Gambar Penanganan Kasus Kedaruratan Obstetri di RSU. Tanjung Purs Kabupaten Langkat dan RSU. Kisaran

GAMBAR PENANGANAN KASUS KEDARURATAN OBSTETRI
DI RSU.TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT DAN RSU.KISARAN KABUPATEN
ASAHAN
SYAMSUL ARIFIN NASUTION
Bagian Obstetri Dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kematian pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara
berkembang. Di negara berkembang sekitar 25 – 50% kematian terjadi pada wanita
usia subur. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian
wanita muda pada masa puncak produktivitasnya.
Angka kematian ibu merupakan tolok ukur untuk menilai keadaan pelayanan
obstetri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti sistim pelayanan obstetri
masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan.
Sistem rujukan di Indonesia menjadikan rumah sakit (RS) kabupaten sebagai RS
rujukan sekunder, yang memiliki berbagai fungsi pelayanan obstetri.

Berdasarkan laporan, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 1997 adalah
390/100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Perinatal (AKP) 40/1000
kelahiran hidup. Angka ini merupakan tertinggi di kawasan Asia Tenggara. AKI yang
masih tinggi menunjukkan bahwa kesehatan reproduksi para ibu masih
memprihatinkan.
World Health Organization (WHO) pada bulan November 1999, melaporkan hampir
600.000 ibu hamil dan bersalin meninggal setiap tahun diseluruh dunia. Peristiwa ini
sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
Di negara maju AKI pertahun hanya 27/100.000 kelahiran hidup, sedangkan di
negara berkembang AKI rata–rata dapat me ncapai 18 kali lebih tinggi, yaitu
480/100.000 kelahiran hidup. Ini disebabkan karena di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia, hampir 80% persalinan masih ditangani oleh
dukun.
AKI di Indonesia bervariasi dari yang paling rendah yaitu 130/100.000 kelahiran
hidup di Yogyakarta, sampai yang paling tinggi 1340/100.000 kelahiran hidup di
Nusa Tenggara Barat.1 Variasi ini antara lain disebabkan oleh perbedaan norma,
nilai, lingkungan dan kepercayaan mayarakat disamping infrastruktur yang ada. Hal
penting lainnya adalah perbedaan kualitas pelayanan kesehatan pada tiap tingkat
pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan primer diperkirakan dapat menurunkan AKI sampai 20%,

namun dengan sistim rujukan yang efektif, AKI dapat ditekan sampai 80%. Menurut
United Nation Childrens Fund (UNICEF), 80% AKI dan AKP terjadi di RS rujukan.

©2003 Digitized by USU digital library

1

Di beberapa daerah di Propinsi Sumatera Utara, AKI lokal lebih tinggi dari AKI Nasional.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan pasca persalinan (40- 60%), infeksi (2030%) dan eklampsia (20- 30%). Ternyata 80% kematian ibu terjadi di RS rujukan yang
diakibatkan keterlambatan dalam rujukan maupun penanganan penderita.
Walaupun kualitas pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal dipengaruhi oleh banyak faktor, namun kemampuan tenaga kesehatan
(bidan, dokter, dokter spesialis obstetri dan ginekologi ) merupakan salah satu faktor
utama.
Salah satu tantangan berat yang dihadapi Indonesia saat ini adalah masih rendahnya
derajat ibu, walaupun telah dilakukan berbagai intervensi sejak pencanangan upaya
kesejahteraan ibu pada tahun 1988 oleh Presiden Republik Indonesia di Jakarta.
Kematian dan kesakitan ibu sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai
usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan obstetri. Pelayanan kesehatan
tersebut dinyatakan sebagai bagian integeral dari pelayanan dasar yang akan

terjangkau seluruh masyarakat. Kegagalan dalam pengangan kasus kedaruratan
obstetri pada umumnya disebabkan oleh kegagalan dalam mengenal resiko kehamilan,
keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil
dengan resiko tinggi maupun pengetahuan tenaga medis, paramedis, dan penderita
dalam mengenal kehamilan resiko tinggi (KRT) secara dini, masalah dalam pelayanan
obstetri, maupun kondisi ekonomi.
Pelayanan kedaruratan obstetri di RS rujukan merupakan bagian penting untuk
menurunkan AKI. Sampai saat ini belum ada data mengenai kualitas pelayanan
kedaruratan obstetri di RS rujukan.
Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi tentang gambaran penanganan
kedaruratan obstetri di RS rujukan tingkat kabupaten. Secara spesifik dapat diketahui
gambaran penanganan kasus kedaruratan obstetri, mengidentifikasikan masalah medis
dan non medis yang menyebabkan keterlambatan penanganan. Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan penanganan kedaruratan
obstetri di RS rujukan.
Penanganan rujukan obstetri merupakan mata rantai yang penting, menjadi faktor
penentu dari hasil akhir dari kehamilan dan persalinan. Kurang lebih 40% kasus di RS
merupakan kasus rujukan. Kematian maternal di RS pendidikan 80 – 90% merupakan
kasus rujukan. Kematian perinatal di RS pendidikan kurang lebih 60% berasal dari
kelompok rujukan.

Dalam penelitian ini dilakuka n pengamatan selama satu tahun terhadap karakteristik
kasus kedaruratan obstetri dan faktor penyebab keterlambatan penanganan pasien
obstetri.

Penelitian ini melibatkan dua RS kabupaten tipe C, yaitu :
1. Rumah Sakit Umum Tanjung Pura.
Terletak di kabupaten Langkat, dengan luas wilayah 6.263 km2, 25 kecamatan, 26
puskesmas dan 130 puskesmas pembantu, dengan jumlah penduduk 815.141 orang,
mata pencaharian penduduk umumnya adalah petani, kepadatan penduduk 105/km2
. Jarak dari kota Medan ±70 km. RS ini mempunyai 2 orang Spesialis Obstetri dan
Ginekologi (SpOG), 2 orang Spesialis Anak, 1 orang Spesialis Anestesi, 1 orang
penata anestesi, bidan 12 orang, 1 kamar operasi, 1 ruang VK, 1 ruang rawat inap
©2003 Digitized by USU digital library

2

kebidanan, 1 Apotik, 1 laboratorium. Secara topografi kabupaten Langkat dibedakan
atas 3 bagian, yaitu :
a. Pesisir pantai
: ketinggian 0 – 4 m dari permukaan laut.

b. Dataran rendah : ketinggian 4 – 30 m dari permukaan laut.
c. Dataran tinggi
: ketinggian 30 – 1200 m dari permukaan laut.
2. Rumah Sakit Umum Kisaran
Terletak di kabupaten Asahan, luas wilayah 4581 km2, 27 kecamatan, 24
puskesmas, 159 puskesmas pembantu, dengan jumlah penduduk 884.203
orang, mata pencaharian penduduk umumnya adalah petani, kepadatan
penduduk 201/km2, Jarak dari kota Medan ± 151 km.
RS ini mempunyai
2 orang SpOG, 2 orang Spesialis Anak, 1 orang spesialis Anestesi, 2 penata
anestesi, bidan 15 orang, 1 kamar operasi, 1 unit gawat darurat, 1 ruang VK, 1
ruang rawat inap kebidanan, 1 apotik, 1 laboratorium. Secara topografi
kabupaten Asahan dapat dibedakan atas 3 bagian, yaitu :
a. Pesisir pantai
: ketinggian 0 – 4 m dari permukaan laut.
b. Dataran rendah : ketinggian 4 – 30 m dari permukaan laut.
c. Dataran tinggi
: ketinggian 30 – 1200 m dari permukaan laut.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dari data diatas dapat dirumuskan masalah yang ada hubungan dengan tingginya

AKI di Indonesia umumnya, dan Sumatera utara khususnya yaitu dalam kaitan
masih terjadinya keterlambatan dalam penanganan kasus kedaruratan obstetri di
RS rujukan .
C. KERANGKA PEMIKIRAN
Kematian dan kesakitan ibu dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha
perbaikan dalam bidang pelayanan obstetri. Kegagalan dalam penanganan kasus
kedaruratan obstetri pada umumnya disebabkan tidak diketahuinya KRT,
keterlambatan dalam merujuk, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan
ibu dengan KRT, pengetahuan tenaga medis, paramedis dan penderita dalam
mengenal KRT secara dini.
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang penanganan
kedaruratan obstet ri, meliputi catatan medis, waktu penanganan kasus, lama
rawatan, luaran ibu dan anak di RS rujukan yang pada gilirannya dapat diperbaiki
dengan meningkatkan kualitas penanganan kedaruratan obstetri di RS Kabupaten.
E. MANFAAT PENELITIAN
Sebagai upaya untuk mendapatkan informasi gambaran penanganan kedaruratan
obstetri di RS rujukan sekunder, yang nantinya dapat dipakai sebagai masukan
untuk melihat berbagai kekurangan pada pelayanan obstetri, agar pelayanan
selanjutnya dapat ditingkatkan.


