Kepastian Hukum dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Investasi di Indonesia
KEPASTIAN HUKUM DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI
DI INDONESIA
Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi pada Fakultas Hukum,
diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara
Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 20 September 2008
Oleh:
BUDIMAN GINTINGs
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
Bismillahirrahmanirrahim
Yang terhormat,
•
•
•
•
•
•
•
•
Bapak Ketua dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera
Utara
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara
Para Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara
Ketua dan Anggota Senat Akademik Universitas Sumatera Utara
Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara
Para Dekan Fakultas/Pembantu Dekan, Direktur Sekolah Pascasarjana,
Direktur dan Ketua Lembaga di lingkungan Universitas Sumatera Utara
Para Dosen, Mahasiswa, dan Seluruh Keluarga Besar Universitas
Sumatera Utara
Seluruh Teman Sejawat serta para undangan dan hadirin yang saya
muliakan
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,
Pertama sekali marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT,
atas nikmat dan karunia yang dilimpahkan kepada kita, sehingga kita dapat
hadir mengikuti upacara ini dalam keadaan sehat wal’afiat. Salawat beriring
salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatsahabatnya, mudah-mudahan kelak kita mendapat syafa’at darinya.
Selanjutnya, atas izin dan rida Allah SWT, serta dengan segala kerendahan
hati, perkenankan saya menyampaikan pidato ilmiah pengukuhan saya
sebagai Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
dengan judul:
“KEPASTIAN HUKUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PERTUMBUHAN INVESTASI DI INDONESIA”
PENDAHULUAN
Hadirin yang saya muliakan,
Berbicara tentang kepastian hukum berarti tidak terlepas dari makna apa
tujuan hukum itu sebenarnya. Kepastian hukum adalah salah satu dari
tujuan hukum, di samping yang lainnya yakni kemanfaatan dan keadilan
1
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
bagi setiap insan manusia selaku anggota masyarakat yang plural dalam
interaksinya dengan insan yang lain tanpa membedakan asal usul dari
mana dia berada.1 Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum tidak
akan terlepas dari fungsi hukum itu sendiri. Fungsi hukum yang terpenting
adalah tercapainya keteraturan dalam kehidupan manusia dalam
masyarakat. Keteraturan ini yang menyebabkan orang dapat hidup dengan
berkepastian, artinya orang dapat mengadakan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat karena ia dapat mengadakan
perhitungan atau prediksi tentang apa yang akan terjadi atau apa yang bisa
ia harapkan. Dalam dunia usaha, kepastian hukum sangat diperlukan untuk
menjamin ketenangan dan kepastian berusaha.
Pengaturan tentang kegiatan penanaman modal di Indonesia diatur dalam
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf a, disebutkan bahwa kegiatan penanaman modal diselenggarakan
berdasarkan asas kepastian hukum. Sementara itu yang dimaksud dengan
“asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan
hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam
setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.2 Dalam
konteks ini yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah adanya
konsistensi peraturan dan penegakan hukum di Indonesia. Konsistensi
peraturan ditunjukkan dengan adanya peraturan yang tidak saling
bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan yang lain, dan dapat
dijadikan pedoman untuk suatu jangka waktu yang cukup, sehingga tidak
terkesan setiap pergantian pejabat selalu diikuti pergantian peraturan yang
bisa saling bertentangan.
Di Indonesia kegiatan penanaman modal baik dalam rangka Penanaman
Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional.3 Penanaman modal asing di Indonesia sudah berlangsung sejak
1
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief B. Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum: Suatu
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I, Bandung: Alumni,
2000, hal. 49. Bandingkan dengan Mertokusumo, Soedikno, Mengenal Hukum: Suatu
Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1988, hal.57
2
Lihat dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Selain asas kepastian hukum dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 25 Tahun
2007 diatur pula asas keterbukaan; akuntabilitas; perlakuan yang sama dan tidak
membedakan asal negara; kebersamaan; efisiensi berkeadilan; berkelanjutan; berwawasan
lingkungan; kemandirian; dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
3
Selengkapnya Pasal 3 ayat (2) berbunyi: Tujuan penyelenggaraan penanaman
modal, antara lain untuk: a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. menciptakan
lapangan kerja; c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; d. meningkatkan
kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan
teknologi nasional; f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g. mengolah ekonomi
2
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
sebelum Indonesia merdeka dan berkembang terus-menerus sampai
sekarang menjadi bagian penting bagi perkembangan hukum dan
pertumbuhan ekonomi. Penanaman modal asing memerlukan hukum dan
institusi hukum yang kondusif. Dalam hal ini kepastian hukum merupakan
unsur yang sama pentingnya dengan stabilitas politik dan kesempatan
ekonomi.4 Sementara itu pertumbuhan investasi sebagaimana diamanatkan
dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, adalah bertujuan
untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan
ekonomi nasional bermaksud mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi
Indonesia. Guna merealisasikannya diperlukan peningkatan penanaman
modal atau investasi untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan
ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam
negeri maupun dari luar negeri.5
PENTINGNYA INVESTASI ASING BAGI INDONESIA
Hadirin yang saya muliakan,
Idealnya biaya pembangunan nasional diperoleh dari sumber-sumber
pembiayaan dalam negeri. Prinsip kemandirian seperti ini penting, terutama
untuk mengurangi ketergantungan pada luar negeri. Hal ini pernah
dijadikan sebagai landasan konstitusional yang diwujudkan sebagai prinsip
dalam menarik investor asing di Indonesia sebagaimana yang dimuat dalam
TAP MPRS Nomor XXVIII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Landasan
Ekonomi Keuangan dan Pembangunan telah meletakkan asas Mandiri
sebagai salah satu pilar fundamental dalam pembangunan nasional. Namun
asas tersebut dikatakan tidak menutup kemungkinan untuk memanfaatkan
bantuan luar negeri, termasuk investasi asing, sepanjang bantuan tersebut
merupakan faktor pelengkap dan tidak menyebabkan ketergantungan
kepada pihak asing.
Namun dalam kenyataannya upaya untuk mengolah kekuatan ekonomi
potensial menjadi kekuatan ekonomi riil tidak dapat sepenuhnya
dilaksanakan dengan kekuatan sendiri. Beberapa kendala seperti rendahnya
tingkat tabungan (saving) masyarakat, akumulasi modal yang belum efektif
dan efisien, keterampilan (skill), kemampuan manajemen dan teknologi
yang belum memadai sering menciptakan gaps antara kebutuhan
potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari
dalam negeri maupun dari luar negeri; dan h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4
Suparji dalam: Harian Bisnis Indonesia 7 April 2006
5
Pasal 3 ayat (2) huruf g UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
3
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
pembangunan dan sumber daya yang tersedia. Kendala ini umumnya
dialami oleh negara-negara berkembang, sehingga mendorong munculnya
kebijakan untuk memanfaatkan bantuan-bantuan luar negeri, terutama
dalam bentuk kegiatan investasi.
Bagi negara tempat dilakukannya kegiatan investasi (host country)
kehadiran investasi asing tidak saja penting dari segi perolehan devisa atau
untuk melengkapi keterbatasan biaya pembangunan, tetapi efek lain yang
ditimbulkan oleh kegiatan investasi pada pembangunan ekonomi host
country, antara lain penyediaan lapangan kerja, penghematan devisa
melalui
pengembangan
industri
substitusi
impor,
mendorong
berkembangnya
industri
non-migas,
pembangunan
daerah-daerah
tertinggal, alih teknologi, dan peningkatan sumber daya manusia.6
Berdasarkan pertimbangan tersebut saat ini banyak negara yang berlombalomba memberikan kemudahan bagi investor asing untuk menarik minat
mereka menanamkan modal. Fenomena ketatnya persaingan untuk menarik
investasi asing terutama sejak tahun 1990-an ketika sebagian besar negara
berkembang melakukan perubahan orientasi kebijakan industri dari yang
bercorak industri substitusi impor ke arah kebijakan industri yang lebih
berorientasi ekspor untuk menghasilkan devisa.7 Menurut laporan dari
World Investment Report, sejak tahun 1990-an sampai dengan tahun 2001,
aliran modal asing ke negara-negara berkembang meningkat sampai lima
kali lipat dan mencapai jumlah sebesar US $237 billion. Kecenderungan
aliran modal sebagian besar masuk ke wilayah Asia, dan 80% dari aliran
modal asing di Asia terkonsentrasi pada negara Republik Rakyat Cina.8
Dengan demikian kehadiran investasi asing memberikan sejumlah manfaat
bagi negara tuan rumah (host country). Manfaat secara langsung diperoleh
dari pemasukan tambahan devisa yang berasal dari modal yang dibawa dan
pajak-pajak yang dibayarkan kepada negara. Manfaat lainnya adalah
penyerapan tenaga kerja, pembangunan infrastruktur ekonomi, alih
teknologi, percepatan pengembangan sumber daya manusia melalui
transfer keahlian, manajemen, dan multiplier effect yang ditimbulkan
kegiatan investasi asing bagi kegiatan ekonomi nasional. Kegiatan investasi
asing dapat pula mengakibatkan sejumlah dampak negatif, misalnya
semakin buruknya distribusi pendapatan karena terjadinya perbedaan
tingkat upah antara golongan pekerja, mendorong pola konsumsi mewah
6
Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 20-39
7
United Nations Conference on Trade and Development, World Investment Report;
Promoting Linkage, Geneva and New York, 2001.
8
Ibid
4
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
pada masyarakat host country, ketidakseimbangan neraca pembayaran
(balance of payment) yang dapat saja terjadi karena impor lebih besar dari
ekspor9, oleh karena itulah diperlukan keseimbangan pengaturan.
Melihat kondisi Indonesia setidaknya ada lima alasan mendasar mengapa
Indonesia membutuhkan investasi asing saat ini10:
a. Penyediaan lapangan kerja
Sejak terjadinya krisis perbankan pada tahun 1997 yang kemudian
berkembang menjadi krisis ekonomi, pengangguran di Indonesia
mengalami peningkatan yang cukup besar. Menurut Centre for Labour
and Development Studies (CLDS) jumlah pengangguran saat ini sudah
pada tingkat mengkhawatirkan karena jumlahnya mencapai 42 juta jiwa
pada tahun 2002 dan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sekitar
3% maka angka pengangguran tahun 2003 akan mencapai 43,6 juta
dan pada tahun 2004 mencapai 45,2 juta. Pada tahun 2004
pertumbuhan ekonomi sekitar 3%-4% per tahun11 tidak akan cukup
menyerap pengangguran dan tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan
di Indonesia, karena dengan angka pertumbuhan ekonomi sebesar itu
praktis tidak ada aktivitas ekonomi yang mampu menampung luapan
tenaga kerja. Untuk itulah diperlukan investasi.
b. Mengembangkan industri subsitusi impor untuk menghemat devisa
Kehadiran penanaman modal asing dapat dipergunakan untuk
membantu mengembangkan industri subsitusi impor dalam rangka
menghemat devisa. Berkembangnya industri ini akan mengurangi
pengeluaran devisa untuk impor barang-barang jadi.
c. Mendorong berkembangnya industri barang-barang ekspor non-migas
untuk mendapatkan devisa. Pascakrisis ekonomi nasional, ekspor nonmigas mengalami penurunan, padahal dari ekspor inilah Indonesia bisa
memperoleh devisa dengan cepat sehingga bisa dengan cepat
melakukan recovery ekonomi. Untuk menutup transaksi berjalan,
pemerintah harus memacu nilai ekspor baik migas maupun non-migas.
Tercapainya tujuan ini memerlukan investasi asing.
9
David, Schneiderman, Investment Rules and the New Constitualism, (American
Bar Foundation: Law and Social Inquiry, 2000), hal. 759–760
10
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal: Studi
Kesiapan Indonesia dalam Perjanjian Investasi Multilateral, (Medan: Universitas Sumatera
Utara, 2005), hal. 407
11
Asian Development Bank dalam Laporan penelitiannya Tahun 2002 melaporkan
bahwa: Pertumbuhan ekonomi sekitar 3%-4% dalam tiga tahun terakhir sebagian didorong
oleh kenaikan permintaan dan tidak menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga tingkat
pengangguran terus meningkat. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah tidak mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat dan menurunkan kemiskinan. Akibatnya Indonesia
harus memperbaiki iklim investasi.
