Fractionation of Flavonoid Group from Kepel (Stelechocarpus burahol) Leaves as Antibacterial Agent

1

FRAKSIONASI GOLONGAN FLAVONOID DARI DAUN
KEPEL (Stelechocarpus burahol) YANG BERPOTENSI
SEBAGAI ANTIBAKTERI

AISYAH HIDAYAT

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

2

ABSTRAK
AISYAH HIDAYAT Fraksionasi Golongan Flavonoid dari Daun Kepel
(Stelechocarpus burahol) yang Berpotensi sebagai Antibakteri. Dibimbing oleh
LATIFAH KOSIM DARUSMAN dan IRMANIDA BATUBARA.
Penelitian ini bertujuan memisahkan senyawa flavonoid yang terkandung

dalam ekstrak metanol daun kepel yang berpotensi sebagai antibakteri. Bakteri
yang digunakan ialah Staphylococcus epidermidis yang merupakan bakteri
penyebab bau badan. Ekstrak metanol kepel dipartisi dalam metanol:air (7:3) lalu
dengan n-heksana dan kloroform. Ekstrak metanol:air (7:3) yang mengandung
flavonoid paling banyak selanjutnya difraksionasi menggunakan kromatografi
kolom silika gel (elusi isokratik dengan butanol:metanol:asam asetat 1:8:1 sebagai
eluen) menghasilkan 7 fraksi. Semua fraksi diuji aktivitas antibakteri dengan
metode microplate. Fraksi V merupakan fraksi yang paling aktif dengan
konsentrasi hambat minimum (KHM) sebesar 0.06 mg/mL dan konsentrasi bunuh
minimum (KBM) sebesar 0.50 mg/mL. Fraksi V dipisahkan lebih lanjut
menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif dan diperoleh 3 fraksi. Fraksi V3
merupakan fraksi yang paling aktif dengan KHM sebesar 1.00 mg/mL dan KBM
2.00 mg/mL. Hasil identifikasi fraksi V3 berdasarkan pendugaan spektrum
ultraviolet-tampak dan inframerah adalah golongan flavon.

ABSTRACT
AISYAH HIDAYAT Fractionation of Flavonoid Group from Kepel
(Stelechocarpus burahol) Leaves as Antibacterial Agent. Supervised by
LATIFAH KOSIM DARUSMAN and IRMANIDA BATUBARA.
The objectives of this research was to separate flavonoids of kepel

leavesfrom methanol extract as antibacterial agent. The bacteria used was
Staphylococcus epidermidis that corresponds to body odor. The methanol extracts
was fractionated in methanol:water (7:3), n-hexane and chloroform consecutively.
Methanol:water (7:3) extract with the highest flavonoids content, fractionated by
silica gel column chromatography (isocratic elution, with butanol:methanol:acetic
acid 1:8:1 as eluent) to produce 7 fractions. All fractions were tested for
antibacterial activity with a microplate method. Fraction V was the most active
fraction with minimum inhibitory concentration (MIC) 0.06 mg/mL and minimum
bactericidal concentration (MBC) of 0.50 mg/mL. Fraction V was further
separated by preparative thin layer chromatography and gave three fractions.
Fraction V3 was the most active fraction with MIC 1.00 mg/mL and MBC of 2.00
mg/mL. Identification of fraction V3 based on assessments on ultraviolet-visible
and infrared spectrum belongs to flavones group.

3

FRAKSIONASI GOLONGAN FLAVONOID DARI DAUN
KEPEL (Stelechocarpus burahol) YANG BERPOTENSI
SEBAGAI ANTIBAKTERI


AISYAH HIDAYAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

4

Judul Skripsi : Fraksionasi Golongan Flavonoid dari Daun Kepel
(Stelechocarpus burahol) yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Nama
: Aisyah Hidayat
NIM

: G44062347

Disetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, MS
NIP 19530824 197603 2 001

Dr. Irmanida Batubara, M.Si
NIP 19750807 200501 2 001

Diketahui,
Ketua Departemen Kimia

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002


Tanggal lulus:

5

PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan
hidayah dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Fraksionasi
Golongan Flavonoid dari Daun Kepel (Stelechocarpus burahol) yang Berpotensi
sebagai Antibakteri” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan memisahkan
senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak metanol daun kepel yang
berpotensi sebagai antibakteri. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Oktober 2010
sampai April 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Uji Pusat Studi
Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K
Darusman, MS dan Dr. Irmanida Batubara, M.Si selaku pembimbing yang selalu
memberi bimbingan, motivasi, saran, dan meluangkan waktunya kepada penulis
selama berkonsultasi. Terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka yang telah
memberikan fasilitas dan penggunaan peralatan selama penulis melaksanakan
penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Umi, Bapak, Kak

Wahyu, Dek Hidir, dan seluruh keluarga yang senantiasa mendoakan, memberi
motivasi, dan kasih sayang yang tiada henti. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada Om Eman, Bu Nunung, Pak Dede, dan para pegawai di
Laboratorium Kimia Analitik, juga kepada Ibu Nunuk, Mba Wiwi, dan para
pegawai di Pusat Studi Biofarmaka yang telah membantu penulis selama
penelitian. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

Aisyah Hidayat

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 November 1986 dari pasangan
Tarpa Sujana dan Atiah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMAN 1 Jonggol pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama menjalani perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia
Analitik I, Kimia Bahan Alam, dan Teknik Laboratorium S2 layanan pada tahun
ajaran 2010/2011. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi Ikatan Mahasiswa
Kimia (Imasika) pada tahun 2008/2009 sebagai Staf Departemen Komunikasi dan
Informasi. Penulis pernah berkesempatan menjadi peserta dan poster presenter
pada acara The 2nd International Symposium on Temulawak 2011. Penulis juga
berkesempatan menjalani kegiatan Praktik Lapang di Laboratorium quality
control (QC) PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2009.

