Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes Aegypti Pada Ovitrap Di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

(1)

i

HUBUNGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN TINGKAT DENSITAS

TELUR NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA OVITRAP DI RW 01 KELURAHAN PAMULANG BARAT TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

Shela Ayu Puryandini NIM : 1111101000060

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016


(2)

(3)

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Juni 2016

Shela Ayu Puryandini, NIM: 1111101000060

Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes Aegypti Pada Ovitrap Di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015 (xv + 83 halaman, 13 tabel, 2 bagan, 7 gambar, 7 lampiran)

ABSTRAK

Kelurahan Pamulang Barat merupakan kelurahan endemis DBD periode Januari-Desember 2014 (IR:71,94 per 100.000 penduduk) yang mempunyai jumlah penduduk cukup padat dibandingkan kelurahan lainnya (45.869 penduduk). Nilai ABJ terendah pada tahun 2014 ditemukan di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat. Oleh karena itu pengendalian vektor DBD diperlukan untuk mengurangi kejadian DBD. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah

Dengue (DBD) dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross

sectional. Sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 235 rumah dan sampel dipilih dengan metode simple random sampling. Analisis data dilakukan dengan dua cara yaitu univariat dan bivariat. Univariat dilakukan dengan menampilkan tabel distribusi dan persentase dari setiap variabel, sedangkan bivariat dilakukan dengan uji statistik Chi Square dengan nilai α = 0,05.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti yang termasuk kategori tinggi 46.8%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel perilaku menguras TPA dan perilaku menutup TPA berhubungan

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap. Variabel yang

tidak berhubungan adalah perilaku mengubur barang bekas, prilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dan perilaku memasang kawat kasa.

Berdasarkan hasil, tempat perindukan nyamuk harus dikurangi dengan

melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara tepat. Ovitrap dapat digunakan

menjadi salah satu program untuk memutus siklus hidup nyamuk. Daftar Bacaan: 45 (1999-2014)


(4)

iii

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduate Thesis, June 2016

Shela Ayu Puryandini, NIM: 1111101000060

Associated Between The Eradication Mosquito Nest (PSN) of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Mosquito’s Breeding with Density Level Of Aedes Aegypti's Eggs in Ovitrap At RW 01, West Pamulang Village 2015

(xv + 83 pages, 13 tables, 2 charts, 7 pictures, 7 attachments)

ABSTRACT

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a communicable disease that still a major health problem in Indonesia. West Pamulang is an endemic villages (IR: 71.94 per 100,000 population) that have a dense population than other villages (45869 population). A lowest ABJ value in 2014 was found in RW 01. Dengue vector control are needed to reduce the incidence of DHF. The purpose of this reasearch was to determine the associated between the eradication mosquito nest

of dengue hemorrhagic fever (DHF) mosquito’s breeding with density level of

Aedes aegypti’s eggs in ovitrap at RW 01,West Pamulang village 2015.

This is a quantitative research with cross sectional design study. Samples in this research are 235 houses and samples selected by systematic random sampling method. Analysis of the data done in two ways, univariate and bivariate. Univariate done by displaying the distribution table and the percentage of each variable, while bivariate statistical tests performed with Chi Square with a value of α = 0.005.

The result of this research showed that density level of Aedes aegypti eggs

were categorized as high 46.8%. Bivariate analysis showed that behavior of drain water reservoirs and close the water reservoirs are related to the density level of Aedes aegypti eggs on ovitrap. Whereas unrelated variables are behavior of bury the thrift, repair damaged waterways, and put on the wire netting.

Based on the results, breeding places of mosquitos should be reduced by eradication of mosquitoes nest appropriately. An ovitrap can used to be the one of program to break the life cycle of mosquitos.

References: 45 (1999-2014)


(5)

HUBUNGAN PERILAKU PEMBERANT ASAN SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN TINGKA T DENSITAS

TELUR NYAMUKAEDES AEGYPTIPADA OVITRAP DI RW 01 KELURAHAN PAMULANG BARAT TAHUN 2015

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta

Pembimbing I

Jakarta, Juni 2016

oleh:

Shela Ayu Puryandini NIM. 1111101000060

Mengetahui,

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes

NIP. 19650808 198803 1 002

Catur Rosidati, M.Kes


(6)

FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHAT AN MASYARAKA T UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SHELA AYU PURY ANDINI NIM.1111101000060

Jakarta, Juni 2016

Penguji I,

Minsarnawati

NIP. 19750215 200901 2 003

Dewi Utami iani M.Kes Ph.D NIP. 19750316 200710 2 001

Penguji III,


(7)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Shela Ayu Puryandini

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 1 September 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cililitan Kecil 1 RT 016/007, Kel. Cililtan,

Kec. Kramatjati, Jakarta Timur

No. Handphone : 0812 83735907

E-mail : Shelaayu.puryandini@hotmail.com

B. Riwayat Pendidikan

2011-2016 : Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan

Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2007-2010 : SMA Negeri 51 Batu Ampar, Jakarta Timur

2004-2007 : SMP Negeri 20 Bulak Rantai, Jakarta Timur

1998-2004 : SD Negeri Cawang 05 Pagi, Jakarta Timur

1997 : TK Mutiara

C. Pengalaman Organisasi

2014-2015 : Bendahara Environmental Health Student

Association (ENVIHSA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2013-2014 : Wakil Bendahara Environmental Health Student

Association (ENVIHSA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2013 : Sekertaris Divisi Pengembangan Sumber Daya

Manusia Badan Eksekutif Mahasiswa Program Studi (BEM Prodi) Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menyadari banyak kesulitan yang dihadapi, namun dengan bantuan, arahan, dukungan dan doa dari berbagai pihak, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ayahanda Suherli dan Ibunda Wulan yang tak henti mendoakan,

memberikan dukungan baik moril dan materil serta menjadi sumber semangat bagi peneliti.

2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dorongan, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Catur Rosidati, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dorongan, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Adikku tersayang citra yang selalu mendoakan serta memberikan

semangat kepada peneliti.

6. Pihak Puskesmas Pamulang dan Ketua RW 01 Kelurahan Pamulang

Barat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian serta bantuannya dalam memberikan data yang dibutuhkan oleh peneliti.


(9)

viii

7. Muhammad Lutfi Daimun yang menjadi penyemangat serta berbagi

suka dan duka bagi peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

8. Pewe, Ikoh, Ayu, Ika, Rois, Nurul, Siti, Upit, Zahra, Rara, dan Fitra yang memberikan semangat dan doa dalam penyusunan skripsi ini.

9. Keluarga Kesehatan Lingkungan 2011 yaitu Ayu, Ila, Ikoh, Ika, Cepol,

Pewe, Ibet, Tika, Onoy, Efri, Feela, Lifi, Niken, Rois, Ibnu, Chandra, Almen, Hari, Eka, Awal, Sarjeng, Fiya, dan Rahmatika yang yang sama-sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi, adanya kalian semua membuat suasana kampus terasa berbeda dan menyenangkan.

10.Seluruh teman-teman Kesehatan Masyarakat 2011 yang menjadi teman

seperjuangan dan tempat berbagi ilmu maupun pengalaman selama masa perkuliahan.

11.Dan seluruh pihak yang telah membantu peneliti dalam proses

penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan secara keseluruhan.

Pada penulisan skripsi ini, peneliti merasa masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan bagi peneliti demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih.

