Pengaruh Waktu Simpan terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti

ABSTRACT
PUTRI DWI MULYANTI. Influence of Store Periode Toward Eggs Hatchability
Aedes aegypti. Under direction of DWI JAYANTI GUNANDINI.
The aim of this research was to determine the number of eggs and eggs
hatching of Aedes aegypti. These mosquitoes obtained from the Parasitology and
medical entomology insectarium FKH IPB. This research was consisted of five
groups of treatment which each treatment involved 20 females and 10 males of
Aedes aegypti. The eggs which produced in 1st gonotrophic cycle stored for the
longest period of 180 days. Otherwise, the eggs produced in the last gonotrophic
cycle has the shortest of stored period (0 day). The highest number of eggs
produced on the 12th day (third gonotrophic cycle) with average of each
mousquitoes are 88,4 eggs. The lowest number of eggs produced on the 60th day
(14th gonotrophic cycle) are 17,92 eggs. The highest eggs hatching on the 9th
gonotrophic cycle (7th day store periode) are 67,4%. The lowest eggs hatching on
the first gonotrophic cycle (180th day store peride) are 0% or no eggs hatched.
The number of eggs influenced by the age of mousquito. The number of eggs is
diminish along with the female mosquitoes age increasing. Otherwise, the eggs
hatcing of Aedes aegypti influenced by store period because the eggs hatching
diminish along with the store period increasing.
Keywords: Aedes aegypti, the number of eggs, eggs hatchability, gonotrophic
cycle


ABSTRAK
PUTRI DWI MULYANTI. Pengaruh Waktu Simpan Terhadap Daya Tetas Telur
Aedes aegypti. Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah telur dan daya tetas telur
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti diperoleh dari Insektarium Bagian
Parasitologi dan Entomologi FKH IPB. Penelitian ini terdiri dari lima kali
pengulangan dengan masing-masing pengulangan terdiri dari 20 betina dan 10
jantan nyamuk Aedes aegypti. Telur yang dihasilkan pada siklus gonotrofik 1
disimpan untuk jangka waktu terlama yaitu 180 hari, sedangkan telur yang berasal
dari siklus gonotrofik terakhir memiliki lama penyimpanan paling singkat yaitu 0
hari yang ditetaskan pada akhir penetasan. Jumlah telur tertinggi terjadi pada hari
ke 12 (siklus gonotrofik ke 3) dengan rata-rata jumlah telur perekornya adalah
88,4 butir. Jumlah telur perekor terendah terjadi pada hari ke 60 (siklus gonotrofik
14) yaitu 17,92 butir. Daya tetas telur terbaik terjadi pada siklus gonotrofik ke 9
(lama penyimpanan 7 hari) dengan persentase daya tetas telur sebesar 67,4%,
sedangkan daya tetas telur terendah terjadi pada siklus gonotrofik ke 1 (lama
penyimpanan 180 hari) dengan persentase daya tetas adalah 0% atau tidak adanya
telur yang menetas. Jumlah telur dipengaruhi oleh umur nyamuk, semakin tua
umur nyamuk betina jumlah telur semakin sedikit, sedangkan daya tetas telur

nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi oleh waktu simpan atau lama penyimpanan
telur karena semakin lama telur disimpan daya tetas telur semakin menurun.
Kata kunci: Aedes aegypti, jumlah telur, daya tetas telur, siklus gonotrofik

PENGARUH WAKTU SIMPAN TERHADAP DAYA TETAS
TELUR Aedes aegypti

PUTRI DWI MULYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Waktu Simpan
terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti adalah karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

Putri Dwi Mulyanti
B04070136

ABSTRACT
PUTRI DWI MULYANTI. Influence of Store Periode Toward Eggs Hatchability
Aedes aegypti. Under direction of DWI JAYANTI GUNANDINI.
The aim of this research was to determine the number of eggs and eggs
hatching of Aedes aegypti. These mosquitoes obtained from the Parasitology and
medical entomology insectarium FKH IPB. This research was consisted of five
groups of treatment which each treatment involved 20 females and 10 males of
Aedes aegypti. The eggs which produced in 1st gonotrophic cycle stored for the
longest period of 180 days. Otherwise, the eggs produced in the last gonotrophic
cycle has the shortest of stored period (0 day). The highest number of eggs
produced on the 12th day (third gonotrophic cycle) with average of each
mousquitoes are 88,4 eggs. The lowest number of eggs produced on the 60th day

(14th gonotrophic cycle) are 17,92 eggs. The highest eggs hatching on the 9th
gonotrophic cycle (7th day store periode) are 67,4%. The lowest eggs hatching on
the first gonotrophic cycle (180th day store peride) are 0% or no eggs hatched.
The number of eggs influenced by the age of mousquito. The number of eggs is
diminish along with the female mosquitoes age increasing. Otherwise, the eggs
hatcing of Aedes aegypti influenced by store period because the eggs hatching
diminish along with the store period increasing.
Keywords: Aedes aegypti, the number of eggs, eggs hatchability, gonotrophic
cycle

