PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:25:32 2017 / +0000 GMT

PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT
P.N. HarijantoDivisi Penyakit Tropik dan InfeksiBagian Penyakit Dalam FK Unsrat/ SMF Penyakit Dalam RSUP
ManadoPENDAHULUAN
Malaria masih merupakan penyakit infeksi yang paling sering dijumpai di negara tropik dimana
dilaporkan 270 juta penderita dengan kematian 1 - 2,5 juta per tahun. Kematian ini disebabkan karena infeksi plasmodium
falciparum yang menyebabkan malaria berat. Secara epidemiologi klinik derajat transmisi infeksi malaria memberikan pola yang
berbeda pada perlangsungan malaria berat pada kelompok umur. Pada daerah holoendemik lebih sering dijumpai anemia berat pada
anak-anak dari pada malaria berat; sedangkan pada daerah hipoendemik atau daerah yang transmisinya tidak stabil, malaria berat
terjadi pada usia dewasa dalam bentuk malaria serebral atau dengan gagal ginjal 1 .
Mortalitas malaria berat di beberapa
daerah masih cukup tinggi ( di Indonesia berkisar 20,9 - 50 % ), tingginya mortalitas tergantung dari prosedur penanganan penderita
malaria berat dimulai dari kecepatan diagnosa dan pengobatannya serta fasilitas penanganan pada fasilitas kesehatan. Faktor yang
lain yang menyebabkan masih tingginya mortalitas ialah patogenesa dari malaria berat masih belum jelas. Hal lain ialah timbulnya
multi resistensi pengobatan terhadap plasmodium falciparum sehingga perlu dicarinya obat-obat baru yang dapat memberikan daya
bunuh parasit lebih cepat dan akurat. Tes resistensi dengan tes standar 7 hari ataupun tes 3 hari dipakai untuk mengetahui respon
pengobatan melalui deteksi parasit yang sering sulit dilakukan. WHO 1996 menmodifikasi untuk evalui respon pengobatan dengan
melibatkan respon klinis dimana digolongkan sebagai gagal pengobatan dini atau gagal pengobatan kasep. Apabila dalam evaluasi
pasien dijumpai gagal obat dini, pengobatan alternatif harus segera dimulaikan untuk mencegah perlangsungan malaria berat yang

memberikan mortalitas.BATASAN-BATASAN
Malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai : ditemukannya
plasmodium falciparum bentuk aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut : malaria cerebral (coma) yang tidak
disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang; anemia berat ( Hb < 5 gr% atau hematokrit 10.000/uL; gagal ginjal akut ( kreatinin > 3 mg% dan urine kurang dari 400 ml/ 24 jam pada orang dewasa
atau 12 ml/kg BB pada anak-anak ); edema paru / ARDS; hipoglikemi : gula darah < 40 mg%; gagal sirkulasi : tekanan sistolik < 70
mmHg ( anak < 50 mmHg); hipertermi : > 40 C; perdarahan/ gangguan koagulasi; kejang lebih dari 2 kali/ 24 jam; asidosis dengan
pH< 7.25/ plasma bikarbonat < 15 mmol/L; hemoglobinuri (bukan karena obat anti malaria pada kekurangan G-6-PD); diagnosa
post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler. Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan
sebagai malaria berat ialah gangguan kesadaran ringan (GCS 5
% untuk daerah hipoendemik ; ikterik ( bilirubin > 3 mg% disertai gagal organ lain); hiperpireksia (temperatur rektal > 40 0
C).2PENANGANAN PENDERITA MALARIA BERAT.
Penanganan malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan
dalam melakukan diagnosa seawal mungkin. Sebaiknya penderita yang diduga menderita malaria berat dirawat pada bilik intensif
untuk dapat dilakukan pengawasan serta tindakan-tindakan yang tepat. Prinsip penanganan malaria berat ialah : 2,7A. Terhadap
parasitemianya yaitu dengan: 1. Pemberian Obat Anti Malaria 2. Exchange transfussion (transfusi ganti)B. Pemberian Cairan /
NutrisiC. Penanganan terhadap gangguan fungsi organ yang mengalami komplikasi.ad.1. Pemberian Obat Anti Malaria
(OAM).Pemberian obat anti malaria(OAM) pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan
daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan cukup lama didarah untuk segera menurunkan derajat parasitemi. Oleh karenanya
dipilih pemakaian obat per parenteral ( intravena per infus/ intra musuler) yang berefek cepat dan kurang terjadinya resistensi.1.
Derivat ARTEMISININ : Merupakan obat baru yang berasal dari China (Qinghaosu) yang memberikan efektivitas yang tinggi

