengidap Hepatitis B kronis. Apabila bayi segera diberikan imunisasi Hepatitis B dosis pertama 0-7 hari maka Hepatitis B kronis tinggal 23%, apabila diberikan pada bulan pertama kehidupan maka yang menjadi pengidap Hepatitis kronis sebesar 40% (Sampana, 2000).

Data dari WHO, bayi di Indonesia yang diimunisasi hepatitis B setiap tahun sekitar 74 % dari sekitar 4,5 juta bayi yang lahir. Artinya setiap tahun ada 36 % bayi yang belum mendapat imunisasi, sehingga dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mendapat imunisasi hepatitis B (Soedjatmiko, 2008).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumut menyebutkan sepanjang tahun 2012 dari perkiraan jumlah bayi yang dilahirkan sebanyak 299.299, yang dimunisasi Hepatitis B bagi bayi berusia 0 sampai 7 hari, hanya 231.767 bayi atau 77,5 persen. Cakupan imunisasi sebesar 77,5 persen ini maih rendah bila dibandingkan standard Kemenkes RI yakni 80 persen.


(24)

Kebanyakan masyarakat belum sadar akan hal tersebut. Mereka tidak mengimunisasikan bayinya karena berbagai sebab, sehingga masih ada kemungkinan bayi dapat tertular oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Dinkes. Kota Surabaya, 2007).

Menurut Azwar (2007) salah satu faktor yang menentukan timbulnya kasus Hepatitis B adalah ciri/karakteristik manusia seperti pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status sosial ekonomi, ras/etnik, agama dan sosial budaya. Begitu juga halnya dalam masalah status imunisasi Hepatitis B juga dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan lingkungan sosial budaya.

Kementrian kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa/kelurahan mencapai 100% UCI (Universal Child Imunization) atau 90% dari seluruh bayi di desa/kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yg terdiri dari BCG, Hepatitis, DPT-HB, Campak dan Polio. Pada tahun 2009, pencapaian UCI desa/kelurahan masih sangat rendah yaitu 69.6%. Beberapa hal yang menjadi faktor penyebabnya antara lain kurangnya perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah terhadap program imunisasi, kurangnya dana operasional untuk imunisasi rutin maupun imunisasi tambahan dan kurangnya fasilitas dan infrastruktur yg memadai. Kurangnya pengetahuan masyarakat termasuk manfaat dari imunisasi juga menjadi penyebabnya. Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur dengan pencapaian UCI desa/kelurahan, yaitu minimal 80% bayi di desa/kelurahan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap (GAIN UCI, 2010).


(25)

Cakupan imunisasi Hepatitis B-0 di kabupaten Demak dari tahun 2004– 2008 belum mencapai target yaitu cakupan berkisar antara 54,0%-73,8%, sedangkan target kabupaten Demak adalah 80%. Dari hasil cakupan imunisasi HB-0 tahun 2008 dapat dikatakan bahwa belum semua bayi baru lahir diberikan imunisasi Hepatitis B-0 pada umur kurang dari 7 hari. Rekapitulasi cakupan imunisasi HB-0 kabupaten Demak tahun 2008 menunjukkan bahwa puskesmas melaksanakan pemberian imunisasi HB-0 pada umur kurang dari 7 hari dan umur 8-28 hari, hal ini dapat dilihat dari sistem pelaporan rutin imunisasi puskesmas, bahwa puskesmas belum semua memberikan imunisasi HB-0 umur kurang 7 hari. Masih ada 15 Puskesmas (57,6%) dari total 26 puskesmas dengan cakupan imunisasi Hepatitis B 0-7 hari tidak mencapai target, dan masih ada 24 puskesmas (92,3%) masih melaporkan pemberian imunisasi HB-0 pada usia > 7 hari-28 hari. Apabila keadaan ini berlangsung terus tanpa ada penanganan berkelanjutan akan menimbulkan risiko penularan penyakit hepatitis B pada bayi yang semakin tinggi (Winarto, 2008).

Secara keseluruhan di kota Banjarmasin sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 hasil pencapaian imunisasi Hepatitis B 0-7 hari masih kurang. Cakupan imunisasi hepatitis B 0-7 hari pada tahun 2004 hanya mencapai 34%, tahun 2005 mencapai 43% dan pada tahun 2006 malah terjadi penurunan hanya 41% (Rizani, 2009).

Masih tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Subang tidak terlepas dari masih rendahnya cakupan progran imunisasi di kabupaten subang, seperti terlihat pada data berikut, selama tahun 2009 pencapaian program


(26)

imunisasi Hepatitis B Uniject di Kabupaten Subang adalah 84,3 % sedangkan target pencapaian imunisasi Hepatitis B Uniject adalah 90% (Salmiyah, 2011).

Cakupan imunisasi Hepatitis B-0 di Sumatera Utara masih rendah, tetapi tidak merata setiap kabupaten, ada di antaranya di bawah 80 persen termasuk di Kabupaten Padang Lawas Utara terdapat jumlah bayi usia 0-12 bulan sebanyak 263 bayi, untuk di Desa Pangirkiran terdapat 67 bayi dan hanya sebagian bayi yang mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 sebanyak 34 bayi atau hanya mencapai 35,1% tahun 2014, untuk cakupan imunisasi Hepatitis B-0 itu masih sangat rendah dari standart yang sudah ditentukan 85%-90%.

Berdasarkan hasil survei awal yang peneliti lakukan di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara dari 17 orang ibu yang datang ke posyandu mempunyai bayi 0-12 bulan, dilihat dari buku KMS (Kartu Menuju Sehat) yang ibu bawa hanya 10 orang ibu yang bayinya sudah diimunisasi Hepatitis B-0 dan 5 orang ibu yang bayinya tidak mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0.

Alasan bayi tidak mendapatkan Hepatitis B 0-7 hari adalah karena alasan informasi berupa kurangnya pengetahuan ibu tentang kebutuhan dan pentingnya imunisasi pada bayi, kelengkapan dan jadwal imunisasi, ketakutan akan efek samping imunisasi dan adanya persepsi salah yang beredar di masyarakat tentang imunisasi, kemudian sikap ibu berupa penundaan imunisasi, kurangnya kepercayaan tentang manfaat imunisasi pada bayi dan berupa tempat pelayanan imunisasi yang terlalu jauh, jadwal pemberian imunisasi yang tidak tepat, kurangnya vaksin, orang tua yang terlalu sibuk, adanya masalah dengan keluarga


(27)

atau tidak ada dukungan dari keluarga, anak yang sakit, terlalu lama menunggu dan biaya yang tidak terjangkau.

Ketidaktahuan waktu dan tempat imunisasi merupakan alasan yang paling sering dikemukan ibu atas ketidaklengkapan imunisasi balitanya. Alasan lain, dikarenakan anak sedang sakit, padahal tidak ada halangan atau kontraindikasi dalam pemberian imunisasi hepatitis B-0. Namum baik petugas kesehatan maupun ibu ternyata sering menunda pemberian imunisasi hepatitis B-0 jika anak sedang sakit. Data ini menunjukan bahwa pengetahuan sangat berperan penting dalam pemberian imunisasi pada bayi.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk meneliti

tentang ”Bagaimana Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 (Uniject) Pada Bayi Usia 0-7 Hari di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah masih terdapatnya bayi yang pada saat usia 0-7 hari tidak mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 (uniject) dan masih rendah dari cakupan imunisasi Hepatitis B-0 yang sudah ditentukan di Desa Pangirkiran 85%-90%.


