Super Sorben Kitosan pada Rokok sebagai Penangkal Nikotin dan Tar bagi Perokok

SUPER SORBEN KITOSAN PADA ROKOK SEBAGAI
PENANGKAL NIKOTIN DAN TAR BAGI PEROKOK

LUKMAN HAKIM

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Super Sorben Kitosan
pada Rokok sebagai Penangkal Nikotin dan Tar bagi Perokok adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Lukman Hakim
NIM C34090041

ABSTRAK
LUKMAN HAKIM. Super Sorben Kitosan pada Rokok sebagai Penangkal
Nikotin dan Tar bagi Perokok. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan AGOES
MARDIONO JACOEB.
Kitosan merupakan polimer glukosamin yang memiliki banyak manfaat
serta aplikasi. Salah satu bentuk pemanfaatan kitosan adalah sebagai absorben
yang mampu menyerap zat-zat adiktif rokok. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menentukan rasa terbaik rokok dengan filter kitosan, menguji kemampuan kitosan
dalam mengurangi jumlah kadar nikotin dan tar pada asap rokok dan menentukan
sifat fisik kitosan dalam mengurangi kadar nikotin dan tar pada asap rokok.
Rokok dengan penambahan 0,3 g kitosan memiliki rasa terbaik dengan nilai
kategori amat suka sebesar 8, sedangkan sampel 0,5 g bernilai 4 dan 0 g bernilai 3.
Nikotin dan tar merupakan kandungan zat paling dominan pada asap rokok dan
dapat efektif berkurang kadarnya pada perlakuan 0,5 g kitosan sebesar 12% dan
2%. Bentuk morfologi kitosan setelah digunakan berukuran lebih kecil dan

permukaan teratur dengan pori-pori yang lebih kecil. Hasil deteksi FTIR
menunjukkan gugus fungsi kitosan setelah absorbsi bertambah, yaitu anhidrida
(C-O) pada 1049 cm-1 dan amina (N-H) pada 1589 cm-1. Selain itu terjadi
perubahan bentuk gelombang transmitans yang melebar (broad) pada gugus
fungsi hidroksil (-OH), alkana (C-H) dan anhidrida (C-O), sedangkan gugus
fungsi amida (NH2) dan amina (C-N) memiliki bentuk gelombang transmitans
meruncing (strach).
Kata kunci: sorben, kitosan, rasa, nikotin, morfologi, gugus fungsi

ABSTRACT
LUKMAN HAKIM. Super Sorben Chitosan on Cigarettes as an Antidote to
Nicotine and Tar for Smokers. Supervised by PIPIH SUPTIJAH and AGOES
MARDIONO JACOEB
Chitosan is a polymer of glucosamine has many benefits and application.
One form of utilization chitosan as an absorbent that is capable to absorb cigarette
addictive substances. The purpose of this research is to determine the best flavor
of cigarettes with chitosan filter, test the ability of chitosan in reducing levels of
nicotine and tar on cigarette smoke and determine the nature of physical chitosan
in reducing nicotine and tar on cigarette smoke. Cigarette with the addition of
0.3 g chitosan having a best of taste with the value very like category by 8, while

samples 0.5 g is valued 4 and samples of 0 g is valued 3. Nicotine and Tar are the
most dominant ingedients on cigarette smoke and the content can be effective
depopulate by 0.5 g chitosan as much as 12% and 2%. Morphological form of
chitosan after absorption have a smaller size and regular surfaces with smaller
pores. FTIR detection results demonstrate functional groups chitosan after
absorption has increased, there are anhydrides (C-O) on 1,049 cm-1 and amines
(N-H) on 1,589 cm-1. Additionally transmittance waveform changes that widened
the hydroxyl (-OH), alkanes (C-H) and anhydrides (C-O), while the amide (NH2)
and amines (C-N) has a transmittance curve waveforms.
Keywords: sorben, chitosan, taste, nicotine, morphological, functional group

SUPER SORBEN KITOSAN PADA ROKOK SEBAGAI
PENANGKAL NIKOTIN DAN TAR BAGI PEROKOK

LUKMAN HAKIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

clul Skripsi : Super Sorben Kitosan pada Rokok sebagai Penangkal Nikotin dan
Tar bagi Perokok
: Lukman Hakim
. ama
: C34090041
. Giセ@
gam Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

------

Dr Pipih Suptijah, MBA.

Pembimbing I

Tanggal LuJus:

l 1 DeC 1jU

Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl-BioL
Pembimbing II

Judul Skripsi : Super Sorben Kitosan pada Rokok sebagai Penangkal Nikotin dan
Tar bagi Perokok
Nama
: Lukman Hakim
NIM
: C34090041
Progam Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Pipih Suptijah, MBA.

Pembimbing I

Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl -Biol.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MS.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, tak lupa shalawat serta salam kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 hingga Juni
2013 dengan judul Super Sorben Kitosan pada Rokok sebagai Penangkal Nikotin
dan Tar bagi Perokok.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Pipih Suptijah, MBA. dan
Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol. sebagai komisi pembimbing. Terima
kasih atas bimbingan, nasehat, arahan, perbaikan dan motivasi yang diberikan.
Dr. Sugeng Hari Suseno, S.Pi., M.Si. selaku dosen penguji, terima kasih atas
masukan dan kritikan yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih
kepada staf dosen dan administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan atas
bantuan dan kerjasamanya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kedua
orang tua tercinta, adik-adik dan keluarga untuk dukungan yang diberikan baik
dukungan moral maupun materil pada penulis tanpa batas. Selanjutnya ungkapan
terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh anggota keluarga besar THP 46
terutama untuk Ovintya Yanuarizki, Candra Kirana, Batara Dharma, Rita Sahara,
Amelia Pramitha, Cholifah, Risa Nurul, Tenny Faradiba, Nur Syafiqoh, Nur
Aziezah Hapsari, Bayu Ardy dan Affan Muhammad atas segala bantuan, motivasi
dan kebersamaan yang telah diberikan dalam keadaan suka maupun duka, sahabat
terbaik Rizky Nurfajar, Majer Abdurachman dan Prima Bachrul Alam atas segala
canda, tawa serta semangat yang diberikan, Ibu Endah dan Ibu Avi atas kerjasama
dan bantuan dalam analisis di Laboratorium Forensik MABES POLRI, temanteman seperjuangan SMAN 64 Jakarta Irfan Nugaha, Nisa Silmi dan Dony
Hasman atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan, teman-teman B.09 TPB
46, THP 45, THP 47 serta berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam hal

penulisan. Penulis juga sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi banyak
pihak.

