Badiou, Ada Apa Dengan Cinta?
Richard Oh
Talks about Books, Films and Philosophy
20 January 2010
Ada Apa Dengan Cinta: sebuah sketsa prosedur
kebenaran cinta Alain Badiou
Add comments »
Wednesday, July 1, 2009
Dalam eksplorasi filsafatnya, Badiou menelisik
empat prosedur kebenaran: Sains, Seni, Politik dan
Cinta. Kenapa Badiou memilih kategorikategori
ini? Karena baginya inilah subjeksubjek paling
banal dalam kehidupan manusia, di mana sistem
pemikiran kemajemukan teori himpunannya bisa
menata ulang pemikiran lama. Dia merasa para
pemikir sejak era klasik Junani hingga postmodern
selalu menafsirkan finitas sebagai sebuah kondisi
nyata tak terelakkan dengan matinya Satu Absolut
di cakrawala, atau mereka menafsirkan Satu Ideal
sebagai sebuah loncatan, atau seperti Lacan sebuah
batasan yang tak terakses namun bisa dimanfaatkan
untuk mengdefinisi finitas. Dia merasa yang
pertama melululantakan filsafat menjadi serpihan
pemikiran di pinggirpinggir, yang terakhir tidak
sungguhsungguh menelaah infinitas. Semua
usahanya untuk mengembalikan filsafat ke sebuah
jalur yang sistematis dan klasik dilakukan supaya
infinitas bukan sebuah Satu Absolut yang
diidolakan, tetapi sebuah banalitas prosedur. Dia
merasa hanya dengan demikian, manusia bisa
terbebas dari finitas untuk mengeksplorasi
kemajemukan murni. Untuk bisa mencapai
tujuannya ini, Badiou memerlukan angka, karena
hanya melalui angka, being bisa melintas dan
menggapai infinitas.
Dengan latar seperti ini, Badiou memilih Cinta
sebagai salah satu prosedur kebenarannya. Cinta
paling rawan penafsiran. Ia dipandang kalau bukan
dari sudut hasrat, maka dari struktur moralitas.
Cinta bagi Badiou adalah sebuah logika murni. Ia
mengutip dari penyair Alberto Caeiro – salah satu
heteronym penulis Portugal, Fernando Pessoa;
nama samaran lainnya Alvaro de Campos, Ricardo
Reis — bahwa Bercinta adalah Berpikir. Dan dia
juga ingin membuktikan bahwa Cinta adalah
sebuah elemen utama yang mengaktifkan prosedur
generik lainnya.
Prosedur kebenaran Cinta Badiou adalah sebuah
pembongkaran ulang pemikiran Jacques Lacan.
Bagi Badiou, penjelasan Lacan bahwa untuk setiap
x, Φ/x, merujuk kembali ke pemikiran keterbatasan
finitas. Konsep Lacan adalah sebagai berikut: lelaki
dan perempuan tidak bisa menyatu karena lelaki
pada dasarnya adalah unsur untuk semua (for all,
Φ), sedangkan perempuan, karena, ia merupakan
lubang dari keseluruhan, adalah tidak semua (not
all, Φ). Perempuan dalam hal ini, sekaligus
manusia serba kekurangan (destitute) dan serba ada
(universal). Ditafsir demikian maka perempuan di
satu sini adalah finite, di sisi lain infinite.
Kekurangan perempuan (sebagai lubang untuk
keseluruhan) mengakibatkan sebuah faille, atau
keretakan dalam realitas. Keretakan ini, menurut
Lacan, kemudian terkompensasi oleh simbol falus
lelaki, Φ. Pemikiran ini, menurut Badiou, tidak
sempurna karena Lacan menyodorkan konsep
infinite (yaitu crack dalam realitas) sebagai sebuah
perbatasan yang tidak bisa diakses, inaccessible.