(28)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Bagaimana Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0

(Uniject) Pada Bayi Usia 0-7 Hari di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan

Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana peran ibu terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B-0 (uniject) pada bayi di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2015.

b. Untuk mengetahui bagaimana peran bidan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B-0 (uniject) pada bayi di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai suatu pengalaman belajar dalam kegiatan penelitian, sehingga dapat memperoleh pengalaman dan meningkatkan wawasan peneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi.

2. Sebagai bahan informasi tentang manfaat pemberian imunisasi hepatitis B sehingga dapat memberikan pemahaman kepada ibu untuk berperilaku mengubah sikap dan menambah pengetahuan ibu tentang imunisasi hepatitis B. 3. Sebagai bahan masukan kepada Pihak Puskesmas dan Tenaga Kesehatan


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Imunisasi

2.1.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat. A.A, 2009).

Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. Dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh (Sudarmanto, 2000).

Suririnah (2009) mengatakan imunisasi adalah prosedur rutin pemberian vaksin yang akan melindungi anak terhadap penyakit tertentu. Vaksin yang diberikan akan menstimulir sistem kekebalan tubuh bayi untuk memproduksi zat anti body guna melawan penyakit.

2.1.2 Manfaat Imunisasi 1. Untuk Anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.


(30)

2. Untuk Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

3. Untuk Negara

Memperbaiki tingkah kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Marimbi, 2010).

2.1.3 Tujuan Imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi diharapkan agar anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Hidayat.A.A, 2009).

2.1.4 Jenis-jenis Imunisasi

Menurut Hidayat. A.A (2009), beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah adalah sebagai berikut :

a. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin), merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit TBC.

b. Imunisasi DPT (Diphteria, Pertusis, Tetanus), merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis dan tetanus.

c. Imunisasi Polio, merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. d. Imunisasi Campak, merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah


(31)

e. Imunisasi Hepatitis B, merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit hepatitis.

2.2 Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati (Maryunani, 2010).

Imunisasi Hepatitis B adalah salah satu dari lima jenis imunisasi dasar yang telah diwajibkan oleh Pemerintah bagi seluruh bayi/anak Indonesia. Sesuai dengan jadwal pemberiannya, maka imunisasi dasar ini seharusnya sudah lengkap diberikan pada bayi sebelum usia satu tahun. Imunisasi hepatitis B di posyandu umumnya diberikan sebanyak tiga kali (HB 1, HB 2 dan HB 3) dengan interval waktu pemberian satu bulan yaitu 0 bulan, 2 bulan dan 3 bulan (Depkes, 2005; Markum, 1997; Ranuh 2011).

2.2.1 Tipe Vaksin Hepatitis B

Ada dua tipe vaksin hepatitis B yang mengandung HbsAg yaitu vaksin yang berasal dari plasma dan vaksin rekombinan. Kedua vaksin ini aman dan imunogenik walaupun diberikan pada saat lahir karena antibody anti-HbsAg ibu tidak mengganggu respons terhadap vaksin (Wahab, 2002).

2.2.2 Manfaat Pemberian Imunisasi Hepatitis B

Vaksin Hepatitis B (HBV) berguna untuk melindungi bayi dengan memberi kekebalan terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi lever yang dapat menyebabkan sirosis hati, kanker dan kematian (Suririnah, 2009).


(32)

2.2.3 Efek Samping Imunisasi Hepatitis B

Mengenai efek samping imunisasi hepatitis B, biasanya memang tidak ditemukan efek samping yang serius karena imunisasi Hepatitis B ini. Kalaupun ada, biasanya sangat ringan dan bisa cepat hilang. Yang biasanya dirasakan pasca imunisasi ini adalah rasa sakit di tempat yang disuntik, demam ringan 1-2 hari dan sakit pada tulang sendi, namun akan segera hilang dalam beberapa hari.

2.2.4 Jadwal Imunisasi Hepatitis B

a. Imunisasi HepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap hepatitis B aktif dengan risiko penularan kepada bayinya sebesar 45%.

b. Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi HepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal, interval imunisasi HepB-2 dengan HepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi HepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

c. Jadwal dan dosis HepB-1 saat bayi lahir, dibuat berdasarkan status HbsAg ibu saat melahirkan yaitu (1) ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui, (2) ibu HbsAg positif, atau (3) ibu HbsAg negatif.

d. Kementrian Kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin HepB-0 monovalen (dalam kemasan Uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/HepB pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin HepB diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan HepB-3 yang masih rendah.


(33)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Pemberian Imunisasi Hepatitis B Umur Bayi Imunisasi Kemasan

Saat lahir Hep B-0 Uniject (hepB-monovalen)

2 bulan DTwP dan hepB-1 Kombinasi DTwP/hepB-1 3 bulan DTwP dan hepB-2 Kombinasi DTwP/hepB-2 4 bulan DTwP dan hepB-3 Kombinasi DTwP/hepB-3 Sumber: Jadwal Departemen Kesehatan 2007

2.3 Imunisasi Hepatitis B-0

2.3.1 Vaksin Hepatitis B-0 (Uniject)

Vaksin Hepatitis B-0 adalah vaksin virus recombinan yang telah di inactivasikan dan bersifat non infectious berasal dari HbsAg yang telah dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula) Polymorpha menggunakan teknologi DNA recombinan. Pedoman nasional di indonesia merekomendasikan agar seluruh bayi diberikan imunisasi Hepatitis B dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada bulan berikutnya. Program Imunisasi Hepatitis B 0-7 hari dimulai sejak tahun 2005 dengan memberikan vaksin hepatitis B-0 monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, pada tahun 2006 dilanjutkan dengan vaksin kombinasi (Difteria, Tetanus, Pertusis) DTP/HepB pada umur 2-3-4 bulan (Hadinegoro, 2008).

Uniject adalah alat suntik (semprit dan jarum) sekali pakai yang sudah di isi vaksin dengan dosis yang tepat dari pabriknya. Depkes RI tahun 2005 memberikan vaksin monovalen (uniject) saat lahir dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DPT HB Combo pada umur 2,3,dan 4.


(34)

2.3.2 Tujuan Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0

Pemberian imunisasi Hepatitis B-0 merupakan imunisasi yang dapat dilakukan pada waktu mulai bayi lahir sampai berusia 7 hari. Tujuan pemberian imunisasi Hepatitis B-0 yaitu agar seluruh bayi yang berumur 0-7 hari mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 secara steril dan aman, tidak terjadi kekurangan atau kelebihan vaksin Hepatitis B setiap bulannya, dan seluruh bayi yang divaksin tercatat dan dilaporkan tepat waktu (Depkes RI, 2009).

2.3.3 Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.

2.3.4 Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap komponen vaksin dan penderita infeksi berat yang disertai kejang. Tunda pemberian imunisasi bila bayi sedang kejang atau gangguan asfiksia atau panas tinggi, berat badan lahir < 2500 gr.