7

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii
PENDAHULUAN ..........................................................................................

1


TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................
Tanaman Kepel (Stelechicarpus burahol) ..................................................
Bakteri ......................................................................................................
Antibakteri ................................................................................................
Ekstraksi dan Fraksionasi ..........................................................................
Spektrofotometri UV-tampak ....................................................................
Spektrofotometri IR ..................................................................................
Flavonoid ..................................................................................................

1
1
2
2
2
3
3
4

BAHAN DAN METODE ...............................................................................

Alat dan Bahan..........................................................................................
Metode......................................................................................................

4
4
4

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
Kadar Air dan Kadar Abu ..........................................................................
Analisis Hasil Ekstraksi.............................................................................
Uji Fitokimia .............................................................................................
Penentuan Eluen Terbaik dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ...........
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom ....................................................
Aktivitas Antibakteri pada Hasil Fraksionasi .............................................
Analisis Spektrofotometer UV-tampak ......................................................
Analisis Spektrofotometer FTIR ................................................................

6
6
7

7
7
8
8
9
9

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 10
Simpulan ................................................................................................... 10
Saran ......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 10
LAMPIRAN .................................................................................................. 13

8

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3

4
5

Hasil Uji Flavonoid ...................................................................................
Hasil Fraksionasi Ekstrak Metanol:Air (7:3)..............................................
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri ..................................................................
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Hasil KLTP ..............................................
Absorpsi FTIR Gugus-gugus Fungsi Fraksi V3 .........................................

7
8
8
9
9

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4

Daun Kepel (Stelechocarpus burahol) .......................................................
Srtuktur Umum Flavonoid .........................................................................
Hasil Fraksionasi Ekstrak Metanol:air dengan Kromatografi Kolom .........
Struktur Dasar Senyawa Dugaan (Flavon) .................................................

2
4
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Bagan Alir Lingkup Kerja Penelitian .........................................................
Kadar Air Daun Kepel...............................................................................
Kadar Abu Daun Kepel .............................................................................
Rendemen Ekstrak Daun Kepel dalam Metanol .........................................
Rendemen Hasil Partisi Ekstrak Metanol Daun Kepel ...............................
Hasil Penentuan Eluen Terbaik Ekstark Metanol:Air (7:3) ........................
Hasil Fraksionasi Ekstrak Metanol:Air (7:3)..............................................
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri ..................................................................
Hasil Pemisahan dari Fraksi V ..................................................................
Hasil Uji Aktifitas Antibakteri Setelah Pemisahan dengan KLTP ..............
Spektrum UV-tampak dan FTIR Fraksi V3 ...............................................

14
15
15
16
16
17
17
18
19
20
21

1

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya
akan sumberdaya hayati. Terdapat sekitar
30000 spesies tumbuhan berbunga di hutan
tropika Indonesia. Jumlah tersebut belum
termasuk kehidupan lainnya, seperti herba,
semak, paku-pakuan, epifit, cendawan, dan
jasad renik lainnya. Keanekaragaman hayati
yang terhimpun dalam berbagai formasi hutan
Indonesia merupakan aset nasional yang tidak
terhingga nilainya bagi kepentingan manusia.
Salah satu manfaat keanekaragaman hayati
adalah kegunaannya sebagai obat. Menurut
hasil penelitian Zuhud et al. (2004), telah
ditemukan sebanyak 1260 spesies tumbuhan
obat yang secara pasti diketahui berasal dari
hutan tropika Indonesia.
Salah satu tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat ialah kepel
(Stelechocarpus burahol). Kepel merupakan
tumbuhan yang secara tradisional telah
digunakan sebagai pewangi khususnya di
kalangan keraton. Mengonsumsi buahnya
dapat mengurangi bau keringat, bau nafas, dan
bau air seni (Heyne 1987; Verheij dan
Coronell 1997).
Masalah bau badan dapat dialami oleh
setiap orang dan dapat disebabkan oleh
beberapa hal, seperti faktor genetik, kondisi
kejiwaan, faktor makanan, faktor kegemukan,
dan bahan pakaian yang dipakai. Keringat
yang dikeluarkan seseorang sangat terlibat
dalam proses timbulnya bau badan. Infeksi
kelenjar
apokrin
yang
menghasilkan
keringatoleh bakteri berperan dalam proses
pembusukan. Bakteri yang diduga menjadi
penyebab bau badan tersebut diantaranya ialah
Staphylococcus epidermidis, Corynebacterium
acne,
Pseudomonas
aeruginosa,
dan
Streptococcus pyogenes (Endarti & Soediro
2002). Penggunaan antibiotik yang tidak
benar biasanya akan membuat bakteri menjadi
bersifat resisten dan tetap memperbanyak diri
dalam inangnya.
Menurut Bartlett (2007), bakteri S.
epidermidis umumnya telah resisten terhadap
antibiotik penisilin dan metisilin, sehingga
perlu diketahui bahan alternatif yang dapat
membasmi atau menghambat pertumbuhan
bakteri tersebut. Darusman et al. (komunikasi
pribadi 2010) melaporkan bahwa aktivitas
flavonoid dari ekstrak daun kepel sebagai
antibakteri lebih tinggi daripada tanin. Oleh
karena itu, dilakukan penelitian untuk
mengetahui senyawa aktif antibakteri pada
ekstrak daun kepel dalam menghambat

