Analisis Keterkaiitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia

1
 

ANALISIS KETERKAITAN INKLUSI KEUANGAN DENGAN
PEMBANGUNAN DI ASIA

BINTAN BADRIATUL UMMAH

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


 

3
 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Keterkaitan
Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Bintan Badriatul Ummah
H14090122

i
 

ABSTRAK
BINTAN BADRIATUL UMMAH. Analisis Keterkaitan Inklusi Keuangan
dengan Pembangunan di Asia. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO.
Inklusi keuangan saat ini menjadi fokus utama pembangunan dalam sektor

keuangan di berbagai negara. Dengan sistem keuangan yang inklusif, masyarakat
dapat mengakses jasa keuangan dengan mudah. Meskipun pertumbuhan ekonomi
di Asia memiliki tren meningkat, namun masih banyak masyarakat di kawasan
Asia yang belum dapat mengakses jasa keuangan. Dengan menggunakan
perhitungan Index of Financial Inclusion yang dikembangkan oleh Sarma (2008)
maka tingkat inklusi keuangan di suatu negara dapat diketahui, khususnya di Asia.
Dari delapan negara yang diteliti dari tahun 2004-2011, Jepang dan Korea Selatan
merupakan negara yang memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi yaitu 0.9 dan
O.5, sedangkan Pakistan berada di posisi terendah dengan indeks rata-rata sebesar
0.1. Dengan demikian akses dan pelayanan jasa keuangan di Jepang dan Korea
lebih baik dibandingkan dengan Negara lain dalam penelitian. Regresi Tobit
digunakan untuk melihat faktor pembangunan yang memengaruhi inklusi
keuangan. Hasil yang diperoleh adalah tingkat pendapatan per kapita dan jumlah
populasi di desa memengaruhi inklusi keuangan. Sedangkan pengangguran tidak
signifikan memengaruhi inklusi keuangan.
Kata kunci: inklusi keuangan, pembangunan

ABSTRACT
BINTAN BADRIATUL UMMAH. Correlation Analysis Financial Inclusion and
Development in Asia. Supervised by NUNUNG NURYARTONO.

Financial inclusion recently has become the main focus of development in
financial sector in various country. People can access financial services easily by
inclusiveness in financial system. Despite economic growth has positive trend in
Asia, there are Asian population who could not access financial services.
Financial inclusion can be measured by Index of Financial Inclusion that has
been developed by Sarma (2008). This paper observe eigth countries in Asia from
2004-2011. Japan and South Korea are the country that has the highest index of
financial inclusion that is 0.9 and 0.5 respectively, while Pakistan that has the
lowest index that is 0.1. Thus, financial system in Japan and South Korea more
inclusive than other countries. This study uses Tobit Regression to determine
development idicators that influence index of financial inclusion. The result is
GDP per capita and rural population influnce index of financial inclusion. While
unemployment doesn’t affect financial inclusion.
Keyword : Financial inclusion, development

ii 
 

ANALISIS KETERKAITAN INKLUSI KEUANGAN DENGAN
PEMBANGUNAN DI ASIA


BINTAN BADRIATUL UMMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iii
 

iv 
 


Judul Skripsi : Analisis Keterkaiitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di
Asia
Nama
: Bintan Badriatul Ummah
NIM
: H14090122

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


v
 

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah,
“Analisis Keterkaitan Inklusi Keuangan dengan Pembangunan di Asia”.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk
menganalisis keterkaitan inklusi keuangan dengan pembangunan serta
menganalisis indikator pembangunan yang memengaruhi inklusi keuangan di
kawasan Asia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Nuryartono,
M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, yakni Bapak Sulaeman dan ibu
Patonah, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Iman Sugema,
M.Ec selaku dosen penguji utama dan Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji

dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan
skripsi ini; Para dosen, staff dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu
Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis
selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi; Teman-teman satu
bimbingan Fikria Ulfa Wardani, Dea Rizki, dan Niki Nurhayati yang telah
menjadi partner diskusi dalam penyusunan skripsi ini; Sahabat penulis Indah
Rizki Anugrah, Evanti Andriani, dan Nidaa Nazaahah yang selalu memberikan
semangat dan dukungan kepada penulis; Serta teman-teman Ilmu Ekonomi 46
yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada penulis; serta semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan demi
perbaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Bintan Badriatul Ummah
 

 


vi 
 

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Perumusan Masalah ....................................................................................... 3
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4
Konsep Inklusi Keuangan .............................................................................. 4
Akses terhadap Jasa Keuangan ...................................................................... 5
Index Of Financial Inclusion (IFI) ................................................................. 6
Pengelompokan Negara berdasarkan Pendapatan.......................................... 7
Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 7
Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 8

Hipotesis......................................................................................................... 9
METODE ................................................................................................................ 9
Jenis dan Sumber Data ................................................................................... 9
Metode Analisis Data ................................................................................... 10
Index of Financial Inclusion (IFI) ...................................................... 10
Model Regresi Tobit ........................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 15
Dimensi Inklusi Keuangan ........................................................................... 15
Penetrasi Perbankan ........................................................................... 15
Ketersediaan Jasa Perbankan.............................................................. 16
Penggunaan ........................................................................................ 17
Perbandingan Indeks Inklusi Keuangan antar Negara ................................. 18
Pengaruh Pembangunan terhadap Inklusi Keuangan ................................... 20
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 22

vii
 

Simpulan ...................................................................................................... 22
Saran ............................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... 34

viii 
 

DAFTAR TABEL
1 Data, Satuan, dan Sumber Data
2 Sebaran setiap Dimensi
3 Dimensi dalam Perhitungan IFI
4 Indikator Pembangunan yang Memengaruhi Inklusi Keuangan
5 Hasil Estimasi Regresi Tobit
6 Hasil Estimasi Regresi Tobit tanpa GDP per Kapita

