BAB I DEFINISI UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

(1)

BAB I

DEFINISI UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

Menurut UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 1, Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Menurut UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 2, Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat,

dan kelestarian lingkungan hidup.

Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha (industri). Produk-produk hasil industri di dalam negeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk luar, dunia usaha pun harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi telah mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya masa edar produk, serta semakin rendahnya margin keuntungan. Dalam melaksanakan proses pembangunan industri, keadaan tersebut merupakan kenyataan yang harus dihadapi serta harus menjadi pertimbangan yang menentukan dalam setiap kebijakan yang akan dikeluarkan, sekaligus merupakan paradigma baru yang harus dihadapi oleh negara manapun dalam melaksanakan proses industrialisasi negaranya. Atas dasar pemikiran tersebut kebijakan dalam pembangunan industri Indonesia harus dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia dan mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus strategi pembangunan industri pada masa depan adalah membangun daya saing sektor industri yang berkelanjutan di pasar domestik. Untuk menjawab dan mengantisipasi berbagai masalah, issue, serta tantangan di atas, Departemen Perindustrian telah menyusun Kebijakan Pembangunan Industri Nasional yang telah disepakati oleh berbagai pihak terkait, dimana pendekatan pembangunan industri dilakukan melalui Konsep Klaster dalam konteks membangun daya saing industri yang berkelanjutan. Sesuai dengan kriteria daya saing yang ditetapkan untuk kurun waktu jangka menengah (2005-2009) telah dipilih pengembangan klaster industri inti termasuk pengembangan industri terkait dan industri penunjang. Arah kebijakan pembangunan industri nasional mengacu kepada agenda dan prioritas pembangunan nasional Kabinet Indonesia


(2)

Bersatu, yang dijabarkan dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dalam kerangka tersebut, maka visi pembangunan industri nasional dalam jangka panjang adalah membawa Indonesia untuk menjadi sebuah negara industri tangguh di dunia, dengan visi antara yaitu Pada tahun 2024 Indonesia menjadi Negara Industri Maju Baru.

Untuk mewujudkan visi tersebut, sektor industri mengemban misi 2004-2009 sebagai berikut:

1. Menjadi wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat; 2. Menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional;

3. Menjadi pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi masyarakat;

4. Menjadi wahana untuk memajukan kemampuan teknologi nasional;

5. Menjadi wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya masyarakat;

6. Menjadi salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan penciptaan rasa aman masyarakat

Setiap perusahaan industri yang dibangun harus mendapatkan izin resmi dari pemerintah (izin usaha industri) dan harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti yang diatur dalam UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 13-15. Salah satu isi pasal 14 ayat 1 adalah “Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib menyampaikan informal industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya kepada Pemerintah” dan salah satu isi pasal 15 ayat 1, “Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinyatermasukpengangkutannya.

Pembangunan industri bertujuan untuk :

1. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam,

dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;

2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;


(3)

terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional; 4. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan

golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;

5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;

6. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri; 7. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;

8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.

FAKTOR PENDUKUNG PEMBANGUNAN INDUSTRI 1. Indonesia kaya bahan mentah

2. Jumlah tenaga kerja tersedia cukup banyak 3. Tersedia pasar dalam negeri yang banyak

4. Iklim usaha yang menguntungkan untuk orientasi kegiatan industri

5. Tersedia berbagai sarana maupun prasarana untuk industri 6. Stabilitas politik yang semakin mantap

7. Banyak melakukan berbagai kerjasama dengan negara-negara lain dalam hal permodalan, alih teknologi, dll.

8. Letak geografis Indonesia yang menguntungkan 9. Kebijaksanaan pemerintah yang menguntungkan 10. Tersedia sumber tenagalistrik yang cukup

FAKTOR PENGHAMBAT PEMBANGUNAN INDUSTRI 1. Penguasaan teknologi masih perlu ditingkatkan

2. Mutu barang yang dihasilkan masih kalah bersaing dengan negara-negara lain

3. Promosi di pasar internasional masih sangat sedikit dilakukan 4. Jenis-jenis barang tertentu bahan bakunya masih sangat tergantung dengan negara lain

5. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum merata di seluruh Indonesia

6. Modal yang dimiliki masih relatif kecil DAMPAK POSITIF PEMBANGUNAN INDDUSTRI 1. Terbukanya lapangan kerja


(4)

2. Terpenuhinya berbagai kebutuhan masyarakat 3. Pendapatan/kesejahteraan masyarakat meningkat 4. Menghemat devisa negara

5. Mendorong untuk berfikir maju bagi masyarakat 6. Terbukanya usaha-usaha lain di luar bidang industri 7. Penundaan usia nikah

DAMPAK NEGATIF PEMBANGUNAN INDUSTRI 1. Terjadi pencemaran lingkungan

2. Konsumerisme

3. Hilangnya kepribadian masyarakat 4. Terjadinya peralihan mata pencaharian 5. Terjadinya urbanisasi di kota-kota

6. Terjadinya permukiman kumuh di kota-kota BAB II

KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

1. Undang-Undang Perindustrian

Undang-undang mengenai perindustrian di atur dalam UU. No. 5 tahun 1984, yang mulai berlaku pada tanggal 29 juni 1984.

Undang-undang no.5 tahun 1984 mempunyai sistematika sebagai berikut:

a. Bab I ketentuan umum

Dalam bab ini pada pasal I UU. No 1 tahun1984 menjelaskan mengenai peristilahan perindustrian dan industri serta yang

berkaitan dengan kedua pengertian pokok tersebut. Dalam uu no.5 tahun 1984 yang dimaksud dengan:

1. Perindustrian adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industri.

2. Industri dimana merupakan suatu proses ekonomi yang mengolah bahan metah, bahan baku, dan bahan setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

3. Kelompok industri sebagai bagian utama dari perindustrian yang terbagi dalam tiga kelompok yakni industri kecil, industri media, dan industri besar.

Dan menjelaskan beberapa peristilahan lain yang berkenaan dengan perindustrian.

Kemudian pada pasal 2 uu no 5 tahun 1984 mengatur

mengenai landasan dari pembangunan industri, dimana landasan pembangunan industri di Indonesia berlandaskan pada:

a. Demokrasi ekonomi, dimana sedapat mungkin peran serta masyarakat baik dari swasta dan koprasi jangan sampai memonopoli suatu produk.