Jakarta, Juni 2016


(10)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 7

1.4 Tujuan ... 8

1.4.1 Tujuan Umum ... 8

1.4.2 Tujuan Khusus ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.5.1 Bagi Masyarakat ... 10

1.5.2 Bagi Peneliti ... 10

1.5.3 Bagi Puskesmas Pamulang ... 10


(11)

x

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 12

2.2 Penyebab Penyakit Demam Berdarah ... 12

2.3 Vektor Demam Berdarah Dengue ... 13

2.4 Metode Survei Vektor DBD ... 21

2.5 Kepadatan Telur Nyamuk Aedes Aegypti ... 25

2.6 Pengertian Perilaku ... 26

2.7 Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD ... 26

2.8 Pengukuran Perilaku PSN-DBD ... 34

2.9 Kerangka Teori ... 36

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 37

3.1 Kerangka Konsep ... 37

3.1 Definisi Operasional ... 40

3.3 Hipotesis ... 42

BAB IV METODE PENELITIAN ... 43

4.1 Desain Penelitian ... 43

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

4.4 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data... 45

4.4.1 Jenis Data ... 45

4.4.2 Metode Pengumpulan Data ... 46

4.5 Instrumen Penelitian ... 48

4.6 Pengolahan Data ... 49

4.7 Analisis Data ... 50


(12)

xi

5.1 Gambaran Umum Wilayah ... 52

5.2 Analisis Univariat ... 53

5.2.1 Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 53

5.2.2 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air ... 54

5.2.3 Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air ... 55

5.2.3 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas ... 55

5.2.4 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak Lancar ... 56

5.2.5 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa ... 56

5.3 Analisis Bivariat ... 57

5.3.1 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 57

5.3.2 Gambaran Perilaku Menutup Rapat Tempat Penampungan Air Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 58

5.3.3 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 59

5.3.4 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak Lancar Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 60

5.3.5 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarkan Tingkat Densitas TelurNyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 61

BAB VI PEMBAHASAN ... 63

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 63

6.2 Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat ... 63

6.3 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air Berdasarkan Tingkat Densitas TelurNyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap ... 67


(13)

xii

6.4 Gambaran Perilaku Menutup Rapat Tempat Penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap

... 69

6.5 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap ... 71

6.6 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak Lancar Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap ... 73

6.7 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarakan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap ... 74

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 77

7.1 Simpulan ... 77

7.2 Saran ... 78

7.2.1 Masyarakat ... 78

7.2.2 Puskesmas Pamulang ... 79

7.2.3 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 40 Tabel 4.1 Sampel Penelitian... 45

Tabel 5.1Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015 ... 54 Tabel 5.2 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015... 54 Tabel 5.3 Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air di RW 01

Kelurahan Pamulang Tahun 2015 ... 55 Tabel 5.4 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat Tahun 2015 ... 56 Tabel 5.5 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak Lancar di

RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015 ... 56 Tabel 5.6 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat Tahun 2015 ... 57 Tabel 5.7 Gambaran Perilaku Menguras tempat penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap ... 58 Tabel 5.8 Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap ... 59 Tabel 5.9 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat

Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 60 Tabel 5.10 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak Lancar

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap ... 61 Tabel 5.11 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarkan Tingkat


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti Dewasa ... 16

Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti ... 17

Gambar 2.3 Telur Aedes sp ... 17

Gambar 2.4 Larva Aedes sp ... 18

Gambar 2.5 Pupa Aedes sp ... 19

Gambar 2.6 Nyamuk Aedes aegypti Dewasa ... 19


(16)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 36 Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 39


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk hidup produktif. Pencegahan dan pemeliharaan kesehatan seharusnya lebih diperhatikan daripada pengobatan. Namun saat ini hal tersebut kurang diperhatikan oleh masyarakat sehingga masalah kesehatan belum terselesaikan dengan baik. Di negara maju terjadi pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit non-infeksi. Hal tersebut perlu diperhatikan terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit menular di Indonesia merupakan faktor utama penyebab kematian dan morbiditas (Budiarto, 2001).

Salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang utama di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Menurut Ginanjar (2008), penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya.

Kasus DBD di seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat melebihi 1,2 juta pada tahun 2008 dan lebih dari 3 juta kasus pada tahun 2013. Tidak hanya terjadi peningkatan jumlah kasus tetapi juga terjadi ledakan kasus DBD. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah kasus


(18)

diantaranya sebanyak 500.000 kasus DBD yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Sebagian besar dari penderita tersebut adalah anak-anak dan jumlah kematian mencapai 2,5% (WHO, 2014).

Jumlah penderita DBD di Indonesia pada tahun 2014 yang dilaporkan sampai pertengahan bulan Desember adalah sebanyak 71.668 kasus dimana 641 kasus dilaporkan meninggal dunia (Kemenkes RI, 2014).

Di Provinsi Banten pada periode Januari – Desember 2014 yang sama

dilaporkan terdapat 3.134 kasus DBD (IR: 27,4 per 100.000 penduduk) dimana 40 kasus dilaporkan meninggal dunia (CFR: 1,28%) (Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, 2014).

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang mempunyai kasus DBD tertinggi. Berdasarkan data kegiatan program pengendalian DBD Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, di kota tersebut pada tahun 2012 terdapat 842 kasus dan 5 kematian (CFR: 0,59), tahun 2013 terdapat 782 kasus dan 6 kematian (CFR: 0,77), dan tahun 2014 terdapat 774 kasus dengan 6 kematian (CFR: 0,78) dengan angka insiden periode Januari-Desember 2014 sebesar 54,8 per 100.000 penduduk (Dinkes Tangerang Selatan, 2014).

Berdasarkan data kegiatan program pengendalian DBD yang diperoleh dari bagian Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tahun 2014 dapat diketahui bahwa kasus DBD pada tujuh kecamatan di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember 2014 adalah Kecamatan Pamulang dengan kasus DBD sebanyak 169 kasus (IR: 73,67 per 100.000 penduduk), Kecamatan Ciputat Sebanyak 76 kasus


(19)

(IR: 40,31 per 100.000 penduduk), Kecamatan Ciputat Timur sebanyak 105 kasus (IR: 54,69per 100.000 penduduk), Kecamatan Setu sebanyak 131 kasus (IR: 187,19 per 100.000 penduduk), Kecamatan Serpong sebanyak 140 kasus (IR: 93,23 per 100.000 penduduk), Kecamatan Serpong Utara sebanyak 55 kasus (IR: 54,73 per 100.000 penduduk), Kecamatan Pondok Aren sebanyak 98 kasus (IR: 29,92 per 100.000 penduduk). Berdasarkan data tersebut, kecamatan yang memiliki nilai IR tertinggi adalah Kecamatan Setu, Serpong, dan Pamulang. Akan tetapi, apabila dilihat dari kepadatan penduduk, Kecamatan Pamulang merupakan wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk tertinggi di Kota Tangerang Selatan yaitu sebanyak 235.328 penduduk (Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, 2014).

Kepadatan penduduk mempunyai potensi besar untuk terjadinya penularan penyakit DBD. Kepadatan penduduk memudahkan untuk terjadi penularan DBD karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 meter (Sukamto, 2007). Selain itu menurut informasi umum DBD (2011) kepadatan penduduk sangat berpengaruh pada kejadian kasus DBD, makin padat penduduk makin tinggi kasus DBD di kota tersebut.

Kelurahan Pamulang Barat merupakan salah satu wilayah endemis DBD yang mempunyai jumlah penduduk yang cukup padat dibandingkan dengan kelurahan lainnya yang terdapat di Kecamatan Pamulang. Hal tersebut tercatat dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yaitu Kelurahan Pamulang Barat memiliki jumlah penduduk sebanyak 45.869 penduduk, sedangkan kelurahan lainnya seperti Kelurahan Pondok Benda memiliki jumlah penduduk sebanyak 29.020


(20)

penduduk, Kelurahan Pamulang Timur sebanyak 27.354 penduduk, Kelurahan Pondok Cabe Udik sebanyak 25.725 penduduk, Kelurahan Pondok Cabe Ilir 19.713 penduduk, Kelurahan Benda Baru sebanyak 29.635 penduduk, Kelurahan Bambu Apus sebanyak 16.421, dan Kelurahan Kedaung sebanyak 35.666 penduduk (Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, 2014).

Selain memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak, Kelurahan Pamulang Barat merupakan kelurahan yang mempunyai kasus DBD cukup tinggi pada periode Januari-Desember 2014 yaitu sebanyak 33 kasus (IR: 71,94 per 100.000 penduduk. Akan tetapi nilai ABJ pada kelurahan tersebut telah mencapai ≥ 95% (Puskesmas Pamulang, 2014).

Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2013). Tindakan pencegahan merupakan tindakan pilihan yang terbaik (Rusli, 2009). Oleh karena itu salah satu tindakan pencegahan peningkatan kasus DBD adalah diperlukannya pengendalian vektor dari penyakit DBD untuk menurunkan atau menekan populasi vektor (Sumantri, 2010).

Pengendalian vektor DBD diperlukan karena nilai dari kepadatan vektor tersebut dapat mempengaruhi kejadian DBD. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wuryaningsih (2013) yang menyatakan bahwa kejadian DBD terjadi pada wilayah yang mempunyai angka kepadatan vektor DBD tinggi. Sejalan dengan penelitian tersebut,


(21)

hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukamto (2007) juga menyatakan bahwa kepadatan telur nyamuk berhubungan dengan kejadian DBD.