2.3.5 Efek Samping

1. Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat bekas penyuntikan.

2. Reaksi sistemik seperti demam ringan, lesu dan perasaan tidak enak pada saluran cerna. Reaksi yang terjadi akan hilang dengan sendirinya setelah 2 hari.

2.3.6 Usia Pemberian

Bayi harus menerima vaksin virus hepatitis B dalam12 jam setelah lahir dengan syarat kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung.


(35)

Dilanjutkan pada usia 1 bulan dan usia antara 3 sampai 6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap virus hepatitis B (VHB) selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan Imunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam (Tietjen, 2004).

2.3.7 Cara Pemberian dan Dosis

1. Buka kotak wadah uniject dan periksa:

- Label jenis vaksin untuk memastikan bahwa uniject tersebut memang berisi vaksin Hepatitis B.

- Tanggal kadaluarsa.

- Warna pada tanda pemantau paparan panas (VVM) yang tertera atau menempel pada sebungkus uniject masih layak dipakai.

2. Buka kantong aluminium atau plastik dan keluarkan uniject.

3. Pegang uniject pada bagian leher dan bagian tutup jarum. Aktifkan uniject dengan cara mendorong tutup jarum kearah leher dengan tekanan dan gerakan cepat.

4. Saat uniject diaktifkan akan terasa hambatan dan rasa menembus lapisan. 5. Buka tutup jarum.

6. Selanjutnya tetap pegang uniject pada bagian leher dan tusukan jarum pada pertengahan paha bayi secara intramuscular (IM) dengan dosis 0,5 ml. Tidak perlu dilakukan aspirasi.


(36)

8. Jangan memasang kembali tutup jarum. Buang uniject yang telah dipakai tersebut ke dalam wadah alat suntik bekas yang telah tersedia.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 2.4.1 Peran Ibu

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Mubarak, 2009). Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam situasi sosial tertentu (Mubarak, 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008).

Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing- masing. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak – anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sangat penting dalam menentukan status kesehatan bayinya, termasuk untuk kelengkapan imunisasi bayinya. Berbagai faktor dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam memainkan perannya sehubungan dengan masalah kesehatan bayinya, misalnya latar belakang pendidikannya, umur, jumlah anak, pekerjaan serta sosioekominya.

Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua (ibu) telah menjadi stategi popular di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat


(37)

penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas ibu-ibu yang menjadi responden mempunyai tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke bawah yaitu 78%, hanya 22% yang mempunyai tingkat pendidikan lebih atau setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Program imunisasi ini dapat berhasil jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang-orang yang memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi.

Keberhasilan imunisasi juga dapat dipengaruhi ada atau tidaknya waktu ibu untuk membawa anaknya imunisasi ke posyandu atau puskesmas pada jadwal-jadwal tertentu, seperti jadwal-jadwal posyandu yang dilakukan sekali sebulan. Pada penelitian ini umumnya ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga (82%), hanya 18% ibu yang mempunyai pekerjaan selain sebagai ibu rumah tangga. Jumlah anak serta pengalaman ibu dalam membesarkan anak-anaknya dulu dapat mempengaruhi sikap ibu terhadap imunisasi untuk anak berikutnya. Pada penelitian ini umumnya ibu yang mempunyai 2–3 anak sebanyak 54 orang sedangkan yang mempunyai anak lebih atau sama dengan 4 sebanyak 22 orang.

2.4.2 Peran Bidan

Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan (Depkes RI, 2007).

Peran bidan berfungsi sebagai memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, penanggulangan


(38)

masalah kesehatan terkait masalah kesehatan ibu dan anak. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerja dengan melibatkan masyarakat dan klien. Ruang lingkup pelayanan kebidanan adalah meliputi pelayanan kebidanan kepada ibu dan anak. Pelayanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir yang diantara nya adalah pemberian imunisasi (Rianti, 2010). Bayi usia 0-12 bulan diharapkan sudah mendapat imunisasi hepatitis B secara lengkap. Pemberian imunisasi hepatitis B-0 bagi bayi yang lahir di rumah sakit dapat diberikan sedini mungkin. Oleh karena itu tempat dimana bayi dilahirkan juga dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasinya. Demikian juga pelayanan imunisasi yang disediakan oleh penolong persalinannya. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi hepatitis B, hendaknya para petugas kesehatan maupun kader lebih sering memberikan penyuluhan dan sosialisasi agar para ibu lebih sadar untuk membawa balitanya ke posyandu ataupun sarana pelayanan kesehatan lainnya untuk diimunisasi.

2.5 Kerangka Pikir

Kerangka Pikir dalam penelelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1

Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0

(uniject) Peran Ibu


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif

Kualitatif yang menggunakan rancangan studi kasus.

3.2Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015 yang merupakan salah satu desa yang masih terdapatnya bayi yang belum mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 (Uniject) setelah bayi lahir.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus tahun 2015.

3.3Pemilihan Informan

Informasi diperoleh dari ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan dan Bidan di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015. Jumlah informan berdasarkan snowball sampling yaitu informasi yang didapat melalui bidan yang kemudian didapat informasi selanjutnya tentang ibu yang bayi nya tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 dan dari ibu tersebut semakin lama semakin bertambah banyak informasi yang didapat sesuai kecukupan yang dibutuhkan untuk penelitian.


(40)

3.4Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah panduan wawancara dengan responden dan menggunakan alat perekam untuk mendapatkan rekaman hasil wawancara dengan responden. Aspek-aspek yang ditanyakan dalam wawancara adalah apa penyebab bayi tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 pada usia 0-7 hari.

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan informan, menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun, seluruh informan diwawancarai pada waktu yang terpisah. Selama wawancara penelitian menggunakan alat perekam untuk mengurangi kelemahan pencatatan saat wawancara.

3.5.2Data Sekunder

Data diperoleh dari buku imunisasi di puskesmas Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015, yang terdapat jumlah bayi pada tahun 2014 yang mendapatkan imunisasi sebanyak 34 bayi dari 67 bayi dan pada tahun 2015 dari bulan januari sampai april hanya 20 bayi dari 27 bayi yang mendapatkan imunisasi hepatitis B-0.

3.6Definisi Istilah

1. Peran Ibu adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi


(41)

tertentu yang didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Peran Bidan adalah memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, penanggulangan masalah kesehatan terkait masalah kesehatan ibu dan anak dan mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan masyarakat dan klien.

3.7Tehnik Analisa Data

Data hasil wawancara mendalam diolah dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan menjelaskan secara mendalam berdasarkan jawaban dan keterangan informan, kemudian akan dibandingkan dengan teori yang ada.


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Desa Pangirkiran 4.1.1 Geografis

Desa Pangirkiran terletak di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara 200 m dari puskesmas Pangirkiran. Luas wilayah desa pangirkiran 965 km2. Fotografi wilayah kerja desa pangirkiran berupa sungai. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Rondaman Siburegar b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Balimbing

c. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Hiteurat

4.1.2 Demografis

Jumlah penduduk Desa Pangirkiran Kabupaten Padang Lawas Utara pada tahun 2014 sebanyak 1.350 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 656 orang dan perempuan sebanyak 694 orang dengan jumlah kepala keluarga 270 KK.

