Penatalaksanaan Solar Lentigenes

(1)

PENATALAKSANAAN SOLAR LENTIGENES

Penyaji:

dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK

NIP.132 308 599

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(2)

Pendahuluan

Hiperpigmentasi merupakan masalah pigmentasi yang sering dijumpai. Salah satu faktor penyebab timbulnya hiperpigmentasi adalah radiasi sinar ultraviolet yang menyebabkan timbulnya solar lentigenes.1

Sinar matahari memancarkan radiasi dengan spektrum yang luas, namun tidak semuanya dapat mencapai permukaan bumi. Spektrum elektromagnetik radiasi sinar matahari yang dapat mencapai permukaan bumi yaitu :2

1) Sinar ultraviolet (290-400 nm) 2) Sinar kasat mata (400-760 nm) 3) Sinar inframerah (760-1800 nm)

Radiasi sinar ultraviolet dapat dibagi atas:2 1) UVA (320-400 nm)

• UVA-1 atau gelombang panjang (340-400 nm).

• UVA-2 atau gelombang pendek (320-340 nm).

• Sebanyak 95-98% UVA dapat mencapai permukaan bumi.

• Radiasi UVA penetrasinya lebih dalam dimana sebagian akan diabsorbsi oleh epidermis dan sebanyak 20%-30% akan mencapai bagian bawah dermis.

2) UVB (290-320 nm)

• Radiasi UVB, sebanyak 70% akan diabsorbsi oleh stratum corneum, 20% dapat mencapai epidermis dan hanya 10% yang dapat mencapai bagian atas dermis.

• Sebanyak 2-5% UVB dapat mencapai permukaan bumi. 3) UVC (200-290 nm)

• UVC tidak ditemukan pada permukaan bumi oleh karena diabsorbsi dan disaring oleh lapisan ozon.


(3)

Spektrum elektromagnetik ultraviolet radiation

* Dikutip dari kepustakaan No: 3

Pigmentasi kulit

Melanosit berasal dari sel neural crest yang bermigrasi ke lapisan basal epidermis. Di kulit, melanosit secara terus menerus memproduksi melanosom yang kemudian akan ditransfer ke keratinosit. Melanosom akan merubah

tyrosine menjadi melanin yang akan mewarnai kulit.4

Pigmentasi kulit dipengaruhi oleh sintesis melanin dalam melanosom dan distribusinya ke keratinosit. Hiperpigmentasi terjadi akibat meningkatnya melanin di epidermis, dermis atau keduanya. Hal ini disebabkan peningkatan produksi melanin oleh melanosit tetapi jumlah melanositnya normal disebut melanotic atau akibat proliferasi melanosit yang aktif (jumlah melanosit bertambah) disebut

melanocytotic. 4

Tyrosinase, merupakan enzim yang mengatur melanogenesis dimana merubah tyrosine menjadi eu-melanin (berwarna hitam) atau / dan pheo-melanin (berwarna kekuningan atau kemerahan).1


(4)

Melanin-biosynthesis pathway

* Dikutip dari kepustakaan No: 1

Definisi Solar Lentigenes

Solar lentigenes merupakan lesi pigmentasi yang di dapat, disebabkan pemaparan radiasi sinar ultraviolet (UVR) yang bersifat kumulatif.5 Jumlah penderita solar lentigenes berhubungan dengan bertambahnya umur dan sering dijumpai pada individu berkulit putih pada umur lebih dari 60 tahun sebanyak 90%. Solar lentigenes sering disebut dengan age spots, senile lentigo ataupun

lentigo senilis.1,5

Gambaran klinis

Pada kulit yang terpapar radiasi sinar ultraviolet dijumpai makula pigmentasi berwarna coklat, luas lesi bervariasi dengan diameter berukuran kecil


(5)

(< 1 mm) hingga beberapa cm, berbatas tegas dan irreguler, lesi dapat tunggal ataupun multipel dan dapat bergabung membentuk lesi yang lebih besar. Umumnya dijumpai pada daerah wajah serta punggung tangan.1,5

Solar lentigenes pada umumnya dijumpai pada tipe kulit yang mudah terbakar sinar matahari dan tidak pernah menjadi coklat / tan (Fitzpatrick phototypes I-III) dan jarang dijumpai pada individu yang mempunyai pigmen kulit yang gelap.5

Classification of Skin Phototypes (SPT)

SPT Reaction to Moderate Sun Exposure Skin Color MELANOCOMPROMISED

I Burn and no tan Pale white II Burn and minimal tan Pale white III Burn then tan well White

MELANOCOMPETENT

IV Tan, no burn Light brown V Tan, no burn Brown VI Tan, no burn Dark Brown

* Dikutip dari kepustakaan No: 4

Respon kulit akibat terpapar radiasi sinar ultraviolet

Setelah kulit terpapar radiasi sinar ultraviolet dapat timbul respon hiperpigmentasi pada kulit yang disebut tanning (bertambahnya warna coklat pada kulit). Reaksi tanning dalam hal proses pembentukan melanin yang baru terdiri dari yaitu:6

• reaksi tanning cepat (Immediate Pigment Darkening = IPD)

• reaksi tanning lambat (Delayed Pigment Darkening = DPD)

Respon tanning pada kulit bergantung pada panjang gelombang radiasi sinar ultraviolet yaitu :2

1) Panjang gelombang UVA efektif menimbulkan pigmentasi pada individu yang berkulit gelap. Radiasi UVA menimbulkan tanning cepat yang bersifat sementara dan menghilang dalam waktu 2 jam setelah terpapar.