9
12
12
14
20
21


DAFTAR GAMBAR
1 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Negara Asia, Amerika Serikat,
dan Eropa Tahun 2000-2011 (persen)
1
2 Akses Terhadap Jasa Keuangan Tahun 2011 di Beberapa Negara Asia
2
3 Akses terhadap Jasa Keuangan
6
4 Kerangka Pemikiran
8
5 Penjelasan Grafik dari 3 Dimensi IFI
11
6 Rata-rata Jumlah Rekening Deposit di Bank Komersial per 1000 orang
dewasa dari tahun 2004-2011
15
7 Rata-rata Jumlah Cabang Bank Komersial per 100.000 orang dewasa dari
tahun 2004-2011
16
8 Rata-rata Jumlah Pinjaman dari Bank Komersial dan Jumlah Deposit di
Bank Komersial (% terhadap GDP) dari tahun 2004-2011
17
9 Index of Financial Inclusion Jepang dan Korea Selatan dari Tahun 20042011
18
10 Index of Financial Inclusion Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan
India dari Tahun 2004-2011
19
11 Index of Financial Inclusion Pakistan dari Tahun 2004-2011
19
12 Rata- rata GDP Per Kapita Tahun 2004-2011
21

 
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Perhitungan Indeks Inklusi Keuangan
Hasil Pengolahan Regresi Tobit
Hasil Pengolahan Regresi Tobit Tanpa GDP per Kapita
Distribusi Data setiap Dimensi
Jumlah Rekening Deposit di Bank Komersial per 1000 Populasi Dewasa
dari Tahun 2004-2011
6 Jumlah Cabang Bank Komersial per 100.000 Populasi Dewasa
7 Outstanding Loans from Commerial Banks (% of GDP)
8 Outstanding Deposits with Commercial Banks (% of GDP)

25
27
28
29
30
31
32
33

ix
 

1
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kekuatan ekonomi dunia saat ini sedang mengalami pergeseran dari barat ke
timur, khususnya Asia. Perekonomian negara-negara di Asia semakin menguat
saat negara-negara barat mengalami krisis. Saat terjadi krisis ekonomi global
tahun 2008/2009 di Amerika Serikat, beberapa negara di Asia justru mengalami
pertumbuhan. Menurut International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2012
emerging market, seperti negara berkembang di Asia, akan terus menunjukkan
pertumbuhan yang kuat. Dampak krisis dapat diperkecil selain karena sifat
eksternalitas krisis, sebagian besar perekonomian di Asia Timur telah mengambil
pelajaran setelah Krisis Keuangan Asia Timur 1997 dengan memperkuat
fundamental ekonomi, didukung kredibilitas dan akuntabilitas pemerintah yang
lebih baik (Raz 2012).
20
15
10
5
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
‐5
‐10
Cina

Indonesia

India

Thailand

Amerika Serikat

Eropa

Sumber : World Bank, 2013 (diolah)

Gambar 1 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Negara Asia, Amerika
Serikat, dan Eropa Tahun 2000-2011 (persen)
Menurut Kepala Ekonom ADB (2012)1, negara-negara berkembang di Asia
akan mencapai angka pertumbuhan sebesar 6.0 persen pada tahun 2012 dan 6.6
persen pada tahun 2013. Faktor utama pertumbuhan di Asia didukung oleh tingkat
konsumsi yang sangat besar di Asia Tenggara dan adanya pemulihan ekonomi
ringan di Cina. Dalam setahun terakhir, negara-negara di kawasan Asia justru
menunjukkan perkembangan positif di tengah perlambatan ekonomi global. Cina,
India, dan Indonesia tetap bisa mempertahankan pertumbuhan ekonominya
                                                            
1

Dalam www.investor.co.id

 


 

masing-masing dengan kekuatan konsumsi domestik. Salah satu faktor tingginya
tingkat konsumsi yang terjadi di Cina, India, dan Indonesia adalah jumlah
populasi negara tersebut hampir setengah dari penduduk di dunia, yaitu sekitar 2,8
miliar penduduk atau sekitar 40 persen dari jumlah penduduk dunia (World Bank
2013).
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi salah satunya didukung oleh
sektor keuangan baik perbankan maupun non-bank. Pembangunan sektor
perbankan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (Cheng dan Degryse 2006).
Sektor perbankan merupakan lembaga intermediasi antara pemilik modal dengan
pihak yang membutuhkan modal. Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik
dapat meningkatkan keadaan konsumen yang memungkinkan untuk melakukan
pembelian lebih baik (Mishkin 2008).
Meskipun perekonomian terus menguat, namun masih banyak masyarakat
beberapa negara di Asia yang belum dapat mengakses jasa keuangan terutama
perbankan. Berdasarkan data dari World Bank (2013), kurang dari 20 persen
masyarakat Pakistan dan Indonesia memiliki rekening di lembaga keuangan
formal. Berbeda dengan Jepang dan Korea yang dua per tiga masyarakatnya
memiliki akses terhadap jasa keuangan. Selain jumlah rekening, proporsi jumlah
orang menabung dan meminjam di negara high income dan upper middle income
juga lebih banyak daripada negara lainnya.
 
Pakistan
India
Korea, Rep.
Japan

Loan in the past year (% age 
15+)

Thailand

Saved any money in the past 
year (% age 15+)

Philippines

Account at a formal financial 
institution (% age 15+)

Malaysia
Indonesia
0

20

40

60

80

100

 
Sumber : World Bank, Global Financial Index (2013)

Gambar 2 Akses Terhadap Jasa Keuangan Tahun 2011 di Beberapa Negara Asia
 

Kelompok masyarakat belum dapat menjangkau jasa keuangan khususnya
perbankan, atau yang disebut dengan unbankable people, dikarenakan masih
terdapat hambatan untuk mengaksesnya. Menurut Beck et al (2008), hambatan
terhadap akses perbankan dapat disebabkan oleh model bisnis bank itu sendiri,
posisi pasar, tingkat kompetisi yang dihadapi, kondisi makroekonomi, serta
perjanjian dan peraturan yang dijalankan. Selain di karenakan kondisi pasar sektor

3
 

perbankan, hambatan terhadap akses perbankan juga dapat disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap fungsi lembaga keuangan dan
produk yang ditawarkan perbankan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
berpendapatan rendah.