5
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
d. Pembangunan daerah-daerah tertinggal
Investasi asing diharapkan sebagai salah satu sumber pembiayaan
dalam pembangunan yang dapat digunakan untuk membangun
infrastruktur seperti pelabuhan, listrik, air bersih, jalan, rel kereta api,
dan lain-lain.
e. Alih teknologi
Salah satu tujuan mengundang modal asing adalah untuk mewujudkan
alih teknologi.12 Alih teknologi adalah meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan sebagai upaya mencapai tingkat kemampuan yang
sejajar di bidang teknologi antara berbagai bangsa di dunia.13 Bidang
teknologi adalah kelemahan dari negara-negara berkembang dan sangat
mempengaruhi proses perubahan dari agraris menuju industrialisasi14,
dan untuk maksud tersebut sangat membutuhkan dana yang cukup
banyak. Dari investasi ini, diharapkan pula akan jadi mesin
pertumbuhan dalam pembangunan dan mendorong laju pertumbuhan
ekonomi, memberi kontribusi dalam penyediaan lapangan usaha,
Pendapatan Asli Daerah (PAD), ekspor non-migas, mengatasi
penggangguran, peningkatan SDM, outsourcing, dan lain-lain.15
BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEGIATAN
INVESTASI
Hadirin yang saya hormati,
Paling tidak ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan
kegiatan investasi di suatu negara. Pertama, Faktor Politik. Salah satu yang
menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan modalnya ke suatu
negara adalah kondisi politiknya stabil atau tidak. Mengundang investor
asing dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara, maka ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yakni16: pertama, bahwa kesalahan
(legitimacy) pemerintah yang sedang berkuasa berada pada tingkat yang
tinggi, oleh karena itu kesalahan yang tinggi tersebut patut diduga tidak
akan menjamin kontinuitas dari pemerintah yang bersangkutan. Kedua,
pemerintah harus dapat menciptakan suatu iklim yang merangsang untuk
12
Budiman Ginting, Hukum Investasi: Perlindungan Pemegang Saham Minoritas
dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2007, hal 207
13
Abdurrachman A., Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Cet. 2 Pradnya
Paramita, Jakarta, 1992, hal. 340.
14
Sumantoro, Masalah Pengaturan Alih Teknologi, Alumni, Bandung, 1993, hal. 31
15
Harian Sumut Pos, “Sumut Serap Investasi PMDN Rp. 32 T”, 20 Desember 2006.
16
Sondang P. Siagian, Administrasi Pembangunan. Jakarta, Gunung Agung, 1985,
hal. 88
6
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
investor asing. Artinya bahwa kepada investor asing harus diberikan
keyakinan bahwa modal yang mereka tanamkan memberikan kepada
mereka keuntungan yang wajar sebagaimana halnya apabila modal tersebut
ditanam di tempat lain, baik di negara asalnya sendiri maupun di negara
lain. Ketiga, pemerintah perlu memberikan jaminan kepada para penanam
modal asing tersebut, bahwa dalam hal terjadinya goncangan politik di
dalam negeri, maka modal mereka akan dapat dikembalikan kepada
pemiliknya dan badan usaha mereka tidak dinasionalisasikan. Keempat,
pemerintah harus dapat menunjukkan bahwa pemerintah itu mempunyai
kesungguhan dalam memperbaiki administrasi negaranya, agar dalam
hubungannya dengan investor asing itu, maka permintaan izin dan hal lain
yang menyangkut pembinaan usaha tidak mengalami perubahan-perubahan
birokratisme yang negatif, akan tetapi dapat berjalan lancar dan
memuaskan. Di sini terlihat yang sering menjadi perhatian investor adalah
risiko yang akan dihadapi atas legitimasi dari pemerintah yang sedang
berkuasa.
Kedua, Faktor Ekonomi. Faktor ekonomi dan politik dalam investasi
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, artinya
adanya stabilitas politik dapat menggerakkan roda perekonomian.17 Ketiga,
Faktor Hukum. Faktor hukum ini berkaitan dengan perlindungan yang
diberikan pemerintah bagi kegiatan investasi. Daya tarik investor untuk
menanamkan modalnya sangat tergantung pada sistem hukum yang
mampu menciptakan kepastian hukum (legal certainty), keadilan (fairness),
dan efisiensi (efficiency).18 Bagi investor asing, hukum dan UU menjadi satu
tolok ukur untuk menentukan kondusif tidaknya iklim investasi di suatu
negara. Infrastruktur hukum bagi investor menjadi instrumen penting
dalam menjamin investasi mereka. Hukum bagi mereka memberikan
keamanan, certainty dan predictability atas investasi mereka. Semakin baik
kondisi hukum dan UU yang melindungi investasi mereka, semakin
17
Hal ini terlihat juga pandangan yang cukup kritis dari harian umum Kompas,
dalam editorialnya dikemukakan: “Dalam kondisi dunia yang lebih terbuka, kita tidak bisa
hanya asyik dengan diri kita sendiri. Kita tidak cukup hanya berteriak-teriak bahwa diri kita
ini menarik, padahal kenyataannya tidaklah seperti itu. Semua negara sekarang ini berlomba
untuk mempercantik dirinya. Mereka mencoba menawarkan insentif yang lebih baik agar
para pengusaha tertarik untuk masuk ke negaranya. Intinya, semua berlomba untuk
membuat biaya produktif seefisien mungkin sehingga pengusaha dengan mudah berhitung
bahwa usaha keras yang akan merekalakukan bukanlah pekerjaan yang sia-sia.
Selengkapnya lihat harian umum Kompas edisi 17 April 2004 dengan Tajuk “Saatnya Untuk
Berinvestasi”.
18
Harjono K. Dhaniswara, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan terhadap
Pemberlakuan Undang-Undang Penanaman Modal, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007,
hal. 8; Lihat juga, Hulman Panjaitan, Hukum Penanaman Modal Asing, Jakarta: Ind-Hill, Co,
2003, hal. 10
7
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
dianggap kondusif iklim investasi dari negara tersebut.19 Sementara itu
Pancras J. Nagy secara teoretis menyusun tiga syarat yang harus ada pada
suatu negara agar menarik bagi investor, yaitu economic opportunity
(peluang-peluang ekonomi), political stability (stabilitas politik), dan legal
certainty atau kepastian hukum. Merujuk acuan teoretis atas investasi
tersebut dalam pandangan ekonomi, Indonesia secara umum memiliki
sejumlah keunggulan alamiah (absolute adventages) dan komparatif
(comparative adventages), seperti negeri yang sangat luas dengan
diberkahi kelimpahan kekayaan alam dan jumlah penduduk sangat besar
yang membentuk pasar dan potensi tenaga kerja yang murah. Kenyataan
inilah antara lain yang memberi peluang-peluang ekonomi kepada calon
investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Sementara itu selain peluang-peluang ekonomi yang bersumber dari
kekayaan alam tenaga kerja yang murah, tentunya keiginan investor untuk
datang ke suatu negara sangat dipengaruhi oleh faktor stabilitas politik
(political stability). Terjadinya konflik elite politik atau konflik masyarakat
akan berpengaruh terhadap iklim investasi. Penanaman modal (asing) akan
datang dan mengembangkan usahanya jika negara yang bersangkutan
telah terbangun proses stabilitas politik dan proses demokrasi yang
konstitusional.
Memburuknya iklim investasi, meningkatnya country risk dan belum
mantapnya kondisi sosial politik mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap arus modal. Kondisi semacam inilah yang terjadi dalam
perkembangan politik di Indonesia. Akibatnya terjadilah pelarian arus modal
yang sempat memuncak dan disebutkan pernah mencapai US $40 Milliar
dalam beberapa bulan setelah krisis finansial tahun 1997.20
Pemulihan ekonomi membutuhkan investasi baik dari dalam negeri maupun
dari luar negeri. Para investor akan datang ke suatu negara, bila dirasakan
negara tersebut berada dalam situasi yang kondusif. Untuk mewujudkan
sistem hukum yang mampu mendukung iklim investasi diperlukan aturan
yang jelas mulai dari izin untuk usaha sampai dengan biaya-biaya yang
harus dikeluarkan untuk mengoperasikan perusahaan. Kata kunci untuk
mencapai kondisi ini adalah adanya penegakan supremasi hukum (rule of
law). Dengan demikian, hukum turut memainkan peran penting dalam
menciptakan iklim investasi yang kondusif. Bagaimana hukum dapat
19
Hikmahanto Juwana, Arah Kebijakan Pembangunan Hukum di Bidang
Perekonomian dan Investasi, dalam: Majalah Hukum Nasional, No. 1 tahun 2007, BPHN,
Departemen Hukum dan HAM RI, hal. 71
20
Harian Kompas, “Pelarian Modal Mengapa Terjadi”, 26 Desember 2001.
8
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
berperan dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif? J. D. Nyhart21,
mengatakan bahwa hukum harus mengandung prinsip-prinsip predictability,
procedural capability, codification of goals, education, balance, definition
and clarity of status, serta accommodation agar hukum tersebut mampu
berperan dalam menggerakkan ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut
di atas, maka peraturan-peraturan investasi selayaknya memenuhi unsurunsur teoretis yang dikemukakan Nyhart di atas.
Hukum investasi harus memenuhi untuk keterprediksian (predictability).
Artinya peraturan perundang-undangan yang dapat ditegakkan secara
pasti, akan menjadikan suatu keadaan terprediksi sesuai aturan hukum
yang ada. Keadaan yang demikian sangat penting bagi kegiatan investasi,
karena dengan kondisi yang terprediksi secara akurat dan pasti orang akan
berani melakukan tindakan-tindakan ekonomi dalam investasi. Peraturan
yang selalu berubah-ubah, penegakan yang tidak pasti dan multitafsir akan
menimbulkan keraguan bagi investor untuk menanamkan modal.
Kemampuan prosedural (procedural capability) dilihat dari kemampuan
prosedur yang diciptakan oleh suatu sistem hukum dalam menyelesaikan
masalah yang dibawa kepadanya. Misalnya dalam mengatur peradilan
tribunal (court of administratif tribunal), penyelesaian sengketa di luar
pengadilan (alternative dispute resolution), dan penunjukan arbiter
konsiliasi (conciliation) serta lembaga-lembaga yang berfungsi sama dalam
penyelesaian sengketa. Pada dasarnya investor tidak akan tertarik jika
prosedural hukum tidak dapat ditegakkan secara pasti. Di Indonesia
keadaan ini sangat memprihatinkan dalam rangka upaya menarik investor.
Putusan-putusan badan peradilan yang tidak terprediksi, prosedur
penyelesaian sengketa perburuhan yang kurang efektif mengurangi
kepercayaan investor.
Selanjutnya yang penting untuk dipahami adalah faktor codification of
goals. Harus dipahami bersama oleh seluruh komponen bangsa bahwa
hukum dibuat oleh pembuat hukum ditujukan untuk pembangunan negara,
untuk kepentingan orang banyak, dan tidak sekedar untuk kepentingan
sekelompok orang tertentu. Oleh karena itu agar mempunyai kemampuan
secara efektif, harus ada unsur pendidikannya (education) dan selanjutnya
disosialisasikan
kepada
masyarakat.
Sosialisasi
akan
membantu
menciptakan suasana yang transparan. Dalam kaitannya, peraturanperaturan terkait investasi terbuka secara umum dan mudah diakses oleh
21
J. D. Nyhart, The Role of Law in Economic Development, dalam: Erman
Rajagukguk, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, Jilid 2, Universitas Indonesia,
Jakarta, 1995, hal. 365-367; Bandingkan Juga J. D. Nyhart dalam: Sri Gambir Melati,
Peranan Hukum dalam Pembangunan (Jilid I: Bahan Kuliah), hal. 400-402
9
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
siapa saja yang berkeinginan melakukan kegiatan investasi. Transparansi
ini tidak saja mencakup segi prosedural administratif, juga yang terpenting
adalah transparansi dan kepastian biaya.
Unsur lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa hukum itu berperan
menciptakan keseimbangan (balance), karena hal ini berkaitan dengan
inisiatif pembangunan ekonomi. Dalam kaitannya dengan peraturan
investasi, maka substansi peraturan investasi harus mampu menciptakan
keseimbangan
antara
kepentingan
investor
dengan
kepentingan
masyarakat, negara, keinginan investor, dan tujuan yang ingin dicapai
pemerintah host country dan keseimbangan antara kepentingan investor
asing dan domestik. Dengan demikian, hukum investasi harus dapat
mengakomodasi (accomodation) keseimbangan, definisi dan status yang
jelas bagi kepentingan individu-individu atau kelompok-kelompok dalam
masyarakat.
Terakhir, hukum itu harus berperan dalam menentukan definisi dan status
yang jelas (definition and clarity of status) mengenai segala sesuatu dari
orang yang melakukan kegiatan investasi, dalam hal ini dapat berupa
ketegasan definisi, pengaturan, dan status terhadap investor asing dan
kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, sebenarnya Indonesia
merupakan sebuah negara yang cukup potensial dalam menarik minat
investor. Akan tetapi mengapa pada kenyataannya kepercayaan investor
belum pulih benar terhadap kondisi hukum di negara ini. Selain faktor
pilitik, ekonomi, dan hukum, ada beberapa faktor yang tidak kalah penting
untuk dipertimbangkan sebelum melakukan kegiatan investasi, antara lain
sebagai berikut:
a) Risiko Menanam Modal (Country Risk)
Masalah country risk merupakan faktor yang cukup dominan yang
menjadi dasar pertimbangan dalam melakukan kegiatan investasi.