pertumbuhan bakteri S. epidermidis yang
dilakukan secara in vitro.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
golongan flavonoid yang berpotensi sebagai
antibakteri terhadap S. epidermidis dari
ekstrak daun kepel (S. burahol) secara in
vitro.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kepel (Stelechocarpusburahol)
Tumbuhan
kepel
atau
burahol
(Stelechocarpus burahol) adalah pohon
penghasil buah hidangan meja yang menjadi
flora identitas Daerah Istimewa Yogyakarta.
Klasifikasi ilmiah kepel adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Trachebionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Magnoliales
Famili
: Annonaceae
Genus
: Stelechocarpus
Spesies
: Stelechocarpus burahol
(Blume) Hook&Thompson
(USDA 2007)
S. burahol merupakan jenis tanaman buahbuahan Indonesia, dengan nama lain kepel,
simpel, dan kecindul (Jawa). Tinggi pohon ini
dapat mencapai 25 m, batang lurus berwarna
cokelat tua, diameter mencapai 40 cm,
memiliki benjolan-benjolan bekas keluar
bunga dan buah, daun tunggal, elips–lonjong
sampai bundar telur–lanset, panjang 12–27 cm
dan lebar 5–9 cm.Buah berbentuk bulat,
berwarna kecoklatan, diameter 5–6 cm, berbiji
empat atau lebih dan berbentuk elip (LIPI
2000). Kepel akan tumbuh baik pada tanah
yang subur, drainase yang baik, dan pH 5.8–
6.7 (Solikin 2010).
S. burahol secara tradisional digunakan
sebagai obat untuk menurunkan kadar asam
urat dan diuretik. Sutomo (2003) melaporkan
bahwa fraksi tidak larut petroleum eter dari
ekstrak metanol daun kepel mampu
menurunkan kadar asam urat, dan hasil
identifikasinya
menunjukkan
adanya
flavonoid. Tisnadjaja et al. (2006) dan
Sunarni et al. (2007) melaporkan bahwa isolat
flavonoid dari daun kepel menunjukkan
aktivitas antioksidan penangkap radikal
DPPH. Menurut Shiddiqi et al. (2008), zat
sitotoksik dalam tanaman kepel yang
berperan penting dalam pengendalian

2

pertumbuhan kolorektal karsinoma antara lain
asetogenin, lakton, dan isoflavon.
Hasil uji fitokimia kepel menunjukkan
adanya alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroidtriterpenoid (Sunardi 2010). Sebagai anti gout,
ekstrak polar daun dan buah kepel memiliki
aktivitas
penghambatan
COX-2
pada
konsentrasi 50 g/mL (Batubara et al. 2010).
Rahminiwati et al. (2010) melaporkan bahwa
ekstrak daun dan buah kepel tidak memiliki
aktivitas
antimikroba
terhadap
Propionibacterium acnes pada konsentrasi 4
mg/mL. Priastini dan Flora (2010)
melaporkan bahwa ekstrak buah kepel
mengandung antioksidan yang dapat menjaga
kualitas sperma kelinci pada penyimpanan
selama sembilan hari pada suhu 5 oC.

Gambar 1

Daun Kepel (Stelechocarpus
burahol)
Bakteri

Bakteri adalah sel prokariotik yang
bersifat khas, uniseluler, dan tidak
mengandung struktur yang terbatasi membran
di dalam sitoplasmanya. Sel-selnya secara
khas, berbentuk bola seperti batang atau
spiral. Bakteri berdiameter sekitar 0.5 sampai
1.0 µm dan panjangnya 1.5 sampai 2.5 µm.
Kulit secara konstan berhubungan dengan
bakteri dari udara atau dari benda-benda.
Bakteri kulit dijumpai pada epithelium
membentuk koloni pada permukaan sel-sel
mati. Kebanyakan bakteri ini adalah spesies
Staphylococcus (S. epidermidis dan S.
aureus), sianobakteri aerobik, dan difteroid.
Jauh di dalam kelenjar lemak dijumpai
bakteri-bakteri anaerobik lipofilik seperti
Propionibacterium acnes penyebab jerawat
(Pelczar & Chan 2007).
S. epidermidis adalah salah satu
spesiesbakteri dari genus Staphylococcus.
Beberapa karakteristik bakteri ini adalah
fakultatif anaerobik, koagulase negatif,

katalase positif, gram positif, berbentuk
kokus, berdiameter 0,5–1,5 µm, dan suhu
optimum pertumbuhan 35–37 oC (Lisa dan
Anne 1998). Secara klinis, bakteri ini
menyerang orang-orang yang rentan atau
imunitas rendah, seperti penderita AIDS,
pasien kritis, pengguna obat terlarang
(narkotika), bayi yang baru lahir, dan pasien
rumah sakit yang dirawat dalam waktu lama
(Jodi 2008).
Antibakteri
Antibakteri
adalah
senyawa
yang
dihasilkan
oleh
mikroorganisme
atau
tumbuhan yang dalam jumlah tertentu
mempunyai daya penghambat terhadap
kegiatan mikroorganisme atau tumbuhan lain
(Dwidjoseputro
1990).
Berdasarkan
aktivitasnya, zat antibakteri dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu bakteriostatik dan
bakteriosida. Bakteriostatik adalah zat
antibakteri
yang
memiliki
aktivitas
menghambat pertumbuhan bakteri namun
tidak mematikan. Bakteriosida adalah zat
antibakteri
yang
memiliki
aktivitas
membunuh bakteri (Madigan et al.
2005;Schunack et al. 1990). Namun ada
beberapa zat antibakteri yang bersifat
bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan
bersifat bakterisida pada konsentrasi tinggi
(Fardiaz et al. 1987). Berdasarkan efektivitas
kerjanya
terhadap
berbagai
macam
mikroorganisme,
zat
antibakteri
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
antibakteri berspektrum luas yang efektif
terhadap berbagai jenis mikroorganisme dan
antibakteri berspektrum sempit yang hanya
efektif terhadap mikroorganisme tertentu
(Pelczar & Chan 2007). Mekanisme kerja dari
zat antibakteri diantaranya yaitu menghambat
sintesis dinding sel, menghambat keutuhan
permeabilitas dinding sel, menghambat kerja
enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat
dan protein. Sebagai contoh antibakteri
dengan mekanisme kerja tersebut adalah
penisilin, sefalosporin, vankomisin, basitrasin,
sikloserin, dan ampisilin (Jawetz et al. 1996).
Ekstraksi dan Fraksionasi
Ekstraksi merupakan suatu proses yang
secara selektif mengambil zat terlarut yang
terkandung dalam suatu campuran dengan
bantuan pelarut. Metode pemisahan pada
ekstraksi pelarut menggunakan prinsip
kelarutan like dissolve like, yaitu pelarut polar
akan melarutkan zat polar dan sebaliknya.

