Dasar Dasar Perhitungan Struktur Sistem Struktur Gedung

11

2.2 Dasar Dasar Perhitungan Struktur

2.2.1 Peraturan Pehitungan Kekuatan Struktur a. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03- 2847-2002, sebagai dasar Perhitungan Struktur Beton b. Pedoman Pembebanan Indonesia untuk Bangunan Gedung SNI 03-1727- 1989, sebagai dasar perancangan Beban Bangunan c. Peraturan dan ketentuan lain yang relevan. 2.2.2 Pembebanan Beban yang ditinjau terdiri dari beban mati dan beban hidup. a. Beban mati : Beban mati yang diperhitungkan terdiri dari berat sendiri struktur, beban akibat finishing arsitektur finishing lantai, dinding partisi, plafon dan akibat peralatan mekanikal dan elektrikal. b. Beban hidup : Beban hidup ditinjau dalam perencanaan bangunan adalah sebagai berikut : - Panggung penontontribun : 400 kgm2 c. Kombinasi beban : Kombinasi beban berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia. Kombinasi beban tetap yaitu : 1.2 DL + 1.6 LL Dimana DL = Dead Load atau Beban Mati. Gambar 2.3 Diagram Regangan – Tegangan Baja Makin besar fy, makin kecil ε → Baja keras → bersifat getas Makin kecil fy, makin besar ε → Baja lunak → bersifat liat daktail 12 LL = Live Load atau Beban Hidup

2.3 Sistem Struktur Gedung

Sistem struktur menggunakan open frame dimana adanya pertemuan balok dan kolom 2.3.1 Elemen Struktur 2.3.1.1 Balok · Analisa balok dan pendimensiannya dihitung berdasarkan kekuatan batas dan diperiksa terhadap balok existing. · Beban terdiri dari beban mati dan beban hidup · Analisis struktur dengan SAP 2000 · Analisis tampang beton bertulang sesuai SNI 03-2847-2002 2.3.1.1 Kolom Gaya normal kolom akibat beban vertikal dari masing – masing elemen didapat dari hasil komputer dengan SAP 2000 dan dari hasil tersebut diperiksa terhadap kolom eksisting. 2.3.2 Lentur Apabila suatu gelagar balok menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi regangan lentur didalam balok tersebut. Pada kejadian lentur positif, regangan tekan terjadi dibagian atas dan regangan tarik dibagian bawah dari penampang. Regangan – regangan tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan – tegangan yang harus ditahan oleh balok. Tegangan tekan disebelah atas dan tegangan tarik dibagian bawah. Agar stabilitasnya terjamin, batang balok sebagai bagian dari sistem yang menahan lentur harus kuat untuk menahan tegangan tekan dan tegangan tarik. Untuk memperhitungkan kemampuan dan kapasitas dukung komponen struktur beton terlentur, sifat utama bahwa bahan beton kurang mampu menahan tarik akan menjadi dasar pertimbangan. Dengan cara memperkuat dengan batang tulangan baja dimana tegangan tarik bekerja, inilah yang dinamakan struktur beton bertulang dan dapat diandalkan untuk melawan lenturan. 2.3.3 Metode Analisis Komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak timbul retak berlebih pada penampang sewaktu mendukung beban kerja dan masih mempunyai cukup 13 keamanan serta cadangan kekuatan untuk menahan beban dan tegangan lebih lanjut tanpa mengalami runtuh. Timbulnya tegangan – tegangan lentur akibat terjadinya momen karena beban luar. Pada proses analisis umumnya dimulai dengan memenuhi persyaratan lentur dan kemudian segi – segi yang lain seperti geser dengan menggunakan metode pendekatan realistik, yaitu bahwa hubungan sebanding antara tegangan dan regangan dalam beton terdesak oleh bebanpembebanan. Pendekatan ini dinamakan metode perencanaan kuat ultimate Ultimate Strength Design Method Hossein Mostafaei, 2009 Anggapan – anggapan yang dipakai sebagai dasar untuk metode kekuatan ultimate bahwa tegangan beton tekan sebanding dengan regangan pada tingkat pmbebanan tertentu, apabila beban ditambah terus, maka keadaan seimbang akan lenyap dan diagram tegangan tekan pada penampang balok beton akan berbentuk setara dengan kurva tegangan regangan beton tekan seperti terlihat pada gambar 2.2. Beban yang diperhitungkan adalah beban kerja service loads, dimana service loads