Studi Keberhasilan Software Quickmark Dalam Mendeteksi Qrcode Pada Objek Bergerak

(1)

iii

ABSTRAK

Persoalan pemilihan objek atau barang dalam pengaplikasiannya di bandara atau industri berdasarkan informasi menjadi bagian penting demi efisiensi dan efektifitas proses yang lebih baik. Kesalahan deteksi informasi mengakibatkan terlambatnya siklus kerja sebuah sistem. QRCode menjadi sebuah solusi tepat dalam pengenalan suatu objek.

Penulis melakukan pengujian keberhasilan deteksi informasi objek mengunakan QRCode pada objek bergerak di conveyor, dimana kecepatan maksimum benda menjadi sebuah parameter uji dalam memperoleh informasi, selain faktor kecepatan yang mempengaruhi pembacaan QRCode pada objek yang bergerak, faktor intensitas cahaya dan jarak ikut mempengaruhi keberhasilan pembacaan QRCode.

Dari pengujian yang telah dilakukan dengan konfigurasi kecepatan objek, intensitas cahaya dan jarak kamera terhadap QRCode untuk mendapatkan persentase keberhasilan 100%, terdapat pada kecepatan maksimum rata-rata objek di conveyor 5.042 cm/detik pada jarak 6 cm dengan intensitas cahaya 450 sampai dengan 550 LUX, pada jarak 7 cm dengan intensitas cahaya 300 sampai dengan 550 LUX dan pada jarak 8 cm dengan intensitas cahaya 450 sampai dengan 550 LUX. Titik aman pembacaan QRCode pada objek bergerak di conveyor untuk kapasitas data QRCode dengan versi data 3, tipe data alphanumerik, tingkat koreksi error Q dan scale 4 adalah kecepatan maksimum rata-rata objek di conveyor 5.042 cm/detik dengan jarak 7 cm dan intensitas cahaya 450 LUX.


(2)

iv

ABSTRACT

The objects or goods selection issue that’s being applied at the airport or the industry based on information Technology becomes an important part in the matters of efficiency and more effective process. False information detection will result in a work cycle system delays. QRCode becomes an appropriate solution of an object recognition.

The author tested the success of object detection using a QRCode on moving objects in the conveyor, where the maximum speed of the object became a test parameter in obtaining the information, beside speed factors that affect the readings of QRCode on a moving object, the light intensity and distance factors were also influence the success of the reading of QRCode.

From the testing that has been done with the configuration of the object velocity, light intensity and distance of the camera to the QRCode to obtain the percentage of 100% success, is at the maximum average speed of an object on the conveyor 5042 cm / sec at a distance of 6 cm with light intensity up to 550 LUX 450 , at a distance of 7 cm with light intensity up to 550 300 Lux and at a distance of 8 cm with a light intensity of 450 to 550 LUX. QRCode safe point readings on objects moving on the conveyor to the data capacity QRCode with version 3 data, alphanumeric data types, the level of error correction and scale Q 4 is the maximum average speed of an object on the conveyor 5042 cm / sec with a distance of 7 cm and the light intensity of 450 LUX.


(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses loading dan unloading barang merupakan salah satu aktivitas penting dalam sistem kerja terhadap suatu bandara. Fungsi utama dari aktivitas loading dan unloading ini adalah melakukan kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang-barang muatan dari dan atau ke dalam kompartemen setiap pesawat yang ditangani di bandara. Kesalahan deteksi informasi tujuan yang ditempatkan pada objek atau barang mengakibatkan terjadinya salah kirim, salah satu solusinya menggunakan QRCode.

Pada tugas akhir ini penulis mencoba menguji keberhasilan deteksi informasi objek mengunakan QRCode pada objek bergerak di conveyor, dimana kecepatan maksimum benda menjadi sebuah parameter uji dalam memperoleh informasi.

1.2 Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah mengetahui konfigurasi kecepatan conveyor, intensitas cahaya dan jarak kamera terhadap QRCode untuk mendeteksi QRCode pada objek bergerak dengan kecepatan tertentu.

1.3 Batasan Masalah

Batasan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Pemindai berupa kamera untuk mendeteksi QRCode yang berada pada bagian sisi atas objek

2. Berat objek tidak di perhitungkan.


(4)

2 4. Spesifikasi QRCode kapasitas data yang umum gunakan dimedia cetak seperti koran atau majalah adalah versi data 3, Tipe data Alphanumerik, Tingkat koreksi error Q dan scale 4.

5. Software scanner QRCode menggunakan software QuickMark.

1.4 Metodologi Penelitian

Pada perancangan yang akan dibuat, dilakukan beberapa tahapan, yaitu : 1. Tinjuan pustaka.

Mempelajari buku, artikel, dan situs yang terkait dengan QR Code, mikrokontroler dan conveyor.

2. Perancangan

Perancangan yang dilakukan antara lain perancangan mekanik conveyor, perancangan elektronik dan perancangan perangkat lunak pendeteksi kecepatan.

3. Uji Coba Sistem

Pengujian dilakukan dengan menjalankan aplikasi scaner QRCode dan mengkonfigurasi kecepatan conveyor, intensitas cahaya dan jarak kamera terhadap QRCode.

1.5 Sistematika Penelitian

Penulisan tugas akhir ini terdiri dari lima bab, diantaranya sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan

Mencakup latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. Landasan Teori

Mengemukakan dan menjelaskan dasar-dasar teori tentang topik yang akan dibahas berdasarkan studi literatur dan percobaan yang dilakukan.


(5)

3 BAB III. Perancangan Sistem

Mengemukakan tentang perancangan sistem, membahas tentang perangkat mekanik dan perangkat ektronik, sehingga menjadi sebuah sistem yang dapat bekerja dengan baik.

BAB IV. Analisa Data

Berisi analisa pengujian dilakukan dengan menjalankan aplikasi scaner QRCode dan mengkonfigurasi kecepatan conveyor, intensitas cahaya dan jarak kamera terhadap QRCode.

BAB V. Simpulan dan Saran

Berisi simpulan berdasarkan penelitian dan saran yang diajukan oleh penulis.


(6)

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Barcode Batang dan Barcode Dua Dimensi

Penerapan informasi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada produk makanan, obat-obatan, tiket pesawat, kartu tanda penduduk bahkan kartu tanda mahasiswa pun dapat ditemukan barcode, selaian itu juga barcode juga sering di manfatkan untuk proses pemeriksaan barang-barang secara otomatis pada pasar-pasar swalayan.[10]

Pada dasarnya barcode terdiri atas susunan garis vertical hitam (bar) dan putih (spasi) dengan ketebalan yang berbeda-beda. Kode batang juga dapat digambarkan dengan angka 1 untuk melambangkan garis hitam dan 0 untuk garis putih. Misalnya 0011001 mepresentasikan spasi-spasi-garis-garis-spasi-spasi-garis. Garis-garis ini digambarkan berderet secara horizontal dan merupakan representasi karakter-karakter alpha-numerik (alphabet dan numerik), untuk membantu pembacaan barcode secara manual, biasanya dicantumkan juga angka-angka atau huruf-huruf di bawah kode baris tersebut.

Barcode pertama kali diperkenalkan oleh dua orang mahasiswa Drexel Institute of Technology Bernard Silver dan Norman Joseph Woodland di tahun 1948. Mereka mempatenkan inovasi tersebut pada tahun 1949 dan permohonan tersebut dikabulkan pada tahun 1952, tapi baru pada tahun 1996, penemuan mereka digunakan dalam dunia komersial, pada kenyataannya penggunaannya tidak begitu sukses hingga pasca 1980an. Kode batang dapat dibaca oleh pemindai optik yang disebut pembaca kode batang atau barcode reader. Beberapa contoh dari barcode satu dimensi adalah sebagai berikut:

 Code 39 / 3 of 9  Code 128  Dan lain-lain

Bersamaan dengan pesatnya penggunaan barcode, kini barcode tidak hanya bisa mewakili karakter angka saja tapi sudah meliputi seluruh kode ASCII.