3

Salah satu prosedur klasik untuk memperoleh
kandungan senyawa organik dari jaringan
tumbuhan ialah maserasi. Metode maserasi
digunakan untuk mengekstraksi sampel yang
relatif tidak tahan panas. Metode ini dilakukan
hanya dengan merendam sampel dalam suatu
pelarut dengan lama waktu tertentu, biasanya
selama 24 jam tanpa menggunakan
pemanasan. Kelebihan metode maserasi, yaitu
sederhana, tidak memerlukan alat-alat yang
rumit, relatif murah, serta dapat menghindari
kerusakan komponen senyawa yang tidak
tahan panas. Kelemahannya diantaranya dari
segi waktu yang lama dan penggunaan pelarut
yang tidak efisien. Pemilihan pelarut untuk
proses maserasi akan memberikan efektivitas
yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan
senyawa bahan alam pada pelarut tersebut
(Rohman et al.2006). Efektivitas ekstraksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
ukuran partikel bahan yang disari, tekstur
bahan atau jaringan simplisia, faktor fisika
seperti suhu, tekanan, kelarutan, jenis dan
polaritas cairan penyari dan teknik
penyaringan yang digunakan (Depkes RI
1986).
Fraksinasi adalah proses pemisahan
komponen dalam suatu ekstrak menjadi
kelompok-kelompok senyawa yang memiliki
kemiripan
karakteristik
secara
kimia
(Houghton & Raman 1998). Teknik fraksinasi
dapat dilakukan dengan kromatografi kolom,
yaitu teknik analisis untuk menentukan jumlah
komponen dalam suatu campuran senyawa,
dan juga untuk memisahkan dan memurnikan
komponen
senyawa
tertentu
dari
campurannya. Pemisahan kromatografi kolom
ini menggunakan suatu pelarut pengelusi yang
dialirkan secara kontinu melalui kolom dan
komponen demi komponen dari campuran
pada akhirnya keluar dari kolom kemudian
dapat dikumpulkan dan difraksinasi (Rouessac
& Rouessac 1994).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan
jenis kromatografi partisi menggunakan
sebuah lapis tipis silika atau alumina yang
seragam pada sebuah lempeng gelas atau
logam yang keras. Fase diam untuk KLT
seringkali juga mengandung substansi yang
dapat berpendar dalam sinar ultra violet. Fase
gerak merupakan pelarut atau campuran
pelarut yang sesuai (Harvey 2000).
Pergerakan zat relatif terhadap garis depan
pelarut dalam sistem kromatografi lapis tipis
dapat didefinisikan sebagai nilai Rf, yaitu
perbandingan jarak tempuh zat dengan jarak
tempuh garis depan pelarut.

Spektrofotometri UV-tampak
Spektroskopi
ultraviolet
merupakan
transisi elektronik yang terjadi pada daerah
200-380 nm sedangkan spektrum tampak
terjadi pada daerah 380−800 nm. Spektrum
tampak kurang baik dalam penentuan struktur
karena kebanyakan senyawa organik tidak
berwarna sedangkan spektrum UV dapat
digunakan untuk menentukan struktur dalam
suatu larutan. Pelarut yang umum digunakan
untuk spektoskopi UV ialah air, etanol 95%
dan heksana (Pavia et al. 2001). Pada daerah
sinar ultraviolet dan sinar tampak, energi
diperoleh dari transisi elektronik. Energi yang
diserap oleh molekul digunakan untuk
menaikan energi elektron dari keadaan dasar
ke tingkat energi yang lebih tinggi. Transisi
elektron secara umum terjadi antara orbital
ikatan (bonding) dengan orbital anti ikatan
(anti-bonding) tak terisi. Penyerapan dari
panjang gelombang tersebut kemudian
menjadi ukuran dari pemisahan tingkat energi
dari orbital-orbital terkait (Wiryawan 2011)
Semua molekul dapat mengabsorpsi
radiasi dalam daerah UV-Tampak karena
mereka
mengandung
elektron
baik
berpasangan maupun menyendiri yang dapat
dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Panjang gelombang yang diabsorpsi
bergantung pada berapa kuat elektron itu
terikat dalam molekul (Day & Underwood
2001).
Spektrum
serapan
kandungan
tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang
sangat encer dengan pembanding blanko
pelarut serta menggunakan spektrofotometer
yang merekam otomatis. Sampel untuk
spektrofotometri UV-tampak paling sering
dalam bentuk cairan daripada gas atau
padatan. Spektrum flavonoid biasanya
ditentukan dalam larutan dengan pelarut
metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri
atas dua maksima pada rentang 240-285 nm
(pita II) dan 300-550 nm (pita I) (Markham
1988).
Spektrofotometri Infra merah
Spektroskopi inframerah merupakan suatu
metode yang mengamati interaksi molekul
dengan radiasi elektromagnetik yang berada
pada daerah panjang gelombang 0.75–1.000
µm atau pada bilangan gelombang 13.000–10
cm-1. Berdasarkan pembagian daerah panjang
gelombang sinar infra merah dibagi atas tiga
daerah, yaitu daerah infra merah dekat
(0.75−2.5 µm), daerah infra merah
pertengahan (2.5–50 µm), dan daerah infra