Bogor, Desember 2013
Lukman Hakim

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

v


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Penelitian pendahuluan
Penelitian utama
Analisis Penelitian
Analisis GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry)
Analisis SEM (Scanning Electron Microscope)
Analisis FTIR (Fourier Transform Infrared)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kitosan
Rasa Terbaik Rokok
Kandungan Zat Kimia dalam Asap Rokok
Morfologi Fisik Kitosan
Analisis Gugus Fungsi Kitosan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

1
2
2
2
2
2
3
3
3
4

4
4
4
5
5
6
6
7
8
11
12
14
14
14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL

No

Halaman

1 Senyawa kimia pada asap rokok

8

DAFTAR GAMBAR
No
1 Diagam alir penelitian
2 Kitosan komersil
3 Gafik tingkat kesukaan rasa rokok
4 Morfologi kitosan sebelum dan sesudah absorpsi
5 Spektrum transmitan IR kitosan sebelum absorpsi
6 Spektrum transmitan IR kitosan setelah absorpsi

Halaman
3
6
7
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
No
1 Tabel rasa terbaik pada rokok
2 Tabel nilai luas area senyawa kimia pada asap rokok kitosan (a)
3 Tabel nilai luas area senyawa kimia pada asap rokok kitosan (b)
4 Kromatogam perlakuan kitosan 0 g
5 Kromatogam perlakuan kitosan 0,3 g
6 Kromatogam perlakuan kitosan 0,5 g
7 Dokumentasi penelitian

Halaman
17
17
17
17
18
18
18

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Polusi udara dalam ruangan, sebagaimana di rumah atau di gedung
perkantoran, telah diketahui dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
Para peneliti menemukan bahwa polusi udara di dalam ruangan dapat jauh lebih
buruk dibandingkan dengan polusi udara di luar ruangan, mengingat rata-rata
orang menghabiskan 90% waktu di dalam ruangan, baik itu di dalam rumah
maupun tempat lain. Sumber utama yang mencemari udara dalam ruangan adalah
asap rokok karena mengandung karbonmonoksida, bahan pengawet (formaldehid)
dan berbagai gas serta partikel lain. Efek kesehatan yang ditimbulkan antara lain
penyakit ringan sampai timbulnya penyakit serius yaitu sakit kepala, infeksi
saluran pernafasan, bronkhitis, hidung tersumbat, meningkatnya risiko asma pada
anak, kerusakan sistem kekebalan tubuh, turunnya pertahanan tubuh untuk
melawan partikel-partikel jahat dan kanker paru-paru (Yuliarti 2008).
Rokok saat ini telah menjadi kebutuhan primer bagi beberapa kalangan
tertentu misalnya orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak pun tidak luput dari
ketergantungannya dalam mengonsumsi rokok. Berdasarkan Roadmap Industri
Pengolahan Tembakau, Direktorat Jenderal Industri Ago dan Kimia Departemen
Perindustrian (2009), konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2008 telah
mencapai 240 miliar batang. Menurut data World Health Organization (2008),
Indonesia berada pada urutan ketiga dengan konsumen rokok terbesar di dunia,
setelah Cina dan India. Tingkat konsumsi rokok yang terus meningkat seiring
perkembangan zaman akan sangat membahayakan kesehatan para perokok baik
perokok aktif maupun perokok pasif. Saat ini meskipun banyak varian rokok yang
telah menggunakan filter busa sebagai bahan penyaring zat-zat berbahaya pada
rokok, namun hal ini tidak dapat menutup kemungkinan masih terdapat zat nikotin
dan tar yang lolos dari filter tersebut, karena sifat busa itu sendiri bukan sebagai
absorben, tetapi hanya berfungsi sebagai filter saja. Memperhatikan permasalahan
tersebut, maka perlu dicari alternatif filter pada rokok yang efektif dan terbuat dari
bahan alami serta aman dalam pemanfaatannya. Salah satu zat alami sebagai filter
rokok, aman serta melimpah kesediaannya di alam adalah kitosan.
Kitosan merupakan polimer glukosamin yang memiliki banyak manfaat
serta aplikasi. Salah satu bentuk pemanfaatan kitosan adalah sebagai absorben.
Kitosan sebagai absorben mampu menyerap zat-zat adiktif rokok sehingga
menjadi lebih aman terhadap keselamatan manusia dan lingkungan dibandingkan
rokok biasa. Kitosan dipilih karena memiliki sifat-sifat fisik yang baik sebagai
absorben, yaitu memiliki gugus NH3+ glukosamin yang dapat berikatan dengan
gugus ionik, serta dengan adanya gugus OH - antar rantai kitosan sehingga
kemampuan absorpsinya semakin tinggi (Jin et al. 2004). Jika dipertimbangkan
dari segi ekonomi, seperti sumber bahan baku kitosan yang diperoleh dari limbah
cangkang kepiting dan kulit udang yang telah terbuang serta tidak terpakai dalam
proses pengolahan, proses pembuatan kitosan yang sederhana dan harga produksi
rokok yang terjangkau jika ditambahkan kitosan sebagai filter, maka dapat
dikatakan produksi rokok dengan filter kitosan masih tergolong ekonomis.
Dengan demikian dapat diciptakan sebuah media absorpsi pada rokok

2
menggunakan kitosan sebagai supersorben pereduksi nikotin dan tar yang
terkandung di dalam rokok.

Perumusan Masalah
Tingginya tingkat konsumsi rokok terjadi seiring dengan tingginya tingkat
penderita penyakit kronis pada para perokok misalnya kerusakan paru-paru, ginjal
dan jantung. Hal ini disebabkan oleh adanya zat-zat adiktif bersifat toksik antara
lain nikotin dan tar yang terkandung dalam rokok. Rokok yang telah diberedar di
pasaran memiliki filter yang digunakan pada umumnya sama, yaitu terbuat dari
busa yang tidak mampu bertindak sebagai absorben zat-zat adiktif serta yang
terdapat di dalam asap rokok. Hal ini mendorong diciptakannya suatu inovasi baru
yaitu kitosan sebagai supersorben dalam mereduksi nikotin dan tar pada rokok,
oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu tingkat keefektifan kitosan tersebut.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rasa terbaik rokok dengan filter
kitosan, menguji kemampuan kitosan dalam mengurangi kadar nikotin dan tar
pada asap rokok dan menentukan karakteristik kitosan dalam mengurangi kadar
nikotin dan tar pada asap rokok.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektifitas
kitosan sebagai absorben dalam mengurangi kadar nikotin dan tar pada rokok.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah preparasi rokok, analisis kandungan zat
pada asap rokok, analisis struktur kitosan, analisis sifat fisik kitosan, analisis data,
serta panulisan laporan.

METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Juni 2013.
Preparasi rokok dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Analisis struktur menggunakan FTIR (Fourier Transform
Infrared) dikakukan di Laboratorium Analisis Bahan, Departemen Fisika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Analisis kandungan zat pada asap rokok menggunakan GC-MS (Gas

3
Chromatogaphy Mass Spectrometry) dan analisis sifat fisik menggunakan SEM
(Scanning Electron Microscope) di Pusat Laboratorium Forensik, Mabes POLRI.

Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tembakau
dan kitosan serbuk. Bahan yang digunakan untuk proses preparasi rokok adalah
kertas papir dan lem kertas. Bahan yang digunakan untuk analisis kandungan zat
dalam asap rokok adalah asap rokok yang dikeluarkan dari hasil hisapan dan
bahan yang digunakan untuk analisis SEM dan FTIR adalah serbuk kitosan
sebelum dan sesudah dipakai sebagai filter rokok.