terhadap strain yang multi resisten. Ada 3 jenis: a.
Artesunate dalam bentuk puder, dikemas dengan pelarutnya dapat diberikan
secara i.v dan ada yang diberikan i.m; Baik i.v maupun i.m pada study di Afrika pada anak-anak memberikan klirens parasit yang
sama adekuat. Pada beberapa studi dalam jumlah kasus terbatas untuk membandingkan dengan kina mempunyai efek klirens parasit
lebih cepat walaupun perbedaan mortalitas tidak berbeda bermakna. Keuntungan ialah efek hipoglikemi yang kurang dan efek
kardiotoksik yang juga minimal. Masih sedang dilakukan uji klinis dalam skala besar untuk menilai efek mortalitas dalam
jangkauan angka statistic yang bermakna. Dosis pemakaian artesunate ialah : 2,4 mg/kg BB pada hari pertama dibagi 2 dosis,
kemudian dilanjutkan dosis 1,2 mg/kg BB pada hari ke-2 ? 5. Pada beberapa penelitian dipakai 7 hari pengobatan ataupun dengan
menambahkan doksisiklin/ tetrasiklin untuk mencegah terjadinya recrudensi. Dosis alternative ialah dengan 2,4 mg/kgBB/ kali. Pada
hari pertama diberikan tiap 12 jam, dan hari kedua dst tiap hari ( 24 jam ).Bila penderita sadar pengobatan diganti artesunate oral 2
mg/kg BB sampai hari ke-7(dihitung sejak mulai pemberian parenteral). Sebaiknya dikombinasikan dengan doksisiklin 2 x 100 mg/
hari selama 7 hari untuk mencegah rekrudensi. Untuk ibu hamil/ anak-anak, doksisiklin diganti dengan clindamycin. Artemeter
dalam larutan minyak dan diberikan i.m. Dalam penelitian di beberapa tempat di Indonesia artemeter untuk malaria berat
memberikan respon yang cukup baik yang tidak berbeda dengan pengobatan kina, hanya pada penggunaan artemeter kurang
dijumpai hipoglikemia. Dosis : Artemeter 3,2 mg/kgBB i.m sebagai dosis loading dibagi 2 dosis ( tiap 12 jam), diikuti dengan 1,6

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/5 |


This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:25:32 2017 / +0000 GMT

mg/kgBB/ 24 jam selama 4 hari. Pada dua penelitian yang paling akhir meliputi skala besar di Vietnam dan Afrika, dilaporkan
dengan pengobatan artemeter i.m dapat mempercepat hilangnya parasit tetapi memperpanjang masa koma dan tidak berbeda
mortalitasnya dibandingkan dengan pengobatan kina.b.
Artemisinin dalam bentuk suppositoria, yang ada ialah artesunat,
dihidroartemisinin dan artemisinin. Bentuk suppositoria dapat dipakai sebagai obat malaria berat khususnya pada anak-anak, kasus
muntah-muntah atau keadaan lain dimana tidak memungkinkan pemakaian parenteral. Beberapa studi di Thailand maupun Afrika,
penggunaan artesunate suppositoria sama efektif dengan pengobatan parenteral.2. Kina (Kina HCl/ Kinin Antipirin )Kina merupakan
obat anti-malaria yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium dan efektif sebagai schizontocidal maupun gametocytocidal .
Dipilih sebagai obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P.falciparum yang resisten terhadap
klorokuin.dapat diberikan dengan cepat (i.v) dan cukup aman. Cara pemberian dan dosis:* Dosis loading dengan 20 mg/kgBB Kina
HCl dalam 100-200 cc cairan 5% Dextrose ( atau NaCl 0,9%) selama 4 jam, dan segera dilanjutkan dengan 10 mg/Kg B.B
dilarutkan dalam 200 cc 5 % dektrose diberikan dalam waktu 4 jam, selanjutnya diberikan dengan dosis yang sama diberikan tiap 8
jam. Apabila penderita sudah sadar, kina diberikan peroral dengan dosis 3x 400 - 600 mg selama 7 hari dihitung dari pemberian hari
I parenteral.(10 mg/KgBB/ 8 jam ). Dosis loading tidak dianjurkan untuk penderita yang telah mendapat kina atau meflokuin 24
jam sebelumnya. Hati-hati pada penderita dengan Q-Tc memanjang ataupun pada usia lanjut. * Kina dapat diberikan secara
intramuskuler bila melalui infus tidak memungkinkan. Dosis loading 20 mg/Kg BB diberikan i.m terbagi pada 2 tempat suntikan,
kemudian diikuti dengan dosis 10 mg/Kg BB tiap 8 jam sampai penderita dapat minum per oral.Beberapa hal yang perlu