(7)

5 Kebutuhan akan kombinasi kode yang lebih rumit itulah yang kemudian melahirkan inovasi baru berupa kode matriks dua dimensi (2D barcodes) yang berupa kombinasi kode matriks bujur sangkar. Menunjukkan perbedaan utama antara barcode satu dimensi dan barcode dua dimensi.

Gambar 2.1. Barcode Dua Dimensi dan Barcode Batang

Barcode dua dimensi adalah lebih baik daripada barcode satu dimensi dari segi kapasitas data. Barcode dua dimensi tidak seperti barcode satu dimensi yang perlu pemindai khusus atau scanner untuk menterjemahkan kode tersebut sedangkan barcode dua dimensi hanya membutuhkan kamera baik kamera ponsel maupun wabcam untuk memecahkan kode.

Barcode dua dimensi telah memberikan kemudahan kepada para pengguna baik dengan mentranfer informasi dengan kecepatan tinggi maupun dengan banyaknya kapasitas data. Maka dari itu banyak perusahaan – perusahaan yang beralaih menggunakan barcode dua dimensi, ada sekitar 40 lebih barcode dua dimensi yang telah ada. Berikut adalah beberapa contoh barcode dua dimensi yang sering digunakan.[8]

 PDF417  Data Matrix  QR Code  Dan lain-lain

2.2 QR Code

QR Code adalah suatu jenis kode matriks atau kode batang dua dimensi yang dikembangkan oleh Denso Wave, sebuah divisi Denso Corporation yang merupakan sebuah perusahaan Jepang dan dipublikasikan pada tahun 1994 dengan fungsionalitas utama yaitu dapat dengan mudah dibaca oleh pemindai. QR Code


(8)

6 merupakan singkatan dari quick response atau respons cepat, yang sesuai dengan tujuannya adalah untuk menyampaikan informasi dengan cepat dan mendapatkan respons yang cepat pula, berbeda dengan kode batang, yang hanya menyimpan informasi secara horizontal, QR Code mampu menyimpan informasi secara horizontal dan vertikal, oleh karena itu secara otomatis QR Code dapat menampung informasi yang lebih banyak daripada kode batang.[9]

Tabel 2.1. Kapasitas Data QR Code Tipe Data Maximun Karakter

Numerik 7.089

Alphanumerik 4.296

Biner 2.953

Kanji 1.817

Gambar 2.2. Contoh QR Code

Awalnya QR Code digunakan untuk pelacakan kendaraan bagian di manufaktur, namun kini QR Code digunakan dalam konteks yang lebih luas, termasuk aplikasi komersial dan kemudahan pelacakan aplikasi berorientasi yang ditujukan untuk pengguna telepon selular maupun PC. Di Jepang, penggunaan QR Code sangat populer, hampir semua jenis ponsel di Jepang bisa membaca QR Code sebab sebagian besar pengusaha disana telah memilih QR Code sebagai alat tambahan dalam program promosi produknya, baik yang bergerak dalam perdagangan maupun dalam bidang jasa. Pada umumnya QR Code digunakan untuk menanamkan informasi alamat situs suatu perusahaan. Di Indonesia, QR Code pertama kali diperkenalkan oleh KOMPAS. Dengan adanya QR Code pada koran harian di Indonesia ini, pembaca mampu mengakses berita melalui


(9)

7 ponselnya bahkan bisa memberi masukan atau opini ke reporter atau editor surat kabar tersebut.

Ada beberapa dokumen standar yang meliputi pengkodean fisik dari QR Code, yaitu :

 Oktober 1997 : Disetujui sebagai AIM Internasional (Automatic Identification Manufacturers International) standar (ISS - QR Code)

 Maret 1998 : Disetujui sebagai JEIDA (Japanese Electronic Industry Development Association) standar (JEIDA - 55)  Januari 1999 : Disetujui sebagai JIS JIS (Japanese Industrial

Standards) standar (JIS X 0510)

 June 2000 : Disetujui sebagai standar international (ISO / IEC18004).

 November 2004 : Micro QR Code Disetujui sebagai JIS (Japanese Industrial Standards) standar (JIS X 0510)

QR Code memiliki kapasitas tinggi dalam data pengkodean, yaitu mampu menyimpan semua jenis data, seperti data numerik, data alphanumerik, kode biner

dan kanji. Secara spesifik QR Code mampu menyimpan data jenis numerik sampai dengan 7.089 karakter, data alphanumerik sampai dengan 4.296 karakter, kode binari sampai dengan 2.844 byte, dan huruf kanji sampai dengan 1.817 karakter. Selain itu QR Code memiliki tampilan yang lebih kecil daripada kode batang. Hal ini dikarenakan QR Code mampu menampung data secara horizontal dan vertikal, oleh karena itu secara otomatis ukuran dari tampilannya gambar QR Code bisa hanya seperspuluh dari ukuran sebuah kode batang. Tidak hanya itu, QR Code juga tahan terhadap kerusakan, sebab QR Code mampu memperbaiki kesalahan sampai dengan 30% untuk Level H, lalu untuk Level Q sampai 25%, Level M sampai 15%, dan Level L sampai 7%. Oleh karena itu, walaupun sebagian simbol QR Code kotor ataupun rusak, data tetap dapat disimpan dan dibaca. Tiga tanda berbentuk persegi di tiga sudut memiliki fungsi agar simbol dapat dibaca dengan hasil yang sama dari sudut manapun sepanjang 360 derajat.

Pembuatan dan pembacaan QR Code selain dapat mengunakan perangkat lunak juga dapat ditelaah secara manual, pada bagian ini akan dipapar mengenain


(10)

8 pembacaan dan pembuat QR Code secara manual dengan tujuan agar dapat dimengerti dan dapar memahami teori QR Code tersebut, sebelum masuk ke proses decoder dan encoder akan lebih baik memahami versi dalam QR Code, yang dapat dilihat di gambar 2.3

Gambar 2.3. Versi QR Code

Versi dalam QR Code berkisar antara versi 1 (21 x 21 modul) sampai versi 40 (177 x 177 modul). Setiap versi dlam QR Code memiliki kapasitas data maksimum dengan jumlah data, jenis karakter, dan koreksi error masing-masing. Untuk lengkapnya dapat dilihat di tabel 2.2.

Tabel 2.2. Versi QR Code Versi Modul Lavel

Koreksi Error Data bit Numerik Alfanumerik Biner Kanji

1 21 X 21

L 125 41 25 17 10

M 128 34 20 14 8

Q 104 27 16 11 7

H 72 17 10 7 4

2 25 X 25

L 272 77 47 32 20

M 224 63 38 26 16

Q 176 48 29 20 12

H 128 34 20 14 8

: : : : : : : :

Dari tabel kita dapat dilihat batas kapasitas data, dan dapat membandingkan nilai kapasitas tersebut dengan data yang akan dikodekan. Kebanyakan aplikasi


(11)

9 decoding dan encoding secara otomatis akan memodifikasi versi dengan melihat dalam batas jumlah data yang akan dikodekan.

2.2.1 Decoder

Decoder adalah proses pembacaaan QR Code, ada beberapa bagian yang dapat dilihat secara manual yang dapat dilihat di gambar 2.4

Gambar 2.4. Lokasi Area QR Code

 Finder pattern

Finder pattern untuk membantu mendeteksi area simbol QR Code dalam aplikasi decoder. Simbol ini memiliki beberapa sudut menurun yang mampu rotasi 360 derajat melalui pola finder di sudut-sudut.