(5)

b. Kepercayaan pada diri sendiri, landasan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat membangkitkan dan percaya pada kemampuan diri untuk dalam pembangunan industri.

c. Manfaat dimana landasan ini mengacu pada kegiatan industri yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat. d. Kelestarian lingkungan hidup pada prinsipnya landasan ini mengharapkan adanya keseimbangan antara sumber daya alam yang ada serta kelestarian lingkungan guna masa depan generasi muda.

e. Pembangunan bangsa dimaksudkan dalam pembangunan industri harus berwatak demokrasi ekonomi.

Dalam pasal 3 mengenai tujuan dari pembangunan industri setidaknya ada sekitar 8 tujuan dari pembangunan industri yakni: a. meningkatkan kemakmuran rakyat.

b. meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga adanya keseimbangan dalam masyarakat yakni dalam hal ekonomi.

c. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat pula menciptakan kemampuan dan penguasaan terhadap teknologi yang tepat guna.

d. Dengan meningkatnya kemampuan dari lapisan masyarakat sehingga peran aktif terhadap pembangunan industri juga semakin meningkat.

e. Dengan semakin meningkatnya pembangunan industri diharapkan dapat memperluas lapangan kerja.

f. Selain meningkatnya lapangan kerja dengan adanya

pembangunan industri dapat pula meningkatkan penerimaan devisa .

g. Selain itu pembangunan dan pengembangan industri merupakan sebagai penunjang pembangunan daerah.

h. Dengan semakin meningkatnya pembanguna daerah pada setiap propinsi di harapkan stabilitas nasional akan terwujud.

Kemudian dalam pasal 4 uu. No.5 tahun1984 mengatur

mengenai masalah cabang industri. Dimana berkaitan dengan pasal 33 UUD 1945 bahwa setiap cabang industri dikuasai oleh Negara. Penguasaan Negara ini dimaksudkan agar tidak ada monopoli namun digunakakan sebagai kemantapan stabilitas nasional. Kemudian dalam pasal 5 uu. No.5 tahun 1984 mengatur mengenai bidang usaha dan jenis indutri, dimana pemerintah mengelompokan industri dalam tiga jenis industri yakni:

1. Industri kecil termasuk didalamnya keterampilan tradisional dan pengerajin yang menghasilkan benda seni.

2. Selain industri kecil pemerintah juga menetapkan industri khusus untuk penanaman modal.


(6)

Sedangkan untuk pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diatur dalam pasal 7 uu no.5 tahun1984.

2. Pengaturan industri

Fungsi dari pengaturan industri dimaksudkan agar dalam pembangunan industri dapat terwujud:

a. Pengembangan industri yang baik, sehat, dan berhasil guna. b. Adanya persaingan yang sehat.

c. Tidak terjadi monopoli oleh suatu industri terhadap suatu produk. 3. Pembinaan dan pengembangan industri

Dalam hal pembinaan dan pengembangan industri dilakukan oleh pemerintah bagi:

a. Para usaha industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produk nasional. b. Yang dimaksud dari pembinaan dalam hal ini adalah pembinaan kerja sama antara industri kecil, industri menengah, dan industri besar.

Mengenai izin usaha ditentukan dalam pasal 13 uu. No.5 tahun1984 bahwa:

a. Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun perluasan usaha wajib memperoleh izin usaha.

b. Setiap pemberian izin usaha industri berkaitan dengan

pengaturan pembinaan dan pengembangan industri yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

c. Kewajiban memperoleh izin usaha dikecualikan bagi industri kecil. d. Ketentuan ini diatur oleh pemerintah.

Mengenai penyampaian informasi industri diatur dalam pasal 14 uu. No5 tahun 1984 dimana:

a. Perusahaan industri wajib menyampaikan informasi secara berkala mengenai kegiatan industri kepada pemerintah.

b. Kewajiban ini di kecualikan bagi industri kecil.

c. Ketentuan tentang bentuk, isi, dan lain-lain diatur oleh pemerintah.

Mengenai keamanan dan keselamatan industri dalam

kegiatan industri yang berkaitan dengan tata cara penyelengaraan pengawasan dan pengendalian diatur dalam pasal 15 peraturan pemerintah.

Teknologi Industri, Desain Industri, Rancang Bangun, dan Perekayasaan Industri serta Standarisasi.

1. Teknologi Industri

Mengeni teknologi industri dilihat dari usaha industri dalam hal menjalankan bidang usaha industri untuk sedapat mungkin


(7)

mengunakan teknologi yang tepat guna yang dapat meningkatkan nilai tambah dari produk yang diciptakan. Apabila teknologi yang diharapkan tidak dapat dicari maka pemerintah membantu dalam pemilihan teknologi yang tepat guna (berkaitan dengan pasal 16 uu. No.5 tahun 1984).

2. Desain Produk Industri

Berkaitan dengan pasal 17 uu no.5 tahun1984 yang dimaksud

dengan desain produk industri adalah hasil rancangan suatu barang jadi untuk diproduksi oleh suatu perusahaan mengenai desain

industri ini telah mendapatkan perlindungan hukum dengan maksud untuk memberikan rangsangan bagi terciptanya desain-desain baru. 3. Rancang Bangun dan Perekayasaan

Yang termasuk dari perekayasaan industri adalah konsultasi dibidang perekayasaan konstruksi, perekayasaan peralatan dan mesin industri (berkaitan dengan pasal 18 UU no5 tahun1984). 4. Standar Bahan Baku dan Hasil Industri

Dalam hal penetapan standar bahan baku merupakan kewenangan pemerintah pusat yang bekerja sama dengan pemerintah daerah. tujuan dari standar ini adalah untuk meningkatkan mutu dari produk industri.

5. Wilayah industri

Wilayah pusat pertumbuhan industri.

Dalam hal pusat dari wilayah industri merupakan suatu tempat yang merupakan sentral dari kegiatan pembangunan industri dan

produksi industri. Dalam hal ini diatur oleh pemerintah (pasal 20 dalam uu ini).