ABSTRAK
PUTRI DWI MULYANTI. Pengaruh Waktu Simpan Terhadap Daya Tetas Telur
Aedes aegypti. Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah telur dan daya tetas telur
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti diperoleh dari Insektarium Bagian
Parasitologi dan Entomologi FKH IPB. Penelitian ini terdiri dari lima kali
pengulangan dengan masing-masing pengulangan terdiri dari 20 betina dan 10
jantan nyamuk Aedes aegypti. Telur yang dihasilkan pada siklus gonotrofik 1
disimpan untuk jangka waktu terlama yaitu 180 hari, sedangkan telur yang berasal
dari siklus gonotrofik terakhir memiliki lama penyimpanan paling singkat yaitu 0

hari yang ditetaskan pada akhir penetasan. Jumlah telur tertinggi terjadi pada hari
ke 12 (siklus gonotrofik ke 3) dengan rata-rata jumlah telur perekornya adalah
88,4 butir. Jumlah telur perekor terendah terjadi pada hari ke 60 (siklus gonotrofik
14) yaitu 17,92 butir. Daya tetas telur terbaik terjadi pada siklus gonotrofik ke 9
(lama penyimpanan 7 hari) dengan persentase daya tetas telur sebesar 67,4%,
sedangkan daya tetas telur terendah terjadi pada siklus gonotrofik ke 1 (lama
penyimpanan 180 hari) dengan persentase daya tetas adalah 0% atau tidak adanya
telur yang menetas. Jumlah telur dipengaruhi oleh umur nyamuk, semakin tua
umur nyamuk betina jumlah telur semakin sedikit, sedangkan daya tetas telur
nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi oleh waktu simpan atau lama penyimpanan
telur karena semakin lama telur disimpan daya tetas telur semakin menurun.
Kata kunci: Aedes aegypti, jumlah telur, daya tetas telur, siklus gonotrofik

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atua
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH WAKTU SIMPAN TERHADAP DAYA TETAS
TELUR Aedes aegypti

PUTRI DWI MULYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul Skripsi
Nama
NIM


: Pengaruh Waktu Simpan terhadap Daya Tetas Telur Aedes
aegypti
: Putri Dwi Mulyanti
: B04070136

Disetujui

Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi
Pembimbing I

Diketahui

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedoekteran Hewan

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya

sehigga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Waktu Simpan Terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:


Dr. Drh. Dwi Jayanti Gunandini, MSi selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak persiapan
penyusunan penelitian, pelaksanaan penelitian, hingga selesainya skripsi
ini.



Seluruh dosen dan staf Laboratorium Entomologi FKH IPB yang telah
memberikan bantuan ilmunya dalam pelaksanaan penelitian ini.



Gubernur Provinsi Jambi, Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, dan Dinas
Pendidikan Provinsi Jambi atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Jambi di

Institut Pertanian Bogor.



Mama, Papa, kakak (Fika Zaryani), adik (Dede Kurnia Setiawan) serta
keluarga besar yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan doa yang
tiada hentinya.



Rio, Fenny, Sari, Deny, Wulan, ila, meta, Nyuy, Anggi, Nora, Disa,
Archi, Vully, Ayu, Vany, Era, serta seluruh sahabat dan saudaraku di
IMKB, Costrad, Maharlika Atas, Gianuzzi 44, dan Avenzoar 45 atas
kebersamaan, dukungan, motivasi dan pengalaman yang tidak terlupakan.



Segala pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh


dari sempurna, walaupun demikian penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2012

Putri Dwi Mulyanti

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1989 dari ayah
Baizar dan ibu Efyenni. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari taman kanak-kanak di TK Aulia
Bekasi Timur pada tahun 1994, penulis memulai sekolah dasar di SD Negeri
Jatimulya 04 Bekasi Timur dan lulus pada tahun 2001 yang kemudian dilanjutkan
ke SLTP Negeri 4 Tambun Selatan Bekasi Timur dan lulus pada tahun 2004.
Pendidikan SMA penulis diselesaikan di SMA Negeri 3 Sungai Penuh KerinciJambi dan lulus pada tahun 2007, dan melanjutkan ke IPB pada tahun yang sama
melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Mayor yang dipilih penulis adalah
Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis terlibat dalam organisasi
Himpunan Minat dan Profesi Satwaliar selama 2 periode yakni sebagai staf Divisi

Eksternal pada periode kepengurusan 2008 - 2010. Penulis juga aktif di Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Hewan periode kepengurusan
2008/2009 sebagai staf Departemen Kebijakan Publik. Selain itu, penulis aktif
diorganisasi mahasiswa daerah Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor (IMKB) pada
periode kepengurusan 2008/2009 sebagai staf Bidang Komunikasi dan Informasi.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL...................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiii
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang ..................................................................................................1
Tujuan Penelitian ..............................................................................................2
Manfaat Penelitian ............................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................3
Nyamuk Aedes aegypti .....................................................................................3
Siklus Hidup......................................................................................................4
Telur .............................................................................................................4
Larva.............................................................................................................5
Pupa ..............................................................................................................6
Nyamuk Dewasa ..........................................................................................7
Sistem Reproduksi ............................................................................................8
Sistem Reproduksi Jantan ............................................................................8
Sistem Reproduksi Betina ............................................................................9
Proses Perkawinan ..........................................................................................10
Pakan Nyamuk ................................................................................................11
METODE PENELITIAN.......................................................................................14
Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................................14
Alat dan Bahan ................................................................................................14
Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti....................................14
Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti (Rearing) .......................................14
Perkawinan........... ......................................................................................15
Pengamatan Telur .......................................................................................16
Penetasan telur............................................................................................17
Analisis Data ..............................................................................................18

HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................19
Jumlah Telur ...................................................................................................19
Daya Tetas Telur .............................................................................................22
SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................26
Simpulan .........................................................................................................26
Saran ...............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27

xi

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk Aedes aegypti .........................................19

