Study of nutrient fluxes and chlorophyll-a contents and its relation to the process of mixing in Southern Makassar Strait

KAJIAN FLUKS NUTRIEN DAN KANDUNGAN KLOROFIL-A
SERTA KETERKAITANNYA DENGAN PROSES
PERCAMPURAN DI SELATAN SELAT MAKASSAR

KAHARUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Fluks Nutrien dan
Kandungan Klorofil-A serta Kaitannya dengan Proses Percampuran di Selatan
Selat Makassar adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Juli 2012
Kaharuddin
NRP.C551090031

ii

ABSTRACT

KAHARUDDIN. Study of nutrient fluxes and chlorophyll-a contents and its
relation to the process of mixing in Southern Makassar Strait. Under direction of
JOHN ISKANDAR PARIWONO and ALAN FRENDY KOROPITAN.
Vertical nutrient flux within nitrate, phospate, and silicate organic particle
is the primary organic element that has important role to the productivity rate of
water and as indicator of maximum limit of the chlorophyll-a concentrate value.
The orientation studies in viewing the rate of vertical nitrate flux due to turbulent
activity causing the mixture to control the atmospheric pressure at the surface
layers, shear flows and their interaction with the bottom shallow contours of the
topography Southern Makassar Strait (Dewakang Sill). Slope and sill contribute to
the mass trapping of water and strengthening the activities of internal waves,
internal tides, and upwelling/downwelling around the slope and ridge sill, play a

role in stimulating the movement of the magnitude of nutrient fluxes vertically.
The analysis methods of vertical nutrient fluxs is evaluated by using the param
estimation frequency Brunt-Vaisala (N2), current shear Richardson Number (Ri),
coefficient diffusion vertical eddy (Kz), show scale flux value that is between layer
in the surface layer (eufotic zone). The result of the analysis shows gradien
fluctuations in salinity gradients and patterns of stratification, temperature, and
density every inchs determine the amount of buoyancy frequency ratio of about 1
x 10-4 - 5.81 x 10-3 s-2, and shear strength of signals at the current depth bin ranged
from 1 x 10-3 s-2 - 4 x 10-3 s-2, the magnitude of the Ricardson Number indicates a
strong mixing approximately bin at a depth of 68 m - 206 m at 0.20 - 2.58. Based
on the estimation of the depth coefficient diffusion vertical eddy (Kz) shows
improvement in vertical diffusion layer at a depth pycnocline of the bin (12.79 189.79 m) with a range of 1.70 x 10-4 - 6.43 x 10-5 m2 s-1 and coefficient diffusion
vertical eddy (Kz) from density (σo) with a range 1.54 x 10-4 - 7.17 x 10-2 m2 s-1).
Increased Kz value at bin in vertical depth not contribute strongly to the vertical
nitrate flux due to the surface layer of the thermocline layer, that is the energy
required to penetrate the strong diffusion layer. Eufotik layer gradient flux of
nutrients 2.54 x 10-2 µg-A m-2 s-1. Nutrient fluxs concentrations negatively
correlated with chlorophyll-a concentration gradient in depth with the closeness
(r) to Si (0.3813), followed by the N (-0.2373) and P (-0.2745). The value of
vertical eddy diffusion (Kz) is inversely proportional the buoyancy frequency (N2)

and the presence of high concentrations of nutrients contained in the limit of the
thermocline. Element of organic silicate (Si) is more influential than other organic
elements to simulate the thickness of the concentration of chlorophyll-a.
Keyword: Nutrient flux, Chlorophyll-a, Mixing, South Makassar Strait,
Dewakang Sill

iii

RINGKASAN

KAHARUDDIN. Kajian fluks nutrien dan kandungan klorofil-a serta kaitannya
dengan proses percampuran di Selatan Selat Makassar. Dibimbing oleh JOHN
ISKANDAR PARIWONO dan ALAN FRENDY KOROPITAN.
Dewakang Sill merupakan bagian perairan yang berada di Selatan Selat
Makassar, dan merupakan jalur utama transpor aliran Arus Lintas Indonesia
(ARLINDO) bagian timur. Wilayah perairan ini sebagai tempat pertemuan massa
air dengan karakteristik yang berbeda, yaitu massa air Samudera Pasifik melewati
Selat Makassar dan massa air Laut Jawa. Keberadaan dua massa air tersebut
menyebabkan adanya front dan terbentuknya pelapisan massa air terhadap
kedalaman, hal ini terlihat dari profil salinitas dan suhu perairan ditambah dengan

kecepatan arus yang berbeda pula. Perbedaan densitas terhadap kedalaman
perairan menyebabkan stratifikasi lapisan dan percampuran massa air. Proses
percampuran massa air oleh aktifitas turbulensi secara vertikal dan horizontal,
selain adanya perbedaan gradien densitas juga dipengaruhi oleh aktivitas pasang
surut internal dan gelombang internal di atas topografi dasar (slope dan sill).
Keberadaan Dewakang Sill pada kedalaman antara 600 – 700 m, menjadi
penghalang pergerakan dan distribusi massa air menuju Laut Flores dan Laut
Banda. Karakteristik shear arus dengan kecepatan yang bervariatif sepanjang
kanal yang terbentuk dengan adanya perbedaan densitas/kedalaman menyebabkan
terjadinya proses downwelling/upwelling dan osilasi dari gelombang internal yang
memicu terjadinya turbulen di sisi slope dan sill. Aktivitas turbulen berperan
sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya fluks nutrien antar lapisan secara
vertikal. Besarnya kontribusi aktivitas fisik yang terjadi di sekitar kontur dasar
berfluktuasi oleh shear arus dan kondisi densitas kedalaman berpengaruh terhadap
pengangkutan serta perpindahan bahang (energi) dan partikel nutrien ke lapisan
permukaan secara vertikal. Laju fluks nutrien (nitrat) secara vertikal sebagai
refleksi difusi vertikal sangat menentukan laju kedalaman lapisan produktivitas
fitoplankton. Ketebalan konsentrasi klorofil-a dari aktivitas produksi fitoplankton
sebagai sinyal mengukur ketersediaan dan perpindahan nutrien dari lapisan dalam
ke lapisan termoklin dan lapisan permukaan tercampur. Kondisi ini dapat