©2003 Digitized by USU digital library

3

Gambar 1. Peta Propinsi Sumatera Utara dengan skala 1 : 2.450.000.

©2003 Digitized by USU digital library

4

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Untuk menurunkan AKI, intervensi pra persalinan merupakan strategi umum yang
diterapkan di Indonesia, seperti halnya di negara lain, sebagai alat pemeriksaan
persalinan resiko tinggi, strategi ini belum mampu menurunkan AKI terutama oleh
karena faktor sistem rujukan, serta ketersediaan, dan efektivitas intervensi. Oleh
karena itu salah satu prioritas utama kebijakan “Safe motherhood” adalah
meningkatkan atau menjamin akses pelayanan kesehatan bagi kegawatdaruratan
obstetri.

Sistim rujukan di Indonesia menjadikan RS tingkat kabupaten sebagai pusat rujukan
sekunder, yang memiliki berbagai fungsi pelayanan maupun pendidikan. Untuk
meningkatkan fungsinya sebagai tempat rujukan sekunder peningkatan fasilitas sumber
daya manusia (SDM) merupakan prasyarat bagi tersedianya pelayanan kesehatan yang
memadai. Namun demikian tidak menjamin digunakannya fasilitas pelayanan kesehatan
pada saat dibutuhkan dapat menurunkan AKI. Dengan kata lain masih ada wanita yang
meninggal meskipun telah tersedia pelayanan kesehatan tersebut.
Sistem rujukan ini dikembangkan karena sarana pelayanan kesehatan masih terbatas
jumlah, kemampuan, dan penyebarannya. Disamping itu tenaga yang terlibat dalam
perawatan obstetri sangat beragam, seperti : dukun, perawat, bidan, dokter umum,
dokter ahli yang jumlah dan penyebarannya masih terbatas.
Latar belakang pendidikan yang berbeda menyebabkan kemampuan dan keterampilan
juga berbeda. Untuk mencapai tujuan pelayanan obstetri yaitu keamanan proses
persalinan dengan hasil akhir bayi yang sehat, dan ibu dengan resiko yang minimal,
maka unit pelayanan dan tenaga obstetri harus saling bekerja sama dan terpadu.
A. MUTU PELAYANAN DAN RUJUKAN OBSTETRI
Penelitian dari beberapa RS pendidikan menunjukkan mutu pelayanan obstetri masih
rendah. Hal ini dikarenakan :
1. Sebagian besar kasus rujukan persalinan datang ke RS dalam keadaan umum
yang kurang baik, bahkan datang dalam keadaan kritis dan tidak sempat diberi

pertolongan.
2. Tidak sedikit kasus rujukan persalinan dikirim tanpa diberi pengobatan awal
atau penanganan yang kurang memadai, pasien tiba dalam keadaan shock, dan
tidak di infus.
Dalam hal rujukan pengetahuan dan keterampilan kepada tenaga obstetri masih
banyak kendala yang dihadapi, misalnya : SpOG terlalu sibuk dengan tugas pelayanan
pasien, keterbatasan dana untuk pembinaan, keterbatasan ruang lingkup dan
wewenang. Hal ini merupakan kendala yang perlu dihadapi.
B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA AKI
Penyebab utama tingginya AKI adalah adanya tiga terlambat (3T) yaitu :
1. Terlambat untuk mencari pertolongan bagi kasus kegawatdaruratan obstetri
yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, tradisi, budaya ataupun faktor
ekonomi.
2. Terlambat mencapai tempat rujukan yang disebabkan oleh keadaan geografi
atau masalah tranportasi.
3. Terlambat memperoleh penanganan yang adekuat setelah tiba ditempat rujukan
akibat kurangnya tenaga sumber daya yang terampil, sarana dan fasilitas
kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar maupun kasus kegawatdaruratan.
©2003 Digitized by USU digital library


5

Selain itu 60 – 70% ibu yang melahirkan masih ditolong oleh dukun tradisionil. Tiga
terlambat ini juga sangat dipengaruhi oleh dana dari keluarga ibu bersalin,
walaupun cepat dirujuk, tetapi oleh karena tidak tersedianya uang maka, niat
merujuk dibatalkan sendiri oleh keluarganya. Dana yang diperlukan tidak saja untuk
transportasi dan biaya perawatan di puskesmas atau RS, tetapi diperlukan juga
untuk keluarga yang mengantar, sehingga jumlah dana yang dibutuhkan cukup
besar. Dana sehat yang diperoleh dari masyarakat dan pemerintah masih sangat
terbatas ( 20%), sehingga faktor dana ini masih merupakan kendala yang
memerlukan perhatian yang serius.
Masalah kematian ibu adalah masalah yang kompleks, meliputi hal- hal non teknis
seperti status wanita dan pendidikan. Walaupun masalah tersebut perlu diperbaiki
sejak awal. Namun kurang realistis bila mengharapkan perubahan dratis dalam tempo
singkat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap tingginya AKI adalah proses rujukan
yang terlambat dan ketidaksiapan fasilitas kesehatan terutama ditingkat rujukan primer
( Puskesmas) dan tingkat rujukan sekunder ( RS. Kabupaten) untuk melakukan
pelayanan kedaruratan obstetri emergensi komprehensif (POEK).
Keberhasilan pengelolaan kasus obstetri antara lain tergantung pada dukungan

kemampuan teknik medis ditingkat pelayanan dasar dan rujukannya ketingkat yang
lebih mampu.
Pada umumnya pasien akan mencari pertolongan kesehatan ke fasilitas kesehatan
yang terdekat dengan tempat tinggal mereka, karena hal tertentu mereka mendatangi
tempat pelayanan yang jauh, maka petugas kesehatan tersebut harus mampu untuk
menginformasikan fasilitas kesehatan yang terdekat dan dapat memberikan pelayanan
kesehatan lanjutan. Fasilitas kesehatan tersebut harus memiliki kemampuan yang
dapat diandalkan utnuk melayani berbagai keperluan pemulihan kondisi kesehatan dan
pertolongan kegawatdaruratan yang memadai.
Mengingat ± 90% kematian ibu terjadi disaat sekitar persalinan dan ± 95% penyebab
kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan
sebelumnya, maka Departemen Kesehatan (DEPKES) mempercepat penurunan AKI
dengan mengupayakan :
1. Setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan
2. Pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada ibu hamil.
Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 ditetapkan strategi sebagai berikut
:1
1. Penanganan tim Daerah Tingkat II ( Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya,
RS Kabupaten dan pihak terkait) dalam upaya mempercepat penurunan AKI
sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
2. Pembinaan SDM yang intensif di setiap Daerah Tingkat II, sehingga pada akhir
PELITA VII :
a. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan lebih dari 80%
b. Bidan mampu memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetri
neonatal dan puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetri neonatal
dan emergensi dasar ( PONED). Yang didukung oleh RS. Daerah Tingkat II
sebagai fasilitas rujukan utama yang mampu menyediakan pelayanan
obstetri neonatal emergensi komprehensif (PONEK) selama 24 jam perhari,
sehingga tercipta jaringan pelayanan obstetri yang mantap.