4

merah jauh (50–1000 µm) (Giwangkara
2007). Spektrofotometer inframerah dibagi
menjadi 3 jenis yaitu spektrofotometer
Inframerah
dispersive
(kualitatif),
spektrofotometer inframerah tak dispersive
(kuantitatif), dan spektrofotometer inframerah
transformasi
fourier
(kualitatif
dan
kuantitatif).
Spektroskopi FTIR menggunakan prinsip
interferometer (Skoog et al. 2004).
Spektroskopi FTIR mengukur vibrasi
dominan dari gugus fungsi dan ikatan yang
memiliki kepolaran yang tinggi (Thor &
Jeffery 2005). Prinsip FTIR adalah ketika
sampel berinteraksi dengan sinar (radiasi
elektromagnetik), maka ikatan kimia pada
panjang gelombang tertentu akan menyerap
sinar ini dan akan bervibrasi. Vibrasi ini dapat
berupa vibrasi tekuk atau vibrsi ulur.
Absorbans atau vibrasi ini dihubungkan
dengan ikatan tunggal atau gugus fungsi dari
molekul untuk identifikasi senyawa yang tidak
diketahui (Dunn & David 2005).

penangkap radikal superoksida. Hamdiyati et
al. (2008) melaporkan bahwa senyawa aktif
dari daun patikan kebo yang dapat
menghambat pertumbuhan S. epidermidis
adalah flavonoid, tanin, alkaloid, dan
terpenoid. Sukadana (2009) melaporkan
bahwa isolat flavonoid fraksi FB dari ekstrak
kental air buah belimbing manis diduga
termasuk golongan katekin yang dapat
menghambat bakteri gram positif (S. aureus)
dan gram negatif (E. coli), masing-masing
mulai dari konsentrasi 500 ppm dan 100 ppm.
Isolat flavonoid yang berhasil diisolasi dari
kulit akar awar-awar adalah
golongan
flavanon yang mempunyai aktivitas sebagai
antibakteri terhadap Vibrio cholera dan E.
coli (Sukadana 2010).

Flavonoid
Flavonoid (Gambar 2) merupakan salah
satu metabolit sekunder, kemungkinan
keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh
adanya proses fotosintesis sehingga daun
muda belum terlalu banyak mengandung
flavonoid (Markham 1988). Lebih dari 2000
flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah
diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang
umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol,
dan flavon. Flavonoid sering terdapat di sel
epidermis.
Sebagian
besar
flavonoid
terhimpun di vakuola sel tumbuhan walaupun
tempat sintesisnya ada di luar vakuola
(Salisbury & Ross 1995)
Flavonoid berupa senyawa yang larut
dalam air dan dapat diekstrak dengan etanol
70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah
ekstrak ini dikocok dengan eter. Flavonoid
berupa senyawa fenol karena itu warnanya
berubah bila ditambah basa atau amonia, jadi
mereka mudah dideteksi pada kromatogram
atau dalam larutan. Flavonoid terdapat dalam
semua tumbuhan pembuluh dan dalam bentuk
campuran, jarang sekali dijumpai hanya
flavonoid tunggal. Penggolongan jenis
flavonoid dalam jaringan tumbuhan mulamula didasarkan kepada telaah sifat kelarutan
dan reaksi warna (Harbone 1987).
Menurut Cos et al. (1998), aktivitas
flavonoid sebagai penurun kadar asam urat
melalui penghambatan enzim xantin oksidase.
Selain itu juga bersifat sebagai antioksidan

Gambar 2 Struktur Umum Flavonoid

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah
serbuk daun kepel, akuades, heksana, etil
asetat, kloroform metanol, etil asetat, pelarut
DMSO, silika gel, media trypticase soy broth
(TSB), bakteri S. epidermidis, tetrasiklin,
TCC, dan pelat aluminium jenis silika gel
G60F254 dari Merck.
Peralatan yang digunakan adalah peralatan
gelas, cawan porselen, oven, eksikator, neraca
analitik, penguap putar, bejana kromatografi,
kromatografi kolom, autoklaf, inkubator, 96well plates, spektrofotometer UV-tampak
(Shimadzu), dan FTIR (Brucker).
Metode
Metode penelitian yang akan dilakukan
mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yaitu
penentuan kadar air, kadar abu, penentuan
ekstrak
dengan maserasi, uji flavonoid
ekstrak daun kepel, fraksinasi ekstrak dengan
eluen terbaik menggunakan kromatografi
kolom. Uji aktivitas antimikroba dari semua
fraksi yang diperoleh. Selanjutnya, penentuan

5

senyawa yang terkandung dalamfraksi teraktif
dengan spekrtofotometer UV-tampak dan
FTIR.
Identifikasi dan Pengumpulan Sampel
Daun kepel (Stelechocarpus burahol) yang
digunakan dalam penelitian ini berasal dari
Cilacap pulau Jawa Indonesia. Identifikasi dan
spesimen contoh disimpan di Laboratorium
Uji Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian
Bogor.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan porselin dikeringkan pada suhu
105 ºC selama 30 menit lalu didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g
contoh daun kepel dimasukkan dalam cawan
dan dipanaskan pada suhu 105 ºC selama 3
jam sampai diperoleh bobot konstan,
kemudian didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang. Penetapan kadar air ini dilakukan
berdasarkan penentuan jumlah bobot kering
contoh. Penentuan kadar air dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan (triplo).
Kadar air (%) = A  B 100%
A
Keterangan:
A = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
B = bobot contoh setelah dikeringkan (g)
Penentuan Kadar Abu (AOAC 2006)
Cawan porselin dikeringkan di dalam
tanur listrik bersuhu 600 °C selama 30 menit.
Selanjutnya cawan didinginkan dalam
eksikator selama 30 menit, kemudian
ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 1 g
contoh dimasukkan ke dalam cawan,
kemudian dipijarkan di atas nyala api
pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi.
Setelah itu, dimasukkan ke dalam tanur listrik
dengan suhu 600 °C sampai contoh menjadi
abu. Setelah abu berwarna putih, cawan yang
berisi abu diangkat dari dalam tanur dan
didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang.
Penentuan kadar abu dilakukan sebanyak tiga
kali ulangan (triplo).
Kadar abu (%) = B  100%
A
Keterangan:
A = bobot contoh (g)
B = bobot abu (g)