Salah satu aspek dari country risk yang sangat diperhatikan oleh calon
investor adalah aspek stabilitas politik dan keamanan.22
b) Rentang Birokrasi (Red Tape)
Birokrasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptakan situasi yang
kurang kondusif bagi kegiatan penanaman modal sehingga dapat
mengurungkan niat investor, karena birokrasi yang panjang berarti ada
biaya tambahan yang akan memberatkan para calon investor. Hal ini
22
Mei 1984
10
Business News, Resiko Menanam Modal (Country Risk), Nomor 5559, tanggal 18
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
dapat mengakibatkan usaha yang akan dilakukan tidak layak (feasible)
dalam melakukan kegiatan investasi.
c) Transparansi dan Kepastian Hukum
Adanya transparansi dalam proses dan tata cara penanaman modal
akan menciptakan suatu kepastian hukum serta menjadikan segala
sesuatunya menjadi mudah diperkirakan (predictability). Sebaliknya,
tidak adanya transparansi dan kepastian hukum akan menjadikan
sering berubah-ubah kebijakan, misalnya dalam membuat daftar skala
prioritas serta daftar negatif investasi (negative list) di bidang investasi.
d) Alih Teknologi
Adanya peraturan kewajiban alih teknologi dari negara tuan rumah
(host country) dapat mengurangi minat penanam modal mengingat
bagi mereka teknologi yang mereka gunakan merupakan modal yang
sangat berharga dalam mengembangkan usahanya. Sumantoro
mengatakan ada 4 (empat) hambatan dalam alih teknologi23:
Pertama, hambatan yang timbul dari dari ketidaksempurnaan pasar
teknologi;
Kedua,
hambatan yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman dan
keterampilan. Pihak negara penerima teknologi/negara
berkembang dalam menyelesaikan perjanjian hukum yang
memadai untuk memperoleh teknologi tersebut;
Ketiga,
hambatan dari sikap pemerintah baik legislatif maupun
administratif di negara maju atau negara berkembang yang
mempengaruhi pelaksanaan alih teknologi dan perolehannya
bagi pihak penerima teknologi di negara berkembang;
Keempat, berupa hambatan seperti sumber keuangan karena tingginya
biaya teknologi bagi negara berkembang, terutama dalam
menemukan faktor-faktor yang menentukan harga yang
layak.
e) Ketenagakerjaan
Sebagaimana disadari, antara masalah penanaman modal dengan
masalah ketenagakerjaan terdapat hubungan timbal balik yang sangat
erat. Penanaman Modal di satu pihak memberikan implikasi terciptanya
lapangan kerja yang menyerap sejumlah tenaga kerja di berbagai
sektor sementara di lain pihak kondisi sumber daya manusia yang
tersedia dan situasi ketenagakerjaan yang melingkupinya akan
memberikan pengaruh yang besar pula bagi kemungkinan peningkatan
atau penurunan penanaman modal.24
23
24
1994.
Sumantoro, op cit, hal. 26-27
Business News, Faktor SDM dalam Rangka PMA, Nomor 5568, tanggal 10 Juni
11
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
f)
Ketersediaan Infrastruktur
Tersedianya jaringan infrastruktur yang memadai akan sangat berperan
dalam menunjang keberhasilan suatu kegiatan penanaman modal, hal
itupun menjadi faktor yang penting sebagai pertimbangan bagi para
calon investor. Tersedianya jaringan infrastruktur pokok, seperti
perhubungan (darat, laut, dan udara), energi, serta sarana telekomunikasi
biasanya merupakan faktor yang sangat diperlukan oleh calon investor.
IKLIM INVESTASI DI INDONESIA
Hadirin yang saya muliakan,
Berbagai kalangan menyatakan bahwa iklim investasi di Indonesia dinilai
sebagai salah satu yang terburuk di dunia. Juga untuk kesekian kalinya,
Bank Dunia memberikan penilaian yang sama. Indonesia bukan menjadi
tujuan utama investasi asing. Para pemodal yang sudah mengenal
Indonesia pun berusaha menghindari negeri ini. Hasil survei Bank Dunia
terhadap 155 negara menunjukkan, iklim investasi di Indonesia tergolong
paling buruk di muka bumi. Iklim investasi yang dimaksudkan mencakup
stabilitas ekonomi makro, kepastian hukum, sistem perpajakan, regulasi,
korupsi, ketersediaan SDM terampil, dan ketersediaan infrastruktur (listrik,
jalan, pelabuhan, telekomunikasi, dan sebagainya). Dalam laporan Bank
Dunia berjudul “Doing Business in 2006” dijelaskan, untuk memulai bisnis di
Indonesia, para pemodal membutuhkan waktu 151 hari. Hanya sedikit lebih
cepat dibanding Laos. Waktu yang diperlukan memang sangat panjang
karena para pemodal harus melewati 12 prosedur. Sedangkan biaya untuk
memulai usaha yang harus dikeluarkan investor mencapai 101,7% dari PDB
per kapita. Dari 26 negara yang disurvei, Indonesia hanya lebih baik dari
Timor Leste dan Laos.25
Untuk sekadar mendapatkan perizinan di Indonesia, pemodal harus
menghabiskan waktu 224 hari. Biaya minimal yang dikeluarkan 364,9%
dari PDB per kapita dan modal minimum yang dihabiskan 97,8% dari PDB
per kapita. Kondisi ini diperparah oleh korupsi yang merebak di manamana, dan di berbagai level. Untuk memperlancar proses perizinan,
25
http://go.worldbank.org/WA3UHNX600, diakses tanggal 19 Agustus 2008;
Bandingkan juga dengan Businees News Indonesia, 21 November 2005, dalam: Seminar
Anak Dunia dengan Indonesia, dengan judul: Improving Indonesia Investment Climate,
Reform Experience from the Region, menyatakan bahwa Indonesia tertinggi dalam biaya
mem-PHK karyawan yang mencapai 145 gaji mingguan, lebih jelek dari pada Vietnam
dengan biaya PHK 98 gaji mingguan karyawan.
12
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
pemodal terpaksa menyerahkan sejumlah uang. Tidak jarang, setelah
menerima uang, permintaan pemodal tidak segera diselesaikan.26
Regulasi di Indonesia dinilai sangat lemah dan ini nyaris mencakup semua
aspek. Sebutlah regulasi di bidang perpajakan, ketenagakerjaan, perizinan,
kepemilikan properti, investasi, dan sebagainya. Regulasi yang lemah
menyebabkan ketidakpastian hukum dan dalam ketidakpastian hukum
pungutan liar dan berbagai tindak korupsi merajalela. Para pengusaha
selama ini mengeluhkan tarif pajak yang terlalu tinggi, jenis pajak yang
terlampau banyak, pajak berganda (double taxation), dan posisi petugas
pajak yang terlampau tinggi. Sistem perpajakan di Indonesia sama sekali
tidak mencerminkan kesetaraan antara wajib pajak dengan petugas pajak.
Sistem perpajakan di Indonesia terlalu memberatkan pengusaha. Survei
Bank Dunia menunjukkan, pengusaha harus membayar pajak sebesar
38,8% dari keuntungan kotor. Selain menguras dana begitu besar, para
pengusaha menyisihkan waktu hingga 560 jam per tahun untuk mengurusi
pembayaran pajak. Pada awal 1990-an, Indonesia digolongkan dalam satu
gerbong dengan Malaysia dan Thailand sebagai negara berkembang yang
segera menjadi negara industri baru. Namun, pada awal 2000-an,
Indonesia sudah dipindahkan ke gerbong lain bersama Vietnam dan Cina.
Kini, Cina dan Vietnam lebih menarik minat pemodal asing ketimbang
Indonesia. Tiada solusi lain untuk membuka lapangan pekerjaan selain
memperbaiki iklim investasi. Hanya dengan iklim investasi yang kondusif,
para pemodal, dalam dan luar negeri, berani menanamkan modalnya.27
Di lain pihak, Bank Dunia memaparkan sejumlah indikator yang
menunjukkan bahwa iklim investasi Indonesia adalah yang terjelek di Asia
Tenggara, antara Kamboja dan Filipina. Yang paling baik adalah Malaysia
dan tentu Singapura. Temuan Bank Dunia lainnya adalah, Indonesia
tertinggi dalam biaya mem-PHK karyawan, yang mencapai 145 gaji
mingguan, lebih jelek daripada di Vietnam dengan biaya PHK 98 gaji
mingguan karyawan.28
Kembali kepada iklim investasi Indonesia, dua urusan sektoral cukup
banyak kena sorotan dan ada desakan agar segera ditangani oleh
pemerintah. Pertama adalah sektor perpajakan. Yang memberatkan iklim
investasi bukan tarifnya (tarif 30% sudah cukup layak karena di Malaysia
saja 28%) akan tetapi regulasi dan administrasinya. Urusan pajak menyita
26
27
28
Ibid.
http://go.worldbank.org/WA3UHNX600, diakses tanggal 19 Agustus 2008
Business News Indonesia: 21 November, 2005
13
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
terlalu banyak waktu bagi pengusaha karena rata-rata ia harus menyisihkan
560 jam setahun (angka Bank Dunia). Urusan kedua yang perlu direformasi
segera adalah bidang perburuhan, yang biaya PHK-nya terlalu tinggi.
Sementara itu menurut Ibu Dato' Kaziah Abd. Kadir, bahwa Malaysia
memberikan banyak sekali insentif, artinya pembebasan serta kelonggaran
pajak, apakah insentif-insentif demikian yang paling penting?29 Selama
Indonesia belum mampu keluar dari permasalahan di atas maka daya saing
kita di luar negeri tetap lemah, hal ini dibuktikan hasil beberapa lembaga
penelitian Pemeringkat Daya Saing yang layak dicermati:
1) International Institute for Management Development (IMD)
IMD yang berbasis di Lausanne (Swiss) dalam World Competitive Report
Year Book 2005, menerbitkan hasil survei yang dilakukan terhadap
negara-negara, baik di kawasan Asia Pasifik maupun di 60 negara di
seluruh dunia mengenai daya saing investasi masing-masing negara.
Parameter kinerja yang digunakan adalah kinerja ekonomi, efisiensi
pemerintah, efisiensi bisnis, dan kualitas infrastruktur. Hasil dari
penelitian tersebut menyatakan bahwa Indonesia berada di urutan
terbawah di kawasan Asia Pasifik, sedangkan di 60 negara yang di
survei di seluruh dunia, Indonesia berada pada urutan ke 60.30
2). Political and Economic Risk Consultancy (PERC)
PERC yang berbasis di Hongkong telah melaporkan hasil penelitiannya
terhadap sistem hukum di 12 Negara di Asia dari sudut pandang
ekspatriasi yang bekerja di negara-negara tersebut pada tahun 2005.
Unsur-unsur dari sistem hukum yang diteliti adalah sistem peradilan,
kepolisian,
korupsi,
penegakan
hukum
kontrak
atau
perjanjian,
penegakan HAKI, keamanan, penyelesaian sengketa, serta aturan nilai
tukar. Range (pengukur) nilai yang digunakan adalah 0 untuk yang
terbaik dan 10 untuk yang terburuk. Hasil dari penelitian tersebut
menempatkan Indonesia berada pada posisi terburuk sistem hukumnya
(8,85), diikuti oleh Vietnam (8,40), Cina (8,15), Filipina (8,10),
Thailand (7,65) dan India (7,20). Sementara yang terbaik itu adalah
Hongkong (1,73), diikuti dengan Singapura (1,75), Jepang (2,73),
Korea Selatan (3,96), Taiwan (5,07), dan Malaysia (6,06).
3) Japan Bank for International Cooperation (JBIC)
JBIC melakukan survei pada 401 perusahaan Jepang yang akan
berinventasi di luar negara Jepang. Hasil Survei menunjukkan bahwa
327 perusahaan memilih Cina, 127 perusahaan memilih Amerika
Serikat, 99 perusahaan memilih Thailand, dan 56 perusahaan memilih
29
30
14
http://go.worldbank.org/CRFBL0Y4A0, diakses tanggal 15 Agustus 2008.
Kompas, 13 Mei 2006
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
Indonesia. Dari 10 negara tujuan investasi Jepang, Indonesia berada
pada urutan ke-4, padahal pada masa lalu Indonesia pernah menjadi
tujuan utama investasi di Indonesia.31
4) World Investment Report 2002
Laporan dari World Investment Report menunjukkan bahwa kinerja
investasi asing langsung Indonesia hanya berada di 20 terbawah, hanya
di atas Suriname dan Yaman. Sebagai perbandingan, indeks kinerja
PMA Indonesia pada tahun 1988-1990 masih berada diurutan 68,
sementara setelah krisis antara tahun 1998-2000 Indonesia merosot
berada diurutan 138 dari 146 negara.
5) World Bank
World Bank dalam laporannya dengan judul Doing Business in 2004:
removing obstacles to growth menyampaikan penelitian terhadap 145
negara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa negara-negara yang
paling sulit di dunia untuk menjalankan bisnis antara lain Indonesia,
Laos, Kamboja, dan Vietnam. Sementara itu negara-negara yang paling
kondusif adalah New Zealand, Australia, Singapura, Hongkong, Thailand,
Malaysia, dan Korea Selatan. Dalam laporan tersebut juga dikemukakan
aspek hambatan investasi di Indonesia yang meliputi ketidakpastian
hukum, isu keamanan, implementasi otonomi daerah yang bermasalah,
dan korupsi. Di samping itu, dari sisi perizinan, Indonesia termasuk
lama (151 hari) dibandingkan dengan negara-negara lain yang rata-rata
hanya membutuhkan 27 hari. Bahkan, Indonesia di bawah Kamboja
(94) hari dan hanya berada di bawah Laos (198 hari).