©2003 Digitized by USU digital library

6

RS rujukan harus dilengkapi dengan sarana dan fasilitas tranfusi darah, listrik, air
bersih, sarana dan prasarana operasi, anestesi, antibiotik, obat–obatan dan bahan
lainnya serta tenaga terlatih.
Rumah sakit umum daerah kelas C, sudah dikembangkan di seluruh ibu kota kabupaten.
Sudah waktunya mengacu pada suatu akreditasi, semua komponen diharapkan dapat
terjamin. Dengan akreditasi semua komponen diharapkan dapat memenuhi syarat,
meliputi ketenagaan, pelayanan medik pokok dan penunjang, sarana pokok penunjang,
sistem pembiayaan dan talaksana serta lingkungannya. RSUD kelas C, seyogyanya
dapat mengatasi semua kasus kebidanan di wilayah kerjanya secara tuntas. Jadi tidak
perlu sampai merujuk penderita ke RS rujukan kelas B dan A.
Menurut WHO ada 7 fungsi utama dari RS rujukan sekunder yang harus dipenuhi, yaitu
:
a. Mampu melakukan tindakan bedah meliputi SS, terapi bedah pada sepsis, reparasi
robekan vagina dan serviks, laparatomi pada ruptura uteri dan kehamilan ektopik,
dan evakuasi abortus inkomplit.
b. Mampu memberikan pelayanan anestesi dan resusitasi jantung paru
c. Mampu melakukan tindakan medis pada renjatan, sepsis, dan eklampsia.
d. Mampu memberikan tranfusi darah dan terapi cairan.
e. Mampu melakukan pertolongan persalinan pervaginam dan mempergunakan
partograf.
f. Mampu memberikan pelayanan kontrasepsi efektif, khususnya sterilisasi,
AKDR, kontrasepsi suntikan dan susuk.
g. Mampu mengelola kasus resiko tinggi.
Bukhari dkk dalam penelitian mengenai partus terlantar yang dirawat di RSUD.
Dr. Pirngadi Medan periode Agustus 1997 sampai Pebruari 1998 mendapatkan
91,24% kasus rujukan dari bidan.
Muchtar dan Army dalam penelitian retrospektif tentang kema tian ibu di RS.
Dr. M. Jamil Padang selama 3 tahun mendapatkan sebagian besar kasus
(95,24%) merupakan kasus rujukan yang datang dengan keadaan sangat jelek.
Kematian ibu umumnya disebabkan oleh komplikasi obstetri yang terlambat
ditangani karena keterbatasan kemampuan pelaksana pelayanan kebidanan
terdepan dan adanya berbagai hambatan dalam merujuk ibu. Lulusan pendidikan
bidan dan dokter umum yang bekerja ditingkat pelayanan dasar dewasa ini
ternyata belum memenuhi peran diatas. Dalam menjalankan perannya, tenaga
tersebut masih perlu dipersiapkan agar terampil dalam memberikan pelayanan
obstetri / neonatal yang berkualitas.
RS pendidikan / propinsi sebagai fasilitas rujukan sekunder dan tersier yang
diantaranya juga sebagai fasilitas pendidikan tenaga me dis, diharapkan dapat
berperan untuk memacu peran RS kabupaten dalam membina keterampilan
teknis petugas ditingkat pelayanan dasar.
Dalam menyongsong milenium ketiga dan memasuki era globalisasi,
pembangunan kesehatan akan melahirkan manusia Indonesia yang sehat, yang
pada gilirannya akan menjadi SDM yang potensial bagi pembangunan nasional.
DEPKES menetapkan visinya yaitu “Indonesia Sehat Tahun 2010“. Sedangkan
misi yang harus diselenggarakan agar dapat diwujudkan visi pembangunan
kesehatan
adalah
menggerakkan pembangunan nasional berwawasan

©2003 Digitized by USU digital library

7

kesehatan memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat serta lingkungannya, memelihara dan meningkatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, terjangkau, mendorong kemandirian masyarakat
untuk sehat. Aktualisasi paradigma sehat di RS, menimbulkan perubahan dimana
RS harus dapat berfungsi sebagai rumah sehat dengan cara melaksanakan
upaya promotif bagi kesehatan pasien, staf RS dan masyarakat diwilayahnya.
3.

Ketenagaan dan pelayanan spesialistik kebidanan dan penyakit kandungan di
RS. pemerintah.
a. Ketenagaan
Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan di RS perlu diperhatikan
beberapa hal, antara lain : pelayanan kesehatan yang prima dapat ditinjau
dari segi pelayanan secara teknis dan pelayanan psikis. Oleh karena itu
pelayanan yang prima erat kaitannya dengan mutu pelayanan dan
berorientasi kepada pasien. Agar dapat terlaksananya pelayanan yang
prima perlu diperlukan SDM yang profesional juga perlu didukung dengan
prosedur tetap, sarana dan prasarana yang memadai. Dalam upaya
menurunkan AKI maka sangat diperlukan keberadaan SpOG, dan peralatan
yang menunjang di RS kabupaten.
b. Peralatan
Keadaan sarana dan prasarana di RS pemerintah pada saat ini secara
bertahap dilakukan peningkatan dan pengembangan
baik dari segi
jumlah, jenis maupun teknologinya. Dengan dilaksanakannya program
peningkatan kelas RS, dimana RS kelas D diupayakan menjadi kelas C.
Menurut data DEPKES tahun 1999, 60% RS kelas C telah memiliki 2 kamar
operasi, 30% peralatan bedah dan kebidanan di RS kelas C dalam keadaan
tidak lengkap, termasuk peralatan pendukung kamar operasi.
c. Rekam Medis
Rangkaian catatan medis yang cermat dan kontinu bagi ilmu kedokteran
tersebut dikenal dengan rekam medis. Rekam medis yang cermat dan
berkesinambungan akan sangat membantu dokter dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas tehadap pasien.
Dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan dalam
penanganan kasus kasus kedaruratan obstetri di RS, telah diadakan
penelitian di RS pendidikan Universitas Athmadu Belo, Zaria, Nigeria.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penundaan dalam penanganan ibu
dengan kasus komplikasi obstetri akan menyebabkan terjadinya beberapa
masalah yang lebih rumit. Intervensi yang dilakukan untuk mengantisipasi
hal tersebut adalah dengan memperbaiki ruang bedah, perbaikan ruang
perawatan, melatih dokter umum untuk dapat menangani kasus kasus
kedaruratan obstetri serta mengadakan sistim pengepakan obat-obatan
serta meningkatkan kerjasama dengan sesama petugas kesehatan, juga
diperkenalkan sistem donor darah dari keluarga ibu yang mengalami kasus
kegawatdaruratan obstetri, dengan meningkatkan kepedulian terhadap ibu
tersebut.
Setelah intervensi dilakukan, jumlah ibu yang mengalami kasus
kegawatdaruratan obstetri menurun. Dari 57% kasus, sebanyak 3,7 orang
perhari pada tahun 1990 menjadi 1,6 orang perhari pada tahun 1995.
Proporsi ibu yang berobat juga meningkat yakni dari 39% pada pertengahan

©2003 Digitized by USU digital library

8

tahun 1993 naik menjadi 87% pada tahun 1995. Jumlah kasus
kegawatdaruratan obstetri ibu yang mengalami komplikasi obstetri turun
dari 14% tahun 1990 menjadi 11% tahun 1995.
Hasil yang mereka peroleh bahwa pelayanan kesehatan obstetri di RS dapat
diperbaiki dan ditingkatkan. Pemerintah dapat meningkatkan perannya
dalam upaya penundaan penanganan kasus kedaruratan obstetri, sehingga
kasus yang berat dapat menurun walaupun dalam keadaan ekonomi yang
kurang menguntungkan. Namun pelayanan serta perbaikan sarana harus
tetap semakin ditingkatkan.