Industri Dalam hubungannya Dengan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Diatur dalam pasal 21 uu no.5 tahun 1984 dimana perusahan industri di wajibkan:

a. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan kerusakan terhadap lingkungan.

b. Pemerintah wajib membuat suatu peraturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh proses industri. c. Kewajiban ini dikecualikan bagi para industri kecil.

6. Penyerahan Kewenangan dan Urusan Tentang Industri Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri diatur oleh peraturan

pemerintah. Dimana hal ini penting guna menghindarkan duplikasi kewenangan peraturan, pembinaan, dan pengembangan usaha industri di antara instansi pemerintah (terkait dalam pasal 22 uu no.5 tahun1984).


(8)

7. Ketentuan pidana

Dalam hal ketentuan hukum pidana telah diatur oleh undanng-undang no 5 tahun 1984 dimana bentuk sangsi berupa pidana kurungan dan pencabutan hak izin usaha. Selain itu juga diatur dalam undang-undang lain yang tidak bertentangan dengan uu no.5 tahun 1984.

BAB III STUDI KASUS

LAPINDOTANPAUJUNG

2 tahun lebih sudah bencana lumpur Lapindo melanda negeri ini. Sudah selama itu pula jutaan rakyat menderita.tdak hanya karena tempat tinggal mereka yang terenggut secara paksa, belum lagi kerugian materil yang tidak sedikit jumlahnya, bahkan juga menimbulkan dampak psikologis bagi mereka.bahkan beban itu pun kini ikut menjadi beban tanggungan bangsa Indonesia. Pelanggaran pun terjadi dimana-mana.mulai dari pelanggaran HAM sampai pelanggaran ekolgi pun ikut terjadi.dan sepertinya PT. Lapindo Brantas pun seakan-akan tak tahu apa-apa. Beragam solusi pun mulai diuhasakan para pakar, namun samapai saat ini belum juga menampakkan hasil yang memuaskan. Lantas sebenarnya apa yang terjadi dan bagaimana kita harus menghadapinya. Inilah tugas kita bersama.

Asal Mula Lapindo Banjir Lumpur Panas Sidoarjo/Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 27 Mei 2006. Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan. Penyebab luapan lumpur ini sampai sekarang masih simpang siur. Ada yang mengatakan bahwa ini adalahh murni karena kesalahan PT. Lapindo. Ada juga yang mengatakan bahwa luapan lumpur panas PT Lapindo Brantas merupakan imbas gempa 6,2 Richter di Yogyakarta. Menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR, Sony Keraaf, menyitir jawaban pemerintah. Disebutkan bahwa luapan lumpur terjadi akibat liquid faction pascagempa. Namun ada juga yang menilai bahwa ini adalah PT Lapindo dinilai tidak lagi melakukan kegiatan eksplorasi, tetapi eksploitasi, lantaran pengeboran sudah mlebihi kedalaman 50 meter. PT Lapindo


(9)

Brantas Inc itu sendiri adalah operator dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) – BP Migas yang beroperasi di Blok Brantas, Jawa Timur semenjak tahun 1996. Lapindo Brantas Inc. telah mengoperasikan 20 sumur produksi dari lapangan gas di Wunut dan Carat di wilayah Kerja Blok Brantas. Hingga sampai saat ini luapan lumpur terus terjadi dengan volume makin hari makin besar sehingga tidak mengherankan jika dilihat dari atas seperti lautan lumpur. Dampak Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

Diantaranya:

v Lumpur menggenangi empat belas desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2007, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendamlumpur. v Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur semakin hari semakin bertambah seiring semakin meluasnya luberan lumpur. v Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini.

v Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.

v Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)

v Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 2.467 unit. Rinciannya: Tempat tinggal ini diantaranya 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.

v Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan. Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo Brantas, mengaku telah


(10)

menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk dana darurat penanggulangan lumpur.

v Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah

v Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam v Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.

v Tak kurang 600 hektar lahan terendam. Kejadian ini telah menyedot anggaran dana yang tidak sedikit.mulai dari ganti rugi lahan masyarakat,pengadaan alat-alat berat sampai untuk dana penanggulangan perluasan luberan lumpur yang memakan dana yang tidak sedikit.

Mencapai ratusan milyar rupiah Tidak hanya PT. lapindo brantas saja yang menanggung beban ini, namun pemerintah pun mulai ikut campur tangan.padahal telah jelas tercantum dalam amar putusan majelis hakim Nomor 384/PDT.G/2006/PN.JKT.PST tanggal 27 November 2007 bahwa, ’semburan lumpur akibat kekurang hati-hatian pengeboran yang dilakukan Lapindo karena belum terpasang casing atau pelindung secara keseluruhan Sudah lebih dari empat belas desa yang tenggelam akibat luapan lumpur panas PT Lapindo Brantas sejak 29 Mei 2006 yang lalu, diantaranya Desa Jatirejo, Ronokenongo, dan Siring di Kecamatan Porong, serta Desa Kedungbendo di Kecamatan Tanggulangin— nampaknya tidak lama lagi Desa Mindi dan Desa Pejarakan, juga akan ikut tenggelam.sampai januari 2008 Penduduk yang mengungsi sudah berjumlah sekitar 9.789 jiwa karena rumahnya tak dapat dihuni lagi, dan 1.776 buruh kehilangan pekerjaan akibat pabrik-pabrik tempat mereka bekerja terendam. Genangan lumpur sudah mencapai luas total lebih dari 436 ha, merendam 2.467 rumah, 24 pabrik, 18 sekolah, dan lebih dari 360 ha areal pertanian. Kerugian akan bertambah besar lagi, sebab semburan lumpur semakin hari semakin besar, dan belum ada tanda-tanda akan segera berhenti. Pihak Lapindo Brantas telah mengeluarkan anggaran lebih dari Rp 800 miliar, dalam upayanya menghentikan semburan lumpur panas tersebut, namun sampai saat ini belum dapat.

Pada 22 September 2007 terjadi ledakan pipa gas Pertamina di salah satu tanggul penahan lumpur, yang menyebabkan lebih dari 10


(11)

orang meninggal dunia. Karena kejadian ini, pemerintah kemudian menetapkan kasus semburan lumpur panas Lapindo sebagai bencana. Dengan status bencana tersebut, berarti pemerintah harus mengeluarkan anggaran untuk melakukan penanggulangan. Hal itu tentu sangat positif, hanya saja kita harus tetap menuntut tanggungjawab penuh PT Lapindo. Jangan sampai pihak Lapindo akan berlepas tangan, dan menyerahkan urusan ini sepenuhnya kepada pihak pemerintah.