(6)

Apabila setelah 2 jam respon tanning tidak menghilang disebut Persistent pigment darkening (PPD). Radiasi UVA1 menyebabkan peningkatan kepadatan melanin yang terlokalisir pada lapisan sel basal sedangkan UVA2, menyebabkan peningkatan sintesis melanin dan transfer melanosom yang mengandung melanin ke keratinosit.

2) Panjang gelombang UVB lebih efektif menimbulkan eritema dibandingkan

tanning. Radiasi UVB menimbulkan tanning lambat yang ditandai dengan peningkatan aktivitas dan jumlah dari melanosit. Pada umumnya, pemaparan tunggal hanya meningkatkan aktifitas melanosit sedangkan pemaparan yang berulang menyebabkan peningkatan jumlah melanosit. Juga dijumpai peningkatan tyrosinase pada melanosit, dendrite melanosit memanjang dan bercabang, dan jumlah maupun ukuran melanosom bertambah.

Solar lentigenes merupakan kelainan pigmentasi berupa epidermal hiperpigmentasi yang terdapat pada bagian epidermis dan dijumpainya jumlah melanosit yang bertambah disebut melanocytotic.4

Mekanisme radiasi UV menimbulkan pigmentasi pada kulit

Radiasi sinar ultraviolet mengadakan penetrasi pada kulit dan menimbulkan kerusakan DNA. Akibat kerusakan DNA terbentuk fragmen

thymidine dinucleotides (pTpT), berfungsi untuk memperbaiki kerusakan. Radiasi sinar ultraviolet dapat memicu reseptor melanocortin (MCR) dan menyebabkan timbulnya respon berupan tan. Melanocortin (MSHs) merupakan kelompok peptida yang berasal dari proopiomelanocortin (POMC) yang juga memproduksi alpha-MSH (Melanocyte-stimulating hormone), merupakan merupakan peptida yang paling poten dalam proses aktivitas melanogenik, γ-MSH,

adrenocorticotrophic hormone (ACTH), -MSH dan -endorphin, yang turut berperan dalam proses molekuler dan selluler melanogenesis.2,6


(7)

Histopatologis

Pada solar lentigines dijumpai adanya rete ridges epidermis yang memanjang dengan clup shapes atau budlike, sering bercabang dan disertai rete ridges yang bergabung, diantara rete ridges dijumpai epidermis yang mengalami atropi dan jumlah melanosit pada epidermis meningkat dan tidak meyebar. Gambaran mikroskopik, terlihat proliferasi keratinosit dan melanosit secara bersamaan. Terdapat infiltrat perivaskular sel mononuklear pada dermis dan biasanya berhubungan dengan penyebaran melanin dan juga dijumpai makrofag. Penelitian dengan menggunakan mikroskop elektron pada solar lentigenes, menunjukkan adanya sekumpulan melanosom yang kompleks pada keratinosit, dan kompleks ini pada umumnya berukuran lebih besar dibandingkan dengan kulit disekitarnya. Perbandingan melanosit pada kulit yang tidak terpapar sinar matahari dengan melanosit pada solar lentigines, menunjukkan peningkatan aktifitas yang ditandai dengan adanya reaktivitas dopa yang nyata (sehingga diduga adanya peningkatan aktifitas tyrosinase), pemanjangan dendrit, jumlah melanosom yang lebih banyak dibanding normal, perikarya yang membesar dengan adanya pembentukan retikular endoplasmik yang kasar, banyaknya mitokondria dan hipertropi kompleks Golgi.5

Diagnosis Banding :

5

1. Lentigo simpleks 2. Aktinik keratosis 3. Ephelids (Freckles)

Penatalaksanaan

Bahan-bahan pemutih (topikal) - Hidrokuinon

Hidrokuinon termasuk phenolic coumpound, merupakan suatu inhibitor

tyrosinase yang menghambat konversi tyrosinase menjadi melanin, menghambat pembentukan melanosom dan meningkatkan degradasi melanosom.7


(8)

Hidrokuinon dapat mengurangi aktifitas tyrosinase hingga 90%. Konsentrasi hidrokuinon 4% lebih efektif tetapi bersifat lebih iritasi dan dapat menimbulkan efek samping yang lebih besar jika dibandingkan dengan hidrokuinon 2%. Penggunaan hidrokuinon dapat menimbulkan efek samping yaitu dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, perubahan warna kuku, hipopigmentasi yang sementara “halo effect” pada pinggir lesi dan akan menghilang apabila penggunaan hidrokuinon dihentikan. 8