ini akan diperbesar dan dikalikan dengan faktor beban dengan maksud untuk memperhitungkan terjadinya beban pada saat keruntuhan telah diambang pintu. Kemudian dengan menggunakan beban kerja yang telah diperbesar beban berfaktor tersebut, struktur direncanakan sedemikian sehingga didapat nilai tepat guna pada saat runtuh yang besarnya kira – kira lebih kecil sedikit dari kuat batas runtuh sesungguhnya. Kekuatan pada saat runtuh tersebut dinamakan kuat ultimit dan beban yang bekerja atau dekat dengan saat runtuh dinamakan beban ultimate. Kuat rencana penampang komponen struktur didapatkan melalui perkalian kuat teoritis atau kuat nominal dengan faktor kapasitas yang dimaksudkan untuk memperhitungkan kemungkinan buruk yang berkaitan dengan faktor – faktor bahan, tenaga kerja, ukuran – ukuran dan pengendalian mutu pekerjaan pada umumnya. Kuat teoritis atau kuat nominal diperoleh berdasarkan pada keseimbangan statis dan kesesuaian regangan – tegangan yang tidak linier didalam penampang komponen tertentu. 14 Gambar 2.4 Perilaku Lentur Oleh Pembebanan Pada beban kecil, dengan menganggap belum terjadi retak beton, secara bersama – sama beton dan baja tulangan bekerja menahan gaya – gaya dimana gaya tekan ditahan oleh beton. Distribusi tegangan akan tampak seperti pada gambar 2.4. bahwa distribusi tegangan beton tekan pada penampang bentuknya setara dengan kurva tegangan – regangan beton tekan. Bentuk distribusi tegangan tersebut berupa garis lengkung dengan nilai nol pada garis netral dan untuk mutu beton yang berbeda akan lain pula bentuk kurva dan lengkungnya. Pada suatu komposisi tertentu balok menahan beban sedemikian hingga regangan tekan lentur beton maksimum mencapai ε c sedangkan tegangan tarik baja tulangan mencapai tegangan leleh fy. Apabila hal demikian terjadi, penampang dinamakan mencapai keseimbangan regangan atau disebut penampang bertulang seimbang. Dengan demikian berarti bahwa suatu komposisi beton dengan jumlah baja tertentu akan memberikan keadaan hancur tertentu pula. Seperti yang telah dikemukakan diatas, dapat dilakukan pengujian regangan, tegangan dan gaya – gaya yang timbul pada penampang balok yang bekerja menahan momen batas, yaitu momen akibat beban luar. Momen ini mencerminkan kekuatan atau dapat disebut dengan kuat lentur ultimit balok. Kuat lentur suatu balok beton tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan – tegangan dalam yang timbul didalam balok yang dapat diwakili oleh gaya – gaya dalam. N D adalah resultante gaya tekan dalam, merupakan resultante seluruh gaya tekan pada daerah diatas garis netral. Sedangkan N T adalah resultante gaya tarik dalam, merupakan jumlah seluruh gaya tarik yang diperhitungkan untuk daerah dibawah garis netral. Kedua gaya ini arah kerjanya 15 sejajar sama besar tetapi berlawanan arah dan dipisahkan dengan jarak z sehingga membentuk momen tahanan dalam dimana nilai maksimumnya disebut kuat lentur atau momen tahanan penampang komponen struktur terlentur. Momen tahanan dalam tersebut akan menahan memikul momen lentur yang ditimbulkan oleh beban luar.untuk itu merencanakan balok pada kondisi pembebanan tertentu harus disusun komposisi dimensi balok beton dan jumlah serta besarluas baja tulangannya sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan momen tahanan yang paling tidak sama dengan momen lentur maksimum yang ditimbulkan oleh beban. Menentukan momen tahanan dalam merupakan hal yang kompleks sehubungan dengan bentuk diagram tegangan tekan diatas garis netral yang berbentuk garis lengkung. Yang penting dalam menentukan momen tahanan dalam adalah mengetahui terlebih dahulu resultante total gaya beton tekan N D dan letak garis kerja gaya dihitung terhadap serat tepi tekan terluar, sehingga jarak z dapat dihitung. Untuk tujuan penyederhanaan, Whitney telah mengusulkan bentuk persegi panjang sebagai distribusi tegangan beton tekan ekivalen karena bentuk empat persegi panjang memudahkan dalam