 Alignment pattern

Alignment pattern sebagai pembantu atau penyeimbang pola finder. Finder pattern dan Alignment pattern adalah bagian paling penting untuk menemukan simbol. Satu-satunya perbedaan antara versi QR Code adalah bahwa Alignment pattern selalu ada di versi 1 tidak mengunakan alignment pattern, untuk versi 2 sampai versi 6 hanya satu alignment pattern, dan untuk versi 7 sampai versi 40 menggunakan lebih dari satu alignment pattern.

 Timing Pattern

Pola ini digunakan untuk membantu menentukan koordinat modul simbol dalam aplikasi QR Code decoder.


(12)

10  Quiet Zone

Bagian ini adalah ruang kosong ditempatkan di sekitar simbol QR Code dan digunakan untuk meningkatkan pola finder untuk terdeteksi dengan cepat.

 Format Area

Bagian ini menyimpan beberapa informasi tentang simbol QR Code, seperti versi, tipe data, dan sebagainya.

 Data Area

Daerah ini adalah bagian paling penting dari QR Code karena bagian ini lokasi data yang dikodekan.

2.2.2 Encoder

Proses encoder adalah proses dimana input data text sampai menjadi QR Code dengan tahapan-tahapannya, sebelum masuk ke tahapan-tahapan user harus menentukan tipe data, versi data dan tingkat koreksi error yang akan dibuat menjadi QR Code.

2.2.2.1 Menentukan Kapasitas Data

Menentukan kapasitas data adalah proses awal sebelum proses pembuatan QR Code, untuk lebih memahaminya penulis memasukan contoh data yang di buat menjadi QR Code. Contoh: ABCD123

a. Tipe data.

Tipe data dalam QR Code sebagai berikut:  Numerik

 Alfanumerik  Biner

 Kanji b. Versi data.

Versi data dalam QR Code telah dipaparkan dalam pembahasan dan tabel sebelumnya.


(13)

11 Kapasitas data dalam QR Code cukup banyak, tetapi terkadang hasil cetakan dari QR Code mengalami kerusakan yang di akibatkan atau kotor. Data di dalamnya dapat dipulihkan dalam kisaran tertentu dengan kemampuan koreksi kesalahan yang bahkan jika simbol sebagian hilang. Pada tabel 2.3 dibawah ini, terdapat empat tingkat koreksi kesalahan dan QR Code dapat memulihkan QR Code.

Tabel 2.3. Pemulihan Koreksi Error

Level L 7% dari kode yang hilang dapat dikembalikan Level M 15% dari kode yang hilang dapat dikembalikan

Level Q 25% dari kode yang hilang dapat dikembalikan Level H 30% dari kode yang hilang dapat dikembalikan

2.2.2.2 Pengkodean Data

Dalam proses pengkodean QR Code, Dari contoh di atas mendapatkan informasi data sebagai berikut:

Tabel 2.4. Contoh QR Code Informasi Data Isi

Data ABCDE123

Tipe data Alfanumerik

Version 1

Tingkat Kesalahan H (30%)

a. Mode indicator.

Pertama mode indikator dibuat dengan menambahkan 4 bit bilangan biner dengan ketentuan sebagai berikut:

 Numerik : 0001  Alfanumerik: 0010  Biner : 0100  Kanji : 1000


(14)

12 b. Menghitung karakter indicator.

Pertama harus mengihung jumlah karakter yang akan di kodekan lalu karakter indicator dengan ketentuan sebagai berikut

 Numerik : 10 bit  Alphanumerik : 9 bit

 Biner : 8 bit

 Kanji : 8 bit 0010 000001000

c. Mengkodekan data ke dalam biner

Dalam mengkodekan data teks ke biner, pertama data tersebut di bagi dalam kelompok-kelompok per-2 karakter, setiap karakter masukan dicocokan pada tabel 2.5, untuk mendapatkan reperesentasi biner dari teks masukan, nilai karekter pertama dikalikan dengan “45” dan di tambah dengan nilai karakter ke-2. Hasil perhitungan tersebut kemudian dikodekan ke dalam biner dengan 11 digit. Apabila jumlah karakter yang akan dikodekan berjumlah ganjil, maka pada kelompok terkhir hanya ada 1 karakter yang harus dikodekan dalam reperentasi ke biner.

Tabel 2.5. Konversi Alfanumerik ke Biner

Data Biner Data Biner Data Biner Data Biner

0 0 B 11 M 22 X 33

1 1 C 12 N 23 Y 34

2 2 D 13 O 24 Z 35

3 3 E 14 P 25 Spasi 36

4 4 F 15 Q 26 $ 37

5 5 G 16 R 27 % 38

6 6 H 17 S 28 * 39

7 7 I 18 T 29 + 40

8 8 J 19 U 30 - 41

9 9 K 20 V 31 . 42

A 10 L 21 W 32 / 43


(15)

13

“ AB ” “ CD “ “ E1 “ “23”

(45x10)+11=461 (45 x12)+13 =553 (45x14)+1=631 (45x2)+3=93 00111001101 01000101001 01001110111 00001011101 0010 000001000 00111001101 01000101001 01001110111 00001011101 d. Terminator koreksi error

Langkah ini tidak diperlukan untuk koreksi error dengan menambahkan “0000”.

0010 000001000 00111001101 01000101001 01001110111 00001011101 0000

e. Mengkodekan biner ke dalam data

Pada bagian ini semua data yang telah di koreksi error di satukan, lalu di kelompok-kelompokan per 8 bit, apabila kurang maka di bagian belakang dapat di tambahkan “0” sampai kelompok terkhir berjumlah 8 bit

00100000 01000001 11001101 01000101 00101001 11011100 00101110 10000000

Jika jumlah karakter dari contoh kurang dari jumlah karakter dalam tabel 2.6, maka tambahkan di bagian belakang 11101100 dan 00010001 sampai

jumlah karakter encoder penuh, dikarenakan jumlah karakter dari contoh adalah 8 dan jumlah karakter encoder 9, maka penambahan data hanya 11101100, lalu data tersebut konversi menjadi desimal.

Tabel 2.6. Kapasitas Data Versi Level

Koreksi Error

Jumlah karakter Encoder

Jumlah Koreksi Error

1

L 19 7

M 16 10

Q 13 13

H 9 17

: : : :

00100000 01000001 11001101 01000101 00101001 11011100 00101110 10000000 11101100


(16)

14 2.2.2.3 Menghitung Koreksi Error

Dalam proses koreksi error menggunakan rumus reed-solomon. Pertama, hasil pengolagan data sebelumnya masukan ke tabel 2.7, dalam contoh yang di buat, blok RS adalah 1 dan Hitungan Kata Kode EC adalah 17 maka data tersebut akan masuk ke dalam rumus dalam tabel 2.7.