Pelanggaran Hukum dalam kasus ini, Lapindo Brantas Inc diduga telah melakukan berbagai pelanggaran. Menurut Pengamat Hukum Lingkungan Universitas Airlangga Dr. Suparto Wijoyo ada 12 dosa hukum dalam kasus Lapindo ini. Pertama, lapindo jelas melakukan pelanggaran UU Perindustrian, di mana dalam UU Perindustrian menyatakan setiap aktivitas Industri dilarang mencemarkan dan merusak lingkungan. Kedua, melanggar UU Konservasi, karena telah nyata terjadi kerusakan ekosistem di sana. Ketiga, melanggar UU Lingkungan, dalam kasus ini sudah terjadi pencemaran lingkungan. Keempat, melanggar UU Tata Ruang, karena itu merupakan areal pertanian, kenapa untuk pertambangan. Kelima, melanggar UU Agraria, dimana di dalam setiap orang bertanggungjawab menjaga mutu tanah. Kemudian yang keenam, melanggar UU Kesehatan, ratusan orang sudah kolaps, karena terganggu kesehatannya akibat luapan lumpur gas Lapindo. Ketujuh, melanggar UU Lalu Lintas, akibat peristiwa ini jalur lalu lintas terhambat. Kedelapan, melanggar UU Jalan Tol, di mana akibat luberan lumpur itu, jalan tol sebagai moda transportasi terganggu. Kesembilan, melanggar UU Sumber Daya Air, siapa yang bisa menjamin air disan tidak tercemar. Kesepuluh, melanggar UU Pertambangan. Kesebelas UU Migas, karena intinya aktivitas pertambangan harus berwawasan lingkugan dan yang keduabelas, melanggar UU Terorisme, untuk itu ini harus benar-benar dijadikan momen bergeraknya penegakan hukum terhadap teroris lingkungan. Kehilangan tempat tinggal, misalnya, itu merupakan pelanggaran terhadap Pasal 28 H (1) UUD 1945, kehilangan pekerjaan diatur oleh Pasal 28 D (2) UUD 1945, dan hilangnya kesempatan mendapat pendidikan adalah pelanggaran terhadap Pasal 28 C UUD 1945. Kebanyakan pasal yang dilanggar lewat kasus Lapindo, lanjutnya, adalah ketentuan yang tercakup dalam Konvensi Internasional akan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights/ICESR). Menurunnya kualitas kesehatan telah diatur pada Pasal 12, kehilangan kesempatan pendidikan diatur dalam Pasal 13, kerusakan sumber daya alam untuk generasi sekarang dan masa depan diatur oleh Pasal 1 (2) dan Pasal 25 ICESCR. Di Indonesia, hak atas lingkungan hidup yang sehat atau baik


(12)

pertama kali diperkenalkan lewat UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok tentang Lingkungan Hidup, yang kemudian diganti dengan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Secara eksplisit, hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik di Indonesia diakui sebagai HAM melalui Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Sementara itu, dalam kasus dugaan pidana kasus semburan lumpur panas PT Lapindo, Polisi telah menetapkan 12 tersangka. Mabes Polri juga sudah melakukan pencekalan terhadap mereka (5/9/2006). Para tersangka itu di antaranya, Manajer Umum PT Lapindo Brantas Imam Pria Agustino, Wakil Presiden Layanan Pengeboran PT Energi Mega Persada Nurohmat Sawolo, dan Direktur Utama PT Medichi Citra Nusa (kontraktor Lapindo) Yenny Nawawi. Namun nasib mereka sampai saat ini masih belum jelas statusnya. Sudah selayaknya, selain mereka dijerat karena melakukan kejahatan lingkungan, semestinya pula mereka dijerat oleh peraturan mengenai kejahatan terhadap hak asasi manusia (HAM), terutama menyangkut hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (Hak Ekosob). Indonesia sendiri telah secara resmi meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Sosial, and Cultural Rights), tahun 2005.

Pencemaran Lingkungan Lumpur lapindo ini juga jelas telah merusak ekologi sekitarnya. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menilai semburan lumpur panas dari areal eksplorasi PT Lapindo meninggalkan dampak ekologis yang dapat dibanding-bandingkan dengan tragedi Buyat di Sulawesi Utara. Kasus PT Lapindo membuat ratusan warga di sekitar Desa Renokenongo dan Desa Siring, Kecamatan Porong, mengungsi. Beberapa di antaranya masuk rumah sakit akibat kepulan asap putih yang keluar dari pipa gas perusahaan milik Bakrie Group ini.

Menurut Ketua Kampanye Eksekutif Daerah Walhi Jatim, Chairul, asap putih yang keluar dari didihan gas dari pipa bawah tanah milik PT Lapindo mengandung hidrogen sulfida (zat kimia beracun yang berbahaya bagi kesehatan). Gas lain yang teridentifikasi adalah amoniak, nitrit, nitrat, dan fenol. Investigasi Walhi Jawa Timur menemukan bahwa sehari setelah terjadi blow out pertama, ikan-ikan yang ada di saluran irigasi banyak yang terapung mati. Tanaman yang ada di sekitar lumpur mengering dan mati. Sumber air (sumur dan sungai) di tiga desa (Siring, Renokenongo, dan Jatirejo) tak dapat lagi dikonsumsi karena telah tercemar. Warnanya berubah kekuning-kuningan (seperti


(13)

mengandung minyak mentah). masih belum jelas betul potensi bahaya material kimiawi dari area PT Lapindo. Banyak reaksi fisika dan kimia yang terjadi. Unsur yang dulunya tidak ada, seperti chrom, bisa menjadi ada (terdeteksi) Uji lab dari sampel lumpur yang dilakukan oleh PU/Bina Marga Jatim menunjukkan kandungan fenol yang cukup tinggi. Dan didapati 9 dari10 kandungan fisika dan kimia (yang dijadikan parameter) telah jauh melampaui ambang batas limbah. Sebagai contoh kandungan merkuri (Hg) yang didapati 2,565 mg/liter Hg, padahal ambang batasnya 0,002 mg/liter Hg Permasalahan penanganan lumpur panas ini menjadi jauh lebih berat akibat semakin membesarnya volume lumpur panas yang disemburkan, dari antara 40,000 m3 sampai 60,000 m3 (Mei-Agustus) menjadi 126,000 m3 per hari, sehingga yang akan dibuang tidak hanya air dari lumpur tersebut, akan tetapi keseluruhan lumpur panas yang menyembur di sekitar sumur Banjar Panji 1.