Efek samping lain dari hidrokuinon namun jarang ditemukan yaitu

exogenous ochronosis, berupa makula biru kehitaman pada daerah yang dioleskan hidrokuinon. Hal ini sering timbul akibat penggunaan hidrokuinon dengan konsentrasi tinggi bahkan dapat dijumpai pada pemakaian hidrokuinon dengan konsentrasi rendah (2%) dan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini disebabkan hidrokuinon dapat menghambat enzim homogentisic acid oxidase

pada kulit sehingga terjadi penumpukan homogentisic acid yang selanjutnya mengalami polimerase untuk membentuk pigmen ochronotik. Exogenous ochronosis sering dijumpai pada tipe kulit yang lebih gelap. Untuk menghindari efek samping tersebut apabila tidak dijumpai perbaikan dalam waktu 4 bulan sebaiknya penggunaan hidrokuinon dihentikan dan diganti dengan bahan pemutih yang lain. 8

- Azelaic acid

Azelaic acid berasal dari spesies Pityrosporum. Azelaic acid termasuk

non-phenolic coumpound dengan mekanisme kerja menghambat sintesis DNA dan enzim mitokondria, yang selanjutnya menginduksi terjadinya efek sitotoksik langsung terhadap melanosit. Azelaic acid memiliki efek selektif pada melanosit yang hiperaktif dan abnormal. Efek samping yang dapat terjadi yaitu gatal, eritema ringan, skuamasi dan rasa terbakar, umumnya menghilang dalam waktu 2-4 minggu. Penggunaan jangka panjang tidak menimbulkan exogenous ochronosis. Penggunaan azelaic acid dapat dikombinasi dengan azelaic acid 20% cream dan glycolic acid 15% atau 20% lotion. 8


(9)

- Kojic acid

Kojic acid termasuk non-phenolic coumpound, merupakan metabolit yang dijumpai pada Aspergilline oryzae. Kojic acid menginduksi depigmentasi pada kulit melalui penekanan aktivitas tyrosinase. Dilaporkan kojic acid dapat menimbulkan kontak alergi dan mempunyai potensial sensitisasi yang tinggi namun penggunaan jangka panjang tidak menimbulkan exogenous ochronosis. Penggunaan kojic acid dapat dikombinasi antara kojic acid 2% dan glycolic acid 10%. Penggunaan glycolic acid berfungsi untuk meningkatkan penetrasi dan meningkatkan efektifitas.8

- Tretinoin (derivat vitamin A)

Tretinoin topikal 0,05%-0,1% telah dilaporkan efektifitasnya sebagai monoterapi pada hiperpigmentasi pasca inflamasi dan juga efektif mengatasi kerusakan kulit akibat terpapar sinar matahari. Mekanisme kerja tretinoin dapat merubah transfer pigmen dan meningkatkan turnover epidermis sehingga mempercepat hilangnya pigmentasi. Efek samping tretinoin dapat berupa eritema, pengelupasan kulit dan hiperpigmentasi. Penggunaan tretinoin memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 6-10 bulan.8,9

Tretinoin dapat digunakan bersamaan dengan hidrokuinon atau bahan depigmentasi lainnya untuk meningkatkan efektifitas seperti kombinasi phenolic dan non-phenolic coumpound yaitu :10

a. Hidrokuinon 4% dengan retinol 0,3% b. Hidrokuinon 4% dengan retinol 0,15%

Kombinasi bahan-bahan pemutih yang lain yaitu : - 4-hydroxyanisole 2% (Mequinol) dan tretinoin 0,01%

Mequinol merupakan inhibitor tyrosinase yang kurang bersifat iritasi dibandingkan hidrokuinon. Tretinoin dapat menghambat tyrosinase pada melanosit, membatasi transfer melanosom ke keratinosit dan meningkatkan absorpsi Mequinol. Efek samping : kemerahan, rasa panas, seperti ditusuk-tusuk, iritasi dan pengelupasan pada kulit.10,11


(10)

- 2% Hidrokuinon dan cyclodextrin

Cyclodextrin dapat meningkatkan penetrasi dan efikasi hidrokuinon.12

Chemical peeling

Chemical peeling merupakan penggunaan bahan kimia pada kulit yang dapat mengkontrol destruksi lapisan kulit yaitu lapisan epidermis dan / dermis sehingga dapat meningkatkan penampilan kulit.13 Chemical peeling dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalamannya yaitu :13,14