Tabel 2.7. Reed Solomon Versi Lavel

Koreksi Error

Hitungan Kata Kode Data

Hitungan Kata Kode EC

Hitungan Blok RS (Reed-Solomon)

1

L 19 7 1

M 16 10 1

Q 13 13 1

H 9 17 1

2

L 34 10 1

M 28 16 1

Q 22 22 1

H 16 28 1

3

L 55 15 1

M 44 26 1

Q 34 36 2

H 26 44 2

4

L 82 20 1

M 64 36 2

Q 48 52 2

H 36 64 4


(17)

15 Tabel 2.8. Generator Koreksi Error

Hitungan data EC Generator Polinomial g(h)

7 x7+ α87 x6+ α229 x5+ α146 x4+ α149 x3+ α238 x2+ α102x + α21

10 x

10+ α251

x9+ α67 x8+ α46 x7+ α61 x6+ α118 x5+ α70 x4+ α64 x3+ α94 x2+ α32x + α45

13 x

13

+ α74 x12 + α152 x11 + α176 x10+α100 x9+α86 x8+α100 x7 + α106 x6+α104 x5+α130 x4 + α218 x3+ α206 x2+ α140x + α78

16

x16+ α120 x15+ α104 x14+ α107 x13+ α109 x12+ α102 x11+ α161 x10+ α76 x9+ α3 x8+ α91 x7+ α191 x6+ α147 x5+ α169 x4+ α182 x3+ α194 x2+ α225x + α120

17

x17+ α43 x16 + α139 x15+ α206 x14+ α78 x13+ α43 x12+α239 x11+ α123 x10+ α206 x9+ α214 x8+ α147 x7+ α24 x6+ α99 x5+ α150 x4+ α39 x3+ α243 x2+ α163α + x136

18

x18+ α x215 x17+ α234 x16+ α158 x15+ α94 x14+ α184 x13+ α97 x12+ α118 x11+ α170 x10+ α79 x9+ α187 x8+ α152 x7+ α148 x6+ α252 x5+ α179 x4+ α5 x3+ α98 x2+ α96x + α153

22

x22+ α210 x21+ α171 x20+ α247 x19+ α242 x18+ α93 x17+ α230 x16+ α14 x15+ α109 x14+ α221 x13+ α53 x12+ α200 x11+ α74 x10+ α8 x9+ α172 x8+ α98 x7+ α80 x6+ α219 x5+ α134 x4+ α160 x3+ α105 x2+ α165x + α231

28

x28+ α168 x27+ α223 x26+ α200 x25+ α104 x24+ α224 x23+ α234 x22+ α108 x21+ α180 x20+ α110 x19+ α190 x18+ α195 x17+ α147 x16+ α205 x15+ α27 x14+ α232 x13+ α201 x12+ α21 x11+ α43 x10+ α245 x9+ α87 x8+ α42 x7+ α195 x6+ α212 x5+ α119 x4+ α242 x3+ α37 x2+ α9x + α123

: :

g (x) = x17+ α43 x16 + α139 x15+ α206 x14+ α78 x13+ α43 x12+α239 x11+ α123 x10+ α206 x9+ α214 x8+ α147 x7+ α24 x6+ α99 x5+ α150 x4+ α39 x3+ α243 x2+ α163α + x136


(18)

16 Dalam menjumlahkan dua polinomial, terdapat pada polinomial g(x) dengan tabel 2.8 yang akan mendapatkan konversi  dalam berikutnya, selain itu polinomial memiliki beberapa sifat dalam transformasi sebagai berikut.

 Empat operasi aritmatika yang didukung.  α 255 = 1.

 Koefisien  dapat disederhanakan dengan tabel 2.9.

Ketiga sifat diatas digunakan sebagai aturan perhitungan data koreksi kesalahan yang akan digunakan terus menerus dalam operasi penjumlahan logika.

f (x) = 32x25 + 65x24 + 205x23 + 69x22 + 41x21 + 220x20 + 46x19 + 128x18 + 236x17 ... (4.1) f(x) di bagi dengan g(x)

Koefisien f (x) adalah 32, untuk 32 adalah α5 dari tabel 2.9.

Tabel 2.9 GF

Exponent of α Integer Integer Exponent of α

: : : :

31 192 31 113

32 157 32 5

33 39 33 138

: : : :

g (x) * (α5

* x8 ) = (α5 * x8 * x17) + (α5* α43 * x8 * x16) + (α5* α139 * x8 * x15) + (α5* α* 206* x8 * x14) + (α5* α78 * x8 * x13)...

= 32x25 +70x24 +168x23 +178x22 +187x21. ... (4.2) Untuk menghitung f '(x) adalah f(x) XOR g(x), dengan demikaian di peroleh hasil sebagai berikut,

f '(x) = (4.1) XOR (4.2)

f '(x) = 0+7x24 +101x23 + 247x22 +146x21+ …

Ulangi langkah yang sama hingga perhitungan ini membagi selesai. Jika eksponen dari α yang lebih dari 255, maka kita turun dengan menggunakan α = 1255


(19)

17 Ulangi langkah logika yang sama sampai nilai f (x) terbaru dan tertinggi harus lebih kecil dari eksponen g (x). Jika eksponen dari α yang lebih dari 255, maka kita turun dengan menggunakan α = 1255

. Dalam contoh setelah jumlah logika berulang, kita dapat memperoleh polinomial sisa terakhir sebagai berikut.

R(x) = 42x16 + 159x15 + 74x14 + 221x13 + 244x12 + 169x11 + 239x10 + 150x9 + 138x8 + 70x7 + 237x6 + 85x5 + 224x4 + 96x3 + 74x2 + 219x + 61

Koreksi error dalam contoh ini adalah "42 159 74 221 244 169 239 150 138 70 237 85 224 96 74 219 61", hasil ini dapat di tambahkan ke data encoding sebelumnya.

32 65 205 69 41 220 46 128 236 42 159 74 221 244 169 239 150 138 70 237 85 224 96 74 219 61

2.2.2.4 Alokasi Data

Pengalokasian data adalah tahapan untuk menetapkan data dari bagian sebelumnya ke dalam kerangka dengan aturan alokasi data, setiap modul dalam simbol QR Code memiliki koordinat yang memiliki baris dan kolom, misalnya versi 1 adalah 21 x 21 modul, dikarenakan hasil dari perhitungan Blok RS yang berada pada tabel RS (Reed-solomon) versi 1 menjadi 20 x 20 modul dan modul yang berasal dari (0, 0) ke (20, 20), untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.5

(a) (b)

Gambar 2.5. QR Code Arah Alokasi.

Ilustrasi gambar (a) angka 1 menjukan langkah pertama dalam penempatan, dan angka 2 menjukan langkah berikutnya secara terus menerus sampai pada angka terkhir, sedangkan untuk ilustrasi gambar (b) langkah-langkahnya sama


(20)

18 seperti di ilustrasi gambar (a) tetapi apabila ada beberapa modul tersebut telah terisi data (format informasi) maka penampatan data dilanjutkan ke modul selanjutnya gambar (b) pengalokasian data pada contoh data sebelumnya.

Dari langkah Menentukan kapasitas data, Pengkodean data, Menghitung koreksi error dan Alokasi data dengan aturan-aturan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat menggambarkan secara manual QR Code tanpa pola mask sepeti pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. QR Code Tanpa Pola Mask

2.2.2.5 Pola Mask

Pola mask berfungsi untuk menghilangkan bagian yang bukan merupakan modul data yang diinginkan, terdapat delapan jenis indikator pola mask dalam QR Code, yang lihat pada tabel 2.10.

Tabel 2.10. Indikator Pola Mask

Pola Mask Aturan

000 Jika (x+y) mod = 0,

maka isi matrik mask pada posis tersebut dengan 1 (true) 001 Jika y mod 2 = 0,

maka isi matrik mask pada posisi tersebut dengan 1 (true) 010 Jika x mod 3 = 0,

maka isi matrik mask pada posisi tersebut dengan 1 (true) 011 Jika (x+y) mod 3 = 0,


(21)

19 100 Jika ((x/3)+(y/2 mod 2 = 0,

maka isi matrik mask pada posisi tersebut dengan 1 (true) 101 Jika ((x*y) mod 2 + (x*y) mod 3=0),

maka isi matrik mask pada posisi tersebut dengan 1 (true) 110 Jika (((x*y) mod 3 + (x+y) mod 2) mod 2 = 0),

maka isi matrik mask pada posisi tersebut dengan 1 (true) 111 Jika (((x*y) mod 3 + (x+y) mod 2) mod 2 = 0),

maka isi matrik mask pada posisi tersebut dengan 1 (true)

QR Code yang di contoh dengan masukan data “ABCD123” dan menggunakan pola mask “011” , telah dapat di cetah seperti pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. QR Code.