6
AC Nielsen
AC Nielsen melakukan survei terhadap 8.000 pengusaha kawasan di
Asia Pasifik dan menyimpulkan bahwa Indonesia adalah negara paling
pesimistik di Kawasan Asia Pasifik.
7
UNDP (The United Nations Development Programs)
Pada Tahun 2004, UNDP melakukan pemeringkatan negara-negara
berdasarkan atas Indeks Pembangunan Manusia (Human Development
Index). Parameter yang digunakan adalah hak-hak dasar pembangunan
manusia yang meliputi pangan yang cukup, pelayanan kesehatan dasar,
rasa aman, dan terlindungi sebagai warga negara. Dari 175 warga
negara yang diteliti, Indonesia berada pada peringkat ke 111. Pada
tahun 2003, Indonesia berada pada peringkat 112, sementara pada
tahun 2002 berada pada peringkat 110. Di kawasan ASEAN, Indonesia
31
Juni 2005.
Harian The Jakarta Post, “HK, Singapore Best Judicial Systems, RI the Worst”, 3
15
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
berada pada urutan ke-7 dari 10 negara, hanya di atas Laos, Myanmar,
dan Kamboja.
PEMBAHARUAN DAN PENEGAKAN HUKUM
Hadirin yang saya muliakan,
Upaya menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia perlu segera
dilakukan pembaharuan atau perubahan terhadap UU bidang ekonomi dan
penegakan hukum. Dalam konteks pembaharuan hukum sebagai sarana
mempelancar
jalannya
investasi
guna
mendukung
perekonomian
hendaknya berorientasi kepada jaminan dan kepastian hukum yang sesuai
dengan yang diinginkan para investor dan host country. Di samping itu,
yang tidak kalah pentingnya adalah penegakan hukum. Penegakan hukum
itu sendiri dapat dilihat dari kinerja aparat penegak hukum dalam
melakukan penegakan peraturan dan keputusan sesuai dengan peraturan
tanpa membedakan subjek hukum.
Penegakan hukum yang baik dapat merangsang investor untuk
menanamkan modalnya. Penegakan hukum dapat dilakukan melalui sistem
peradilan yang efisien dan efektif. Upaya-upaya peningkatan efisiensi
lembaga peradilan di negara maju dan negara berkembang sangat
bervariasi. Namun demikian terdapat tiga elemen sebagai kunci
keberhasilan upaya peningkatan efisiensi lembaga peradilan, yaitu pertama,
peningkatan akuntabilitas hakim. Kedua, penyederhanaan prosedur
peradilan, dan ketiga peningkatan anggaran.32
Sementara itu menurut studi yang dilakukan Burg’s33, mengenai
pembangunan hukum dalam bidang ekonomi terdapat 5 (lima) unsur yang
harus dikembangkan agar tidak menghambat ekonomi, yaitu stabilitas
(stability), prediksi (predictability), keadilan (fairness), pendidikan
(education), dan pengembangan kemampuan khusus dari ahli hukum (the
special development abilities of the lawyer). Selanjutnya Burg’s
mengemukakan supaya sistem ekonomi berfungsi, unsur stabilitas dan
unsur prediksi memegang peran penting untuk mengakomodasi dan
menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing, dan bisa
memprediksi ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan kegiatan
32
The World Bank, World Development Report 2002 Building Institutions for Market,
New York: Oxford University Pres, 2002, Hal. 124.
33
Leonard J. Theberge, “Law And Economic Development,” Journal of International
Law And Policy¸ Vol. 9, 1980.
16
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
ekonomi suatu negara menuju terciptanya kepastian berusaha. Hal ini
sejalan dengan pendapat dari J.D. Nyhart, yang mengemukakan konsep
hukum yang baik yang dijadikan sebagai dasar pembangunan bidang
ekonomi, yakni mengandung prinsip-prinsip predictability, procedural
capability, codification of goals, education, balance, definition and clarity of
status serta accomodation, seperti yang telah diutarakan pada bagian
sebelumnya.34
Dalam sistem penegakan hukum patut disimak apa yang dikatakan oleh
Lawrence M. Friedman yang menegaskan bahwa secara teoretis ada tiga
unsur yang berpengaruh terhadap berfungsinya sistem hukum, yakni
substansi hukum, struktur hukum, dan kultur hukum. Ketiga unsur sistem
hukum tersebut harus berjalan secara sinergis agar tujuan hukum dapat
tercapai.35 Dalam konteks ini, maka substansi hukum investasi di Indonesia
harus memperhatikan sepenuhnya unsur-unsur penting dalam hukum agar
berfungsi menunjang kegiatan ekonomi. Kemudian struktur hukum harus
menunjang penegakan substansi hukum, termasuk dalam hal ini adalah
keberadaan dan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di
badan-badan peradilan di Indonesia yang mengalami penurunan.
Keseluruhan faktor ini, secara teoretis dapat disebabkan oleh buruknya
kultur hukum dari aparatur penegak hukum dan kultur hukum masyarakat
yang kurang mendukung. Ketika salah satu unsur atau lebih dari sistem
hukum tersebut mengalami gangguan, maka tujuan yang ingin dicapainya
pun tidak akan terwujud secara optimal. Kondisi inilah yang terjadi dalam
hukum investasi di Indonesia.
Oleh karena itu sangat tepat upaya pemerintah saat ini telah melakukan
revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 yo. UU No. 11 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing, melalui UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Sebagai upaya implementasi dari UU No. 25
Tahun 2007 Presiden RI telah menerbitkan dua Peraturan Presiden yakni
Perpres No. 76 dan Perpres No. 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang
Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan
di Bidang Penanaman Modal. Diterbitkannya peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maksudnya
tak lain guna mendorong pertumbuhan investasi di negeri ini. Perpres No.
76 adalah menyangkut tentang kriteria dan persyaratan penyusunan bidang
34
J. D. Nyhart, loc.cit; Bandingkan juga dengan, Bismar Nasution, Pengaruh
Globalisasi Ekonomi pada Hukum Indonesia, dalam: Majalah Hukum Fakultas Hukum USU
Vol. 8 No. 1, Medan 2003, hal
35
Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction, New York: W.W. Norton
and Company, 1984, hal. 5-6.
17
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
usaha yang tertutup dan terbuka atau lebih dikenal Daftar Negatif Investasi
(DNI). Sedangkan Perpres No. 77 adalah mengenai daftar bidang usaha
yang bersangkutan. Kedua peraturan ini dibuat tidak lain adalah untuk
menjaring investor baik lokal maupun luar negeri. Boleh jadi kita semua
masih ingat sejak pergantian Soeharto sebagai Presiden RI, secara makro
perekonomian Indonesia mengalami kemerosotan. Pembangunan di segala
bidang macet dan terhenti. Pertumbuhan sektor riil tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Selain itu, sektor perbankan yang seharusnya
mem-back up pelaku usaha takut mengucurkan kredit. Akibatnya dunia
usaha pun collapse.
Memang
dari
sisi
statistik
yang
dikeluarkan
oleh
pemerintah
memperlihatkan adanya angka kenaikan di sektor investasi dari tahun ke
tahun. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sendiri setiap enam
bulan selalu menegaskan adanya kenaikan investasi.
Tapi tentu kita semua sadar bahwa “persetujuan izin investasi” dari BKPM
itu belum menjamin adanya kesamaan dengan “realisasi investasi” yang
ada di lapangan. Artinya investor boleh saja memohon izin penanaman
modal terlebih dahulu, tapi giliran untuk pelaksanaan investasi, bukan
sedikit yang melakukan gerakan “wait and see”. Mengapa gejala ini selalu
timbul? Itu tak lain karena investor masih meraba-raba akan manfaatnya
berinvestasi di Indonesia. Lantas apakah dengan diterbitkannya dua Perpres
tadi sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Penanaman Modal
(UUPM) otomatis bisa menarik minat investor ke Indonesia? Perlu diingat
bahwa, untuk berinvestasi di Indonesia umumnya investor mempunyai
berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah faktor keuntungan. Sejauh
manakah suatu keuntungan dapat diperoleh dalam suatu investasi yang
direncanakan? Katakanlah untuk suatu proyek farmasi – industri obat jadi –
bahan baku obat, yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sejauh
manakah investor asing boleh menanamkan modal, dengan membuka
pabrik di Indonesia?
Perpres No. 77 Tahun 2007 menegaskan investor asing dapat menguasai
saham sebesar 75 persen dari saham yang ditanamkan. Berbeda dengan
peraturan sebelumnya yakni Kepres No. 96 Tahun 2000, yang
memperkenankan posisi saham asing sebesar 100 persen. Dari segi pelaku
usaha asing, adanya perubahan komposisi saham ini tentu kurang
menguntungkan, karena tidak dapat menguasai keseluruhan saham dari
perusahaan yang didirikan. Lebih-lebih bilamana komposisi saham lokal dan
asing yang diperkenankan adalah masing-masing 50 persen. Keadaan ini
sangat menyulitkan posisi hukum masing-masing bilamana terjadi sengketa
18
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
antara dua pihak. Karena kedua pihak mempunyai kedudukan hukum yang
sangat kuat. Tidak jarang dalam suatu RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham) dari suatu PT (Perseroan Terbatas) PMA yang didirikan, suatu
perseroan tidak dapat mengambil suatu keputusan/kebijakan karena salah
satu pihak tidak hadir dalam suatu rapat yang diadakan, sehingga tidak
mencapai kuorum untuk diadakannya suatu rapat. Konsekuensinya adalah
merugikan suatu perusahaan. Kita bisa saja membenarkan dalih
nasionalisme berkaitan pembatasan dari investasi/saham-saham asing
dalam suatu perseroan, tapi apakah itu punya dampak positif bagi
pertumbuhan sektor riil secara nasional? Bukankah persoalan komposisi
saham ini lebih bergantung pada bagaimana kita mengatur dalam suatu
perjanjian untuk memproteksi pemegang saham nasional.
Sebutkan saja sebuah contoh bagaimana kita mengatur dalam soal
perjanjian franchising. Dalam suatu perjanjian franchising diatur hak dan
kewajiban masing-masing pemberi dan penerima franchise. Klausula yang
menyangkut transfer of technology, know how, pelatihan-pelatihan
management, selalu diabaikan oleh franchisee. Akibatnya sudah bertahuntahun jadi penerima franchise tidak menerima ilmu dari franchisor.
Melainkan lebih cenderung sebagai pelaksana/pengguna dari franchising.
Konsekuensinya frenshisee selaku pelaku nasional tidak dapat berkembang
untuk usaha lain. Karena pengalaman yang diperoleh franchising tidak
diperoleh secara maksimal.36
Hadirin yang saya muliakan,
1. Paket Kebijakan Investasi di Indonesia
Sejak awal tahun 1970-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an,
Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi tinggi yang didorong oleh
peningkatan investasi dan perluasan sektor industri. Sayangnya, krisis
keuangan pada tahun 1997-98 ditambah krisis-krisis lain, telah
memperlemah sistem keuangan dan tata kelola pemerintahan (governance)
yang menyebabkan penurunan investasi dan perlambatan perkembangan
sektor swasta. Investasi menurun drastis, menurunkan kegiatan
perekonomian secara umum. Pada tahun 2003, Bank Pembangunan Asia
(ADB) dan Bank Dunia (WB), bekerja sama dengan Kementerian
Koordinator Bidang Ekonomi dan Badan Pusat Statistik (BPS) telah
melakukan studi tentang Iklim Investasi dan Produktivitas di Indonesia
36
Harian Analisa, “Aturan Investasi Apa Menariknya bagi Investor”, 16 Juli 2007
19
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
(ICS). Hasil studi menunjukkan tingkat investasi sekarang hanya sekitar
16% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh dari kondisi sebelum krisis
yang sudah mencapai lebih dari 30%.
Pertumbuhan ekonomi sekitar 3-4% dalam tiga tahun terakhir, sebagian
besar didorong oleh kenaikan permintaan dan tidak menciptakan lapangan
pekerjaan baru sehingga tingkat pengangguran terus meningkat. Tingkat
pertumbuhan ekonomi yang rendah ini juga tidak mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat dan menurunkan kemiskinan.