Ekstraksi (Sukadana 2009)
Serbuk daun kepel dimaserasi dengan
metanol sebanyak 3 kali selama 24 jam.
Ekstraksi dilakukan dengan perbandingan 1 g
serbuk daun kepel : 10 mL metanol. Ekstrak
metanol yang diperoleh dipekatkan dengan
penguap putar vakum pada suhu 60 °C
sampai diperoleh ekstrak kental metanol.
Ekstrak
kental metanol disuspensikan
kedalam campuran pelarut metanol:air (7:3)
kemudian dipartisi dengan n-heksana 25
mL. Ekstrak n-heksana yang diperoleh
diuapkan sampai kental, sedangkan bagian
metanol:air
dipartisi
dengan 25 mL
kloroform
sehingga didapat ekstrak
metanol:air dan ekstrak kloroform
yang
selanjutnya masing-masing ekstrak tersebut
diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental
metanol:air dan ekstrak kental kloroform.
Masing-masing
ekstrak kental
yang
diperoleh (ekstrak kental n-heksana, ekstrak
kental kloroform
dan
ekstrak
kental
metanol:air)
dilakukan
uji fitokimia
flavonoid. Ekstrak yang positif flavonoid
dilanjutkan
untuk
dipisahkan
dan
dimurnikan dengan teknik kromatografi
kolom.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Flavonoid. Sebanyak 0.1 g ekstrak
daun kepel yang diperoleh ditambahkan 10
mL air panas kemudian dididihkan selama 5
menit dan disaring. Sebanyak 10 mL filtrat
ditambahkan 0.5 g serbuk Mg, 1 mL HCl
pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran
dikocok kuat-kuat. Uji positif ditandai dengan
munculnya warna merah, kuning, atau jingga
pada lapisan amil alkohol.
Pemilihan Eluen Terbaik(Houghton &
Raman 1998)
Pelat kromatografi lapis tipis (KLT) yang
digunakan adalah pelat alumunium jenis silika
gel G60F254 dari Merck. Ekstrak daun kepel
ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 15 kali
totolan. Setelah kering, langsung dielusi
dalam bejana kromatografi yang telah
dijenuhkan oleh uap eluen pengembang.
Eluen yang digunakan yaitu n-heksana, etil
asetat, aseton, kloroform, butanol dan
metanol. Spot yang dihasilkan dari masingmasing eluen diamati di bawah lampu UV
pada panjang gelombang 254 dan 366 nm.
Eluen yang menghasilkan spot terbanyak dan
terpisah dipilih sebagai eluen terbaik. Jika
lebih dari 1 eluen menghasilkan spot
terbanyak dan terpisah, maka eluen-eluen

6

tersebut dicampurkan dengan perbandingan
mengikuti metode konstruksi segitiga.
Fraksionasi
Fraksionasi dilakukan dengan pengemasan
kolom sebanyak 15 g silika gel untuk
memisahkan 1.5 g ekstrak dengan diameter
kolom 1 cm dan tinggi kolom 30 cm. Ekstrak
daun kepel yang paling banyak mengandung
flavonoid dilarutkan dalam metanol:air (7:3).
Komponen-komponennya
kemudian
dipisahkan menggunakan kolom kromatografi
dengan elusi isokratik. Eluat ditampung setiap
5 mL dalam tabung reaksi yang telah diberi
nomor kemudian diuji dengan KLT. Noda
pemisahan dideteksi di bawah lampu UV pada
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Eluat yang memiliki nilai Rf dan pola KLT
yang sama digabungkan sebagai satu fraksi.
Semua fraksi yang diperoleh, diuji aktivitas
antibakterinya. Fraksi yang memiliki aktivitas
antibakteri paling tinggi dipisahkan lebih
lanjut menggunakan kromatografi lapis tipis
preparatif sehingga diperoleh fraksi traktif
yang memiliki noda tunggal.
Pendugaan
Senyawa
dengan
spektrofotometer UV-tampak
Sebanyak 1 mg fraksi teraktif dilarutkan
dengan metanol, lalu dimasukkan ke dalam
labu takar 50 mL dan ditera dengan akuades.
Setelah itu, larutan dimasukkan kedalam
kuvet dan ditempatkan ke dalam tempat
sampel pada alat spektrofometer UV-tampak
untuk dianalisis.
Pendugaan Senyawa dengan FTIR
Sedikit fraksi teraktif (kira-kira 1−2 mg)
ditambahkan bubuk KBr murni (kira-kira 200
mg) kemudian diaduk hingga rata. Campuran
ditempatkan dalam cetakan dan ditekan
dengan menggunakan alat penekan mekanik.
Tekanan ini dipertahankan beberapa menit,
kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk)
diambil dan ditempatkan dalam tempat sampel
pada alat spektrofotometer FTIR untuk
dianalisis.
Uji Aktivitas Antibakteri (Batubara et al
2009)
Organisme yang digunakan dalam
penelitian
ini
adalah
Staphylococcus
epidermidis. Media yang digunakan trypticase
soy broth (TSB). Sebanyak 100 µL medium
steril, 40 µL sampel dilarutkan dalam DMSO
20% atau kontrol dan 5 µL inokulum bakteri
dimasukkan ke dalam masing-masing sumur
(96-well plate). Inokulum telah disiapkan

