Eksplorasi Bakteri Pendegradasi Insektisida Klorpirifos Di Lahan Sayuran Kubis Jawa Barat

1

EKSPLORASI BAKTERI PENDEGRADASI INSEKTISIDA
KLORPIRIFOS DI LAHAN SAYURAN KUBIS JAWA BARAT

EMAN SULAEMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Eksplorasi bakteri
pendegradasi insektisida klorpirifos di lahan sayuran kubis Jawa Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Eman Sulaeman
A154120111

3

RINGKASAN
EMAN SULAEMAN. Eksplorasi Bakteri Pendegradasi Insektisida Klorpirifos di
Lahan Sayuran Kubis Jawa Barat. Dibimbing oleh MOHAMAD YANI dan ASEP
NUGRAHA ARDIWINATA.
Insektisida klorpirifos merupakan salah satu jenis insektisida yang paling banyak
digunakan oleh petani untuk mengendalikan berbagai jenis hama tanaman, akan
tetapi penggunaan insektisida yang terus menerus dan tidak sesuai dengan aturan
dapat berakibat terhadap kerusakan lingkungan, penurunan kualitas lahan dan

kesehatan manusia. Perbaikan kerusakan lahan yang tercemar insektisida dapat
dilakukan secara bioremediasi dengan memanfaatkan aktifitas mikroorganisme.
Sampel tanah berasal dari lahan sayuran kubis yang diambil di Kabupaten Bogor,
Cianjur dan Bandung Provinsi Jawa Barat. Isolasi mikrob tanah dilakukan
sebanyak tiga kali. Isolasi pertama dilakukan pengujian pada media Nutrient
Broth (NB) yang diperkaya insektisida klorpirifos 100 ppm. Hasil isolasi tahap
pertama dilakukan pemurnian menggunakan media Nutrient Agar (NA). Isolat
hasil pemurnian dilanjutkan pada isolasi tahap kedua dan diseleksi dengan
menggunakan media NB yang diperkaya insektisida klorpirifos 10 ppm dan
dipilih tiga isolat terbaik. Ketiga isolat tersebut diuji pada media NB dan media
tanah yang sudah diperkaya insektisida klorpirifos 10 ppm untuk uji kemampuan
masing-masing isolat dalam menurunkan insektisida klorpirifos, dengan
pembanding digunakan insektisida diazinon. Hasil penelitian menunjukkan, tanah
Cisarua, Pacet dan Lembang merupakan jenis tanah yang subur, hal ini
ditunjukkan dengan kandungan bahan organik dan populasi mikrob yang cukup
tinggi, akan tetapi pada tanah tersebut teridentifikasi 11 jenis residu insektisida.
Hasil isolasi tahap pertama diperoleh 30 isolat yang mampu menurunkan
konsentrasi klorpirifos sebesar 8.66-50.63 %. Tiga isolat terbaik pada tahap siolasi
kedua yaitu C3NP1, P1NP, P5NP yang mampu menurunkan konsentrasi
insektisida klorpirifos dalam tanah masing-masing sebesar 63.01 %, 66.02 % dan

55.77 % selama 20 hari. Hasil identifikasi molekular melalui 16S rRNA masingmasing teridentifikasi sebagai C3NP1 (Pseudomonas monteilii), P1NP (Bacillus
cereus), dan P5NP (Pseudomonas sp).
Kata kunci : Bacillus cereus, bioremediasi, klorpirifos, Pseudomonas sp,
Pseudomonas monteilii

4

SUMMARY

EMAN SULAEMAN. Exploration of Insecticide Chlorpyrifos Degrading Bacteria
at Cabbage Farm, West Java. Supervised by MOHAMAD YANI and ASEP
NUGRAHA ARDIWINATA
Chlorpyrifos insecticide is one of mostly used insecticide by farmers to
control various kind of pest, but using insecticide continuously is not in
accordance with the rules can lead to environmental damage, decreased of land
quality and human health. Bioremediation is the one problem solving on
improvement of environmental damage by insecticide polluted. Bioremediation
can be done by with by using microorganism activity. The samples had taken
from cabbage farm on Bogor, Cianjur dan Bandung, West Java. There three times
for microb isolation procedure. The first step is selection using Nutrient Broth

(NB) media enrichment by chlorpyrifos 100 ppm, after that to the next step is
screening using NB media added 10 ppm chlorpyrifos to get three of the best
isolate. Three of the best isolate had screening used NB media and soil which
enrichment by 10 ppm chlorpyrifos on the third step. That treatments had done to
find out the ability decreasing value of chlorpyrifos content. Diazinon insecticide
used as control for those treatments. The soil samples from Cisarua, Pacet and
Lembang are the rich of organic compound but was identified 11 insecticides on
all the samples. The first isolation got 30 isolates from Cisarua, Cianjur, and
Lembang soil samples. Those isolates that have ability to decreasing insecticide
contaminated medium until 8,66 - 50,63%. The second isolation got 3 isolates was
selected that are C3NP1, P1NP dan P5NP. The three of the best isolates can be
decreasing insecticides concentration on the soil of 63.01 %, 66.02 % and 55.77 %
during 20 days after treatments. The identifications molecular through 16s rRNA
was identified are C3NP1 is Pseudomonas monteilli, P1NP is Bacillus cereus, and
P5NP is Pseudomonas sp.
Key words :

Bacillus cereus, bioremediation, chlorpyrifos, Pseudomonas sp,
Pseudomonas monteilii


5

© Hak Cipta IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang – Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6

EKSPLORASI BAKTERI PENDEGRADASI INSEKTISIDA
KLORPIRIFOS DI LAHAN SAYURAN KUBIS JAWA BARAT

EMAN SULAEMAN


Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

7

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Widodo, MS

8

9

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul “Eksplorasi Bakteri Pendegradasi
Insektisida Klorpirifos di Lahan Sayuran Kobis Jawa Barat” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih yang setulusnya kepada Bapak Dr. Mohamad Yani, MEng selaku ketua
komisi pembimbing dan Bapak Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, MSi selaku
anggota komisi pembimbing atas bimbingannya selama proses penelitian hingga
penulisan tesis ini selesai.
Terima kasih pula penulis sampaikan kepada:
1.
Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Pertanian
IPB, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB dan
Ketua Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan Sekolah
Pascasarjana IPB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan program Magister Sains (S2) di IPB. Tidak lupa pula staf
pengajar dan pegawai yang ada di lingkup Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah
diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
2.
Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberikan

dukungan dana melalui beasiswa Pendidikan tahun 2012.
3.
Kepala Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Bapak Dr Ir Prihasto
Setyanto, MSc. Terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang
diberikan selama penulis menjalankan pendidikan di IPB.
4.
Timih istriku tercinta serta anak-anakku Randika Wildan Pratama, Dandi
Himawan, Raysa Arindi Putri Rizkita atas kesabaran, pengertian dan
dorongan semangat.
5.
Ayahanda Udjang Subandi (almarhum) dan Ibunda Suhaemi (almarhum)
atas segala asuhan, didikan, kasih sayang, doa restu yang tulus, semoga
ayah dan ibu ditempatkan di tempat yang baik oleh Allah SWT.
6.
Penanggungjawab Lab. RBA Bapak Aji M Tohir, SP, Bapak Cahyadi.
Analis Lab. mikrobiologi BB-Biogen Jajang Kosasih, Ibu Siti Aminah.
Terimakasih atas segala bantuannya.
7.
Rekan-rekan seperjuangan di Program Pascasarjana Bioteknologi Tanah
dan Lingkungan atas jalinan persahabatan, kerjasama, dan kebersamaan

selama menempuh pendidikan. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini
memberikan manfaat dan sumbangan ilmu pengetahuan. Amin ya Rabbal
A’lamin.