2. Persentase Daya Tetas Telur Nyamuk Aedes aegypti ............................................23

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Nyamuk Aedes aegypti ............................................................................................ 3
2. Telur Aedes aegypti ..................................................................................................5
3. Larva Aedes aegypti .................................................................................................6
4. Pupa Aedes aegypti ..................................................................................................7
5. Siklus hidup Aedes aegypti ......................................................................................8
6. Organ reproduksi nyamuk jantan .............................................................................9
7. Organ reproduksi nyamuk betina ...........................................................................10
8. Pakan nyamuk jantan dan betina ...........................................................................12
9. Kandang nyamuk dewasa.......................................................................................15
10. Rata-rata jumlah telur Aedes aegypti per ekor .......................................................21
11. Hubungan antara jumlah telur dan umur nyamuk ..................................................22
12. Rata-rata daya tetas telur Aedes aegypti ...............................................................24
13. Hubungan antara daya tetas telur dengan lama penyimpanan ...............................25

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Jumlah telur nyamuk Aedes aegypti ..................................................................... 30
2. Jumlah telur total dan daya tetas nyamuk Aedes aegypti .......................................34
3. Jumlah nyamuk Aedes aegypti betina dan jantan...................................................38
4. Suhu dan kelembaban selama penetasan pelur ..................................................... 44
5. Rata-rata jumlah telur nyamuk Aedes aegypti per ekor .........................................45
6. Jumlah telur total nyamuk Aedes aegypti ..............................................................50
7. Hasil analisis ANOVA dan Duncan jumlah jelur per ekor ....................................51
8. Hasil analisis Regresi jumlah telur per ekor ..........................................................53

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) merupakan salah satu
ektoparasit yang menjadi vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),
chikungunya dan demam penyakit kuning (Yellow fever). Selain sebagai vektor
penyakit, nyamuk juga dapat berperan sebagai inang antara berbagai jenis cacing
filaria yaitu Dirofilaria immitis (cacing jantung pada anjing). Inang antara artinya
nyamuk secara normal digunakan oleh agen penyakit (cacing) untuk
melangsungkan sebagian daur hidupnya tetapi tidak sampai mengalami
kematangan kelamin. Penyakit ini dengan cepat dapat menyebar melalui gigitan
nyamuk ke hewan maupun manusia, sehingga dapat menjadi salah satu masalah
besar kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat penyebarannya (Hadi dan
Susi 2000).
Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak dengan cepat dalam waktu 7 hari
untuk menjadi nyamuk dewasa dan hidup pada tempat-tempat yang ada genangan
air seperti bak mandi, barang-barang bekas yang di dalamnya berisi air, bahkan
dapat menetas pada tempat-tempat yang bersih (Judarwanto 2007). Penyebaran
Aedes aegypti dipengaruhi oleh perubahan iklim yang menyebabkan perubahan
curah hujan, suhu, kelembaban, media air, dan arah udara sehingga berefek pada
ekosistem yang mempengaruhi perkembangbiakan vektor (Cahyati dan Suharyo
2006). Selain itu, perkembangbiakan nyamuk secara tidak langsung juga
dipengaruhi oleh faktor kepadatan penduduk yang bertambah setiap tahunnya,
faktor perilaku, partisipasi dan pengetahuan masyarakat yang kurang dalam
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (Yudhastuti dan Anni 2005).
Siklus gonotrofik nyamuk Aedes aegypti rata-rata tiga sampai empat hari.
Siklus gonotrofik merupakan satu siklus yang diperlukan nyamuk betina sejak
menghisap darah sampai menghasilkan telur. Telur nyamuk Aedes aegypti pada
kondisi optimum dapat disimpan selama enam bulan dengan angka kematian yang
rendah, sedangkan bila disimpan selama satu tahun atau lebih maka daya tetas
telur akan berkurang hingga mencapai 5% (Christoper 1960).

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah telur dan
daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti setelah disimpan pada suhu ruang (0 - 180
hari).

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berguna sebagai
masukan dalam pengendalian penyakit yang disebabkan oleh vektor nyamuk
Aedes aegypti dengan diketahuinya daya tetas telur setelah dikeringkan selama
180 hari.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Nyamuk Aedes aegypti
Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam :
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Ordo

: Diptera

Family

: Culicidae

Genus

: Aedes

Spesies

: Aedes aegypti

( Womack 1993)

Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti
Sumber: http://tourworldinfo.blogspot.com/2011/10/cara-cepat-mengusirnyamuk-secara-alami.html

Tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat dibedakan secara jelas menjadi tiga
bagian yaitu kepala, toraks dan abdomen yang beruas-ruas, kaki terdiri dari tiga
pasang, kepalanya agak membulat dengan dua buah mata majemuk yang hampir
bersentuhan. Nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri skutum berwarna hitam
dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis
lengkung berwarna putih (Gambar 1). Nyamuk Aedes aegypti yang sudah tua
sisik-sisik atau skutum pada tubuhnya mudah terlepas atau rontok sehingga

4
menyulitkan identifikasi pada nyamuk tersebut. Nyamuk Aedes aegypti betina
memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan nyamuk jantan, ukuran
tubuh nyamuk betina sekitar 3-4 cm dengan mengabaikan panjang kakinya
(Ginanjar 2003). Bagian mulut pada nyamuk betina lebih panjang dibanding
nyamuk jantan, hal ini disesuaikan berdasarkan fungsinya. Mulut pada nyamuk
betina berfungsi untuk menusuk dan menghisap darah, sedangkan fungsi dari
mulut nyamuk jantan hanya untuk menghisap nektar bunga. Tubuh nyamuk Aedes
aegypti pada saat hinggap akan sejajar dengan permukaan benda yang
dihinggapinya. Antena pada nyamuk dapat digunakan untuk membedakan jenis
kelamin Aedes aegypti, nyamuk betina memiliki sedikit bulu sehingga disebut
antena pilose, sedangkan nyamuk jantan lebih banyak memiliki bulu dan disebut
antena plumose. Antena tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang (Hadi dan
Susi 2000).

Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti memiliki siklus hidup yang sama dengan serangga
Diptera lainnya. Nyamuk memiliki metamorfosis sempurna dimulai dari telur,
larva, pupa dan nyamuk dewasa.
Telur
Telur Aedes aegypti berbentuk elips berwarna hitam dan akan diletakkan
satu persatu pada permukaan air karena sifat dari telur Aedes aegypti adalah
terpisah satu persatu (Gambar 2). Nyamuk Aedes aegypti akan menghasilkan telur
100 sampai 102 butir setiap kali bertelur (Bahang 1978; Gunandini 2002). Pada
interval 1-5 hari, telur yang diletakkan seluruhnya berkisar 300-750 butir dan
waktu yang dibutuhkan untuk bertelur sekitar 6 minggu (Cahyati dan Suharyo
2006).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 hari pada suhu 30 oC atau 7
hari pada suhu 16 oC. Telur pada spesies Aedes aegypti dapat bertahan hidup pada
kondisi kering hingga mencapai berbulan-bulan pada suhu antara -2 oC sampai 42
o

C (Soedarmo 1988). Telur yang berumur sama tidak menetas pada saat yang

bersamaan, telur yang berumur sama dan diletakkan dalam suatu kontainer
memerlukan waktu 3-12 hari untuk menetas (Soedarmo 1988). Telur yang baru

5
keluar dari induknya memerlukan peresapan air selama jangka waktu tertentu
sebelum dapat bertahan lama terhadap pengeringan dan temperatur rendah.

Gambar 2 Telur Aedes aegypti
Sumber: http://entnemdept.ufl.edu/creatures/aquatic/aedes_aegypti11.htm

Larva
Larva membutuhkan air untuk kehidupannya. Perkembangan larva
nyamuk Aedes aegypti memiliki empat tahap pergantian kulit (instar) yaitu L1,
L2, L3 dan L4. Tahap L1 sampai L2 pada larva Aedes aegypti membutuhkan
waktu 2-3 hari, kemudian dari L2 ke L3 dalam waktu 2 hari dan perubahan dari
L3 ke L4 dalam waktu 1 hari. Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini
adalah 25-30 oC (Utomo et al. 2010). Menurut Rahmawati (2004), larva instar
satu (L1) terbentuk pertama kali 6 jam setelah telur ditetaskan, selanjutnya akan
mengalami perkembangan menjadi instar dua (L2) 48 jam kemudian, instar dua
(L2) akan berkembang menjadi instar tiga (L3) dalam waktu 24 jam dan menjadi
instar empat (L4) dalam waktu 24 jam kemudian. Jadi total waktu yang
dibutuhkan untuk perkembangan larva adalah 4 hari.
Menurut penelitian Niendria (2011), telur akan menetas menjadi larva
selama 1-2 hari pada suhu antara 26-30 oC dengan kelembaban antara 68% - 82%.
Perkembangan larva dapat diperpanjang sampai 10 hari pada suhu rendah yaitu 10
o

C dan keterbatasan persediaan makanan juga menghambat perkembangan larva.

Larva di alam tumbuh dengan memakan algae dan baha-bahan organik (Borror et
al. 1992). Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh

6
suhu, keadaan air dan kandungan zat makanan ditempat perindukan (Soegijanto
2006).
Ciri-ciri larva Aedes aegypti (Gambar 3) yaitu memiliki corong udara atau
sifon

pada segmen terakhir, pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai

adanya rambut-rambut berbentuk kipas, pada sifon terdapat pecten, adanya
sepasang rambut serta jumbai pada sifon, pada setiap sisi abdomen segmen
kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8 sampai 21 atau berjejer 1 sampai 3,
bentuk individu dari comb scale seperti duri, pada sisi toraks terdapat duri yang
panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala (Christophers
1960; Borror et al. 1992; Clements 2000).

Gambar 3 Larva Aedes aegypti
Sumber : http://picjb.blogspot.com/

Pupa
Pupa Aedes aegypti memiliki ciri-ciri yang khas dibandingkan dengan
pupa nyamuk lain. Ciri dari pupa Aedes aegypti (Gambar 4) yaitu berbentuk
bengkok dengan kepala besar dan memiliki tabung atau trompet pernafasan yang
berbentuk segitiga (Borror et al. 1992; Soedarmo 1988). Pupa menjadi nyamuk
dewasa membutuhkan waktu 1-2 hari, sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur
menjadi nyamuk dewasa yaitu 7-14 hari (Gambar 5). Bentuk pupa yaitu fase tanpa
makan dan sangat sensitif terhadap pergerakan air (Hadi dan Susi 2000). Pupa
yang diganggu oleh gerakan atau sentuhan, akan bergerak cepat untuk menyelam
dalam air selama beberapa detik kemudian muncul kembali dengan cara
menggantungkan badannya menggunakan tabung pernafasan pada permukaan air

7
di dalam wadah atau tempat perindukan. Setelah melewati stadium ini, pupa akan
melakukan eklosi (keluar dari kepompong) menjadi nyamuk dewasa yang dapat
terbang dan keluar dari air (Soedarmo 1988).