pada konsentrasi 10-2 CFU/mL. S. epidermidis
diinkubasi dalam media selama 48 jam pada
suhu 37 oC. Konsentrasi ekstrak yang tidak
menunjukkan pertumbuhan bakteri (bening)
secara
visual
dideskripsikan
sebagai
konsentrasi hambat minimum (KHM).
Sebanyak 100 µL dari media yang tidak
menunjukkan
pertumbuhan
bakteri
diinokulasikan pada 100 µL media baru.
Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada
suhu 37 oC. Konsentrasi yang tidak
menunjukkan pertumbuhan bakteri setelah
inokulasi kedua dideskripsikan sebagai
konsentrasi bunuh minimum (KBM). Kontrol
negatif yang digunakan adalah DMSO dan
kontrol positifnya adalah tetrasiklin dan TCC.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar air dan Kadar Abu
Kadar
air
ditentukan
untuk
mengidentifikasi
banyaknya
air
yang
terkandung dalam sampel sebagai persen
bahan kering. Selain itu, penentuan kadar air
berfungsi mengetahui masa simpan serbuk
kering sampel dan sebagai salah satu syarat
bahan baku herbal (Depkes RI 1995). Suatu
sampel dikatakan baik dan dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lama apabila
memiliki kadar air 2.00
Fraksi II
0.12
2.00
Fraksi III
0.25
1.00
Fraksi IV
0.25
2.00
Fraksi V
0.06
0.50
Fraksi VI
>2.00
>2.00
Fraksi VII
>2.00
>2.00
Tetrasiklin*
0.06
0.50
TCC*
0.12
1.00
DMSO**
*) kontrol positif

**) kontrol negatif

9

Fraksi V sebagai fraksi teraktif merupakan
campuran (3 noda), sehingga dipisahkan lebih
lanjut
dengan
menggunakan
KLTP.
Pemisahan dengan KLTP menggunakan eluen
n-butanol:asam asetat:air (4:1:5) sebagai eluen
terbaik untuk memisahkan golongan flavonoid
(Markham 1988). Berdasarkan pemisahan
yang dilakukan diperoleh 3 fraksi (Lampiran
9). Semua fraksi hasil KLTP diuji aktivitas
antibakterinya. Berdasarkan hasil pengujian,
fraksi V3 merupakan fraksi yang paling aktif
dibandingkan dengan fraksi lainnya dengan
KHM sebesar 1.00 mg/mL dan KBM 2.00
mg/mL (Tabel 4). KHM dan KBM fraksi V3
lebih tinggi dari tetrasiklin dan TCC, artinya
Fraksi V3 memiliki aktivitas lebih rendah
daripada tetrasiklin dan TCC. Aktivitas Fraksi
V lebih tinggi daripada fraksi V3 (hasil
KLTP), hal ini diduga masih ada beberapa
senyawa yang bercampur dalam Fraksi V
yang
berpotensi
sebagai
antibakteri.
Penurunan aktivitas juga dapat disebabkan
oleh hasil pemisahan yang kurang terpisah
saat menggunakan eluen n-butanol:asam
aetat:air (4:1:5).
KHM ekstrak daun kepel terhadap S.
epidermidis berbeda dengan hasil penelitian
Hamdiyati et al. (2008) yang memperoleh
KHM sebesar 20 mg/mL dengan sampel daun
patikan kebo, artinya konsentrasi zat aktif
yang diperoleh dari daun patikan kebo
terhadap S. epidermidis lebih tinggi daripada
daun kepel. Nilai KHM dan KBM berbanding
terbalik dengan aktivitas. Semakin tinggi nilai
KHM dan KBM yang diperoleh dari suatu
sampel maka semakin kecil aktivitas dari
sampel tersebut.
Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri hasil
KLTP
Bahan uji
Fraksi V1
Fraksi V2
Fraksi V3
Tetrasiklin*
TCC*
DMSO**
*) kontrol positif

KHM
(mg/mL)
2.00
2.00
1.00
0.50
0.50
-

KBM
(mg/mL)
>2.00
>2.00
2.00
0.50
1.00
-

gelombang maksimum 327 nm. Hasil tersebut
menunjukkan terjadinya transisi π→π* dan
n→π* yang dihasilkan dari kromofor C=C
terkonjugasi dan C=O. Senyawa yang
mempunyai transisi π→π* dan n→π* akan
mengabsorpsi cahaya di daerah UV pada
panjang gelombang 200-400 nm (Creswell et
al. 2005). Menurut Markham (1988), kisaran
panjang gelombang maksimum 310−350 nm
merupakan flavonoid golongan flavon.
Spektrum UV-tampak fraksi V3 dapat dilihat
pada Lampiran 11.
Analisis Spektrofotometer FTIR
Berdasarkan spektrum FTIR fraksi V3
kemungkinan mengandung beberapa gugus
fungsi seperti –OH (3406.00 cm-1) yang
didukung juga oleh munculnya serapan pada
daerah bilangan gelombang 1109.55 cm-1
untuk ikatan C-O. Regang C-H alifatik
muncul pada 2924.11 cm-1 dan diperkuat
dengan munculnya serapan lentur pada daerah
bilangan gelombang 1398.31cm-1. Gugus dari
ikatan C=C aromatik ditunjukkan dengan
munculnya serapan pada daerah bilangan
gelombang 1628.59 cm-1 dan terdapat regang
C=O pada daerah 1735.83 cm-1. Berdasarkan
dugaan gugus fungsi yang diperoleh maka
diduga bahwa dalam Fraksi V3 mengandung
senyawa flavon. Spektrum FTIR Fraksi V3
dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 11.
Tabel 5 Absorpsi FTIR gugus-gugus fungsi
Fraksi V3
Bilangan
Literatur*
Gugus dugaan
Gelombang
(cm-1)
3406.00
3200-3450
Regang O-H
2924.11
2850-3000 Regang C-H alifatik
1628.59
1500-1675 Regang C=C aromatik
1735.83
1650-1900
Regang C=O
1398.31
1300-1475 Lentur C-H alifatik
1109.55
1000-1300
Regang C-O
*) Sumber: Creswell et al 2005 and Field et al 2002

**) kontrol negatif

Analisis Spektrofotometer UV-tampak
Fraksi V3 (Fraksi teraktif) yang diperoleh
dari hasil
KLTP dianalisis dengan
menggunakan spektrofometer UV-tampak.
Pemayaran dilakukan dengan perubahan
panjang gelombang 2 nm. Hasil analisis UVtampak Fraksi V3 memiliki panjang

Gambar 4 Struktur dasar senyawa dugaan
(flavon)

10

SIMPULAN DAN SARAN

Plant. Surabaya 21-21
Surabaya Indonesia.