Alat
Alat yang digunakan untuk preparasi rokok adalah alat linting rokok,
timbangan digital dan gunting. Pengujian kandungan zat dalam asap rokok
dilakukan dengan menggunakan alat GC-MS tipe 6890N dengan detektor tipe
5973 Inert Mass Selective Detector, Syringe dan plastik obat. Analisis sifat fisik
kitosan dilakukan menggunakan alat SEM tipe EVO MA 10 dan FTIR tipe ABBMB3000.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi preparasi pembuatan rokok dan
pengujian rasa rokok, sedangkan penelitian utama meliputi, uji GC-MS, SEM dan
FTIR. Diagam alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Kitosan

Preparasi Rokok (SNI 01-0766-1989)

Pengujian Rasa Rokok

Pengujian Morfologi Sifat
Kitosan (Fujita 1971 dalam
Zahid 2012)

Pengujian Gugus Fungsi
Organik Kitosan
(Harianingsih 2010)

Pengujian Kandungan Zat
Asap Rokok
(Giffer et al. 1991)
Pemisahan Kitosan Setelah
Absorbsi
Kitosan Sebelum Absorbsi
Kitosan Setelah Absorbsi

Gambar 1 Diagam alir penelitian

4
Penelitian Pendahuluan: Preparasi Pembuatan Rokok dan Uji Rasa Rokok
Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan rokok dan pengujian rasa.
Tahap awal sebelum dilakukannya preparasi pembuatan rokok dan uji rasa rokok,
terlebih dahulu dilakukan percobaan pendahuluan untuk penentuan konsentrasi
kitosan yang akan digunakan dalam pembuatan rokok dengan filter kitosan.
Langkah pertama pembuatan rokok adalah tembakau kering ditimbang sebanyak
1,97 g, ditempatkan pada alat pelinting rokok dan sebanyak 0 g, 0,30 g dan 0,50 g
serbuk kitosan ditempatkan pada alat pelinting rokok dengan posisi di ujung
tembakau. Setelah posisi tembakau dan kitosan rapi alat tersebut secara perlahan
sampai setengah, selanjutnya tempatkan kertas papir pada alat linting rokok dan
dilinting sampai habis. Lem kertas diberikan pada ujung sisi kertas papir dan
bentuk rokok dirapihkan. Rokok yang telah jadi tersebut selanjutnya diuji rasanya
pada 30 probandus (perokok aktif) untuk mengetahui rasa terbaik rokok dengan
kandungan kitosan 0 g, 0,30 g dan 0,50 g. Hasil uji rasa tersebut berdasarkan
tingkat kesukaan probandus terhadap rasa dari rokok dengan metode uji
nonparametrik.
Penelitian Utama
Penelitian utama terdiri dari penghisapan sampel asap rokok, penyedotan
asap rokok menggunakan alat Syringe, uji GC-MS, uji SEM dan uji FTIR. Proses
penghisapan sampel asap rokok dilakukan secara manual menggunakan mulut dan
asap ditampung di dalam plastik kedap udara. Sampel asap yang telah terkumpul
di dalam plastik kemudian disedot menggunakan alat Syringe sebanyak 0,5 µL,
setelah itu asap diinjeksi ke dalam alat GC-MS. Pengujian GC-MS dilakukan
sebanyak 2x ulangan pada setiap sampel asap dari masing-masing perlakuan. Sisa
kitosan yang telah digunakan sebagai filter rokok disimpan dan diuji fisik
menggunakan alat SEM dan FTIR.
Analisis Penelitian
Analisis dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan kandungan senyawa
kimia pada suatu bahan. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji
GC-MS, SEM dan FTIR.
a. Analisis Gas Chromatogaphy Mass Spectrofotometry (GC-MS) (Giffer et al.
1991)
Pengukuran kadar zat yang terkandung dalam asap rokok dilakukan
menggunakan analisis Gas Chromatogaphy Mass Spectrometry (GC-MS).
Kromatogafi gas spektrometri massa merupakan kombinasi sinergis dua teknik
analitik yang kuat, dimana gas kromatografi berperan untuk memisahkan
komponen-komponen dalam retensi waktu dan spektrometri massa memberikan
informasi yang membantu dalam identifikasi struktural setiap komponen yang
dipisahkan (Kitson et al. 1996). Dasar pemisahan dari kromatogafi adalah
pendistribusian sampel antara dua fase yaitu diam dan gerak, pemisahan terjadi
berdasarkan koefisien partisinya (tingkat volatilitas dan kelarutan relatifnya pada
fase cair) yang kemudian keluar dari kolom sebagai puncak-puncak konsentrasi.
Pengujian sampel asap rokok dengan kromatogafi gas dilakukan sebanyak
dua kali ulangan terhadap 3 sampel yaitu 0 g, 0,3 g dan 0,5 g kitosan. Proses
identifikasi sampel asap rokok dengan kromatogafi gas meliputi beberapa tahap.
Tahap pertama yaitu sebanyak 5 µL sampel dalam bentuk asap dimasukkan

5
dengan menggunakan syringe. Tahap selanjutnya yaitu penginjeksian sampel ke
dalam sample injection port. Sampel asap rokok yang masuk kemudian dibawa ke
dalam kolom oleh gas pembawa, kemudian kolom akan memisahkan komponenkomponen analit dari cuplikan berdasarkan volatilitas analit dan afinitas atau
interaksi yang terjadi antara analit dengan fasa diam. Setelah analit terelusi dalam
kolom, selanjutnya analit dideteksi oleh detektor dan sinyal dalam bentuk puncak
dan ditampilkan oleh alat pencatat.
Identifikasi senyawa-senyawa yang terkandung dalam asap rokok dengan
kitosan menggunakan GC-MS dengan kolom HP5 panjang 60 mm. Adapun suhu
injektor, detektor, kolom awal dan kolom akhir berturut-turut ialah 300, 250, 40
dan 290 °C. Gas pembawa yang digunakan ialah helium dengan laju alir sebesar
13,4 mL/menit pada tekanan 15,09 psi. Injeksi sampel asap rokok dilakukan
sebanyak 5 µL. Data keluaran berupa kromatogam yang memiliki nilai waktu
retensi (RT), bobot molekul, luas area dan kemiripan dari setiap senyawa yang
teridentifikasi.
b. Analisis Scanning Elektron Microscope (SEM) (Fujita 1971 dalam Zahid 2012)
Pengamatan terhadap fisik kitosan yang telah digunakan sebagai filter
rokok diamati dengan SEM. Mikroskop pendeteksi elektron menggunakan
kemampuan elektron dalam mendeteksi preparat atau spesimen menimbulkan
gambar permukaan spesimen dalam tiga dimensi, dengan adanya fokus yang
sangat tajam akibat ketajaman pancaran elektron yang tinggi yang dihasilkan oleh
elektron gun. Elektron dengan muatannya yang negatif, dapat berinteraksi dengan
komponen bermuatan positif (konduktor) dari spesimen. Perbesaran pada SEM
dapat mencapai 50.000 kali.
Sampel berupa serbuk kitosan komersial sebelum dilakukan absorbsi dan
setelah absorbsi. Serbuk kitosan yang akan diamati merupakan sampel dalam
bentuk kering, sehingga tidak perlu melalui proses fiksasi dan pengeringan
menggunakan desikator. Sampel sebanyak 1 g yang akan diamati langsung
diletakkan di atas chamber berukuran diameter 330 mm dan tinggi 220 mm.
Proses dalam pengujian serbuk kitosan dengan SEM menggunakan prinsip
Variable Pressure Secondary Electron (VPSE). Prinsip VPSE merupakan salah
satu metode untuk meminimumkan terjadinya charging pada non-conductive
sampel dengan mengalirkan gas ke dalam chamber sehingga tekanan di dalam
chamber akan naik hingga 400 Pa. Setelah sampel tersedia di chamber, kemudian
dilakukan proses penembakan elektron pada sampel. Elektron yang ditembakkan
ke sampel akan bertumbukkan dengan gas-gas di dalam chamber sehingga signal
yang ditangkap oleh detektor VPSE berasal dari elektron yang diemisikan oleh
molekul gas yang berdekatan dengan detektor.
Proses selanjutnya dalam analisis SEM adalah analisis menggunakan
komputer dengan progam SmartSEM dan Esprit. Tahap pertama yang dilakukan
dalam analisis yaitu pengaturan brightness, contrass dan stage z (posisi sampel)
sampai terlihat jelas dengan menggunakan perbesaran terkecil. Setelah itu
dilakukan pengaturan perbesaran secara perlahan hingga perbesaran yang
diinginkan. Perbesaran sampel yang dipakai yaitu 55, 100 dan 1000. Tahap
terakhir yaitu mengatur fokus gambar pada perbesaran yang diinginkan.
c. Analisis Fourier Ttransform Infrared (FTIR) (Harianingsih 2010)
Analisis FTIR digunakan untuk mengetahui struktur dan derajat deasetilasi
kitosan. Pengukuran ini didasarkan pada perbandingan absorbansi panjang