dijelaskan melalui korelasi variabel nutrien dengan gradien densitas dan shear
arus pada interval kedalaman perairan. Sehingga penelitian ini difokuskan untuk
melihat dan mengestimasi jumlah energi dan laju fluks nutrien dan korelasinya
dengan kandungan klorofil-a sebagai akibat dari kontribusi interaksi topografi
terhadap proses percampuran di Selatan Selat Makassar termasuk Dewakang Sill.
Penelitian ini mengunakan data rekaman CTD (Conductivity,
Temperature, and Depth), data SADCP (Shipboard Acoustic Doppler Current
Profiler), dan sampel Rosette Bottle dari pelayaran kapal riset Baruna Jaya IV
melalui kegiatan divisi Teknologi Survei dan Kelautan (TEKSURLA) Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), pada tanggal 14 – 25 Agustus
2010. Ekstrak data salinitas, suhu dan densitas kedalaman dari CTD dengan
prosedur standar menggunakan perangkat lunak SBE Data Processing, ekstrak
data arah arus, kecepatan dan kedalaman dari SADCP menggunakan perangkat

iv

lunak WinADCP dengan koreksi pasut, dan data nutrien (nitrat, posfat, dan silikat)
serta klorofil-a dari tabung rosette pada CTD. Data nutrien dan klorofil-a
sebanyak 52 sampel dengan kedalaman standar (5, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 200,
250, 300, 350, 400, 500, 700, 1000) pada 5 Stasiun dari Selatan Dewakang Sill

menuju Laut Jawa. Proses pengukuran nilai konsentrasi nutrien dan klorofil-a
dengan menggunakan spektrofotom (885nm) di laboratorium kimia hara dan
laboratorium produktivitas primer, puslit oseanografi, LIPI. Perhitungan data
dengan metode frekuensi Brunt Vaisala (N2), estimasi difusi vertikal (Kz) dan
perhitungan data arus SADCP dengan menghitung nilai shear dan Richardson
Number (Ri), koefisien difusian eddy vertikal (Kz), nilai Kz dengan nilai
konsentrasi nutrien (nitrat) digunakan untuk menghitung fluks nutrien vertikal,
selanjutnya menghitung nilai korelasi antara konsentrasi nutrien dan konsentrasi
klorofil-a terhadap kedalaman.
Stasiun pengamatan di Selatan Selat Makassar dari Dewakang Sill (114
BT - 119 BT) menunjukkan profil kontur dasar yang dangkal sepanjang Laut
Jawa, dimana terdapat kanal-kanal dan slope diantara seamount dan sill.
Keberadaan topografi dasar ini menjadi indikator pembatas penyebaran massa air
dan menyebabkan adanya aktivitas fisik sebagai interaksi disepanjang punggung
ambang dan slope. Berdasarkan karakteristik massa air terlihat adanya pola
pelapisan salinitas, suhu, dan densitas terhadap kedalaman pada tiga lapisan
utama. Profil suhu pada lapisan permukaan tercampur, termoklin, menunjukkan
adanya stratifikasi yang relatif stabil terhadap kedalaman dengan gradien 0.02 oC.
Lapisan termoklin ditemukan pada kedalaman 114 m - 163 m dengan variasi
ketebalan antara 4 m - 21 m pada suhu 20 oC. Pelapisan salinitas menunjukkan

pola sangat fluktuatif antara lapisan permukaan, piknoklin dan lapisan dalam.
Salinitas tertinggi dan terendah ditemukan pada lapisan permukaan hingga lapisan
piknoklin (33.65 - 34.09 psu), akibat adanya intrusi massa air berbeda.
Profil shear arus pada komponen vektor u dan v menunjukkan sinyalsinyal laju pergerakan arus yang kuat pada interval kedalaman. Komponen arus
menunjukkan shear arus kuat mencapai 1.76 x 10-3 s-2 pada Stasiun 1 – 4, dengan
kedalaman bin (12.79 - 208.79 m). Kuatnya shear arus diindikasikan adanya
penyempitan aliran di atas topografi kontur yang dangkal. Shear arus dengan
sinyal yang relatif melemah pada lapisan permukaan dan menguat di lapisan
dalam (3.13 x 10-7 - 1.11 x 10-3 s-2) dengan pola pergerakan acak.
Rasio frekuensi apung (N2) yang membentuk pola pelapisan terhadap
kedalaman, kondisi lapisan permukaan dengan gradien fluktuasi berbeda. Lapisan
piknoklin yang merupakan lapisan pembatas antara lapisan atas dan lapisan dalam
dengan ketebalan yang tebal akibat perubahan gradien densitas dengan kisaran
cukup tinggi yang menjadi penghalang secara vertikal dari pergerakan fluida.
Nilai frekuensi apung pada lapisan piknoklin relatif sama terhadap kedalaman
berkisar 3.45 x 10-4 - 9.78 x 10-5 s-2, sedangkan nilai tertinggi di lapisan
permukaan dan di lapisan dalam dengan nilai yang sama (1 x 10-4 s-2 dan 5 x 10-3
s-2).
Nilai percampuran dalam kolom perairan berdasarkan besaran dari nilai
Richardson Number (Ri) dari komponen shear arus vertikal dan rasio frekuensi

apung. Besaran nilai Ri yang kuat mengidikasikan percampuran akan rendah
akibat nilai frekuensi yang lemah. Bilangan Ri dominan pada Stasiun 1 sampai 5
antara 1.244 - 2.580.

v

Aktivitas turbulensi yang menyebabkan percampuran dalam kolom
perairan berdasarkan estimasi difusi eddy vertikal (Kz), yang menjelaskan besaran
rasio koefisien difusian berbanding terbalik dengan besaran nilai Richardson
Number. Koefisien difusi dengan kedalaman bin (12.79 m - 208.79 m) dengan
variasi nilai difusi yang berfluktuatif sepanjang Stasiun pada lapisan permukaan
hingga batas lapisan piknoklin. Nilai difusi vertikal eddy (Kz) meningkat pada
lapisan dalam di lapisan piknoklin (208.79 m) sampai permukaan (12.79 m)
dengan variasi nilai antara 5 x 10-4 - 9 x 10-4 m2 s-1. Nilai difusi terendah dan
sedang ditemukan di bagian timur (Stasiun 1) dan bagian barat (Stasiun 4 dan 5)
sampai kedalaman 12.79 - 146.79 m) dengan kirasan antara 1 x 10-4 - 5 x 10-4 m2 s1
. Aktivitas percampuran turbulen di lapisan piknoklin diindikasikan sebagai
pengaruh proses shear arus, pasut internal, dan gelombang internal sepanjang sisi
sill dan slope.
Gradien fluks nutrien (nitrat) dengan menggunakan param difusi eddy