Bogor, Agustus 2016
Eman Sulaeman

10

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Kimia dan Toksikologi Organofosfat
Klorfirifos
Diazinon
Residu Klorfirifos
Degradasi Klorfirifos
Mikroba Pendegradasi
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pengambilan Contoh Tanah, Analisis Sifat Fisik Kimia Tanah, dan
Penggunaan Insektisida oleh Petani
Validasi Metode Analisis dan Identifikasi Klorpirifos dan Diazinon
Eksplorasi Bakteri Pendegradasi Insektisida Klorpirifos
Uji Penurunan Klorpirifos pada Media NB dan Tanah
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi Metode Analisis dan Identifikasi Klorpirifos dan Diazinon
Pengambilan Contoh Tanah, Penggunaan Pestisida dan Analisis Sifat Kimia

Tanah
Populasi Mikrob Pada Tanah
Isolasi dan Seleksi Bakteri Pendegradasi Insektisida Klorpirifos
Identifikasi Bakteri Secara Molekuler
Kemampuan Isolat dalam Menurunkan Klorpirifos
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
3
4
4
5
6
7
8
9
10
11
14
14
14
15
16
17
18
20
21
21
27
29
30
34
38
39
43
47

11

DAFTAR TABEL
1. Toksisitas dan waktu paruh beberapa insektisida organofosfat
2. Karakteristik fisika-kimia klorfirifos
3. Karakteristik fisika-kimia diazinon
4. Isolat mikroba pendegradasi insektisida organfosfat
5. Lokasi pengambilan contoh tanah
6. Susunan perlakuan
7. Validasi metode analisis residu insektisida pada contoh media mikrob
8. Jenis-jenis insektisida yang digunakan
9. Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah
10. Konsentrasi residu organofosfat
11. Populasi dan hasil identifikasi bakteri pada contoh tanah
12. Seleksi isolat dalam menurunkan konsentrasi insektisida klorpirifos
13. Identifikasi molekuler berbasis sekuen gen 16S rRNA
14.Kemampuan mikrob Pseudomonas sp dan Bacillus sp dalam
menurunkan insektisida
15. Hasil uji hemolisis
16. Kemampuan isolat dalam menurunkan konsentrasi insektisida klorpirifos
dan diazinon di media Nutrient Broth (NB)
17. Kemampuan isolat dalam menurunkan konsentrasi insektisida klorpirifos
dan diazinon di media tanah

7
8
9
11
15
19
21
23
25
26
28
29
31
32
34
35
36

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram Alir Kerangka Berfikir
2. Rumus umum dan jalur utama degradasi insektisida organofosfat
3. Degradasi Klorfirifos oleh Mikroorganisme
4. Peta pengambilan contoh tanah
5. Amplikasi 16S rRNA genom bakteri dari isolat terseleksi
6. Pertumbuhan P monteilli, Bacillus cereus dan Pseudomonas sp
7. Kemampuan isolat dalam melisis sel darah merah

4
6
12
22
31
33
34

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kurva standar pertumbuhan isolat
2. Hasil analisis sidik ragam

44
45

1

1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Pestisida adalah senyawa kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang digunakan untuk mengendalikan berbagai pengganggu. Hama tanaman
secara umum, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman
yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda
(bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan
hewan lain yang dianggap merugikan hasil produksi pertanian. Pestisida juga
didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh atau perangsang
tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk
perlindungan tanaman dan merupakan zat atau campuran zat yang digunakan
untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk
hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu (PP RI No.6 tahun 1995).
Pestisida mempunyai peranan yang cukup besar dalam peningkatan
produksi hasil pertanian, oleh sebab itu permintaan pestisida untuk keperluan
pertanian terus meningkat. Jumlah pestisida yang beredar di Indonesia dari tahun
ke tahun semakin meningkat. Tahun 2006-2016 jumlah formulasi pestisida yang
terdaftar sebanyak 1336-3207, dengan demikian terjadi peningkatan sebesar
58.34% (PPI 2006), Direktorat Pupuk dan Pestisida (2016). Jumlah pestisida yang
digunakan di Indonesia pada tahun 1990 sebanyak 445 ton, 1991 sebanyak 757
ton, 1992 sebanyak 306 ton dan tahun 1993 sebanyak 929 ton (FAOSTAT 2014)
Pemakaian pestisida yang terus menerus dan tidak mengikuti aturan, baik
dosis, intensitas penggunaan maupun hama sasaran dapat berakibat buruk
terhadap lingkungan, seperti resistensi dan resurjensi hama dan penyakit,
terganggunya keseimbangan biologis di dalam tanah karena banyak mikrofauna
tanah yang mati, dan penurunan produktifitas lahan pertanian. Penggunaan
pestisida juga dapat berakibat terhadap kesehatan petani dan konsumen melalui
mengkonsumsi produk pertanian yang mangandung residu pestisida. Menurut
WHO setiap setengah juta kasus pestisida terhadap manusia, 5000 diakhiri dengan
kematian. Dampak lain yang tidak kalah pentingnya adalah terjadinya pencemaran
air, tanah dan udara yang dapat mengganggu sistem kehidupan organisme di
biosfer (WHO 2001).
Insektisida organofosfat digunakan di bidang pertanian, rumah tangga,
perkebunan, dan kedokteran hewan. Insektisida organofosfat digunakan untuk
pengendalian hama pada tanaman jagung, kapas, gandum, dan padi. Insektisida
golongan organofosfat merupakan jenis insektisida yang terbesar beredar di pasar
dan banyak digunakan dalam bidang pertanian. Insektisida organofosfat dengan
takaran yang rendah sudah memberikan efek yang memuaskan, selain kerjanya
cepat dan mudah terurai.Keracunan organofosfat dapat terjadi melalui mulut,
inhalasi, dan kulit. Didalam tubuh, organofosfat berikatan dengan enzim
Asetilkolinesterase (AChE) yang mengakibatkan penumpukan asetilkolin pada
syaraf (Achmadi 2008).
Penggunaan insektisida golongan organofosfat sudah dimulai sejak tahun
1930 dan mengalami kenaikan yang begitu pesat sejak dilarangnya insektisida
golongan organoklorin pada tahun 1970-an. Sayuran brokoli yang ditanam di