Akibatnya, Indonesia sekarang menghadapi tantangan berat, yaitu
bagaimana bisa mencapai lagi pertumbuhan ekonomi tinggi yang
berkesinambungan. Tantangan ini sejalan dengan tekad pemerintah baru
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 7% per tahun. Salah
satu kunci untuk mencapai tingkat pertumbuhan tersebut adalah dengan
memperbaiki iklim investasi yang dalam beberapa tahun terakhir ini
melemah. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyak perusahaan industri yang
tutup atau memindahkan usaha ke negara lain seperti ke Repu
TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI
DI INDONESIA
Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi pada Fakultas Hukum,
diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara
Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 20 September 2008
Oleh:
BUDIMAN GINTINGs
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
Bismillahirrahmanirrahim
Yang terhormat,
•
•
•
•
•
•
•
•
Bapak Ketua dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera
Utara
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara
Para Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara
Ketua dan Anggota Senat Akademik Universitas Sumatera Utara
Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara
Para Dekan Fakultas/Pembantu Dekan, Direktur Sekolah Pascasarjana,
Direktur dan Ketua Lembaga di lingkungan Universitas Sumatera Utara
Para Dosen, Mahasiswa, dan Seluruh Keluarga Besar Universitas
Sumatera Utara
Seluruh Teman Sejawat serta para undangan dan hadirin yang saya
muliakan
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,
Pertama sekali marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT,
atas nikmat dan karunia yang dilimpahkan kepada kita, sehingga kita dapat
hadir mengikuti upacara ini dalam keadaan sehat wal’afiat. Salawat beriring
salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatsahabatnya, mudah-mudahan kelak kita mendapat syafa’at darinya.
Selanjutnya, atas izin dan rida Allah SWT, serta dengan segala kerendahan
hati, perkenankan saya menyampaikan pidato ilmiah pengukuhan saya
sebagai Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
dengan judul:
“KEPASTIAN HUKUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PERTUMBUHAN INVESTASI DI INDONESIA”
PENDAHULUAN
Hadirin yang saya muliakan,
Berbicara tentang kepastian hukum berarti tidak terlepas dari makna apa
tujuan hukum itu sebenarnya. Kepastian hukum adalah salah satu dari
tujuan hukum, di samping yang lainnya yakni kemanfaatan dan keadilan
1
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
bagi setiap insan manusia selaku anggota masyarakat yang plural dalam
interaksinya dengan insan yang lain tanpa membedakan asal usul dari
mana dia berada.1 Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum tidak
akan terlepas dari fungsi hukum itu sendiri. Fungsi hukum yang terpenting
adalah tercapainya keteraturan dalam kehidupan manusia dalam
masyarakat. Keteraturan ini yang menyebabkan orang dapat hidup dengan
berkepastian, artinya orang dapat mengadakan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat karena ia dapat mengadakan
perhitungan atau prediksi tentang apa yang akan terjadi atau apa yang bisa
ia harapkan. Dalam dunia usaha, kepastian hukum sangat diperlukan untuk
menjamin ketenangan dan kepastian berusaha.
Pengaturan tentang kegiatan penanaman modal di Indonesia diatur dalam
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf a, disebutkan bahwa kegiatan penanaman modal diselenggarakan
berdasarkan asas kepastian hukum. Sementara itu yang dimaksud dengan
“asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan
hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam
setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.2 Dalam
konteks ini yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah adanya
konsistensi peraturan dan penegakan hukum di Indonesia. Konsistensi
peraturan ditunjukkan dengan adanya peraturan yang tidak saling
bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan yang lain, dan dapat
dijadikan pedoman untuk suatu jangka waktu yang cukup, sehingga tidak
terkesan setiap pergantian pejabat selalu diikuti pergantian peraturan yang
bisa saling bertentangan.
Di Indonesia kegiatan penanaman modal baik dalam rangka Penanaman
Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional.3 Penanaman modal asing di Indonesia sudah berlangsung sejak
1
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief B. Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum: Suatu
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I, Bandung: Alumni,
2000, hal. 49. Bandingkan dengan Mertokusumo, Soedikno, Mengenal Hukum: Suatu
Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1988, hal.57
2
Lihat dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf a UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Selain asas kepastian hukum dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 25 Tahun
2007 diatur pula asas keterbukaan; akuntabilitas; perlakuan yang sama dan tidak
membedakan asal negara; kebersamaan; efisiensi berkeadilan; berkelanjutan; berwawasan
lingkungan; kemandirian; dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
3
Selengkapnya Pasal 3 ayat (2) berbunyi: Tujuan penyelenggaraan penanaman
modal, antara lain untuk: a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. menciptakan
lapangan kerja; c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; d. meningkatkan
kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan
teknologi nasional; f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g. mengolah ekonomi
2
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
sebelum Indonesia merdeka dan berkembang terus-menerus sampai
sekarang menjadi bagian penting bagi perkembangan hukum dan
pertumbuhan ekonomi. Penanaman modal asing memerlukan hukum dan
institusi hukum yang kondusif. Dalam hal ini kepastian hukum merupakan
unsur yang sama pentingnya dengan stabilitas politik dan kesempatan
ekonomi.4 Sementara itu pertumbuhan investasi sebagaimana diamanatkan
dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, adalah bertujuan
untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan
ekonomi nasional bermaksud mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi
Indonesia. Guna merealisasikannya diperlukan peningkatan penanaman
modal atau investasi untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan
ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam
negeri maupun dari luar negeri.5
PENTINGNYA INVESTASI ASING BAGI INDONESIA
Hadirin yang saya muliakan,
Idealnya biaya pembangunan nasional diperoleh dari sumber-sumber
pembiayaan dalam negeri. Prinsip kemandirian seperti ini penting, terutama
untuk mengurangi ketergantungan pada luar negeri. Hal ini pernah
dijadikan sebagai landasan konstitusional yang diwujudkan sebagai prinsip
dalam menarik investor asing di Indonesia sebagaimana yang dimuat dalam
TAP MPRS Nomor XXVIII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Landasan
Ekonomi Keuangan dan Pembangunan telah meletakkan asas Mandiri
sebagai salah satu pilar fundamental dalam pembangunan nasional. Namun
asas tersebut dikatakan tidak menutup kemungkinan untuk memanfaatkan
bantuan luar negeri, termasuk investasi asing, sepanjang bantuan tersebut
merupakan faktor pelengkap dan tidak menyebabkan ketergantungan
kepada pihak asing.
Namun dalam kenyataannya upaya untuk mengolah kekuatan ekonomi
potensial menjadi kekuatan ekonomi riil tidak dapat sepenuhnya
dilaksanakan dengan kekuatan sendiri. Beberapa kendala seperti rendahnya
tingkat tabungan (saving) masyarakat, akumulasi modal yang belum efektif
dan efisien, keterampilan (skill), kemampuan manajemen dan teknologi
yang belum memadai sering menciptakan gaps antara kebutuhan
potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari
dalam negeri maupun dari luar negeri; dan h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4
Suparji dalam: Harian Bisnis Indonesia 7 April 2006
5
Pasal 3 ayat (2) huruf g UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
3
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
pembangunan dan sumber daya yang tersedia. Kendala ini umumnya
dialami oleh negara-negara berkembang, sehingga mendorong munculnya
kebijakan untuk memanfaatkan bantuan-bantuan luar negeri, terutama
dalam bentuk kegiatan investasi.
Bagi negara tempat dilakukannya kegiatan investasi (host country)
kehadiran investasi asing tidak saja penting dari segi perolehan devisa atau
untuk melengkapi keterbatasan biaya pembangunan, tetapi efek lain yang
ditimbulkan oleh kegiatan investasi pada pembangunan ekonomi host
country, antara lain penyediaan lapangan kerja, penghematan devisa
melalui
pengembangan
industri
substitusi
impor,
mendorong
berkembangnya
industri
non-migas,
pembangunan
daerah-daerah
tertinggal, alih teknologi, dan peningkatan sumber daya manusia.6
Berdasarkan pertimbangan tersebut saat ini banyak negara yang berlombalomba memberikan kemudahan bagi investor asing untuk menarik minat
mereka menanamkan modal. Fenomena ketatnya persaingan untuk menarik
investasi asing terutama sejak tahun 1990-an ketika sebagian besar negara
berkembang melakukan perubahan orientasi kebijakan industri dari yang
bercorak industri substitusi impor ke arah kebijakan industri yang lebih
berorientasi ekspor untuk menghasilkan devisa.7 Menurut laporan dari
World Investment Report, sejak tahun 1990-an sampai dengan tahun 2001,
aliran modal asing ke negara-negara berkembang meningkat sampai lima
kali lipat dan mencapai jumlah sebesar US $237 billion. Kecenderungan
aliran modal sebagian besar masuk ke wilayah Asia, dan 80% dari aliran
modal asing di Asia terkonsentrasi pada negara Republik Rakyat Cina.8
Dengan demikian kehadiran investasi asing memberikan sejumlah manfaat
bagi negara tuan rumah (host country). Manfaat secara langsung diperoleh
dari pemasukan tambahan devisa yang berasal dari modal yang dibawa dan
pajak-pajak yang dibayarkan kepada negara. Manfaat lainnya adalah
penyerapan tenaga kerja, pembangunan infrastruktur ekonomi, alih
teknologi, percepatan pengembangan sumber daya manusia melalui
transfer keahlian, manajemen, dan multiplier effect yang ditimbulkan
kegiatan investasi asing bagi kegiatan ekonomi nasional. Kegiatan investasi
asing dapat pula mengakibatkan sejumlah dampak negatif, misalnya
semakin buruknya distribusi pendapatan karena terjadinya perbedaan
tingkat upah antara golongan pekerja, mendorong pola konsumsi mewah
6
Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 20-39
7
United Nations Conference on Trade and Development, World Investment Report;
Promoting Linkage, Geneva and New York, 2001.
8
Ibid
4
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
pada masyarakat host country, ketidakseimbangan neraca pembayaran
(balance of payment) yang dapat saja terjadi karena impor lebih besar dari
ekspor9, oleh karena itulah diperlukan keseimbangan pengaturan.
Melihat kondisi Indonesia setidaknya ada lima alasan mendasar mengapa
Indonesia membutuhkan investasi asing saat ini10:
a. Penyediaan lapangan kerja
Sejak terjadinya krisis perbankan pada tahun 1997 yang kemudian
berkembang menjadi krisis ekonomi, pengangguran di Indonesia
mengalami peningkatan yang cukup besar. Menurut Centre for Labour
and Development Studies (CLDS) jumlah pengangguran saat ini sudah
pada tingkat mengkhawatirkan karena jumlahnya mencapai 42 juta jiwa
pada tahun 2002 dan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sekitar
3% maka angka pengangguran tahun 2003 akan mencapai 43,6 juta
dan pada tahun 2004 mencapai 45,2 juta. Pada tahun 2004
pertumbuhan ekonomi sekitar 3%-4% per tahun11 tidak akan cukup
menyerap pengangguran dan tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan
di Indonesia, karena dengan angka pertumbuhan ekonomi sebesar itu
praktis tidak ada aktivitas ekonomi yang mampu menampung luapan
tenaga kerja. Untuk itulah diperlukan investasi.
b. Mengembangkan industri subsitusi impor untuk menghemat devisa
Kehadiran penanaman modal asing dapat dipergunakan untuk
membantu mengembangkan industri subsitusi impor dalam rangka
menghemat devisa. Berkembangnya industri ini akan mengurangi
pengeluaran devisa untuk impor barang-barang jadi.
c. Mendorong berkembangnya industri barang-barang ekspor non-migas
untuk mendapatkan devisa. Pascakrisis ekonomi nasional, ekspor nonmigas mengalami penurunan, padahal dari ekspor inilah Indonesia bisa
memperoleh devisa dengan cepat sehingga bisa dengan cepat
melakukan recovery ekonomi. Untuk menutup transaksi berjalan,
pemerintah harus memacu nilai ekspor baik migas maupun non-migas.
Tercapainya tujuan ini memerlukan investasi asing.
9
David, Schneiderman, Investment Rules and the New Constitualism, (American
Bar Foundation: Law and Social Inquiry, 2000), hal. 759–760
10
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal: Studi
Kesiapan Indonesia dalam Perjanjian Investasi Multilateral, (Medan: Universitas Sumatera
Utara, 2005), hal. 407
11
Asian Development Bank dalam Laporan penelitiannya Tahun 2002 melaporkan
bahwa: Pertumbuhan ekonomi sekitar 3%-4% dalam tiga tahun terakhir sebagian didorong
oleh kenaikan permintaan dan tidak menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga tingkat
pengangguran terus meningkat. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah tidak mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat dan menurunkan kemiskinan. Akibatnya Indonesia
harus memperbaiki iklim investasi.