vertikal (Kz) dengan nilai kedalaman CTD dikalkulasi dengan konsentrasi nutrien
pada kedalaman standar. Besaran nilai difusian (Kz) sebagai aktivitas turbulen
percampuran berbanding lurus dengan laju penyebaran vertikal konsentrasi
nutrien dengan bertambahnya tekanan. Secara berturut - turut nilai fluks ketiga
unsur tertinggi mulai dari fluks silikat sebesar 2.62 x 10-3 µg-A m-2 s-1, kemudian
nitrat 1.73 x 10-3 µg-A m-2 s-1, selanjutnya silikat 5.89 x 10-4 µg-A m-2 s-1.
Gradien nutrien berfluktuasi terhadap densitas kedalaman, diiringi dengan
gradien standar deviasi (0.02 dan 0.04 µg-A m-2 s-1) yang meningkat dengan
bertambahnya kedalaman. Kondisi yang sama terlihat pada konsentrasi fosfat (P)
dan silikat (Si). Berdasarkan uji korelasi menunjukkan nilai keeratan (r) pada
konsetrasi nitrat dan korelasinya terhadap konsentrasi klorofil-a dengan selang
kepercayaan 99% secara berturut-turut adalah Si (0.3813), kemudian N (-0.2373)
dan P (-0.2745). Dibandingkan sebaran klorofil-a terhadap kedalaman secara
melintang dan vertikal, menjelaskan bahwa konsentrasi dengan nilai berkisar
antara 0.07 - 1.38 µg m3 pada batas maksimal kedalaman konsentrasi adalah 350
m. Konsentrasi klorofil-a dibatas atas lapisan termoklin berkorelasi negatif dengan
konsentrasi nutrien di kolom lapisan tercampur dan lapisan termoklin sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi silikat (Si) selanjutnya faktor unsur nutrien lainnya
berperan sesuai nilai keeratannya, dari nitrat (N) kemudian fosfat (P).
Kata Kunci: Fluks Nutrien, Klorofil-a, Mixing, Selatan Selat Makassar,

Dewakang Sill

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

vii

KAJIAN FLUKS NUTRIEN DAN KANDUNGAN KLOROFIL-A
SERTA KETERKAITANNYA DENGAN PROSES
PERCAMPURAN DI SELATAN SELAT MAKASSAR


KAHARUDDIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Agus Saleh Atmadipoera, DESS

ix

Judul Tesis : Kajian Fluks Nutrien dan Kandungan Krolofil-a serta
Keterkaitannya dengan Proses Percampuran di Selatan Selat
Makassar
Nama
: Kaharuddin
NIM
: C551090031

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. John I. Pariwono
Ketua

Dr. Alan F. Koropitan, S.Pi., M.Si
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Neviaty P. Zamani, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

x

PRAKATA

Ucapan syukur dan terima kasih tercurahkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa (Allah SWT) yang telah memberikan hidayah-Nya sehingga dapat
menyelesaikan penulisan tesis sebagai salah satu syarat kelulusan pada program
pascasarjana Ilmu Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian mengenai Kajian Fluks Nutrien dan Kandungan
Klorofil-A serta Keterkaitannya dengan Proses Percampuran (Mixing) di Selatan
Selat Makassar ini telah dilaksanakan sejak Agustus 2010.
Pengkajian ini mengenai laju fluks nutrien dan korelasinya terhadap
konsentrasi klorofil-a yang merefleksikan produktivitas perairan, sebagai akibat
dari proses percampuran di perairan Selatan Selat Makassar dan Dewakang Sill.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pelengkap informasi dan rujukan
ilmiah tentang peranan antara interaksi dari keberadaan topografi laut (sill dan
slope) dengan proses fisik di salah satu jalur Arus Lintas Indonesia (ARLIDO).
Hasil penelitian ini juga diharapkan sebagai pembanding sejauh mana kontribusi
sumber nutrien lautan di Selatan Selat Makassar, selain dari intrusi zat hara
(nutrien) antropogenik dari daratan melalui Laut Jawa dan sepanjang Selat
Makassar (Muara Kalimantan dan Sulawesi). Selanjutnya menjelaskan bagaimana
pengaruh kontribusi isu perubahan iklim global terhadap ketersediaan nutrien dan
pada akhirnya menambah informasi dalam aktivitas penangkapan ikan diwilayah
tersebut. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2012
Kaharuddin

xi

KATA PENGANTAR

Penulis menyampaikan penghormatan dan ucapan terima kasih kepada
yang mendukung, memotivasi, dan telah menginspirasi dalam pernyusunan tesis
ini :
1. Dr. Ir. John I. Pariwono, selaku pembimbing satu yang telah memberi
kesempatan dan meluangkan waktu, arahan serta pikiran selama penyusunan
tesis.
2. Dr. Alan F. Koropitan, S.Pi., M.Si., selaku pembimbing dua yang telah
memberi kesempatan, meluangkan waktu, ide dan gagasan, arahan serta
pikiran selama penyusunan tesis.
3. Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor yang banyak memberikan koreksi penulisan dan
motivasi dalam penyelesaian penulisan tesis.
4. Dr Agus Saleh Atmadipoera, DESS., selaku penguji luar komisi pada ujian
tahap akhir penyelesaian studi selain bersedia membantu secara konsep dan
analisis dalam penyempurnaan hasil penelitian.
5. UPT Baruna Jaya BPPT yang mengijinkan menggunakan data hasil Cruise
Sail Banda dengan Kapal Riset Baruna Jaya pada tanggal 14 - 25 Agustus
2010, terima kasih atas dukungan dan ijin penggunaan data.
6. DIKTI sebagai sponsor Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) 2009, serta
semua pihak yang telah membantu memberikan masukan bagi penyempurnaan
tesis.
7. Maxi Elias Timotius Parengkuan, S.IK, M.Sc., terima kasih telah berbagi
informasi dan telah berbagi data untuk penelitian ini.
8. Rekan-rekan pascasarjana ilmu kelautan 2009, rekan-rekan di laboratorium
data processing, rekan-rekan ITK FPIK IPB mulai dari angkatan 43 sampai
46, terima kasih banyak atas masukan (saran dan kritik).
9. Keluarga besar BARISTAR SQUAD, BARISTAR 2011/2012, Partai Hikmah
dan anak PONDOK MALEA, terima kasih hari-harimu untukku, i love you.
10. Kedua orang tua, keluarga besar, saudara di Marangkayu dan bubuhan putri
Karangmalennu di Sangatta.