6
gelombang 1320 cm-1 dan 1420 cm-1. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan
dengan cara mencampurkan 2 mg serbuk sampel kitosan dengan 200 mg KBr
untuk dijadikan pelet. Pelet dibuat dengan menggunakan hand press Shimadzu
dengan tekanan kerja sebesar 8 ton selama 10 menit. Pengukuran spektrum FTIR
dilakukan dengan menggunakan Spektrometer FTIR MD3000 yang dilengkapi
dengan detektor DTGS. Personal komputer yang dilengkapi dengan software
OMNIC versi 1.70 digunakan untuk mengontrol kerja spektrometer dalam
menghasilkan spektrum pada range 400-4000 cm-1. Spektrum dihasilkan dengan
kecepatan 30 detik dengan resolusi 4 cm-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kitosan
Kitosan merupakan biopolimer yang diperoleh dari deasetilasi kitin dan
merupakan polimer yang tersusun atas kopolimer dari glukosamin dan kopolimer
N-asetilglukosamin. Kitosan disebut juga sebagai biopolimer yang disebut poli
(1,4)-2-amina-2-deoksi-β-D-glukosa (Kurniasih dan Kartika 2011). Proses utama
dalam pembuatan kitosan, meliputi penghilangan protein dan kandungan mineral
melalui proses deproteinasi dan demineralisasi, yang masing-masing dilakukan
dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, kitosan diperoleh
melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan pada suhu diatas 100 oC
dalam larutan basa (Tolaimatea et al. 2003; Rege dan Lawrence 1999).
Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kitosan komersil
yang didapatkan dari CV. Bio Chitosan Indonesia. Berdasarkan hasil pengamatan,
kitosan ini memiliki ciri kenampakan berwarna putih sedikit kekuningan,
memiliki bobot ringan dan tidak berbau. Sifat dan penampilan produk kitosan
dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti jenis pelarut, konsentrasi, waktu, dan
suhu proses ekstraksi. Kitosan berwarna putih kecoklatan (Harianingsih 2010).
Kitosan komersil yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :

Gambar 2 Kitosan komersil
Kitosan yang digunakan dalam penelitian memiliki karakteristik kadar abu
0,3%, kadar protein 0,5%, derajat deasetilasi sebesar 88,5%, viskositas 20 cps, pH
7,1 dan memiliki ukuran partikel sebesar 20-30 mesh. Menurut Muzzarelli (1985)
dalam Harianingsih (2010) bahwa suatu molekul digolongkan kitin bila
mempunyai derajat deasetilasi (DD) sampai 10%, kandungan nirogennya kurang
dari 7%, sedangkan kitosan memiliki kandungan nitrogen pada molekulnya lebih

7
besar dari 7% berat total dan DD lebih dari 70%. Derajat deasetilasi sangat
penting untuk menentukan karakteristik kitosan dan akan mempengaruhi
penggunaannya. Waktu dan suhu selama proses deasetilasi juga berpengaruh
terhadap hasil akhir. Suptijah et al. (2006) menyatakan bahwa untuk
menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi sebesar 84% dibutuhkan
pemanasan pada suhu 130 °C selama 4 jam atau suhu 120 °C selama 6–7 jam.
Salah satu sifat kitosan yang unik yaitu bermuatan positif, berlainan dengan
polisakarida alam lainnya yang bermuatan negatif atau netral, karena kitosan
merupakan kerangka heksosa yang memiliki gugus amin bermuatan, Menurut
Boddu et al. (1999) bahwa muatan positif pada polimer kitosan mengakibatkan
afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspensi dalam cairan
selulosa dan polimer glikoprotein.

Rasa Terbaik Rokok
Pengujian rasa perlu diketahui karena absorbsi komponen asap rokok oleh
kitosan akan mengurangi kandungan komponen dalam asap yang akan dirasakan
oleh perokok, sehingga akan menentukan kesukaan rasa rokok bagi perokok.
Rokok diuji terhadap 30 orang probandus dari berbagai kalangan dan dari usia 1938 tahun dengan perlakuan kontrol, penambahan 0,3 g dan 0,5 g kitosan. Diagam
tingkat kesukaan rasa rokok dapat dilihat pada Gambar 3.
12

11
10

Nilai Kesukaan

10

9

9
8

8

7

8

7

7

6
6

5

Tidak suka
Sedang

4

3

Suka
Amat suka

2
0

0g

0,3 g

0,5 g

Sampel Rokok dengan Kitosan

Gambar 3 Gafik tingkat kesukaan rasa rokok
Gambar 3 menunjukkan tingkat kesukaan perokok terhadap rokok dengan
kitosan pada berbagai perlakuan. Tingkat kesukaan terhadap rokok menunjukkan
bahwa sampel 0,3 g memiliki jumlah kesukaan yang paling besar dibandingkan
dengan kedua sampel lainnya dengan jumlah kategori amat suka sebesar 8. Nilai
kesukaan selanjutnya diikuti oleh sampel 0,5 g dan 0 g dengan jumlah kategori
amat suka sebesar 5 dan 3. Hal tersebut disebabkan oleh kitosan yang dapat
memberikan pengaruh terhadap rasa menjadi lebih memuaskan, terasa lebih
ringan dan memberikan rasa enak. Menurut Ronaldo et al. (2006) adanya

8
penggunaan kitosan berpengaruh terhadap karakteristik rokok yang dihasilkan,
yaitu memberikan rasa lebih ringan, asap rokok yang dihasilkan lebih baik, namun
dengan meningkatnya kadar kitosan akan menurunkan penampakan dari rokok
dan menyebabkan iritasi pada kerongkongan. Atribut yang dapat mempengaruhi
rasa keseluruhan terhadap rokok adalah rasa gurih, rasa pahit, aroma, kekuatan
aroma, rasa panas di hidung, rasa kering di tenggorokan, nyegak asap di
tenggorokan, pengaruh di dada, isapan, rasa tembakau dan rasa yang ditinggalkan
di mulut (Rahmita 1999).