Meskipun membuat QR Code secara manual, pengguna mungkin merasa bingung pada pola mask, dengan delapan jenis mask pada QR Code. Sebenarnya tidak ada khusus untuk menentukan pola mask. Setiap aplikasi encoder memiliki pola mask tetap atau dengan acak, hal ini tergantung pada pengembangan coding perangkat lunak yang di buat.

2.3 Webcam

Webcam (singkatan dari web camera) adalah sebutan bagi kamera real-time (bermakna keadaan pada saat ini juga) yang gambarnya bisa diakses atau dilihat melalui World Wide Web, program instant messaging, atau aplikasi video call. Istilah webcam merujuk pada teknologi secara umumnya, sehingga kata web kadang-kadang diganti dengan kata lain yang mendeskripsikan pemandangan yang ditampilkan di kamera, misalnya StreetCam yang memperlihatkan


(22)

20 pemandangan jalan. Ada juga Metrocam yang memperlihatkan pemandangan panorama kota dan pedesaan, TraffiCam yang digunakan untuk memonitor keadaan jalan raya, cuaca dengan Weather Cam, bahkan keadaan gunung berapi dengan VolcanoCam. Webcam atau web camera adalah sebuah kamera video digital kecil yang dihubungkan ke komputer melalui (biasanya) port USB ataupun port COM.[7]

Gambar 2.8. Webcam

2.3.1 Cara Kerja Webcam

Sebuah web camera yang sederhana terdiri dari sebuah lensa standar, dipasang di sebuah papan sirkuit untuk menangkap sinyal gambar, casing (cover), termasuk casing depan dan casing samping untuk menutupi lensa standar dan memiliki sebuah lubang lensa di casing depan yang berguna untuk memasukkan gambar, kabel support, yang dibuat dari bahan yang fleksibel, salah satu ujungnya dihubungkan dengan papan sirkuit dan ujung satu lagi memiliki connector, kabel ini dikontrol untuk menyesuaikan ketinggian, arah dan sudut pandang web camera. Sebuah web camera biasanya dilengkapi dengan software, software ini mengambil gambar-gambar dari kamera digital secara terus menerus ataupun dalam interval waktu tertentu dan menyiarkannya melalui koneksi internet. Ada beberapa metode penyiaran, metode yang paling umum adalah software mengubah gambar ke dalam bentuk file JPEG dan menguploadnya ke web server menggunakan File Transfer Protocol (FTP).

Frame rate mengindikasikan jumlah gambar sebuah software dapat ambil dan transfer dalam satu detik. Untuk streaming video, dibutuhkan minimal 15 frame per second (fps) atau idealnya 30 fps. Untuk mendapatkan frame rate yang tinggi, dibutuhkan koneksi internet yang tinggi kecepatannya. Sebuah web camera


(23)

21 tidak harus selalu terhubung dengan komputer, ada web camera yang memiliki software webcam dan web server bulit-in, sehingga yang diperlukan hanyalah koneksi internet. Web camera seperti ini dinamakan “network camera”. Kita juga bisa menghindari penggunaan kabel dengan menggunakan hubungan radio, koneksi Ethernet ataupun WiFi.

2.4 Motor DC

Motor arus searah (motor DC) adalah salah satu jenis motor yang telah ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor DC telah membawa perubahan besar sejak dikenalkan motor induksi yang nama lain dari motor listrik arus bolak balik (AC) karena motor DC mempunyai keunggulan dalam kemudahan untuk mengatur dan mengontrol kecepatan dibandingkan motor AC (motor bolak-balik yang bekerja memerlukan suplay tegangan bolak balik). Motor DC dapat berfungsi sebagai motor apabila didalam motor listrik tersebut terjadi proses konversi dari energi listrik menjadi energi mekanik. Motor DC itu sendiri memerlukan suplai tegangan yang searah pada kumparan jangkar dan kumparan medan untuk diubah menjadi energi mekanik. Pada motor DC kumparan medan disebut stator (bagian yang tidak berputar) dan kumparan jangkar disebut rotor (bagian yang berputar).[5]

Gambar 2.9. Bagian – bagian Motor DC

Bagian – bagian motor DC secara umum, yaitu : 1. Badan Mesin

Badan mesin ini berfungsi sebagai tempat mengalirnya fluks magnet yang dihasilkan kutub magnet, sehingga harus terbuat dari bahan ferromagnetik. Fungsi lainnnya adalah untuk meletakkan alat-alat tertentu dan


(24)

22 mengelilingi bagian-bagian dari mesin, sehingga harus terbuat dari bahan yang benar-benar kuat, seperti dari besi tuang dan plat campuran baja. 2. Inti kutub magnet dan belitan penguat magnet

Inti kutub magnet dan belitan penguat magnet ini berfungsi untuk mengalirkan arus listrik agar dapat terjadi proses elektromagnetik. Adapun aliran fluks magnet dari kutub utara melalui celah udara yang melewati badan mesin.

3. Sikat-sikat

Sikat-sikat ini berfungsi sebagai jembatan bagi aliran arus jangkar dengan bebas, dan juga memegang peranan penting untuk terjadinya proses komutasi.

4. Komutator

Komutator ini berfungsi sebagai penyearah mekanik yang akan dipakai bersama-sama dengan sikat. Sikat-sikat ditempatkan sedemikian rupa sehingga komutasi terjadi pada saat sisi kumparan berbeda.

5. Jangkar

Jangkar dibuat dari bahan ferromagnetik dengan maksud agar kumparan jangkar terletak dalam daerah yang induksi magnetiknya besar, agar ggl induksi yang dihasilkan dapat bertambah besar.

6. Belitan jangkar :

Belitan jangkar merupakan bagian yang terpenting pada mesin arus searah, berfungsi untuk tempat timbulnya tenaga putar motor.

2.4.1 Jenis – jenis Motor DC

Secara umum motor DC dibagi atas 2 (dua) macam, yaitu ;

1. Motor DC dengan sikat yang berfungsi sebagai pengubah arus pada kumparan sedemikian rupa sehingga arah putaran motor akan selalu sama. 2. Motor DC tanpa sikat menggunakan semi konduktor untuk merubah

maupun membalik putarannya untuk menggerakkan motor, tingkat kebisingan motor jenis ini rendah karena putarannya halus.


(25)

23 2.4.2 Prinsip Kerja Motor DC

Daerah kumparan medan yang yang dialiri arus listrik akan menghasilkan medan magnet yang melingkupi kumparan jangkar dengan arah tertentu. Konversi dari energi listrik menjadi energi mekanik (motor) maupun sebaliknya berlangsung melalui medan magnet, dengan demikian medan magnet disini selain berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan energi, sekaligus berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses perubahan energi dan daerah tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.10. Prinsip Kerja Motor DC

Dengan mengacu pada hukum kekekalan energi :

Proses energi listrik = energi mekanik + energi panas + energi didalam medan magnet. Maka dalam medan magnet akan dihasilkan kumparan medan dengan kerapatan fluks sebesar B dengan arus adalah I serta panjang konduktor sama dengan L maka diperoleh gaya sebesar F, dengan persamaan sebagai berikut:

F = B I L (2.1) dengan :

F = Gaya magnet pada sebuah arus (Newton) B = Medan magnet (Tesla)

I = Arus yang mengalir (Ampere) L = Panjang konduktor (meter)

Arah dari gaya ini ditentukan oleh aturan kaidah tangan kiri, adapun kaidah tangan kiri tersebut adalah sebagai berikut :


(26)

24 Gambar 2.11. Kaidah Tangan Kiri

Ibu jari sebagai arah gaya ( F ), telunjuk jari sebagai fluks ( B ), dan jari tengah sebagai arus ( I ). Saat gaya ( F ) tersebut dibandingkan, konduktor akan bergerak didalam kumparan medan magnet dan menimbulkan gaya gerak listrik yang merupakan reaksi lawan terhadap tegangan sumber. Agar proses perubahan energi mekanik tersebut dapat berlangsung secara sempurna, maka tegangan sumber harus lebih besar dari pada tegangan gerak yang disebabkan reaksi lawan. Dengan memberi arus pada kumparan jangkar yang dilindungi oleh medan maka menimbulkan perputaran pada motor.