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1982 di
Marangkayu sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari
pasangan Hamsah Mahmud dan Wardah. Pendidikan
Sekolah Dasar diselesaikan penulis di SDN 98 Batukaropa
Tahun

1996,

melanjutkan

sekolah

ke

SMPN

03

Bontomanai, lulus Tahun 1999. Pendidikan Sekolah
Menengah Atas diselesaikan Tahun 2002 di Madrasah Aliyah Negeri 02 Tanete.
Penulis melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun 2002, pada
program studi Ilmu Kelautan, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kutai Timur, lulus
pada tahun 2006 dengan gelar strata satu (S1).
Pada tahun 2007 penulis diangkat sebagai asisten staf pengajar di program
studi Ilmu Kelautan, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Kutai Timur. Pada
tahun yang bersamaan bekerja pada Yayasan Maritim Borneo (YMB) Kutai
Timur, sebagai sekretaris. Pada tahun 2009, penulis ditugaskan melanjutkan
pendidikan strata 2 (S2) yang didanai oleh Direktoral Jenderal Perguruan Tinggi
(DIKTI) melalui Kordinator Perguruan Tunggi Swasta (KOPERTIS XI) pada
program pascasarjana Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Tesis dengan judul, Kajian Fluks Nutrien dan
Kandungan Klorofil-a serta Kaitannya dengan Proses Percampuran (Mixing) di
Dewakang Sill, Selatan Selat Makassar, Sulawesi Selatan.

xiii

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN .....................................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xv
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xv
LAMPIRAN ........................................................................................................xvii
PENDAHULUAN ..............................................................................................1
Latar Belakang ...........................................................................................1
Rumusan Masalah......................................................................................4
Tujuan ........................................................................................................7
Manfaat Penelitian .....................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................8
Oseanografi Selatan Selat Makassar ..........................................................8
Sill dan Slope Region .................................................................................10
Percampuran (Mixing) ...............................................................................13
Suhu..................................................................................................16
Salinitas ............................................................................................17
Densitas ............................................................................................18
Fluks Nutrien .............................................................................................19
Klorofil-a dan Produktivitas Perairan ........................................................20
METODE PENELITIAN ....................................................................................24
Lokasi dan Waktu ......................................................................................24
Alat dan Bahan ..........................................................................................25
Metode Pengambilan Data.........................................................................25
Data Fisik Perairan ..........................................................................25
Data Kontur Kedalaman ...................................................................26
Data Nutrien .....................................................................................27
Data Krolofil ....................................................................................28
Analisis Data..............................................................................................29
Sebaran Menegak dan Melintang Suhu dan Salinitas................................30

xiv

Percampuran (Mixing) ...............................................................................31
Frekuensi Apung (Bouyancy Frequency) .........................................31
Bilangan Richardson (Ri) .................................................................32
Difusi Eddy Vertikal (Kz) .................................................................32
Fluks Nutrien .............................................................................................34
Hubungan Klorofil-a dan Nitrat.................................................................35
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................36
Deskripsi Topografi Selatan Selat Makassar .............................................36
Profil Pelapisan Massa Air ........................................................................37
Sebaran Melintang Suhu ..................................................................37
Sebaran Melintang Salinitas .............................................................40
Identifikasi Jenis Massa Air .............................................................44
Arus Melintang Perairan Selatan Selat Makassar ............................46
Proses Percampuran Massa Air .................................................................50
Frekuensi Apung (N2).......................................................................50
Shear Arus Vertikal (S2)...................................................................52
Bilangan Richardson (Ri) .................................................................54
Koefisien Difusivitas Eddy Vertikal (Kz) .........................................56
Variasi Turbulensi Fluks Nutrien ..............................................................61
Korelasi Nutrien Terhadap Kandungan Klorofil-a ....................................66
KESIMPULAN ...................................................................................................71
Kesimpulan ................................................................................................71
Saran ..........................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................73
LAMPIRAN ........................................................................................................78

xv

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Lokasi data CTD ............................................................................................26
2 Lokasi data SADCP........................................................................................26
3 Karakter aliran massa air Selatan Selat Makassar dan sekitarnya berdasarkan
Stasiun pengamatan ......................................................................................45
4 Nilai rata - rata difusi vertikal eddy (Kz) dengan densitas (σo).......................58
5 Rata - rata Kz berdasarkan nilai shear arus vertikal (S2) ................................60

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Skema kerangka pemikiran ..........................................................................6

2

Skematis utama dari gambar dasar laut (Stewart, 2008)..............................12

3

Simulasi jalur aliran nitrogen dalam lapisan atas perairan pada ekosistem
(Bahamon, 2003)..........................................................................................20

4

Peta lokasi/Stasiun penelitian di perairan Selatan Selat Makassar. .............24

5

Diagram alur pengolahan data .....................................................................30

6

Bentuk kontur topografi dasar sepanjang perairan Selatan Selat Makassar
(satelit USGS, etopo 2) ................................................................................36

7

Profil suhu perairan Dewakang Sill secara melintang berdasarkan data CTD38

8

Profil melintang salinitas perairan Dewakang Sill berdasarkan data CTD ..41

9

Diagram TS Selatan Selat Makassar berdasarkan titik pengamatan (a). Hasil
pembesaran kotak hijau pada Gambar (b) massa air NPSW dan (c) massa air
NPIW ...........................................................................................................45