2

Desa Cihanjuang Rahayu, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat
mempunyai kandungan residu insektisida organofosfat yang melebihi Batas
Maksimum Residu (BMR) sebesar 10-82% berdasarkan SNI 7313: 2008. (Amilia
et al. 2016).
Kubis merupakan sayuran daun utama di dataran tinggi bahkan merupakan
salah satu sayuran prioritas di Indonesia (Adiyoga dan Ameriana 2008). Dalam
pemanfaatannya, kubis dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun dalam
bentuk olahan (Permentan No.88 Tahun 2011). Beberapa hasil penelitian
melaporkan adanya sejumlah residu insektisida permetrin pada tomat dan kubis,
insektisida kartap hidroklorida dan endosulfan pada kubis, klorotanil dan maneb
pada tomat, dan residu fungisida mankozeb pada tomat dan petsai.Hasil analisis
residu pestisida pada daun kubis di daerah Lembang mengandung residu
profenofos sebesar 0.41 mg/Kg, dimana batas toleransi yang diperbolehkan
sebesar 0.10 mg/Kg (Ameriana et al. 2000). Kandungan residu insektisida pada
kubis dengan bahan aktif dominan ditemukan pada kubis baik yang berasal dari
Malang maupun Cianjur dengan kandungan residu pestisida tertinggi 7.4 ppb, dan
residu insektisida lainnya klorpirifos, metidation, malation, dan karbaril
(Munarso et al. 2009).Tanaman kubis yang berasal dari Pacet Jawa Barat pada
musim kemarau dan musim penghujan mengandung residu insektisida karbaril,
metidation, aldikarbdan fentoat dan melampaui ambang batas yang ditetapkan
oleh WHO (Ilyas et al. 1986).
Residu insektisida yang banyak ditemukan dalam produk pertanian, seperti
sayuran dapat disebabkan oleh paparan langsung insektisida yang disemprotkan
pada saat pengendalian hama perusak tanaman, selain itu dapat juga disebabkan
oleh penyerapan insektisida yang ada di dalam tanah oleh akar tanaman. Dengan
demikian, lahan tercemar insektisida juga sangat berkontribusi terhadap
kandungan residu insektisida dalam produk pertanian, untuk itu perlu dilakukan
tindakan perbaikan terhadap lahan yang tercemar insektisida. Perbaikan lahan
tercemar insektisida dapat dilakukan dengan cara remediasi, baik secara
fitoremediasi maupun bioremediasi. Perbaikan lahan secara bioremediasi yaitu
dengan memanfaatkan aktifitas mikroorganisme yang mampu mendegradasi
bahan pencemar, baik logam berat maupun pestisida.Bioremediasi bisa langsung
dilakukan di lahan tercemar (in situ) atau dilakukan di luar lahan tercemar dengan
membuat lingkungan baru berupa bioreaktor yang dikondisikan menggunakan
inokulan yang mampu mendegradasi kontaminan organik (ex situ) (Vidali 2001).
Jenis-jenis mikrob yang sudah banyak digunakan sebagai agen
bioremediasi insektisida seperti Phanerochaete, Nocardia, Pseudomonas,
Alcaligenes, Acinetobacter, dan Burkholderia. Berbagai penelitian bioremediasi
insektisida, mikroorganisme Phanerochaete chrysosporium mampu mendegradasi
berbagai jenis insektisida, seperti DDT, DDE, PCP, chlordan, lindan, aldrin,
dieldrin. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa genus bakteri
yang diisolasi dari tanah dan perairan sungai mampu mendegradasi senyawa
insektisidadan menggunakannya sebagai sumber karbon dan memiliki gen
metabolisme dalam plasmidnya (Sabdono 2003). Karpouzas dan Walker (2000)
melakukan optimasi pertumbuhan Pseudomonas putida pada insektisida
organofosfat dengan variasi konsentrasi 5-50 mg/L dan menunjukkan bakteri ini
mampu mendegradasi insektisida dengan cepat pada konsentrasi 50 mg/L. Hasil
penelitian Bhagobaty dan Malik (2008) menyebutkan, bakteri Pseudomonas sp

3

dapat tumbuh pada media kultur yang diberi insektisida klorpirifos dengan
konsentrasi 25-300 mg/L. Konsentrasi insektisida klorpirifos sebesar 100-200
mg/L merupakan konsentrasi optimum, akan tetapi pada konsentrasi lebih dari
200 mg/L, pertumbuhan menurun drastis. Hasil penelitian Kumar (2011),
Pseudomonas sp efektif menurunkan konsentrasi insektisida klorpirifos dalam
media tanah yang telah dicemari insektisida klorpirifos sebesar 20 ppm, 62%
pada 30 hari. Hasil penelitian Rokade dan Mali (2013) menyebutkan
Pseudomonas desmoliticum mampu menurunkan konsentrasi klorpirifos sebesar
98% selama 6 hari pada medium mineral.
Di lahan pertanian yang telah terkontaminasi oleh insektisida, proses
bioremediasi sebenarnya tetap berlangsung oleh mikrob-mikrob indigen yang
mampu hidup dan beradaptasi dengan kontaminan pestisida, akan tetapi proses
degradasi tersebut masih relatif lamban dan memerlukan waktu yang lama dalam
mereklamasi lahan yang tercemar tersebut, untuk itu perlu dicari mikrob-mikrob
unggul dalam mendegradasi insektisida.
Rumusan Masalah
Penggunaan insektisida sebagai tindakan preventif di lahan pertanian pada
budidaya tanaman sayuran oleh petani biasanya dilakukan dengan cara
penyemprotan dengan intensitas 2-3 kali setiap minggu. Selain intensitas
penggunaan yang tinggi, petani juga sering meningkatkan dosis penggunaan dan
mencampur beberapa jenis insektisida pada saat serangan hama dan penyakit
cukup berat. Di Indonesia, residu pestisida yang terkandung dalam produk
hortikultura seperti wortel, kentang, sawi, bawang merah, tomat dan kubis di
beberapa sentra produksi sayuran telah dilaporkan memiliki residu yang
melampaui batas maksimal 2 ppm (Tjahjadi dan Gayatri 1994). Informasi tentang
ditemukannya residu insektisida di tanah pertanian tanaman pangan dan sayuran
merupakan permasalahan yang harus dicari pemecahannya.
Bioremediasi merupakan salah satu teknologi yang mempunyai potensi
yang cukup tinggi dalam menurunkan residu insektisida di lingkungan pertanian.
Mikrob yang sering digunakan dalam proses bioremediasi adalah bakteri, jamur,
yeast, dan alga. Beberapa hasil penelitian melaporkan bakteri Enterobacter sp,
Flavobacterium sp, Pseudomonas diminuta, Micrococus sp, mampu mendegradasi
klorpirifos dan bakteri Flavobacterium sp., Pseudomonas sp., dan Arthrobacter sp
mampu mendegradasi insektisida diazinon (Singh dan Walker 2006). Bakteri yang
mampu meremediasi insektisida di lahan pertanian baik tanaman pangan maupun
tanaman sayuran sangatlah penting dalam mengurangi kandungan residu
insektisida di dalam tanah. Proses degradasi mikrob dilakukan dengan cara
memanfaatkan senyawa insektisida tersebut untuk pertumbuhan dan
reproduksinya dengan melalui berbagai proses oksidasi. Dalam penelitian ini
dilakukan studi mengenai eksplorasi mikrob yang mampu mendegradasi
insektisida klorpirifos di lahan sayuran kubis di daerah Cisarua, Pacet dan
Lembang Jawa Barat.