Survei kepadatan vektor DBD dapat dilakukan dengan menggunakan ovitrap atau yang lebih dikenal dengan perangkap telur. Ovitrap berfungsi untuk mengurangi populasi nyamuk melalui pemutusan rantai kehidupan nyamuk mulai dari fase telur. Padel diperiksa untuk menemukan dan

menghitung jumlah telur yang terperangkap. Presentasi ovitrap yang positif

menginformasikan tingkat paparan nyamuk Aedes spp. Jumlah telur

digunakan untuk estimasi populasi nyamuk betina dewasa (Morato et al.

2005 dalam Fatmawati, 2014).

Pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan

dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor (Kemenkes RI, 2013). Salah satu cara untruk meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor dapat dilakukan dengan pelaksanaan PSN untuk mengendalikan vektor DBD dengan cara memutus rantai penularan nyamuk. Pernyataan tersebut didukung dalam penelitian yang dilakukan oleh Novitasari, dkk (2013) bahwa perilaku PSN-DBD berhubungan dengan keberadaan jentik DBD. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Riyadi,dkk (2012) menyatakan bahwa tindakan PSN-DBD berhubungan

dengan densitas larva Aedes aegypti.

Kemenkes RI (2014) keberhasilan PSN DBD dapat diukur dengan

Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ ≥ 95% diharapkan penularan DBD

dapat dicegah atau dikurangi. Namun, dari 33 kasus DBD yang terjadi di Kelurahan Pamulang Barat pada tahun 2014, berdasarkan laporan jumantik


(22)

pada tahun yang sama di Puskesmas Pamulang tercatat dari 25 RW yang terdapat di Kelurahan Pamulang Barat, RW 01 merupakan RW yang memiliki ABJ terendah yaitu 90% (Puskesmas Pamulang, 2014).

Kegiatan PSN-DBD dapat mengendalikan populasi nyamuk Aedes

aegeypti dan keberhasilan pelaksanaan PSN-DBD tersebut ditandai dengan ABJ yang menunjukkan ≥95%. Selain tindakan pengendalian, perlu juga

pengamatan status vektor salah satunya berupa indeks ovitrap. Maka

peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan perilaku PSN-DBD

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Kelurahan Pamulang Barat merupakan kelurahan endemis DBD dengan kasus sebanyak 33 kasus (IR: 71,94 per 100.000 penduduk) pada periode Januari-Desember 2014, selain itu Kelurahan Pamulang Barat merupakan kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terpadat di Kecamatan Pamulang, yaitu sebanyak 45.869 penduduk, sehingga memudahkan penularan DBD.

Berdasarkan data laporan jumantik pada tahun 2014 tercatat dari 25 RW yang terdapat di Kelurahan Pamulang Barat, RW 01 merupakan RW yang memiliki ABJ terendah yaitu 90%. Nilai ABJ dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan PSN-DBD karena kegiatan PSN-DBD


(23)

Disamping tindakan pengendalian, diperlukan juga pengamatan mengenai status vektor dengan mengetahui kepadatan dari vektor tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui “Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD)

dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015”.

1.3 Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada

ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

b. Bagaimana gambaran perilaku menguras tempat penampungan air di

RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

c. Bagaimana gambaran perilaku menutup tempat penampungan air di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

d. Bagaimana gambaran perilaku mengubur barang bekas di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

e. Bagaimana gambaran perilaku memperbaiki saluran air yang tidak

lancardi RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

f. Bagaimana gambaran perilaku memasang kawat kasa di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

g. Apakah ada hubungan antara perilaku menguras tempat penampungan

air dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?


(24)

h. Apakah ada hubungan antara perilaku menutup tempat penampungan air

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

i. Apakah ada hubungan antara perilaku mengubur barang bekas dengan

tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

j. Apakah ada hubungan antara memperbaiki saluran air yang tidak lancar

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

k. Apakah ada hubungan antara perilaku memasang kawat kasa dengan

tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan perilaku PSN-DBD dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat tahun 2015. 1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran tingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

b. Mengetahui gambaran perilaku menguras tempat penampungan


(25)

c. Mengetahui gambaran perilaku menutup tempat penampungan air di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

d. Mengetahui gambaran perilaku mengubur barang bekas di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

e. Mengetahui gambaran memperbaiki saluran air yang tidak lancar

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

f. Mengetahui gambaran perilaku memasang kawat kasa di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

g. Mengetahui hubungan antara perilaku menguras tempat

penampungan air dengantingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

h. Mengetahui hubungan antara perilaku menutup tempat

penampungan air dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

i. Mengetahui hubungan antara perilaku mengubur barang bekas

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

j. Mengetahui hubungan antara memperbaiki saluran air yang tidak

lancar dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.


(26)

k. Mengetahui hubungan antara perilaku memasang kawat kasa

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Masyarakat

Sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya PSN dalam upaya pengendalian vektor DBD.

1.5.2 Bagi Peneliti

Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai hubungan perilaku PSN-DBD dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap.

1.5.3 Bagi Puskesmas Pamulang

Dapat memberikan informasi kepada Puskesmas Pamulang untuk menentukan kebijakan atau program dalam rangka menurunkan angka kejadian DBD di Kelurahan Pamulang Barat, Tangerang Selatan.

1.5.4 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Menambahkan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yaitu berupa data mengenai tingkat densitas telur


(27)

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berjudul hubungan perilaku PSN-DBD dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat, Kota Tangerang Selatan tahun 2015. Penelitian ini telah dilakukan di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat yaitu dengan sampel

sebanyak 235 rumah. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Data yang

digunakan untuk mengetahui jumlah kasus DBD dan ABJ pada penelitian ini dengan menggunakan data sekunder mengenai jumlah kasus kejadian DBD dan ABJ tahun 2014 yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dan Puskesmas Pamulang. Data yang digunakan untuk mengetahui perilaku PSN-DBD adalah data primer yang didapatkan dengan metode wawancara dengan menggunakan kuesioner dan data kepadatan telur

nyamuk Aedes aegypti didapatkan dengan metode observasi telur nyamuk


(28)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit DBD adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh virus dengue dan disebarluaskan oleh nyamuk terutama spesies Aedes aegypti. WHO menggolongkan penyakit ini ke dalam penyakit infeksi baru yang sedang muncul dan meningkat karena semakin meluasnya sebaran geografis serta semakin meningkatnya jumlah penduduk yang terkena. Lebih dari 2,5 miliar penduduk dunia berisiko terkena penyakit DBD dengan mayoritas atau sekitar 70% populasi hidup di kawasan Asia Pasifik (Pratamawati, 2012).

Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi, dan tulang penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam (Sucipto, 2011). Penyakit DBD menyerang semua orang tidak terbatas oleh kelompok umur tertentu. Hingga saat ini proporsi kasus DBD yang terbanyak adalah pada golongan anak-anak. Namun dalam dekade ini proporsi kasus DBD pada golongan umur dewasa cenderung meningkat (Rusli, 2009).

2.2 Penyebab Penyakit Demam Berdarah

Penyakit DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang terdiri dari empat tipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, dan ditularkan melalui


(29)

gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya. Virus penyebab DBD adalah virus dengue anggota dari genus flavivirus (Arbovirus group B). Maksud dari Arbovirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

yang ditularkan oleh antrophoda (Ginanjar, 2008).

Menurut Depkes RI (2007), keempat virus tersebut terdapat diberbagai daerah di Indonesia. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang Departemen Kesehatan RI menujukkan bahwa Dengue DEN-3 merupakan serotype virus dominan yang menyebabkan kasus berat.

Selain itu, adanya kebiasaan masyarakat menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti menampung air hujan, menampung air sumur atau membeli air di penjual air sehingga bak mandi atau drum/tempayan jarang dikuras berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Ada pula kebiasaan masyarakat menyimpan barang-barang bekas tetapi kurang rajin memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang tertampung di dalam tempat penampungan air (TPA) serta kurang melaksanakan kebersihan lingkungan, akibatnya anjuran 3M Plus (Menguras, Menutup, dan Mengubur Plus menaburkan larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, serta pemakaian insektisida rumah tangga) untuk mencegah DBD belum terlaksana secara efektif (Pratamawati, 2012).