10 Penampang melintang kecepatan arus komponen U (m s-1) ........................47
11 Penampang melintang kecepatan arus komponen V (m s-1) ........................49
12 Profil distribusi melintang frekuensi apung (N2) berdasarkan data CTD ....51
13 Profil vertikal shear arus (S2) perairan Selatan Selat Makassar...................54
14 Profil distribusi melintang bilangan Richardson perairan Selatan Selat
Makassar ......................................................................................................55
15 Profil koefisien difusi vertikal eddy (Kz) dengan densitas (σo) perairan
Selatan Selat Makassar ...............................................................................58
16 Profil Koefisien Difusivitas Eddy Vertikal (Kz) berdasarkan nilai shear (S2)
arus perairan Dewakang Sill ........................................................................60
17 Grafik fluks nitrat vertikal (µg-A m2 s-1) berdasarkan difusi vertikal eddy (Kz)
dari densitas (σo) ..........................................................................................63
18 Grafik fluks nitrat vertikal (µg-A m2 s-1) berdasarkan difusi vertikal eddy (Kz)
dari shear arus (S2) .......................................................................................64
19 a) Profil distribusi melintang kandungan klorofil-a perairan Dewakang Sill b)
rata-rata (solid) dan rata-rata +/- standard deviasi (dashed) profil gradien
klorofil dari data Roxcete CTD. ...................................................................66
20 Korelasi fluks nutrien dengan konsentrasi kandungan klorofil-a berdasarkan
Kz densitas (σo) .............................................................................................68
21 Korelasi fluks nutrien dengan konsentrasi kandungan klorofil-a berdasarkan
Kz dari shear arus vertikal ............................................................................69

xvii

LAMPIRAN

Halaman
1 Rata-rara ± standar deviasi (dashed) profil gradien nutrien (nitrat, fosfat, dan
silikat) dari data Roxette CTD........................................................................78
2 Grafik vertikal suhu dan salinitas Perairan sepanjang Stasiun pengamatan
Selatan Selat Makassar ...................................................................................79
3 Profil vertikal Thorpe displacement (d) berdasarkan nilai densitas (σo) terhadap
kedalaman (m) ................................................................................................81
4 Diagram alir pengolahan param fisik dari CTD dengan perangkat lunak ODV 82
5 Fluks nutrien berdasarkan estimasi difusi vertikal eddy (Kz) dari shear arus (S2)
........................................................................................................................83
6 Spesifikasi instrumen alat sampling dan rekaman data...................................84

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dasar laut Indonesia merupakan bagian dari Laut Mediterania Australasia
yang memiliki rangkaian topografi yang paling rumit, dengan serangkaian
cekungan yang sangat dalam dengan interkoneksi yang sangat terbatas sehingga
masing-masing cekungan dicirikan oleh berbagai air bawah tersendiri. Sirkulasi
dan pembaruan massa air yang terjadi sepanjang musim dengan stabilitas kolom
perairan yang kuat, sehingga perpindahan massa air yang lambat sangat
tergantung dari laju masukan massa air di atas ambang (sill). Keberadaan ambang
menunjukkan adanya perbedaan antara karakter massa air di Samudra Pasifik dan
massa air di pulau-pulau Selatan Indonesia atau utamanya di Samudra Hindia.
Aktivitas arus pasang surut yang terjadi di sepanjang sisi sill dan slope merupakan
fenomena yang sangat kuat, mengakibatkan terjadinya turbulensi (Tomczak dan
Godfrey, 2002). Selain itu adanya pengaruh musiman di wilayah ini yang juga
berperan dalam kontrol sirkulasi dan pembaruan massa air melalui konveksi.
Proses percampuran yang terjadi di laut dalam skala kecil dan besar secara
umum dapat ditelaah dengan mempelajari dinamika dan karakteristik dari
beberapa param oceanografi terkait. Percampuran massa air terjadi akibat adanya
perbedaan densitas yang dapat digambarkan oleh kondisi suhu, salinitas, dan
kedalaman. Secara global suhu dan salinitas lautan mencirikan massa air pada
perairan yang berbeda, baik secara horizontal maupun secara vertikal. Korelasi
antara suhu dan salinitas di suatu perairan dapat menjadi acuan dalam mengamati
asal-usul, penyebarannya, terbentuknya pelapisan, dan proses percampuran massa
air secara temporal dan spasial.
Menurut Ross (1970) bahwa meningkatnya densitas suatu perairan
merupakan akibat meningkatnya salinitas, tekanan, dan penurunan nilai suhu.
Peranan suhu dan salinitas, membentuk stratifikasi densitas perairan yang disebut
sebagai

lapisan

piknoklin,

menunjukkan

peningkatan

densitas

seiring

bertambahnya kedalaman. Tiap lapisan bentukan dari stratifikasi suhu dan

2

salinitas memiliki ketebalan densitas yang berbeda, oleh Wyrtki (1960)
mengatakan perbedaan ketebalan lapisan densitas perairan dipengaruhi proses
dinamika perairan.
Kondisi lautan yang mengalami ketidakstabilan membawa fluida dalam
proses percampuran dikelompokkan ke dalam dua bagian (Stewart, 2003), yaitu
stabilitas statik sebagai perubahan densitas terhadap kedalaman sedangkan
stabilitas dinamik sebagi shear kecepatan dan double-diffution yang berkaitan
dengan gradien salinitas dan suhu lautan. Pergerakan massa air yang diakibatkan
oleh variasi aliran turbulen dapat membentuk percampuran fluida dengan
fluktuasi yang sangat tinggi. Selanjutnya Stewart (2008) mengatakan bahwa
percampuran massa air sering terjadi di lapisan batas seperti batas Continental
Slope, di atas gunung laut dan mid ocean ridge, front, dan mixed layer di
permukaan.
Percampuran di lapisan internal sepanjang Slope dan Sill, menurut Emery
et al. (2005), bahwa sumber energi yang paling berperan dalam proses
percampuran di lapisan internal adalah aktivitas gelombang internal. Peranan
frekuensi supefluid inertial, kecepatan dan perpindahan isopycnal di laut memiliki
kontribusi terhadap gelombang internal dan turbulensi (Klymak dan Moum,
2007). Dinamika dari proses percampuran tersebut terbentuk ketika aktivitas
gelombang internal mengalami kondisi pecah (breaking). Selain fenomena
gelombang internal, percampuran internal juga terjadi melalui mekanisme vertikal
shear (tegangan menegak) sebagai pembentuk turbulensi. Faktor pemicu utama
dari vertikal turbulensi oleh Bowden (1960); Hill et al. (1962) dalam Khaira
(2009), adalah efek gesekan dasar laut terhadap arus. Pada kemiringan dasar Slope
dan Sill, proses percampuran tidak didominasi oleh turbulensi melalui gesekan,
tetapi adanya pengaruh restratifikasi gaya apung yang menciptakan kondisi
lingkungan yang sangat beragam.
Sirkulasi dan pergerakan massa air dari Samudra Pasifik yang melewati
beberapa selat di bagian utara perairan Indonesia menuju ke Samudra Hindia yang
juga melewati beberapa selat utama di bagian selatan perairan Indonesia. Massa
air yang bergerak dari utara dan barat Samudra Pasifik masuk ke perairan
Indonesia dengan kondisi massa air yang hangat, dan sebagai penciri dari massa