4

Kerangka Pemikiran
Insektisida digunakan oleh petani untuk mengendalikan hama sehingga
dapat meningkatkan produksi hasil pertaniannya, akan tetapi penggunaan
insektisida yang tidak bijak, justru dapat berdampak tidak baik terhadap
lingkungan dan kesehatan manusia.Insektisida yang digunakan dalam
mengendalikan hama tanaman selain mengakibatkan residu pada hasil produk
pertanian dapat juga mencemari tanah dan pestisida yang ada dalam tanah dapat
larut oleh air irigasi maupun air hujan sehingga mencemari lingkungan di sekitar
daerah pertanian tersebut.

Penggunaan pestisida
secara intensif
Lahan pertanian tercemar
pestisida

Peningkatan produksi
pertanian
Mikrob yang mampu
mendegradasi pestisida
Pencemaran lahan pertanian

Sampling tanah,Isolasi dan
Pemurnian mikrob
Skrining isolat pada media yang
suplementasi insektisida klorpirifos
Tiga isolat yang mampu mendegradasi
insektisida klorpirifos secara cepat
Uji efektivitas mikrob dalam
mendegradasi insektisida di
laboratorium

Identifikasi molekuler

Gambar 1 Diagram alir kerangka berfikir
Mikrob indigen yang mampu hidup dan beradaptasi di lingkungan
tercemar insektisida tersebut diisolasi dan dikembangkan di laboratorium. Mikrob
hasil biakan tersebut diuji kemampuannya dalam mendegradasi insektisida
klorpirifos. Mikrob yang mampu mendegradasi klorpirifos diidentifikasi dan diuji
karakteristiknya secara konvensional maupun secara molekuler. Diagram alir
kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengeksplorasi tanah pertanian sayuran yang tercemar insektisida klorpirifos
2. Mengkarakterisasi sifat fisik, kimia dan biologi tanah pertanian sayuran kubis
Jawa Barat.

5

3. Mengisolasi, mengidentifikasi dan menguji kemampuan bakteri dalam
mendegradasi insektisida klorpirifos
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh bakteri dapat
mendegradasi insektisida klorpirifos sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agen
bioremediasi di lahan tercemar insektisida klorpirifos. Lebih jauh, informasi
ilmiah yang didapat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
masukan dalam mengembangkan upaya monitoring lingkungan untuk cemaran
insektisida di lahan pertanian.

6

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kimia dan Toksikologi Organofosfat
Insektisida golongan organofosfat (OP) sering juga disebut sebagai
phosphorus insecticide, phosphates, phosphorous esters, atau phosphoric acid
esters. Secara garis besar, senyawa-senyawa dalam golongan ini merupakan
turunan dari asam fosfat, dan dapat dibedakan menjadi (Sogorb danVilanova
2002):
a. Turunan alifatik (misal: tetraetilpirofosfat, azodrin, diklorovos, mevinfos, dan
metamidofos).
b. Turunan fenil (misal: parathion, profenofos, sulprofos).
c. Turunan heterosiklik (misal: diazinon, azinfosmetil, klorpirifos).
Sebagian besar senyawa organofosfat adalah ester atau turunan thiol dari
fosfat, fosfonat atau asam phosphor amidik. Rumus umum organofosfat disajikan
pada Gambar 2. R1 dan R2 merupakan kelompok dari aril atau alkil, yang dapat
melekat langsung pada atom fosfor (fosfinat) atau melalui oksigen (fosfat) atau
atom sulfur (phosphothioates). Dalam beberapa kasus, R1 dapat langsung
berikatan dengan fosfor dan R2 dengan atom oksigen atau sulfur (fosfonat atau
phosphonatesthion). Dari dua kelompok ini setidaknya ada salah satu yang
berpasangan dengan tanpa, mono atau di-tersubstitusi gugus amino dalam
phosphoramidates. Kelompok X bisa beragam dan kemungkinan memiliki
berbagai alifatik, aromatik atau heterosiklik. Kelompok X juga dikenal sebagai
kelompok yang dapat lepas karena dihidrolisis dan ikatan ester dilepaskan dari
fosfor (Sogorb danVilanova 2002).

Asam halida/
sulfida oksid
Orto fosfat
organofosfo

Gambar 2

Rumus umum dan jalur utama degradasi insektisida organofosfat
(Sogorb dan Vilanova 2002)

Insektisida organofosfat memiliki toksisitas terhadap mamalia cukup tinggi.
Insektisida organofosfat seperti klorpirifos, paration, metilparation, coumaphos,
monokrotofos, femamiphos telah digunakan secara luas dan berhasil dalam
mengendalikan hama pengganggu tanaman dalam kegiatan pertanian. Keberadaan

7

insektisida organofosfat telah dipelajari secara rinci. Sifat kimia dan fisika
insektisida organofosfat dapat dilihat Tabel. 1
Tabel 1 Toksisitas dan waktu paruh beberapa insektisida organofosfat (Singh dan
Walker 2006)
Nama
Klorpirifos
Paration
Paration metil
Coumafos
Fenamifos
Monokrotofos
Dikrotofos
Diazinon
Fenitrotion
Etroprophos

Tahun
Produksi
1965
1947
1949
1952
1967
1965
1965
1953
1959
1966

LD50 pada
mamalia (mg/Kg)
135-165
2-10
3-30
14-41
6-10
18-20
15-22
80-300
1700
146-170

Waktu paruh di
tanah (hari)
10-120
30-180
25-130
24-1400
29-90
40-60
45-60
11-21
12-28
3-30

Klorpirifos
Klorpirifos (O, O-dietil O-(3,5,6-trikloro-2-piridil) fosforotioat) adalah
salah satu insektisida yang paling banyak digunakan. Insektisida ini efektif dalam
mengendalikan hama dari tanaman ekonomis penting karena insektisida ini
mempunyai spektrum yang luas. Insektisida ini bekerja secara efektif melalui
kontak, konsumsi dan melalui penguapan, akan tetapi tidak bersifat sistemik.
Kebanyaan insektisida klorpirifos digunakan untuk mengendalikan nyamuk (larva
dan dewasa), lalat, berbagai hama yang ada di tanah dan tanaman, dan hama di
rumah tangga. Insektisida klorpirifos mempunyai kelarutan yang rendah di dalam
air (2 mg/L), tetapi mudah larut dalam sebagian besar pelarut organik, memiliki
co-efisien penyerapan tanah yang tinggi dan penyimpanan pada kondisi normal
relatif stabil (Racke 1993).
Klorpirifos didefinisikan sebagai senyawa yang cukup beracun, memiliki
LD50 oral ; 135-163 mg/Kg untuk tikus dan 500 mg/Kg untuk marmot.
Karakteristik insektisida klorpirifos dapat dilihat pada Tabel 2. Klorpirifos adalah
insektisida golongan organofosfat yang bersifat non sistemik (WHO 2001) yang
bekerja ketika terjadi kontak dengan kulit, termakan (masuk ke lambung), dan
terhirup (masuk ke sistem pernafasan). Penerapan klorpirifos pada bibit dan
tumbuhan dilakukan dengan penyemprotan langsung atau tidak langsung.
Penggunaan utama klorpirifos adalah mengontrol lalat, nyamuk (dalam bentuk
larva dan dewasa), berbagai jenis hama pertanian, hama rumah tangga
(Blattellidae, Muscidae, Isoptera), dan larva dalam air (WHO 2001).
Toksisitas klorpirifos terhadap mamalia secara oral (termakan) akan
berefek akut terhadap tikus dengan LD50= 135-163 mg/Kg, terhadap guinea pigs
dengan LD50= 504 mg/Kg dan terhadap kelinci dengan LD50 = 1000 – 2000
mg/Kg. Kontak pada kulit dan mata akan berefek akut terhadap tikus dengan LD50
> 2000 mg/Kg dan terhadap kelinci dengan LD50= 2000 mg/Kg. Jika terinhalasi