Kandungan Zat Kimia dalam Asap Rokok
Asap rokok hasil dari pembakaran rokok mengandung berbagai macam zat
kimia yang diantaranya bersifat toksik sehingga berbahaya bagi kesehatan
manusia. Kandungan zat kimia asap rokok dianalisis menggunakan alat
kromatogafi gas yang dilakukan sebanyak dua kali ulangan dari masing-masing
sampel rokok dengan kitosan 0 g, 0,3 g dan 0,5 g. Kandungan zat kimia pada asap
rokok dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil uji kromatogafi gas,
kandungan zat kimia pada asap rokok yang terdeteksi meliputi tar, nanonal,
nikotin, nikotirin, levoglukosan, metanon, 2-cyclohexen, neophytadin, furadion
dan hexadekanoid acid. Menurut Tirtosastro dan Murdiyati (2010) bahwa di
dalam asap rokok sendiri terdapat 4.800 macam komponen kimia yang telah
teridentifikasi.
Tabel 1 Senyawa kimia pada asap rokok
Nama Senyawa
Tar

Nonanal

Nikotin

Nikotirin

Levoglukosan

Metanon

Perlakuan
0g
0,3 g
0,5 g
0g
0,3 g
0,5 g
0g
0,3 g
0,5 g
0g
0,3 g
0,5 g
0g
0,3 g
0,5 g
0g
0,3 g
0,5 g

Retention Time
6,14
6,15
6,15
9,88
9,88
12,58
12,60
12,58
13,78
13,78
13,88
15,07
15,08
-

% Total
8% ± 0,00
7% ± 0,02
2% ± 0,00
1% ± 0,12
1% ± 0,61
36% ± 3,26
27% ± 1,60
12% ± 3,38
1% ± 0,20
1% ± 0,10
4% ± 1,16
1% ± 0,26
1% ± 0,31
-

9

2-cyclohexen

Neophytadin

Furadion

Hexadekanoid
acid

0g
0,3 g
0,5 g
0g
0,3 g
0,5 g
0g
0,3 g
0,5 g
0g
0,3 g
0,5 g

15,13
16,29
16,32
16,87
17,18
17,18

1% ± 0,28
3% ± 0,13
1% ± 0,61
1% ± 0,04
3% ± 0,23
2% ± 0,64

Komponen kimia rokok yang berbahaya bagi kesehatan telah diidentifikasi,
secara umum yaitu: tar, nikotin, gas CO dan NO yang berasal dari tembakau.
Berdasarkan Tabel 1, nikotin merupakan kandungan zat yang paling dominan
dalam sampel asap rokok, dapat dilihat bahwa kandungan nikotin terbesar pada
sampel asap rokok tanpa kitosan dan cenderung turun pada sampel rokok dengan
kitosan 0,3 g dan 0,5 g. Kadar nikotin efektif berkurang sebesar 12% pada rokok
dengan konsentrasi kitosan 0,5 g, sedangkan kadar tar efektif berkurang sebesar
2% pada rokok dengan konsentrasi kitosan 0,3 g. Hal ini diduga karena gugus
amin dan hidroksil yang terdapat pada kitosan dapat mengikat komponen nikotin
yang terdeteksi pada asap rokok sehingga semakin besar konsentrasi kitosan yang
digunakan dapat menurunkan kandungan nikotin. Sesuai dengan pernyataan dari
Suptijah et al. (2008) yang menyatakan bahwa selain berfungsi sebagai flokulan
dan koagulan, kitosan juga dapat berfungsi sebagai absorben atau penyerap
berbagai molekul yang mempunyai ukuran dan muatan yang cocok dengan poriporinya.
Berdasarkan hasil Tabel 1, luas area berbanding lurus dengan persen total
dari kandungan zat pada asap rokok, terdeteksi zat Benzena, Nanonal, Nikotin,
Levoglukosan, Metanon, Neophytadin dan Furadion. Luas area memberikan
informasi secara kuantitatif, sedangkan waktu tambat (retention time) dapat
memberi informasi yang berguna secara kualitatif (Giffer et al. 1991).
Zat toksik yang terdapat dalam asap rokok ada dua macam yaitu dalam
bentuk gas (gas phase) dan bukan gas (particulate gas). Bentuk gas terdiri atas
15 macam zat toksik, antara lain karbon monoksida, siliotoksin, sianida, akrolein,
formaldehid dan zat karsinogen lainnya dalam jumlah yang relatif kecil.
Sementara dalam bentuk bukan gas dalam asap rokok ada tiga yang utama yaitu
tar, nikotin dan air (Sussana et al. 2003). Menurut Benowitz et al. (2004) berbagai
zat dalam asap rokok ini dapat mempercepat progresivitas proses penuaan
intrinsik melalui 3 akumulasi kerusakan seiring berjalannya waktu dan
menimbulkan berbagai macam penyakit atau gangguan terkait proses penuaan,
misalnya penyakit jantung koroner, stroke, osteoporosis, kanker, penyakit paru
obstruktif, serta mempercepat proses skin aging berupa munculnya garis-garis
keriput dan meningkatnya proses degradasi kolagen.

10
Merokok merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas prematur paling
tinggi pada populasi dunia yang seharusnya bisa dicegah. Angka kematian dini ini
diperkirakan mencapai 4,8 juta orang setiap tahunnya di seluruh dunia pada tahun
2000 dengan 2,4 juta orang di antaranya terjadi di Negara berkembang dan
sisanya terjadi di negara-negara maju (Caron et al. 2005). Tingkat kematian akibat
dari merokok tersebut dikarenakan oleh zat-zat toksik yang terkandung dalam
asap rokok yang dapat mengakibatkan beberapa penyakit serius bagi perokok
seperti, diantara banyaknya zat toksik tersebut yang perlu diperhatikan dan
diketahui efek toksiknya adalah nikotin dan tar.
Nikotin adalah amin tersier yang terdiri dari cincin pyridine dan pyrrolydine.
Produksi nikotin memerlukan asam nikotinat (niacin) dan kation Nmethylpyrrolinium, yang didiversikan dari ornithine. Produksi nikotin dalam daun
tembakau diinduksi oleh sinyal Jasmonic acid sebagai respons terhadap kerusakan
daun. Sintesis nikotin terjadi di akar tanaman kemudian ditranspor melalui xilem
menuju daun dan bagian tanaman lainnya. Nikotin dalam keadaan murni tampak
sebagai cairan yang kental, seperti minyak tidak berwarna dan bersifat sangat
alkalis. Jika terpapar pada udara terbuka, akan menjadi warna kuning kecoklatan
dan memberikan bau khas tembakau (Gries et al. 1996). Menurut Revianti (2007)
Nikotin diabsorbsi melalui paru-paru, masuk ke dalam otak dan diedarkan ke
seluruh bagian otak, kemudian menurun dengan cepat setelah beredar ke seluruh
tubuh. Pada dosis yang lebih tinggi nikotin langsung bekerja pada sistem saraf
perifer, menimbulkan rangsangan ganglionik dan pelepasan katekolamin dan
peningkatannya akan menghasilkan senyawa ROS (Reactive Oxygen Species).
Keseluruhan mekanisme nikotin ini meningkatkan denyut jantung dan tekanan
darah, mempengaruhi aliran darah secara diferensial ke organ-organ yang
berbeda, menyebabkan vasokonstriksi pada beberapa jaringan pembuluh darah
seperti kulit, jaringan otot dan pembuluh darah koroner, selain itu menyebabkan
konstriksi bronkus dan menurunkan ventilasi paru.
Tar adalah partikel kering berwarna coklat hasil pembakaran rokok dan bisa
memberi warna pada gigi ataupun kuku. Partikel ini terdiri dari campuran
senyawa-senyawa kimia kompleks yang terdiri dari berbagai macam zat-zat kimia
karsinogenik, kokarsinogenik dan tumor promoter dalam asap rokok. Zat yang
dimaksud adalah benzo(a)pyrene dan hidrokarbon aromatik polinuklear lainnya,
nitrosamin derivat nikotin, β-Napthylamine, berbagai metal seperti kadmium,
nikel, arsen, timbal, merkuri dan elemen radioaktif seperti radium-226 dan
polonium-210 (Streppel et al. 2007). Menurut Revianti (2007) kadar tar yang
terkandung dalam asap rokok dapat menimbulkan risiko timbulnya kanker.
Berbagai bahan karsinogenik ini dapat memicu terbentuknya senyawa ROS
(Reactive Oxygen Species) dalam tubuh. Aldehida, khususnya akrolein,
asetaldehide dan formalin dapat menyebabkan penurunan kadar GSH dan
modifikasi protein yang memiliki gugus SH dan NH2, apabila protein tersebut
sejenis enzim maka enzim tersebut akan kehilangan sifat katalitiknya.
Hidrokuinon dalam tar dapat menembus paru, berdifusi pada membran sel dan
ikut dalam reaksi redoks yang terjadi di ekstraseluler dan intraseluler sehingga
akan membentuk senyawa semikuinon, H2O2 serta O2.
Aliran asap rokok terbagi menjadi dua yaitu aliran asap saat rokok dihisap
(main stream) dan aliran asap rokok ketika tidak dihisap (side stream).
Pengukuran besar kandungan senyawa kimia pada asap rokok kitosan ini