2.3 Vektor Demam Berdarah Dengue

Hadinegoro (1999) menjelaskan bahwa penyakit DBD tidak langsung ditularkan dari orang ke orang, melainkan ditularkan melalui


(30)

vektor yaitu nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Di Indonesia nyamuk Aedes agypti tesebar luas di seluruh pelosok tanah air, baik di kota ataupun di desa kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih

dari 100 meter diatas permukaan laut. Aedes aegypti adalah salah satu vektor

yang efisien untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat antropofilik dan

hidup dekat manusia dan sering hidup di dalam rumah.

Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan karena terdapat genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk betina Aedes aegypti. Selain nyamuk betina Aedes aegypti,

nyamuk Aedes albopictus juga salah satu vektor penyebar penyakit demam

berdarah. Akan tetapi peranan nyamuk Aedes albopictus kurang

dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti hal tersebut karena nyamuk

tersebut tinggal di kebun atau semak-semak sehingga kontak dengan manusia hanya sedikit, sedangkan nyamuk Aedes aegypti berada di sekitar rumah dimana manusia tinggal (Hadinegoro, 1999).

Menurut PPM-PL (2002) yang dikutip dalam Sukamto (2007),

nyamuk Aedes aegypti akan menjadi vektor apabila:

a. Ada virus dengue pada orang yang dihisap darahnya, yaitu orang sakit DBD, 1-2 hari sebelum demam atau 4-7 hari selama demam.

b. Nyamuk hanya akan bisa menularkan penyakit apabila umurnya lebih

dari 10 hari, oleh karena masa inkubasi extrinsik virus di dalam tubuh nyamuk 8-10 hari. Untuk nyamuk bisa mencapai umur lebih dari 10 hari perlu tempat hinggap istirahat yang cocok dan kelembaban tinggi, karena nyamuk bernapas dengan spirakel dengan demikian permukaan


(31)

tubuhnya luas dan menyebabkan penguapan tinggi, bila kelembaban rendah nyamuk akan mati kering. Tempat hinggap tersedia oleh adanya lingkungan fisik dan kelembaban dipengaruhi oleh lingkungan fisik (curah hujan) atau lingkungan biologi (tanaman hias atau tanaman pekarangan).

c. Untuk dapat menularkan penyakit dari orang ke orang nyamuk harus

menggigit manusia yang mengandung virus dengue.

d. Untuk bisa bertahan hidup maka jumlah nyamuk harus banyak karena

musuhnya banyak (manusia dan sebagai makanan hewan seperti ikan kepala timah; katak; cicak).

e. Nyamuk juga harus tahan terhadap virus, karena virus akan

memperbanyak diri di dalam tubuh nyamuk dan bergerak dari lambung, menembus dinding lambung, dan kelenjar ludah nyamuk. Pemberantasan vektor tidak selalu berarti pemberantasan nyamuk bisa juga dengan cara mengurangi salah satu dari 5 (lima) syarat tadi. Bila banyak nyamuk Aedes aegypti belum tentu merupakan musim penularan, karena kalau tidak ada sumber penularan atau umur nyamuk pendek tidak bisa menjadi vektor.

A. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna

hitam kecoklatan dengan ukuran tubuh antara 3-4cm, dengan mengabaikan panjang kakinya. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam ukuran, namun nyamuk jantan memiliki


(32)

tubuh lebih kecil daripada betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan (Ginanjar, 2008).

Menurut Sungkar (2005) yang dikutip di dalam Sucipto (2011),

bagian tubuh nyamuk Aedes aegypti dewasa secara umum terdiri atas

kepala, dada (thorax), dan perut (abdomen). Tanda khas Aedes aegypti

berupa gambaran lyre pada bagian dorsal thorax (mesonotum) yaitu

sepasang garis putih yang sejajar di tengah dan garis lengkung putih yang lebih tebal pada setiap sisinya. Probosis berwarna hitam, skutelum bersisik lebar berwarna putih dan abdomen berpita putih pada bagian basal. Ruas tarsus kaki belakang berpita putih. Berikut

merupakan morfologi dari nyamuk Aedes aegypti dewasa:

B. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti

Perkembangan nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa

memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan hanya nyamuk betina saja yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Umur nyamuk tersebut sekitar 2 minggu

Gambar 2.1

Morfologi Nyamuk Aedes aegypti Dewasa


(33)

sampai 3 bulan atau rata-rata 11/2 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara disekelilingnya (Hadinegoro, 1999).

Adapun stadium telur, larva, pupa sampai menjadi nyamuk dewasa adalah sebagai berikut:

1. Telur

Nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100

butir. Telur Aedes berikuran kecil (± 50 mikron), berwarna hitam,

tampak bulat panjang dan berbentuk oval. Di alam bebas telur nyamuk diletakkan satu per satu menempel pada dinding wadah/tempat perindukan terlihat sedikit di atas permukaan air. Telur tersebut menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva (Ginanjar, 2008).

Gambar 2.2

Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Gambar 2.3 Telur Aedes sp.


(34)

2. Larva (Jentik)

Setelah telur menetas tumbuh menjadi larva yang disebut larva stadium I (instar I). Kemudian larva stadium I ini melakukan 3 kali pengelupasan kulit (ecdysis atau moulting), berturut-turut menjadi larva stadium 2, 3, dan larva stadium 4. Larva stadium akhir ini lalu melakukan pengelupasan kulit dan berubah bentuk menjadi stadium pupa. Larva stadium 4 berukuran 7x4 mm, mempunyai pelana yang terbuka, bulu sifon satu pasang, dan gigi sisir yang berduri lateral. Dalam air di wadah, larva Aedes bergerak sangat lincah dan aktif dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan turun ke dasar wadah secara berulang-ulang. Jentik dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari dan kemudian berubah menjadi pupa (kepompong).

3. Pupa

Pupa nyamuk berbentuk seperti koma. Kepala dan dadanya bersatu dilengkapi sepasang terompet pernapasan. Stadium pupa ini adalah stadium tak makan. Jika terganggu dia akan bergerak naik turun di dalam wadah air. Dalam waktu lebih kurang dua hari, dari pupa akan muncul nyamuk dewasa.

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Gambar 2.4 Larva Aedes sp.


(35)

4. Nyamuk Dewasa

Nyamuk setelah muncul dari kepompong akan mencari pasangan untuk mengadakan perkawinan. Setelah kawin, nyamuk siap mencari darah untuk perkembangan telur demi keturunannya. Nyamuk jantan setelah kawin akan istirahat, dia tidak menghisap darah tetapi cairan tumbuhan sedangkan nyamuk betina menggigit dan menghisap darah orang.

C. Perilaku Nyamuk Aedes Aegypti

Berikut ini merupakan penjelasan dari perilaku nyamuk Aedes aegypti yang meliputi perilaku makan, istirahat, dan jarak terbang (WHO, 2004);

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Gambar 2.5 Pupa Aedes sp.

Sumber: http://www.nacionaltucuman.com

Gambar 2.6


(36)

1. Perilaku Makan

Nyamuk Aedes aegypti betina bersifat antropofilik atau

yang dikenal dengan menyukai darah manusia walaupun nyamuk tersebut juga dapat memakan hewan yang berdarah panas lainnya.

Sedangkan nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap cairan

tumbuhan atau sari bunga. Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal,

yaitu mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai dari pagi sampai sore hari dengan dua puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Selain itu

nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah

berulang kali (multiple bites) atau lebih dari satu orang. Menurut Kemenkes RI (2013), kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) atau lebih dari satu orang adalah untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.

2. Perilaku Istirahat

Setelah menghisap darah nyamuk Aedes aegypti suka

bersitirahat didalam rumah atau kadang diluar rumah, berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda yang menggantung seperti pakaian, kelambu, atau tumbuhan di dekat tempat perkembangbiakannya. Biasanya ditempat yang gelap dan lembab nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Sucipto, 2011).


(37)

3. Jarak Terbang

Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dipengaruhi oleh

beberpa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi dengan batas jarak 100 meter dari tempat kemunculan. Namun, penelitian terbaru di Peurto Rico menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar lebih dari 400 meter terutama untuk tempat bertelur (WHO, 2004).