5
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
d. Pembangunan daerah-daerah tertinggal
Investasi asing diharapkan sebagai salah satu sumber pembiayaan
dalam pembangunan yang dapat digunakan untuk membangun
infrastruktur seperti pelabuhan, listrik, air bersih, jalan, rel kereta api,
dan lain-lain.
e. Alih teknologi
Salah satu tujuan mengundang modal asing adalah untuk mewujudkan
alih teknologi.12 Alih teknologi adalah meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan sebagai upaya mencapai tingkat kemampuan yang
sejajar di bidang teknologi antara berbagai bangsa di dunia.13 Bidang
teknologi adalah kelemahan dari negara-negara berkembang dan sangat
mempengaruhi proses perubahan dari agraris menuju industrialisasi14,
dan untuk maksud tersebut sangat membutuhkan dana yang cukup
banyak. Dari investasi ini, diharapkan pula akan jadi mesin
pertumbuhan dalam pembangunan dan mendorong laju pertumbuhan
ekonomi, memberi kontribusi dalam penyediaan lapangan usaha,
Pendapatan Asli Daerah (PAD), ekspor non-migas, mengatasi
penggangguran, peningkatan SDM, outsourcing, dan lain-lain.15
BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEGIATAN
INVESTASI
Hadirin yang saya hormati,
Paling tidak ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan
kegiatan investasi di suatu negara. Pertama, Faktor Politik. Salah satu yang
menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan modalnya ke suatu
negara adalah kondisi politiknya stabil atau tidak. Mengundang investor
asing dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara, maka ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yakni16: pertama, bahwa kesalahan
(legitimacy) pemerintah yang sedang berkuasa berada pada tingkat yang
tinggi, oleh karena itu kesalahan yang tinggi tersebut patut diduga tidak
akan menjamin kontinuitas dari pemerintah yang bersangkutan. Kedua,
pemerintah harus dapat menciptakan suatu iklim yang merangsang untuk
12
Budiman Ginting, Hukum Investasi: Perlindungan Pemegang Saham Minoritas
dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2007, hal 207
13
Abdurrachman A., Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Cet. 2 Pradnya
Paramita, Jakarta, 1992, hal. 340.
14
Sumantoro, Masalah Pengaturan Alih Teknologi, Alumni, Bandung, 1993, hal. 31
15
Harian Sumut Pos, “Sumut Serap Investasi PMDN Rp. 32 T”, 20 Desember 2006.
16
Sondang P. Siagian, Administrasi Pembangunan. Jakarta, Gunung Agung, 1985,
hal. 88
6
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
investor asing. Artinya bahwa kepada investor asing harus diberikan
keyakinan bahwa modal yang mereka tanamkan memberikan kepada
mereka keuntungan yang wajar sebagaimana halnya apabila modal tersebut
ditanam di tempat lain, baik di negara asalnya sendiri maupun di negara
lain. Ketiga, pemerintah perlu memberikan jaminan kepada para penanam
modal asing tersebut, bahwa dalam hal terjadinya goncangan politik di
dalam negeri, maka modal mereka akan dapat dikembalikan kepada
pemiliknya dan badan usaha mereka tidak dinasionalisasikan. Keempat,
pemerintah harus dapat menunjukkan bahwa pemerintah itu mempunyai
kesungguhan dalam memperbaiki administrasi negaranya, agar dalam
hubungannya dengan investor asing itu, maka permintaan izin dan hal lain
yang menyangkut pembinaan usaha tidak mengalami perubahan-perubahan
birokratisme yang negatif, akan tetapi dapat berjalan lancar dan
memuaskan. Di sini terlihat yang sering menjadi perhatian investor adalah
risiko yang akan dihadapi atas legitimasi dari pemerintah yang sedang
berkuasa.
Kedua, Faktor Ekonomi. Faktor ekonomi dan politik dalam investasi
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, artinya
adanya stabilitas politik dapat menggerakkan roda perekonomian.17 Ketiga,
Faktor Hukum. Faktor hukum ini berkaitan dengan perlindungan yang
diberikan pemerintah bagi kegiatan investasi. Daya tarik investor untuk
menanamkan modalnya sangat tergantung pada sistem hukum yang
mampu menciptakan kepastian hukum (legal certainty), keadilan (fairness),
dan efisiensi (efficiency).18 Bagi investor asing, hukum dan UU menjadi satu
tolok ukur untuk menentukan kondusif tidaknya iklim investasi di suatu
negara. Infrastruktur hukum bagi investor menjadi instrumen penting
dalam menjamin investasi mereka. Hukum bagi mereka memberikan
keamanan, certainty dan predictability atas investasi mereka. Semakin baik
kondisi hukum dan UU yang melindungi investasi mereka, semakin
17
Hal ini terlihat juga pandangan yang cukup kritis dari harian umum Kompas,
dalam editorialnya dikemukakan: “Dalam kondisi dunia yang lebih terbuka, kita tidak bisa
hanya asyik dengan diri kita sendiri. Kita tidak cukup hanya berteriak-teriak bahwa diri kita
ini menarik, padahal kenyataannya tidaklah seperti itu. Semua negara sekarang ini berlomba
untuk mempercantik dirinya. Mereka mencoba menawarkan insentif yang lebih baik agar
para pengusaha tertarik untuk masuk ke negaranya. Intinya, semua berlomba untuk
membuat biaya produktif seefisien mungkin sehingga pengusaha dengan mudah berhitung
bahwa usaha keras yang akan merekalakukan bukanlah pekerjaan yang sia-sia.
Selengkapnya lihat harian umum Kompas edisi 17 April 2004 dengan Tajuk “Saatnya Untuk
Berinvestasi”.
18
Harjono K. Dhaniswara, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan terhadap
Pemberlakuan Undang-Undang Penanaman Modal, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007,
hal. 8; Lihat juga, Hulman Panjaitan, Hukum Penanaman Modal Asing, Jakarta: Ind-Hill, Co,
2003, hal. 10
7
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
dianggap kondusif iklim investasi dari negara tersebut.19 Sementara itu
Pancras J. Nagy secara teoretis menyusun tiga syarat yang harus ada pada
suatu negara agar menarik bagi investor, yaitu economic opportunity
(peluang-peluang ekonomi), political stability (stabilitas politik), dan legal
certainty atau kepastian hukum. Merujuk acuan teoretis atas investasi
tersebut dalam pandangan ekonomi, Indonesia secara umum memiliki
sejumlah keunggulan alamiah (absolute adventages) dan komparatif
(comparative adventages), seperti negeri yang sangat luas dengan
diberkahi kelimpahan kekayaan alam dan jumlah penduduk sangat besar
yang membentuk pasar dan potensi tenaga kerja yang murah. Kenyataan
inilah antara lain yang memberi peluang-peluang ekonomi kepada calon
investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Sementara itu selain peluang-peluang ekonomi yang bersumber dari
kekayaan alam tenaga kerja yang murah, tentunya keiginan investor untuk
datang ke suatu negara sangat dipengaruhi oleh faktor stabilitas politik
(political stability). Terjadinya konflik elite politik atau konflik masyarakat
akan berpengaruh terhadap iklim investasi. Penanaman modal (asing) akan
datang dan mengembangkan usahanya jika negara yang bersangkutan
telah terbangun proses stabilitas politik dan proses demokrasi yang
konstitusional.
Memburuknya iklim investasi, meningkatnya country risk dan belum
mantapnya kondisi sosial politik mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap arus modal. Kondisi semacam inilah yang terjadi dalam
perkembangan politik di Indonesia. Akibatnya terjadilah pelarian arus modal
yang sempat memuncak dan disebutkan pernah mencapai US $40 Milliar
dalam beberapa bulan setelah krisis finansial tahun 1997.20
Pemulihan ekonomi membutuhkan investasi baik dari dalam negeri maupun
dari luar negeri. Para investor akan datang ke suatu negara, bila dirasakan
negara tersebut berada dalam situasi yang kondusif. Untuk mewujudkan
sistem hukum yang mampu mendukung iklim investasi diperlukan aturan
yang jelas mulai dari izin untuk usaha sampai dengan biaya-biaya yang
harus dikeluarkan untuk mengoperasikan perusahaan. Kata kunci untuk
mencapai kondisi ini adalah adanya penegakan supremasi hukum (rule of
law). Dengan demikian, hukum turut memainkan peran penting dalam
menciptakan iklim investasi yang kondusif. Bagaimana hukum dapat
19
Hikmahanto Juwana, Arah Kebijakan Pembangunan Hukum di Bidang
Perekonomian dan Investasi, dalam: Majalah Hukum Nasional, No. 1 tahun 2007, BPHN,
Departemen Hukum dan HAM RI, hal. 71
20
Harian Kompas, “Pelarian Modal Mengapa Terjadi”, 26 Desember 2001.
8
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
berperan dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif? J. D. Nyhart21,
mengatakan bahwa hukum harus mengandung prinsip-prinsip predictability,
procedural capability, codification of goals, education, balance, definition
and clarity of status, serta accommodation agar hukum tersebut mampu
berperan dalam menggerakkan ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut
di atas, maka peraturan-peraturan investasi selayaknya memenuhi unsurunsur teoretis yang dikemukakan Nyhart di atas.
Hukum investasi harus memenuhi untuk keterprediksian (predictability).
Artinya peraturan perundang-undangan yang dapat ditegakkan secara
pasti, akan menjadikan suatu keadaan terprediksi sesuai aturan hukum
yang ada. Keadaan yang demikian sangat penting bagi kegiatan investasi,
karena dengan kondisi yang terprediksi secara akurat dan pasti orang akan
berani melakukan tindakan-tindakan ekonomi dalam investasi. Peraturan
yang selalu berubah-ubah, penegakan yang tidak pasti dan multitafsir akan
menimbulkan keraguan bagi investor untuk menanamkan modal.
Kemampuan prosedural (procedural capability) dilihat dari kemampuan
prosedur yang diciptakan oleh suatu sistem hukum dalam menyelesaikan
masalah yang dibawa kepadanya. Misalnya dalam mengatur peradilan
tribunal (court of administratif tribunal), penyelesaian sengketa di luar
pengadilan (alternative dispute resolution), dan penunjukan arbiter
konsiliasi (conciliation) serta lembaga-lembaga yang berfungsi sama dalam
penyelesaian sengketa. Pada dasarnya investor tidak akan tertarik jika
prosedural hukum tidak dapat ditegakkan secara pasti. Di Indonesia
keadaan ini sangat memprihatinkan dalam rangka upaya menarik investor.
Putusan-putusan badan peradilan yang tidak terprediksi, prosedur
penyelesaian sengketa perburuhan yang kurang efektif mengurangi
kepercayaan investor.
Selanjutnya yang penting untuk dipahami adalah faktor codification of
goals. Harus dipahami bersama oleh seluruh komponen bangsa bahwa
hukum dibuat oleh pembuat hukum ditujukan untuk pembangunan negara,
untuk kepentingan orang banyak, dan tidak sekedar untuk kepentingan
sekelompok orang tertentu. Oleh karena itu agar mempunyai kemampuan
secara efektif, harus ada unsur pendidikannya (education) dan selanjutnya
disosialisasikan
kepada
masyarakat.
Sosialisasi
akan
membantu
menciptakan suasana yang transparan. Dalam kaitannya, peraturanperaturan terkait investasi terbuka secara umum dan mudah diakses oleh
21
J. D. Nyhart, The Role of Law in Economic Development, dalam: Erman
Rajagukguk, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, Jilid 2, Universitas Indonesia,
Jakarta, 1995, hal. 365-367; Bandingkan Juga J. D. Nyhart dalam: Sri Gambir Melati,
Peranan Hukum dalam Pembangunan (Jilid I: Bahan Kuliah), hal. 400-402
9
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
siapa saja yang berkeinginan melakukan kegiatan investasi. Transparansi
ini tidak saja mencakup segi prosedural administratif, juga yang terpenting
adalah transparansi dan kepastian biaya.
Unsur lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa hukum itu berperan
menciptakan keseimbangan (balance), karena hal ini berkaitan dengan
inisiatif pembangunan ekonomi. Dalam kaitannya dengan peraturan
investasi, maka substansi peraturan investasi harus mampu menciptakan
keseimbangan
antara
kepentingan
investor
dengan
kepentingan
masyarakat, negara, keinginan investor, dan tujuan yang ingin dicapai
pemerintah host country dan keseimbangan antara kepentingan investor
asing dan domestik. Dengan demikian, hukum investasi harus dapat
mengakomodasi (accomodation) keseimbangan, definisi dan status yang
jelas bagi kepentingan individu-individu atau kelompok-kelompok dalam
masyarakat.
Terakhir, hukum itu harus berperan dalam menentukan definisi dan status
yang jelas (definition and clarity of status) mengenai segala sesuatu dari
orang yang melakukan kegiatan investasi, dalam hal ini dapat berupa
ketegasan definisi, pengaturan, dan status terhadap investor asing dan
kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, sebenarnya Indonesia
merupakan sebuah negara yang cukup potensial dalam menarik minat
investor. Akan tetapi mengapa pada kenyataannya kepercayaan investor
belum pulih benar terhadap kondisi hukum di negara ini. Selain faktor
pilitik, ekonomi, dan hukum, ada beberapa faktor yang tidak kalah penting
untuk dipertimbangkan sebelum melakukan kegiatan investasi, antara lain
sebagai berikut:
a) Risiko Menanam Modal (Country Risk)
Masalah country risk merupakan faktor yang cukup dominan yang
menjadi dasar pertimbangan dalam melakukan kegiatan investasi.