July

2010.

Simpulan
Kadar air serbuk daun kepel adalah
12.79%
dan
kadarabunya
sebesar
11.44%(b/b). Kadar air daun kepel yang
digunakan tidak memenuhi standar MMI,
sedangkan
kadar
abunya
memenuhi.
Pencarian eluen terbaik dengan menggunakan
KLT diperoleh n-butanol:metanol:asam asetat
(1:8:1) sebagai eluen terbaiknya dengan 6
noda terpisah. Fraksionasi ekstrak metanol:air
(7:3) daun kepel dengan elusi isokratik
menggunakan
kromatografi
kolom
menghasilkan 7 fraksi. Fraksi V3 merupakan
fraksi teraktif dengan KHM sebesar 1.00
mg/mL dan KBM 2.00 mg/mL. Hasil
identifikasi UV-tampak dan FTIR diduga
bahwa senyawa aktif sebagai antibakteri dari
daun kepel adalah kelompok flavon.
Saran
Perlu dilakukan identifikasi menggunakan
UV-tampak dengan pereaksi geser untuk
mengetahui perubahan pola hidroksilasinya
dan perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut
agar didapatkan senyawa murni.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemist. 2006. Official Methods of
Analysis.
Ed
ke-14.
Arlington:
Association of Official Analytical
Chemist.
Bartlett
JG.
2007.
Staphylococcus
epidermidis
[terhubung
berkala].
http://prod.hopkins_abxguide.org/pathoge
ns/bacteria/aerobicgrampositivecocci/stap
hylococcusepidermidis.html [8 Jul 2010].
Batubara I, T Mitsunaga, H Ohashi. 2009.
Screening Antiacne Potency of Indonesia
Medicinal Plant: antibacterial, Lipase
inhibitor and antioxidant activities. J
Wood Sci 55:230-235.
Batubara I, L.K Darusman, E Djauhari, & T
Mitsunaga. 2010. Potency of Kepel
(Stelechocarpus
Burahol)
as
Cyclooxygenase-2 Inhibitor. Proceeding
of International Conference on Medicinal

Cos P, Ying L, Calomme M, Hu J.P, Cimanga
K, Poel B.V, Pieters L, Vlietinck, A.J,
and Berghe D.V. 1998. Structure-Activity
Relationship and Classification of
Flavonoids as Inhibitors of Xanthine
Oxidase and Superoxide Scavengers,
J.Nat. Prod., 61 : 71-76.
Creswell CJ, Olaf AR dan Malcolm MC.
2005. Analisis Spektrum Senyawa
Organik Edisi ke 3. Bandung: ITB.
Day RA, AL Underwood. 2001. Analisis
Kimia Kuantitatif Ed VI. Alih bahasa Iis
Sopyan, Editor Hilarius Wibi&Lameda
Simarmata. Jakarta: Erlangga.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 1986.Sediaan Galenik. Jakarta:
Depkes RI.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik
Indonesi.
1995.
Materia
Medika
Indonesia Jilid IV. Jakarta: Depkes RI.
Dunn WB, David IE. 2005. Metabolomics:
current
analytical
flatforms
and
methodologies. Trends in analytical
chemistry 24:285-294.
Dwidjoseputro.
Mikrobiologi.
Djambatan.

1990.
Dasar-Dasar
Ed
ke-2.
Jakarta:

Endarti YE, Soediro I. 2002. Kajian Aktivitas
Asam Usnat terhadap Bakteri Penyebab
Bau
Badan
[terhubung berkala].
http://bahan-alam.fa.itb.ac.id [8 Jul 2010].
Fardiaz S, Suliantri, Dewanti R. 1987.
Senyawa Antimikrob. Bogor: PAU.
Field L.D, S. Sternhell and J.R.Kalman. 2002.
Organic Structures From Spectra Third
Edition. England: John Wiley&Sons Ltd.
Giwangkara. 2007. Spektrofotometri Infra
Merah.
[terhubung
Berkala].
http://www.chemisty.org.
[17
April
2010].
Hamdiyati Y, Kusnadi, dan Irman R. 2008.
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Patikan kebo (Euphorbia hirta) Terhadap

11

Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
epidermidis. Jurnal Pengajaran MIPA.
12(2):1412-0917.

Pavia DL, Gary ML, George SK. 2001.
Intoduction to Spectroscopy. Washington:
Washington University.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia:
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan Ed ke-2. Bandung: ITB.

Pelzhar Michael J dan Chan E.S.C. 2007.
Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UIPress.

Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Priastini R, Flora R. 2010. Effect of
Additional Antioxidant of Fruit Extract of
Kepel (Stelechocarpus Burahol) in
Semen Diluent to the Quality of Rex
Rabbit’s Spermatozoa. Proceeding of
International Conference on Medicinal
Plant. Surabaya 21-21 July 2010.
Surabaya Indonesia.

Harvey D. 2000. Modern Analytical
Chemistry. New York: McGraw-Hill.
Heyne K. 1987.
Tumbuhan Berguna
Indonesia Jilid II. Jakarta: Badan Litbang
Kehutanan.
Houghton PJ, Raman A. 19