8

akan berefek akut terhadap tikus dengan LD50 (4 – 6 jam) > 0,2 mg/L teratogenik
terhadap tikus dengan konsentrasi paparan 0,03 mg/Kg.hari dan terhadap anjing
0,01 mg/Kg.hari. Insektisida ini tidak diketahui memiliki efek teratogenik
terhadap mamalia yang lain (Extoxnet1996).
Tabel 2 Karakteristik fisika-kimia klorpirifos (Tomlin 1997).
Parameter

Kondisi dan Nilai

Rumus bangun
Nama IUPAC
Nama dagang
Rumus molekul
Berat molekul
Fasa
Titik leleh
Tekanan uap
Titik didih
Densitas
Kelarutan pada air
Kelarutan pada pelarut lain :
a. Benzene
b. Aseton
c. Toluene
d. n-Hexan
e. Asetonitril
f. dikloro etana
g. Kloroform
Koefisien partisi Oktanol-air

o.o-diethyl-o-(3-5-6-trichloro-2
pyridinyl)phosphorothioate
Dursban, Lorsban, Dowcow, Eradex, Piridane
C9H11Cl3NO3PS
350.6 mol/g
Kristal tak berwarna dengan bau belerang
42 – 43.2oC
-5
2.03 x 10 mm Hg (25oC)
>300oC
1.51 g/mL pada 21°C, 1.44 g/mL pada 25°C
1.4 mg/L (25°C)

900 mg/L (25°C)
6300 mg/L (25°C)
> 400 g/L (20°C)
> 400 g/L (20° C)
680 g/100 g (23°C)
> 400 g/L (20°C)
6300 mg/L (25°C)
Log Kow = 4.7 (20°C)
Log Kow= 4.76 (25°C)
Koefisien adsorpsi tanah
Koc = 9930
Waktu paruh degradasi pada 22 hari
tanah
Stabilitas
Laju hidrolisis meningkat dengan pertambahan
pH dan juga dengan kehadiran logam tembaga
Diazinon
Diazinon merupakan jenis insektisida organofosfat yang digunakan untuk
pertanian dan non pertanian (rumah dan taman). Diazinon adalah insektisida nonsistemik yang diaplikasikan pada buah-buahan, tanaman hortikultura, kentang,
padi, tebu, tembakau dan lain-lain. Sifat fisik dan kimia diazinon disajikan pada
Tabel 3. Diazinon merupakan senyawa organofosfat yang relatif tidak persisten di
dalam tanah. Diazinon yang diaplikasikan akan hilang dari tanah melalui
degradasi secara kimiawi dan biologi. Sekitar 46 % dari diazinon yang
ditambahkan ke tanah akan hilang dalam 2 minggu. Jika diazinon dilepaskan ke

9

dalam tanah, tidak akan terikat secara kuat dengan tanah dan diharapkan akan
menunjukkan mobilitas yang cukup (Tomlin 1997).
Hidrolisis menjadi lebih lambat pada pH > 6, tetapi cukup signifikan di
tanah. Produk utama dari hidrolisis adalah 2-isopropyl-4-methyl-6-hydroxy
pyrimidine. Namun, jika tidak cukup air pada kondisi asam, tetraetil dithio- and
thiopirofosfat diproduksi, keduanya lebih toksik dari diazinon. Biodegradasi
diharapkan menjadi proses utama menghilangnya diazinon dengan waktu paruh <
1.2 dan 5 minggu pada tanah yang tidak steril sedangkan pada tanah yang steril
waktu paruh adalah 6, 6.5, dan 12.5 minggu. Secara keseluruhan, persistensi di
dalam tanah dalam rentang waktu 3-14 minggu. Fotolisis cukup signifikan pada
permukaan tanah, tetapi evaporasi dari permukaan tanah bukan merupakan
transport yang signifikan (Extoxnet 1996)
Tabel 3 Karakteristik fisika-kimia diazinon (Tomlin 1997)
Parameter
Rumus bangun

Kondisi dan Nilai

Nama IUPAC

[O,O-diethyl-O-(2-isopropyl-6-methyl4-pyrimidinyl)phosphorothioate]
Diazinon , Spectracide,Basudin
C12H21N2O3PS
304.36 mol/g
Tak bewarna
83-84oC
8.25 x 10-5 mm Hg (25oC)
1.09.E-7 atm m3/mol (25oC)
40 mg/L (25°C)
3.81
2.28
Hidrolisis meningkat pada pH>6

Nama Dagang
Rumus molekul
Berat Molekul
Fasa
Titik didih
Tekanan Uap
Konstanta Henry, KH
Kelarutan dalam air
Kow
Koc
Stabilitas

Residu Klorpirifos
Sungkawa (2008) melaporkan bahwa insektisida golongan organofosfat
merupakan salah satu jenis insektisida yang paling umum digunakan oleh petani
bawang merah di Kabupaten Brebes dengan frekuensi aplikasi 5-30 kali per
musim tanam (± 60 hari). Penggunaan insektisida yang bersifat racun kronis
seperti organofosfat diramalkan menyebabkan perubahan keseimbangan populasi
hayati yang berakibat menurunnya keanekaragaman hayati (biodiversitas)
berbagai ekosistem. Beberapa penelitian tentang residu pestisida pada sayuran
didapatkan residu insektisida golongan organofosfat dengan kandungan
profenofos dan klorpirifos pada bawang merah 0.565–1.167 mg/Kg, cabe merah
0.024–1.713 mg/Kg dan pada kentang 0.125–4.333 mg/Kg. Sedangkan
berdasarkan batas maksimum residu (BMR) untuk pestisida klorpirifos dan
profenofos yaitu sebesar 0.1 mg/Kg (Afriyanto 2008). Hasil analisis residu
pestisida pada kubis menunjukkan bahwa bahan aktif endosulfan dominan

10

ditemukan pada sampel kubis baik yang berasal dari Malang maupun Cianjur,
dengan kandungan residu pestisida tertinggi 7.4 ppb yang dianalisis dari sampel
yang diambil dari petani di Cianjur. Residu lain yang terdeteksi antara lain
pestisida yang mengandung bahan aktif klorpirifos, metidation, malation, dan
karbaril (Munarso et al. 2009)
Penggunaan pestisida terutama jenis organofosfat yang intensif di bidang
pertanian telah meninggalkan residu pestisida pada tanaman dan menjadi masalah
baik terhadap lingkungan maupun manusia. Syahbirin (2001) menjelaskan ada
tiga jenis organofosfat yang sering digunakan dalam sayuran maupun buahbuahan yaitu diazinon, dimetoat dan klorpirifos.