Di Desa Pangirkiran terdapat satu Puskesmas Pangirkiran, terdapat tenaga kesehatan yang terdiri dari 1 Bidan Desa, 1 Bidan Swasta, 2 Bidan yang bekerja di Puskesmas Pangirkiran.

4.1.3 Sarana Dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan hal yang mendukung pencapaian tujuan suatu program serta kegiatan pembangunan. Dengan adanya sarana dan prasarana yang baik tentunya akan membantu segala perencanaan dalam program maupun


(43)

kegiatan pembangunan untuk dapat berjalan dengan baik sehingga memudahkan serta mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan.

Untuk mendukung tugas pelayanan terhadap masyarakat dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka Desa Pangirkiran tersedia berbagai sarana dan prasarana, seperti sarana posyandu, prasarana kesehatan dan lain sebagainya.

4.2 Gambaran Pengumpulan Data

Peneliti memulai penelitian pada bulan Maret 2015 yaitu untuk survey pendahuluan di desa Pangirkiran tentang pemberian imunisasi hepatitis B-0 pada bayi usia 0-7 hari. Jumlah sasaran bayi di Puskesmas Pangirkiran tahun 2014 sebanyak 277 bayi, jumlah bayi untuk desa Pangirkiran sebanyak 67 bayi, hanya sebagian bayi yang mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 sebanyak 34 bayi atau hanya mencapai 35,1% tahun 2014.

Pada bulan Mei 2015 peneliti datang lagi untuk melakukan pengumpulan data kualitatif. Pada penelitian hari pertama, peneliti mendatangi Bidan yang berperan sebagai Bidan Desa dan juga bekerja di Puskesmas Pangirkiran dibagian Imunisasi. Awalnya peneliti tidak bertemu dengan bidan tersebut karena sedang mengadakan pengobatan gratis di Kota Gunung Tua. Hari kedua peneliti mencoba mendatangi bidan lagi pada sore hari pada saat bidan sudah pulang dari tempat kerjanya, peneliti bertemu dengan bidan desa tersebut dan menanyakan tentang pemberian imunisasi hepatitis B-0 dan siapa-siapa saja ibu yang bayinya tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 setelah bayi lahir.


(44)

Hari ketiga setelah mendapat informasi dari bidan, peneliti mendatangi ibu yang anaknya sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 yang kebetulan juga bekerja di Puskesmas Pangirkiran sebagai Bidan. Kemudian dari ibu tersebut peneliti mendapatkan informasi lagi tentang ibu lain yang bayinya juga tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 sampai hari keenam peneliti mendapatkan 4 orang yang bayinya tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 dan 1 orang ibu yang bayinya sudah diimunisasi hepatitis B-0.

4.3 Karakteristik Informan

Diperoleh karakteristik informan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Karakteristik informan

NO Informan Umur Pendidikan Pekerjaan Tempat Bersalin

1.

AN 35 SD IRT Bidan

2.

HN 32 SMP IRT Bidan

3.

JK 28 SMA IRT Bidan

4.

AP 30 SMA IRT Bidan

5.

YS 24 DIII Pegawai Honorer Rumah Sakit

Informan Bidan Pendidikan Pekerjaan

PR


(45)

4.4 Bayi yang Tidak Mendapatkan Imunisasi Hepatitis B-0

Matriks 4.1 Bayi Tidak Mendapatkan Imunisasi Hepatitis B-0 Setelah Lahir Informan Pernyataan

1 “disuruh malas dek...banyak kerjaan menyuci lagi kesawah

lagi...jadi dak sempat aku banyak kerjaan”.

2 “ayahnya yang tak mau dek...karna masih kecil itu, apa lagi karna yang anak pertama itu sakit habis imunisasikan jadi gak

dikasihnya lah lagi yang kedua ni...”

3 “gak tau dek...yang pertama ni dapatnya, tapi yang kedua ni gak

dapat...”

4 “gak tau...mungkin gak ada vaksin orang itu dek...”

Berdasarkan matriks 4.1 hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa semua informan mempunyai alasan yang berbeda-beda tentang kenapa anaknya tidak mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 sejak bayi lahir. Terjadinya hal seperti ini dikarenakan pengetahuan ibu yang masih kurang tentang imunisasi tersebut.

Matriks 4.2 Pengertian Dan Manfaat Imunisasi Hepatitis B-0 Informan Pernyataan

1 “Iya tahu...tapi agak-agak lupa gitu aku dek...”

“Tahulah...untuk kesehatan anak biar tidak terkena penyakit...” 2 “Iya imunisasi yang disuntikkan waktu dia lahir itukan....”

“Ya...untuk kesehatan anaklah...”

3 “Nggak tahulah...yang saya tahu itu cuma untuk

kesehatan...nggak ada dikasih tahu...”


(46)

Berdasarkan matriks 4.2 hasil wawancara yang didapat dari informan tentang pengertian dan manfaat imunisasi Hepatitis B-0, dari 4 informan, 2 informan tidak mengetahuinya dan 2 informan lagi mengetahui tentang imunisasi Hepatitis B-0 tapi hanya tahu hanya untuk kesehatan anak saja.

Matriks 4.3 Mendapatkan Informasi dari Tenaga Kesehatan Tentang Imunisasi

Informan Pernyataan

1 “Pernah waktu itu...dikasih tahunya sama orang itu tapi saya

malas”.

2 “Memang sih ada, tapi ayah nya ini takut dia kan kalo

diimunisasikan ada sakit jadi gak diboleh kan ayahnya”.

3 “Nggak ada...”.

4 “Nggak ada dek...pokoknya siap melahirkan aku, udah...”. Berdasarkan matriks 4.3 terlihat bahwa sebagian informan mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan tetapi tidak ingin anaknya diimunisasi pada saat persalinan atau pada saat kunjungan neonatal karena takut dan berbagai alasan lainnya dan ada juga yang tidak diberitahu atau diberi informasi oleh bidan.

Matriks 4.4 Dampak Jika Tidak Mendapatkan Imunisasi Hepatitis B-0 Informan Pernyataan

1 “Tidak tau aku dek...sehat-sehatnya anak ku, gak pernahnya

orang ni sakit parah kali...”

2 “Taunya aku dek...anak nanti sakit,tapi kayak manalah,

ayahnya ni gak mau...”

3 “Apa ya dek...gak tau dek...mudah-mudahanlah sehat-sehat

orang ni sampai sekarang”


(47)

Dari matriks 4.4 yang didapat dari hasil wawancara, dari 4 informan, 3 diantaranya tidak mengetahui dampak jika anak tidak mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 dari bayi lahir, dan 1 informan mengatakan tahu tetapi suaminya tidak memberikan izin untuk anaknya diimunisasi.

Matriks 4.5 Kepercayaan tentang Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 Informan Pernyataan

1 “Memang biasa itu, anak ku pun nggaknya terlalu berpenyakitan kali, nggak ada makanya itu aku malas, demam

aja pun gak pernah”.

2 “Yang pertama itu dapat...ya karena trauma sama yang

pertama”.