Perumusan Masalah
Hasil kesepakatan dalam KTT negara G-20 menetapkan inklusi keuangan
(financial inclusion) sebagai pilar penting dalam pembangunan ekonomi dan
pengentasan kemiskinan di negara-negara anggotanya. Negara yang memiliki
masalah terkait kemiskinan berupaya untuk menciptakan sistem keuangan yang
inklusif. Hal ini menjadikan inklusi keuangan salah satu fokus pembangunan di
sektor keuangan diberbagai negara karena sistem keuangan yang baik dapat
mendorong pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan (Kunt et al 2008).
Tersedianya layanan jasa keuangan dan kemudahan dalam mengakses jasa
keuangan merupakan salah satu aspek penting untuk meningkatkan peran sektor
keuangan di suatu negara. Akses jasa keuangan dipengaruhi oleh hambatanhambatan yang dikategorikan ke dalam hambatan sosial ekonomi, makroekonomi,
karakteristik bank, institusi, dan regulasi (Sunani 2010). Namun, dalam satu
kawasan ekonomi seperti Asia tingkat pertumbuhan ekonomi beragam. Terdapat
gap antara pertumbuhan di negara berkembang dengan pertumbuhan di negara
maju. Hal ini pula yang menunjukkan bahwa peranan sektor keuangan di setiap
negara berbeda.
Sektor keuangan merupakan inti dari proses pembangunan (Kunt et al
2008). Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik dapat menyediakan produk
bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang beragam. Dengan adanya inklusi
keuangan --kegiatan menyeluruh yang bertujuan meniadakan segala bentuk
hambatan baik yang bersifat harga maupun non harga terhadap akses jasa
keuangan-- memberikan keuntungan bagi masyarakat miskin atau kelompok lain
yang tidak dapat mengakses jasa keuangan. Tanpa inklusi keuangan, masyarakat
miskin harus mengandalkan tabungan mereka yang terbatas untuk investasi
pendidikan serta pengusaha kecil harus mengandalkan laba mereka untuk
meneruskan usaha. Hal ini akan mengakibatkan kesenjangan pendapatan tidak
berkurang dan pertumbuhan ekonomi yang lambat (Allen et al 2012).
Inklusi keuangan merupakan topik menarik untuk dikaji karena isu yang
berkembang saat ini apakah negara-negara maju yang memiliki pendapatan per
kapita cukup tinggi menjamin ketersediaan dan kemudahan akses terhadap
layanan jasa keuangan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
keterkaitan sistem keuangan yang inklusif dengan pembangunan di suatu negara.
Berdasarkan uraian singkat diatas, ada beberapa permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1) Bagaimana perbandingan tingkat inklusi keuangan di negara-negara Asia
saat ini?
2) Indikator pembangunan apa yang dapat mempengaruhi inklusi keuangan?


 

Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
kondisi sosial ekonomi dan inklusi keuangan di Asia. Namun, secara khusus
tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan, yaitu:
1) Menjelaskan perbandingan tingkat inklusi keuangan di negara-negara
Asia saat ini,
2) Menganalisis indikator pembangunan yang dapat memengaruhi inklusi
keuangan.

Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat member manfaat bagi berbagai
pihak, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi
dan masukan untuk perumusan kebijakan maupun program dalam
rangka mewujudkan sistem keuangan yang inklusif,
2) Bagi pelaku di sektor keuangan, diharapkan hasil penelitian ini dapat
menjadi referensi untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam
menciptakan sistem keuangan yang inklusif,
3) Bagi masyarakat dan akademisi, diharapkan hasil penelitian ini dapat
menambah wawasan serta informasi mengenai inklusi keuangan dan
dapat dijadikan sumber acuan untuk penelitian lebih lanjut.
 
 

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk mengidentifikasi indikator-indikator
pembangunan yang diduga dapat mempengaruhi inklusi keuangan di kawasan
Asia dari tahun 2004-2011. Negara-negara yang diteliti adalah delapan negara di
Asia yaitu empat negara kawasan Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina,
Thailand), dua negara Asia Timur (Jepang dan Korea Selatan), dan dua negara
Asia Selatan (India dan Pakistan). Sedangkan negara lain yang juga masuk ke
dalam kawasan Asia belum dapat diteliti karena keterbatasan akses data terhadap
peubah yang akan digunakan.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Inklusi Keuangan
Konsep inklusi keuangan muncul setelah adanya konsep financial exclusion.
Leyshon dan Thrift (1995) mendefinisikan financial exclusion sebagai sebuah
proses yang melayani untuk mencegah kelompok sosial dan individu dari
memperoleh akses terhadap sistem keuangan formal.

5
 

Berdasarkan European Commision (2008), Financial exclusion merupakan
sebuah proses dimana orang menghadapi kesulitan dalam mengakses dan/atau
menggunakan jasa keuangan dan produk di pasar pada umumnya yang sesuai
dengan kebutuhan mereka sehingga mereka tidak dapat menjalani kehidupan
sosial dalam masyarakat di tempat mereka berada.
Sedangkan National Australian Bank Report (2011) mendefinisikan
Financial exclusion itu terjadi saat individu tidak dapat mengakses jasa keuangan
dan produk yang tepat dan terjangkau – jasa utama dan produk adalah rekening
untuk transaksi, asuransi, dan kredit jumlah sedang.
Menurut Allen et al (2012), financial exclusion dapat disebabkan oleh
adanya kegagalan pasar. Kegagalan pasar tersebut diantaranya informasi tidak
sempurna, pasar yang tidak kompetitif, kelemahan dalam contractual
environment, serta buruknya infrastruktur fisik.
Definisi terkait financial exclusion menekankan pada sulitnya akses
terhadap jasa keuangan. Sehingga berbagai peneliti mendefinisikan financial
inclusion sebagai kebalikan dari financial exclusion. Menurut Sarma (2008)
financial inclusion adalah sebuah proses yang menjamin kemudahan dalam akses,
ketersediaan, dan manfaat dari sistem keuangan formal bagi seluruh pelaku
ekonomi.
Menurut United Nation (2006) tujuan yang ingin dicapai dari keuangan
yang inklusif, yaitu:
a)

b)

c)
d)

Akses dengan biaya yang rasional bagi seluruh rumah tangga dan
pengusaha terhadap berbagai jasa keuangan yang bankable, termasuk
tabungan, kredit jangka pendek dan panjang, sewa guna usaha dan
anjak piutang, hipotek, asuransi, pensiun, pembayaran, transfer dan
remitansi.
Kelembagaan yang sehat, dipandu oleh sistem manajemen internal
yang tepat, standar kinerja industri, dan pengawasan kinerja oleh pasar,
misalnya oleh peraturan kehati-hatian yang sehat.
Kesinambungan finansial dan kelembagaan sebagai sarana untuk
memberikan akses terhadap layanan keuangan dari waktu ke waktu.
Pelayanan jasa keuangan dapat dilakukan oleh penyelenggara di
manapun, sehingga biaya akan lebih efektif dan berbagai alternatif
produk dapat ditawarkan kepada pelanggan (penyedia jasa dapat
berupa gabungan pihak swasta, non-profit, dan publik).