Lacan berkesimpulan secara keliru bahwa bilangan
Dua adalah satusatunya bilangan yang tidak bisa
diseberangi oleh 1. Dia menyalahtafsirkan bilangan
1 sebagai bilangan fondasi yang tak utuh karena ia
beranjak dari bilangan kosong, sedangkan bilangan
seterusnya seperti 3 bisa diperoleh dengan
menambahkan satu: 2+1. Kekeliruan penafsiran
Lacan tentang Aksiom Fondasi terletak pada
pemahaman bilangan 0, yang oleh Badiou
dipertegas sebagai sebuah bilangan tanpa elemen
yang terkandung di setiap bilangan ordinal lainnya,
dan oleh Lacan sebagai sebuah elemen yang
memulaikan serangkai angka dengan tambahan
satu, yakni dari nol ditambah satu maka jadi satu.
Konsep infinitas Lacan terkesan sebuah dalih
mempergunakan keberadaan infinitas untuk
menjelaskan finitas. Karena sebenarnya kekeliruan
Lacan bisa dikoreksi dengan mudah bila kita
menambahkan 1 dengan 1 untuk memperoleh 2.
Bilangan Dua Lacan dengan demikian bukanlah
bilangan ordinal infinite yang seperti ditafsirnya,
tetapi ia sebuah bilangan penuh finitas.
Penolakan Pada Tafsiran Umum Tentang Cinta
Alain Badiou menolak:
1. Bahwa Cinta merupakan peleburan Dua menjadi
Satu. Karena kesenjangan dalam koneksi seksual
antara lelaki dan perempuan.
2. Bahwa Cinta adalah penyembahan yang Sama
pada altar liyan (yang lain). Karena kesadaran
terhadap liyan (yang lain) tidak memungkinkan
penguakan Dua.
3. Bahwa Cinta adalah sebuah kompensasi yang
mengisi kekurangan (lack atau faille atau crack),
sehingga Cinta sering ditafsir sebagai efek samping
Nafsu.
Kesenjangan
Menafsir ulang pemikiran Lacan tentang
kesenjangan koneksi seksual antara lelaki dan
perempuan, Badiou menawarkan sebuah
pendekatan baru yang menyatakan bahwa Cinta
adalah sebuah produksi bilangan Dua. Bilangan ini
bukan sebuah penjumlahan 1+1=2, tetapi adalah
dua pertanda dalam Arena Cinta: dalam Arena
Cinta ada dua posisi pengalaman. Karena bilangan
1 dalam Arena Cinta tidak bisa ditambahkan
dengan 1 yang lain, maka Badiou menyatakan
bahwa dalam Arena Cinta tiada posisi ketiga.
Kecuali kalau kita ingin berspekulasi adanya
malaikat, dalam hal ini sang malaikat hanya bisa
hadir untuk mengumumkan kejadian Cinta itu.
Jikalau tidak ada posisi ketiga, maka bagaimana
kita bisa membahas tentang Cinta? Badiou
menjawab karena adanya kejadian itu dan
bermulanya sebuah prosedur kebenaran, yang
kemudian secara retrogresi kita bisa telusuri
kembali kejadian itu.
Dalam penjelasan Badiou terbesit teorem Aksiom
Set Kosong dan Aksiom Set Infinite. Sang lelaki,
yang seperti dijelaskan oleh Lacan, sebagai untuk
semua (for all) adalah bilangan finite, yang bisa,
melalui proses pengambilan selangkah lagi,
disuksesi ke ordinal berikut dengan sebuah rumus
S, S(W), yakni 0, (0), (0, (0)), dan (0, (0), (0,(0))),
sedangkan sang perempuan sebagai angka infinite,
atau limit ordinal, ω, yang melintas dari finite ke
infinite melalui sebuah rumus minimalitas: yakni
bila p maka ada elemen terkecil yang p. Fungsi
minimalitas ini dipinjam Badiou dari konsep
atomistic Aristotle, yang menyatakan bahwa negasi
universal mengimplikasikan sebuah afirmasi pada
yang particular. Sebagai contoh: tidak semua
manusia mortal, mengimplikasikan bahwa ada
beberapa manusia yang immortal. Sang malaikat
bisa diasumsikan sebagai singleton dari singleton
(0), maka being dari bilangan ini, ((0)), merupakan
sebuah set yang sama sekali berbeda dengan set
sebelumnya, karena langkah awalnya adalah void,
yang tidak punya elemen dan bilangan 1
mematerialisasikan void. Dengan demikian, sang
malaikat sama sekali tidak punya elemen, ia tidak
punya kapasitas untuk berefleksi, maka ia hanya
hadir sebagai sebuah pengumuman bermulanya
sebuah kejadian Cinta.