2.5 Infrared Transmitter

Infrared transmitter merupakan suatu modul pengirim data melalui gelombang infra merah dengan frekuensi sebesar 38 KHz. Modul ini dapat difungsikan sebagai output dalam aplikasi transmisi data nirkabel seperti robotik, sistem pengaman, data logger, absensi, dan sebagainya. Cahaya inframerah (IR) adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,7 mikrometer dan 300 mikrometer, yang setara dengan rentang frekuensi antara 1 dan sekitar 430 THz.

IR panjang gelombang lebih panjang dari pada cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang mikro Terahertz. sinar matahari Bright memberikan radiasi hanya lebih dari 1 kilowatt per meter persegi di permukaan laut. Energi ini, 527 watt adalah radiasi infra merah, 445 watt adalah cahaya, dan 32 watt adalah radiasi ultraviolet. Inframerah ditemukan secara tidak sengaja oleh Sir William Herschell, astronom kerajaan Inggris ketika ia sedang mengadakan penelitian mencari bahan penyaring optik yang akan digunakan untuk mengurangi kecerahan gambar matahari dalam tata surya teleskop


(27)

25 Spesifikasi hardware infra red transmitter :

1. Tegangan kerja +5 VDC.

2. Frekuensi carrier penerima infra merah 38 kHz. 3. Panjang gelombang puncak 940 nm.

4. Sudut pancaran ±17º.

5. Jarak maksimum yang teruji pada sudut 0o: 16 m. Jarak maksimum sesuai datasheet: 35 m

6. Memiliki input yang kompatibel dengan level tegangan TTL,CMOS, dan RS-232.

7. Terdapat 2 mode output: non-inverting dan inverting.

Kompatibel penuh dengan DT-51™ Minimum System (MinSys)ver 3.0, DT-51™ PetraFuz, DT-BASIC Series, DT-51™ Low CostSeries, DT-AVR Low Cost Series, dan lain-lain [4]

2.6 Phototransistor

Phototansistor merupakan suatu jenis transistor yang sangat peka trahadap cahaya yang ada disekitarnya. Pada gambar 2.12. Ketika basis menangkap cahaya maka collectorakan terhubung dengan emitter dalam hal ini transistor bekerja. Prinsip kerja phototransistor sama seperti transistor pada umumnya dengan kata lain phototransistor akan bekerja seperti saklar dengan parameter cahaya untuk mendapatkan kondisi on dan off. Berikut ini adalah simbol phototransistor.[6]

Gambar 2.12. Bentuk Fisik dan Simbol Phototransistor

2.7 IC LM 393

IC Komparator atau IC pembanding adalah sebuah IC yang berfungsi untuk membandingkan dua macam tegangan yang terdapat pada kedua inputnya.


(28)

26 Komparator memiliki 2 buah input dan sebuah output. Inputnya yaitu input(+) dan input (-). Dapat di lihat pada gambar 2.13 (b) [3]

LM 393 dalam satu kemasannya mempunyai dua buah komparator didalamnya. IC ini memiliki fitur sebagai berikut:

IC komparator LM 393 memiliki fitur-fitur sebagai berikut: a. Dapat bekerja dengan single supply 2V sampai 36V

b. Dapat bekerja dengan tegangan input -3V sampai +36V c. Dapat bekerja dengan segala macam bentuk gelombang logic d. Dapat membandingkan tegangan yang mendekati ground.

Dalam aplikasinya output dari komparator LM 393, membutuhkan resistor pullup dengan tegangan V+ yaitu untuk menjaga tegangan output supaya memiliki logika satu ketika kondisi diam.

Cara kerja komparator :

Komparator bekerja berdasarkan tegangan yang masuk pada kedua pin inputnya

1. Jika tegangan pada pin(+) lebih besar pada tegangan pin(-) maka output komparator akan bergerak kearah V+

2. Jika tegangan pada pin(+) lebih kecil pada tegangan pin(-) maka output komparator akan bergerak kearah V-

Dalam aplikasinya biasanya salah satu pin input dari komparator sebagai tegangan reverensi sedangkan pin input lainya sebagai tegangan yang akan dibandingkan.

(a) (b)


(29)

27 2.8 Mikrokontroler AVR ATMega16

AVR merupakan seri mikrokontroler Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS) 8-bit buatan Atmel berbasis arsitektur RISC (Reduced Instruction Set Computer). Hampir semua instruksi pada program dieksekusi dalam satu siklus clock. AVR mempunyai 32 register general-purpose, timer/counter fleksibel dengan mode compare, interupsi internal dan eksternal, serial UART, programmable Watchdog Timer, power saving mode, ADC dan PWM. AVR pun mempunyai In-System Programmable (ISP) Flash on-chip yang mengijinkan memori program untuk diprogram ulang (read/write) dengan koneksi secara serial yang disebut Serial Peripheral Inteface (SPI). [2]

AVR memilki keunggulan dibandingkan dengan mikrokontroler lain, keunggulan mikrokontroler AVR yaitu memiliki kecepatan dalam mengeksekusi program yang lebih cepat, karena sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 siklus clock (lebih cepat dibandingkan mikrokontroler keluarga MCS 51 yang memiliki arsitektur Complex Intrukstion Set Compute).

ATMega16 mempunyai throughput mendekati 1 Millions Instruction Per Second (MIPS) per MHz, sehingga membuat konsumsi daya menjadi rendah terhadap kecepatan proses eksekusi perintah.

Beberapa keistimewaan dari AVR ATMega16 antara lain:

1. Mikrokontroler AVR 8 bit yang memilliki kemampuan tinggi dengan konsumsi daya rendah

2. Arsitektur RISC dengan throughput mencapai 16 MIPS pada frekuensi 16MHz

3. Memiliki kapasitas Flash memori 16 Kbyte, EEPROM 512 Byte dan SRAM 1 Kbyte

4. Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C dan Port D 5. CPU yang terdiri dari 32 buah register

6. nit interupsi dan eksternal

7. Port USART untuk komunikasi serial 8. Fitur peripheral


(30)

28

 Dua buah Timer/Counter 8 bit dengan Prescaler terpisah dan Mode Compare

 Satu buah Timer/Counter 16 bit dengan Prescaler terpisah, Mode Compare dan Mode Capture

Real Time Counter dengan Oscillator tersendiri Real Time Counter dengan Oscillator tersendiri  Empat kanal PWM

 8 kanal ADC

 8 Single-ended Channel dengan keluaran hasil konversi 8 dan 10 resolusi (register ADCH dan ADCL)

 7 Diferrential Channel hanya pada kemasan Thin Quad Flat Pack (TQFP)

 2 Differential Channel dengan Programmable Gain  Antarmuka Serial Peripheral Interface (SPI) Bus  Watchdog Timer dengan Oscillator Internal On-chip Analog Comparator

9. Non-volatile program memory

2.8.1 Konfigurasi Pin


(31)

29 Konfigurasi pin ATMega16 dengan kemasan 40 pin Dual In-line Package (DIP) dapat dilihat pada Gambar 2.14. dari gambar diatas dapat dijelaskan fungsi dari masing-masing pin ATMega16 sebagai berikut.