Akses terhadap Jasa Keuangan
Masyarakat miskin dan berpendapatan rendah juga membutuhkan akses
terhadap jasa keuangan untuk menjalani kehidupan dan mengelola usaha yang
dijalankan. Namun, terkadang produk yang ditawarkan oleh jasa keuangan,
khusunya lembaga keuangan formal, tidak sesuai dengan yang mereka butuhkan.
Hal ini mengakibatkan mereka tidak dapat mengakses jasa keuangan yang layak.
Selain dari sisi penawaran, permasalahan dari sisi permintaan terkait norma dan
budaya, jenis kelamin, usia, pemahaman, tempat tinggal, tingkat pendapatan, jenis


 

pekerjaan, dan kepercayaan terhadap lembaga keuangan juga menjadi hambatan
dalam mengakses jasa keuangan (UN 2006).
Tidak semua populasi dapat mengakses jasa keuangan. Hal ini dapat
dikarenakan mereka tidak membutuhkan atau ada alasan lain tidak ingin
menggunakan jasa keuangan. Namun, ada kelompok rumah tangga dan
perusahaan yang ingin menggunakan tetapi tidak dapat mengakses jasa tersebut,
atau disebut involuntary exclusion, karena beberapa hambatan. Hambatan tersebut
diantaranya dapat berupa pendapatan yang tidak mencukupi; adanya diskriminasi
terhadap kelompok tertentu berdasarkan sosial, agama, atau etnis; biaya untuk
menjangkau populasi tertetntu terlalu mahal untuk komersial; serta produk yang
ditawarkan tidak sesuai dengan kebutuhan (Kunt 2008).

User of
formal
financial
services

No need
voluntary
selfexclusion

Population
non-user of
formal
financial
services

cultural /
religious reasons
not to use /
indirect access
insufficient
income / high risk
Discrimination

involuntary
exclusion

Access to Financial services 
No access to Financial services 

contractual /
informational
framework
price / product
features

 

 

Sumber : dalam Kunt (2008)

Gambar 3 Akses terhadap Jasa Keuangan
 
 

Index Of Financial Inclusion (IFI)
Inklusi keuangan sebuah negara dapat diukur dengan indeks inklusi
keuangan atau Index of Financial Inclusion (IFI). Beberapa peneliti mengukur
inklusi keuangan dengan menghitung proporsi dari populasi dewasa atau rumah
tangga yang memiliki akses terhadap jasa keuangan formal. Perhitungan IFI yang
dikembangkan oleh Sarma (2008) berdasarkan tiga dimensi, yaitu penetrasi
perbankan, ketersediaan jasa perbankan, dan kegunaan.
a. Penetrasi Perbankan
Sistem keuangan yang inklusif harus memiliki pengguna sebanyak
mungkin. Oleh karena itu sistem keuangan harus menjangkau secara luas
diantara penggunanya. Ukuran populasi bank, misalkan proporsi populasi

7
 

yang memiliki rekening di bank adalah sebuah ukuran dari penetrasi
perbankan. Penetrasi perbankan merupakan indikator utama dalam
inklusi keuangan.
b. Ketersediaan jasa keuangan
Dalam sistem keuangan yang inklusif, jasa keuangan harus tersedia bagi
semua pengguna. Indikator ketersediaan ini adalah jumlah outlet (kantor
cabang, ATM, dll). Ketersediaan jasa dapat diindikasikan dengan jumlah
cabang lembaga keuangan atau jumlah ATM (Aoutomatic Teller
Machine). Saat ini ATM memiliki peranan yang cukup penting bagi jasa
perbankan dalam melayani nasabahnya. Selain memberikan kemudahan
dalam mengambil uang tunai, ATM juga dapat digunakan untuk
pembayaran. Dengan adanya kantor cabang dan ATM, masyarakat
dengan mudah menjangkau jasa keuangan. Selain ATM, di beberapa
negara telah menggunakan mobile bangking dan internet banking dalam
melayani nasabahnya.
c. Kegunaan
Meskipun memiliki akses terhadap jasa keuangan, masih terdapat
sekelompok orang belum dapat memanfaatkan keberadaan jasa
keuangan. Hal tersebut dapat dikarenakan beberapa alasan diantaranya,
jauhnya outlet bank atau memiliki pengalaman buruk dengan penyedia
jasa. Oleh karena itu, memiliki rekening tidak cukup untuk menunjukkan
sistem keuangan yang inkusif, namun juga harus dapat digunakan.
Kegunaan tersebut diantaranya dapat dalam bentuk kredit, deposit,
pembayaran, remitansi, dan transfer.

Pengelompokan Negara berdasarkan Pendapatan
Berdasarkan besar GNI per kapita negara di dunia dapat diklasifikasikan ke
dalam 4 kategori (World Bank 2013), yaitu:
1) Low Income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita kurang
dari $1.035 US.
2) Lower-middle-income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita
$1.306 – $4.085 US.
3) Upper-Middle-Income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita
$4.086 – $12.615 US.
4) High Income Countries, negara yang memiliki GNI per kapita diatas
$12,616.
Negara lower-middle-income dan upper-middle-income dikategorikan ke
dalam negara yang sedang berkembang (developing country). Negara-negara ini
masih dalam tahap proses pembangunan dimana tujuan pembangunan belum
tercapai seluruhnya.

Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian Sarma dan Pais (2012) terkait inklusi keuangan dan
pembangunan dengan menggunakan metode OLS, tingkat pembangunan manusia


 

dan inklusi keuangan memiliki hubungan positif. Negara yang memiliki GDP per
kapita rendah, kesenjangan pendapatan yang tinggi, tingkat melek huruf dan
urbanisasi yang rendah menunjukkan rendahnya jaminan dalam mengakses sektor
keuangan. Ketersediaan informasi yang dicerminkan oleh panjang jalan,
penggunaan telepon dan internet juga memiliki peranan penting dalam
meningkatkan inklusi keuangan. Dari variabel perbankan, proporsi non
performing assets dan capital asset ratio (CAR) memiliki hubungan negatif
dengan inklusi keuangan. Sedangkan kepemilikan asing maupun pemerintah di
sektor perbankan, dan suku bunga tidak memiliki keterkaitan dengan inklusi
keuangan.
Berdasarkan penelitian secara analisis empiris baik pada tingkat perusahaan,
industri, rumah tangga, maupun perbandingan antar negara, yang dilakukan oleh
Levine (1997), terdapat hubungan positif antara fungsi sistem keuangan dengan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sistem keuangan dibentuk oleh
pembangunan di sektor non-keuangan. Perkembangan dalam telekomunikasi,
teknologi komputer, kebijakan di sektor non-finansial, institusi dan pertumbuhan
ekonomi itu sendiri memengaruhi kualitas jasa keuangan dan struktur sistem
keuangan.