2.4 Metode Survei Vektor DBD

Menurut Kemenkes RI (2013), metode survei vektor DBD dapat dilakukan dengan cara survei telur, survei jentik, dan survei nyamuk, seperti;

A. Survei Telur

Survei telur dilakukan dengan memasang Oviposition Trap atau

yang biasa dikenal dengan sebutan ovitrap merupakan perlengkapan

perangkap telur sangat berguna untuk deteksi dini terhadap gangguan yang baru berlangsung di wilayah nyamuk yang sebelumnya telah

dibasmi. Perangkap telur nyamuk yang dilengkapi dengan

rendaman/infusi jerami telah terbukti sebagai metode surveilans Aedes aegypti yang sangat reproduktif dan efisien di wilayah perkotaan dan juga telah terbukti berguna untuk mengevaluasi program-program pengendalian (WHO, 2004).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Polson, et al

(2002) yang menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti betina lebih


(38)

berisikan air keran. Jenis rumput yang digunakan dapat bermacam-macam jenis seperti pada penelitian Singh et all (2005) menggunakan

rendaman rumput jenis Cynadon dactyloni, penelitian Santos et all

(2003) menggunakan rumput jenis Eleusine indica (Poaceae), penelitian

Tang et all (2007) menggunakan jenis rumput Axonopus commpressus

dan penelitian Santana et all (2006) menggunakan rumput jenis Panicum

maximum. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Hoel, et al (2011) menyatakan bahwa ovitrap yang berwarna hitam lebih menarik nyamuk dalam mencari tempat untuk bertelur.

Perangkap telur atau ovitrap adalah peralatan yang terdiri dari tabung gelas kecil bermulut lebar yang di cat hitam bagian luarnya. Tabung gelas tersebut dilengkapi dengan tongkat kayu (pedel) yang dijepit vertikal di bagian dalam tabung dan bagian kasarnya menghadap kearah dalam.Tabung separuhnya diisi dengan air dari rendaman jerami yang telah direndam selama tujuh hari dan ditempatkan di lokasi yang diduga menjadi habitat nyamuk, biasanya di dalam atau di lingkungan sekitar rumah (WHO, 2004).

Padel diperiksa untuk menemukan dan menghitung jumlah telur yang terperangkap. Presentasi ovitrap yang positif menginformasikan

tingkat paparan nyamuk Aedes aegypti. Jumlah telur digunakan untuk

estimasi populasi nyamuk betina dewasa (Morato et al. 2005 dalam

Fatmawati, 2014). Selain itu, menurut Wahyuningsih (2007) yang

dikutip dari Fatmawati, dkk (2014) menyatakan bahwa ovitrap indeks


(39)

adanya kelimpahan larva Aedes aegypti sebagai vektor DBD

dibandingkan dengan indikator lama seperti House Index dan Breteu

Index. Pemeriksaan padel dilakukan setelah 1 minggu pemasangan ovitrap. Berikut merupakan cara untuk mengetahui ovitrap indeks;

Berikut merupakan gambar Ovitrap;

Gambar 2.7

Ovitrap dan Padel dengan Telur Aedes aegypti

B. Survei Jentik

Metode survei ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap semua media perairan yang potensial sebagai tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam maupun di luar

rumah. Setiap media perairan potensial dilakukan pengamatan jentik selama 3-5 menit menggunakan senter. Hasil survei jentik dicatat dan dilakukan analisis perhitungan sebagai berikut:


(40)

1) Angka Bebas Jentik (ABJ)

ABJ adalah presentase pemeriksaan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan setiap tiga bulan oleh petugas puskesmas pada rumah-rumah penduduk yang diperiksa secara acak.

2) House Indeks (HI)

HI adalah presentasi jumlah rumah yang ditemukan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas setiap tiga bulan pada rumah-rumah yang diperiksa secara acak.

3) Container Indeks (CI)

CI adalah presentase pemeriksaan jumlah container yang

diperiksa yang ditemukan jentik pada container di rumah penduduk

yang dipilih secara acak.

4) Breteau Indeks (BI)

BI adalah presentase pemeriksaan jumlah container yang

diperiksa yang ditemukan jentik di rumah penduduk yang dipilih secara acak.


(41)

C. Survei Nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara menangkap nyamuk yang

hinggap di badan (human landing collection/ HLC) dan hinggap di

dinding dalam rumah atau tempat lainnnya seperti baju yang menggantung, kelambu, horden dan sebagainya. Hasil penangkapan nyamuk dianalisis dengan angka kepadatan nyamuk perorang perjam (man hour density/MHD), angka kepadatan nyamuk perorang perhari (man bitting rate/ MBR), dan angka hinggap di dinding ( resting rate/ RR) seperti;

1) Man Hour Density/MHD

2) Man Bitting Rate/ MBR

3) Resting Rate/ RR

2.5 Kepadatan Telur Nyamuk Aedes Aegypti

Kerapatan populasi adalah besarnya populasi dalam hubungannya dengan beberapa satuan ruangan. Umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu atau biomas populasi per satuan aeral atau volume. Kerapatan populasi juga sering dipakai untuk mengetahui apakah populasi sedang


(42)

berubah (berkurang atau bertambah) (Sudarsono, 2008). Pengukuran kelimpahan atau kepadatan jumlah telur pada ovitrap dapat dihitung dengan mengetahui rata-rata jumlah telur nyamuk per satuan ovitrap (Fatmawati, 2014) yaitu;

2.6 Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan aktivitas atau kegiatan dari manusia itu sendiri. Kegiatan tersebut merupakan hasil hubungan antara stimulus dan respon terhadap stimulus tersebut. Jadi, dapat diartikan bahwa perilaku adalah kegiatan atau aktivitas manusia itu sendiri yang dapat diamati (Notoatmodjo, 2007).

2.7 Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD

Perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD biasa dikenal dengan kegiatan 3M namun kegiatan tersebut telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus. Menurut Kemenkes RI (2013), pengendalian fisik (PSN 3M) merupakan alternatif utama pengendalian vektor DBD melalui upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara menutup, menguras, dan mengubur/mendaur ulang (3M). PSN sebaiknya dilakukan setiap minggu sehingga terjadi pemutusan rantai pertumbuhan pra dewasa nyamuk tidak menjadi dewasa. Sasaran dari PSN 3M adalah semua tempat potensial pekembangbiakan


(43)

sehari-hari, tempat penampungan air bukan keperluan sehari-hari (non-TPA), dan tempat penampungan air alamiah.

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti bertujuan untuk menurunkan

angka kejadian DBD. Pemberantasan nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan upaya pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-DBD). Menurut penelitin yang dilakukan oleh Riyadi, dkk (2012) menyatakan bahwa

tindakan PSN-DBD berhubungan dengan densitas larva Aedes aegypti.

Habitat perkembangbiakan Aedes aegypti ialah tempat-tempat yang

dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta

tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat

dikelompokkan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2013);

A. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari

seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi, dan ember.

B. Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan

sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik, dan lainnya).

C. Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah seperti lubang pohon,

lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung cokelat/karet, dan lainnya.


(44)

Menurut Kemenkes RI (2013) PSN 3M Plus dapat dilakukan dengan cara; 1. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA)

Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air minimal seminggu sekali seperti kolam renang, bak mandi, ember air, penampungan air dibelakang kulkas, penampungan air dispenser (Pratamawati, 2012). Menurut Sungkar (2005), menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi, dan semua tempat penyimpanan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali dapat menyingkirkan telur nyamuk.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2013), perilaku menguras tempat penampungan air berhubungan dengan keberadaan

larva Aedes aegypti. Sejalan dengan penelitian tersebut, dalam penelitian

Ramlawati, dkk (2014) menyatakan bahwa pelaksanaan menguras

tempat penampungan air berhubungan dengan densitas larva Aedes

aegypti. Tempat penampungan air merupakan tempat yang disukai oleh Aedes aegypti untuk berkembang biak, karena Aedes aegypti memerlukan air untuk meletakkan telurnya agar cepat menetas (Kemenkes RI, 2013).

2. Menutup Rapat Tempat Penampungan Air (TPA)

Menutup rapat tempat penampungan air adalah memberi tutup yang rapat pada tempat air ditampung seperti bak mandi, kendi, gentong air (Pratamawati, 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2013) perilaku menutup tempat penampungan air berhubungan dengan


(45)

dilakukan Ramlawati (2014) menyatakan bahwa tindakan menutup

tempat penampungan air tidak berhubungan dengan densitas larva Aedes

aegypti.