diperhatikan pada pemberian kinin: 1. Kina tidak diberikan intra-vena (i.v) bolus karena efek toksik pada jantung dan saraf. Apabila
harus diberikan i.v caranya dengan mengencerkan dengan 30-50 ml cairan isotonis dan diberikan i.v lambat (dengan pompa infus)
selama 30 menit.2. Pemberian Kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi karenanya perlu diperiksa gula darah / 4-8 jam.3.
Pemberian dosis diatas TIDAK BERBAHAYA bagi wanita hamil.4. Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, dan/
atau penderita dengan gangguan fungsi hepar/ ginjal dosis dapat diturunkan setengahnya (30-50%).5. Pemberian dosis diatas
memerlukan pengamatan yang cermat, penggunaan mikrodrip untuk menyesuaikan dengan kebutuhan cairan.CARA PEMBERIAN
ALTERNATIF YANG SEDERHANADigunakan dosis tetap 500 mg Kina HCl ( dihitung BB rata-rata 50 Kg) dilarutkan dalam
cairan 5% Dextrose dan diberikan selama 6 - 8 jam berkesinambungan tergantung kebutuhan cairan tubuh. Pada penelitian di
Minahasa ternyata dosis awal 500 mg/ 8 jam per infus memberikan mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dosis awal 1000 mg.
8b. KinidinBila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin cukup aman dan efektif sebagai anti malaria. Dosis: loading 15
mg basa/kg B.B dilarutkan dalam 250 cc cairan isotonik diberikan dalam 4 jam, diteruskan dengan 7,5 mg basa/kg B.B dalam 4
jam, tiap 8 jam ,dilanjutkan per oral setelah sadar.
Catatan :
- Kinidin efektif bila sudah terjadi resistensi terhadap Kina.
- Kinidin lebih toksik dibandingkan Kina.
- Kinidin juga menimbulkan hipoglikemia.c.
KlorokuinKlorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P. falciparum yang sensitif terhadap klorokuin. Keuntungan
tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan.Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/Kg B.B dilarutkan 500 ml
cairan isotonis diberikan dalam 8 jam, dan dilanjutkan dengan dosis 5 mg basa/ Kg BB per infus selama 8 jam diulang 3 kali ( dosis
total 25 mg/Kg BB selama 32 jam)Bila cara i.v per infus tidak memungkinkan dalam diberikan secara intra muskuler atau sub-kutan

dengan cara:
* 3,5 mg/ Kg BB kloroluin basa tiap 6 jam interval.
* 2,5 mg/ Kg BB
klorokuin basa tiap 4 jam.Bila penderita sudah dapat minum oral segera pengobatan parenteral dihentikan biasanya setelah 2 x
pemberian parenteral. ad.2. Exchange Transfusion (transfusi ganti)Tindakan exchange transfusion dapat mengurangi parasitemi dari
43 % menjadi 1 %. Darah yang dipakai berkisar 5- 12 liter. Indikasinya bila parasit > 10 % dan mempunyai gejala komplikasi yang
berat seperti hemoglobinuri , koagulasi intravaskuler, dan memburuknya gejala neurologik. Transfusi ganti juga dapat memperbaiki
anemianya, mengembalikan faktor pembekuan darah, trombosit dan albumin. Berdasarkan patogenesis malaria berat tindakan ini
juga bermanfaat dalam mengurangi toksin, mediator yang terjadi (TNF, IL-1, IL-6) dan juga free radical (NO). 11ad.B. Pemberian
Cairan dan NutrisiPemberian cairan merupakan bagian yang penting dalam penanganan malaria berat. Pemberian cairan yang tidak
adekuat (kurang) akan menyebabkan timbulnya tubuler nekrosis ginjal akut. Sebaliknya pemberian cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan edema paru. Pada sebagian penderita malaria berat sudah mengalami sakit beberapa hari lamanya sehingga mungkin
intake sudah kurang, penderita juga sering muntah-muntah, dan bila panas tinggi akan memperberat keadaan dehidrasi. Ideal bila
pemberian cairan dapat diperhitungkan secara lebih tepat, misalnya:Maintenence cairan diperhitungkan berdasar BB, misal untuk
BB 50 kg dibutuhkan cairan 1500 cc.Derajat dehidrasinya: dehidrasi ringan ditambah 10 %, dehidrasi sedang ditambah 20% dan
dehidrasi berat ditambah 30%.Setiap kenaikan suhu 10 ditambah 10% kebutuhan maintenence.Monitoring pemberian dilakukan
dengan pemasangan CVP line.Cara diatas tidak selalu dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat Puskesmas/ RS Kabupaten.
Sering kali pemberian cairan dengan perkiraan , misalnya 1500 - 2000 cc/ 24 jam dapat sebagai pegangan.Cairan yang sering
dipakai ialah 5% Dextrose untuk menghindari hipoglikemi khususnya pada pemberian kinin. Bila dapat diukur kadar elektrolit


Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/5 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:25:32 2017 / +0000 GMT

(natrium) perlu dipertimbangan NaCl bila diperlukan. ad. C. Penanganan kerusakan/ gangguan fungsi organ.C.1. Tindakan/
pengobatan tambahan pada Malaria Serebral1. Pemberian Steroid pada Malaria serebralKortikosteroid seperti deksametason baik
dengan dosis sedang ataupun dosis tinggi tidak terbukti menurunkan mortalitas pada malaria serebral, karena itu seyogyanya
TIDAK DIPERGUNAKAN LAGI. Penggunaan steroid justru memperpanjang lamanya koma dan menimbulkan banyak efek
samping seperti pneumoni dan perdarahan gastro-intestinal.2. Heparin, dextran, cyclosporine, epinephrine dan hiperimunglobulin
tidak terbukti berpengaruh dengan mortalitas.3. Anti-TNF dan pentoxifylline dan desferioxamine, prostacyclin, acetylcystein
merupakan obat-obat yang pernah dicoba untuk malaria serebral dan tidak terbukti manfaatnya. 4. Anti-Konvulsan ( diazepam,
paradelhid, klormetiazol, fenitoin)Kejang merupakan salah satu komplikasi dari malaria serebral. Penanganan/pencegahan kejang
penting untuk menghindarkan aspirasi.Penanganan kejang:
1.Diazepam : i.v 10 mg; atau intra -rektal 0,5-1,0 mg/ Kg BB.
2.Paradelhid : 0,1 mg/Kg BB
3.Klormetiazol ( dipakai untuk kejang berulang-ulang)
Dipakai 0,8 % larutan infus

sampai kejang hilang, atau
4.Fenitoin : 5 mg/Kg BB i.v diberikan selama 20 menit.
5.Fenobarbital:
Pemberian
fenobarbital 3,5 mg/Kg BB ( umur diatas 6 tahun) mengurangi terjadinya
konvulsi. C.2. Tindakan/pengobatan pada gagal
ginjal akut1. Cairan :Bila terjadi oliguri (dehidrasi) infus N.Salin untuk rehidrasi sesuai dengan perhitungan kebutuhan cairan ,
kalau produksi urin kurang dari 400 ml/24 jam, diberikan furosemid 40-80 mg. Bila tak ada produksi urin maka kebutuhan cairan
dihitung dari jumlah urin + 500 ml cairan/24 jam. 2. Protein:Kebutuhan protein dibatasi 20 gram/hari dan kebutuhan kalori
diberikan dengan diet karbo-hidrat 200 gram/hari.3. DiuretikaSetelah rehidrasi bila tak ada produksi urin , diberikan furosemid 40
mg. Setelah 2 - 3 jam tak ada urin diberikan furosemid lagi 80 mg, ditunggu 3-4 jam, dan bila perlu furosemid 100-250 mg dapat
diberikan i.v. pelan-pelan.4. DopaminBila diuretika gagal memproduksi urin dan penderita hipotensi, dopamin dapat diberikan
dengan dosis 2,5-5,0 ugr/kg/menit .5. DialisisHemo-dialisis lebih baik dari peritoneal-dialisis karena efek samping perdarahan dan
infeksi. Bila kreatinin makin meningkat atau gagal dengan pengobatan diuretika dialisis harus segera dilakukan. Indikasi dialisis
yang lain ialah asidosis, hiperkalemia, kelebihan cairan)Tindakan terhadap hiperkalemi ( serum kalium > 5,5 meq/L )Diberikan
regular insulin 10 unit i.v/ i.m bersama-sama 50 ml dekstrose 40 % dan monitor gula darah dan serum kalium. Sebagai pilihan lain
dapat diberikan 10 -20 ml kalsium glukonat 10% i.v pelan-pelan. Alternatif lain yaitu resonium A 15 gr/8 jam per oral atau
resonium enema 30 gr/8 jam. Bila pemeriksaan kadar kalium darah tak tersedia dapat dilakukan monitoring dengan pemeriksaan
elektrokardiografi.7. HipokalemiHipokalemi terjadi 40 % dari penderita malaria serebral. Bila kalium 3,0 - 3,5 meq/L diberikan
KCL per infus 25 meq. kalium 2,0 - 2,9 meq/L diberikan KCL per infus 50-75 meq. Pemberian KCl tidak melebihi 100 meq/ hari