3 “Nggak...malas aja. Karena dilihat sehatnya kan ya udalah”. 4 “Iya memang gak apa-apa..orangnya sehatpun. Lagian kayak

gini dek,kan masih kampung orang merasa anak imunisasi

sakit”.

5 “Tidak juga sih dek...tapi banyak juga yang tidak mau anaknya diimunisasi...tapi karna aku tahukan trus dari bidan kan jadi

harus ku kasihlah...”

Berdasarkan matriks 4.5 terlihat bahwa alasan lain informan tidak membawa bayinya untuk mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 karena kepercayaan atau budaya yang sudah ada dari dulu bahwa anak yang tidak mendapatkan imunisasi tidak berpengaruh kepada kesehatan anaknya karena sampai saat ini mereka melihat anaknya sehat-sehat saja.


(48)

4.5 Bayi yang Mendapatkan Imunisasi Hepatitis B-0

Matriks 4.6 bayi yang mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 usia 0-7 hari

No. Pernyataan

1. “Iya tahu...imunisasi yang diberikan setelah bayi lahirlah dek...”

“Manfaatnya untuk mencegah agar anak tidak terkena penyakit hepatitis B”

2. “Gak ada sih dek...ya paling demam-demam biasa itulah...” 3. “Mau juga dek...kalau ada yang kasih tahu ya datang...”

4. “Tidak juga sih dek...tapi banyak juga yang tidak mau anaknya diimunisasi...tapi karna aku tahukan trus dari bidan kan jadi harus ku

kasihlah...”

Dari matriks 4.6 bayi yang mendapatkan imunisasi, informan mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 sejak bayi lahir di rumah sakit. Informan mengetahui tentang imunisasi Hepatitis B-0 karena informan berasal dari pendidikan DIII. Informan juga mengatakan anaknya tidak mengalami demam yang tinggi, hanya mengalami demam biasa karena efek dari suntikan imunisasi.

4.6 Matriks Bidan

Matriks 4.7 Bidan Terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0

NO Pernyataan

1. “Kalo dianjurkan seharusnya dikasih...tetapi karena budaya, kepercayaan, kekhawatiran, terkadang siibunya ini tidak ngasih. Uda gitu lokasi rumahnya itu yang diperbukitan jadi akses untuk kelokasinya jadi susah menjangkau lokasinya. Kayak mana kan, kita nggak tahu kapan lahirnya mereka melahirkan sendiri atau pakai dukun. Kita nggak tahu bidannya atau bidan lain...jadi kalo sama saya atau bidan desa mereka


(49)

selalu memberikan. Kecuali bidan-bidan swasta yang lain. Kami sudah membuat koordinasi jika ada persalinan harus melapor ke puskesmas dan mengambil vaksin hepatitis B-0 unijeck untuk diimunisasikan pada bayi baru lahir, sebagian ada yang mengambil dan sebagian lain tidak.

2. “Tidak...karena imunisasi Hepatitis B-0 unijeck itu memang pengadaannya itu yang ada di puskesmas jadi kalo sama bidan desanya

itu sudah dikasih disuruh bawa pulang”.

3. “Iya...untuk meyakinkan masyarakat ini sangat sulit, karena mereka kesayangan sama anaknya. Mereka nggak tahu rasa sayang nya itu bisa

berakibat fatal buat anak nya”.

4. “Kami kerumah bukan ibu yang membawa bayinya kepuskesmas, karena

bayi kan masih kecil dan ibu pun masih dalam masa nifas”.

5. “Kalo imunisasi Hepatitis B-0 unijeck ini nggak pernah bayar, posyandu pun nggak bayar, kalo tentang imunisasi kami menggratiskan kecuali posyandu penimbangan...kalo itu mau tuh mereka dipungut Rp. 2.000 dan Rp. 3.000 untuk pengganti gizi bayi balita seperti telur bubur itu sebagai honornya kader dipungut Rp. 2.000 itu. Tapi untuk pelayanan imunisasi baik dibidan desa atau puskesmas mereka memberikan pelayanan imunisasi gratis.

Berdasarkan matriks 4.7 bahwa dari hasil penelitian di desa pangirkiran terdapat bidan desa yang juga bekerja di puskesmas Pangirkiran sebagai bidan dibagian imunisasi. informan selalu memberikan imunisasi hepatitis B-0 setelah bayi lahir, adapun bayi yang tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 setelah bayi lahir karena ibu tersebut tidak bersalin dengannya, melainkan bersalin dengan bidan yang ada di desa lain dan ada juga yang bersalin dengan dukun beranak. Kebanyakan yang melahirkan dengan dukun beranak itu dibagian pegunungan daerah desa pangirkiran.


(50)

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan data WHO (2008) penyakit Hepatitis B menjadi pembunuh nomor 10 di dunia dan endemis di China dan bagian lain di Asia termasuk Indonesia. Indonesia bahkan sudah dikategorikan sebagai negara dengan tingkat endemisitas yang tinggi dimana prevalensi HbsAg-nya (Hepatitis B Surface

Antigen) lebih dari 8%.

Kelompok pengidap Hepatitis kronik yang ada dimasyarakat, sekitar 90% diantaranya mengalami infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang mengidap Virus Hepatitis B bisa terjadi sejak masa kehamilan hingga bayi mencapai usia balita. Infeksi juga bisa terjadi saat ibu menyusui karena terjadi kontak luka pada puting ibu sehingga menjadi jalan mudah masuk virus Hepatitis B (Soemoharjo, 2008).

Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hepatitis B sejak dini, maka WHO telah merekomendasi program imunisasi hepatitis B untuk semua bayi (Universal Chilhood Immunization Against Hepatitis B). Sebagai implementasinya, pemerintah Indonesia memasukkan program imunisasi hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin secara nasional sejak tahun 1997. Hingga saat ini program imunisasi hepatitis B masih terus berjalan walaupun banyak kendala yang dihadapi, misalnya belum tercapainya target cakupan imunisasi dan indek pemakaian vaksin yang rendah.


(51)

Kebanyakan masyarakat belum sadar akan hal tersebut. Mereka tidak mengimunisasikan bayinya karena berbagai sebab, sehingga masih ada kemungkinan bayi dapat tertular oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Dinkes. Kota Surabaya, 2007).

Imunisasi bukanlah hal baru dalam dunia kesehatan di Indonesia, namun tetap saja sampai kini banyak orangtua yang masih ragu-ragu dalam memutuskan apakah anaknya akan diimunisasi atau tidak. Kebingungan tersebut sebenarnya cukup beralasan, banyak selentingan dan mitos yang kontroversial beredar, mulai dari alergi, autis, hingga kejang-kejang akibat diimunisasi. Namun, jika para orangtua mengetahui informasi penting sebelum imunisasi, sebenarnya risiko-risiko tersebut bisa dihindari.