Gambar 4 Pupa Aedes aegypti
Sumber : http://denguedisease.blogspot.com/&docid=2MId9BxtXLiE4M&imgurl

Nyamuk Dewasa
Nyamuk pada umumnya tidak pergi jauh dari air tempat mereka hidup
pada tahapan larva mereka. Nyamuk memiliki jarak terbang yang paling efektif
antara tempat perindukan dan sumber makanan darah. Nyamuk Aedes aegypti
memiliki jarak terbang sejauh 50-100 m (Sigit et al. 2006). Nyamuk Aedes
aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga sore hari. Masa menggigit
nyamuk Aedes aegypti pada pagi hari yaitu dari pukul 08.00 hingga 10.00 dan
sore hari pada pukul 15.00 hingga 17.00 (Hadi dan Susi 2000). Menurut Cahyati
dan Suharyo (2006), waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti yaitu antara jam
08.00 hingga 12.00 dan jam 15.00 hingga 17.00. Nyamuk tertarik pada cahaya,
dan zat-zat CO 2 dan beberapa asam amino yang dikeluarkan oleh manusia
maupun hewan (Hadi dan Susi 2000).
Nyamuk Aedes aegypti selama ini diketahui memiliki kebiasaan untuk
berkembang biak pada air-air tergenang yang jernih, dan pada tandon buatan
manusia. Beberapa tempat yang disukai adalah bak mandi, ban bekas, barangbarang bekas yang tergenang air hujan dan tempat lainnya yang dapat menampung

8
air (Kasetyaningsih 2006; Sintorini 2007; Sudarmaja 2007; Troyo et al. 2008;
Wulandari 2001).

Gambar 5 Siklus hidup Aedes aegypti
Sumber : http://dherdian.wordpress.com/2010/03/28/kerja-bakti-lagi/

Sistem Reproduksi
Sistem Reproduksi Jantan
Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang kelenjar kelamin, dua buah
testis, dan kelenjar-kelenjar tambahan. Testis berbentuk seperti pir dan
memanjang ke bagian badan, sebagian besar ditutupi oleh lemak tubuh yang
terletak di segmen 5 dan 6 dorsolateral dari abdomen. Ujung anterior berakhir di
terminal filamen jaringan ikat yang melekat pada jantung dan otot alary (Gambar
6). Testis pada Diptera lainnya masing-masing terdiri dari sebuah folikel tunggal
yang tertutup dalam selubung investasi yang dikelilingi oleh selaput peritoneum.
Masing-masing folikel sperma bermuara ke dalam buluh penghubung yang
pendek, yaitu vas efferens dan buluh-buluh ini berhubungan dengan satu vas
deferens tunggal.
Dua vas deferensia biasanya bersatu disebelah posterior untuk membentuk
saluran ejakulasi media, yang bermuara pada bagian luar pada penis atau
aedeagus. Vas diferensia memiliki sebuah divertikulum, divertikulum ini sebagai
tempat menyimpan spermatozoa. Kelenjar-kelenjar tambahan membentuk satu
kapsula yang mengandung sperma, yaitu spermatofor (Borror et al. 1992).

9
Perkembangan sperma terjadi pada bagian ujung distal (anterior) dari folikelfolikel sperma testis dan melanjutkan perkembangan ketika mereka melewati vas
efferen (Borror et al. 1992).

Gambar 6 Organ reproduksi nyamuk Jantan

Sistem Reproduksi Betina
Nyamuk betina memiliki satu sistem saluran dan dua buah ovari atau sel
telur. Ovari ini terletak didorso-lateral di bagian posterior pada abdomen (Gambar
7). Masing-masing ovari biasanya terdiri dari sekelompok ovariol. Ovariol ini
menuju ke lateral oviduk di sebelah posterior dan bersatu pada suatu ligamen
penggantung di sebelah anterior yang biasanya menempel pada dinding tubuh atau
diafragma dorsalis. Jumlah ovari Aedes aegypti berkisar antara 50 sampai 150,
bervariasi tergantung dari ukuran betinanya.
Produksi telur dikontrol oleh satu atau lebih hormon dari korpora allata,
termasuk hormon juvenil yang bertindak mengontrol tahapan-tahapan awal
oogenesis dan penyimpanan kuning telur. Kuning telur terdiri dari badan-badan

10
protein (terutama berasal dari protein-protein hemolin), butiran-butiran lemak dan
glikogen (Borror et al. 1992).

Gambar 7 Organ reproduksi nyamuk betina

Nyamuk betina memiliki alat menampung sperma yang dinamakan
spermateka. Pada nyamuk Aedes hanya memiliki satu spermateka yang berukuran
besar. Spermateka ini akan kosong apabila nyamuk sudah tidak menghasilkan
telur.

Proses Perkawinan
Perkawinan merupakan rangkaian tingkah laku yang membawa jantan dan
betina saling mendekat dan menjadi strategi hidup nyamuk. Perkawinan antara
nyamuk jantan dan betina ini dilakukan di udara yang berlangsung selama
beberapa detik sampai beberapa menit. Serangga menggunakan berbagai macam
rangsangan agar jantan dan betina dapat kawin. Seekor nyamuk jantan
menggunakan antena dan organ pendengarannya untuk menemukan nyamuk
betina dengan rangsangan-rangsangan atau tanda berupa volatile sex feromon dan
suara. Menurut Becker et al. (2003), frekuensi suara yang dihasilkan nyamuk