Salah satu aspek dari country risk yang sangat diperhatikan oleh calon
investor adalah aspek stabilitas politik dan keamanan.22
b) Rentang Birokrasi (Red Tape)
Birokrasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptakan situasi yang
kurang kondusif bagi kegiatan penanaman modal sehingga dapat
mengurungkan niat investor, karena birokrasi yang panjang berarti ada
biaya tambahan yang akan memberatkan para calon investor. Hal ini
22
Mei 1984
10
Business News, Resiko Menanam Modal (Country Risk), Nomor 5559, tanggal 18
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
dapat mengakibatkan usaha yang akan dilakukan tidak layak (feasible)
dalam melakukan kegiatan investasi.
c) Transparansi dan Kepastian Hukum
Adanya transparansi dalam proses dan tata cara penanaman modal
akan menciptakan suatu kepastian hukum serta menjadikan segala
sesuatunya menjadi mudah diperkirakan (predictability). Sebaliknya,
tidak adanya transparansi dan kepastian hukum akan menjadikan
sering berubah-ubah kebijakan, misalnya dalam membuat daftar skala
prioritas serta daftar negatif investasi (negative list) di bidang investasi.
d) Alih Teknologi
Adanya peraturan kewajiban alih teknologi dari negara tuan rumah
(host country) dapat mengurangi minat penanam modal mengingat
bagi mereka teknologi yang mereka gunakan merupakan modal yang
sangat berharga dalam mengembangkan usahanya. Sumantoro
mengatakan ada 4 (empat) hambatan dalam alih teknologi23:
Pertama, hambatan yang timbul dari dari ketidaksempurnaan pasar
teknologi;
Kedua,
hambatan yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman dan
keterampilan. Pihak negara penerima teknologi/negara
berkembang dalam menyelesaikan perjanjian hukum yang
memadai untuk memperoleh teknologi tersebut;
Ketiga,
hambatan dari sikap pemerintah baik legislatif maupun
administratif di negara maju atau negara berkembang yang
mempengaruhi pelaksanaan alih teknologi dan perolehannya
bagi pihak penerima teknologi di negara berkembang;
Keempat, berupa hambatan seperti sumber keuangan karena tingginya
biaya teknologi bagi negara berkembang, terutama dalam
menemukan faktor-faktor yang menentukan harga yang
layak.
e) Ketenagakerjaan
Sebagaimana disadari, antara masalah penanaman modal dengan
masalah ketenagakerjaan terdapat hubungan timbal balik yang sangat
erat. Penanaman Modal di satu pihak memberikan implikasi terciptanya
lapangan kerja yang menyerap sejumlah tenaga kerja di berbagai
sektor sementara di lain pihak kondisi sumber daya manusia yang
tersedia dan situasi ketenagakerjaan yang melingkupinya akan
memberikan pengaruh yang besar pula bagi kemungkinan peningkatan
atau penurunan penanaman modal.24
23
24
1994.
Sumantoro, op cit, hal. 26-27
Business News, Faktor SDM dalam Rangka PMA, Nomor 5568, tanggal 10 Juni
11
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
f)
Ketersediaan Infrastruktur
Tersedianya jaringan infrastruktur yang memadai akan sangat berperan
dalam menunjang keberhasilan suatu kegiatan penanaman modal, hal
itupun menjadi faktor yang penting sebagai pertimbangan bagi para
calon investor. Tersedianya jaringan infrastruktur pokok, seperti
perhubungan (darat, laut, dan udara), energi, serta sarana telekomunikasi
biasanya merupakan faktor yang sangat diperlukan oleh calon investor.
IKLIM INVESTASI DI INDONESIA
Hadirin yang saya muliakan,
Berbagai kalangan menyatakan bahwa iklim investasi di Indonesia dinilai
sebagai salah satu yang terburuk di dunia. Juga untuk kesekian kalinya,
Bank Dunia memberikan penilaian yang sama. Indonesia bukan menjadi
tujuan utama investasi asing. Para pemodal yang sudah mengenal
Indonesia pun berusaha menghindari negeri ini. Hasil survei Bank Dunia
terhadap 155 negara menunjukkan, iklim investasi di Indonesia tergolong
paling buruk di muka bumi. Iklim investasi yang dimaksudkan mencakup
stabilitas ekonomi makro, kepastian hukum, sistem perpajakan, regulasi,
korupsi, ketersediaan SDM terampil, dan ketersediaan infrastruktur (listrik,
jalan, pelabuhan, telekomunikasi, dan sebagainya). Dalam laporan Bank
Dunia berjudul “Doing Business in 2006” dijelaskan, untuk memulai bisnis di
Indonesia, para pemodal membutuhkan waktu 151 hari. Hanya sedikit lebih
cepat dibanding Laos. Waktu yang diperlukan memang sangat panjang
karena para pemodal harus melewati 12 prosedur. Sedangkan biaya untuk
memulai usaha yang harus dikeluarkan investor mencapai 101,7% dari PDB
per kapita. Dari 26 negara yang disurvei, Indonesia hanya lebih baik dari
Timor Leste dan Laos.25
Untuk sekadar mendapatkan perizinan di Indonesia, pemodal harus
menghabiskan waktu 224 hari. Biaya minimal yang dikeluarkan 364,9%
dari PDB per kapita dan modal minimum yang dihabiskan 97,8% dari PDB
per kapita. Kondisi ini diperparah oleh korupsi yang merebak di manamana, dan di berbagai level. Untuk memperlancar proses perizinan,
25
http://go.worldbank.org/WA3UHNX600, diakses tanggal 19 Agustus 2008;
Bandingkan juga dengan Businees News Indonesia, 21 November 2005, dalam: Seminar
Anak Dunia dengan Indonesia, dengan judul: Improving Indonesia Investment Climate,
Reform Experience from the Region, menyatakan bahwa Indonesia tertinggi dalam biaya
mem-PHK karyawan yang mencapai 145 gaji mingguan, lebih jelek dari pada Vietnam
dengan biaya PHK 98 gaji mingguan karyawan.
12
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
pemodal terpaksa menyerahkan sejumlah uang. Tidak jarang, setelah
menerima uang, permintaan pemodal tidak segera diselesaikan.26
Regulasi di Indonesia dinilai sangat lemah dan ini nyaris mencakup semua
aspek. Sebutlah regulasi di bidang perpajakan, ketenagakerjaan, perizinan,
kepemilikan properti, investasi, dan sebagainya. Regulasi yang lemah
menyebabkan ketidakpastian hukum dan dalam ketidakpastian hukum
pungutan liar dan berbagai tindak korupsi merajalela. Para pengusaha
selama ini mengeluhkan tarif pajak yang terlalu tinggi, jenis pajak yang
terlampau banyak, pajak berganda (double taxation), dan posisi petugas
pajak yang terlampau tinggi. Sistem perpajakan di Indonesia sama sekali
tidak mencerminkan kesetaraan antara wajib pajak dengan petugas pajak.
Sistem perpajakan di Indonesia terlalu memberatkan pengusaha. Survei
Bank Dunia menunjukkan, pengusaha harus membayar pajak sebesar
38,8% dari keuntungan kotor. Selain menguras dana begitu besar, para
pengusaha menyisihkan waktu hingga 560 jam per tahun untuk mengurusi
pembayaran pajak. Pada awal 1990-an, Indonesia digolongkan dalam satu
gerbong dengan Malaysia dan Thailand sebagai negara berkembang yang
segera menjadi negara industri baru. Namun, pada awal 2000-an,
Indonesia sudah dipindahkan ke gerbong lain bersama Vietnam dan Cina.
Kini, Cina dan Vietnam lebih menarik minat pemodal asing ketimbang
Indonesia. Tiada solusi lain untuk membuka lapangan pekerjaan selain
memperbaiki iklim investasi. Hanya dengan iklim investasi yang kondusif,
para pemodal, dalam dan luar negeri, berani menanamkan modalnya.27
Di lain pihak, Bank Dunia memaparkan sejumlah indikator yang
menunjukkan bahwa iklim investasi Indonesia adalah yang terjelek di Asia
Tenggara, antara Kamboja dan Filipina. Yang paling baik adalah Malaysia
dan tentu Singapura. Temuan Bank Dunia lainnya adalah, Indonesia
tertinggi dalam biaya mem-PHK karyawan, yang mencapai 145 gaji
mingguan, lebih jelek daripada di Vietnam dengan biaya PHK 98 gaji
mingguan karyawan.28
Kembali kepada iklim investasi Indonesia, dua urusan sektoral cukup
banyak kena sorotan dan ada desakan agar segera ditangani oleh
pemerintah. Pertama adalah sektor perpajakan. Yang memberatkan iklim
investasi bukan tarifnya (tarif 30% sudah cukup layak karena di Malaysia
saja 28%) akan tetapi regulasi dan administrasinya. Urusan pajak menyita
26
27
28
Ibid.
http://go.worldbank.org/WA3UHNX600, diakses tanggal 19 Agustus 2008
Business News Indonesia: 21 November, 2005
13
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
terlalu banyak waktu bagi pengusaha karena rata-rata ia harus menyisihkan
560 jam setahun (angka Bank Dunia). Urusan kedua yang perlu direformasi
segera adalah bidang perburuhan, yang biaya PHK-nya terlalu tinggi.
Sementara itu menurut Ibu Dato' Kaziah Abd. Kadir, bahwa Malaysia
memberikan banyak sekali insentif, artinya pembebasan serta kelonggaran
pajak, apakah insentif-insentif demikian yang paling penting?29 Selama
Indonesia belum mampu keluar dari permasalahan di atas maka daya saing
kita di luar negeri tetap lemah, hal ini dibuktikan hasil beberapa lembaga
penelitian Pemeringkat Daya Saing yang layak dicermati:
1) International Institute for Management Development (IMD)
IMD yang berbasis di Lausanne (Swiss) dalam World Competitive Report
Year Book 2005, menerbitkan hasil survei yang dilakukan terhadap
negara-negara, baik di kawasan Asia Pasifik maupun di 60 negara di
seluruh dunia mengenai daya saing investasi masing-masing negara.
Parameter kinerja yang digunakan adalah kinerja ekonomi, efisiensi
pemerintah, efisiensi bisnis, dan kualitas infrastruktur. Hasil dari
penelitian tersebut menyatakan bahwa Indonesia berada di urutan
terbawah di kawasan Asia Pasifik, sedangkan di 60 negara yang di
survei di seluruh dunia, Indonesia berada pada urutan ke 60.30
2). Political and Economic Risk Consultancy (PERC)
PERC yang berbasis di Hongkong telah melaporkan hasil penelitiannya
terhadap sistem hukum di 12 Negara di Asia dari sudut pandang
ekspatriasi yang bekerja di negara-negara tersebut pada tahun 2005.
Unsur-unsur dari sistem hukum yang diteliti adalah sistem peradilan,
kepolisian,
korupsi,
penegakan
hukum
kontrak
atau
perjanjian,
penegakan HAKI, keamanan, penyelesaian sengketa, serta aturan nilai
tukar. Range (pengukur) nilai yang digunakan adalah 0 untuk yang
terbaik dan 10 untuk yang terburuk. Hasil dari penelitian tersebut
menempatkan Indonesia berada pada posisi terburuk sistem hukumnya
(8,85), diikuti oleh Vietnam (8,40), Cina (8,15), Filipina (8,10),
Thailand (7,65) dan India (7,20). Sementara yang terbaik itu adalah
Hongkong (1,73), diikuti dengan Singapura (1,75), Jepang (2,73),
Korea Selatan (3,96), Taiwan (5,07), dan Malaysia (6,06).
3) Japan Bank for International Cooperation (JBIC)
JBIC melakukan survei pada 401 perusahaan Jepang yang akan
berinventasi di luar negara Jepang. Hasil Survei menunjukkan bahwa
327 perusahaan memilih Cina, 127 perusahaan memilih Amerika
Serikat, 99 perusahaan memilih Thailand, dan 56 perusahaan memilih
29
30
14
http://go.worldbank.org/CRFBL0Y4A0, diakses tanggal 15 Agustus 2008.
Kompas, 13 Mei 2006
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
Indonesia. Dari 10 negara tujuan investasi Jepang, Indonesia berada
pada urutan ke-4, padahal pada masa lalu Indonesia pernah menjadi
tujuan utama investasi di Indonesia.31
4) World Investment Report 2002
Laporan dari World Investment Report menunjukkan bahwa kinerja
investasi asing langsung Indonesia hanya berada di 20 terbawah, hanya
di atas Suriname dan Yaman. Sebagai perbandingan, indeks kinerja
PMA Indonesia pada tahun 1988-1990 masih berada diurutan 68,
sementara setelah krisis antara tahun 1998-2000 Indonesia merosot
berada diurutan 138 dari 146 negara.
5) World Bank
World Bank dalam laporannya dengan judul Doing Business in 2004:
removing obstacles to growth menyampaikan penelitian terhadap 145
negara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa negara-negara yang
paling sulit di dunia untuk menjalankan bisnis antara lain Indonesia,
Laos, Kamboja, dan Vietnam. Sementara itu negara-negara yang paling
kondusif adalah New Zealand, Australia, Singapura, Hongkong, Thailand,
Malaysia, dan Korea Selatan. Dalam laporan tersebut juga dikemukakan
aspek hambatan investasi di Indonesia yang meliputi ketidakpastian
hukum, isu keamanan, implementasi otonomi daerah yang bermasalah,
dan korupsi. Di samping itu, dari sisi perizinan, Indonesia termasuk
lama (151 hari) dibandingkan dengan negara-negara lain yang rata-rata
hanya membutuhkan 27 hari. Bahkan, Indonesia di bawah Kamboja
(94) hari dan hanya berada di bawah Laos (198 hari).