5.1 Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 (Unijeck) Pada Bayi Usia 0-7 Hari

Pemberian imunisasi Hepatitis B di Indonesia mulai tahun 1997 menjadi program imunisasi rutin diberikan sebanyak tiga kali dengan penyuntikan pertama pada bayi umur 3 (tiga) bulan. Mengacu kepada surat No : 168/MENKES/I/2003 tentang Perubahan Kebijakan Teknis Imunisasi Hepatitis B, diberikan pada bayi umur 0–7 hari, dengan menggunakan prefilled syringe (Uniject HB) yaitu alat suntik sekali pakai yang sudah steril dan sudah diisi vaksin hepatitis untuk satu dosis. Hasil cakupan imunisasi Hepatitis B-0 (0-7 hari) secara nasional masih belum mencapai hasil yang optimal, untuk itu perlu diupayakan agar kerjasama kegiatan Kunjungan Neonatal 1 (KN-1) sekaligus memberikan imunisasi hepatitis B dengan Uniject HB dilakukan bersamaan pada saat kunjungan rumah. Mengingat perubahan teknis imunisasi Hepatitis B tersebut merupakan hal yang


(52)

baru bagi masyarakat (menyuntik bayi usia 0-7 hari), tentunya perlu sosialisasi kepada masyarakat dan perlu dukungan berbagai pihak.

Pemberian imunisasi pada seorang bayi sangatlah penting termasuk ketepatan waktu dan berbagai macam jenisnya. Banyak orang tua yang cukup teledor untuk memberikan anaknya imunisasi, seperti hanya memberikan beberapa Imunisasi yang penting saja. Padahal jika mereka tahu bahayanya, mungkin mereka akan berpikir dua kali untuk melakukan hal tersebut.

Program imunisasi tidak boleh dilakukan sembarangan dan harus sesuai jadwal lahir dan usia dari sang bayi, karena pemberian Imunisasi yang terlambat bisa dikatakan hampir percuma karena biasanya sang penyakit sudah ada duluan di dalam tubuh sang bayi. Keterlambatan dalam vaksinasi sampai usia 18 bulan akan meningkatkan kemungkinan anak terserang penyakit karena pada usia tersebut anak rentan terhadap penyakit (Dombkowski, 2004).

5.2 Gambaran Karakteristik Informan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa informan yang terpilih sudah sesuai dengan azas kesesuaian, yang mana sampel yang dipilih dalam penelitian ini yaitu ibu yang mempunyai bayi 0-12 bulan yang diantaranya 4 orang bayi yang tidak mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 dan 1 orang bayi yang mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0.

Berdasarkan hasil penelitian dari 5 informan diketahui bahwa umur informan bervariasi antara 24 tahun hingga 35 tahun. Untuk jenjang pendidikan dari 5 informan, terdapat 1 informan berpendidikan SD, 1 informan berpendidikan SMP, 2 informan berpendidikan SMA, dan 1 informan berpendidikan DIII. Dari


(53)

tempat bersalin, 4 informan bersalin dengan bidan, dan 1informan bersalin di rumah sakit. Untuk karakteristik bidan, bidan yang menjadi informan berpendidikan DIV Kebidanan, yang bekerja di Puskesmas Pangirkiran dibagian Imunisasi.

Dalam pemberian imunisasi Hepatitis B-0 pada bayi baru lahir dapat dipengaruhi oleh:

5.3 Peran Ibu

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Mubarak, 2009). Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam situasi sosial tertentu (Mubarak, 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008).

Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing- masing. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak – anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sangat penting dalam menentukan status kesehatan bayinya, termasuk untuk kelengkapan imunisasi bayinya. Berbagai faktor dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam memainkan perannya sehubungan dengan masalah kesehatan bayinya, misalnya latar belakang pendidikannya, umur, jumlah anak, pekerjaan serta sosioekominya


(54)

Peran orangtua dalam pemberian imunisasi Hepatitis B-0 di Desa Pangirkiran sangat kurang, karena ibu melihat anak mereka yang tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 sajapun sehat dan gemuk, dan berpikiran imunisasi tersebut hanya akan membuat anak mereka sakit, kemudian karena anak masih kecil jadi tidak sanggup untuk melihat anaknya disuntik.

Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua (ibu) telah menjadi stategi popular di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi.

Pengaruh peran ibu dalam pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 pada bayi usia 0-7 hari dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

5.3.1 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan didefinisikan sebagai hasil “tahu” setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran. Proses penginderaan diperoleh baik dalam bentuk pengamatan sendiri, pengalaman oranglain atau teori yang diperoleh dari media massa sehingga orang tersebut dapat memahami segala gejala sosial yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2007).

Ibu-ibu yang berada di Desa Pangirkiran masih mempunyai pengetahuan yang kurang tentang imunisasi hepatitis B-0, mereka tidak mengetahui pentingnya anak diberi imunisasi sejak dini, bahkan ada beberapa ibu yang sama sekali tidak membawa anaknya untuk imunisasi. Walaupun mereka sudah mendapatkan


(55)

informasi dari tenaga kesehatan tentang imunisasi, tetapi mereka masih juga tidak membawa anaknya karena berbagai alasan dan masih keliru dengan imunisasi.

Untuk mengetahui pengetahuan informan, peneliti melihat dari (1) pengetahuan tentang pengertian dan manfaat imunisasi hepatitis B-0, (2) mendapatkan informasi tentang imunisasi hepatitis B-0.

1. Pengertian Dan Manfaat Imunisasi Hepatitis B-0

Berdasarkan hasil wawancara terhadap 5 informan, 4 diantaranya dapat diketahui bahwa pengetahuan informan tentang pengertian imunisasi hepatitis B-0 masih kurang, seperti yang diungkapkan informan sebagai berikut :

“Iya tahu...tapi agak-agak lupa gitu aku dek...”

“Tahulah...untuk kesehatan anak biar tidak terkena penyakit...”

Informan lain mengatakan:

“Iya imunisasi yang disuntikkan waktu dia lahir itukan....” “Ya...untuk kesehatan anaklah...”

Informan lain yang mengetahui tentang imunisasi hepatitis B-0 juga mengatakan:

“Iya tahu...imunisasi yang diberikan setelah bayi lahirlah dek...”

“Manfaatnya untuk mencegah agar anak tidak terkena penyakit hepatitis B”

Hasil penelitian Gunawan di Kabupaten Langkat pada tahun 2009 tentang karateristik ibu dan lingkungan sosial budaya terhadap pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi 0-7 hari. Diperoleh hasil, pengetahuan ibu merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap karateristik ibu terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari.


(56)

Hasil penelitian Yuhanadh (2012) menujukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan memberikan imunisai hepatitis B 0-7 hari diwilayah kerja puskesmas panteraja dengan hasil persentase ibu yang berpengetahuan baik lebih banyak yaitu 80% dibandingkan ibu yang berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 20%.

Survey awal yang Wahyu Sifa lakukan diwilayah kerja Puskesmas Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan pada bulan Maret tahun 2013 tentang pemberian imunisasi Hepatitis B 0-7 hari pada 8 orang ibu bayi, terdapat 4 orang ibu mengatakan tidak tahu tentang manfaat pemberian imunisasi tersebut, karena ibu tidak memperdulikan apa yang dilakukan oleh bidan penolong karena ibu sedang menghadapi post partum.

Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan mereka tidak berperilaku sesuai dengan nilai kesehatan (Eko & Hesty, 2009) Tidak tercapainya target imunisasi hingga mencakup semua bayi, di beberapa daerah, antara lain disebabkan pemahaman masyarakat yang masih terbatas bahkan keliru terhadap imunisasi (Muchtar, 2009).