11
merupakan jenis aliran asap saat rokok dihisap (main stream). Berdasarkan
Tabel 1, kandungan senyawa kimia pada asap rokok yang dominan adalah nikotin.
Perlakuan terbaik dalam mengurangi kandungan nikotin pada asap rokok adalah
0,5 g kitosan dengan nilai rata-rata sebesar 25,38%, sedangkan untuk kandungan
tar dapat berkurang sebesar 13,59%. Nilai tersebut berbeda dengan hasil
penelitian Kusuma et al. (2005) yang menyatakan bahwa kandungan nikotin
rokok kretek berfilter dari 9 merk adalah 1,10-2,17%, sedangkan nilai kandungan
tar 0,05-0,175%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor mutu daun
tembakau, kandungan kimia daun tembakau dan lingkungan. Menurut Legg dan
Collins (1971), Tso (1972) dan Schumacher (1989) kadar nikotin dikendalikan
oleh 2 gen utama dan sejumlah gen minor. Tanaman dengan gen AABB berkadar
nikotin tinggi sedangkan tanaman dengan gen aabb berkadar nikotin rendah.
Dengan demikian persilangan antara varietas berkadar nikotin tinggi dengan
varietas berkadar nikotin rendah akan menghasilkan individu-individu yang
berkadar nikotin rendah sampai tinggi, sedangkan kadar tar berkorelasi positif
dengan ketebalan daun tembakau, kandungan N total, pH dan polifenol;
sebaliknya berkorelasi negatif dengan kadar selulose, gula, kalium, asam malat,
asam oksalat, residu lipid dan phytosterol.

Morfologi Fisik Kitosan
Kitosan yang telah digunakan sebagai filter pada rokok dan kitosan yang
belum digunakan sebagai filter dapat dibedakan secara visual menggunakan SEM.
Kitosan yang diambil untuk analisis SEM merupakan perlakuan terbaik sampel
rokok yaitu 0,5 g dengan perbesaran 55, 100 dan 1000. Analisis SEM ini
berfungsi untuk mengidentifikasi morfologi permukaan dan bentuk kitosan yang
ditampilkan melalui sebuah gambar. Perbedaan gambar kitosan sebelum dan
sesudah digunakan sebagai filter rokok dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan Gambar 4, bentuk permukaan kitosan sebelum absorbsi
memiliki pori-pori dengan ukuran lebih besar dan tidak rata, sedangkan bentuk
permukaan kitosan setelah absorbsi memiliki pori-pori dengan ukuran lebih kecil
dan rata. Hal ini diduga karena kitosan mengalami penyusutan ukuran dan poripori setelah digunakan sebagai filter pada rokok akibat dari suhu yang tinggi saat
pembakaran, selain itu terdapat butiran-butiran halus pada pori-pori sebagai
komponen zat asap rokok yang tertangkap masuk ke dalam dan menutupi poripori kitosan. Desai dan Park (2005) menyatakan bahwa perubahan morfologi akan
terjadi bila ada bahan yang mengisi kitosan. Berdasarkan Gambar 4, bentuk
permukaan kitosan sebelum absorbsi memiliki pori-pori dengan ukuran lebih
besar dan tidak rata, sedangkan bentuk permukaan kitosan setelah absorbsi
memiliki pori-pori dengan ukuran lebih kecil dan rata. Hal ini diduga karena
kitosan mengalami penyusutan ukuran dan homogen setelah digunakan sebagai
filter pada rokok akibat dari suhu yang tinggi saat pembakaran, selain itu terdapat
butiran-butiran halus pada pori-pori sebagai komponen zat asap rokok yang
tertangkap masuk ke dalam pori-pori kitosan. Menurut Desai dan Park (2005)
perubahan morfologi kitosan akan terjadi bila ada bahan yang mengisi.

12

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 4 Kitosan sebelum absorbsi perbesaran 55 (a) kitosan sebelum absorbsi
perbesaran 100 (b) kitosan sebelum absorbsi perbesaran 1000 (c)
kitosan sesudah absorbsi perbesaran 55 (d) kitosan sesudah absorbsi
perbesaran 100 (e) kitosan sesudah absorbsi perbesaran 1000 (f)

Analisis Gugus Fungsi Kitosan
Analisis FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung
dalam sampel. Sampel yang dianalisis merupakan kitosan sebelum absorbsi dan
kitosan setelah absorbsi pada perlakuan 0,5 g kitosan. Spektrum transmitnasi IR
kedua sampel dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