Menurut Sungkar (2005), ternyata TPA tertutup lebih sering mengandung larva dibandingkan dengan TPA yang terbuka. Hal tersebut karena penutup TPA jarang tertutup dengan baik dan sering dibuka untuk mengambil air didalamnya. TPA yang tutupnya longgar seperti itu, lebih disukai nyamuk untuk tempat bertelur karena ruangannya lebih gelap daripada tempat air yang tidak tertutup sama sekali.

3. Mengubur Barang-Barang Bekas yang Dapat Menampung Air Hujan

Kegiatan mengubur barang bekas adalah memendam di dalam tanah sampah plastik atau barang bekas yange memiliki potensi

menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat nyamuk Aedes

aegypti berkembang biak (Pratamawati, 2012). Pada penelitian Suyasa (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keberadaan kontainer dengan keberadaan vektor DBD.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ramlawati, dkk (2014) tindakan mengubur barang bekas tidak dapat dihubungkan dengan

densitas larva Aedes aegypti. Hal tersebut berbeda dengan penelitian

yang dilakukan oleh Desniawati (2014) yaitu pelaksanaan mengubur


(46)

4. Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan Minimal Seminggu Sekali

Menurut Saniambara et. al (2003) yang dikutip oleh Suyasa

(2008) menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang

biak di tempat penampungan air bersih dan yang tidak beralaskan tanah, seperti bak mandi, drum dan kaleng bekas, tempat minum burung dan pot tanaman hias. Keberadaan pot tanaman hias di rumah khusunya yang menggunakan media air sebagai pertumbuhan pada kenyataannya

terdapat genangan air. Genangan air tersebut dijadikan sebagai breeding

place atau tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti (Suyasa, 2008).

Penggantian air pada vas bunga dan tempat minuman hewan dapat dilakukan dengan membuang air yang lama dengan menggantinya dengan air yang baru secara rutin minimal seminggu sekali. Hal tersebut dilakukan agar telur nyamuk yang terdapat dalam vas bunga atau tempat minum hewan terbuang bersama air yang lama.

5. Memperbaiki Saluran dan Talang Air yang Tidak Lancar/Rusak Saluran air dan talang air yang tidak lancar/rusak harus diperbaiki karena dapat menyebabkan air menggenang sehingga dapat

menjadi tempat potensial nyamuk Aedes aegypti berkembang biak

(Kemenkes RI, 2013). Nyamuk Aedes aegypti tidak hanya berkembang

biak pada air bersih, namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2006) air yang terpolusi dapat menjadi tempat perindukan dan

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Dalam penelitian yang


(47)

antara pelaksanaan memperbaiki saluran air dan talang air yang tidak

lancar dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

6. Menutup Lubang-Lubang Pada Potongan Bambu/Pohon dengan Tanah

Menurut Saniambara (2003) yang dikutip dalan Suyasa (2008) selain bak mandi, drum dan kaleng bekas, tempat minum burung dan pot tanaman hias yang dapat dijadikan tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti, kadang-kadang ditemukan juga di pelepah daun, lubang pagar/bambu, dan lubang tiang bendera. Selain itu menurut Macdonald (1967) yang dikutip dalam Hadi (2006) menyatakan bahwa tempat

perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang dapat

menampung air yang mengandung bahan-bahan organik yang membusukd an tempat-tempat yang digunakan oleh manusia sehari-hari, seperti bak mandi, drum air, kaleng bekas, ketiak daun, dan lubang lubang batu.

7. Kegiatan Plus PSN 3M

a. Menaburkan Bubuk Larvasida

Menaburkan bubuk larvasida dikenal dengan istilah abatisasi. Abatisasi merupakan penggunaan larvasida temefos (abate) untuk

memberantas larva Aedes aegypti. Temefos yang digunakan berbetuk

butir pasir dengan dosis 1 ppm artinya 1 bagian abate dalam satu

juta bagian air atau I gram Temefos SG (sand granuler) 1% per 10

liter air. Abatisasi pada tempat penampungan air mempunyai efek


(48)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Desniawati (2014) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara abatisasi dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

b. Memelihara Ikan Pemakan Jentik Di Kolam/Bak Penampung Air

Memelihara ikan pemakan jentik merupakan salah satu cara pengendalian vektor DBD dengan menggunakan metode biologi. Pengendalian tersebut dapat menggunakan predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah ikan pemakan jentik seperti cupang, tampalo, gabus, dan guppy (Kemenkes RI, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2013) memelihara ikan pemakan jentik tidak berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

c. Memasang Kawat Kasa

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suyasa (2008) pemakaian kawat kasa tidak berhubungan dengan keberadaan vektor DBD, tidak adanya hubungan tersebut karena kasa anti nyamuk belum dianggap sebagai alternatif praktis diperkotaan selain itu ada kecenderungan pemasangan kasa anti nyamuk tidak pada semua pintu maupun jendela yang ada di rumah. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Desniawati (2014) yaitu tidak adanya hubungan

antara pemasangan kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes


(49)

d. Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian

Menurut Sucipto (2011) tempat hinggap yang disenangi

nyamuk Aedes aegypti adalah benda-benda yang menggantung

seperti pakaian, kelambu atau tumbuh-tumbuhan yang dekat dengan tempat perkembangbiakannya biasanya tempat yang gelap dan lembab. Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Suyasa (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan vektor DBD di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Selatan.

e. Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang Optimal

Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat yang gelap dan

lembab karena pada tempat seperti itulah nyamuk Aedes aegypti

betina menunggu proses pematangan telurnya (Sucipto, 2011).

Menurut KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang

persyaratan kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas lubang ventilasi minimal berukuran 10% dari luas lantai rumah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayuningsih, dkk (2014) menyatakan bahwa pencahayaan di dalam rumah mempunyai

hubungan dengan kepadatan nyamuk Aedes aegypti. Sejalan dengan

penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Desniawati (2014) menyatakan bahwa adanya hubungan antara mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai dengan keberadaan larva Aedes aegypti.


(50)

f. Menggunakan Kelambu

Penggunaan kelambu merupakan perlindungan dari gigitan nyamuk (Sungkar, 2005). Kelambu dapat digunakan saat tidur terutama pada pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 untuk menghindari gigitan nyamuk pada saat tidur sebagai upaya perseorangan (Kemenkes RI, 2013). Namun menurut Sucipto (2011) kelambu merupakan salah satu benda yang menggantung yang

disenangi nyamuk Aedes aegypti.

g. Memakai Obat yang Dapat Mencegah Gigitan Nyamuk

Upaya perlindungan perorangan yang dapat dilakukan untuk mencegah gigitan nyamuk adalah memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk (Sungkar, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sumantri dkk (2013) terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan memakai lotion nyamuk dengan kejadian DBD di Kota Pontianak.

2.8 Pengukuran Perilaku PSN-DBD

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari, bulan yang lalu (recall). Pengukuran perilaku juga dapat

dilakukan secara langsung yaitu dengan melakukan observasi terhadap tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).

Pada penlitian ini pengukuran perilaku PSN-DBD dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara tidak langsung dilakukan


(51)

dengan wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner

mengenai perilaku PSN-DBD terkait perilaku menguras tempat

penampungan air, menutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas, perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dan perilaku menggunakan kawat kasa. Sedangkan pengukuran perilaku PSN-DBD secara langsung dilakukan dengan cara observasi di rumah responden.


(52)

36 2.9 Kerangka Teori

Berdasarkan teori dan penelitian diatas, maka diperoleh kerangka teori sebagai berikut

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi Teori dan penelitian dari Kemenkes RI (2013), Hadinegoro (1999), Jaya (2013), Suyasa (2008), Hadi (2006), Sucipto (2011), Ayuningsih (2011), Desniawati

(2014) dan Ramlawati, dkk (2014). Perilaku PSN:

1. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA).

2. Menutup Tempat Penampungan Air (TPA).

3. Mengubur barang-barang bekas. 4. Mengganti air vas bunga dan tempat

minum hewan.

5. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.

6. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah.

7. Menabur bubuk abate.

8. Memelihara ikan pemakan jentik. 9. Memasang kawat kasa

10. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian.

11. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai.