Kerangka Pemikiran
Negara di Asia

Inklusi Keuangan

Pembangunan

Penetrasi
Perbankan, Jangkauan
layanan
perbankan, Penggunaan

Pendapatan per
kapita, Tingkat
pengangguran, Populasi
penduduk desa

IFI

Regresi Tobit
 

Gambar 4 Kerangka Pemikiran

9
 

Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka, hipotesis dari penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Negara yang termasuk ke dalam kelompok negara maju (high income)
memiliki sistem keuangan yang inklusif dibandingkan dengan negara
lainnya dalam penelitian.
2. Pendapatan per kapita diharapkan berpengaruh posistif terhadap inklusi
keuangan. Karena semakin besar pendapatan seseorang, semakin besar
pula kesempatan mengakses jasa keuangan. Sedangkan jumlah populasi
di desa dan tingkat pengangguran diharapkan berpengaruh negatif
terhadap inklusi keuangan. Pada umumnya kondisi pedesaan masih
memiliki kekurangan terutama dalam perekonomian. Kondisi
infrastruktur juga tidak lebih baik dari perkotaan. Oleh karena itu,
semakin banyak penduduk di desa, semakin banyak pula orang yang
sulit dalam mengakses jasa keuangan. Orang yang bekerja memiliki
kesempatan untuk mengakses jasa keuangan. Seseorang yang menerima
upah dapat melalui lembaga keuangan. Oleh karena itu, semakin sedikit
tingkat pengangguran, semakin sedikit pula orang yang tidak dapat
mengakses jasa keuangan.

METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, World
Development Indicator dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan
Financial Access Survey dari IMF. Tahun yang dijadikan dasar analisis adalah
tahun 2004-2011. Peubah yang akan digunakan adalah jumlah sebagai berikut:
Tabel 1 Data, Satuan, dan Sumber Data
Peubah

Satuan

Sumber

Jumlah rekening deposit di bank komersial
per 1000 populasi dewasa
Jumlah cabang dari bank komersial per
100.000 populasi dewasa
Outstanding loans from commercial banks
(% terhadap GDP)
Outstanding deposits with commercial banks
(% terhadap GDP)
GDP per kapita (konstan US$ tahun 2000)
Jumlah populasi di desa (% total)
Tingkat pengangguran

Unit

IMF

Unit

IMF

Persen

IMF

Persen

World Bank

US dollar
persen
persen

World Bank
World Bank
ADB

10 
 

Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menguraikan inklusi
keuangan di berbagai negara. Sedangkan metode kuantitatif yang digunakan
adalah metode analisis Index of Financial Inclusion (IFI) dengan menggunakan
Microsoft Excel 2007 dan metode regresi tobit dengan menggunakan STATA 11.
Metode Index of Financial Inclusion (IFI) yang telah dikembangkan oleh Sarma
(2008) digunakan untuk mengukur tingkat inklusi keuangan di masing-masing
negara. Sedangkan metode regresi tobit akan digunakan untuk mengetahui
indikator pembangunan yang mempengaruhi inklusi keuangan.
Index of Financial Inclusion (IFI)
Indeks inklusi keuangan atau dalam bahasa inggris index of financial
inclusion (IFI) merupakan ukuran untuk tingkat iklusi keuangan. Indeks inklusi
keuangan mencakup tiga dimensi. Indeks dari setiap dimensi, , dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:
 
 
 

: bobot untuk dimensi i, 0 ≤
≤1
: nilai terkini dari peubah i
: nilai minimum (batas bawah) dari peubah i
: nilai maksimum (batas atas) dari peubah i
Persamaan (1) akan menghasilkan nilai 0 < < 1. Semakin tinggi nilai di,
semakin tinggi pula perolehan negara di dimensi i. jika terdapat n dimensi dari
inklusi keuangan yang dihitung, maka perolehan suatu negara dari dimensi
tersebut direpresentasikan dengan titik X = (d1,d2,d3,…,dn) pada ruang n-dimensi.
Dalam ruang n-dimensi, titik O = (0,0,0,…,0) menunjukkan titik kondisi inklusi
yang buruk, sedangkan titik W = (w1,w2,w3,…,wn) menunjukkan kondisi yang
ideal dalam setiap dimensi.
Letak titik X, O, dan W merupakan faktor penting dalam mengukur tingkat
inklusi keuangan suatu negara. Semakin besar jarak antara titik O dengan titik X,
semakin tinggi pula tingkat inklusi keuangan. Semakin kecil jarak antara titik X
dengan titik W, semakin tinggi tingkat inklusi keuangan. Kedua jarak tersebut
dinormalisasi dengan jarak antara W dan O agar nilainya antara 0 dan 1. Oleh
karena itu, nilai IFI akan berada antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai indeks,
sistem keuangan semakin inklusif.
Jika jarak antara titik O dengan titik X dilambangkan dengan X1, yaitu:
 

 
 

11
 

dan jarak antara titik X dengan titik W dilambangkan dengan X2,
 
 

Maka nilai IFI adalah rata-rata keduanya,
 

 
Jika digambarkan ke dalam ruang tiga dimensi, maka IFI adalah sebagai
berikut:
 

Availability (A)

W (w1,w2,w3)
(0,w2,0)
Usage (U)
1 - X2
X(p,a,u)
X1

(0,0,w3)

a

u
p
(w1,0,0)
1 – X1
X2
฀฀฀฀฀฀

฀฀

฀฀

Penetration (P)

 

Sumber: dalam Sarma (2012)

Gambar 5 Penjelasan Grafik dari 3 Dimensi IFI
Nilai IFI berada di antar 0 dan 1. Jika diasumsikan seluruh dimensi memiliki
bobot yang sama besar, maka masing-masing dimensi memiliki bobot sebesar 1.
Memiliki bobot yang sama artinya setiap dimensi memiliki peranan yang sama
dalam menentukan tingkat inklusi keuangan.
Dalam perhitungan IFI, dibutuhkan nilai tetap dari Mi (batas atas) dan mi
(batas bawah) untuk setiap dimensi. Agar dapat membandingkan IFI antar tahun
dan negara, batas atas maupun batas bawah harus dijadikan nilai tetap. Batas
bawah setiap dimensi dalam penelitian ini adalah 0. Sedangkan untuk menentukan
batas atas setiap peubah, ditentukan oleh sebaran masing-masing peubah.