BAB III
METODOLOGI
A. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif dalam bentuk prospektif.
B. TEMPAT PENELITIAN
Rumah sakit yang diteliti adalah RSU. Tanjung Pura Kabupaten Langkat dan RSU.
Kisaran Kabupaten Asahan.
C. LAMA PENELITIAN.
Penelitian berlangsung selama 12 bulan, terhitung mulai 1 Januari sampai dengan
31 Desember 2001
D. POPULASI PENELITIAN.
Populasi dari penelitian adalah seluruh kasus kedaruratan obstetri yang ditangani di
RSU. Tanjung Pura Kabupaten Langkat dan RSU. Kisaran Kabupaten Asahan.
E. KRITERIA
1. Kriteria Penerimaan
Kasus kedaruratan obstetri adalah pasien yang datang ke instalasi gawat
darurat atau langsung ke kamar bersalin disebabkan komplikasi kehamilan dan
persalinan.
Ada 8 jenis catatan medis pasien yang akan diteliti, yaitu :
a. Persalinan normal
b. Partus tak maju
c. Preeklampsia (PE) berat / eklampsia
d. Infeksi puerpuralis
e. Perdarahan antepartum
f. Perdarahan paska persalinan
g. Kehamilan ektopik terganggu
h. Abortus
2. Kriteria Penolakan.
Yang bukan kasus diatas.
F. VARIABEL DAN INDIKATOR
©2003 Digitized by USU digital library

9

Variabel dan Indikator penting dari catatan pasien adalah keterangan catatan rutin
RS. Indikator lain yang menyokong adalah lama penanganan dari setiap kasus, lama
rawat inap, keadaan ibu dan bayi.
G. CARA KERJA
Petugas interview dan pewawancara adalah peneliti dan di bantu oleh
paramedis yang sudah diberikan pelatihan tentang wawancara dan pengisian
kuesioner. Pendistribusian kuesioner pada paramedis yang bertugas di IGD /
kamar bersalin di RS tempat penelitian, oleh penelitian melalui Kepala Bagian
Obstetri dan Ginekologi RS tersebut.
H. JALANNYA PENELITIAN
1. Penilaian Terhadap Beratnya Penyakit
Paramedis yang bertugas segera memberitahu SpOG adanya kasus baru yang
potensial kasus kegawatdaruratan obstetric. Pada saat yang sama paramedis
melakukan penilaian pada tandaa vcitaal dan pemberian terapi darurat dasar,
paramedis mengisi rekam medik bagian pertama. Setelah melakukan pemeriksaan
pasien, SpOG akan mengisi rekam medik bagian kedua sehubungan dengaan
keadaan dan penilaian terhadap kasus kedaruratan obstetric.
Petugas mencatat waktu penanganan waktu pasien dating, saat penilaian pertama
oleh perawat dan penilaian kedua oleh SpOG, pencatatan waktu kedatangan
pasien dapat diisi oleh petugas non medis dan waktu dari tindakan bantuan dasar
gawat darurat akan dilengkapi oleh paramedis yang bertugas. Begitu juga
pencatatan waktu dari penilaian obstetri sampai tindakan operasi maupun prosedur
medis akan diisi oleh dokter yang bertugas.
Akhirnya peneliti atau petugas yang diserahi tannggung jawab di RS akan
mengumpulkan kuesioner dan memerikse validitas data dalam kuesioner.
2. Penilaian luaran.
Pada saat pasien meninggalkan RS, SpOG yang bertugas akan mengisi bagian
akhir dari kuesioner termasuk daftar isian untuk komplikasi persalinan, lama
rawatan, status ibu dan anak saat meninggalkan RS.
Setiap hari peneliti atau petugas yang bertanggung jawab di RS akan
mendatangi ruang rawat inap obstetri untuk meminta SpOG melengkapi formulir
setiap pasien yang pulang. Kuesioner diperiksa, dikumpulkan dan diseleksi yang
memenuhi kriteria penerimaan atau penolakan, dan menganalisa variabel yang
diperoleh dengan bantuan komputer.
I.

BATASAN OPERASIONAL
Kasus kedaruratan obstetri ialah kasus obstetri yang disebabkan oleh komplikasi
kehamilan, apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janin.
Ada 8 jenis catatan medis pasien yang akan diteliti yaitu :
1. Persalinan Normal
Adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 –
42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 – 24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
2. Partus Tak Maju
Adalah suatu persalinan dengan his adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan
pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam
terakhir.

©2003 Digitized by USU digital library

10

3. PE Berat / Eklampsia
a. PE berat adalah timbulnya hipertensi (tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan sistolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria dan/atau edema akibat dari
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan.
b. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita PE kejang ini bukan
akibat dari kelainan neurologik.
4. Infeksi Puerpuralis
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat alat
genitalia dalam masa nifas.
5. Perdarahan Antepartum
Perdarahan ante partum (third trimester bleeding / perdarahan hamil lanjut /
perdarahan hamil tua) adalah perdarahan pervaginam yang terjadi setelah
kehamilan 28 minggu atau pada taksiran berat badan janin ≥ 1000 gram.
Klasifikasi klinis :
a. Plasenta Previa
Adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
b. Solusio Plasenta
Adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal sebelum janin lahir
6. Perdarahan Pasca Persalinan
Adalah perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir
7. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Adalah kehamilan dimana infertilisasi, implantasi terjadi di luar kavum uteri.
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan ektopik yang mengalami abortus
atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang
implantasi (misalnya tuba).
8. Abortus
Adalah terhentinya atau keluarnya hasil konsepsi pada kehamilan ≤ 20 minggu
atau dengan berat janin ≤ 500 gram.
9. Paritas
Adalah jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu.
10. Nilai APGAR janin.
Pada bayi baru lahir ditentukan nilai APGAR dan yang dinilai adalah frekuensi
nadi, usaha bernafas, otot, reaksi terhadap rangsangan dan warna kulit.
Penilaian dilakukan 1 menit dan 5 menit paska persalinan, dimana :29
a. Nilai APGAR 7 – 10
: Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa
b. Nilai APGAR 4 – 6
: Bayi mengalami asfiksia sedang
c. Nilai APGAR 1 – 3
: Bayi mengalami asfiksia berat.
d. Nilai APGAR 0
: Bayi lahir mati.
11. Lahir hidup (life birth)

©2003 Digitized by USU digital library

11

Adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan hidup pada usia kehamilan ≥ 28
minggu, berat badan lahir ≥ 1000 gr.
12. Bayi lahir mati (still birth)
Adalah kelahiran bayi dalam keadaan meninggal yang telah mencapai umur
kehamilan 28 mingggu atau lebih, berat badan lahir 1000 gr atau lebih.
13. Kematian Neonatal Dini (KND)
Adalah kematian bayi yang lahir hidup, dalam 7 hari pertama setelah lahir, bila
bayi pulang dari RS sebelum 1 minggu, dihitung sampai bayi dipulangkan.
14. Kematian Perinatal
Adalah jumlah bayi yang lahir mati ditambah dengan kematian neonatal dini.
15. Angka Kematian Perinatal
Adalah jumlah kematian bayi pada masa perinatal (LM + KND) x 1000 per jumlah
seluruh kelahiran hidup atau mati.
16. Kematian Ibu
Adalah kematian seorang wanita waktu hamil, atau dalam 42 hari sesudah
berakhirnya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan.
17. Angka Kematian Ibu
Adalah jumlah kematian ibu diperhitungkan terhadap 100.000 persalinan hidup.
18. Waktu Tempuh ke Rumah Sakit
Adalah waktu yang diperlukan pasien mulai dari rumah hingga sampai ke RS.
19. Waktu Pemeriksaan Sampai Dengan Bentuk Tindakan
Adalah waktu pemeriksaan SpOG sampai dengan dilakukan tindakan.
20. Lama Rawatan
Adalah waktu mulai pasien tiba di RS sampai pasien pulang dari RS.
21. Pemeriksaan Antenatal
Adalah pemeriksaan ibu hamil selama kehamilan
22. Perujuk
Adalah orang yang merujuk penderita ke RS.
J. PENGOLAHAN DATA
Peneliti akan mengadakan pemeriksaan terhadap daftar catatan obstetri dengan
menggunakan kuesioner yang sudah dibentuk (lihat lampiran). Pada setiap akhir
bulan semua catatan pasien yang diambil akan dikembalikan pada bagian rekam
medik.
K.