3

air tropis. Pasokan massa air mengalami pergerakan dari Samudra Pasifik ke
Samudra Hindia terjadi sebagai akibat adanya perbedaan gradien tekanan di kedua
samudra tersebut. Menurut Rochford (1969) dalam Bakti (1998) mengatakan
bahwa perairan tropis memiliki ciri dengan suhu (>27 oC), salinitas (4.0 ml/l). Massa air tersebut banyak dipengaruhi oleh
intrusi massa air dari daratan melalui limpasan air tawar (run-off) dan curah hujan
musiman sepanjang tahun. Sebelum mencapai Samudra Hindia massa air tersebut
melewati beberapa selat dengan topografi yang bervariasi.
Aliran massa air yang melewati selat dengan kedalaman yang relatif
dangkal dengan kemiringan slope yang relatif berbeda dan terdapatnya beberapa
zona-zona gunung laut atau yang disebut sebagai sill, yang berkontribusi sebagai
penghalang pergerakan dan memberi respon yang berbeda terhadap dinamika
aliran di perairan tersebut. Keberadaannya mencirikan karakteristik massa air
akibat adanya kolam-kolam yang menampung dan menghambat pergerakan massa
air secara lokal. Proses stratifikasi massa air di daerah ini disebabkan oleh adanya
perbedaan densitas. Adanya perbedaan densitas dapat menciptakan percampuran,
baik secara vertikal atau horisontal yaitu terjadi stratifikasi berdasarkan
kedalaman. Hal ini menurut Ffield (1994) menyebabkan adanya perubahan jumlah
bahang, kadar garam, dan momentum massa air.
Proses pelapisan atau stratifikasi massa air menurut Stewart (2003)
dipengaruh oleh perbedaan suhu, salinitas dan densitas lautan. Stratifikasi vertikal
sangat ditentukan oleh nilai stabilitas vertikal dengan menguji gradien densitasnya
secara vertikal. Hubungan antara densitas massa air dan pergerakan vertikal massa
air, berupa pergerakan vertikal fluida (Pond dan Pickard, 1983). Selanjutnya
menurut Xing dan Davies (2007) dalam perhitungannya mengunakan model
hidrostatik dengan konveksi buatan terjadi percampuran vertikal yang signifikan.
Lane-Serff (2004) menjelaskan bahwa gambaran dari topografi sepanjang
selat di daerah sill dan daerah slope termasuk sisi saluran dan hilir dari sill,
kelengkungan saluran dan pelebaran saluran memberi dampak penting pada
karakteristik aliran dan percampuran massa air. Hal ini akibat adanya aliran massa
air yang mengalir terbatas oleh luasan atau kedalaman selat, sehingga tekanan dari
arus lebih kencang jika dibandingkan dengan laut terbuka. Selanjutnya dikatakan

4

bahwa selain fenomena aliran arus, karaktristik massa air di daerah ini memiliki
densitas yang berbeda, dan fenomena pelapisan massa air oleh topografi.
Fenomena pencampuran massa air secara vertikal mengakibatkan adanya
fluks nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan (eufotik). Konsentrasi
nutrien di permukaan sangat sedikit dan akan meningkat pada lapisan termoklin
dan lapisan bawahnya. Menurut Matsura et al. (1979) dalam Tubalawony (2007)
mengatakan bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a pada bagian atas lapisan
permukaan tercampur sangat sedikit dan mulai meningkat dengan menuju bagian
bawah dari lapisan permukaan tercampur dan mulai menurun secara drastis pada
lapisan termoklin hingga tidak ada lagi klorofil-a pada lapisan di bawah
termoklin. Selanjutnya menurut Menzel dan Ryther (1960); Eppley dan Peterson
(1979); Bahamon et al. (2003) mengatakan bahwa penyebaran nitrogen ke atas
diatur oleh densitas air dan konsetrasi nitrat berkontribusi dalam mengontrol
distribusi spasial dari fitoplankton.
Analisis perhitungan biomassa fitoplankton suatu perairan dapat dilakukan
melalui pengukuran konsentrasi klorofil-a. Hal ini dikarenakan klorofil-a
merupakan salah satu pigmen penting dalam proses fotosintesis pada fitoplankton.
Dengan demikian sangat penting artinya mengukur nilai konsentrasi klorofil-a dan
sebarannya untuk mengetahui ketersediaan fitoplankton, yang pada akhirnya
dapat melihat tingkat kesuburan suatu perairan di zona sill dan slope. Nilai
klorofil maksimum tidak selalu berada di dekat atau di atas permukaan, tetapi
terkadang berada lebih dalam di bawah daerah eufotik (Parson et al., 1984 dalam
Bahamon at el., 2003).

Rumusan Masalah
Dinamika massa air dan interaksinya dengan kontur dari sill dan slope
yang membentuk proses hidrografi yang kompleks dengan menurunnya daya
apung dan gelombang internal pecah (breaking) berperan dalam proses
percampuran secara vertikal. Adanya pengaruh dari aktivitas percampuran vertikal
dan gradien difusi vertikal dari densitas (pycocline) mengakibatkan terbentuknya
fluks dari nutrien dan laju fluktuasi nutrien mengontrol kandungan klorofil-a.
Pada penelitian ini fokus untuk menelaah proses percampuran (mixing),