12 
 

Tabel 2 Sebaran setiap Dimensi
Standar
Jumlah
Rataan
Minimum
Observasi
Deviasi

Dimensi
Penetrasi
Perbankan
Ketersediaan
Jasa Perbankan
Kegunaan

Maximum

64

2055.433 2413.229

7.410605

7984.237

64

12.4726

9.263808

0.7255651

34.58984

64

62.77597 31.36933

23.17233

117.5252

Berdasarkan distribusi data di atas, penetrasi perbankan memiliki nilai
maksimum 7984.237. Dengan pertimbangan nilai distribusi tersebut, batas atas
untuk perhitungan dimensi penetrasi perbankan dibulatkan menjadi sebesar 8000
(rata-rata setiap orang dewasa memiliki 8 rekening). Pembulatan ke atas juga
dilakukan untuk menentukan bbatas atas setiap dimensi. Untuk ketersediaan jasa
perbankan batas atasnya adalah 35 (dari 100.000 populasi dewasa dilayani oleh
35 cabang bank) dan kegunaan adalah 118 (rata-rata deposit dan pinjaman sebesar
118 persen terhadap GDP).
Berikut adalah rangkuman dari seluruh dimensi yang digunakan dalam
penelitian ini:
Tabel 3 Dimensi dalam Perhitungan IFI
Dimensi

Indikator
Bobot (wi)
Nilai Minimum
(mi)
Nilai
Maksimum (Mi)

Penetrasi
Perbankan
Jumlah rekening
deposit di bank
per 1000 populasi
dewasa
1

Ketersediaan
Jasa keuangan

Kegunaan

Jumlah cabang
dari bank per
1000 populasi

Proporsi kredit
dan tabungan
terhadap GDP

1

1

0*

0*

0*

8000

35

118

*dalam penelitin Sarma (2013)
Dengan bobot yang telah diberikan, di ruang tiga deminsi dapat ditunjukkan
letak titik negara K(pk, ak, uk), dimana 0 ≤ pk ≤ 1, 0 ≤ ak ≤ 1, dan 0 ≤ uk ≤ 1.
Indeks dari inklusi keuangan dari negara K dapat dihitung dengan:





Hasil dari perhitungan IFI merupakan perbandingan relatif antar negara.
Karena penentuan batas atas dan batas bawah hanya dari distribusi data yang
diobservasi yaitu 8 negara selama 8 tahun, maka nilai IFI hanya menunjukkan
perbandingan inklusi keuangan antar 8 negara selama 8 tahun. Hasil perhitungan

13
 

mungkin saja berbeda jika jumlah negara dan tahun yang diobservasi juga
ditambah.
Model Regresi Tobit
Hayashi (2000) menjelaskan bahwa regresi Tobit disebut juga regresi
tersensor, hal ini dikarenakan variabel dependen dari regresi tobit nilainya berada
pada rentang tertentu. Berikut model tobit secara umum :


,

, ,…,

Dimana εt | xt menyebar N(0,σ02) dan {Yt , Xt } (t = 1,2,…,n). Model tobit
juga dapat juga ditulis:


max

,

Dalam mengestimasi variabel dengan menggunakan model tobit digunakan
metode Maximum Likelihood Estimation (Hansen, 2004). Untuk menentukan
likelihood, variabel tersensor yang diobservasi memiliki probabilitas:
|

|



Φ





|

|

Tujuan utama dari pembentukan model adalah untuk memilih variabel yang
sesuai dan memberikan hasil yang terbaik dalam menjelaskan masalah yang
dihadapi. Semakin banyak variabel yang masuk kedalam model, maka semakin
kompleks model yang dihasilkan. Begitu juga semakin banyak variabel prediktor
yang diperlukan untuk menduga respon. Hal ini diatasi dengan menyeleksi
variabel yang masuk ke model secara bertahap agar didapatkan model yang layak
digunakan.
Sarma dan Pais (2012) dalam penelitiannya mencoba untuk menganalisis
hubungan inklusi keuangan dengan pembangunan antar negara di dunia. Dari hasil
perhitungan korelasi antara indeks inklusi keuangan dengan indeks pembangunan
manusia, yang merupakan ukuran pembangunan, terdapat hubungan yang cukup
erat dengan nilai korelasi 0.74. Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa
negara yang memiliki tingkat pembangunan manusia yang tinggi juga memiliki
tingkat inklusi keuangan yang tinggi.
Dalam penelitiannya juga dilakukan analisis indikator pembangunan yang
memengaruhi inklusi keuangan dengan menggunakan metode Ordinary Least
Square (OLS). Berikut adalah persamaan yang digunakan dalam penelitian
tersebut dengan peubah terikat merupakan transformasi logit dari IFI:

14 
 

ln

IFI
IFI

Bentuk umum persamaan regresinya adalah:

Besarnya perubahan Y akibat Xi berubah adalah:
exp
exp

Dimana Xi adalah indikator pembangunan yang diduga memengaruhi
inklusi keuangan. Di dalam penelitian, indikator pembangunan yang diduga
memengaruhi inklusi keuangan dibagi kedalam tiga bagian yaitu, sosial ekonomi,
infrastruktur fisik, dan sektor perbankan. Masing-masing sub-indikator di
regresikan dengan peubah terikat transformasi logit dari IFI.
Tabel 4 Indikator Pembangunan yang Memengaruhi Inklusi Keuangan
Indikator

Variabel dan satuan

Sosial Ekonomi

GDP per kapita
Jumlah penduduk di atas 15 tahun (persen)
Tingkat pengangguran (persen)
Jumlah penduduk desa (persen)
Koefisien Gini

Infrastuktur

Panjang jalan yang diaspal
Jumlah telepon per 1000 populasi
Jumlah koran harian per 1000 populasi
Jumlah radio per 1000 populasi
Jumlah televisi kabel per 1000 populasi
Jumlah komputer pribadi per 1000 populasi
Jumlah pengguna internet per 1000 populasi

Sektor perbankan

Non performing Asset
Capital Asset Ratio
Share bank asing terhadap total aset sektor
perbankan
Share bank asing terhadap total aset sektor
perbankan
Suku bunga riil yang berlaku dalam
perekonomian