dan tidak diberikan i.v bolus. 8.HiponatremiHiponatremi dapat memberikan penurunan kesadaran. Pada malaria serebral
hiponatremi dapat terjadi karena kehilangan elektrolit lewat muntah dan diare ataupun kemungkinan terjadinya sindroma
abnormalitas hormon anti diuretik (SAHAD). Akan tetapi kelebihan hormon vasopresin hanya terjadi 1 diantara 17 penderita
malaria falsiparum. Kebutuhan Natrium dapat dihitung: = B.B (kg) x 60 % x Na. defisit (meq/L). Satu liter N.Salin = 154 meq; 1 gr
NaCl puyer = 17 meq.
9. AsidosisAsidosis (pH posisi Tredenlenburg's perhatikan warna dan temperatur kulit8. Cegah hiperpireksi: * tidak pernah memakai botol
panas/ selimut listrik * kompres air/ air es/ alkohol * kipas dengan kipas angin/ kertas * baju yang tipis/ terbuka * cairan
cukup9. Pemberian cairan : oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml. - cairan masuk diukur jumlah per 24 jam - cairan keluar diukur
per 24 jam - kurang cairan akan memperberat fungsi ginjal - kelebihan cairan menyebabkan edema paru10. Diet : porsi kecil &
sering, cukup kalori,k.hidrat dan garam.11. Perhatikan kebersihan mulut12. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptik kateterisasi.13.
Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan .14. Perawatan mata : hindarkan trauma, tutup dengan kain/ gaas lembab.15.
Perawatan anak : - hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin. - letakkan posisi kepala sedikit rendah. - posisi dirubah
cukup sering. - pemberian cairan dan obat harus hati-hati.PROGNOSA
Mortalitas penderita dengan infeksi malaria hanya
terjadi bila mengalami malaria berat. Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan
diagnosa dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi bervariasi
15 % - 60 % tergantung fasilitas pemberi pelayanan.White 1996 mengemukakan gambaran penderita yang menunjukkan prognosa
jelek ialah : 13Gambaran klinis : Gangguan kesadaran yang dalam (coma), kejang berulang (> 3 dalam 24 jam), gagal respirasi
(cepat, dalam ), perdarahan, syok. Gambaran laboratorik : gagal ginjal (>3 mg% ), asidosis ( plasma bicarbonat < 15mmol/L),
jaundice (bilirubin total >2.5 mg%), hiperlaktemia (laktat vena > 45 mg/dl), hipoglikemi (gula darah < 40 mg%), peningkatan GOT

(> 3 x normal), parasitemia ( > 500.000 parasit/mm3 atau > 10.000 tropozoit/sizont/ mm3), > 5% neutrofil dengan pigmen
malaria).Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas, misalnya penderita dengan malaria serebral
dengan hipoglikemi, peningkatan kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dari pada malaria serebral
sajaKEPUSTAKAAN 1.
Harijanto, PN : Management of Cerebral Malaria. Medical Progress 1999 : 23 -27.2.
Harijanto PN :
Penanganan Malaria Berat. Penerbit Buku Kedokteran ECG 2000 : 224 ? 2363.
Krogstad DJ :Plasmodium spesies ( Malaria). In.
G.L. Mandell, J.E. Bennett, R. Dolin (eds). Mandell, Douglas and Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases. Churchill
Livingstone U.S.A. 5th edition, 2000 : 2817 - 2831. 4.
Krudsood S, Wilairatana P, Vannaphan S, et all : Clinical experience with

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 4/5 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:25:33 2017 / +0000 GMT

intravenous quinine, intramuscular artemether and intravenous artesunate for the treatment of severe malaria in Thailand. SouthEast