C-H

C-H C-N
-NH2

-OH

Gambar 5 Spektrum transmitan IR kitosan sebelum absorbsi

13

-NH2

N-H C-H C-N

C-O

C-H
-OH

Gambar 6 Spektrum transmitans IR kitosan setelah absorbsi
Hasil pengukuran spektrum FTIR menunjukkan bahwa spektrum kitosan
sebelum absorbsi memperlihatkan gugus fungsi hidroksil dari pergerakan
molekuler (-OH) yang berada pada bilangan gelombang 3402 cm-1, gugus fungsi
alkana dari pergerakan molekuler (C-H) yang berada pada bilangan gelombang
2885 cm-1, 1420 cm-1 dan 1381 cm-1. Selain itu terdapat gugus fungsi amida dari
pergerakan molekuler (-NH2) berada pada bilangan gelombang 1659 cm-1, gugus
fungsi amina dari pergerakan molekuler (C-N) dalam bilangan gelombang
1250 cm-1 dan 1103 cm-1. Gugus fungsi hidroksil pada kitosan muncul pada
bilangan gelombang 3450-3200 cm-1, sedangkan gugus fungsi amida muncul pada
bilangan gelombang 1660-1500 cm-1 (Colthup et al. 1975; Firdaus et al. 2008).
Berdasarkan hasil pengukuran spektrum FTIR pada sampel kitosan setelah
absorbsi terdapat penambahan gugus fungsi, diantaranya adalah gugus fungsi
anhidrida dari pergerakan molekuler (C-O) yang berada pada bilangan gelombang
1049 cm-1. Selain itu juga terjadi penambahan pergerakan molekuler dari gugus
fungsi amina yaitu (N-H) yang berada pada bilangan gelombang 1589 cm-1.
Gugus fungsi hidroksil (-OH), alkana (C-H) dan anhidrida (C-O) yang terdeteksi
setelah absorbsi memiliki bentuk gelombang transmitans yang melebar (broad),
sedangkan gugus fungsi amida (NH2) dan amina (C-N) memiliki bentuk
gelombang transmitans meruncing (strach). Hal ini diduga karena adanya
komponen asap rokok yang terabsorbsi pada kitosan, sehingga menyebabkan
penambahan gugus fungsi dan pergerakan molekuler serta perubahan bentuk
gelombang transmitans. Selain itu munculnya gugus fungsi yang terdeteksi dari
asap rokok dapat menyebabkan terjadinya penumpukan antar gugus fungsi,
sehingga merubah bentuk gelombang transmitan. Sejalan dengan penelitian
Samsiah (2009) bahwa gugus fungsi hidroksil pada biokomposit apatit kitosan
yang mengalami penumpukan dengan gugus fungsi lain akan cenderung memiliki
nilai transmitan yang lebih lebar (broad).

14

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan kitosan 0,3 g sebagai filter pada rokok merupakan perlakuan
terbaik dalam uji rasa rokok. Tingkat kesukaan probandus terhadap perlakuan
tersebut mempunyai nilai 8 dengan kategori amat suka. Kitosan dapat
memberikan pengaruh terhadap rasa rokok menjadi lebih memuaskan, terasa lebih
ringan dan memberikan rasa enak. Kemampuan kitosan sebagai absorben pada
rokok untuk menangkal nikotin dan tar dapat dikatakan baik, hal ini ditunjukkan
oleh kandungan nikotin pada asap rokok yang semakin berkurang sebesar 12%
efektif pada perlakuan 0,5 g kitosan, sedangkan tar dapat berkurang sebesar 2%
pada perlakuan 0,5 g kitosan. Kitosan yang telah digunakan sebagai filter rokok
memiliki perubahan bentuk morfologi, yaitu memiliki ukuran lebih kecil dan
permukaan teratur dengan pori-pori yang lebih kecil dan rata. Spektrum FTIR
pada sampel kitosan setelah absorbsi terjadi penambahan gugus fungsi anhidrida
(C-O) pada bilangan gelombang 1049 cm-1 dan gugus fungsi amina (N-H) pada
bilangan gelombang 1589 cm-1. Selain itu terjadi perubahan bentuk gelombang
transmitans yang melebar (broad) pada gugus fungsi hidroksil (-OH), alkana (CH) dan anhidrida (C-O), sedangkan gugus fungsi amida (NH2) dan amina (C-N)
memiliki bentuk gelombang transmitan meruncing (strach).

Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini, antara lain perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu melakukan analisis GC-MS secara
kuantitatif agar dapat diketahui besarnya nilai nikotin dan tar yang terserap
kitosan dan menghasilkan pendeteksian jumlah peak zat adiktif lain pada asap
rokok yang lebih lengkap, melakukan pengukuran kadar zat pada tembakau
dengan mengekstrak yang digunakan dalam preparasi rokok dan membuat model
filter lain dari kitosan agar lebih mudah dikomersialisasikan kedepannya. Selain
itu perlu dilakukan pengujian SEM dengan nilai perbesaran yang lebih besar agar
dapat diketahui dengan jelas bentuk morfologi dari pori-pori kitosan.

15

DAFTAR PUSTAKA
Benowitz NL, Herrera B, Jacob III P. 2004. Mentholated cigarette smoking
inhibits nicotine metabolism. The Journal Of Pharmacology and
Experimental Therapeutics Vol. 310 (3).
Boddu VM, Smith ED. 1999. A Composite Chitosan Biosorbent for Adsorption
of Heavymetal from Waste Waters. Champaign. US Army Eng Research
and Developpment Center.
Caron L, Karkazis K, Raffin TA, Swan G, Koenig BA. 2005. Nicotine addiction
through a neurogenomic prism: Ethics, public health and smoking.
Nicotine Tob Res Vol. 7 (2).
Colthup NB, Daly LH, Wiberly SE. 1975. Introduction to Infrared and Raman
Spectroscopy. New York: Academic Press.
Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Pengolahan Tembakau.
Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen
Perindustrian.
Desai KGH, Park HJ. 2005. Preparation and characterization of drug-loaded
chitosan-tripolyphosphate microspheres by spray drying. Drug
Development Res 64:114-128.
Firdaus F, Darmawan E, Mulyaningsih S. 2008. Karakteristik spectra infrared
(IR) kulit udang, kitin dan kitosan yang dipengaruhi oleh proses
demineralisasi, deproteinisasi, deasetilasi I dan deasetilasi II. Jurnal
Ilmiah Farmasi 4:11-22.
Giffer RJ, Bobbitt JM, Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatogafi Edisi
Kedua. Bandung : ITB Bandung.
Gries JM, Benowitz NL, Verotta D. 1996. Chronopharmacokinetics of
nicotine. Clinical Pharmacology and Therapeutics Vol. 60 (4).
Harianingsih. 2010. Pemanfaatan limbah cangkang kepiting menjadi kitosan
sebagai bahan pelapis (coater) pada buah stroberi. [Tesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Jin J, Song M, Hourston DJ. 2004. Novel chitosan-based film cross-linked by
genipin with improved physical properties. Biomacromolecules Journal
Vol. 5:162-168.
Kitson FG, Larsen BS, Mc Ewen CN. 1996. Gas Chromatography and Mass
Spectrometry a Partical Guide. California: Academic Press.
Kurniasih, Kartika. 2011. Sintesis dan karakterisasi fisika-kimia kitosan
(synthesis and physicochemical characterization of chitosan). Jurnal
Inovasi Vol. 5 (1):42-48.
Kusuma DA, Yuwono SS, Wulan SN. 2005. Studi kadar nikotin dan tar
Sembilan merk rokok kretek filter yang beredar di wilayah kabupaten
nganjuk. Jurnal Teknologi pertanian Vol. 5 (3):151-155.
Legg PD, Collins GB. 1971. Inheritance of percent total alcaloid in Nicotiana
tabacum L. II. genetic effect of two loci in Burley 21 X L8 burley
population. Genetic Cytol Journal Vol. 13:287-291.
Rahmita A. 1999. Analisis uji produk rokok putih baru. [skripsi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