Karena keterbatasan dalam mengakses data, indikator pembangunan yang
diduga memengaruhi inklusi keuangan yang dianalisis dalam penelitian ini hanya

15
 

indikator sosial ekonomi. Berlandaskan penelitian yang telah dilakukan oleh
Sarma dan Pais, model regresi dalam penelitian ini adalah:

Dengan IFI [0,1]
Dimana :
IFIit
Ln_GDPit
Unempit
Ruralpopit
Eit

ln _

unemp

ruralpop

ε

= index of financial inclusion negara i tahun ke t
= nilai logaritma natural GDP per kapita negara i tahun ke t
= tingkat pengangguran (persen) negara i tahun ke t
= jumlah penduduk di pedesaan (persen) negara i tahun ke t
= error term

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dimensi Inklusi Keuangan
Penetrasi Perbankan
Sebuah sistem keuangan yang inklusif harus memiliki pengguna sebanyak
mungkin, oleh karena itu sistem keuangan yang inklusif harus menjangkau secara
luas di antara pengguna. Proporsi dari populasi yang memiliki rekening bank
merupakan sebuah ukuran untuk penetrasi perbankan. Salah satu variabel yang
dapat mencerminkan ukuran ini adalah jumlah rekening deposit di bank komersial
per 1000 orang dewasa. Jepang dan Korea Selatan merupakan dua negara yang
memiliki tingkat penetrasi perbankan tertinggi dibandingkan dengan 6 negara
Asia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di kedua negara tersebut
telah mengenal sistem perbankan.
7431

8000
7000
6000
5000

4303

4000
3000
1733

2000
1000

502

1333
726

408

8

0
indonesia malaysia

filipina

thailand

jepang

korea 

india 

pakistan

 
Sumber : IMF, Financial Access Survey 2013 (diolah)

Gambar 6 Rata-rata Jumlah Rekening Deposit di Bank Komersial per 1000 orang
dewasa dari tahun 2004-2011

16 
 

Jumlah rekening deposit di negara berpendapatan tinggi, cenderung konstan
yaitu sekitar 7400 per tahun di Jepang dan 4300 per tahun di Korea Selatan.
Jumlah ini jauh berbeda dengan negara yang sedang berkembang seperti
Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, India dan Pakistan yang jumlah rekening
depositnya masih di bawah 2000. Selain Malaysia, kelima negara lainnya jumlah
rekening deposit terus megalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini
menunjukkan di negara yang sedang berkembang terdapat perbaikan dalam
pembangunan sektor perbankan sehingga masyarakat semakin mengenal sistem
perbankan.
Ketersediaan Jasa Perbankan
Selain penetrasi perbankan, ukuran lain dalam sistem keuangan yang
inklusif adalah ketersediaan jasa perbankan. Ukuran ini menggambarkan
jangkauan jasa perbankan sehingga di mana pun masyarakat berada dapat
mengakses jasa keuangan. Indikator dari ketersediaan jasa perbankan adalah
jumlah outlet (baik itu kantor, kantor cabang, ATM, dan sebagainya). Dalam
penelitian ini, ketersediaan jasa perbankan diukur dengan jumlah cabang bank
komersial per 100.000 orang dewasa. Tidak jauh berbeda dengan penetrasi
perbankan, Jepang dan Korea Selatan memiliki jangkauan jasa keuangan yang
relatif lebih luas dibandingkan 6 negara Asia lainnya. Tidak seperti Pakistan
dimana 100.000 orang dari populasi dewasa hanya dapat terlayani oleh 3 bank.
40
34

35
30
25

18

20
15
10

11
7

8

10

9
3

5
0
indonesia malaysia

filipina

thailand

jepang

korea 

india 

pakistan

 
Sumber : IMF, Financial Access Survey 2013 (diolah)

Gambar 7 Rata-rata Jumlah Cabang Bank Komersial per 100.000 orang dewasa
dari tahun 2004-2011
Di negara Jepang, jumlah cabang dari bank komersial cenderung konstan
dari tahun 2006 sampai 2011. Sedangkan di Korea Selatan, meskipun mengalami
penambahan setiap tahunnya, namun tidak sukup besar. Hal ini menunjukkan
pembangunan fisik akses di sektor perbankan, khususnya dalam penambahan
jumlah kantor cabang di negara maju tidak lagi dilakukan. Selain itu, tidak ada
penambahan kantor cabang dapat mencerminkan adanya perkembangan teknologi.
Untuk menjangkau seluruh masyarakat, perbankan di negara maju juga

17
 

menggunakan sistem mobile banking dan internet banking. Sehingga untuk
melakukan transaksi, nasabah tidak perlu datang ke bank terdekat.
Berbeda dengan jumlah cabang dari bank komersial negara yang sedang
berkembang, khususnya negara lower middle income dan low income, yang setiap
tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal tersebut
mencerminkan bahwa di negara-negara tersebut masih dilakukan pembangunan
fisik dalam akses perbankan. Jumlah kantor cabang yang terus bertambah juga
menunjukkan bahwa perkembangan teknologi perbankan belum sebaik di negara
maju.
Penggunaan
Memiliki rekening di bank tidaklah cukup untuk menunjukkan sistem
keuangan yang inklusif. Keberadaan jasa keuangan pun harus memiliki cukup
manfaat bagi masyarakat. Manfaat bagi masyarakat dapat dalam berbagai bentuk,
untuk kredit, deposito, pembayaran, remitansi, transfer, dan lain-lain. Oleh karena
itu, penggunaan harus dimasukkan ke dalam pengukuran sistem keuangan yang
inklusif. Dalam penelitian ini, penggunaan dilihat dari proporsi jumlah pinjaman
dan deposit oleh rumah tangga dan perusahaan terhadap GDP.
140
120
100
80
60
40
20
0

118

118

94

83 81

88

82
69

55
27

39

39

34

26

19

Indonesia Malaysia

Filipina

Thailand

Korea 
Selatan

Jepang

India

34

Pakistan

Outstanding loans from commercial banks (% of GDP) 
Outstanding deposits with commercial banks (% of GDP) 

Sumber : IMF, Financial Access Survey 2013 (Diolah)

Gambar 8 Rata-rata Jumlah Pinjaman dari Bank Komersial dan Jumlah Deposit di
Bank Komersial (% terhadap GDP) dari tahun 2004-2011
Salah satu kegunaan dari sistem keuangan oleh IMF diproksikan dalam
beberapa indikator diantaranya adalah proporsi jumlah pinjaman dan deposit di
bank komersial terhadap GDP. Baik deposit maupun pinjaman ini digunakan oleh
rumah tangga dan pengusaha. Selain Thailand dan Korea Selatan, rata-rata jumlah
deposit di bank komersial lebih besar dari rata-rata jumlah pinjaman di bank
komersial dari tahun 2004-2011. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pinjaman di
bank komersial di kedua negara tersebut belum banyak dibayarkan baik oleh
rumah tangga maupun pengusaha.