12. Menggunakan kelambu.

Densitas Telur

Nyamuk Aedes

aegypti - Tempat Perindukan Nyamuk - Ovitrap Densitas

Nyamuk Aedes

aegypti

Demam Berdarah Dengue (DBD)


(53)

37 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini berdasarkan pada teori dan penelitian dari Kemenkes RI (2013), Jaya (2013), Suyasa (2008), Hadi (2006), Sucipto (2011), Ayuningsih (2011), Desniawati (2014), Ramlawati, dkk (2014), dan Winarsih (2013). Berdasarkan teori dan penelitian tersebut, terdapat beberapa perilaku PSN yang memengaruhi keberadaan vektor

DBD.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode survei telur dengan alat ovitrap. Variabel yang diukur pada penelitian ini meliputi perilaku menguras TPA, perilaku menutup TPA, perilaku mengubur barang bekas, perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dan perilaku menggunakan kawat kasa. Berikut alasan pemilihan variabel yang diteliti:

a. Habitat perkembangbiakan Aedes aegypti adalah tempat yang dapat

menampung air karena Aedes aegypti membutuhkan air untuk

meletakkan telurnya agar cepat menetas. Pada alam bebas telur nyamuk tersebut diletakkan satu per satu menempel pada dinding TPA. Oleh karena itu perlunya dilakukan perilaku menguras TPA untuk menghilangkan telur nyamuk tersebut.

b. Nyamuk Aedes aegypti membutuhkan air untuk meletakkan telurnya


(54)

menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti memasak dan mandi.

Oleh karena itu perlu pemberian tutup pada TPA agar nyamuk Aedes

aegypti tidak dapat meletakkan telurnya.

c. Tempat-tempat yang dapat menampung air baik di dalam, di luar atau

tempat umum merupakan tempat habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu barang-barang bekas yang berpotensi menampung air hujan perlu ditiadakan untuk meminimalisasi tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. salah satu cara untuk

meniadakan barang bekas tersebut adalah dengan mengubur barang-barang bekas tersebut.

d. Saluran air yang tidak lancar dapat berpotensi menjadi habitat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti karena nyamuk Aedes aegypti

tidak hanya berkembangbiak pada air bersih saja namun dapat berkembangbiak pada air yang terpolusi.

e. Ventilasi merupakan jalur pertukaran udara namun dapat menjadi

gerbang masuknya Aedes aegypti. Oleh karena itu diperlukan kawat kasa


(55)

Berikut ini merupakan kerangka konsep dari penelitian ini;

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Tingkat Densitas Telur

Nyamuk Aedes aegypti

Pada Ovitrap

Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air Perilaku Menguras Tempat

Penampungan Air

Perilaku Mengubur Barang Bekas

Perilaku Memperbaiki Saluran Air

yangTidak Lancar


(56)

40 3.1 Definisi Operasional

Berikut merupakan definisi operasional dari variabel penelitian ini; Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur Tingkat

Densitas Telur

Nyamuk Aedes

aegypti Pada Ovitrap

Tingkat kepadatan telur nyamuk yang menempel pada kertas saring

yang dipasang pada ovitrap

Ovitrap Menghitung kepadatan telur dengan menggunakan rumus

0. Rendah : rata-rata

jumlah telur ≤ nilai median.

1. Tinggi : rata-rata

jumlah telur ≥ nilai median. Ordinal Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air

Membuang seluruh air yang terdapat di dalam tempat penampungan air pada bak mandi, tempayan, ember, drum, vas bunga, tempat minum hewan, penampungan air kulkas, dan

dispenser lalu membersihkannya

dengan cara menggosok atau

menyikat permukaan/dinding tempat penampungan air tersebut yang dilakukan minimal seminggu sekali.

Kuesioner Wawancara 0. Ya: Jika

responden

menguras seluruh TPA.

1. Tidak: Jika

responden tidak menguras salah satu dari TPA.


(57)

41 Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air

Memberi tutup yang rapat pada tempayan, ember, dan drum sehingga tidak memungkinkan nyamuk masuk

1. Kuesioner

2. Lembar

Observasi

1. Wawancara

2. Observasi

0. Ya : Jika

responden menutup seluruh TPA.

1. Tidak: Jika

responden tidak menutup salah satu dari TPA.

Ordinal

Perilaku Mengubur Barang Bekas

Memasukkan botol, kaleng bekas, atau ban bekas yang berpotensi menampung air sehingga dapat menjadi tempat perindukan nyamuk ke dalam lubang lalu menutupnya kembali dengan tanah dengan rata.

Kuesioner Wawancara 0. Ya: Jika

responden

mengubur seluruh barang bekas.

1. Tidak : Jika

responden tidak mengubur salah satu dari barang bekas.

Ordinal

Perilaku Memperbaiki

Saluran air

yang Tidak

Lancar

Memperbaiki saluran air di sekitar rumah yang terbuka (selokan) dan tidak lancar sehingga menyebabkan air tergenang.

Kuesioner Wawancara 0. Ya

1. Tidak

Ordinal

Perilaku Memasang Kawat Kasa

Memasang kawat kasa pada setiap ventilasi rumah. 1. Kuesioner 2. Lembar Observasi 1. Wawancara 2. Observasi 0. Ya 1. Tidak Ordinal


(58)

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara perilaku menguras tempat penampungan air

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015.

2. Ada hubungan antara perilaku menutup tempat penampungan air dengan

tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015.

3. Ada hubungan antara perilaku mengubur barang bekas dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat Tahun 2015.

4. Ada hubungan antara perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015.

5. Ada hubungan antara perilaku memasang kawat kasa dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan


(59)

43 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi cross

sectional. Pemilihan desain tersebut dilakukan karena dalam melihat variabel independen yang meliputi perilaku menguras TPA, perilaku menutup TPA, perilaku mengubur barang bekas, perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dan perilaku memasang kawat kasa dengan variabel dependen yaitu tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap yang diamati dalam waktu yang bersamaan.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah di lakukan di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat, Tangerang Selatan. Lokasi ini dipilih karena kelurahan tersebut merupakan kelurahan yang mempunyai kasus DBD tertinggi di Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan yaitu sebanyak 33 kasus (IR 71,94 per 100.000 penduduk) pada periode Januari-Desember 2014 selain itu juga mempunyai kepadatan penduduk yang cukup diantara kelurahan lainnya yaitu 45.869 penduduk. Dari 25 RW yang terdapat di Kelurahan Pamulang Barat, nilai ABJ terendah ditemukan di RW 01.Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November-Desember 2015.


(60)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang terdapat di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat, Tangerang Selatan yang berjumlah 538 rumah yang terdiri dari 3 RT. Besaran sampel minimal yang akan diambil pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus (Ariawan, 2010);

[ √ √ ] Keterangan:

N : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P1 : Proporsi pada variabel Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Densitas Larva Aedes aegypti

sebesar 0,305 dari penelitian terdahulu (Ramlawati, 2014).

P2 : Proporsi pada variabel Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Densitas Larva Aedes aegypti

sebesar 0,179 dari penelitian terdahulu (Ramlawati, 2014).

Q1 : 1-P1

Q2 : 1-P2

P : Rata-rata proporsi [ ]

Q : 1-P

: Derajat kemaknaan, α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5%= 1.96


(61)

Perhitungan besar sampel minimalnya adalah:

[ √ √

]

[ ] [ ]

223.84 ~ 224

Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode simple random sampling sebagai berikut;

Tabel 4.1 Sampel Penelitian

RT Jumlah Rumah Sampel

RT 01 242

x 235 = 106

RT 02 121

x 235 = 53

RT 03 175

x 235 = 76

Jumlah 538 235

4.4 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Berikut merupakan penjelasan mengenai jenis data dan metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini;

4.4.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder sebagai berikut;


(62)

A. Data Primer

Data primer pada penelitian ini adalah data perilaku

PSN-DBD dan tingkat densitas telur Aedes egypti pada ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat, Tangerang Selatan tahun 2015.

B. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data kejadian DBD dan ABJ yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dan Puskesmas Kelurahan Pamulang serta data penduduk yang didapatkan dari Kelurahan Pamulang.

4.4.2 Metode Pengumpulan Data

Data primer dalam penelitian ini diambil melalui kuesioner dan observasi. Variabel yang diambil dengan menggunakan kuesioner meliputi perilaku menguras TPA, perilaku menutup TPA, perilaku mengubur barang bekas, perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dan perilaku memasang kawat kasa. Variabel yang diambil dengan melakukan observasi meliputi perilaku menutup TPA, perilaku

memasang kawat kasa dan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti

sesuai dengan sampel dan teknik sampling yang telah ditentukan.