1. VCC merupakan pin yang brfungsi sebagai masukan catu daya 2. GND merupakan pin Ground

3. Port A (PA0 – PA7) merupakan pin input/output dua arah (full duplex) dan selain itu merupakan pin masukan ADC

4. Port B (PB0 – PB7) merupakan pin input/output dua arah (full duplex) dan selain itu merupakan pin khusus, seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.11. Fungsi Khusus Port B PIN Fungsi Khusus

PB0 XCK (USART External Clock Input/Output) T0 (Timer/Counter0 External Counter Input) PB1 T1 (Timer/Counter1 External Counter Input)

PB2 OC0 (Timer/Counter0 Output Compare Macth Output) AIN1 (Analaog Comparator Negative Input)

PB3 OC0 (Timer/Counter0 Output Compare Macth Output) AIN1 (Analaog Comparator Negative Input)

PB4 (SPI Slave Select Input)

PB5 MISO (SPI Bus Master Input/Slave Output) PB6 MISO (SPI Bus Master Input/Slave Output) PB7 SCK (SPI Bus Serial Clock)

5. Port A (PC0 – PC7) merupakan pin input/output dua arah (full duplex) dan selain itu merupakan pin khusus, seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.12. Fungsi Khusus Port C PIN Fungsi Khusus

PC0 SCL (Two-wire Serial Bus Clock Line)

PC1 SDA (Two-wire Serial BusData Input/Output Line) PC2 TCK (Joint Test Action Group Test Clock)


(32)

30 PC3 TMS (JTAG Test Mode Select)

PC4 TDO (JTAG Data Out) PC5 TDI (JTAG Test Data In) PC6 TOSC1 (Timer Oscillator pin 1) PC7 TOSC2 (Timer Oscillator pin 2)

6. Port D (PD0 – PD7) merupakan pin input/output dua arah (full duplex) dan selain itu merupakan pin khusus, seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.13. Fungsi Khusus Port D Pin Fungsi Khusus

PD0 RXD (USART Input Pin) PD1 TXD (USART Output Pin) PD2 INT0 (External Interupt 0 Input) PD3 INT1 (External Interupt 1 Input)

PD4 OC1B (Timer/Counter1 Output Compare B Macth Output) PD5 OC1A (Timer/Counter1 Output Compare A Macth Outpu PD6 ICP (Timer/Counter1 Input Capture Pin)

PD7 OC2 (Timer/Counter2 Output Compare Macth Output)

7. RESET merupakan pin yang digunakan untuk me-reset mikrokontroler 8. XTAL1 dan XTAL2, merupakan pin masukan external clock

9. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC

10. AREF merupakan pin masukan tegangan referensi untuk ADC.

2.8.2 Timer/Counter

Mikrokontroler AVR ATMega16 memiliki tiga buah Timer/Counter, yaitu: Timer 0 (8 bit), Timer 1 (16 bit) dan Timer 2 (8 bit). Timer/Counter 1 mempunyai keunggulan dibanding Timer/Counter 0 atau 2, namun cara mengatur Timer 0, 1, 2 sama saja, yaitu pada masing-masing registernya. Timer/Counter 1 dapat menghitung sampai dengan 65536 Timer/Counter 0 atau 2 hanya sampai dengan 256. Selain itu, Timer 0 ini memiliki mode operasi sebanyak 8 mode.


(33)

31 2.8.3 Interupsi eksternal

Interupsi eksternal merupakan fitur tambahan dari mikrokontroler AVR ATMega16 yang khusus difungsikan untuk interupsi. Interupsi eksternal adalah jenis interupsi asinkron yang pengaktifannya bukan dipicu dari fitur: timer/counter, ADC, komparator analog ataupun dari komunikasi antarmuka, tetapi dipicu secara logika dari luar mikrokontroler (eksternal). Mikrokontroler AVR ATMega16 mempunyai 3 buah pemicu interupsi eksternal, yaitu pada pin INT0 (PORTD2), pin INT1 (PORTD3), pin INT2 (PORTB2).

2.8.4 Prescaler

Pada dasarnya Timer hanya menghitung pulsa clock. Frekuensi pulsa clock yang dihitung tersebut sama dengan frekuensi Kristal yang diginakan atau dapat diperlambat menggunakan prescaler dengan faktor 1, 8, 64, 256 atau 1024.

2.9 BASCOM AVR

BASCOM AVR merupan singkatan dari Basic Compiler AVR. BASCOM AVR termasuk bahasa pemograman microcontroller buat MSC Electronics yang mengadaptasi bahasa tingkat tinggi yang sering digunakan oleh awam (Bahasa Basic). Dengan menggunakan bahasa tingkat tinggi, maka pemograman mendapatkan banyak kemudahan dalam mengatur sistem kerja dari microcontroller yang digunakan masih baru dan tidak terlalu dikenal.

BASCOM AVR memiliki program sendiri untuk memasukkan program yang telah dikompilasi ke dalam AVR. Untuk ATMega16 yang menggunakan ISP, konfigurasi dari programmer harus diubah menjadi STK300/STK200. Connection yang digunakan pada PC untuk men-download program ke IC micro ATMega16 haruslah menggunakan LPT port atau LPT1

Keuntungan yang dimiliki oleh BASCOM AVR adalah sebagai berikut: - Bahasa Basic yang tersetruktur dan mempunyai label

- Mempunyai kecepatan dalam pengkodean data yang tinggi

- Terminal emulator dengan pemilihan download yang telah terintegrasi - Terdapat library, local variable yang akan memudahkan user


(34)

32 - Terdapat simulasi untuk testing program

Gambar 2.15. Tampilan Utama Software BASCOM AVR

2.10 QuickMark

QuickMark adalah software barcode untuk membuat dan scanner barcode, QuickMark membuat aplikasi ini yang dapat digunakan pada mobile (telpon gengam) dan PC (personal computer), yang dapat membuat dan menye-scan barcode batang (1D) dan barcode 2D.

Software QuickMark diluncurkan pada 2005, sekarang dapat software QuickMark dapat digunakan di berbagai sistem operasi di mobile (Java, Symbian, iPhone, Andorid, Windows Phone dan Mac OS X) maupun di PC (Mac dan Windows). Sekarang software QuickMark telah mencapai versi V3.8.5 untuk Windows. Pengembangan software QuickMark telah banyak baik untuk di sistem operasi mobile maupun sistem operasi PC.


(35)

33 2.10.1.Barcode SDK

Barcode SDK adalah fasilitas yang dapat dikembangkan pengembang dengan fleksibilitas dalam pengembangan aplikasi pada mobile dan PC, dengan bertujuan untuk member kenyamanan bagi penggunanya.

Pengembang dapat mendownload Barcode SDK dengan gratis dengan waktu atau penggunaan terbatas yaitu 99 scan atau 2 minggu pengunaan. Untuk melanjutkan pengmbangan atau pengunaan fasilitas ini user harus melakukan berbayar (Lisensi distribusi) agar pengguna dapat menggunakan dan mempublikasikan aplikasi. Berikut adakah beberapa contoh pengembangan Barcode SDK, Q+ adalah kamera eksternal untuk meningkatkan lensa kamera iPhone agar dapat membaca barcode yang berkururan kecil, Designer QR Code Sticker adalah pembuat barcode dengan desain yang menarik dan unik, QuickMark for PC adalah pembuat dan scanner barcode untuk PC, Send2 adalah aplikasi mobile yang dapat digunakan sebagai mengirim data barcode dengan cepat melalui berbagai metode dan lain-lain

2.10.2.Barcode API

Barcode API adalah opensource pembuatan decoder atau scanner QRCode dari QuickMark baik scanner QRCode untuk mobile atau scanner QRCode untuk PC dan file-file pendukung untuk pengembangan untuk teknologi di masa depan QRCode salah satunya adalah file msgapi.exe yang yang dapat membuat output hasil pembacaan data QRCode menjadi file txt.