Solusi pemecahan masalah beragam solusi mulai ditawarkan bahkan ada yang sudah mulai dijalankan. Diantaranya yaitu :

Ø Pembuatan tanggul agar mencegah meluasnya luberan lumpur.

Membangun waduk tambahan di sebelah tanggul-tanggul yang ada sekarang. Dengan sedikit upaya untuk menggali lahan ditempat yang akan dijadikan waduk tambahan tersebut agar daya tampungnya menjadi lebih besar. Masalahnya, untuk membebaskan lahan disekitar waduk diperlukan waktu, begitu juga untuk menyiapkan tanggul yang baru, sementara semburan lumpur secara terus menerus, dari hari ke hari, volumenya terus membesar.

Ø Pembuatan pulau lumpur

Ø Pembuangan lumpur ke sungai Porong.

Meski banyak mendapat kontroversi berbagai pihak, hal ini agaknya menjadi solusi yang sering dilakukan, sebagai tempat penyimpanan lumpur, Kali Porong ibarat waduk yang telah tersedia, tanpa perlu digali, memiliki potensi volume penampungan lumpur panas yang cukup besar. Dengan kedalaman 10 meter di bagian tengah kali tersebut, bila separuhnya akan diisi lumpur panas Sidoardjo, maka potensi penyimpanan lumpur di Kali Porong sekitar 300,000 m3 setiap kilometernya. Dengan kata lain, kali Porong dapat membantu menyimpan lumpur sekitar 5 juta m3, atau akan memberikan tambahan waktu sampai lima bulan bila volume lumpur yang dipompakan ke Kali Porong tidak melebihi 50,000 m3 per hari. Bila yang akan dialirkan ke Kali Porong adalah keseluruhan lumpur yang menyembur sejak awal Oktober 2006, maka volume lumpur yang akan pindah ke Kali Porong mencapai 10 juta m3 pada bulan Desember 2006. Volume lumpur yang begitu besar membutuhkan


(14)

frekuensi dan volume penggelontoran air dari Sungai Brantas yang tinggi, dan kegiatan pengerukan dasar sungai yang terus menerus, agar Kali Porong tidak berubah menjadi waduk lumpur. Sedangkan untuk mencegah pengembaraan koloida lumpur Sidoardjo di perairan Selat Madura, diperlukan upaya pengendapan dan stabilisasi lumpur tersebut di kawasan pantai Sidoardjo.

Ø Memasukkan baja dan beton ke dalam sumber

menyemburnya lumpur

Metode insersi untaian bola beton. Namun langkah ini belu juga mampu menghentikan luberan lumpur.

Ø Menggunakan insersi ascending size atau menaikkan skala bongkahan batuan beku.Menurut Dr M. Nurhuda, Kaprodi Fisika FMIPA Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, secara perlahan, ukuran bongkahan dinaikkan sambil tetap mengamati apakah terjadi penurunan debit semburan atau tidak. Jika tidak terjadi penurunan, berarti batuan yang dimasukkan hilang dan masuk ke bawah lumpur.

Tapi, jika terjadi penurunan, berarti bongkahan batuan tersangkut dalam lubang semburan. “Ketika tahap awal selesai, bisa dilakukan insersi tahap kedua dengan ukuran diameter 50 cm, tahap ketiga berdiameter 60 cm, dan seterusnya. Kemungkinan ukuran bongkahan batuan tersebut bisa mencapai satu meter Secara keseluruhan beragam cara dan solusi telah dicetuskan dan ditawakan.bahkan sebahagian besar telah dilaksanakan, namun hasil yang diharapkan masih belum tercapai secara optimal entah sampai kapan lagi kasus ini akan terus berjalan. Satu per satu tanggul penahan lumpur mulai jebol, keadaan ini semakin diperparah dengan mulai munculnya semburan baru yang lokasinya mulai menyebar ke luar Porong, akan tetapi pihak Lapindo Brantas yang mulai beralih kepemilikan ke Bakrie Group dengan Abu Rizal Bakrie sebagai rajanya belum terlalu berbuat banyak untuk masalah ini. Uang Negara pun sudah tak terhitung jumlahnya untuk masalah ini. Bahkan masalah ini sempat dinyatakan sebagai musibah nasional. Entah sampai kapan bencana ini akan berakhir.

STUDI KASUS KE-2

Menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2012, sesuai amanat Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Depok melakukan pengawasan barang dan jasa yang beredar dipasaran. Melalui bagian kementrologian dan perlindungan


(15)

konsumen (KPK) Disperindag melakukan inspeksi mendadak (Sidak) produk yang beredar di Pasar Pucung. Kelurahan Jati Mulya, kecamatan Cilodong, dan Pusat perbelanjaan Carefour Express di Jalan Dewi Sartika kelurahan Depok, Pancoranmas.

Menurut kabid KPK Disperindag, Diarmansyah, masih banyak temuan produk pasar yang tidak memenuhi aturan dalam UU Nomor 8 Tahun 1999. Antara lain, tidak memberikan label penandaan pada kemasan seperti keterangan komposisi bahan, masa berlaku, dan izin industry Rumah Tangga (IRT) yang dikeluarkan Dinas Kesehatan (dinkes). Sehingga, produk yang dijual dianggap tidak menjamin keamanan konsumen. “tim KPK Disperindag menemukan produk seperti kerupuk, cincau, bakso, nugget, roti dalam kemasan yang tidak emmenuhi standar aturan UU Nomor 8 Tahun 1999,”paparnya.