• superficial peels : destruksi terjadi pada epidermis hingga papillary dermis

• medium peels : destruksi terjadi hingga reticular dermis bagian atas

• deep peels : destruksi terjadi hingga reticular dermis bagian tengah Pengobatan solar lentigenes menggunakan peeling dengan kedalaman medium dengan bahan Trichloroacetic acid (TCA) solution. Trichloroacetic acid (TCA) telah digunakan sebagai chemical peeling sejak tahun 1926. Penetrasi TCA dipengaruhi beberapa faktor yaitu tekhnik pelaksanaan, ketebalan kulit, konsentrasi TCA dan penggunaan retinoic acid atau glycolic acid sebelum pelaksanaan peeling.15,16 Konsentrasi TCA yang biasanya digunakan yaitu TCA 35%-40%. Pada pelaksanaan peeling akan terjadi denaturasi protein yang ditandai frosting pada kulit yang merupakan tanda proses peeling telah selesai. Perubahan pada kulit setelah chemical peeling baru akan tampak dalam waktu 10 hari. Pada 2 hari yang pertama kulit akan sedikit merah jambu, pada hari ke 3 dan ke 4kulit akan menjadi lebih hitam, pada hari ke 5 kulit mulai mengelupas hingga hari ke 10. Eritema tetap dapat dijumpai hingga hari ke 14. Penggunaan TCA dengan konsentrasi tinggi yaitu 50 % atau lebih dapat menimbulkan skar.17

Cryosurgery menggunakan nitrogen cair

Cryosurgery merupakan tekhnik untuk menangani penyakit kulit dengan menggunakan bahan-bahan yang bersifat cryogenic. Tempratur pembekuan dari suatu cryogen digunakan secara langsung pada sel yang menyebabkan terjadinya destruksi lokal. Mekanisme terjadinya kerusakan sel melalui cara


(11)

pembentukan es. Pembekuan yang lambat akan membentuk es ektraseluler dan pembekuan yang cepat akan membentuk es intraseluler. Es ekstraseluler akan merusak membran sel sedangkan es intraseluler yang terbentuk selama pembekuan akan merusak mitokondria dan retikulum endoplasmik yang menyebabkan kematian sel. Hal ini dipengaruhi oleh kedalaman penyakit, kerentanan sel terhadap trauma dingin, konsentrasi zat yang terlarut, lamanya sel terpapar dan ketepatan tempratur yang digunakan untuk mencapai target jaringan (0oC hingga -50oC).18

Selama beberapa tahun, cryosurgery yang menggunakan nitrogen cair telah lama dilakukan untuk penanganan solar lentigenes dan dengan hasil yang memuaskan. Tekhnik ini efektif, mudah pelaksanaannya, tidak terlalu mahal, dan dapat diterima secara estetika. Melanosit merupakan sel yang paling rentan pada proses pembekuan menggunakan nitrogen cair dan destruksi melanosit terjadi pada tempratur -4oC hingga -7oC. Penggunaan nitrogen cair pada tempratur kurang dari -200C dapat menimbulkan skar. Crosurgery menggunakan nitrogen cair terbukti dapat memutihkan kulit tetapi pada pelaksanaannya disertai rasa sakit dan butuh waktu lama dalam proses penyembuhan.18,19

Laser

Pada saat ini, penggunaan laser merupakan pilihan utama untuk penanganan solar lentigenes dan memberikan hasil yang efektif. Laser yang menghasilkan pulse duration lebih singkat dibandingkan thermal relaxation time

melanosom, digunakan untuk merusak melanin yang secara selektif menjadi target disebut selective photothermolys. Melanosom yang menjadi target, mengabsorbsi sinar laser sehingga terjadi peningkatan tempratur dan menginduksi kerusakan melanosom tanpa menimbulkan kerusakan jaringan disekitarnya.20 Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu sinar laser yang digunakan harus mempunyai panjang gelombang yang tepat untuk mengabsorbsi spektrum melanin yaitu panjang gelombangnya antara sinar UV hingga mendekati infra red. Absorbsi melanin akan lebih besar jika panjang gelombang yang digunakan semakin pendek sehingga penetrasi pada kulit tidak begitu dalam.21


(12)

Pada kulit dijumpai chromophores, merupakan molekul yang mempunyai spektrum absorbsi yang khas dan bertanggung jawab dalam pembentukan warna. Chromophores yang utama pada kulit adalah hemoglobin, oxyhemogobin, karoten dan melanin. Pada solar lentigenes, melanin merupakan

chromophores yang memberikan warna pigmentasi yang khas dan menjadi target selektif yang akan di destruksi.21

Laser yang digunakan untuk menghilangkan / mengurangi pigmentasi yaitu laser yang bersifat ablative dan non ablative. Laser yang bersifat ablative yaitu Carbon dioxide (CO2) dan Erbium : YAG (Erbium :

Yttrium-Aluminum-Garnet) yang merupakan laser infra red. Digunakan untuk menghilangkan seluruh epidermis dan sebagian dermis sehingga dapat memperbaiki kulit yang kasar dan kerutan pada wajah. Penggunaan laser diatas dapat menimbulkan

dyspigmentation akibat epidermis dan dermis yang rusak diganti dengan

papillary dermis yang baru dan menutupi epidermis sehingga timbul eritema. Proses penyembuhan membutuhkan waktu yang lama dan pasien merasa kurang nyaman. 22