Hal lain yang tercipta karena dua posisi
pengalaman dalam Arena Cinta ini adalah
ketidakmungkinan bagi kedua individu untuk
saling memahami. Badiou tidak setuju dengan
penjelasan para phenomenologist yang menyatakan
bahwa Cinta adalah kesadaran akan liyan sebagai
liyan. Dengan menempatkan liyan sebagai objek
kesadaran tentunya memosisikan para
phenomenologist pada salah satu pilihan ini:
melemahkan liyan supaya ia bisa dijadikan diri,
atau melemahkan diri untuk menjadi liyan. Yang
pertama sadisme, yang terakhir masochisme.
Konsekwen ini tidak terhindarkan, karena premiss
utamanya berangkat dari kesadaran dalam subjek.
Badiou merasa kedua pilihan ini tidak
memungkinkan terciptanya sebuah multiplisitas
murni.
Konsep filsafat Badiou menegaskan bahwa subjek
itu senantiasa adalah multiple daripada multiples,
berdasarkan teori himpunan yang menyatakan
bahwa setiap bilangan ordinal terbentuk dari satu
komponen unsur lain, yakni nol. Bilangan finite
semuanya bermula dari 0, atau void, yang tidak
punya elemen. Ia kemudian dimaterialisasi menjadi
singleton (0), satu. Ordinal finite ini, karena punya
elemen maksimal maka ia bisa dimaksimalkan ke
bilangan berikut di mana kalau ada satu term yang
mendominan. Berbeda dengan bilangan finite,
bilangan infinite tidak punya elemen maksimal
maka antara dua bilangan infinite terdapat satu gap:
bilangan finite bisa menyeberang ke limit ordinal,
ω, yang merupakan pertanda pertama infinitas,
melalui berbagai fungsi: yakni prinsip minimalitas
atau logika pengulangan (recurrence reasoning):
bila ada ordinal bukanP, maka, karena bukan P
adalah terkecil yang memilik properti bukanP,
semua yang lebih kecil darinya memiliki properti P
dan melalui prinsip penggabungan (union): L=∪L,
atau w1 ∈ w2 ∈ L. Semua ini bisa terjadi karena
prinsip utama teori himpunan adalah kepemilikan
(belonging) dan inklusi (inclusion).
Dengan pemikiran seperti ini, maka kebenaran
adalah sexuated, atau berkelamin. Apa yang
dialami oleh lelaki dan perempuan selalu berbeda.
Karena setiap ordinal terdiri dari satu komponen
elemen yang berbeda dengannya. Bila pengalaman
lelaki adalah: kita berdua dan tidak ada satu, maka
pengalaman perempuan: kita berdua atau tidak
sama sekali.
Menghadapi posisi yang boleh dikatakan terhalang
seperti ini, bagaimana dua manusia bisa bersama?
Mereka bersama karena fungsi H(x), bahwa mereka
bersama dalam satu set kemanusiaan. Bagaimana
mereka bisa menjalankan kehidupan dalam Cinta?
Melalui sebuah proses, yang tidak lain adalah
seperangkat fungsi matematika, f(x), yaitu
perjalanan sebagai materi kehidupan, maka f(x)
fungsi menyubtraksi dari materi, melalui
pengumpulan R(x), pengumpulan elemen terkecil
yang kemudian rekonstitusi keutuhan ordinal
berikut. Melalui fungsifungsi ini maka Dua
menjalani kehidupan bersama. Bersatu dalam
sebuah kejadian Cinta yang diawali oleh sebuah
deklarasi cinta, sebuah event, dan melewati proses
ini dengan keyakinan akan kebenaran Cinta di
cakrawala. Langkah yang diambil mereka
mendefinisikan posisi masingmasing, dan
mengantisipasi kebenaran, merujukkan mereka ke
pengetahuan tentang diri masingmasing.