18 
 

Perbandingan Indeks Inklusi Keuangan antar Negara
Perkembangan sektor perbankan berbeda di setiap negara. Pembangunan
sektor perbankan di negara maju lebih cepat dibandingkan dengan negara
berkembang. Hal ini dapat dilihat dari setiap dimensi yang membentuk indeks
inklusi keuangan di negara-negara maju nilainya lebih tinggi dibandingkan
dengan negara berkembang. Perbedaan nilai di setiap dimensi mengakibatkan
indeks inklusi keuangan di negara-negara tersebut juga berbeda.
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
2004

2005

2006
Jepang

2007

2008

2009

2010

2011

Korea selatan

Gambar 9 Index of Financial Inclusion Jepang dan Korea Selatan dari Tahun
2004-2011
Jepang dan Korea Selatan adalah dua negara high income yang tingkat
inklusi keuangannya relatif tinggi dengan nilai indeks 0.9 dan 0.5. Tingginya
tingkat inklusi keuangan di Jepang dan Korea Selatan dikarenakan tingginya nilai
dari setiap dimensi dalam inklusi keuangan. Penetrasi perbankan yang di
cerminkan dengan jumlah rekening deposit di bank komersial, memiliki rata-rata
7431 dan 4303 untuk masing-masing negara dari tahun 2004-2011. Jumlah ini
relatif paling tinggi dibandingkan negara lain dalam penelitian.
Tingkat inklusi keuangan Jepang dari tahun ke tahun cenderung konstan.
Hal ini dikarenakan faktor pembentuk indeks inklusi keuangan, yaitu jumlah
rekening deposit dan jumlah kantor cabang bank komersial, juga cenderung
konstan. Berbeda dengan Korea Selatan yang memiliki tren cenderung meningkat
meskipun peningkatannya tidak begitu besar. Perbedaan tren di kedua negara
tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam setiap dimensi inklusi keuangan.
Tingginya indeks inklusi keuangan di kedua negara tersebut juga
menunjukkan terdapat kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses jasa
keuangan. Jasa perbankan telah menjangkau mayoritas masyarakat di kedua
negara tersebut. Baik Jepang maupun Korea Selatan sudah mampu
menghilangkan hambatan-hambatan dalam akses jasa keuangan, sehingga
masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui pemanfaatan lembaga
keuangan, khususnya perbankan. Meskipun relatif tinggi, terdapat perbedaan yang
cukup besar antara indeks inklusi keuangan Jepang dengan indeks inklusi
keuangan Korea Selatan. Dengan demikian, berdasarkan nilai indeksnya, sistem
keuangan di Jepang lebih inklusif dibandingkan dengan sistem keuangan di Korea
Selatan. Artinya, akses jasa keuangan di Jepang lebih mudah dibandingkan
dengan Korea Selatan.

19
 

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
2004

2005

Indonesia

2006
Malaysia

2007

2008
Filipina

2009

2010

Thailand

2011
India

Gambar 10 Index of Financial Inclusion Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand,
dan India dari Tahun 2004-2011
Berbeda dengan negara high income, negara middle income seperti
Indonesia, Filipina, Thailand, Malaysia, dan India memiliki tren inklusi keuangan
yang meningkat. Indeks inklusi keuangan di negara upper middle income lebih
dari 0.4. Sedangkan negara lower middle income seperti India, Indonesia, dan
Filipina, indeks inklusi keuangannya kurang dari 0.4. Perbedaan nilai indeks
inklusi keuangan antara negara upper middle income dengan lower middle income
dikarenakan jumlah rekening deposit dan kantor cabang bank komersial di negara
upper middle income lebih banyak dibandingkan dengan negara lower middle
income.
Meskipun tingkat inklusi keuangan di negara middle income masih di bawah
high income, terdapat kecenderungan perbaikan dalam akses sektor perbankan
setiap tahunnya. Usaha-usaha dalam menghilangkan hambatan akses jasa
keuangan, seperti meningkatkan jumlah cabang bank, dilakukan sehingga
masyarakat pedesaan pun dapat mengakses perbankan. Selain itu, untuk
mendukung pengusaha kecil dan menengah, perbankan pun menyediakan kredit
mikro sehingga usaha kecil dan menengah dapat bertahan dan berkembang.
kemudian, dengan berkembangnya perbankan dengan sistem syariah, hambatan
dikarenakan agama dapat dikurangi.
0.15
0.14
0.13
0.12
0.11
0.1
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 11 Index of Financial Inclusion Pakistan dari Tahun 2004-2011

20 
 

Indeks inklusi keuangan di negara low income, Pakistan, rata-rata nilainya
0.1, lebih kecil dari negara lower middle income. Pakistan memiliki nilai terkecil
pada setiap dimensi pembentuk indeks inklusi keuangan dibandingkan dengan
negara lainnya. Jumlah pemilik rekening deposit di bank komersial pada tahun
2011 kurang dari 10 dari 1000 orang. Berbeda dengan Jepang, setiap orang
dewasa rata-rata memiliki 7 rekening deposit. Terdapat rentang yang sangat besar
antara Pakistan dengan Jepang, sehingga tingkat inklusi keuangan antara Jepang
dengan Pakistan jauh berbeda.
Rendahnya indeks inklusi keuangan di Pakistan menunjukkan akses
terhadap jasa keuangan masih sulit. Masih terdapat hambatan bagi masyarakat
untuk menjangkau jasa keuangan terutama perbankan. Selain karena jumlah
perbankan yang belum memadai, produk perbankan yang ditawarkan juga belum
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendidikan yang masih rendah juga
mengakibatkan kurangnya pemahaman terkait manfaat jasa keuangan.

Pengaruh Pembangunan terhadap Inklusi Keuangan
Banyak faktor pembangunan yang memengaruhi inklusi keuangan di suatu
negara, baik dar