Degradasi Klorpirifos
Degradasi insektisida merupakan penurunan konsentrasi insektisida di
alam, karena sebagian atau seluruh senyawa insektisida tersebut mengalami
perubahan struktur kimia dari bentuk asal menjadi metabolitnya. Degradasi terjadi
melalui beberapa proses, yaitu:
1. Hidrolisis terjadi jika insektisida bereaksi dengan air (H2O) membentuk
senyawa metabolitnya.
2. Fotodegradasi merupakan perubahan komposisi senyawa insektisida karena
terkena cahaya matahari.
3. Biodegradasi merupakan penguraian senyawa insektisida di alam karena
proses biologi. Biodegradasi terjadi karena ada aktivitas mikroorganisme.
4. Volatilisasi merupakan proses penguapan insektisida dari fase padat atau cair
ke fasa gas. Kemampuan volatilisasi insektisida tergantung pada titik
didihnya.
Proses utama dalam degradasi klorpirifos adalah metabolisme aerobik dan
anaerobik. Hidrolisis, fotolisis, dan volatilisasi tidak terlihat menjadi proses utama
dalam degradasi klorpirifos. Hasil utama degradasi klorpirifos adalah 3,5,6trichloro 2-pyridinol (TCP), yang lebih lanjut akan terurai menjadi senyawa asam
organik dan karbon dioksida. Klorpirifos terserap (terabsorpsi) secara kuat
kedalam tanah dan tidak bisa langsung terlepas.Karena sifat alami klorpirifos yang
non polar, klorpirifos memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan di alam
memiliki kecendrungan untuk membagi fasa dari fasa aqueous menjadi fasa
organik (WHO 2004). Secara khusus, proses degradasi klorpirifos di alam terjadi
melalui reaksi hidrolisis, fotolisis, dan aktivitas mikroorganisme. Penjelasan
proses tersebut adalah sebagai berikut:
a. Hidrolisis klorpirifos dalam larutan pada kondisi netral, asam dan basa
memiliki waktu paruh masing-masing sekitar 72, 73, dan 16 hari. Produk utama
degradasi klorpirifos adalah TCP dan O-ethyl O-(3,5,6-trichloro-2-pyridinol)
phosphorothioate, dengan persentase masing-masing lebih dari 48 dan 13%
dari total aplikasi. TCP dan O-ethyl O-(3,5,6-trichloro-2-pyridinol)
phosphorothioate bersifat resisten terhadap proses hidrolisis.
b. Fotodegradasi tidak menjadi proses utama degradsi klorpirifos di tanah, karena
waktu paruh dengan cahaya matahari sama dengan waktu paruh tanpa cahaya
matahari. Produk utama degradasi klorpirifos di tanah adalah TCP.

11

Fotodegradasi TCP di tanah berlangsung cepat, 50% TCP terdegradasi dalam 8
jam setelah aplikasi.
c. Klorpirifos didegradasi oleh mikroorganisme aerobik dalam tanah berpasir
dengan waktu paruh 180 hari.

Mikrob Pendegradasi
Mikrob tanah seperti jamur, bakteri, aktinomisetes, dan protozoa
merupakan komponen yang sangat penting dalam ekosistem tanah karena mikrob
tersebut memiliki peran utama dalam siklus nutrisi, mempertahankan struktur
tanah, dan juga mengatur pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme.
Aktivitas dan populasi mikrob sekitar perakaran tanaman biasanya lebih dinamis,
hal ini disebabkan adanya molekul organic seperti gula dan asam organik yang
dilakukan oleh akar atau produk regenerasi dari akar yang dapat dimanfaatkan
oleh mikroorganisme tanah. Mikrob tanah memiliki fungsi penting, seperti
peningkatan penyerapan nutrisi, sebagai kontrol biologi terhadap serangan
pathogen, penghasil hormone tumbuh dan mendegradasi senyawa rekalsitran atau
bahan pencemar seperti pestisida dan logam berat (Pelczar dan Chan 1986).
Tabel 4 Isolat mikrob pendegradasi insektisida organfosfat.
Insektisida
Klorpirifos

Mikroorganisme
Bakteria
Eterobacter sp
Flavobacterium sp ATCC27551
Pseudomanas diminuta
Micrococus sp
Fungi
Phanerochaete chrysosporium
Aspergilus sp
Trickoderma harzianum
Penicilum brevicompactum
Diazinon
Bakteria
Flavobacterium sp.
Pseudomonas sp.
Arthrobacter sp
Sumber: Singh dan Walker (2006)

Model degradasi
Catabolic (C, P)
Co-metabolik
Co-metabolik
Co-metabolik
Catabolic (C)
Catabolic (P)
Catabolic (P)
Catabolic (P)
Catabolic (P)
Co-metabolic
Co-metabolic

12

Gambar 3 Degradasi klorpirifos oleh mikroorganisme (Serdar et al.1982)
mudah untuk didegradasi lebih lanjut, degradasi ini akan dimulai dari tingkat
ekstraseluler ke tingkat intraselular (Singer dan Chron 2002).

13

Hasil penelitian pada tanah sayuran di Magelang menunjukkan telah
ditemukan beberapajenis mikrob dengan populasi tinggi, yaitu kelimpahan
Bacillus sp, Citrobacter sp, Azospirillum sp dan Pseudomonas sp yang berpotensi
sebagai pendegradasi residu insektisida Pops (Ardiwinata dan Harsanti 2014).
Kemampuan mikrob konsorsia dalam menurunkan konsentrasi residu insektisida
POPs saat 20 hari setelah pembuatan kultur adalah 94.56-99.55% pada
konsentrasi 5 mg/Kg POPs, 91.14-99.66 pada konsentrasi 10 mg/Kg POPs, 91.0699.55% pada konsentrasi 20 mg/Kg POPs (Ardiwinata dan Harsanti 2014).
Proses degradasi klorpirifos pada tanah asam berjalan sangat lambat, tetapi proses
degradasi akan berjalan dengan cepat bila terjadi peningkatan pH tanah.
Klorpirifos telah dilaporkan mengalami degradasi co-metabolisme dalam media
cair oleh Flavobacterium sp. dan Pseudomonas sp (Serdar et al.1982). Mikrob
Enterobacter sp. yang didapat dari hasil isolasi pada tanah di Australia dapat
menunjukkan peningkatan degradasi klorpirifos. Bakteri ini mendegradasi
klorpirifos ke DETP dan TCP dan menggunakan DETP sebagai sumber karbon
dan fosfor. Studi metabolisme dan identifikasi lebih lanjut yang mengandung
produk fosfor seperti klorpirifos, proses degadasi meliputi proses hidrolisis yang
menghasilkan monoester dan dengan hasil akhir fosfat anorganik (Gambar 3).

14

3 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di laboratorium mikrobiologi Balai Besar
Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor, untuk isolasi,
furifikasi dan identifikasi bakteri. Karakterisasi tanah dilakukan di Balai
Penelitian Tanah Bogor. Seleksi pertumbuhan dan kemampuan degradasi bakteri
dilakukan di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Balai Penelitian
Lingkungan Pertanian, Laladon Bogor. Waktu pelaksanaan mulai bulan
September 2014 hingga Oktober 2015.