ANALISA DATA
Dilakukan dengan menggunakan software statistik SPSS versi 10,5. Gambaran
waktu mulai masuk, penegakan diagnosa dan pengelolaan dari komplikasi setiap
kategori akan dipergunakan cara analisa yang sama. Hal ini juga berlaku untuk lama
rawat inap dan akibat yang terjadi.

L. ETIKA PENELITIAN

©2003 Digitized by USU digital library

12

1. Persetujuan Tindakan Medik dan Kerahasiaan
Penelitian ini tidak melibatkan langsung manusia atau hewan, penelitian
mencakup RS dan catatan medis. Pro tokol dari penelitian ini disetujui oleh
direktur RS. Semua hasil penelitian akan dirahasiakan sama seperti data dalam
catatan medis. Tidak dicantumkan nama atau nomor pasien.
2. Penilaian Terhadap Resiko
Penelitian ini tidak beresiko terhadap siapapun.
3. Tambahan Mengenai Etika
Usulan penelitian ini telah disetujui oleh rapat Bagian Obstetri dan Ginekologi
FK- USU / RSUP. H. Adam Malik - RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini telah
disetujui oleh rapat Komite Etika PPKRM
Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

BAB IV
HASIL DAN DISKUSI
Penelitian dilakukan mulai 1 Januari – 31 Desember 2001 di RSU. Tanjung Pura dan
RSU. Kisaran. Selama penelitian kasus obstetri yang dirawat sebanyak 841 pasien
dimana dijumpai 593 kasus kedaruratan obstetri, dari jumlah ini 313 kasus di RSU.
Tanjung Pura dan 280 kasus di RSU. Kisaran.
Tabel I. Sebaran kasus persalinan normal dengan kasus kedaruratan obstetri.
Rumah Sakit
Diagnosa Klinis

Tanjung Pura

Kisaran

N

%

N

%

44

12,3

204

42,1



Persalinan normal



Kedaruratan obstetri

313

87,7

280

57,9

Total

357

100,0

484

100,0

Dari tabel I diatas dapat dilihat bahwa kasus persalinan normal di RSU. Tanjung Pura
sebanyak 44 (12,3%) dari 357 kasus, dan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 204
(42,1%) dari 484 kasus. Sedangkan kasus kedaruratan obstetri di RSU. Tanjung Pura
dijumpai 313 (87,7%) dari 357 kasus, dan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 280
(57,9%) dari 484 kasus.
Tabel II. Kasus Kedaruratan Obstetri.
Rumah Sakit
Diagnosa Klinis



Partus tak Maju

©2003 Digitized by USU digital library

Tanjung Pura

Kisaran

N

%

N

%

139

44,4

118

42,1

13



PE Berat & Eklampsia

42

13,4

48

17,1



Perdarahan Antepartum

27

8,6

25

8,9



Perdarahan Pasca Persalinan

29

9,3

4

1,4



Kehamilan Ektopik

0

0,0

5

1,8



Abortus

76

24,3

80

28,6

313

100,0

280

100,0

Total

Dari tabel II diatas dapat dilihat bahwa jumlah partus tak maju di RSU. Tanjung Pura
sebanyak 139 (44,4%) dari 313 kasus, dan di RSU. Kisaran sebanyak 118 (42,1%) dari
280 kasus, PE berat dan eklampsia di RSU. Tanjung Pura sebanyak 42 (13,4%) dari
313 kasus, dan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 48 (17,1%) dari 280 kasus,
perdarahan antepartum di RSU. Tanjung Pura sebanyak 27 (8,6%) dari 313 kasus, dan
di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 25 (8,9%) dari 280 kasus, perdarahan pasca
persalinan di RSU. Tanjung Pura sebanyak 29 (9,3%) dari 313 kasus, dan di RSU.
Kisaran dijumpai sebanyak 4 (1,4%) dari 280 kasus, tidak dijumpai kehamilan ektopik
terganggu di RSU. Tanjung Pura, sedangkan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 5
(1,8%) dari 280 kasus, Abortus di RSU. Tanjung Pura sebanyak 76 (24,3%) dari 313
kasus, dan di RSU. Kisaran dijumpai sebanyak 80 (28,6%) dari 280 kasus.

Tabel III. Hasil Penanganan Kasus Kedaruratan Obstetri
Lokasi
Penelitian

Diagnosa klinis

Tanjung Pura

Partus
PE berat dan Eklampsia
Perdarahan antepartum
Perdarahan pasca persalinan
Kehamilan ektopik
Abortus
Total

Kisaran

Partus
PE berat dan Eklampsia
Perdarahan antepartum

©2003 Digitized by USU digital library

Keadaan Ibu
Hidup
Meninggal
N
%
N
%
138
44,5 1
33,3
42
13,6 0
0,0
27
8,7
0
0,0
27
8,7
2
66,7
0
0,0
0
0,0
76
24,5 0
0,0
310
100,
3
100,0
0
118
42,1 0
0,0
47
16,8 1
50,0
25
8,9
0
0,0

14

Perdarahan pasca persalinan
Kehamilan ektopik
Abortus
Total

4
5
79
278

1,4
1,5
28,3
100,
0

0
0
1
2

0,0
0,0
50,0
100,0

Dari tabel III, diatas dapat dilihat kematian ibu yang terjadi pada kasus kedaruratan
obstetri di RSU. Tanjung pura 3 kasus (1%) dari 310 kasus kedaruratan obstetri,
kematian ibu karena perdarahan pasca persalinan 2 orang (66,7%) karena partus tak
maju 1 orang (33,3%) sedangkan di RSU. Kisaran terjadi 2 kasus (0,6%) kematian ibu
dari 280 kasus kedaruratan obstetri, yaitu PE berat / eklampsia 1 orang (50,0%) dan
abortus 1 orang (50,0%).
Tabel IV. Kematian bayi kasus kedaruratan obstetri.
Lokasi
Penelitian

Keadaan Ibu
Hidup
Meninggal
N
%
N
%
136
61,3 3
20,0
32
14,4 10
66,7
25
11,3 2
13,3
29
13,0 0
0,0
222
100,
15
100,0
0
114
64,8 4
22,2
43
24,4 5
27,8
15
8,5
9
50,0
4
2,3
0
0,0
176
100,
18
100,0
0

Diagnosa klinis

Tanjung Pura

Partus
PE berat dan Eklampsia
Perdarahan antepartum
Perdarahan pasca persalinan
Total

Kisaran

Partus
PE berat dan Eklampsia
Perdarahan antepartum
Perdarahan pasca persalinan
Total

Dari Tabel IV menunjukkan kematian bayi pada kasus kedaruratan obstetri di kedua
RS, di RSU. Tanjung Pura dijumpai 15 (6,4%) bayi mati dari
237 bayi, yaitu dari
ibu penderita PE Berat dan eklampsia 10 (66,7%), partus tak maju 3 (20%) dan
perdarahan antepartum 2 (13,3%), sedangkan di RSU. Kisaran 18 (9,3%) bayi mati
dari 194 bayi yaitu dari perdarahan ante partum 9 (50%), PE berat / eklampsia 5
(27,8%), partus tak maju 4 (22,2%).
Tabel V. Kematian ibu pada kasus kedaruratan obstetri berdasarkan paritas.
Keadaan ibu
Lokasi
Penelitian

Paritas

Hidup
N

Tanjung Pura

Meninggal
%

N

%

0–1

168

54,2

1

33,3

2–3

89

28,7

1

33,3

4–5

35

11,3

1

33,4

=6

18

5,8

0

0,0

©2003 Digitized by USU digital library

15

Kisaran

Total

310

100,0

3

100,0

0–1

158

56,8

1

50,0

2–3

77

27,7

0

0,0

4–5

30

10,8

0

0,0

=6

13

4,7

1

50,0

278

100,0

2

100,0

Total

Dari tabel V, dapat dilihat bahwa sebagian besar kasus darurat obstetri adalah paritas
0 - 1, di RSU. Tanjung Pura 169 (53,9%) dari 313 kasus maupun di RSU. Kisaran 159
(56,8%) dari 280 kasus di RSU. Tanjung pura terjadi 3 (1,0%) kematian ibu pada
paritas 1, 2 – 3, dan 4 – 5 masing masing 1 (0,3%). Sedangkan di RSU. Kisaran terjadi
2 (0,7%) masing masing
1 (0,4%) pada paritas 1 dan paritas = 6.