Asia J. Trop Med Public Health 2003: 34(1): 54 -615.
Njuguna PW, Newton CR : Management of severe falciparum malaria.
Journal of Post Graduate Medicine 2004; 50 :45- 50 6. Olliaro PL, Taylor WR : Developing artemisinin based drug combinations
for the treatment of drug resistant falciparum malaria: A review. Journal of Post Graduate Medicine 2004; 50 :40-447.
RBM :
ACT : the way foeward for treating malaria. Http://www.rbm.who.int/cmc_upload/ 0/000/015/364/ RBMInfosheet_9.htm8.
Taylor TE, Strickland GT: Malaria. In. Strickland GT. Hunter`s Tropical Medicine and Emerging Infectious Diseases, 8th edition.,
WB Saunders, USA, 2000 : 614 ? 6439.
Trapuz A, Jereb M, Muzlovic I et all : Clinical review : Severe Malaria. Critical Care
2003 : 7 :315 -32310. White NJ, Breman JG: Malaria and Babesiosis: Diseases caused by Red Blood Cell Parasites. In Kasper DL,
Fauci AS, Braunwald E, Hauser SL, et al (eds), Harrison's Principles of Internal Medicine. Vol.1, 16 th ed. Mcgraw -Hill, New York
2005, pp :1218 - 1233. 11. White NJ. : Malaria. In : Cook GC (Ed). Manson's Tropical Disease, 20th ed.,W.B. Saunders, London,
1996 : 1087 ? 116412. WHO : A global strategy for malaria control, Geneve, World Health Organization : Geneva, 199313. WHO :
Severe Falciparum Malaria. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene, 20001. White NJ. : Malaria. In :
Cook GC (Ed). Manson's Tropical Disease, 20th ed.,W.B. Saunders, London, 1996 : 1087 - 1164.2. WHO Malaria Action
Programme : Severe and complicated malaria. Transc. of the Royal of Tropical Medicine and Hygiene 1990, 84 (suppl.2): 31-32.
3. Warrell DA. : Clinical features of malaria. In : Gilles HM & Warrell DA. (Eds). Bruce-Chwatt's Essential Malariology. 3rd ed.,
Edward Arnold, Great-Britain, 1993 : 35 - 49. 4. Alwi - Datau E, dkk : Malaria biliosa di RSU Gunung Wenang Manado.
Dipresentasikan pada KOPAPDI V, di Semarang, 1981. 5. Harijanto PN, Tenda-Moeis E, Alwi-Datau E, Richie T, :
Hyperbilirubinaemia in Patients with severe Malaria in Northern Sulawesi, Indonesia. Dipresentasikan pada Annual Meeting,

American Society of Tropical Medicine and Hygiene di Atlanta, Nopember 1993. 6. WHO : Management of Severe Malaria.
Training Course on Management of Severe and Complicated Malaria, Yangon, 2 - 7 December 1996. 7 White NJ & Warrell DA
:The management of severe malaria In: Wernsdorfer WH & McGregor SI.(eds): Malaria. Principles and Practice of Malariology,
volume I, London , Churchill Livingstone, 1988 : 865-888 . 8. Harijanto PN : Perbandingan Efikasi Pemberian Kina HCl Per
Infus Dengan Dosis Awal 1000 mg Dengan Dosis Awal 500 mg Pada Pengobatan Malaria Berat Dewasa. Thesis karya akhir
PPDS1, FK Unsrat Manado 1995. 9 Boele van Hensbroek M, Onyiorah E, Jaffar S et al.: A trial of artemether or quinine in
children with severe malaria. N. Engl J Med 1996; 335: 69 - 75.10. Hien TT, Day NPJ, Phu NH,et al. : A controlled trial of
artemether or quinine in Vietnamese adults with severe falciparum malaria. N Engl J Med 1996; 335: 76 - 83.11. Miller KD,
Greenberg AE, Campbell CC : Treatment of Severe Malaria in The United States with A Continuous infusion of Quinidine
Gluconate and Exchange Transfusion. N.Engl.J.Med 1989; 321: 65-70.12. Harijanto PN, Rotty L: PENURUNAN
PARASITEMIA PADA DUA KASUS MALARIA BERAT DENGAN PENGOBATAN TAMBAHAN TRANSFUSI GANTI .
Makalah Lengkap KOPAPDI X di Padang, 1996.13. White NJ. : The treatment of malaria. N Engl J Med 1996; 335: 800 - 806.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 5/5 |