Diar menerangkan seluruh barang yang tidak memenuhi aturan itu bukan berarti tidak layak dikonsumsi. Hanya saja sesuai aturan barang tersebut harus diberikan label dan keterangan resmi dari pemerintahan. Tim KPK Disperindang tetap membeli sample barang untuk dilakukan pemeriksaaan. Disperindag bekerja sama dengan tim teknis Dinkes, Satuan Pamong Praja serta lembaga Perlindungan Konsumen menyidak produk yang memenuhi uji standar Nasional Indonesia (SNI) seperti Helm, peralatan kelistrikan (kabel, stop kontak, Fitting), setrika, penanak nasi, blender, mixer, lampu hemat energy dan produk lainnya. Satu pusat perbelanjaan modern yang menjadi sampel sasaran Disperindag yakni Carefour Express di jalan Dewi sartika.

Dalam temuannya, banyak diantara produk yang dijual tidak memenuhi standar SNI yang diatur pemerintah. Sebagi tercatat tidak mencantumkan tanda SNI yang diatur pemerintah. Sebagai yang tercatat tidak mencantumkan standar SNI, nama pabrik yang membuat, asal produk dalam negeri dan nomor pendaftaran Barang (NPB) untuk produk luar negeri.

Disamping itu ada beberapa elektronik yang tidak memberikan petunjuk pemakaian. Diar menegaskan agar konsumen lebih jeli dalam membeli produk dan memilih barang berkualitas. Jika tidak, sudah pasti konsumen dirugikan. Satu hal yang perlu diperhatikan produk barang yang dijual di pasar modern, agar selalu memeriksa label penandaan pada kemasan seperti keterangan komposisi bahan, masa berlaku, dan izin Industri Rumah Tangga (IRT) yang dikeluarkan Dinkes. Sebab, tak hanya pasar tradisional, produk di pusat perbelanjaan modern juga banyak hanya diberi label tapi tidak memuat keterangan lain sesuai aturan UU Nomor 8 Tahun 1999.

“Beberapa hanya berlabel nama saja, seperti Roti, Gula, terigu tanpa menerangkan komposisi,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Divisi Manager Glossary, Carefour Express mengatakan akan menindaklanjuti temuan Disperindag ke Head Office Pusat. Ia mengaku ada divisi lain yang menangani control kualitas produk


(16)

jual. “Setahu saya semua sudah ada sertifikasinya. Harusnya sudah tidak boleh kecolongan barang tersebut masih dijual,” ujarnya.

Disamping pemeriksaan pasar tradisional dan pusat pemberlanjaan modern, KPK Disperindag juga menemukan depot air minum Madewi di Jl Kartini no.18, Kelurahan Depok, Kecamatan Depok yang masih menggunakan pompa air tanah sebagai penghasil air isi ulang. Ditempat yang sama, juga ditemukan penjual tabung gas ukuran 3kg dan 12kg yang kondisi tabungnya sudah berkarat. Seluruh

pemeriksaan itu ditujukan untuk melindungi konsumen dari kerugian baik materil, kesehatan dan keamanan. Selebihnya akan dilakukan pembinaan agar usaha yang berjalan lebih legal sesuai aturan.


(1)

orang meninggal dunia. Karena kejadian ini, pemerintah kemudian menetapkan kasus semburan lumpur panas Lapindo sebagai bencana. Dengan status bencana tersebut, berarti pemerintah harus mengeluarkan anggaran untuk melakukan penanggulangan. Hal itu tentu sangat positif, hanya saja kita harus tetap menuntut tanggungjawab penuh PT Lapindo. Jangan sampai pihak Lapindo akan berlepas tangan, dan menyerahkan urusan ini sepenuhnya kepada pihak pemerintah.

Pelanggaran Hukum dalam kasus ini, Lapindo Brantas Inc diduga telah melakukan berbagai pelanggaran. Menurut Pengamat Hukum Lingkungan Universitas Airlangga Dr. Suparto Wijoyo ada 12 dosa hukum dalam kasus Lapindo ini. Pertama, lapindo jelas melakukan pelanggaran UU Perindustrian, di mana dalam UU Perindustrian menyatakan setiap aktivitas Industri dilarang mencemarkan dan merusak lingkungan. Kedua, melanggar UU Konservasi, karena telah nyata terjadi kerusakan ekosistem di sana. Ketiga, melanggar UU Lingkungan, dalam kasus ini sudah terjadi pencemaran lingkungan. Keempat, melanggar UU Tata Ruang, karena itu merupakan areal pertanian, kenapa untuk pertambangan. Kelima, melanggar UU Agraria, dimana di dalam setiap orang bertanggungjawab menjaga mutu tanah. Kemudian yang keenam, melanggar UU Kesehatan, ratusan orang sudah kolaps, karena terganggu kesehatannya akibat luapan lumpur gas Lapindo. Ketujuh, melanggar UU Lalu Lintas, akibat peristiwa ini jalur lalu lintas terhambat. Kedelapan, melanggar UU Jalan Tol, di mana akibat luberan lumpur itu, jalan tol sebagai moda transportasi terganggu. Kesembilan, melanggar UU Sumber Daya Air, siapa yang bisa menjamin air disan tidak tercemar. Kesepuluh, melanggar UU Pertambangan. Kesebelas UU Migas, karena intinya aktivitas pertambangan harus berwawasan lingkugan dan yang keduabelas, melanggar UU Terorisme, untuk itu ini harus benar-benar dijadikan momen bergeraknya penegakan hukum terhadap teroris lingkungan. Kehilangan tempat tinggal, misalnya, itu merupakan pelanggaran terhadap Pasal 28 H (1) UUD 1945, kehilangan pekerjaan diatur oleh Pasal 28 D (2) UUD 1945, dan hilangnya kesempatan mendapat pendidikan adalah pelanggaran terhadap Pasal 28 C UUD 1945. Kebanyakan pasal yang dilanggar lewat kasus Lapindo, lanjutnya, adalah ketentuan yang tercakup dalam Konvensi Internasional akan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights/ICESR). Menurunnya kualitas kesehatan telah diatur pada Pasal 12, kehilangan kesempatan pendidikan diatur dalam Pasal 13, kerusakan sumber daya alam untuk generasi sekarang dan masa depan diatur oleh Pasal 1 (2) dan Pasal 25 ICESCR. Di Indonesia, hak atas lingkungan hidup yang sehat atau baik