Laser yang digunakan untuk penanganan solar lentigenes adalah laser yang bersifat non ablative dan tidak merusak epidermis. Laser yang digunakan yaitu :

a. Green-light pulse laser

Merupakan laser yang mempunyai pulse duration yang lebih singkat dibandingkan thermal relaxation time dari melanosom. Dengan menggunakan

green-light pulse laser penanganan solar lentigenes memberikan hasil yang sangat baik oleh karena green-light pulse laser dapat mengabsorbsi oxyhemoglobin dan purpura yang terjadi akibat radiasi laser. Purpura dapat menghilang dalam waktu 1-2 minggu setelah penggunaan laser dan proses pemutihan terjadi dalam waktu 4-8 minggu. Green-light pulse laser mempunyai panjang gelombang yang pendek dan penetrasinya tidak mencapai dermis sehingga tidak efektif untuk penanganan lesi pigmentasi yang mencapai bagian dermis. 18Green-light pulselaser terdiri dari yaitu :20


(13)

1. Frequency doubled Q-switched Nd:YAG laser (Neodymium : Yttrium-Aluminum-Garnet)

Panjang gelombang : 532- nm dan 5-10 ns pulse duration 2. Flashlamp-pumped pulsed dye laser

Panjang gelombang 510-nm dan 300 ns pulse duration

b. Red Light Pulsed laser

Mempunyai panjang gelombang yang lebih panjang sehingga penetrasinya dapat mencapai dermis. Red Light Pulsed laser terdiri dari:20

1. Q-switched ruby laser

Panjang gelombang 694-nm dan 20-50 -ns pulse duration 2. Q-switched alexandrite laser

Panjang gelombang 755-nm dan 50-100 -ns pulse duration

Tabir surya

Untuk mengurangi rekurensi dan mencegah terbentuk lesi yang baru dianjurkan pasien solar lentigenes sedapat mungkin menghindari paparan terhadap sinar matahari dan menggunakan tabir surya. Tabir surya merupakan preparat topikal yang substansi formulanya mengandung senyawa kimia dengan kemampuan menyerap, menghamburkan ataupun memantulkan energi sinar matahari yang mencapai kulit. 23

Berdasarkan cara kerjanya dibagi atas tabir surya fisik dan kimiawi. Tabir surya fisik bersifat tidak selektif, bekerja dengan cara menghamburkan atau memantulkan energi sinar matahari, sinar kasat mata dan infra merah. 22,23 Tabir surya fisik yang dahulu digunakan bersifat komedogenik, penggunaan harus tebal, meleleh akibat panas matahari, mengotori pakaian dan terlihat opaque

sehingga secara kosmetik kurang disukai.Yang termasuk dalam tabir surya jenis ini adalah zinc oxide (ZnO), titanium oxide (TiO2), iron oxide dan magnesium

oxide. Kemudian dikembangkan tabir surya fisik yang bersifat translucent atau berupa suspensi koloidal yang berbentuk micronized yaitu microfine zinc oxide dan titanium oxide. Tabir surya ini bersifat memantulkan spektrum dengan


(14)

panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar kasat mata, tidak larut sehingga tetap berada di atas kulit, iritasi minimal dan tidak diabsorbsi secara sistemik sehingga lebih aman digunakan. 24,25

Tabir surya kimiawi mengabsorbsi radiasi sinar ultraviolet dan bekerja secara selektif sehingga spektrum yang diabsorbsi bergantung pada bahan aktifnya. 22 Tabir surya kimiawi terdiri dari golongan PABA dan golongan non PABA (benzofenone, avobenzone, octocrylene, padimate-O, cinnamate, salicylate dan anthranilate). 22,25 Beberapa tabir surya kimiawi dilaporkan dapat menimbulkan dermatitis kontak alergik ataupun fotoalergik yaitu PABA, benzofenone dan cinnamate. 24 Dianjurkan menggunakan tabir surya yang berspektrum luas (broad spectrum) yang dapat melindungi dari UVA dan UVB dan dioleskan 15-30 menit sebelum kulit terpapar sinar matahari.25,26

Common Sunscreen Ingredients

Ingredient UVB UVB

Tabir surya kimiawi Avobenzone - +

Cinnamates + -

Benzophenone + +

Octocrylene + -

Oxybenzone - +

PABA + -

Padimate-O + -

Salicylate + -

Tabir surya fisik Titanium dioxide + +

Zinc oxide + +

* Dikutip dari kepustakaan No : 26

Prognosis

Apabila dijumpai lesi solar lentigenes yang luas pada pasien dewasa, dapt meningkatkan resiko mendapat kanker kulit epithelial sebanyak 2-4 kali lipat dan meningkatkan resiko mendapat melanoma sebanyak 2-6 kali lipat.5


(15)

Kesimpulan

1) Solar lentigenes merupakan kelainan pigmentasi akibat pemaparan radiasi UV yang bersifat kumulatif.

2) Solar lentigenes sering dijumpai pada individu yang berumur ± 60 tahun. 3) Pengobatan solar lentigenes dapat menggunakan bahan-bahan pemutih,

chemical peeling, cryosurgery menggunakan nitrogen cair dan laser namun juga perlu pemakaian tabir surya untuk mencegah terjadi repigmentasi.