5

menganalisa profil vertikal param fisik utama massa air, penyebaran vertikal dari
nitrat (NO3), dan menganalisa kandungan klorofil-a. Untuk menelaah peranan dari
proses percampuran (mixed) dengan mempelajari dinamika pergerakan massa air
yang terjadi di daerah sill dan slope lautan yang dipengaruhi oleh pola salinitas,
suhu, tekanan, dan densitas, sehingga dapat ditentukan bagaimana karakteristik
massa air secara horizontal dan vertikal pada daerah tersebut. Keberadaan dari
kontur topografi yang berbeda diharapkan dapat memberi gambaran bagaimana
proses fisik yang terjadi di dasar, yang mengakibatkan percampuran sebagai
indikasi dalam pendekatan adanya fluks nutrien di lapisan dalam dan lapisan
termoklin, yaitu melalui difusi nutrien secara vertikal. Seberapa besar
pengaruhnya dalam transport nutrien dari lapisan dalam hingga mencapai lapisan
eufotik.
Pendekatan ini untuk menjawab efek antara topografi dan proses-proses
fisik di dalamnya terhadap pola fluks nutrien secara vertikal dan selanjutnya
korelasi antara nilai fluks nutrien dengan kandungan krolofil-a. Nilai fluks
vertikal dengan menganalisa nilai frekuensi apung dan nilai shear arus selanjutnya
digunakan untuk menghitung nilai difusivitas vertikal. Nilai difusivitas vertikal
digunakan dalam menghitung laju fluks nutrien vertikal selanjutnya dikorelasikan
dengan jumlah konsentrasi klrofil-a terhadap kedalaman. Kandungan klorofil-a
selanjutnya digunakan sebagai indikator dari kelimpahan fitoplankton dan potensi
organik di suatu perairan serta merupakan salah satu param yang sangat
menentukan produktivitas primer di laut. Jumlah dari kandungan klorofil-a sangat
terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan.
Data pokok dan informasi yang dibutuhkan yang mencakup nilai param
fisik (salinitas, suhu, dan densitas kedalaman) secara horizontal dan vertikal, data
kecepatan arus dan besarnya volume massa air secara melintang, data nutrien
(nitrat, fosfat, dan silikat) berdasarkan kedalaman standar pengambilan sampel,
data klorofil secara horizontal dan vertikal, dan data batimetri daerah selat untuk
melihat kontur dari sill dan slope.

6

Kerangka Pemikiran
Secara singkat kerangka berpikir dalam pendekatan masalah dari proses
penelitian mengenai kajian fluks nutrien dan kosentrasi klorofil-a serta kaitannya
dengan proses percampuran (mixing) di daerah Slope dan Sill, seperti disajikan
pada Gambar 1 di bawah ini.

Wilayah Slope

Wilayah Sill

Karakter
Massa Air

Salinitas

Suhu

Densitas

Frekuensi Brunt-Vaisala

Arus

Difusi Turbulensi

Mixing

Flux Nutrien (NO3)

Kandungan Krolofil-a

Produktifitas Primer Sill Dan Slope
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran

7

Tujuan
Berdasarkan pemaparan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengkaji profil suhu salinitas perairan, profil kecepatan komponen arus (u
dan v), dan kalkulasi besaran nilai shear arus secara vertikal di daerah sill dan
slope.
b. Mengkaji percampuran massa air sebagai pengaruh interaksi proses fisik
dengan kontur dasar terhadap frekuensi apung (Brunt-Vaisala), dan difusi
vertikal di daerah selat (sill dan slope).
c. Mengkaji variasi sebaran nutrien secara vertikal dan kandungan klorofil-a di
perairan selat (sill dan slope).
d. Menganalisis nilai fluks nutrien vertikal dan keterkaitannya dengan
konsentrasi klorofil-a dengan gradien kedalaman di Selat (sill dan slope).

Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini secara harfiahnya sebagai bagian dari pengabdian
di dunia pendidikan diharapkan memberi manfaat di antaranya sebagai berikut :
a. Memberi pembaruan, pelengkapan dan penambahan informasi yang telah ada
sebelumnya
b. Menjadi informasi bagaimana kondisi dasar perairan Indonesia pada suatu
daerah dan peranannya terhadap dinamika massa air serta keterkaitannya
terhadap produktivitas perairan Indonesia dan laut secara global.
c. Menjabarkan profil stratifikasi lapisan massa air dan peran arus lintang dengan
dinamikanya terhadap topografi Selatan Selat Makassar dan Dewakang Sill di
lautan Indonesia yang menjadi dasar pembelajaran perkembangan perubahan
iklim dunia.
d. Menjelaskan efek percampuran massa air yang terbangkitkan oleh topografi
sill dan slope terhadap konsentrasi nutrien dalam perairan yang menjadi
indikator kesuburan perairan.

8

TINJAUAN PUSTAKA

Oseanografi Selatan Selat Makassar
Secara umum massa air yang dibawa oleh Arlindo berasal dari Samudra
Pasifik bagian utara dan selatan bergerak menuju Samudra Hindia. Perairan Selat
Makasar dan Laut Flores dominan dipengaruhi oleh massa air laut Pasifik Utara
sedangkan Laut Seram dan Halmahera lebih banyak dipengaruhi oleh massa air
dari Pasifik Selatan. Massa air yang mengalir melewati perairan Indonesia oleh
(Gordon et al.,1994) melalui dua jalur utama, yaitu:
1. Jalur barat, massa air mengalir melalui Laut Sulawesi dan lapisan dalam
Makasar. Sebagian massa air akan mengalir melalui Selat Lombok dan
berakhir di Samudra Hindia sedangkan sebagian besar lagi dibelokan ke arah
timur terus ke Laut Flores hingga Laut Banda dan kemudian keluar ke Samudra
Hindia melalui Selat Ombai dan celah Laut Timor (Timor passenge)
2. Jalur timur dimana massa air masuk melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku
terus ke Laut Banda. Massa air dari Laut Banda akan mengalir mengikuti dua
rute. Rute utara Pulau Timor melalui Selat Ombai, antara Pulau Alor dan
Pulau Timor, masuk ke Laut Sawu dan Selat Rote, sedangkan rute selatan
Pulau Timor melalui Basin Timor dan celah Timor, antara Pulau Rote dan
paparan benua Australia.
Menurut Wyrtki (1961) perairan Timur Indonesia memiliki tipe massa air
yang dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis, yaitu :
a) North Pacific Subtropical Water (NPSW)
Massa air North Pacific Subtropical Water yang berada di Maluku, Laut
Sulawesi dan melewati Selat Makassar hingga ke Laut Flores. South Pacific
Subtropical Water - SPSW yang melewati Laut Halmahera dan masuk ke Laut
Seram dan menyebar hingga ke Laut Banda dan Arafura. North Pacific
Subtropical Water Samudra Hindia pada musim barat hanya ditemukan di
Laut Sawu dan Laut Timor.
b) North Pacific Intermediate Water (NPIW)