2. Mendapatkan Informasi Tentang Imunisasi Hepatitis B-0

Penyuluhan kesehatan yang umumnya dikenal dengan istilah pendidikan kesehatan merupakan penunjang bagi program-program kesehatan lain artinya setiap program kesehatan misalnya pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat, sanitasi lingkungan, kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan. Kegiatan promosi kesehatan adalah penyuluhan kesehatan dimana tujuan khusus dari membari motivasi tentang kesehatan adalah memberikan


(57)

keyakinan kepada Ibu sehingga terjadi peningkatan pengetahuan Ibu, sebagai contoh menjelaskan pro dan kontra tentang vaksinasi kepada orang tua bayi mempunyai tujuan khusus bahwa mereka akan mengetahui apa manfaat dan kerugian vaksinasi (Ewles, 1994).

Dari hasil penelitian dari 5 informan, 3 informan mengatakan pernah mendapatkan informasi tentang imunisasi hepatitis B-0 dari petugas kesehatan, seperti berikut:

“Pernah waktu itu...dikasih tahunya sama orang itu tapi saya malas”.

Informan lain mengatakan:

Memang sih ada, tapi ayah nya ini takut dia kan kalo diimunisasikan ada

sakit jadi gak dibolehkan ayahnya”.

Informan lain juga mengatakan:

“nggak ada dek...pokoknya siap melahirkan aku, udah...”.

Hasil penelitian Wawan yang dilakukan di Kelurahan Lemo, Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun 2010, menunjukkan bahwa dari 17 responden (54,8%) yang tidak memperoleh penyuluhan kesehatan, terdapat 13 responden diantaranya (76,5%) tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dan 4 responden lainnya (23,5%) yang mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari). Responden yang memperoleh penyuluhan kesehatan sebanyak 14 responden (45,2%), 5 responden diantaranya (35,7%) tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dan 9 responden lainnya (64,3%) yang mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari).


(58)

Hambatan lingkungan dan logistik berupa iklim, geografi atau sulitnya menjangkau pelayanan kesehatan karena jalan yang buruk, jam kerja yang tidak sesuai dengan keadaan masyarakat atau lamanya waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Suatu program kesehatan akan gagal bila interaksi antara pemberi pelayanan dan masyarakat kurang. Perilaku kasar petugas kesehatan pada saat memberikan informasi membuat orang tua enggan untuk mengimunisasikan anaknya. Situasi seperti ini sering tidak disadari oleh petugas kesehatan (WHO, 2000).

Pengakuan sebagian responden yang mengikuti penyuluhan kesehatan di Desa Pangirkiran mengemukakan bahwa para responden tidak memahami apa yang disampaikan oleh petugas kesehatan. Selain itu, kurangnya partisipasi dalam kegiatan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dilakukan pada saat pengunjung posyandu sedang sibuk dengan berbagai kegiatan. Kesibukan responden baik posisinya sebagai ibu rumah tangga atau mencari kesibukan lain untuk menambah jumlah pendapatan keluarga. sehingga menimbulkan kemalasan responden untuk mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan.

Pemberian informasi di Desa Pangirkiran harus secara terus menerus dilakukan tentang imunisasi Hepatitis B-0 untuk meningkatkan pemahaman ibu. Informasi tersebut dapat disampaikan pada saat kunjungan ANC (Antenatal care), pertolongan persalinan, atau pada saat posyandu sambil diberi penyuluhan tentang pentingnya imunisasi.


(59)

5.3.2 Sikap (Attitude)

Sikap adalah kecendrungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu (Sunaryo, 2004). Faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan yang salah satunya mencakup sikap terhadap pencegahan penyakit menular (Notoatmodjo, 2005).

Di Desa Pangirkiran masih ada orangtua yang tidak mau anaknya diimunisasi, karena masih takut efek samping yang terjadi setelah penyuntikan, sehingga orangtua memutuskan untuk tidak membawa anaknya imunisasi. Kemudian karena waktu orangtua yang tidak ada, orangtua yang sibuk bekerja dan lebih mementingkan pekerjaan dari pada membawa anaknya untuk imunisasi, bahkan mengatakan malas untuk ke posyandu atau ke puskesmas, padahal kesehatan anak lebih penting dari semuanya.

Informan yang pertama berinisial AN memiliki 4 orang anak, tetapi hanya anak yang keempat ini yang imunisasinya tidak lengkap termasuk tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 sejak lahir. Informan tidak membawa bayinya ke posyandu atau ke puskesmas untuk mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 karena waktu yang tidak ada dengan alasan banyak kerjaan, seperti yang diungkapkan sebagai berikut:

“Disuruh malas dek...banyak kerjaan menyuci lagi kesawah lagi. Jadi dak


(60)

Informan kedua berinisial HN memiliki 2 orang anak. Anak pertama sudah mendapatkan imunisasi lengkap tetapi anak kedua tidak mendapatkan sama sekali imunisasi termasuk imunisasi hepatitis B-0. Informan tidak membawa bayinya ke posyandu atau ke puskesmas dengan alasan karena takut efek samping yang dialami setelah penyuntikan. Ayah sianak trauma karena anak pertama mereka mengalami demam dan bengkak kemerahan setelah imunisasi sehingga suami informan melarang untuk tidak memberikan imunisasi lagi pada anak kedua mereka, seperti yang diungkapkan sebagai berikut:

“Memang sech ada, tapi ayah nya ini takut dia kan kalo diimunisasikan ada sakit jadi gak diboleh kan ayahnya”.

Informan ketiga berinisial JK memiliki 2 orang anak. Anak kedua berusia 12 bulan dan tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 sejak lahir. Informan tidak membawa bayinya ke posyandu atau ke puskesmas karena tidak diberitahu oleh bidannya dan ketidaktahuan tentang jadwal posyandu yang dilaksanakan di desa tersebut karena posyandu yang dilaksanakan terkadang secara tiba-tiba, seperti yang diungkapkan sebagai berikut:

“Nggak ada dikasih tahu...”

“Tiba-tiba aja posyandu, orang itupun nggak ada ngasih

tahu...kadang-kadang pun kita kan nggak disini jadi nggak tahu”

Informan keempat berinisial AP memiliki 3 orang anak. Anak yang ketiga berusia 5 bulan dan pada saat bayi lahir tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0. Informan tidak membawa atau melapor kepada bidan atau tenaga kesehatan yang ada di desa tersebut karena tidak mengetahui tentang imunisasi hepatitis B-0 dan tidak ada mendapatkan atau diberi saran untuk membawa bayi segera


(61)

imunisasi hepatitis B-0 ke posyandu atau puskesmas, seperti yang diungkapkan sebagai berikut:

“Tidak ada...jadi tidak tahulah dek”.

Informan kelima berinisial YS memiliki 1 orang anak, bersalin di rumah sakit Nur’Aini Kota Pinang. Informan mengatakan bahwa bayinya sudah mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 setelah bayi lahir dari petugas kesehatan rumah sakit.