6
AC Nielsen
AC Nielsen melakukan survei terhadap 8.000 pengusaha kawasan di
Asia Pasifik dan menyimpulkan bahwa Indonesia adalah negara paling
pesimistik di Kawasan Asia Pasifik.
7
UNDP (The United Nations Development Programs)
Pada Tahun 2004, UNDP melakukan pemeringkatan negara-negara
berdasarkan atas Indeks Pembangunan Manusia (Human Development
Index). Parameter yang digunakan adalah hak-hak dasar pembangunan
manusia yang meliputi pangan yang cukup, pelayanan kesehatan dasar,
rasa aman, dan terlindungi sebagai warga negara. Dari 175 warga
negara yang diteliti, Indonesia berada pada peringkat ke 111. Pada
tahun 2003, Indonesia berada pada peringkat 112, sementara pada
tahun 2002 berada pada peringkat 110. Di kawasan ASEAN, Indonesia
31
Juni 2005.
Harian The Jakarta Post, “HK, Singapore Best Judicial Systems, RI the Worst”, 3
15
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
berada pada urutan ke-7 dari 10 negara, hanya di atas Laos, Myanmar,
dan Kamboja.
PEMBAHARUAN DAN PENEGAKAN HUKUM
Hadirin yang saya muliakan,
Upaya menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia perlu segera
dilakukan pembaharuan atau perubahan terhadap UU bidang ekonomi dan
penegakan hukum. Dalam konteks pembaharuan hukum sebagai sarana
mempelancar
jalannya
investasi
guna
mendukung
perekonomian
hendaknya berorientasi kepada jaminan dan kepastian hukum yang sesuai
dengan yang diinginkan para investor dan host country. Di samping itu,
yang tidak kalah pentingnya adalah penegakan hukum. Penegakan hukum
itu sendiri dapat dilihat dari kinerja aparat penegak hukum dalam
melakukan penegakan peraturan dan keputusan sesuai dengan peraturan
tanpa membedakan subjek hukum.
Penegakan hukum yang baik dapat merangsang investor untuk
menanamkan modalnya. Penegakan hukum dapat dilakukan melalui sistem
peradilan yang efisien dan efektif. Upaya-upaya peningkatan efisiensi
lembaga peradilan di negara maju dan negara berkembang sangat
bervariasi. Namun demikian terdapat tiga elemen sebagai kunci
keberhasilan upaya peningkatan efisiensi lembaga peradilan, yaitu pertama,
peningkatan akuntabilitas hakim. Kedua, penyederhanaan prosedur
peradilan, dan ketiga peningkatan anggaran.32
Sementara itu menurut studi yang dilakukan Burg’s33, mengenai
pembangunan hukum dalam bidang ekonomi terdapat 5 (lima) unsur yang
harus dikembangkan agar tidak menghambat ekonomi, yaitu stabilitas
(stability), prediksi (predictability), keadilan (fairness), pendidikan
(education), dan pengembangan kemampuan khusus dari ahli hukum (the
special development abilities of the lawyer). Selanjutnya Burg’s
mengemukakan supaya sistem ekonomi berfungsi, unsur stabilitas dan
unsur prediksi memegang peran penting untuk mengakomodasi dan
menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing, dan bisa
memprediksi ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan kegiatan
32
The World Bank, World Development Report 2002 Building Institutions for Market,
New York: Oxford University Pres, 2002, Hal. 124.
33
Leonard J. Theberge, “Law And Economic Development,” Journal of International
Law And Policy¸ Vol. 9, 1980.
16
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
ekonomi suatu negara menuju terciptanya kepastian berusaha. Hal ini
sejalan dengan pendapat dari J.D. Nyhart, yang mengemukakan konsep
hukum yang baik yang dijadikan sebagai dasar pembangunan bidang
ekonomi, yakni mengandung prinsip-prinsip predictability, procedural
capability, codification of goals, education, balance, definition and clarity of
status serta accomodation, seperti yang telah diutarakan pada bagian
sebelumnya.34
Dalam sistem penegakan hukum patut disimak apa yang dikatakan oleh
Lawrence M. Friedman yang menegaskan bahwa secara teoretis ada tiga
unsur yang berpengaruh terhadap berfungsinya sistem hukum, yakni
substansi hukum, struktur hukum, dan kultur hukum. Ketiga unsur sistem
hukum tersebut harus berjalan secara sinergis agar tujuan hukum dapat
tercapai.35 Dalam konteks ini, maka substansi hukum investasi di Indonesia
harus memperhatikan sepenuhnya unsur-unsur penting dalam hukum agar
berfungsi menunjang kegiatan ekonomi. Kemudian struktur hukum harus
menunjang penegakan substansi hukum, termasuk dalam hal ini adalah
keberadaan dan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di
badan-badan peradilan di Indonesia yang mengalami penurunan.
Keseluruhan faktor ini, secara teoretis dapat disebabkan oleh buruknya
kultur hukum dari aparatur penegak hukum dan kultur hukum masyarakat
yang kurang mendukung. Ketika salah satu unsur atau lebih dari sistem
hukum tersebut mengalami gangguan, maka tujuan yang ingin dicapainya
pun tidak akan terwujud secara optimal. Kondisi inilah yang terjadi dalam
hukum investasi di Indonesia.
Oleh karena itu sangat tepat upaya pemerintah saat ini telah melakukan
revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 yo. UU No. 11 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing, melalui UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Sebagai upaya implementasi dari UU No. 25
Tahun 2007 Presiden RI telah menerbitkan dua Peraturan Presiden yakni
Perpres No. 76 dan Perpres No. 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang
Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan
di Bidang Penanaman Modal. Diterbitkannya peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maksudnya
tak lain guna mendorong pertumbuhan investasi di negeri ini. Perpres No.
76 adalah menyangkut tentang kriteria dan persyaratan penyusunan bidang
34
J. D. Nyhart, loc.cit; Bandingkan juga dengan, Bismar Nasution, Pengaruh
Globalisasi Ekonomi pada Hukum Indonesia, dalam: Majalah Hukum Fakultas Hukum USU
Vol. 8 No. 1, Medan 2003, hal
35
Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction, New York: W.W. Norton
and Company, 1984, hal. 5-6.
17
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
usaha yang tertutup dan terbuka atau lebih dikenal Daftar Negatif Investasi
(DNI). Sedangkan Perpres No. 77 adalah mengenai daftar bidang usaha
yang bersangkutan. Kedua peraturan ini dibuat tidak lain adalah untuk
menjaring investor baik lokal maupun luar negeri. Boleh jadi kita semua
masih ingat sejak pergantian Soeharto sebagai Presiden RI, secara makro
perekonomian Indonesia mengalami kemerosotan. Pembangunan di segala
bidang macet dan terhenti. Pertumbuhan sektor riil tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Selain itu, sektor perbankan yang seharusnya
mem-back up pelaku usaha takut mengucurkan kredit. Akibatnya dunia
usaha pun collapse.
Memang
dari
sisi
statistik
yang
dikeluarkan
oleh
pemerintah
memperlihatkan adanya angka kenaikan di sektor investasi dari tahun ke
tahun. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sendiri setiap enam
bulan selalu menegaskan adanya kenaikan investasi.
Tapi tentu kita semua sadar bahwa “persetujuan izin investasi” dari BKPM
itu belum menjamin adanya kesamaan dengan “realisasi investasi” yang
ada di lapangan. Artinya investor boleh saja memohon izin penanaman
modal terlebih dahulu, tapi giliran untuk pelaksanaan investasi, bukan
sedikit yang melakukan gerakan “wait and see”. Mengapa gejala ini selalu
timbul? Itu tak lain karena investor masih meraba-raba akan manfaatnya
berinvestasi di Indonesia. Lantas apakah dengan diterbitkannya dua Perpres
tadi sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Penanaman Modal
(UUPM) otomatis bisa menarik minat investor ke Indonesia? Perlu diingat
bahwa, untuk berinvestasi di Indonesia umumnya investor mempunyai
berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah faktor keuntungan. Sejauh
manakah suatu keuntungan dapat diperoleh dalam suatu investasi yang
direncanakan? Katakanlah untuk suatu proyek farmasi – industri obat jadi –
bahan baku obat, yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sejauh
manakah investor asing boleh menanamkan modal, dengan membuka
pabrik di Indonesia?
Perpres No. 77 Tahun 2007 menegaskan investor asing dapat menguasai
saham sebesar 75 persen dari saham yang ditanamkan. Berbeda dengan
peraturan sebelumnya yakni Kepres No. 96 Tahun 2000, yang
memperkenankan posisi saham asing sebesar 100 persen. Dari segi pelaku
usaha asing, adanya perubahan komposisi saham ini tentu kurang
menguntungkan, karena tidak dapat menguasai keseluruhan saham dari
perusahaan yang didirikan. Lebih-lebih bilamana komposisi saham lokal dan
asing yang diperkenankan adalah masing-masing 50 persen. Keadaan ini
sangat menyulitkan posisi hukum masing-masing bilamana terjadi sengketa
18
Kepastian Hukum dan Implikasinya terhadap
Pertumbuhan Investasi di Indonesia
antara dua pihak. Karena kedua pihak mempunyai kedudukan hukum yang
sangat kuat. Tidak jarang dalam suatu RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham) dari suatu PT (Perseroan Terbatas) PMA yang didirikan, suatu
perseroan tidak dapat mengambil suatu keputusan/kebijakan karena salah
satu pihak tidak hadir dalam suatu rapat yang diadakan, sehingga tidak
mencapai kuorum untuk diadakannya suatu rapat. Konsekuensinya adalah
merugikan suatu perusahaan. Kita bisa saja membenarkan dalih
nasionalisme berkaitan pembatasan dari investasi/saham-saham asing
dalam suatu perseroan, tapi apakah itu punya dampak positif bagi
pertumbuhan sektor riil secara nasional? Bukankah persoalan komposisi
saham ini lebih bergantung pada bagaimana kita mengatur dalam suatu
perjanjian untuk memproteksi pemegang saham nasional.
Sebutkan saja sebuah contoh bagaimana kita mengatur dalam soal
perjanjian franchising. Dalam suatu perjanjian franchising diatur hak dan
kewajiban masing-masing pemberi dan penerima franchise. Klausula yang
menyangkut transfer of technology, know how, pelatihan-pelatihan
management, selalu diabaikan oleh franchisee. Akibatnya sudah bertahuntahun jadi penerima franchise tidak menerima ilmu dari franchisor.
Melainkan lebih cenderung sebagai pelaksana/pengguna dari franchising.
Konsekuensinya frenshisee selaku pelaku nasional tidak dapat berkembang
untuk usaha lain. Karena pengalaman yang diperoleh franchising tidak
diperoleh secara maksimal.36
Hadirin yang saya muliakan,
1. Paket Kebijakan Investasi di Indonesia
Sejak awal tahun 1970-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an,
Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi tinggi yang didorong oleh
peningkatan investasi dan perluasan sektor industri. Sayangnya, krisis
keuangan pada tahun 1997-98 ditambah krisis-krisis lain, telah
memperlemah sistem keuangan dan tata kelola pemerintahan (governance)
yang menyebabkan penurunan investasi dan perlambatan perkembangan
sektor swasta. Investasi menurun drastis, menurunkan kegiatan
perekonomian secara umum. Pada tahun 2003, Bank Pembangunan Asia
(ADB) dan Bank Dunia (WB), bekerja sama dengan Kementerian
Koordinator Bidang Ekonomi dan Badan Pusat Statistik (BPS) telah
melakukan studi tentang Iklim Investasi dan Produktivitas di Indonesia
36
Harian Analisa, “Aturan Investasi Apa Menariknya bagi Investor”, 16 Juli 2007
19
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
(ICS). Hasil studi menunjukkan tingkat investasi sekarang hanya sekitar
16% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh dari kondisi sebelum krisis
yang sudah mencapai lebih dari 30%.
Pertumbuhan ekonomi sekitar 3-4% dalam tiga tahun terakhir, sebagian
besar didorong oleh kenaikan permintaan dan tidak menciptakan lapangan
pekerjaan baru sehingga tingkat pengangguran terus meningkat. Tingkat
pertumbuhan ekonomi yang rendah ini juga tidak mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat dan menurunkan kemiskinan.
Akibatnya, Indonesia sekarang menghadapi tantangan berat, yaitu
bagaimana bisa mencapai lagi pertumbuhan ekonomi tinggi yang
berkesinambungan. Tantangan ini sejalan dengan tekad pemerintah baru
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 7% per tahun. Salah
satu kunci untuk mencapai tingkat pertumbuhan tersebut adalah dengan
memperbaiki iklim investasi yang dalam beberapa tahun terakhir ini
melemah. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyak perusahaan industri yang
tutup atau memindahkan usaha ke negara lain seperti ke Repu