Fungsifungsi ini mencakup:
1. Fungsi Pengembaraan (wandering),
ketidakdugaan dan perjalanan tanpa rencana.
Fungsi ini menampilkan presentasi Dua pada
infinitas Dunia.
2. Fungsi Immobilitas menjaga supaya penamaan
kejadian selalu terjaga sehingga ia tidak tenggelam
oleh kejadian itu sendiri.
3. Fungsi Dorongan Imperatif: selalu berlanjut
walaupun terpisah. Ketidakhadiran mengukuhkan
sebuah kontinuitas.
4. Fungsi Naratif, yang, dengan pengumpulan
catatan, menandai momenmomen pengembaraan.
Fungsi pertama dan keempat biasanya fungsi
fungsi yang dijalankan oleh perempuan.
Cinta dan Nafsu
Cinta pada awalnya bermula dari sebuah
perjumpaan (encounter). Ia terwujud menjadi
sebuah kejadian, event, melalui deklarasi, ketika
salah satu dari pasangan membuat deklarasi: Aku
Mencintai Kamu. Kedua individu dalam Arena
Cinta pada awalnya tampil sebagai dua tubuh,
kemudian melalui penamaan (naming atau Count
asOne), yakni deklarasi itu, dan oleh karena
perbedaan jenis kelamin, menjadi pertanda (mark).
Karena tidak ada posisi ketiga, dan tidak punya
bahasa untuk mengungkap hubungan mereka
(karena mereka terperangkap dalam sebuah
kejadian yang sama sekali tidak punya kaitan
dengan apa yang ada), maka mereka hanya
merupakan dua pertanda, yang tidak bisa
dijumlahkan. Tidak mengherankan bahwa dalam
sebuah hubungan, kita sering mendengarkan
keluhan, “Ah, kamu tidak paham aku!”
Dua yang kita berikan kepada mereka hanyalah
bilangan simbolik. Seperti orang luar memandang
mereka sebagai pasangan, pengetahuan eksternal
ini sama sekali tidak mengaruhi atau pun relevan
dengan pengalaman dua pertanda di dalam Arena
Cinta: karena dalam Arena Cinta hanya ada dua
posisi, dan tidak ada posisi ketiga.
Cinta mengaktifkan dua tubuh itu dengan
menandainya. Beda dengan nafsu yang selalu ingin
menggapai Satu dalam bentuk sebuah objek, Cinta
menandai Dua dengan melepaskan objek. Maka
tanpa cinta, semua hubungan bagi Badiou sifatnya
masturbasi. Badiou menegaskan kembali bahwa
Cinta terwujud dari sebuah situasi multiple murni
yang menjadikan dua pertanda subjek sejati dalam
sebuah prosedur kebenaran.
Walaupun pasca kejadian Cinta, dua tubuh itu
menjadi subjek yang ditandai, dalam perjalanan
kebenaran Cinta mereka akan selalu terpisah oleh
kesenjangankesenjangan yang disebut di atas.
Namun melalui fungsifungsi kebenaran, mereka
akan berjalan terus dengan sebuah keyakinan akan
satu kebenaran di cakrawala. Dalam kesenjangan
ini, mereka tertaut dalam sebuah fungsi
kemanusiaan, yaitu H(x), terlepas dari itu, seperti
yang digambarkan oleh Badiou, dengan mengutip
dari Sodom dan Gemorrah, mereka akan mati di
sisi masingmasing. Cinta, kata Badiou, adalah
sebilah pisau. Mencintai dengan baik adalah
memahami dengan buruk.
Sebuah makalah yang dipresentasi di sebuah kelas filsafat,
Universitas Indonesia 2009.