“Lengkap...yang Hb0 ya dikasih...di rumah sakit Nur’Aini Kota Pinang”.

Hasil penelitian Idwar tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Hepatitis B pada Bayi (0-11 Bulan) di Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 1998/1999. Diperoleh hasil, Ibu yang mempunyai sikap positif terhadap imunisasi mempunyai risiko 1,55 kali untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan ibu yang mempunyai sikap negatif. Sikap yang positif dapat menjadi faktor predisposing atau pencetus yang menyebabkan ibu membawa bayinya untuk diimunisasi.

Survey awal yang dilakukan Wahyu Sifa diwilayah kerja Puskesmas Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan pada bulan Maret tahun 2013 tentang pemberian imunisasi Hepatitis B 0-7 hari bahwa menunjukkan persentase ibu yang memberikan imunisasi Hepatitis B 0-7 hari didapatkan pada ibu yang bersikap positif sebanyak (48 %) dan ibu yang bersikap negatif sebanyak (52%).

Imunisasi Hepatitis B-0 untuk mencegah virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati. Oleh karena itu, bila orangtua tidak mau anaknya diimunisasi berarti bisa membahayakan keselamatan anaknya, karena mudah


(62)

tertular penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan sakit berat, cacat atau kematian (Soedjatmiko, 2008).

Menurut asumsi penelitian sikap ibu dengan pemberian imunisasi hepatitis B 0-7 hari di Desa Pangirkiran termasuk dalam katagori positif hal ini secara langsung mempengaruhi tindakan ibu dalam memberikan imunisasi hepatitis B 0-7 hari pada anaknya dan sebagian ibu-ibu yang bersikap negatif karena ibu berpendapat tidak perlu diimunisasikan hepatitis B 0-7 hari karena mengakibatkan anaknya demam dan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti orang-orang yang berpengaruh disekitarnya yaitu suami, dan lain sebagainya.

5.3.3 Kepercayaan

Kepercayaan terhadap baik buruknya nilai kesehatan didasarkan atas penilaiannya pada kemanfaatan yang dirasakan dari segi emosi/kejiwaan, sosial, ekonomi, dan lain-lain kerugian dan akibat yang dirasakannya akan timbul, serta hambatan-hambatan yang dirasakan (Eko & Hesty, 2009).

Masyarakat di Desa Pangirkiran mengatakan bahwa bayi yang tidak mendapatkan imunisasi sudah menjadi kebiasaan di lingkungan mereka, karena mereka lebih percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini pada anaknya yang belum mengalami sakit. Mereka tidak mengetahui apa dampak nya kedepan bagi kesehatan anaknya, yang mereka tahu saat ini anaknya sehat-sehat saja dan tidak mempengaruhi jika anaknya tidak mendapatkan imunisasi. Dari hasil wawancara terhadap 5 informan, semua informan mengatakan sebagai berikut :

“Memang biasa itu, anak ku pun nggaknya terlalu berpenyakitan kali, nggak ada makanya itu aku malas, demam aja pun gak pernah”.


(63)

Informan lain mengatakan:

“Yang pertama itu dapat...ya karena trauma sama yang pertama”.

Informan lain juga mengatakan:

“Nggak...malas aja. Karena dilihat sehatnya kan ya udalah”.

Berdasarkan hasil penelitian Dedi di wilayah kerja puskesmas langsa tahun 2010, bahwa dari 72 ibu, mayoritas mendukung terhadap kepercayaan dalam pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi sebanyak 37 ibu ( 51,4%), yang tidak mendukung terhadap kepercayaan sebanyak 35 ibu (48,6%).

Hasil penelitian Suharti di Kelurahan Kenali Besar Wilayah Kerja Puskesmas Kenali Besar Tahun 2012, menunjukan dari 46 responden yang memiliki kepercayaan baik, 39 (84,8%) responden imunisasinya baik dan dari 38 responden yang memiliki kepercayaan kurang baik, 19 (50,0%) responden imunisasinya baik.

Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi (Mirzal, 2008). Setelah imunisasi kadang-kadang timbul kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) demam ringan sampai tinggi, bengkak, kemerahan, agak rewel. Itu adalah reaksi yang umum terjadi setelah imunisasi. Umumnya akan hilang dalam 3-4 hari, walaupun kadang-kadang ada yang berlangsung lebih lama (Soedjatmiko, 2009).


(64)

Menurut Depkes (2009) salah satu penyebab rendahnya pencapaian imunisasi dikarenakan adanya faktor budaya. Hal ini akan mempengaruhi dalam pemberian imunisasi karena ada wilayah-wilayah tertentu di Indonesia yang mempunyai budaya yang berpengaruh pada pemberian imunisasi sehingga cakupan imunisasi masih belum mencapai target.

Imunisasi merupakan upaya medis untuk mencegah terjadinya suatu penyakit. Dalam agama Islam, imunisasi sah menurut hukum (absah secara syar'i) sehingga masyarakat tidak perlu ragu untuk melakukan imunisasi sepanjang materi atau bahan yang digunakan tidak berupa unsur yang haram (Sholeh, 2009). Orang tua juga harus mengetahui bahwa pemberian imunisasi aman bagi anak, bahkan saat anak sedang sakit ringan, mempunyai cacat fisik/mental atau mengalami malnutrisi (Dinkes. Kota Surabaya, 2007).

Kurangnya pengetahuan masyarakat di Desa Pangirkiran tersebut meliputi persepsi yang salah tentang pentingnya imunisasi dan keparahan suatu penyakit merupakan faktor penting yang menjadi hambatan keberhasilan imunisasi. Persepsi yang salah tentang keparahan suatu penyakit dipengaruhi oleh kepercayaan setempat dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan. Kepercayaan dan kurangnya pengetahuan ini membuat individu berasumsi bahwa penyakit tidak berbahaya, jarang ada, tidak menular, merupakan hal yang biasa bagi anak atau individu akan resisten dengan sendirinya.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015

8 92 117

Pengaruh Faktor Pengetahuan, Dukungan Keluarga dan Kepercayaan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) pada Bayi di Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2011

7 81 92

Evaluasi Cakupan Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Usia 12 – 24 Bulan di Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara

1 48 7

Pengaruh Karakteristik Ibu Dan Lingkungan Sosial Budaya Terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi 0 - 7 Hari Di Kabupaten Langkat

4 66 131

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM IMUNISASI HEPATITIS B-0 PADA BAYI UMUR 0 - 7 HARI OLEH BIDAN DESA DI KABUPATEN DEMAK TAHUN 2009 - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pemberian Imunisasi Hepatitis B (Uniject) pada Bayi Usia 0-7 Hari di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan kabupaten Padanga Lawas Utara Tahun 2015

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Pemberian Imunisasi Hepatitis B (Uniject) pada Bayi Usia 0-7 Hari di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan kabupaten Padanga Lawas Utara Tahun 2015

0 0 10

ANALISIS PEMBERIANIMUNISASI HEPATITIS B(UNIJECT) PADA BAYI USIA 0-7HARI DI DESA PANGIRKIRAN KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2015

0 0 16

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015

0 0 45

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIANASI EKSKLUSIF DI DESA PANGIRKIRAN KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2015

0 0 16