Bahan dan Alat
Bahan penelitian meliputi contoh tanah yang diambil di lahan sayuran
kubis di Kecamatan Cisarua, Pacet dan Lembang, Jawa Barat. Media untuk isolasi
dan identifikasi mikrob menggunakan media Nutrient Agar (NA) dan Nutrient
Broth (NB)), bahan kimia untuk analisis residu insektisida klorpirifos, terdiri dari
: aseton p.a, n-heksan p.a, natrium sulfat anhidrat, kalium hidroksida, cellite 545,
standar insektisida klorpirifos 99.5% dan Diazinon 99.5%.
Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah terdiri dari
Skop tanah, Global Positioning system (GPS), plastik contoh, alkohol, bak plastik,
alat semprot kecil, label. Alat yang digunakan untuk Uji karakterisasi fisika dan
kimia tanah meliputi pH meter, Kjeldahl, Oven, spectrophotometer. Alat yang
digunakan untuk isolasi, karakterisasi dan molekuler bakteri meliputi laminar air
flow (LAF), sentrifuge, vortex, cawan petri, autoklaf, electroforesis, Polimer
Chain Reaction (PCR), mikropipet, freezer, inkubator. Alat untuk identifikasi
residu insektisida klorpirifos dan diazinon terdiri dari kromatografi gas Varian
450 GC yang dilengkapi dengan detektor termionik specific detector (TSD),
Sheker, penguap vakum berputar (evaporator-Buchi R-114).

Metode Penelitian
Penelitian terdiri atas 5 bagian, yaitu (i) tahap pengambilan contoh tanah,
analisis sifat fisik kimia tanah, dan Penggunaan Insektisida oleh Petani, (ii)
validasi metode analisis dan identifikasi residu insektisida klorpirifos dan
diazinon, (iii) Eksplorasi bakteri pendegradasi insektisida klorpirifos yang
meliputi : isolasi dan pemurnian bakteri pendegradasi insektisida klorpirifos,
identifikasi bakteri secara molecular, uji hemolysis. (iv) Penurunan insektisida
klorpirifos pada media NB dan media tanah, (v) Analisis data.

15

(i)

Pengambilan Contoh Tanah, Analisis Sifat Fisik Kimia Tanah, dan
Penggunaan Insektisida oleh Petani

Contoh tanah diambil dari tiga kecamatan di Jawa Barat, yaitu Cisarua,
Pacet dan Lembang. Setiap kecamatan tersebut diambil empat desa. Setiap lokasi
sampling dilakukan pengambilan sebanyak lima titik sampling. Koordinat
masing-masing titik sampling ditentukan dengan menggunakan alat GPS.
Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan skop tanah, setiap titik
sampling diambil sebanyak ± 500 g. Pengambilan dilakukan di sekitar perakaran
tanaman.Tanah hasil sampling dari tiap-tiap titik tersebut kemudian dikomposit
dan diambil sebanyak 1 Kg yang kemudian ditempatkan dalam kantung plastik
(Saraswati et al. 2007).
Tabel 5 Lokasi pengambilan contoh tanah
No

Lokasi

Kode
lokasi

Titik koordinat

1

Cidokom 5 Ds. Kopo Kec. Cisarua

C1

S 06o40’08,7”

E 106o54’37,5”

2

Cidokom Wates Ds. Kopo Kec. Cisarua

C2

S 06o40’53,2”

E 106o55’11,5”

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Citeko Ds. Citeko Kec. Cisarua

C3
C4
P1
P2
P2
P4
P5
L1
L2
L3
L4

S 06o41’28,6”
S 06o42’53,7”
S 06o42’49.0”
S 06o44’19,1”
S 06o45’06,5”
S 06o46’02,5”
S 06o46’03.6”
S 06o49'10.0"
S 06o48'51.0"
S 06o49'17.0"
S 06o49'48.0"

E 106o55’43.0”
E 106o56’41.5”
E 107o00’10.9”
E 107o01’44,0”
E 107o02’46.5”
E 107o03’23.6”
E 107o02’58.2”
E 107o41'35.0"
E 107o41'33.0"
E 107o42'35.0"
E 107o42'35.0"

Joglo Ds. Cibeureum Kec. Cisarua
Desa Ciloto kecamatan Pacet
Golendang Ds. Sukatani Kec. Pacet
Ds. Cipendawa Kec. Pacet
Ds Ciherang Kecamatan Pacet
Ds. Ciputri Pasir Sarongge Kec. Pacet
Gandok Ds. Sunten Jaya Kec. Lembang
Cipanengah Ds. Cibodas Kec. Lembang
Angling Ds. Santen Jaya Kec. Lembang
Asrama Desa Sunten Kec. Lembang

Informasi penggunaan insektisida oleh petani di tempat pengambilan
contoh, dilakukan dengan bertanya langsung kepada petani yang berada di sekitar
kebun sayuran. Pertanyaan terdiri dari nama petani, lama melakukan usaha tani
sayuran, jenis tanaman yang ditanam, jenis insektisida yang digunakan, dosis
yang digunakan dari masing-masing insektisida, interval penggunaan pestisida
sampai panen.
Tanah hasil sampling dianalis sifat fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah
meliputi tekstur tanah dengan metode pipet, sifat kimia tanah meliputi pH, kadar
air, C-organik metode Walkley & Black, dan N total metode Kjeldahl (Balit
Tanah 2005).
(ii)

Validasi Metode Analisis dan Identifiksi Residu Insektisida
Klorpirifos dan Diazinon

Validasi terhadap suatu metode analisa menjadi faktor penting dalam suatu
pengukuran analisis. Metode analisa yang telah dibuktikan validitas hasil

16

pengukuran, bisa dipertanggung-jawabkan dan dipergunakan sebagai landasan
dalam perhitungan berikutnya. Beberapa parameter dalam melakukan validasi
tersebut meliputi linieritas, selektivitas, ketelitian, ketepatan, limit of detection dan
limit of quantification. Parameter linieritas menggambarkan hubungan yang linier
antara konsentrasi dan serapan sehingga persamaan yang diperoleh dapat
dipergunakan untuk menghitung konsentrasi zat aktif dalam sampel. Parameter
selektivitas menggambarkan kemampuan metode analisa untuk memisahkan zat
aktif dari komponen lainnya. Ketelitian analisa menggambarkan kedekatan hasil
uji dalam beberapa kali pengulangan, ketepatan menggambarkan kedekatan hasil
uji dengan nilai yang sesungguhnya. Limit of detection menggambarkan jumlah
minimal yang mampu dideteksi oleh metode analisa, dan limit of quantification
menggambarkan jumlah minimal yang mampu dideteksi oleh metode analisa yang
dapat dipertanggung-jawabkan secara kuantitatif (Snyder et al. 1997; Miller dan
Crowther 2000).
Analisis residu insektisida klorpirifos dan diazinon pada media NB, 50 ml
media hasil uji dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian ditambahkan nHeksan sebanyak 50 mL lalu dikocok selama 1-2 menit. Setelah dikocok,
didiamkan beberapa saat sampai terjadi pemisahan. Hasil ekstrak ditampung
dalam labu bundar, proses ekstraksi dengan penambahan n-Heksan dilakuan
sebanyak dua kali. Hasil ekstrak yang ditampung kemudian dipekatkan dengan
menggunakan rotary evavorator. Pemekatan dilakukan sampai volume sampel
mendekati 1 mL. Setelah dilakukan pemekatan, labu bundar kemudian dibilas
dengan menggunakan aseton sebanyak 10 mL, hasil bilasan lalu ditampung dalam
tabung uji. Analisis pada contoh tanah dilakukan dengan mengekstrak 25 g tanah,
tanah. Tanah dimasukkan ke dalam labu bundar 250 mL, kemudian ditambahkan
aseton sebanyak 100 mL. Tanah yang sudah ditambah aseton dikocok dengan
menggunakan sheker vertical selama 30 menit. Hasil ekstrak didiamkan beberapa
saat sampai terjadi pengendapan. Larutan ekstrak ditampung dalam labu bundar
dan dipekatkan menggunakan rotary evavorator sampai volume sampel
mendekati 1 mL. Setelah dilakukan pemekatan, labu bundar kemudian dibilas
dengan menggunakan aseton sebanyak 10 mL, hasil bilasan lalu ditampung
dalam tabung uji. Pengukuran konsentrasi insektisida klorpirifos dan diazinon
dilakukan dengan menyuntikkan 2 µ L hasil ekstrak kealat gas kromatografi (GC).
Konsentrasi residu klorpirifos dan diazinon dihitung dengan cara membandingkan
tinggi puncak kromatogram contoh dan tinggi puncak kromatogram standar,
kemudian dimasukkan dalam persamaan (Komisi Pestisida 1997).
Konsentrasi Residu :
Keterangan :
R
= Residu (ppm)
Ac = Area Contoh (µV.min)
As = Area Standar (µV.min)
Ks = Konsentrasi Standar (mg/g)
Vc = Volumet Contoh (mL)
Fc = Faktor Pengenceran (mL)