11
jantan pada saat terbang mencapai 600 cs-1, sedangkan frekuensi suara yang
dihasilkan oleh betina lebih rendah dibandingkan nyamuk jantan, yaitu sekitar
500-550 cs-1 dan akan menurun ketika perkawinan berlangsung.
Perkawinan umum dilakukan pada nyamuk betina yang telah cukup
dewasa, biasanya sering terjadi sebelum siklus gonotrofik pertama. Nyamuk
betina biasanya menghasilkan telur antara 50 sampai 500 butir selama 2-4 hari
dalam kondisi temperatur yang dingin (Becker et.al 2003).
Perkawinan pada nyamuk Aedes aegypti dapat terjadi pada saat terbang di
alam bebas atau dalam kandang yang kecil, apabila nyamuk terbang di alam bebas
biasanya terjadi di udara sekitar 1 meter di atas tanah. Nyamuk jantan tidak akan
merespon nyamuk betina yang sedang istirahat atau diam, tetapi nyamuk jantan
akan merespon apabila nyamuk betina sedang terbang dan akan hinggap pada kain
kasa yang menjadi dinding kandang untuk dikawini satu persatu. Kopulasi
nyamuk betina dapat terjadi berkali-kali dengan membutuhkan waktu sampai satu
menit atau kurang dari satu menit untuk jantan mendepositkan spermatozoa pada
bursa copulatrik nyamuk betina. Menurut Mullen dan Dullen (2002) kopulasi
dapat terjadi selama 12 detik sampai beberapa menit. Kopulasi dapat terjadi pada
saat nyamuk betina istirahat atau pada tempat sunyi (Cristhoper 1960), selain itu
kopulasi dapat terjadi sempurna meskipun terjadi pada kandang yang kecil
(Clements 1999).
Jantan akan mengejar dan mencoba untuk menempel pada betina. Selama
pengejaran jantan akan terbang di sekeliling betina untuk melakukan
penyeleksian. Jantan akan mencoba menempel pada betina dan apabila tidak
berhasil jantan akan menghentikan pengejaran dan mencari betina lain (Clements
2000). Kopulasi merupakan hal yang komplek pada struktur reproduktif dari
nyamuk jantan dan nyamuk betina (Clements 1963).

Pakan Nyamuk
Kehidupan nyamuk dipengaruhi oleh kondisi nutrisi, nyamuk yang berasal
dari larva yang memiliki gizi buruk akan terlihat berbeda pada tingkah lakunya.
Nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi madu atau cairan tumbuhan, atau
dapat pula diganti dengan gula dengan melarutkannya di dalam air (Gambar 8 B),

12
kekurangan akan pakan gula pada nyamuk akan menurunkan tidak hanya
karbohidrat dan lipid juga perubahan pada tingkah lakunya. Nyamuk yang
menghisap darah adalah nyamuk betina (Gambar 8 A) karena protein darah
diperlukan untuk memproduksi telur (Hadi dan Susi 2000). Nyamuk betina tidak
hanya menghisap darah manusia tetapi juga akan menghisap darah hewan.
Perkembangan sel telur biasanya terjadi setelah betina mengambil
makanan yang mengandung protein pada saat penghisapan darah. Nyamuk betina
Aedes aegypti pada keadaan optimum akan menghabiskan waktu 2 sampai 5 menit
untuk menghisap darah (Christopher 1960), dan memerlukan waktu 3 sampai 4
hari untuk menghasilkan telur pada setiap satu siklus gonotrofik.

A

B

Gambar 8 (A) Pakan nyamuk betina, dan (B) pakan nyamuk jantan

Jumlah folikel ovarium yang matang ditentukan oleh volume darah yang
diambil dari satu atau dua kali hisapan dan kualitas nutrisi dari darah itu sendiri.
Selain itu volume darah yang dihisap dan darah dari inang yang berbeda akan
mempengaruhi perbedaan komposisi jumlah telur yang diproduksi pada beberapa
spesies nyamuk tertentu. Kesuburan nyamuk betina Aedes aegypti tergantung dari
beberapa faktor diantaranya nutrisi dan umur nyamuk. Semakin panjang umur
nyamuk maka jumlah telur semakin banyak. Penurunan kesuburan yang
disebabkan oleh umur nyamuk dapat terjadi karena degenerasi folikel ovarium
dalam setiap siklus gonotrofik, selain itu nyamuk betina yang berumur tua
menghisap darah cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan nyamuk muda.
Dalam suatu penelitian diperoleh hasil bahwa walaupun nyamuk betina tua dan

13
muda menghisap darah dalam jumlah yang sama, tetapi produksi telur pada
nyamuk betina tua yang dihasilkan akan lebih rendah (Detinova 1955; Clements
2000).

14

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011
hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi
dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ovitrap yang terbuat dari
gelas plastik bervolume 250 ml, gelas plastik kecil bervolume 50 ml, kertas
saring, kandang nyamuk ukuran 40 x 40 x 40 cm3, kantong plastik ukuran 10x7
cm, kapas, botol kecil, nampan, kaca pembesar dan hand counter. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah telur Aedes aegypti, nyamuk Aedes aegypti,
pelet sebagai pakan larva, air gula dan marmut.

Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti
Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti (Rearing)
Pemeliharaan nyamuk diawali dengan memelihara telur yang didapat dari
nyamuk Aedes aegypti di Insektarium Bagian Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - IPB.
Telur yang telah diperoleh, disimpan dan ditetaskan di nampan yang telah
berisi air. Telur tersebut akan menetas menjadi larva setelah 2-3 hari. Larva diberi
pakan berupa pelet sekali sehari sebanyak 5 sampai 6 butir. Pergantian air
dilakukan apabila nampan telah terlihat kotor karena sisa-sisa pakan. Nampan
yang berisi larva ditutup dengan menggunakan kain kasa untuk menghindari larva
dari predator lain dan mencegah nyamuk lain bertelur di nampan.
Perubahan larva menjadi pupa membutuhkan waktu 4 sampai 6 hari. Pupa
dipisahkan satu persatu dan dimasukkan ke dalam gelas plastik kecil bervolume
50 ml. Gelas tersebut kemudian ditutup dengan penutup yang telah diberi lubang
agar

udara

masuk.