penggunaanya. Berdasarkan bentuk empat persegi panjang, intensitas tegangan beton tekan rata – rata ditentukan sebesar 0.85 fc’ dan dianggap bekerja pada daerah tekan dari penampang balok selebar b dan sedalam a yang mana besarnya ditentukan dengan rumus : SH = 0 N D = N T 0.85 fc’ ab = A S fy a = A S fy 0.85 fc’b Sehingga dapat di tentukan besarnya kuat lentur ideal Mn dari balok beton dengan penulangan tarik saja M N = N D [d – a ] 2 M N = 0.85 fc’a b [d – a ] 2 Syarat M u M N a. : Kedalaman blok tegangan yang harus terjadi bila dikehendaki keseimbangan gaya – gaya arah horisontal fy : Tegangan leleh 16 Gambar 2.5 Distribusi Tegangan dan Regangan Balok Tulangan Tunggal Dari Gambar tersebut dapat ditulis: C = 0,85 fc’a b C = T T = As fy a = As fy0,85fc’b Mn = T d-a2 Atau Mn = C d-a2 = As fy d-a2 = 0,85 fc’ab d-a2 a. = ß 1 c β 1 = 0.85 Untuk fc’ 30 Mpa β 1 = 0.85 - fc’ – 30 0.008 Untuk 30 fc’ 55 Mpa β 1 = 0.65 Untuk fc’ 55 Mpa a. Penampang b. Regangan c.. Blok tegangan ekivalen 17 Gambar 2.6 Bagan Alir Analisa Balok Persegi Tulangan Tunggal 2.3.4 Persyaratan kekuatan Mulai Diberikan : b,d,As,fc’,fy Þ = As b.d Þ min = 1.4 fy Þ þ min As terlalu keciI Þ b = 0.85 fc’ З 1 600 fy 600+fy YA ya TIDAK Þ 0.75 þ b Tidak Penampang diperbesar a.= As fy 0.85 fc’ b Mn = As fy d – a2 Selesai 18 Penerapan faktor keamanan dalam struktur bangunan disatu pihak bertujuan untuk mengendalikan kemungkinan terjadinya runtuh yang membahayakan bagi penghuninya, dilain pihak harus juga memperhitungkan faktor ekonomi bangunan. Sehingga untuk mendapatkan faktor keamanan yang sesuai, perlu ditetapkan kebutuhan relatif yang ingin dicapai untuk dipakai sebagai dasar konsep faktor keamanan tersebut. Struktur bangunan dan komponen – komponennya harus direncanakan untuk mampu memikul beban lebih diatas beban yang diharapkan bekerja. Kapasitas lebih tersebut disediakan untuk memperhitungkan dua keadaan, yaitu kemungkinan terdapatnya beban kerja yang lebih besar dari yang ditetapkan dan kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuatan komponen struktur akibat bahan dasar ataupun pengerjaan yang tidak memenuhi syarat. Kriteria dasar kuat rencana dapat diungkapkan bahwa: Kekuatan yang tersedia kekuatan yang di perlukan untuk memikul beban berfaktor. Catatan : 1. Kekuatan yang ada dihitung berdasarkan aturan dan pemisalan atas perilaku yang ditetapkan menurut peraturan 2. Kekuatan yang diperlukan ditetapkan dengan jalan menganalisis struktur terhadap beban berfaktor Kekuatan setiap penampang komponen struktur harus diperhitungkan dengan menggunakan kriteria dasar tersebut. Kekuatan yang dibutuhkan kuat perlu menurut SK SNI 03-2847-2002 dapat diungkapkan sebagai beban rencana ataupun momen, gaya geser dan gaya – gaya lain yang berhubungan dengan beban rencana. Beban rencana atau beban berfaktor didapat dari mengkalikan beban kerja dengan beban rencana. Dengan demikian apabila digunakan dalan rancangan menunjukan beban sudah berfaktor. Untuk beban hidup dan mati SNI 03-2847-2002 menetapkan bahwa beban rencana, gaya geser rencana dan momen rencana ditetapkan hubunganya dengan beban kerja melalui persamaan pada tabel 2.1 19 Tabel 2.1 Faktor beban SNI 03-2847-2002, Hal 59 No Kombinasi beban Faktor beban U 1 D 1,4D 2 D, L 1,2D + 1,6L+0,5 A atau R 3 D, L, W 1,2D + 1,0L ±1,6W+0,5AR 4 D, W 0,9D ± 1,6W 5 D, L, E 1,2D + 1,6L ± E 6 D, E 0,9D + E 7 D, L, H 1,2D + 1,6L+0,5 A atau R+1,6H 8 D, F 1,4 D + F Keterangan : D = Beban mati Lr = Beban hidup tereduksi L = Beban hidup E = Beban gempa H = Beban tekanan tanah F = Fluida A = Beban atap R = Air hujan Dimana U adalah kuat rencana kuat perlu, D adalah beban mati dan L adalah beban hidup. Faktor beban berbeda untuk beban mati, beban hidup, beban angin, ataupun beban gempa. Penggunaan faktor beban adalah usaha untuk memperkirakan kemungkinan terdapatnya beban kerja yang lebih besar dari yang ditetapkan, seperti diketahui kenyataan didalam praktek terdapat beban hidup tertentu yang cenderung lebih besar dari perkiraan awal. Lain halnya dengan beban mati yang sebagian besar darinya berupa berat sendiri sehingga faktor beban dapat ditentukan lebih kecil. Untuk memperhitungkan berat struktur, berat satuan beton bertulang ditetapkan rata-rata ditetapkan sebesar 2400 kgfm³. Kuat ultimate komponen sruktur harus memperhitungkan seluruh beban kerja yang bekerja dan masing – masing dikalikan dengan faktor beban yang sesuai. 