Daftar Pustaka

1. Baumann L. Disorders of Pigmentation. In : Cosmetic Dermatology Principle and Practice, McGraw-Hill, 2002 : 63-70.

2. Walker SL, Hawk JL, Young AR. Acute and Chronik Effects of Ultraviolet Radiation on the Skin. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 1275-81.

3. Kochevar IE, Taylor CR. Photophysics, Photochemistry and Photobiology. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 1267-74.

4. Fitzpatrick TB, Ortonne JP. Normal Skin Color and General Consideration of Pigmentary Disorders. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 819-26.

5. Grichnik JM, Rhodes AR, Sober AJ. Benign Hyperplasias and Neoplasias of Melanocytes. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 885-89.

6. Halaban R, Hebert DN, Fisher DE. Biology of Melanocyte. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 127-46.


(16)

7. Halder RM, Richards GM. Topical Agents Used in the Management of Hyperpigmentation, volume 9, 2004.

8. Baumann L. Depigmenting Agents. In : Cosmetic Dermatology Principle and Practice, McGraw-Hill, 2002 : 99-103.

9. Kang S, Voorhnees JJ. Topical Retinoids. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 2328-33.

10. Callender BV. Innovation in the Treatment of Pigmentary Disorders. Supplement to Skin & Aging, March 2006.

11. Katz H. Luber HK, Ison A, Hickman J. A combined solution of 2% 4-hydroxyanisole and 0,01% tretinoin in the treatment of solar lentigenes : A clinical study on efficacy and safety. J Am Acad Dermatology, 2004 March, part 2, 50(3).

12. Petit L. Analytic quantification on solar lentigenes lightening by a 2% hydroquinone-cyclodextrin formulation. JEADV, 2003, 17 : 546-49.

13. Rubin MG. Trichloroacetic Acid Peels. In : Manual of Chemical Peels. Superficial and Medium Depth, J.B. Lippincott Company, Philadelphia, 1995 : 110-29.

14. Brody HJ. Skin resurfacing : Chemical Peels. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 2530-35.

15. Brown H. The Cosmetic Clinic : Treating Solar Lentigenes : Traditional treatment at a glance-plus, a look at a cutting-edge option. Volume 10, Issue 8, 2002 August : 28-30.

16. Baumann L. Chemical Peels. In : Cosmetic Dermatology Principle and Practice, McGraw-Hill, 2002 : 173-85.

17. Rubin MG. Trichloroacetic Acid Peels. In : Manual of Chemical Peels. Superficial and Medium Depth, J.B. Lippincott Company, Philadelphia, 1995 : 110-29.


(17)

18. Bedah Beku. Dalam : Buku Panduan Bedah Kulit, Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Universitas Dipenogoro/RSUP.Dr.Kariadi Semarang, 2000 : 131-36.

19. Janer AL, Somolinos Al, Sanchez JL. Comparison of tricholoroacetic acid solution and cryosurgery in the treatment of solar lentigenes. Dermatologic Surgery, 2003.

20. Golberg Dj. Laser Treatment of Pigmented Lesions. Dermatology Clinics, volume 3, 1997 July.

21. Todd MM, Rallis TM Gerwels JW. A Comparison of 3 Laser and Liquid Nitrogen in the Tretment of Solar Lentigenes. Archieves of Dermatology, July 2000, 136 (7) : 841 -46.

22. Goldberg D. Nonablative Resurfacing. eMedicine June 30, 2003.

23. Wiroharidjojo YW. Tabir surya dan Aplikasi Pada Kelainan Pigmentasi Kulit. Dalam : Sugito T, Dwikarya M, Budiono M, eds. Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulanggannya, Kumpulan Makalah Ilmiah, 1988 : 98-106. 24. Lowe NJ, Patnaik R. Efficacy of Sunscreen. In : Baran R, Maicbach HI,

eds. Textbook of Cosmetic Dermatology, 3 th ed, Taylor & Francis Group, 2005 : 743-50.

25. Baumann L. Sunscreen. In : Cosmetic Dermatology Principle and Practice, McGraw-Hill, 2002 : 75-81.

26. Gasparro FP, Brown D, Diffey BL. Sun Protective Agents : Formulations, Effects and Side Effects. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 thed, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 2344-50.