Categories: Philosophy
[Edit]
Talks about Books, Films and Philosophy
20 January 2010
Ada Apa Dengan Cinta: sebuah sketsa prosedur
kebenaran cinta Alain Badiou
Add comments »
Wednesday, July 1, 2009
Dalam eksplorasi filsafatnya, Badiou menelisik
empat prosedur kebenaran: Sains, Seni, Politik dan
Cinta. Kenapa Badiou memilih kategorikategori
ini? Karena baginya inilah subjeksubjek paling
banal dalam kehidupan manusia, di mana sistem
pemikiran kemajemukan teori himpunannya bisa
menata ulang pemikiran lama. Dia merasa para
pemikir sejak era klasik Junani hingga postmodern
selalu menafsirkan finitas sebagai sebuah kondisi
nyata tak terelakkan dengan matinya Satu Absolut
di cakrawala, atau mereka menafsirkan Satu Ideal
sebagai sebuah loncatan, atau seperti Lacan sebuah
batasan yang tak terakses namun bisa dimanfaatkan
untuk mengdefinisi finitas. Dia merasa yang
pertama melululantakan filsafat menjadi serpihan
pemikiran di pinggirpinggir, yang terakhir tidak
sungguhsungguh menelaah infinitas. Semua
usahanya untuk mengembalikan filsafat ke sebuah
jalur yang sistematis dan klasik dilakukan supaya
infinitas bukan sebuah Satu Absolut yang
diidolakan, tetapi sebuah banalitas prosedur. Dia
merasa hanya dengan demikian, manusia bisa
terbebas dari finitas untuk mengeksplorasi
kemajemukan murni. Untuk bisa mencapai
tujuannya ini, Badiou memerlukan angka, karena
hanya melalui angka, being bisa melintas dan
menggapai infinitas.
Dengan latar seperti ini, Badiou memilih Cinta
sebagai salah satu prosedur kebenarannya. Cinta
paling rawan penafsiran. Ia dipandang kalau bukan
dari sudut hasrat, maka dari struktur moralitas.
Cinta bagi Badiou adalah sebuah logika murni. Ia
mengutip dari penyair Alberto Caeiro – salah satu
heteronym penulis Portugal, Fernando Pessoa;
nama samaran lainnya Alvaro de Campos, Ricardo
Reis — bahwa Bercinta adalah Berpikir. Dan dia
juga ingin membuktikan bahwa Cinta adalah
sebuah elemen utama yang mengaktifkan prosedur
generik lainnya.
Prosedur kebenaran Cinta Badiou adalah sebuah
pembongkaran ulang pemikiran Jacques Lacan.
Bagi Badiou, penjelasan Lacan bahwa untuk setiap
x, Φ/x, merujuk kembali ke pemikiran keterbatasan
finitas. Konsep Lacan adalah sebagai berikut: lelaki
dan perempuan tidak bisa menyatu karena lelaki
pada dasarnya adalah unsur untuk semua (for all,
Φ), sedangkan perempuan, karena, ia merupakan
lubang dari keseluruhan, adalah tidak semua (not
all, Φ). Perempuan dalam hal ini, sekaligus
manusia serba kekurangan (destitute) dan serba ada
(universal). Ditafsir demikian maka perempuan di
satu sini adalah finite, di sisi lain infinite.
Kekurangan perempuan (sebagai lubang untuk
keseluruhan) mengakibatkan sebuah faille, atau
keretakan dalam realitas. Keretakan ini, menurut
Lacan, kemudian terkompensasi oleh simbol falus
lelaki, Φ. Pemikiran ini, menurut Badiou, tidak
sempurna karena Lacan menyodorkan konsep
infinite (yaitu crack dalam realitas) sebagai sebuah
perbatasan yang tidak bisa diakses, inaccessible.