(2)

pertama kali diperkenalkan lewat UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok tentang Lingkungan Hidup, yang kemudian diganti dengan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Secara eksplisit, hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik di Indonesia diakui sebagai HAM melalui Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Sementara itu, dalam kasus dugaan pidana kasus semburan lumpur panas PT Lapindo, Polisi telah menetapkan 12 tersangka. Mabes Polri juga sudah melakukan pencekalan terhadap mereka (5/9/2006). Para tersangka itu di antaranya, Manajer Umum PT Lapindo Brantas Imam Pria Agustino, Wakil Presiden Layanan Pengeboran PT Energi Mega Persada Nurohmat Sawolo, dan Direktur Utama PT Medichi Citra Nusa (kontraktor Lapindo) Yenny Nawawi. Namun nasib mereka sampai saat ini masih belum jelas statusnya. Sudah selayaknya, selain mereka dijerat karena melakukan kejahatan lingkungan, semestinya pula mereka dijerat oleh peraturan mengenai kejahatan terhadap hak asasi manusia (HAM), terutama menyangkut hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (Hak Ekosob). Indonesia sendiri telah secara resmi meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Sosial, and Cultural Rights), tahun 2005.

Pencemaran Lingkungan Lumpur lapindo ini juga jelas telah merusak ekologi sekitarnya. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menilai semburan lumpur panas dari areal eksplorasi PT Lapindo meninggalkan dampak ekologis yang dapat dibanding-bandingkan

dengan tragedi Buyat di Sulawesi Utara.

Kasus PT Lapindo membuat ratusan warga di sekitar Desa Renokenongo dan Desa Siring, Kecamatan Porong, mengungsi. Beberapa di antaranya masuk rumah sakit akibat kepulan asap putih yang keluar dari pipa gas perusahaan milik Bakrie Group ini.

Menurut Ketua Kampanye Eksekutif Daerah Walhi Jatim, Chairul, asap putih yang keluar dari didihan gas dari pipa bawah tanah milik PT Lapindo mengandung hidrogen sulfida (zat kimia beracun yang berbahaya bagi kesehatan). Gas lain yang teridentifikasi adalah amoniak, nitrit, nitrat, dan fenol. Investigasi Walhi Jawa Timur menemukan bahwa sehari setelah terjadi blow out pertama, ikan-ikan yang ada di saluran irigasi banyak yang terapung mati. Tanaman yang ada di sekitar lumpur mengering dan mati. Sumber air (sumur dan sungai) di tiga desa (Siring, Renokenongo, dan Jatirejo) tak dapat lagi dikonsumsi karena telah tercemar. Warnanya berubah kekuning-kuningan (seperti


(3)

mengandung minyak mentah). masih belum jelas betul potensi bahaya material kimiawi dari area PT Lapindo. Banyak reaksi fisika dan kimia yang terjadi. Unsur yang dulunya tidak ada, seperti chrom, bisa menjadi ada (terdeteksi) Uji lab dari sampel lumpur yang dilakukan oleh PU/Bina Marga Jatim menunjukkan kandungan fenol yang cukup tinggi. Dan didapati 9 dari10 kandungan fisika dan kimia (yang dijadikan parameter) telah jauh melampaui ambang batas limbah. Sebagai contoh kandungan merkuri (Hg) yang didapati 2,565 mg/liter Hg, padahal ambang batasnya 0,002 mg/liter Hg Permasalahan penanganan lumpur panas ini menjadi jauh lebih berat akibat semakin membesarnya volume lumpur panas yang disemburkan, dari antara 40,000 m3 sampai 60,000 m3 (Mei-Agustus) menjadi 126,000 m3 per hari, sehingga yang akan dibuang tidak hanya air dari lumpur tersebut, akan tetapi keseluruhan lumpur panas yang menyembur di sekitar sumur Banjar Panji 1.

Solusi pemecahan masalah beragam solusi mulai ditawarkan bahkan ada yang sudah mulai dijalankan. Diantaranya yaitu :

Ø Pembuatan tanggul agar mencegah meluasnya luberan lumpur.

Membangun waduk tambahan di sebelah tanggul-tanggul yang ada sekarang. Dengan sedikit upaya untuk menggali lahan ditempat yang akan dijadikan waduk tambahan tersebut agar daya tampungnya menjadi lebih besar. Masalahnya, untuk membebaskan lahan disekitar waduk diperlukan waktu, begitu juga untuk menyiapkan tanggul yang baru, sementara semburan lumpur secara terus menerus, dari hari ke hari, volumenya terus membesar.

Ø Pembuatan pulau lumpur

Ø Pembuangan lumpur ke sungai Porong.

Meski banyak mendapat kontroversi berbagai pihak, hal ini agaknya menjadi solusi yang sering dilakukan, sebagai tempat penyimpanan lumpur, Kali Porong ibarat waduk yang telah tersedia, tanpa perlu digali, memiliki potensi volume penampungan lumpur panas yang cukup besar. Dengan kedalaman 10 meter di bagian tengah kali tersebut, bila separuhnya akan diisi lumpur panas Sidoardjo, maka potensi penyimpanan lumpur di Kali Porong sekitar 300,000 m3 setiap kilometernya. Dengan kata lain, kali Porong dapat membantu menyimpan lumpur sekitar 5 juta m3, atau akan memberikan tambahan waktu sampai lima bulan bila volume lumpur yang dipompakan ke Kali Porong tidak melebihi 50,000 m3 per hari. Bila yang akan dialirkan ke Kali Porong adalah keseluruhan lumpur yang menyembur sejak awal Oktober 2006, maka volume lumpur yang akan pindah ke Kali Porong mencapai 10 juta m3 pada bulan Desember 2006. Volume lumpur yang begitu besar membutuhkan


(4)

frekuensi dan volume penggelontoran air dari Sungai Brantas yang tinggi, dan kegiatan pengerukan dasar sungai yang terus menerus, agar Kali Porong tidak berubah menjadi waduk lumpur. Sedangkan untuk mencegah pengembaraan koloida lumpur Sidoardjo di perairan Selat Madura, diperlukan upaya pengendapan dan stabilisasi lumpur tersebut di kawasan pantai Sidoardjo.