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai metode

pemasangan ovitrap dan metode menghitung telur nyamuk Aedes


(63)

A. Metode Pemasangan Ovitrap

Ovitrap merupakan pengecoh dari tempat

perkembangbiakan nyamuk. Oleh karena itu ovitrap diletakkan

dekat dengan habitat nyamuk Aedes aegypti yang berada di

dalam dan di luar rumah. Menurut Polson (2002) nyamuk Aedes

aegypti betina lebih menyukai ovitrap yang berisikan rendaman rumput kering dibandingkan dengan air keran. Oleh karena itu telur yang ditemukan selain di ovitrap dapat diabaikan.

Ovitrap diletakkan pada hari yang bersamaan pada saat memberikan kuesioner kepada responden. Lama pemasangan ovitrap yaitu selama 3 hari untuk memperkecil kemungkinan telur menjadi larva, telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air, sehingga ovitrap di observasi pada hari ketiga. Berikut ini merupakan prosedur

pembuatan ovitrap menurut Polson (2002);

a) Memberikan warna hitam pada bagian luar gelas plastik

sehingga bagian dalam gelas tersebut berwarna gelap.

b) Potong kertas saring disesuaikan dengan ukuran bagain

dalam ovitrap.

c) Menempelkan kertas saring pada dinding bagian dalam

ovitrap.

d) Mengisi gelas plastik dengan air rendaman rumput kering

yang telah direndam selama 7 hari. Jenis rumput yang digunakan dapat bermacam-macam jenis seperti pada


(64)

penelitian Singh et all (2005) menggunakan rendaman

rumput jenis Cynadon dactyloni, penelitian Santos et all

(2003) menggunakan rumput jenis Eleusine indica (Poaceae),

penelitian Tang et all (2007) menggunakan jenis rumput

Axonopus commpressus dan penelitian Santana et all (2006)

menggunakan rumput jenis Panicum maximum. Pada

penelitian ini jenis rumput yang digunakan adalah Panicum maximum dengan konsentrasi 10%.

B. Metode Menghitung Telur

a) Menghitung jumlah telur pada kertas saring.

b) Telur nyamuk Aedes berikuran kecil (± 50 mikron), berwarna

hitam, tampak bulat panjang dan berbentuk oval. Telur tersebut menempel pada dinding wadah/tempat perindukan (kertas saring) dan terletak satu per satu di permukaan air.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada variabel tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap adalah lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk observasi mengenai jumlah telur yang

terperangkap pada ovitrap. Alat pendukung yang digunakan dalam variabel

ini adalah ovitrap.

Instrumen penelitian yang digunakan pada variabel perilaku menguras tempat penampungan air (TPA), menutup tempat penampungan


(1)

2.

Distribusi Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air Berdasarkan

Tingkat Densitas Telur Nyamuk

Aedes aegypti

menutup_tpa * tkt_densitas Crosstabulation tkt_densitas

Total Rendah Tinggi

menutup_tpa Ya Count 89 69 158

% within menutup_tpa 56.3% 43.7% 100.0%

Tidak Count 23 34 57

% within menutup_tpa 40.4% 59.6% 100.0%

Total Count 112 103 215

% within menutup_tpa 52.1% 47.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.285a 1 .038

Continuity Correctionb 3.669 1 .055

Likelihood Ratio 4.298 1 .038

Fisher's Exact Test .045 .028

Linear-by-Linear Association 4.265 1 .039

N of Valid Casesb 215

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.31.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for menutup_tpa

(ya / tidak) 1.907 1.030 3.529

For cohort tkt_densitas =

rendah 1.396 .989 1.970

For cohort tkt_densitas =

tinggi .732 .555 .966


(2)

3.

Distribusi Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat Densitas

Telur Nyamuk

Aedes aegypti

mengubur_bb * tkt_densitas Crosstabulation tkt_densitas

Total Rendah Tinggi

mengubur_bb Ya Count 6 2 8

% within mengubur_bb 75.0% 25.0% 100.0%

Tidak Count 38 40 78

% within mengubur_bb 48.7% 51.3% 100.0%

Total Count 44 42 86

% within mengubur_bb 51.2% 48.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.006a 1 .157

Continuity Correctionb 1.092 1 .296

Likelihood Ratio 2.098 1 .148

Fisher's Exact Test .266 .148

Linear-by-Linear Association 1.983 1 .159

N of Valid Casesb 86

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.91.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for mengubur_bb

(ya / tidak) 3.158 .600 16.621

For cohort tkt_densitas =

rendah 1.539 .972 2.439

For cohort tkt_densitas =

tinggi .488 .144 1.651


(3)

4.

Distribusi Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak Lancar

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk

Aedes aegypti

memperbaiki_sal_air * tkt_densitas Crosstabulation tkt_densitas

Total Rendah Tinggi

memperbaiki_sal_air Ya Count 111 89 200

% within memperbaiki_sal_air 55.5% 44.5% 100.0%

Tidak Count 14 21 35

% within memperbaiki_sal_air 40.0% 60.0% 100.0%

Total Count 125 110 235

% within memperbaiki_sal_air 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.874a 1 .090

Continuity Correctionb 2.285 1 .131

Likelihood Ratio 2.876 1 .090

Fisher's Exact Test .101 .065

Linear-by-Linear Association 2.862 1 .091

N of Valid Casesb 235

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.38.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

memperbaiki_sal_air (ya / tidak)

1.871 .900 3.888

For cohort tkt_densitas =

rendah 1.388 .908 2.121

For cohort tkt_densitas =

tinggi .742 .543 1.013


(4)

5.

Distribusi Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarkan Tingkat Densitas

Telur Nyamuk

Aedes aegypti

memasang_kwt_kasa * tkt_densitas Crosstabulation tkt_densitas

Total Rendah Tinggi

memasang_kwt_kasa Ya Count 89 67 156

% within memasang_kwt_kasa 57.1% 42.9% 100.0%

Tidak Count 36 43 79

% within memasang_kwt_kasa 45.6% 54.4% 100.0%

Total Count 125 110 235

% within memasang_kwt_kasa 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.777a 1 .096

Continuity Correctionb 2.335 1 .127

Likelihood Ratio 2.776 1 .096

Fisher's Exact Test .099 .063

Linear-by-Linear Association 2.765 1 .096

N of Valid Casesb 235

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 36.98.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

memasang_kwt_kasa (ya / tidak)

1.587 .920 2.735

For cohort tkt_densitas =

rendah 1.252 .949 1.651

For cohort tkt_densitas =

tinggi .789 .602 1.035


(5)

OUTPUT UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 26 83.9

Excludeda 5 16.1

Total 31 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.913 7

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

menguras_tpa .46 .508 26

menutup_tpa .31 .471 26

mengubur_bb .46 .508 26

memperbaiki_sal_air .23 .430 26

memasang_kwt_kasa .50 .510 26

tdk_menggantung_bj .85 .368 26


(6)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

menguras_tpa 2.85 5.015 .873 .884

menutup_tpa 3.00 5.600 .646 .909

mengubur_bb 2.85 5.175 .790 .894

memperbaiki_sal_air 3.08 5.994 .515 .921

memasang_kwt_kasa 2.81 4.882 .941 .876

tdk_menggantung_bj 2.46 6.338 .425 .927

tkt_densitas 2.81 4.882 .941 .876

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


Dokumen yang terkait

Hubungan Kondisi Perumahan dengan Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabaru Kecamatan Keritang Kabupaten Inderagiri Hilir Riau Tahun 2012

1 59 132

Pengukuran Kepadatan Nyamuk Aedes aegypti Berdasarkan Indeks Ovitrap Di Pelabuhan Biang Lancang Lhokseumawe Tahun 2004

2 40 69

Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

3 26 120

Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes Aegypti Pada Ovitrap Di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

1 13 116

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PERSEPSI DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE (PSN DBD) DI KOTA KEDIRI

0 11 146

(ABSTRAK) HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KEPALA KELUARGA TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE (PSN DBD) DI RW I KELURAHAN MEDONO KECAMATAN PEKALONGAN BARAT KOTA PEKALONGAN.

1 1 3

Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) Di RW I, Kelurahan Medono, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan.

0 0 109

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU MAHASISWA TENTANG PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) TERHADAP KEBERADAAN JENTIK AEDES AEGYPTI

0 0 5

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DEMAM BERDARAH DENGUE (PSN DBD)

0 0 10

HUBUNGAN PERAWATAN KESEHATAN KELUARGA DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

0 0 15