9

Massa air North Pacific Intermediate Water terbawa oleh arus Mindanao
memasuki Laut Sulawesi melewati Selat Makassar hingga ke Laut Flores,
kemudian massa air ini menyebar ke Laut Banda bagian selatan dan masih ada
sisa-sisanya yang terlihat di celah Laut Timur dan celah Laut Arafura.
c) Deep Water
Massa air Deep Water berasal dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia
dengan laju massa air yang lambat karena melewati cekungan Indonesia.
Berdasarkan hasil observasi dan pemodelan menurut Umasangaji (2006)
mengindikasikan bahwa sumber utama Arlindo adalah massa air termoklin Pasifik
Utara yang mengalir melalui Selat Makassar (kedalaman sill 650 m). Selanjutnya
kontribusi Arlindio dari massa air termoklin yang lebih dangkal dan massa air
perairan dalam yang berasal dari Pasifik Selatan masuk ke perairan Indonesia
melalui rute bagian timur yaitu Laut Maluku dan Laut Halmahera dengan massa
air yang lebih tinggi densitasnya melintasi Selat Lifamatola (kedalaman sill 1940
m), Arlindo bergerak ke luar menuju bagian timur Samudera India melalui selat
sepanjang rangkaian pulau-pulau Sunda Kecil seperti Selat Ombai (kedalaman sill
350 m), Selat Lombok (300 m), Laut Timor (1890 m).
Berdasarkan musim, Perairan Indonesia yang berlaku dua musim, yaitu
musim timur (Southeast Monsoon - SEM) dan musim barat (Northwest Monsoon NWM). Menurut Illahude dan Gordon (2006) menjelaskan selama musim timur
(SEM) dari Agustus - September dengan kondisi perairan dingin pada lapisan
dalam ( ฀/S) adalah 34.63 psu dengan suhu 2 oC, sedangkan kondisi air
permukaan hangat di Laut Seram dan Utara Banda ( ฀/S) dengan gradien salinitas
0.4 dengan suhu 26 oC dan perairan Makassar adalah 29 oC. Laut Timor memiliki
suhu yang lebih dingin di lapisan dalam meningkat 4 oC (1400 m) yang berasal
dari Samudra Hindia, sedangkan di Laut Maluku dengan suhu 6 oC merupakan
karakteristik air dari Antarctic Intermediate Water melalui lapisan dalam Utara
Pasifik. Pada musim barat (NWM) dengan ciri suhu permukaan rata-rata lebih
hangat pada 3 oC jika dibandingkan dengan musim timur. Kondisi salinitas
perairan berkisar antara 34.1 - 34.5 psu, diman salinitas permukaan Laut Banda
lebih tinggi, sedangkan Selatan Makassar yang lebih rendah (31.1 psu) dan
mencapai 35.1 psu di Laut Timor. Jenis massa air dari NPSW dengan Smax pada

10

musim timur lebih rendah 0.2 yang dilemahkan oleh musim barat. Pada saat
bersamaan dengan Berkurangnya Smax pada aliran Arlindo terlihat percampuran
vertikal yang kuat pada musin barat.
Suplai massa air dari Laut Jawa (Java Sea Water - JSW) terhadap
pengenceran, fluks bahang dan air tawar di South Equatorial Current Samudra
Hindia oleh Atmadipoera et al., (2009) menjelaskan kontribusi massa air JSW
pada lapisan permukaan dengan salinitas yang lebih tawar yang melemahkan
kontribusi massa air NPSW dilapisan termoklin. Massa air JSW digerakkan ke sisi
timur perairan oleh arus muson permukaan dikarenakan percampuran diapycnal
yang kuat. Massa air ini keluar ke Samudra India melalui Selat Lombok, Ombai
dan Timor dengan phase lag antara satu dan lima bulan, sehingga salinitas tawaar
di permukaan dan termoklin di Samudra Hindia bagian timur dimukan di awal
musim timur antara bulan April dan akhir bulan September.

Sill dan Slope Region
Topografi atau bentuk dasar laut dapat dibagi ke dalam batuan utama,
relief-relief menengah, dan mikro relief (Neumonn dan Pearson, 1966). Relief
utama membedakan antara abysal dan daratan tinggi, pegunungan bawah laut,
pegunungan isolat, dan trences laut dalam (Shipek, 1961 dalam Neumonn dan
Pearson, 1966), fitur ini diukur secara horisontal dipuluhan dan ratusan kilom atau
lebih, dan secara vertikal dalam ribuan m. Relief menggambarkan antara fitur
seperti bukit, lembah, saluran, tanggul, selokan, bank, dan jurang yang menjadi
bagian dari relief bantuan. Topografi membagi kedalaman ambang kritis yang
mengatur pertukaran massa air antar-cekungan dalam laut Indonesia yang dapat
diperkirakan dengan membandingkan profil suhu di kedua sisi topografi barrier.
Kedalaman Sill utama antara Laut Utara Pasifik dan laut dalam Indonesia
(Gordon et al. 2003) adalah:
1. Sangihe Ridge membentang dari Sulawesi Mindanao, yang membatasi
akses air yang mendalam untuk Laut Sulawesi dan Selat Makassar;
2. Laut Halmahera dengan kedalaman Sill mengendalikan akses air Pasifik
Selatan ke Laut Indonesia ; dan
3. Lifamatola Passage, yang menghubungkan Laut Maluku ke Laut Seram.

11

Profil dasar laut seperti disajikan pada Gambar 2, secara umum
menggambarkan lantai dasar utama lautan yang termasuk di antaranya berupa
gunung bawah laut, parit, busur pulau, dan cekungan. Berdasarkan ketetapan Biro
Hidrografi Internasional (1953), dan pendefinisian berdasarkan dari Sverdrup,
Johnson, dan Fleming (1942), Shephard (1963), dan Dietrich et al., (1980 ) dalam
Stewart, 2008) menetapkan nama dan penjelasan dari bentuk dasar lautan. 1)
Basin yang merupakan kolam-kolam terdalam dari dasar lautan memiliki bentuk
lebih kurang seperti lingkaran atau oval. 2) Canyons (Ngarai) yang relatif sempit,
alur-alur yang dalam dengan lereng curam, memotong di landasan kontinen dan
lereng, dengan dasar miring terus ke bawah. 3) Continental shelves adalah zona
yang berdekatan dengan benua (atau sekitar pulau) dan membentang dari batas air
terendah dengan kedalaman biasanya sekitar 120 m, dimana ada tanda atau lebih
tepatnya lereng yang curam ke kedalaman yang besar. 3) Continental Slopes
adalah declivities ke arah laut dari tepi ke yang lebih mendalam. 4) Plains yang
datar, landai atau daerah tingkat hampir dari lantai-laut, seperti data