Tabel VI. Kematian bayi pada kasus kedaruratan obstetri berdasarkan paritas.
Keadaan ibu
Lokasi
Penelitian

Paritas

Hidup
N

Tanjung Pura

Meninggal
%

N

%

0–1

129

58,1

5

33,3

2–3

61

27,5

5

33,3

4–5

20

9,0

2

13,3

=6

12

5,4

3

20,1

©2003 Digitized by USU digital library

16

Kisaran

Total

222

100,0

15

100,0

0–1

117

66,5

7

38,9

2–3

41

23,3

6

33,3

4–5

13

7,4

2

11,1

5

2,8

3

16,7

176

100,0

18

100,0

=6
Total

Dari tabel VI, dapat dilihat di RSU. Tanjung pura terjadi 15 kematian bayi, dari 222
bayi lahir, terbanyak dari ibu paritas 0 – 1 dan 2 - 3 yaitu masing masing 5 kasus
(33,3%), sedangkan di RSU. Kisaran terjadi 18 kasus (9,3%) kematian bayi dari 194
bayi lahir, terbanyak juga dari ibu dengan paritas 0 – 1 yaitu dijumpai 7 kasus
(38,9%).
Tabel VII. Jumlah kunjungan antenatal dari kasus kedaruratan obstetri.
Lokasi Penelitian
Pemeriksaan Antenatal
Tanjung Pura
Kisaran
N
%
N
%
Tidak pernah
1
2
3
4
=5

78
12
112
58
29
24

24,9
3,8
35,8
18,5
9,3
7,7

85
9
24
42
56
64

30,4
3,2
8,6
15,0
20,0
22,8

Total

313

100,0

280

100,0

Tabel VII, menunjukkan jumlah kunjungan antenatal kasus kedaruratan obstetri yang
datang ke RS, sebanyak 78 dari 313 kasus (24,9%) di RSU. Tanjung Pura tidak pernah
melakukan PAN, sedangkan di RSU. Kisaran 85 (30,4%) dari 280 kasus tidak pernah
melakukan PAN.
Tabel VIII. Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan Antenatal

Lokasi Penelitian
Tanjung Pura
Kisaran

Dokter
Paramedis
Dukun
Dan lain- lain

N
77
123
31
4

%
32,7
52,4
13,2
1,7

N
34
123
38
0

%
17,4
63,1
19,5
0,0

Total

235

100,0

195

100,0

Tabel VIII, menunjukan pemeriksaan antenatal kasus kedaruratan obstetri pada
umumnya mereka melakukan pemeriksaan antenatal pada paramedis baik di RSU.
Tanjung Pura 123 (52,4%) maupun di RSU. Kisaran 123 (63,1%)

©2003 Digitized by USU digital library

17

Tabel IX. Sebaran Kematian Ibu Berdasarkan Perujuk
Keadaan ibu
Lokasi
Penelitian

Tanjung Pura

Kisaran

Paritas

Hidup

Meninggal

N

%

Dukun

20

6,5

0

0,0

Bidan

280

90,3

3

100,0

Dokter

9

3,0

0

0,0

Datang sendiri

1

0,2

0

0,0

Total

310

100,0

3

100,0

Dukun

9

3,2

0

0,0

Bidan

248

89,2

2

100,0

Dokter

21

7,8

0

0,0

0

0,0

0

0,0

278

100,0

2

100,0

Datang sendiri
Total

N

%

Dari tabel IX. Terlihat bahwa orang / petugas yang terbanyak merujuk di RSU. Tanjung
Pura adalah Bidan yaitu 280 kasus (89,5%), sedangkan di RSU. Kisaran 248 (88,6%)
kasus adalah rujukan bidan. 3 kematian ibu di RSU. Tanjung Pura dirujuk oleh bidan
(100%) sedangkan di RSU. Kisaran kematian ibu 2 kasus ( 100,0%) dirujuk oleh bidan.

©2003 Digitized by USU digital library

18

Tabel X. Sebaran Kematian Bayi Berdasarkan Perujuk
Keadaan ibu
Lokasi
Penelitian

Tanjung Pura

Kisaran

Paritas

Hidup

Meninggal

N

%

Dukun

15

6,8

5

33,3

Bidan

197

88,7

10

66,7

Dokter

9

4,0

0

0,0

Datang sendiri

1

0,5

0

0,0

Total

222

100,0

15

100,0

Dukun

8

4,5

1

5,5

Bidan

148

84,1

16

89,0

Dokter

20

11,4

1

5,5

0

0,0

0

0,0

176

100,0

18

100,0

Datang sendiri
Total

N

%

Tabel X, menunjukan Sebaran Kematian Bayi Berdasarkan Perujuk terbanyak kematian
bayi pada kasus yang dirujuk oleh bidan baik di RSU. Tanjung Pura 10 kasus (66,7%)
maupun di RSU. Kisaran 16 kasus (89,0%)

©2003 Digitized by USU digital library

19

Tabel XI. Pemberian Transfusi Darah Pada Keadaan Perdarahan
Pemberian Transfusi
Lokasi
Penelitian

Tanjung Pura

Diagnosa Klinis

Ya

Tidak

N

%

Perdarahan antepartum

5

71,4

22

17,6

Perdarahan pasca persalinan

2

28,6

27

21,6

Abortus

0

0,0

76

60,8

Total

7

100,0

3

100,0

Dukun

9

3,2

0

6,9

Bidan

248

89,2

2

4,2

Dokter

21

7,8

0

88,9

Total

35

100,0

72

100,0

Kisaran

N

%

Dari tabel XI terlihat bahwa dari 132 kasus perdarahan di RSU. Tanjung Pura, hanya 7
kasus ( 5,3%) yang diberikan transfusi darah yaitu perdarahan ante pertum 5 kasus
(71,4%) dan perdarahan pasca persalinan 2 kasus (28,6%). Di RSU. Kisaran 107 kasus
perdarahan, 35 kasus (32,0%) diantaranya diberikan transfusi darah, yaitu pada
perdarahan ante partum 18 kasus (51,4%), 16 kasus (45,7%) pada abortus, dan 1
kasus (2,8%) pada perdarahan pasca persalinan.
Tabel XII. Waktu pemberian MgSO4 pada kasus PE berat dan Eklampsia
Lokasi Penelitian
Pemeriksaan Antenatal
Tanjung Pura
Kisaran
N
%
N
%
1 – 30 menit
31 – 120 menit
> 120 menit
Total

19
17
6
42

45,2
40,5
14,3
100,0

28
18
12
48

58,3
37,5
4,2
100,0

Dari tabel XII. Terlihat dari 42 orang pasien PE berat dan eklampsia di RSU. Tanjung
Pura MgSO4 umumnya diberikan dalam waktu kurang dari 30 menit, sebanyak 19
(45,2%) sedangkan di RSU. Kisaran 28 (58,3%)

©2003 Digitized by USU digital library

20

Tabel XIII. Sebaran Kematian Ibu Berdasarkan Waktu Tempuh
Keadaan ibu
Lokasi
Penelitian

Waktu tempuh
ke rumah sakit

Hidup
N

Tanjung Pura

0 – 30 menit

%

N

%

58

18,7

0

0,0

192

61,9

2

66,7

60

19,4

1

33,3

Total

310

100,0

3

100,0

≤ 30 menit

113

40,6

0

0,0

31 – 120 menit

103

37,1

2

100,0

62

22,3

0

0,00

278

100,0

2

100,0

31 – 120 menit
>120 menit

Kisaran

Meninggal

>120 menit
Total

Dari tabel XIII. Terlihat bahwa kematian ibu umumnya terjadi pada kelompok waktu
tempuh antara 31 – 120 menit baik di RSU. Tanjung Pura 2 kasus (66,7%) maupun di
RSU. Kisaran 2 kasus (100%).
Tabel XIV. Sebaran Kematian Bayi Berdasarkan Waktu Tempuh ke RS.
Keadaan bayi
Lokasi
Penelitian

Waktu tempuh
ke rumah sakit

Hidup
N

Tanjung Pura

0 – 30 menit

%

N

%

35

15,8

3

20,0

140

63,1

7

46,7

47

21,1

5

33,3

Total

222

100,0

15

100,0

≤ 30 menit

75

42,6

6

33,3

31 – 120 menit

68

38,6

2

11,1

>120 menit

33

18,8

10

55,6

278

100,0

2

100,0

31 – 120 menit
>120 menit

Kisaran

Meninggal

Total

Dari tabel XVI. Bahwa terlihat di RSU.Tanjung Pura kematian terbanyak adalah pada
kelompok waktu tempuh ke RS 31- 120 meniit yaitu 7 (46,7 %) dari 15 kasus. Di RSU.