20 Konsep keamanan lapis kedua ialah reduksi kapasitas teoritik komponen struktur dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan Ø dalam menentukan kuat rencananya. Jadi, apabila faktor Ø dikalikan dengan kuat ideal teortik berarti sudah termasuk memperhitungkan daktilitas, kepentingan, serta tingkat ketepatan ukuran suatu komponen struktur sedemikian hingga kekuatanya dapat ditentukan. 2.3.5 Faktor Reduksi Kekuatan Faktor reduksi kekuatan : memperhitungkan kemungkinan kurangnya mutu bahan dilapangan Φ Tabel 2.2 Faktor reduksi kekuatan SNI 03-2847-2002, Hal 61-62 No Kondisi Gaya Faktor Reduksi Ø 1 Lentur, tanpa beban aksial 0,80 2 Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur 0,80 3 Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur : - Komponen struktur dengan tulangan spiral 0,70 - Komponen struktur lainnya 0,65 4 Geser dan Torsi 0,75 5 Geser pada komponen struktur penahan gempa 0,55 6 Geser pada hubungan balok kolom pd balok perangkai 0,80 7 Tumpuan beton kecuali daerah pengangkuran pasca tarik 0,65 8 Daerah pengangkuran pasca tarik 0,85 9 Lentur tanpa beban aksial pd struktur pratarik 0,75 10 Lentur, tekan, geser dan tumpu pada beton polos struktural 0,55 Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kuat momen yang digunakan M R Kapasitas momen sama dengan kaut momen ideal M N dikalikan dengan faktor Ø. M R = Ø M N 21 2.3.6 Geser Dalam rangka usaha mengetahui distribusi tegangan geser yang terjadi disepanjang bentang dan kedalaman balok Tulangan Geser Fungsi tulangan geser: · Menerima geser kelebihan yang tidak mampu diterima oleh kekuatan geser beton.Vs · Mencegah berkembangnya retak miring dan ikut memelihara lekatan antara agregrat atau perpindahan geser antara muka retak Va · Mengikat tulangan memanjang balok agar tetap ditempatnya Vd Bentang Geser = M V Kekuatan Geser Nominal Vu ≤ Ø Vn Vn = Vc + Vs V u ø Vn , dimana V n nominal= V c beton + V S tulangan Dimana : Vn = Gaya geser nominal Vc = Gaya geser beton Vs = Gaya geser tulangan Kekuatan Geser Beton : d bw fc Vc . . 6 1 = Secara rinci : d bw fc Vc Mu Vu d bw As d bw Mu d Vu fc Vc w w . . 3 , 00 , 1 . . 7 : . 120 £ = þ ý ü î í ì ÷ ø ö ç è æ + = r r jika ada aksial tekan : d bw fc Ag Nu Vc . . 6 1 14 1 ÷÷ ø ö çç è æ + = jika ada aksial tarik : d bw fc Ag Nu Vc . . 6 1 . 30 , 1 ÷÷ ø ö çç è æ + = 22 Persayaratan Tulangan Geser Jika Vu 0.5 ø Vc = Tanpa diperlukan tulangan geser 0.5 ø Vc Vu ø Vc = Geser Maksimum øVs perlu = ø 13 b w d Mpa Av min = b w S 3 fy S mzx d2 600mm Jika ø Vc Vu 3 ø Vc = Dipakai tulangan geser Ø Vs perlu = Vu – ø Vc Ø Vs ada = ø Av fy d S S max d2 600 mm Jika 3 ø Vc Vu 5 ø Vc = Dipakai tulangan geser Ø Vs perlu = Vu – ø Vc Ø Vs ada = ø Av fy d S S max d4 300 mm 2.3.7 Aksial Gambar 2.7 Diagram Interaksi Aksial – Momen PM P P o P n m ax ØP n max e m in e b M u ,P u ØM n M n,P n ker unt uha n b ala nce d M nb , P nb 0,1 f c A g cara whitney 1 e Mn, Pn M n M daerah keruntuhan tarik daerah keruntuhan tekan wh itne y n on kon ser vat if sengkang = P n = 0,8 P o spiral = P n = 0,85 P o 23 Dengan cara pendekatan whitney Hasil penamapang dicek dengan hasil analisis : Dimana Faktor Reduksi Kekuatan: Aksial tarik, aksial tarik dengan lentur Ф = 0,80. Aksial tekan, aksial tekan dengan lentur : Dengan tulangan spiral Ф = 0,70 Dengan sengkang Ф = 0,65 Bila nilai aksial kecil dimana : Ф Pn 0,1 fc’ Ag atau Ф Pn Ф Pnb Maka nilai Ф boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0,8

2.4. Jenis Dan Klasifikasi Kerusakan Gedung Pasca Bakar