Pupa

dipisahkan

satu

persatu

dengan

tujuan

15
mengidentifikasikan jenis kelamin nyamuk dan mencegah terjadinya proses
perkawinan sebelum dilakukan perlakuan. Pupa akan menjadi nyamuk dewasa
pada hari ke 7. Nyamuk dewasa inilah yang akan digunakan dalam penelitian.

Perkawinan
Pupa yang telah dipisahkan dimasukkan ke dalam gelas plastik kecil
bervolume 50 ml, dan setelah menetas menjadi nyamuk dewasa kemudian
diseleksi dan dipilih 20 betina dan 10 jantan untuk dimasukkan ke dalam kandang.
Penelitian ini menggunakan 5 buah kandang, masing-masing kandang dianggap
sebagai satu ulangan (Gambar 9). Setelah semua pupa berubah menjadi nyamuk
dewasa, nyamuk tersebut dilepaskan di dalam kandang.

Gambar 9 Kandang nyamuk dewasa

Kertas saring yang telah diberi garis-garis kotak diletakkan di dalam kandang
sebagai tempat penyimpanan telur. Kertas saring tersebut direkatkan pada gelas
plastik bervolume 250 ml yang telah diisi seperempat bagian air dari gelas
tersebut. Selain itu, di dalam kandang diletakkan pula botol kecil yang berisi air
gula dan ditutup dengan kapas karena kapas mampu menyerap air yang digunakan
sebagai pakan untuk nyamuk jantan.
Pakan nyamuk jantan dan betina berbeda. Pakan nyamuk jantan berupa air
gula, sedangkan untuk nyamuk betina diberikan darah marmut. Pemberian darah

16
marmut tersebut dilakukan dengan cara memasukkan marmut ke dalam kandang
jepit dan diletakkan di dalam kandang nyamuk. Bagian belakang tubuh marmut
dicukur untuk mempermudah nyamuk menghisap darah. Pemberian pakan
tersebut berlangsung selama 30 menit atau hingga nyamuk tidak menghisap darah
marmut lagi. Pemberian darah ini dilakukan 4 hari sekali disesuaikan dengan
siklus gonotrofik.

Pengamatan Telur
Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telurnya pada kertas saring yang berada di
dalam kandang. Telur yang berada dikertas saring diambil dan dikeringkan,
kemudian dilakukan penghitungan di bawah kaca pembesar untuk mempermudah
dan agar tidak terjadi kesalahan dalam penghitungan. Setelah dilakukan
penghitungan, telur-telur ini disimpan di dalam plastik ukuran 10x7 cm, dan
diberi catatan berupa tanggal atau waktu menurut lama penyimpanan. Telur yang
dihasilkan pada siklus gonotrofik 1 disimpan untuk jangka waktu terlama yaitu
180 hari atau 6 bulan, sedangkan telur yang berasal dari siklus gonotrofik terakhir
yang memiliki lama penyimpanan paling singkat yaitu 0 hari ditetaskan pada akhir
penetasan. Pengulangan dilakukan sebanyak lima kali. Waktu simpan telur
tersebut yaitu :

17
Sumber indukan

Siklus gonotrofik

Lama penyimpanan (hari)

1

180

2

150

3

120

4

90

5

60

20 Betina

6

30

dan

7

21

10 Jantan

8

14

9

7

10

6

11

5

12

4

13

3

14

2

15

1

16

0

Penetasan telur
Penetasan telur dilakukan sesuai dengan lama penyimpanan telur, telur yang
dikehendaki ditetaskan di dalam gelas plastik bervolume 250 ml. Gelas tersebut
diisi air sebanyak 200 ml dan ditutup dengan kain kasa agar nyamuk lain tidak
bertelur di dalamnya. Telur dibiarkan selama 7 hari dengan maksud agar telur
dapat menetas secara maksimal karena telur menetas menjadi larva dalam waktu 3
hari pada suhu 30 oC atau 7 hari pada suhu 16 oC (Soegijanto 2006). Penetasan
telur nyamuk dilakukan pada kisaran suhu ± 28-30,7 oC dengan rata-rata suhu
adalah 28,4 oC, sedangkan kelembaban berkisar antara ± 55-72% dengan rata-rata
kelembaban 69% (Lampiran 4). Penetasan telur hanya sampai telur berkembang
menjadi larva. Telur yang telah menetas menjadi larva dihitung untuk menentukan
daya tetas telur.

18
Analisis Data
Data yang diperoleh dari jumlah telur dan daya tetas telur dianalisis dengan
menggunakan uji statistik yaitu uji ANOVA one way dan uji lanjut Duncan untuk
mengetahui perbedaan secara signifikan atau nyata. Selain menggunakan uji
tersebut dilakukan pula uji regresi untuk melihat hubungan antara jumlah telur
dengan umur nyamuk terhadap daya tetas.