Lacan berkesimpulan secara keliru bahwa bilangan
Dua adalah satusatunya bilangan yang tidak bisa
diseberangi oleh 1. Dia menyalahtafsirkan bilangan
1 sebagai bilangan fondasi yang tak utuh karena ia
beranjak dari bilangan kosong, sedangkan bilangan
seterusnya seperti 3 bisa diperoleh dengan
menambahkan satu: 2+1. Kekeliruan penafsiran
Lacan tentang Aksiom Fondasi terletak pada
pemahaman bilangan 0, yang oleh Badiou
dipertegas sebagai sebuah bilangan tanpa elemen
yang terkandung di setiap bilangan ordinal lainnya,
dan oleh Lacan sebagai sebuah elemen yang
memulaikan serangkai angka dengan tambahan
satu, yakni dari nol ditambah satu maka jadi satu.
Konsep infinitas Lacan terkesan sebuah dalih
mempergunakan keberadaan infinitas untuk
menjelaskan finitas. Karena sebenarnya kekeliruan
Lacan bisa dikoreksi dengan mudah bila kita
menambahkan 1 dengan 1 untuk memperoleh 2.
Bilangan Dua Lacan dengan demikian bukanlah
bilangan ordinal infinite yang seperti ditafsirnya,
tetapi ia sebuah bilangan penuh finitas.
Penolakan Pada Tafsiran Umum Tentang Cinta
Alain Badiou menolak:
1. Bahwa Cinta merupakan peleburan Dua menjadi
Satu. Karena kesenjangan dalam koneksi seksual
antara lelaki dan perempuan.
2. Bahwa Cinta adalah penyembahan yang Sama
pada altar liyan (yang lain). Karena kesadaran
terhadap liyan (yang lain) tidak memungkinkan
penguakan Dua.
3. Bahwa Cinta adalah sebuah kompensasi yang
mengisi kekurangan (lack atau faille atau crack),
sehingga Cinta sering ditafsir sebagai efek samping
Nafsu.
Kesenjangan
Menafsir ulang pemikiran Lacan tentang
kesenjangan koneksi seksual antara lelaki dan
perempuan, Badiou menawarkan sebuah
pendekatan baru yang menyatakan bahwa Cinta
adalah sebuah produksi bilangan Dua. Bilangan ini
bukan sebuah penjumlahan 1+1=2, tetapi adalah
dua pertanda dalam Arena Cinta: dalam Arena
Cinta ada dua posisi pengalaman. Karena bilangan
1 dalam Arena Cinta tidak bisa ditambahkan
dengan 1 yang lain, maka Badiou menyatakan
bahwa dalam Arena Cinta tiada posisi ketiga.
Kecuali kalau kita ingin berspekulasi adanya
malaikat, dalam hal ini sang malaikat hanya bisa
hadir untuk mengumumkan kejadian Cinta itu.
Jikalau tidak ada posisi ketiga, maka bagaimana
kita bisa membahas tentang Cinta? Badiou
menjawab karena adanya kejadian itu dan
bermulanya sebuah prosedur kebenaran, yang
kemudian secara retrogresi kita bisa telusuri
kembali kejadian itu.
Dalam penjelasan Badiou terbesit teorem Aksiom
Set Kosong dan Aksiom Set Infinite. Sang lelaki,
yang seperti dijelaskan oleh Lacan, sebagai untuk
semua (for all) adalah bilangan finite, yang bisa,
melalui proses pengambilan selangkah lagi,
disuksesi ke ordinal berikut dengan sebuah rumus
S, S(W), yakni 0, (0), (0, (0)), dan (0, (0), (0,(0))),
sedangkan sang perempuan sebagai angka infinite,
atau limit ordinal, ω, yang melintas dari finite ke
infinite melalui sebuah rumus minimalitas: yakni
bila p maka ada elemen terkecil yang p. Fungsi
minimalitas ini dipinjam Badiou dari konsep
atomistic Aristotle, yang menyatakan bahwa negasi
universal mengimplikasikan sebuah afirmasi pada
yang particular. Sebagai contoh: tidak semua
manusia mortal, mengimplikasikan bahwa ada
beberapa manusia yang immortal. Sang malaikat
bisa diasumsikan sebagai singleton dari singleton
(0), maka being dari bilangan ini, ((0)), merupakan
sebuah set yang sama sekali berbeda dengan set
sebelumnya, karena langkah awalnya adalah void,
yang tidak punya elemen dan bilangan 1
mematerialisasikan void. Dengan demikian, sang
malaikat sama sekali tidak punya elemen, ia tidak
punya kapasitas untuk berefleksi, maka ia hanya
hadir sebagai sebuah pengumuman bermulanya
sebuah kejadian Cinta.