(1)

Pada kulit dijumpai chromophores, merupakan molekul yang mempunyai spektrum absorbsi yang khas dan bertanggung jawab dalam pembentukan warna. Chromophores yang utama pada kulit adalah hemoglobin, oxyhemogobin, karoten dan melanin. Pada solar lentigenes, melanin merupakan

chromophores yang memberikan warna pigmentasi yang khas dan menjadi

target selektif yang akan di destruksi.21

Laser yang digunakan untuk menghilangkan / mengurangi pigmentasi yaitu laser yang bersifat ablative dan non ablative. Laser yang bersifat ablative yaitu Carbon dioxide (CO2) dan Erbium : YAG (Erbium : Yttrium-Aluminum-Garnet) yang merupakan laser infra red. Digunakan untuk menghilangkan seluruh epidermis dan sebagian dermis sehingga dapat memperbaiki kulit yang kasar dan kerutan pada wajah. Penggunaan laser diatas dapat menimbulkan

dyspigmentation akibat epidermis dan dermis yang rusak diganti dengan

papillary dermis yang baru dan menutupi epidermis sehingga timbul eritema. Proses penyembuhan membutuhkan waktu yang lama dan pasien merasa kurang nyaman. 22

Laser yang digunakan untuk penanganan solar lentigenes adalah laser yang bersifat non ablative dan tidak merusak epidermis. Laser yang digunakan yaitu :

a. Green-light pulse laser

Merupakan laser yang mempunyai pulse duration yang lebih singkat dibandingkan thermal relaxation time dari melanosom. Dengan menggunakan

green-light pulse laser penanganan solar lentigenes memberikan hasil yang sangat baik oleh karena green-light pulse laser dapat mengabsorbsi oxyhemoglobin dan purpura yang terjadi akibat radiasi laser. Purpura dapat menghilang dalam waktu 1-2 minggu setelah penggunaan laser dan proses pemutihan terjadi dalam waktu 4-8 minggu. Green-light pulse laser mempunyai panjang gelombang yang pendek dan penetrasinya tidak mencapai dermis sehingga tidak efektif untuk penanganan lesi pigmentasi yang mencapai bagian dermis. 18Green-light pulselaser terdiri dari yaitu :20


(2)

1. Frequency doubled Q-switched Nd:YAG laser (Neodymium : Yttrium-Aluminum-Garnet)

Panjang gelombang : 532- nm dan 5-10 ns pulse duration 2. Flashlamp-pumped pulsed dye laser

Panjang gelombang 510-nm dan 300 ns pulse duration

b. Red Light Pulsed laser

Mempunyai panjang gelombang yang lebih panjang sehingga penetrasinya dapat mencapai dermis. Red Light Pulsed laser terdiri dari:20

1. Q-switched ruby laser

Panjang gelombang 694-nm dan 20-50 -ns pulse duration 2. Q-switched alexandrite laser

Panjang gelombang 755-nm dan 50-100 -ns pulse duration

Tabir surya

Untuk mengurangi rekurensi dan mencegah terbentuk lesi yang baru dianjurkan pasien solar lentigenes sedapat mungkin menghindari paparan terhadap sinar matahari dan menggunakan tabir surya. Tabir surya merupakan preparat topikal yang substansi formulanya mengandung senyawa kimia dengan kemampuan menyerap, menghamburkan ataupun memantulkan energi sinar matahari yang mencapai kulit. 23

Berdasarkan cara kerjanya dibagi atas tabir surya fisik dan kimiawi. Tabir surya fisik bersifat tidak selektif, bekerja dengan cara menghamburkan atau memantulkan energi sinar matahari, sinar kasat mata dan infra merah. 22,23 Tabir surya fisik yang dahulu digunakan bersifat komedogenik, penggunaan harus tebal, meleleh akibat panas matahari, mengotori pakaian dan terlihat opaque

sehingga secara kosmetik kurang disukai.Yang termasuk dalam tabir surya jenis ini adalah zinc oxide (ZnO), titanium oxide (TiO2), iron oxide dan magnesium oxide. Kemudian dikembangkan tabir surya fisik yang bersifat translucent atau berupa suspensi koloidal yang berbentuk micronized yaitu microfine zinc oxide


(3)

panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar kasat mata, tidak larut sehingga tetap berada di atas kulit, iritasi minimal dan tidak diabsorbsi secara sistemik sehingga lebih aman digunakan. 24,25

Tabir surya kimiawi mengabsorbsi radiasi sinar ultraviolet dan bekerja secara selektif sehingga spektrum yang diabsorbsi bergantung pada bahan aktifnya. 22 Tabir surya kimiawi terdiri dari golongan PABA dan golongan non PABA (benzofenone, avobenzone, octocrylene, padimate-O, cinnamate, salicylate dan anthranilate). 22,25 Beberapa tabir surya kimiawi dilaporkan dapat menimbulkan dermatitis kontak alergik ataupun fotoalergik yaitu PABA, benzofenone dan cinnamate. 24 Dianjurkan menggunakan tabir surya yang berspektrum luas (broad spectrum) yang dapat melindungi dari UVA dan UVB dan dioleskan 15-30 menit sebelum kulit terpapar sinar matahari.25,26

Common Sunscreen Ingredients

Ingredient UVB UVB

Tabir surya kimiawi Avobenzone - +

Cinnamates + -

Benzophenone + +

Octocrylene + -

Oxybenzone - +

PABA + -

Padimate-O + -

Salicylate + -

Tabir surya fisik Titanium dioxide + +

Zinc oxide + +

* Dikutip dari kepustakaan No : 26

Prognosis

Apabila dijumpai lesi solar lentigenes yang luas pada pasien dewasa, dapt meningkatkan resiko mendapat kanker kulit epithelial sebanyak 2-4 kali lipat dan meningkatkan resiko mendapat melanoma sebanyak 2-6 kali lipat.5


(4)

Kesimpulan

1) Solar lentigenes merupakan kelainan pigmentasi akibat pemaparan radiasi UV yang bersifat kumulatif.