17

(iii)

Eksplorasi Bakteri Pendegradasi Insektisida Klorpirifos

Isolasi dan Pemurnian Bakteri Pendegradasi Insektisida Klorpirifos
Isolasi bakteri pendegradasi klorpirifos dilakukan dengan cara membiakan
bakteri tanah tersebut ke dalam media Nutrient Broth (NB). Sebanyak 10 g tanah
yang telah disaring disaring menggunakan saringan halus 90 mesh untuk
membersihkan dari sisa tanaman dan batuan disaring, tanah tersebut dimasukkan
ke dalam elenmayer 250 mL yang berisi 90 mL aquades steril kemudian inkubasi
pada suhu ruang selama 3 jam dalam rotary sheker dengan kecepartan sekitar 150
rpm. Setelah proses inkubasi selesai elenmeyer tersebut diambil dan dibiarkan
sampai tanahnya mengendap. Suspensi yang mengandung mikroorganisme
kemudian dibiakan kembali dalam media NB dan 0.5 NB yang telah diperkaya
dengan insektisida klorpirifos dengan konsentrasi 100 mg/L, media tersebut
kemudian kemudian diinkubasi selama dua hari dalam rotary sheker dengan
kecepartan sekitar 150 rpm (Prescott 2002).
Pemurnian dilakukan menggunakan metode streak plate dengan media
Nutrient Agar (NA), mikrob hasil isolasi pada media NB yang diperkaya
klorpirifos kemudian di gores di media NA lalu diinkubasi selama ± 72 jam,
setelah tumbuh koloni tersebut dikulturkan kembali di media NA sampai didapat
kultur mikrob yang murni (Laili dan Imanudin 2011).
Identifikasi Secara Molekuler
Identifikasi bakteri diawali dengan mengkulturkan bakteri pada media NB
sebanyak 10 mL selama 3 hari. Isolasi Deoksiribo Nucleic Acid (DNA) genom
bakteri dilakukan dengan menggunakan metode Sodium Dodecyl Sulfate (SDS).
Pemisahkan kultur yang telah ditumbuhkan dari larutan dengan cara disentrifusi
dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Pellet dicuci dengan menggunakan
buffer Tris-HCl Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA)-TE sebanyak 1 mL
sampai membentuk suspensi kemudian disentrifusi kembali. Supernatan dibuang
dan pellet ditambah 200 �L buffer TE dan ditambahkan Sodium Dodecyl Sulfate
(SDS) 10% sebanyak 40 �L dan diinkubasi dalam waterbath pada suhu 650C
selama 90 menit. Suspensi didinginkan pada suhu ruang kemudian ditambahkan
proteinase-K sebanyak 10 mg/mL. Suspensi DNA disimpan dalam inkubator pada
suhu 3 70C selama 4 jam, kemudian ditambahkan fenol dan kloroform sebanyak
120 �L sampai terbentuk emulsi. Larutan DNA dihomogenkan dengan cara
membolak balikan tabung eppendorf 2 mL yang berisi DNA, kemudian
disentrifusi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Suspensi yang
mengandung DNA dipipet dan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf 2 mL
yang baru dan dipresipitasi dengan menggunakan etanol 100 �L. Pellet DNA hasil
presipitasi ditambah dengan 40 �L aqua bides steril dan dijadikan sebagai stok
DNA.
Pengecekan DNA total dilakukan melalui elektroforesis gel agarose. Gel
yang digunakan adalah 0,8 g agarose dilarutkan dalam 100 mL Tris Acetic
NaEDTA (TAE) 0,5 kali. Elektroforesis dilakukan diawali mengisi tangki
elektroforesis dengan buffer TAE 0,5 kali. Gel agarose yang sudah dicetak
diamsukan ke dalam tangki yang berisi buffer TAE sampai gel agarose terendam.
DNA total yang digunakan sebanyak 2 �L dicampurkan dengan 3�L loading
buffer. Campuran DNA dengan loading buffer dimasukan ke dalam sumur gel

18

agarose dan dielektroforesis. Gel hasil elektroforesis diwarnai dengan cara
direndam dalam larutan Etidium bromide (EtBr) selama 10 menit dan dibilas
dengan menggunakan aquades selama 5 menit. Gel agarose didokumentasikan
dengan menggunakan kamera digital pada penyinaran ultra violet (UV)
transiluminator.
Proses Polymerase Chain Reaction (PCR) diawali dengan membuat
komposisi PCR dengan volume total sebanyak 75 �L yang terdiri dari, 7,5 �L
buffer PCR; 2,25 �L mM deoksinukleosida trifosfat (dNTP); 1,5 �L 10 mM
MgSO4; 10 �L primer 165F; 10 �L primer 165R; 1 �L template DNA; 1�L taq
DNA polymerase dan 60,25 �L aquabides steril. Tahapan PCR dilakukan
sebanyak 3 siklus yang terdiri dari (1) pra denaturasi pada suhu 940C selama 30
detik, (2) annealing pada suhu 500C selama 30 detik, (3) polimerisasi (extention)
pada suhu 700C selama 2 menit, (4) siklus akhir polimerisasi (post extention)
selama 7 menit, dan (5) pendinginan pada suhu 40C. Hasil PCR divisualisasi
dengan menggunakan gel agarose 1% yang dielektroforesis dalam larutan 0,5
buffer TAE (Laemmli 1970). Produk PCR dilakukan analisis sekuensing dengan
menggunakan alat DNA Sequencer. Sekuensing DNA template menggunakan
metode kit sekuensing. Hasil sekuensing dibandingkan dengan data dari Gene
Bank National Center for Biotechnology Information (NCBI) melalui tahapan
Basis
Local
Alignment
Search
Tool
(BLAST)
pada
situs
http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi.
Uji Hemolisis
Media blood agar digunakan untuk mengetahui bakteri yang memiliki