Hal lain yang tercipta karena dua posisi
pengalaman dalam Arena Cinta ini adalah
ketidakmungkinan bagi kedua individu untuk
saling memahami. Badiou tidak setuju dengan
penjelasan para phenomenologist yang menyatakan
bahwa Cinta adalah kesadaran akan liyan sebagai
liyan. Dengan menempatkan liyan sebagai objek
kesadaran tentunya memosisikan para
phenomenologist pada salah satu pilihan ini:
melemahkan liyan supaya ia bisa dijadikan diri,
atau melemahkan diri untuk menjadi liyan. Yang
pertama sadisme, yang terakhir masochisme.
Konsekwen ini tidak terhindarkan, karena premiss
utamanya berangkat dari kesadaran dalam subjek.
Badiou merasa kedua pilihan ini tidak
memungkinkan terciptanya sebuah multiplisitas
murni.
Konsep filsafat Badiou menegaskan bahwa subjek
itu senantiasa adalah multiple daripada multiples,
berdasarkan teori himpunan yang menyatakan
bahwa setiap bilangan ordinal terbentuk dari satu
komponen unsur lain, yakni nol. Bilangan finite
semuanya bermula dari 0, atau void, yang tidak
punya elemen. Ia kemudian dimaterialisasi menjadi
singleton (0), satu. Ordinal finite ini, karena punya
elemen maksimal maka ia bisa dimaksimalkan ke
bilangan berikut di mana kalau ada satu term yang
mendominan. Berbeda dengan bilangan finite,
bilangan infinite tidak punya elemen maksimal
maka antara dua bilangan infinite terdapat satu gap:
bilangan finite bisa menyeberang ke limit ordinal,
ω, yang merupakan pertanda pertama infinitas,
melalui berbagai fungsi: yakni prinsip minimalitas
atau logika pengulangan (recurrence reasoning):
bila ada ordinal bukanP, maka, karena bukan P
adalah terkecil yang memilik properti bukanP,
semua yang lebih kecil darinya memiliki properti P
dan melalui prinsip penggabungan (union): L=∪L,
atau w1 ∈ w2 ∈ L. Semua ini bisa terjadi karena
prinsip utama teori himpunan adalah kepemilikan
(belonging) dan inklusi (inclusion).
Dengan pemikiran seperti ini, maka kebenaran
adalah sexuated, atau berkelamin. Apa yang
dialami oleh lelaki dan perempuan selalu berbeda.
Karena setiap ordinal terdiri dari satu komponen
elemen yang berbeda dengannya. Bila pengalaman
lelaki adalah: kita berdua dan tidak ada satu, maka
pengalaman perempuan: kita berdua atau tidak
sama sekali.
Menghadapi posisi yang boleh dikatakan terhalang
seperti ini, bagaimana dua manusia bisa bersama?
Mereka bersama karena fungsi H(x), bahwa mereka
bersama dalam satu set kemanusiaan. Bagaimana
mereka bisa menjalankan kehidupan dalam Cinta?
Melalui sebuah proses, yang tidak lain adalah
seperangkat fungsi matematika, f(x), yaitu
perjalanan sebagai materi kehidupan, maka f(x)
fungsi menyubtraksi dari materi, melalui
pengumpulan R(x), pengumpulan elemen terkecil
yang kemudian rekonstitusi keutuhan ordinal
berikut. Melalui fungsifungsi ini maka Dua
menjalani kehidupan bersama. Bersatu dalam
sebuah kejadian Cinta yang diawali oleh sebuah
deklarasi cinta, sebuah event, dan melewati proses
ini dengan keyakinan akan kebenaran Cinta di
cakrawala. Langkah yang diambil mereka
mendefinisikan posisi masingmasing, dan
mengantisipasi kebenaran, merujukkan mereka ke
pengetahuan tentang diri masingmasing.