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Telur
Nyamuk Aedes aegypti yang telah diberikan pakan darah akan
menghasilkan sejumlah telur. Telur-telur tersebut dihitung dan disimpan menurut
siklus gonotrofik. Jumlah telur dihitung untuk menentukan rata-rata jumlah telur
per ekor nyamuk Aedes aegypti (Lampiran 5). Cara perhitungan rata-rata jumlah
telur per ekor yaitu :
Jumlah telur per ekor = Jumlah telur
Jumlah nyamuk
Rata-rata jumlah telur per ekor terhadap umur nyamuk disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk Aedes aegypti
Siklus Gonotropik

Umur Nyamuk

Jumlah Telur Per ekor

1

4 hari

61,46 ± 14,25f

2

8 hari

75,19 ± 27,67g

3

12 hari

88,4 ± 33,14h

4

16 hari

82,59 ± 24,67h

5

20 hari

54,23 ± 28,35e.f

6

24 hari

51,46 ± 29,85d.e

7

28 hari

45,96 ± 7,65c.d.e

8

32 hari

43,04 ± 23,06c.d

9

40 hari

47,59 ± 27,49c.d.e

10

44 hari

27,31 ± 15,52b

11

48 hari

28.89 ± 7,66b

12

52 hari

32 ± 9,98b

13

56 hari

28,48 ± 18,46b

14

60 hari

17,92 ± 3,6a

15

64 hari

41,87 ± 9,89c

16

68 hari

49,52 ± 22,55c.d.e

20
Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor
nyamuk betina Aedes aegypti di bawah 100 butir, hal ini menunjukkan rendahnya
jumlah telur yang dihasilkan oleh nyamuk tersebut. Jumlah tersebut lebih sedikit
apabila dibandingkan dengan jumlah telur yang dihasilkan oleh nyamuk Aedes
aegypti pada umumnya yang mencapai 100 butir per ekor dan bahkan lebih (Hadi
dan Susi 2000). Biasanya nyamuk Aedes aegypti menghasilkan telur antara 50
sampai 500 butir dalam waktu 2 hingga 4 hari (Becker et al. 2003). Menurut
Clements (1963), jumlah telur nyamuk Aedes aegypti biasanya lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah telur dari spesies nyamuk lainnya. Jumlah telur per
ekor yang dihasilkan pada siklus gonotrofik ke 1 cukup baik dengan rata-rata
61,46 butir karena nyamuk baru pertama kalinya menghasilkan telur dan nyamuk
baru beradaptasi dengan lingkungan. Rata-rata jumlah telur nyamuk per ekor
mengalami peningkatan pada siklus gonotrofik ke 2 yaitu 75,19 butir, peningkatan
tertinggi terjadi pada siklus gonotrofik ke 3 dengan rata-rata jumlah telur per ekor
mencapai 88,4 butir.
Rata-rata jumlah telur yang dihasilkan nyamuk Aedes aegypti per ekor
berbeda di setiap siklus gonotrofik (Tabel 1). Jumlah telur meningkat pada hari ke
12 (siklus gonotrofik 3) dan mengalami penurunan secara bertahap hingga hari ke
44 (siklus gonotrofik 10) yaitu 27,31 butir dan pada hari ke 48 (siklus gonotrofik
11) mengalami sedikit peningkatan dengan rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk
yaitu 28,48 butir. Jumlah telur per ekor terendah terjadi pada hari ke 60 (siklus
gonotrofik 14) yaitu 17,92 butir (Gambar 10).

Jumlah telur (butir)

21
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16

Siklus Gonotrofik
Gambar 10 Rata-rata jumlah telur Aedes aegypti per ekor

Nyamuk akan melepaskan dirinya dari marmut ketika nyamuk telah cukup
mendapatkan darah. Nyamuk betina Aedes aegypti pada keadaan optimum akan
menghabiskan waktu 2 sampai 5 menit untuk menghisap darah (Christopher
1960). Darah manusia adalah pakan yang paling sesuai untuk nyamuk Aedes
aegypti dibandingkan darah hewan. Hal ini dibuktikan oleh Niendria (2011), pada
penelitian tersebut nyamuk Aedes aegypti dapat menghasilkan 341,3 butir per ekor
karena menggunakan darah manusia, hasil tersebut lebih banyak dibandingkan
dengan pakan darah marmut dari hasil penelitian ini yaitu 88,4 butir per ekor.
Rahmawati (2004) melakukan penelitian serupa dari perkawinan alami
antara 25 ekor jantan dengan 25 ekor betina Aedes aegypti dengan hasil 2155 butir
telur sehingga dihasilkan rata-rata 86 butir. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
telur per ekor kurang dari 100 butir. Hasil penelitian Yulidar (2011) juga
menunjukkan rata-rata telur per ekor sebanyak 96 butir. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gunandini (2002) menunjukkan bahwa nyamuk
Aedes aegypti akan menghasilkan telur dengan rata-rata 117,35 butir.
Perbedaan jumlah telur yang dihasilkan ini disebabkan karena banyak
faktor, diantaranya kondisi lingkungan yang kering, suhu tinggi, kelembaban yang
rendah dan volume darah yang dihisap oleh nyamuk. Menurut Clements (1963)
untuk menghasilkan rata-rata 85,5 butir telur seekor nyamuk memerlukan
sejumlah 3-3,5 mg darah, telur tidak dapat dihasilkan bila jumlah darah yang

22
dihisap kurang dari 0,5 mg. Selain itu ukuran kandang dan kepadatan jumlah
nyamuk yang tinggi berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan.
Penelitian Yulidar (2011) menunjukkan rata-rata jumlah telur adalah 96 butir
dengan ukuran kandang 20 x 20 x 20 cm3 yang berisi 30 ekor nyamuk (20 ekor
nyamuk betina dan 10 ekor nyamuk jantan) di dalamnya.
Uji regresi (Lampiran 8) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
(p