©2003 Digitized by USU digital library

21

Kisaran kematian bayi terbanyak terjadi pada waktu tempuh lebih 120 menit yaitu
sebanyak 10 (55,6%) dari 18 kematian
Tabel XV. Sebaran Kematian Ibu Berdasarkan Waktu Antara Pemeriksaan Spog
Sampai Tindakan.
Lokasi
Penelitian

Tanjung Pura

Waktu
Pemeriksaan
SpOG

Hidup
N

Meninggal
%

N

%

0 – 30 menit

70

22,5

2

66,7

31 – 120 menit

85

27,5

1

33,3

>120 menit

47

50

0

0,0

310

100,0

3

100,0

≤ 30 menit

60

21,6

0

O,o

31 – 120 menit

54

19,4

0

O,o

>120 menit

164

59,0

2

100,0

Total

278

100,0

2

100,0

Total
Kisaran

Keadaan ibu

Dari tabel XV, terlihat di RSU.Tanjung Pura waktu pemeriksaan SpOG sampai dengan
tindakan pasien dalam kelompok waktu 0- 30 menit, ibu meninggal 2 orang (66,7%)
sedangkan di RSU. Kisaran pada kelompok waktu lebih dari 120 menit dijumpai ibu
meninggal 2 orang ( 100 %)

©2003 Digitized by USU digital library

22

Tabel XVI. Sebaran Kematian Bayi Berdasarkan Waktu Antara Pemeriksaan
Spog Sampai Dengan Tindakan.
Lokasi
Penelitian

Tanjung Pura

Waktu
Pemeriksaan
SpOG

Keadaan bayi
Hidup

Meninggal

N

%

0 – 30 menit

40

18

2

13,4

31 – 120 menit

52

23,4

5

33,3

>120 menit

130

58,6

8

53,3

Total

222

100,0

15

100,0

≤ 30 menit

15

8,5

1

5,6

31 – 120 menit

36

20,4

6

33,3

>120 menit

125

71,1

11

61,1

Total

176

100,0

18

100,0

Kisaran

N

%

Dari tabel XVI terlihat baik di RSU. tanjung Pura maupun RSU. Kisaran kematian bayi
terbanyak pada kelompok waktu lebih besar dari 120 menit yaitu masing- masing 8
(33,3%) dari 15 kasus dan 11 (61,1%) dari 18 kasus kematian bayi,
Tabel XVII. Sebaran Tindakan Penanganan Berdasarkan Tempat Rawatan
Rumah Sakit
Sebaran Tindakan
Tanjung Pura
Kisaran
Penanganan
N
%
N
%
Pervaginam

6

1,9

47

16,8

Ekstraksi Vakum

37

11,8

8

2,8

Seksio Sesarea

165

52,7

136

48,6

78

24,9

82

29,3

1

0,3

5

1,8

26

8,3

2

0,7

313

100,0

280

100,0

Kuretase
Laparatomi
Manual Plasenta
Total

Dari tabel XVII, terlihat bahwa tindakan penanganan terbanyak dilakukan adalah seksio
sesarea (SS), baik di RSU. Tanjung Pura yaitu 165 kasus (52,7%) dari 313 kasus,
sedangkan di RSU. Kisaran 136 kasus (48,6%) dari 280 kasus.

©2003 Digitized by USU digital library

23

Tabel XVIII. Sebaran Kematian Ibu Berdasarkan Lama Rawatan.
Keadaan ibu
Lokasi
Hidup
Meninggal
Lama Rawatan
Penelitian
N
%
N
%
Tanjung
Pura

Kisaran

< 48 jam

166

53,5

2

66,7

48 – 120 jam

62

20,0

1

33,3

> 120 jam

82

26,5

0

0,0

Total

310

100,0

3

100,0

< 48 jam

130

46,8

1

50,0

48 – 120 jam

52

18,7

1

50,0

> 120 jam

96

34,5

0

0,0

278

100,0

2

100,0

Total

Dari tabel XVIII diatas dapat dilihat bahwa di RSU. Tanjung Pura 2 kasus (66,7%)
meninggal dalam kelompok waktu kurang dari 48 jam, 1 kasus 33,3% meninggal dalam
kelompok waktu 48 – 120 jam, Sedangkan di RSU. Kisaran 1 kasus (50%) meninggal
dalam kelompok waktu kurang dari 48 jam dan 1 kasus (50%) meninggal dalam
kelompok waktu 48 – 120 jam.
Tabel XIX. Sebaran Kematian Bayi Berdasarkan Lama Rawatan ibu
Keadaan bayi
Lokasi
Hidup
Meninggal
Lama Rawatan ibu
Penelitian
N
%
N
%
Tanjung
Pura

Kisaran

< 48 jam

90

65,6

5

33,3

48 – 120 jam

57

29,6

4

26,7

> 120 jam

75

38,8

6

40,0

Total

222

< 48 jam

78

44,3

6

33,3

48 – 120 jam

21

11,9

3

16,7

> 120 jam

77

43,8

9

50,0

Total

176

100,0

100,0

15

18

100,0

100,0

Dari tabel XIX, terlihat bahwa di RSU. Tanjung Pura bayi meninggal terbanyak pada
kelompok lama rawatan lebih 120 jam yaitu 6 orang dari
15 kematian bayi (40%)

©2003 Digitized by USU digital library

24

sedangkan di RSU. Kisaran pada kelompok lama rawatan lebih 120 jam yaitu 9 (50%)
dari 18 kematian bayi.
Tabel XX. Gambaran Nilai APGAR Bayi Baru Lahir.
Lokasi
Penelitian
Tanjung
Pura

Kisaran

Keadaan bayi
Hidup
Meninggal

Nilai APGAR
N
0

0

1–3

%

N

%

0,0

4

26,7

51

23,1

6

40,0

4- 6

41

18,4

4

26,7

7 - 10

130

58,5

1

6,6

Total

222

100,0

0

0

1- 3

49

4–6

0,0

15

100,0

3

16,7

27,8

10

55,5

38

21,6

3

16,7

7 - 10

89

50,6

2

11,1

Total

176

100,0

18

100,0

Dari tabel XX, dapat dilihat bayi yang lahir di RSU. Tanjung Pura dengan nilai APGAR 13 sebanyak 51 (22,1%), sedangkan di RSU. Kisaran 49(27,8%). Di RSU. Tanjung Pura
bayi yang meninggal pada saat lahir sebanyak 4 (26,7%) dan 11 (73,3%) bayi
meninggal setelah lahir (kematian neonatal dini), sedangkan di RSU. Kisaran bayi yang
meninggal pada saat lahir, 3 (16,7%) dan bayi meninggal setelah lahir (kematian
neonatal dini) 15 (83,3%).