Ø Memasukkan baja dan beton ke dalam sumber

menyemburnya lumpur

Metode insersi untaian bola beton. Namun langkah ini belu juga mampu menghentikan luberan lumpur.

Ø Menggunakan insersi ascending size atau menaikkan skala bongkahan batuan beku.Menurut Dr M. Nurhuda, Kaprodi Fisika FMIPA Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, secara perlahan, ukuran bongkahan dinaikkan sambil tetap mengamati apakah terjadi penurunan debit semburan atau tidak. Jika tidak terjadi penurunan, berarti batuan yang dimasukkan hilang dan masuk ke bawah lumpur.

Tapi, jika terjadi penurunan, berarti bongkahan batuan tersangkut dalam lubang semburan. “Ketika tahap awal selesai, bisa dilakukan insersi tahap kedua dengan ukuran diameter 50 cm, tahap ketiga berdiameter 60 cm, dan seterusnya. Kemungkinan ukuran bongkahan batuan tersebut bisa mencapai satu meter Secara keseluruhan beragam cara dan solusi telah dicetuskan dan ditawakan.bahkan sebahagian besar telah dilaksanakan, namun hasil yang diharapkan masih belum tercapai secara optimal entah sampai kapan lagi kasus ini akan terus berjalan. Satu per satu tanggul penahan lumpur mulai jebol, keadaan ini semakin diperparah dengan mulai munculnya semburan baru yang lokasinya mulai menyebar ke luar Porong, akan tetapi pihak Lapindo Brantas yang mulai beralih kepemilikan ke Bakrie Group dengan Abu Rizal Bakrie sebagai rajanya belum terlalu berbuat banyak untuk masalah ini. Uang Negara pun sudah tak terhitung jumlahnya untuk masalah ini. Bahkan masalah ini sempat dinyatakan sebagai musibah nasional. Entah sampai kapan bencana ini akan berakhir.

STUDI KASUS KE-2

Menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2012, sesuai amanat Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Depok melakukan pengawasan barang dan jasa yang beredar dipasaran. Melalui bagian kementrologian dan perlindungan


(5)

konsumen (KPK) Disperindag melakukan inspeksi mendadak (Sidak) produk yang beredar di Pasar Pucung. Kelurahan Jati Mulya, kecamatan Cilodong, dan Pusat perbelanjaan Carefour Express di Jalan Dewi Sartika kelurahan Depok, Pancoranmas.

Menurut kabid KPK Disperindag, Diarmansyah, masih banyak temuan produk pasar yang tidak memenuhi aturan dalam UU Nomor 8 Tahun 1999. Antara lain, tidak memberikan label penandaan pada kemasan seperti keterangan komposisi bahan, masa berlaku, dan izin industry Rumah Tangga (IRT) yang dikeluarkan Dinas Kesehatan (dinkes). Sehingga, produk yang dijual dianggap tidak menjamin keamanan konsumen. “tim KPK Disperindag menemukan produk seperti kerupuk, cincau, bakso, nugget, roti dalam kemasan yang tidak emmenuhi standar aturan UU Nomor 8 Tahun 1999,”paparnya.

Diar menerangkan seluruh barang yang tidak memenuhi aturan itu bukan berarti tidak layak dikonsumsi. Hanya saja sesuai aturan barang tersebut harus diberikan label dan keterangan resmi dari pemerintahan. Tim KPK Disperindang tetap membeli sample barang untuk dilakukan pemeriksaaan. Disperindag bekerja sama dengan tim teknis Dinkes, Satuan Pamong Praja serta lembaga Perlindungan Konsumen menyidak produk yang memenuhi uji standar Nasional Indonesia (SNI) seperti Helm, peralatan kelistrikan (kabel, stop kontak, Fitting), setrika, penanak nasi, blender, mixer, lampu hemat energy dan produk lainnya. Satu pusat perbelanjaan modern yang menjadi sampel sasaran Disperindag yakni Carefour Express di jalan Dewi sartika.

Dalam temuannya, banyak diantara produk yang dijual tidak memenuhi standar SNI yang diatur pemerintah. Sebagi tercatat tidak mencantumkan tanda SNI yang diatur pemerintah. Sebagai yang tercatat tidak mencantumkan standar SNI, nama pabrik yang membuat, asal produk dalam negeri dan nomor pendaftaran Barang (NPB) untuk produk luar negeri.

Disamping itu ada beberapa elektronik yang tidak memberikan petunjuk pemakaian. Diar menegaskan agar konsumen lebih jeli dalam membeli produk dan memilih barang berkualitas. Jika tidak, sudah pasti konsumen dirugikan. Satu hal yang perlu diperhatikan produk barang yang dijual di pasar modern, agar selalu memeriksa label penandaan pada kemasan seperti keterangan komposisi bahan, masa berlaku, dan izin Industri Rumah Tangga (IRT) yang dikeluarkan Dinkes. Sebab, tak hanya pasar tradisional, produk di pusat perbelanjaan modern juga banyak hanya diberi label tapi tidak memuat keterangan lain sesuai aturan UU Nomor 8 Tahun 1999.

“Beberapa hanya berlabel nama saja, seperti Roti, Gula, terigu tanpa menerangkan komposisi,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Divisi Manager Glossary, Carefour Express mengatakan akan menindaklanjuti temuan Disperindag ke Head Office Pusat. Ia mengaku ada divisi lain yang menangani control kualitas produk


(6)

jual. “Setahu saya semua sudah ada sertifikasinya. Harusnya sudah tidak boleh kecolongan barang tersebut masih dijual,” ujarnya.

Disamping pemeriksaan pasar tradisional dan pusat pemberlanjaan modern, KPK Disperindag juga menemukan depot air minum Madewi di Jl Kartini no.18, Kelurahan Depok, Kecamatan Depok yang masih menggunakan pompa air tanah sebagai penghasil air isi ulang. Ditempat yang sama, juga ditemukan penjual tabung gas ukuran 3kg dan 12kg yang kondisi tabungnya sudah berkarat. Seluruh

pemeriksaan itu ditujukan untuk melindungi konsumen dari kerugian baik materil, kesehatan dan keamanan. Selebihnya akan dilakukan pembinaan agar usaha yang berjalan lebih legal sesuai aturan.