Fungsifungsi ini mencakup:
1. Fungsi Pengembaraan (wandering),
ketidakdugaan dan perjalanan tanpa rencana.
Fungsi ini menampilkan presentasi Dua pada
infinitas Dunia.
2. Fungsi Immobilitas menjaga supaya penamaan
kejadian selalu terjaga sehingga ia tidak tenggelam
oleh kejadian itu sendiri.
3. Fungsi Dorongan Imperatif: selalu berlanjut
walaupun terpisah. Ketidakhadiran mengukuhkan
sebuah kontinuitas.
4. Fungsi Naratif, yang, dengan pengumpulan
catatan, menandai momenmomen pengembaraan.
Fungsi pertama dan keempat biasanya fungsi
fungsi yang dijalankan oleh perempuan.
Cinta dan Nafsu
Cinta pada awalnya bermula dari sebuah
perjumpaan (encounter). Ia terwujud menjadi
sebuah kejadian, event, melalui deklarasi, ketika
salah satu dari pasangan membuat deklarasi: Aku
Mencintai Kamu. Kedua individu dalam Arena
Cinta pada awalnya tampil sebagai dua tubuh,
kemudian melalui penamaan (naming atau Count
asOne), yakni deklarasi itu, dan oleh karena
perbedaan jenis kelamin, menjadi pertanda (mark).
Karena tidak ada posisi ketiga, dan tidak punya
bahasa untuk mengungkap hubungan mereka
(karena mereka terperangkap dalam sebuah
kejadian yang sama sekali tidak punya kaitan
dengan apa yang ada), maka mereka hanya
merupakan dua pertanda, yang tidak bisa
dijumlahkan. Tidak mengherankan bahwa dalam
sebuah hubungan, kita sering mendengarkan
keluhan, “Ah, kamu tidak paham aku!”
Dua yang kita berikan kepada mereka hanyalah
bilangan simbolik. Seperti orang luar memandang
mereka sebagai pasangan, pengetahuan eksternal
ini sama sekali tidak mengaruhi atau pun relevan
dengan pengalaman dua pertanda di dalam Arena
Cinta: karena dalam Arena Cinta hanya ada dua
posisi, dan tidak ada posisi ketiga.
Cinta mengaktifkan dua tubuh itu dengan
menandainya. Beda dengan nafsu yang selalu ingin
menggapai Satu dalam bentuk sebuah objek, Cinta
menandai Dua dengan melepaskan objek. Maka
tanpa cinta, semua hubungan bagi Badiou sifatnya
masturbasi. Badiou menegaskan kembali bahwa
Cinta terwujud dari sebuah situasi multiple murni
yang menjadikan dua pertanda subjek sejati dalam
sebuah prosedur kebenaran.
Walaupun pasca kejadian Cinta, dua tubuh itu
menjadi subjek yang ditandai, dalam perjalanan
kebenaran Cinta mereka akan selalu terpisah oleh
kesenjangankesenjangan yang disebut di atas.
Namun melalui fungsifungsi kebenaran, mereka
akan berjalan terus dengan sebuah keyakinan akan
satu kebenaran di cakrawala. Dalam kesenjangan
ini, mereka tertaut dalam sebuah fungsi
kemanusiaan, yaitu H(x), terlepas dari itu, seperti
yang digambarkan oleh Badiou, dengan mengutip
dari Sodom dan Gemorrah, mereka akan mati di
sisi masingmasing. Cinta, kata Badiou, adalah
sebilah pisau. Mencintai dengan baik adalah
memahami dengan buruk.
Sebuah makalah yang dipresentasi di sebuah kelas filsafat,
Universitas Indonesia 2009.
Categories: Philosophy
[Edit]