16
Rege, Lawrence. 1999. Chitosan processing: influence of process parameters
during acidic and alkaline hydrolysis and effect of the processing
sequence on the resultant chitosan’s properties. Carbohydr. Res 321:
235–245.
Revianti S. 2007. Pengaruh radikal bebas pada rokok terhadap timbulnya kelainan
di rongga mulut. Jurnal Kedokteran Gigi FKG-UHT Vol. 1 (2):85-89.
Ronaldo R, Suminto, Aditya. 2006. Bio-filter nikotin asap rokok dari chitinchitosan. Kumpulan Makalah PKMI PIMNAS XIX:662-667.
Samsiah R. 2009. Karakterisasi biokomposit apatit-kitosan dengan XRD (x-ray
diffraction), FTIR (fouriertransform infrared), SEM (scanning electron
microscopy) dan uji mekanik. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Schumacher A. 1989. Improvement of inherent quality of tobacco. Tobacco
Journal International No. 1:26-30.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1989. Standar Mutu Tembakau Kretek. Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional.
Streppel MT, Boshuizen HC, Ocké MC, Kok FJ, Kromhout D. 2007. Mortality
and life expectancy in relation to long-term cigarette, cigar and pipe
smoking: the Zutphen Study. Tobacco Control Vol. 16 (2).
Suptijah P. 2006. Deskripsi Karakterisasi Fungsional dan Aplikasi Kitin dan
Kitosan. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Bogor:
Departemen Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Suptijah P, Zahiruddin W dan Firdaus D. 2008. Pemurnian air sumur dengan
kitosan melalui tahapan koagulasi dan filtrasi. Buletin Teknologi Hasil
Perikanan Vol. 11:65-75.
Sussana D, Hartono B, Fauzan H. 2003. Penentuan nikotin dalam asap rokok.
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 2 (3):271-274.
Tirtosastro S, Murdiyati AS. 2010. Kandungan kimia tembakau dan rokok.
Buletin Tanaman tembakau, Serat dan Minyak Industri Vol. 2 (1):33-43.
Tolaimatea, Desbrieresb, Rhazia, Alaguic. 2003. Contribution to the
preparation of chitins and chitosans with controlled physico-chemical
properties. Polymer Journal Vol. 44:7939–7952.
Tso TC. 1972. Physiology and Biochemistry of Tobacco Plants. Dowden,
Hutchinson and Ross. Inc : Stroudburg.
[WHO] World Health Organization. 2008. Who Reporto n The Global Tobacco
Epidemic. www.who.int/tobacco/mpower (diakses 22 September 2012).
Yuliarti N. 2008. Racun di Sekitar Kita. Yogyakarta : C.V Andi Offset.
Zahid A. 2012. Uji efektivitas kitosan mikrokristalin sebagai alternatif zat
antibakteri alami dalam mouthwash. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel rasa terbaik pada rokok

Kode Sampel
S12
O56
E90

Keterangan
Sedang Suka Amat suka
Tidak suka
5
6
11
8
6
7
10
7
8
10
9
3

Lampiran 2 Tabel nilai luas area senyawa kimia pada asap rokok kitosan (a)
Zat Terdeteksi
Tar
Nonanal Nikotin
Nikotirin Levoglukosan
Metanon
10544894
2013294 89616435
3076771
8332880
1664927
8643475
3430344 44143845
2705071
0
3457479
12870832
0 28390039
0
0
0

Perlakuan
0g
0,3 g
0,5 g

Lampiran 3 Tabel nilai luas area senyawa kimia pada asap rokok kitosan (b)
Zat Terdeteksi
Perlakuan 2-cyclohexen Neophytadin
Furadin
Hexadecanoid acid
0g
1683888
7408257
1996413
7675012
0,3 g
0
1763640
0
0
0,5 g
0
0
0
3704344
Lampiran 4 Kromatogam perlakuan kitosan 0 g
Abundance
T IC : S A M P L E _ 2 A .D
1 2 .5 7
1800000
1600000
1400000
1200000
1000000

1 6 .2 9
1 7 .1 7
1 8 .3 6
1 8 .6 8 2 0 .5 5
1. 1
1780.811
4989
8
.7.90. 3
73 0
11771.15.8
.2
1 5 . 811566 ..89 72
2 2 .1 3
1
6
.
5
5
1 3 . 8 81 15 5. 1. 43 0
1 3 .7 8
1 .46. 1
97
14
1 3 .3 2
1 2 .15 31 . 2 9
1 5 .4 7

800000
600000
400000
4 .3 5

200000

2 .0 0
T im e -->

4 .0 0

6 .1 5

6 .0 0

7 .5 8 8 .7 5

8 .0 0

9 .8 7

1 0 .0 0

1 2 .0 0

1 4 .0 0

1 6 .0 0

1 8 .0 0

2 0 .0 0

18
Lampiran 5 Kromatogam perlakuan kitosan 0,3 g
Abundance
T IC : S A M P L E _ 6 .D
1 2 .6 0
1800000
1600000
1400000
1200000
1000000
800000
600000
400000
6 .1 7

200000

4 .3 8
2 .0 0

4 .0 0

9 . 197. 9 1
6 .0 0

8 .0 0

1 0 .0 0

11
88
. 3.17
991. 4 4
1 6 .3 2
2 0 .5 9 2 2 .1 6
1 5 . 5 011 66 .1.89710. 5 3
15 5
1 3 . 940
.11. 4
.5
07 4
1 3 .1
8 111.56
1 2 .5 5
1 2 .0 0

1 4 .0 0

1 6 .0 0

1 8 .0 0

2 0 .0 0

T im e -->

Lampiran 6 Kromatogam perlakuan kitosan 0,5 g
Abundance
T IC : S A M P L E _ 9 .D
1 2 .5 9
1800000
1600000
1400000
1200000
1000000
800000
600000
400000
200000

4 .3 9

2 .0 0

4 .0 0

1 8 .3 8
1 7 .1 9
1 8 .6 9
4 9 . 3 32 0 . 5 7
1 5 . 41 3611. 6
36.0.7899 1 8 . 1
2 2 .1 6
1 3 . 8 01 5 .10 159 6. 8. 18 8
9 .9 0
1 41. 6
13
48
5
.51. 4
1
2
.
5
3
8 .7 7
1 0 1. 9116.15 .691 62 . 9113 . 8 7
6 .1 6 7 .6 1

6 .0 0

8 .0 0

1 0 .0 0

1 2 .0 0

1 4 .0 0

1 6 .0 0

1 8 .0 0

2 0 .0 0

T im e -->

Lampiran 7 Dokumentasi penelitian

Proses penimbangan serbuk
kitosan

Peletakan tembakau pada alat
linting rokok

19

Proses penambahan serbuk
kitosan

Penempatan serbuk kitosan pada
ujung lintingan rokok

Pemberian sedikit tembakau di
bagian belakang kitosan

Peletakkan kertas papir

Rokok yang sudah jadi dirapihkan

Rokok kretek kitosan

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyumas, pada tanggal 24 Februari 1991. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sutarman dan Ibu
Darmini. Penulis mengawali jenjang pendidikan di TK Pertiwi Banyumas pada
tahun 1996, kemudian melanjutkan ke jenjang selanjutnya di SDN Cisalak 02
pada tahun 1998 dan menyeles