2) Solar lentigenes sering dijumpai pada individu yang berumur ± 60 tahun. 3) Pengobatan solar lentigenes dapat menggunakan bahan-bahan pemutih,

chemical peeling, cryosurgery menggunakan nitrogen cair dan laser namun juga perlu pemakaian tabir surya untuk mencegah terjadi repigmentasi.

Daftar Pustaka

1. Baumann L. Disorders of Pigmentation. In : Cosmetic Dermatology Principle and Practice, McGraw-Hill, 2002 : 63-70.

2. Walker SL, Hawk JL, Young AR. Acute and Chronik Effects of Ultraviolet Radiation on the Skin. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 1275-81.

3. Kochevar IE, Taylor CR. Photophysics, Photochemistry and Photobiology. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 1267-74.

4. Fitzpatrick TB, Ortonne JP. Normal Skin Color and General Consideration of Pigmentary Disorders. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 819-26.

5. Grichnik JM, Rhodes AR, Sober AJ. Benign Hyperplasias and Neoplasias of Melanocytes. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 885-89.

6. Halaban R, Hebert DN, Fisher DE. Biology of Melanocyte. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 127-46.


(5)

7. Halder RM, Richards GM. Topical Agents Used in the Management of Hyperpigmentation, volume 9, 2004.

8. Baumann L. Depigmenting Agents. In : Cosmetic Dermatology Principle and Practice, McGraw-Hill, 2002 : 99-103.

9. Kang S, Voorhnees JJ. Topical Retinoids. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 2328-33.

10. Callender BV. Innovation in the Treatment of Pigmentary Disorders. Supplement to Skin & Aging, March 2006.

11. Katz H. Luber HK, Ison A, Hickman J. A combined solution of 2% 4-hydroxyanisole and 0,01% tretinoin in the treatment of solar lentigenes : A clinical study on efficacy and safety. J Am Acad Dermatology, 2004 March, part 2, 50(3).

12. Petit L. Analytic quantification on solar lentigenes lightening by a 2% hydroquinone-cyclodextrin formulation. JEADV, 2003, 17 : 546-49.

13. Rubin MG. Trichloroacetic Acid Peels. In : Manual of Chemical Peels. Superficial and Medium Depth, J.B. Lippincott Company, Philadelphia, 1995 : 110-29.

14. Brody HJ. Skin resurfacing : Chemical Peels. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 th, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 2530-35.

15. Brown H. The Cosmetic Clinic : Treating Solar Lentigenes : Traditional treatment at a glance-plus, a look at a cutting-edge option. Volume 10, Issue 8, 2002 August : 28-30.

16. Baumann L. Chemical Peels. In : Cosmetic Dermatology Principle and Practice, McGraw-Hill, 2002 : 173-85.

17. Rubin MG. Trichloroacetic Acid Peels. In : Manual of Chemical Peels. Superficial and Medium Depth, J.B. Lippincott Company, Philadelphia, 1995 : 110-29.


(6)

18. Bedah Beku. Dalam : Buku Panduan Bedah Kulit, Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Universitas Dipenogoro/RSUP.Dr.Kariadi Semarang, 2000 : 131-36.

19. Janer AL, Somolinos Al, Sanchez JL. Comparison of tricholoroacetic acid solution and cryosurgery in the treatment of solar lentigenes. Dermatologic Surgery, 2003.

20. Golberg Dj. Laser Treatment of Pigmented Lesions. Dermatology Clinics, volume 3, 1997 July.

21. Todd MM, Rallis TM Gerwels JW. A Comparison of 3 Laser and Liquid Nitrogen in the Tretment of Solar Lentigenes. Archieves of Dermatology, July 2000, 136 (7) : 841 -46.

22. Goldberg D. Nonablative Resurfacing. eMedicine June 30, 2003.

23. Wiroharidjojo YW. Tabir surya dan Aplikasi Pada Kelainan Pigmentasi Kulit. Dalam : Sugito T, Dwikarya M, Budiono M, eds. Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulanggannya, Kumpulan Makalah Ilmiah, 1988 : 98-106. 24. Lowe NJ, Patnaik R. Efficacy of Sunscreen. In : Baran R, Maicbach HI,

eds. Textbook of Cosmetic Dermatology, 3 th ed, Taylor & Francis Group, 2005 : 743-50.

25. Baumann L. Sunscreen. In : Cosmetic Dermatology Principle and Practice, McGraw-Hill, 2002 : 75-81.

26. Gasparro FP, Brown D, Diffey BL. Sun Protective Agents : Formulations, Effects and Side Effects. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, eds. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine, 6 thed, Volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 2344-50.