©2003 Digitized by USU digital library

25

Tabel XXI. Penyebab Kematian Ibu
Rumah
Tanjung Pura
N
%
1
33,0
0
0,0
2
66,7
0
0,0
3
100,0

Penyebab kematian ibu
Partus tak maju
PE berat/Eklampsia
Perdarahan pasca persalinan
Abortus
Total

Sakit
Kisaran
N
%
0,0
0,0
1
50,0
0,0
0,0
1
50,0
2
100,0

Dari tabel XXI, terlihat bahwa di RSU. Tanjung Pura kematian ibu terjadi pada 1 kasus
(33,3%) partus tak maju setelah SS, perdarahan pasca persalinan 2 (66,7%),
sedangkan di RSU. Kisaran terjadi 2 kematian ibu yaitu pada kasus PE berat /
Eklampsia dan abortus masing- masing 1 kasus.
Tabel XXII. Angka Kematian Ibu
Diagnosis klinis
Persalinan Normal
Partus tak maju
PE berat & Eklampsia
Perdarahan Antepartum
Perdarahan
Pasca
Persalinan
Kehamilan Ektopik
Abortus
Total

Rumah Sakit
Tanjung Pura
Kisaran
N
%
N
%
44
12,3
204
42,1
139
38,9
118
24,4
42
11,8
48
9,9
27
7,6
25
5,3
29
8,1
4
0,8
0
76
357

0,00
21,3
100,0

5
80
484

AKI (/100.000)
RSU.
RSU.
Tj.Pura
Kisaran
(1)355,87

(1)250,6

(2)711,74

1,0
16,5
100,0

(1)250,6

Dari tabel XXII, terlihat bahwa AKI di RSU. Tanjung Pura adalah 1067,61/100.000 lebih
tinggi dibanding AKI di RSU. Kisaran 501,2/100 AKI di RSU. Tanjung pura terjadi pada
kasus- kasus perdarahan pasca persalinan 711,7/100.000 dan partus tak maju
355,8/100.000. sedangkan di RSU. Kisaran AKI terjadi pada kasus partus tak maju dan
abortus masing- masing 250,6/100.000.
Tabel XXIII. Angka Kematian Perinatalogi di RSU. Tanjung pura
Rumah Sakit
Diagnosis klinis
N
%
N
%
• Persalinan normal
39
13,9
5
1,8
• Partus tak maju
136
48,4
3
1,1
• PE berat & Eklampsia
32
11,4
10
3,5
• Perdarahan antepartum
25
8,9
2
0,7
• Perdarahan pasca persalinan
29
10,3
0
0,0
Total
261
92,9
20
7,1

©2003 Digitized by USU digital library

AKP(/1000)
17,8
10,7
35,6
7,1
0,0
71,2

26

Tabel XXIV. Angka Kematian Perinatalogi di RSU. Kisaran
Rumah Sakit
Diagnosis klinis
N
%
N
• Persalinan normal
192
48,1
12
• Partus tak maju
114
28,6
4
• PE berat & Eklampsia
43
10,8
5
• Perdarahan antepartum
15
4,0
9
• Perdarahan pasca persalinan
4
1,0
0
Total
261
92,9
30

AKP(/1000)
%
3,0
1,0
1,3
2,2
0,0
7,5

30,0
10,0
12,5
22,5
0,0
75,0

Dari tabel XXIII dan XXIV, dapat dilihat bahwa AP di RSU. Tanjung Pura 71,2/1000,
sedikit lebih rendah dibanding AKP di RSU. Kisaran yaitu 75/1000. di RSU. Tanjung
Pura, AKP tertinggi dijumpai pada kasus PE berat/eklampsia yaitu 35,6/1000,
sedangkan di RSU. Kisaran dijumpai pada persalinan normal yaitu 30/1000.

BAB V
PEMBAHASAN
Selama kurun waktu satu tahun (1 Januari hingga 31 Desember 2001),
di RSU.
Tanjung Pura dan RSU. Kisaran telah dirawat 841 pasien obstetri. Dari 841 pasien ini
dijumpai 593 kasus kedaruratan obstetri yaitu 313 kasus di RSU. Tanjung Pura dan 280
kasus di RSU. Kisaran.
Dari 593 kasus kedaruratan obstetri, di RSU. Tanjung Pura kasus terbanyak pada
partus tak maju 139 orang (44,4%), sedangkan di RSU. Kisaran 118 orang (42,1%)
dan kasus kedaruratan obstetri terkecil adalah kehamilan ektopik dijumpai di RSU.
Kisaran yaitu 4 kasus (1,4%), tetapi kasus ini tidak dijumpai di RSU. Tanjung pura.
Dikedua RS tidak dijumpai kasus infeksi purpuralis.
Dari 593 kasus kedaruratan obstetri dijumpai 5 kasus kematian ibu yaitu 3 (1%) dari
313 kasus kedaruratan obstetri di RSU. Tanjung Pura, ketiga kasus kematian ibu di
RSU. Tanjung Pura adalah perdarahan pasca persalinan 2 kasus (66,7%) meninggal
setelah dilakukan manual plasenta oleh karena kekurangan darah dan tidak mendapat
transfusi dan 1 kasus (33,3%) partus tak maju, ibu mati akibat trauma anestesi
setelah dilakukan SS ibu tidak sadar lagi, sedangkan di RSU. Kisaran dijumpai 2 (0,6%)
kematian ibu dari 280 kasus kedaruratan obstetri, satu kasus akibat PE berat dan
eklampsia setelah ibu melahirkan pervaginam dan mengalami perdarahan dan tidak
mendapat transfusi darah dan 1 kasus abortus ibu mati akibat kekurangan darah
setelah dilakukan kuretase dan ibu tidak mendapat transfusi darah.
AKI di RSU. Tanjung pura adalah 1067,61/100.000 lebih tinggi dibanding AKI di RSU.
Kisaran yaitu 501,25/100.000. di RS Syaiful Anwar Malang Dzieban dkk melaporkan
pada tahun (1976 – 1980) AKI 980/100.000 persalinan, 38 Suhadi dan Soejonoes
melaporkan pada tahun 1988 AKI di RSU. Wonosobo 650/100.000 persalinan. 31
AKI di RSU. Tanjung pura pada kasus perdarahan pasca persalinan 711,74/100.000
dan partus tak maju 355,87/100.000. Suyanto melaporkan sebab kematian maternal
di RSUD. Purwerejo selama 5 tahun (1990-1995) adalah perdarahan (77,2%), PE
berat/eklampsia (22%), infeksi (19,1%) dan lain-lain (4,4%).33 Sedangkan di

Dokumen yang terkait

Alih Fungsi Lahan di Perkotaan Kel. Tanjung Sari Kec. Medan Selayang (Studi Etnografi Tentang Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non-Pertanian di Kel.Tanjung Sari, Kec.Medan Selayang-Medan)

8 100 116

Tindakan Episiotomi pada Persalinan Primipara yang Bersalin di Bidan di Kelurahan Bela Rakyat Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat Tahun 2013

5 57 53

Pengaruh Pola Makan dan Status Gizi Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Ibu Hamil Di RSU Tanjung Pura Kabupaten Langkat

17 87 102

Alih Fungsi Lahan Di Perkotaan, Kel.Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang (Studi Etnografi Tentang Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non-Pertanian Di Kel.Tanjung Sari Kec.Medan Selayang-Medan)

1 36 115

Pengaruh Pola Makan dan Status Gizi terhadap Kejadian Hipertensi pada Ibu Hamil di RSU Tanjung Pura Kabupaten Langkat

5 76 102

Gambaran Penanganan Kasus Kedaruratan Obstetri Di RSU. Tanjung Pura Kabupaten Langkat Dan RSU. Kisaran Kabupaten Asahan

0 27 102

Pertanggungjawaban Rumah Sakit Dalam Kontrak Terapeutik (Studi Kasus Antar Rumah Sakit Dan Pasien di RSU Dr. Pirngadi, RSU. Haji Dan RSU. Sundari)

0 34 151

Pengumuman Pemenang Lelang RSU Tanjung Pura Kab. Langkat

0 0 3

Manajemen Unit Gawat Darurat pada Penanganan Kasus Kegawatdaruratan Obstetri di Rumah Sakit Umum Tengku Mansyur Tanjung Balai

0 0 10

i EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK) DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI - Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Obstetri Dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di RSU PKU Muhammadiyah Bantul - DIGILI

0 4 14