(36)

34

BAB III

PERANCANGAN SISTEM

Bab ini akan membahas tentang perancangan sistem deteksi keberhasilan software QuickMark untuk mendeteksi QRCode pada objek yang bergerak di conveyor. Garis besar pengukuran keberhasilan deteksi QRCode yang penulis lakukan terdapat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Metode Pengukuran Keberhasilan Deteksi QRCode

Pada gambar 3.1 merangkan variabel ukur yang akan dilakukan adalah, penerangan menggunakan lampu pijar yang dapat ditur intensitas cahayanya dengan satuan LUX, selain variabel intensitas cahaya variabel jarak antara kamera terhadap QRCode (h) dan variabel kecepatan objek (v) dapat di atur. Pada perancangan sistem ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

 Perancangan mekanik, dan  Perancangan elektronik

h

v Objek (benda)

Cahaya (LUX) Kamera


(37)

35 3.1 Perancangan Mekanik

Perancangan mekanik atau perancangan conveyor berfungsi sebagai penggerak objek, sehingga objek dapat di atur kecepatanya.

Gambar 3.2. Perancangan Conveyor 3.1.1 Motor DC

Motor DC dengan tegangan maksimum 12 volt, tegangan tersebut diatur mengunakan power supply. Putaran motor ini di perlambat dengan menggunakan sistem reduksir roda gigi. Jadi putaran yang dihasilkan akan sesuai dengan yang di inginkan.

Gambar 3.3. Motor DC

Lampu Light Meter

Kamera

Conveyor Sensor

Garis

Gear dan Motor DC Alas conveyor

Sabuk bergigi dan Puli A Poros


(38)

36 3.1.2 Roda Gigi

Roda gigi reduksi ini berada dalam sebuah gear box dan berjumlah 5 buah dengan gigi bertingkat 3 buah. Roda gigi ini berfungsi untuk mereduksi putaran motor penggerak agar putaran motor tidak terlalu cepat dan mampu memutar sabuk bergerigi yang dihubungkan pada kedua buah puli serta beban objek yang akan di dorong. Roda gigi reduksi ini terbuat dari nilon.

Gambar 3.4. Gearbox

Berikut data dimensi dari roda gigi reduksi yang digunakan pada perancangan conveyor

Tabel 3.1. Roda gigi Roda Gigi Jumlah Gigi Roga Gigi 1 9 Roga Gigi 2 45 Roga Gigi 3 15 Roga Gigi 4 53 Roga Gigi 5 15 Roga Gigi 6 53 Roga Gigi 7 40 Roga Gigi 8 28

3 5 7

2 4 6

8


(39)

37 3.1.3 Puli

Puli adalah penyangga alas conveyor dan sebagai dudukan sabuk bergerigi, puli yang digunakan penulis terbuat dari bahan nilon. Adapun jumlah puli yang gunakan berjumlah 4 buah, penulis mengelompokan puli tersebut menjadi dua, yaitu puli A dan puli B. Puli B mempunyai ukuran diameter 3,22 cm dan panjang 11 cm yang digunakan sebagai alas conveyor sedangkan puli A sebagai dudukan sabuk bergerigi yang befungsi sebagai penghubung antara puli A1 dan A2, puli A2 langsung berhubungan dengan roda gigi delapan dan puli A1 yang langsung berhubungan dengan poros conveyor, ukuran puli A dengan diameter 4 cm dan ketebalan 1.3 cm,

Puli B Puli A

Gambar 3.5. Puli

3.1.4 Sabuk Bergerigi

Sabuk bergerigi digunakan untuk menghubungkan puli A1 ke puli A2. Sabuk yang digunakan untuk menghubungkan kedua puli ini di adopsi dari sabuk bergerigi mesin jahit. Pemilihan sabuk model ini karena lentur dan dapat menyesuaikan dengan puli, selain itu jenis sabuk ini mudah di dapat di pasaran.


(40)

38 3.1.5 Poros

Poros terdiri dari dua buah yang berfungsi untuk dudukan puli, dudukan puli A dan dudukan tuas conveyor. Bahan poros adalah besi dengan panjang 18 cm dan diameter 8 mm.

Gambar 3.7. Poros

3.1.6 Alas Conveyor

Alas conveyor digunakan untuk menghubungkan antara ke-dua puli. Alas yang digunakan menghubungkan hamplas gulung dengan panjang total 393.38 cm dengan rincian 190 cm (panjang conveyor) dikali 2, setengah lingkaran puli 5.44 cm dikali 2 dan 2,5 cm untuk penyambungan antara ujung alas. Pemilihan bahan ini karena lentur, murah dan mudah di dapat di pasaran.

Gambar 3.8. Alas Conveyor

3.2 Perancangan Elektronik

Pada bagian perancangan elektronik, penulis membagi jenis perancangan ke dalam tiga bagian, yaitu sensor garis, micorokentroler ATMega16, dan perancangan perangkat lunak sebagai penghitung kecepatan gerak objek pada conveyor.


(41)

39 Gambar 3.9. Blok Diagram Perancangan Elektronik

3.2.1 Sensor Garis

Rangkaian sensor garis yang terdiri atas Infrared sebagai pengirim dan phototransitor sebagai penerima cahaya.

IR Benda (objek) Phototransistor

Gambar 3.10. Prinsip Kerja Sensor Garis

Gambar 3.11. Rangkaian Sensor

Arus yang boleh mengalir di dalam led infrared yaitu minimal 10mA dan maksimal 30mA. Untuk mengetahui resistor yang digunakan pada rangkaian maka menggunakan rumus persamaan 3.1 dan 3.2.

. ... 3.1 ] . ... 3.2

ATMega16 Sensor Garis


(42)

40 Ket :

R = nilai hambatan V = tegangan sumber Vir = tegangan pada infrared Imax = arus maximal pada infrared Imin = arus minimal pada infrared

Jadi untuk mengetahui batas maksimal dan minimal penggunaan resistor maka masukan nilai pada rumus.

R = belum di ketahui V= 5V

Vir= 2,2V

Imax = 30mA = 0,03A Imin = 10mA = 0,01A

Maka batas minimal resistor yang boleh digunakan pada infrared yaitu 93,3Ω sedangkan batas maksimum digunakan 280Ω jadi diperbolehkan menggunakan resistor diantara 93,3Ω sampai 280Ω. Jika menggunakan resistor terlalu kecil tahanannya maka akan berakibat rusaknya infrared karena arusnya yang di hasilkan akan lebih besar dari yang seharusnya dan jika menggunakan resistor melebihi 280Ω maka rangkaian tidak akan berfungsi karena tidak ada arus yang melewati rangkaian infrared.

Data sensor yang di hasilkan akan di kirim ke komparator agar mikrokontroler dapat membaca data digital. Diode Infrared memerlukan sinyal dengan frekuensi 30 hingga 50 KHz. Berbeda dengan Diode LED yang hanya memerlukan level tegangan DC saja untuk mengaktifkan LED, Diode Infrared memerlukan sinyal AC dengan frekuensi 30 hingga 50 KHz untuk mengaktifkannya. Cahaya infrared tersebut tidak dapat ditangkap atau dilihat langsung oleh mata manusia, sehingga diperlukan phototransistor untuk mendeteksinya.

Phototransistor adalah merupakan sebuah transistor yang akan saturasi pada saat menerima sinar infrared dan cut off pada saat tidak ada sinar infrared. IR


(43)

41 module adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari sebuah phototransistor dan filter yang terbentuk dalam satu modul di mana kolektor dari phototransistor merupakan output dari modul ini. Pada saat phototransistor cut off maka tidak terjadi aliran arus dari kolektor menuju ke emitter sehingga kolektor yang merupakan output dari IR module akan berkondisi high. Apabila phototransistor saturasi maka arus mengalir dari kolektor ke emitter dan output dari IR module akan berkondisi low.

Transmisi data dilakukan dengan menggunakan prinsip aktif dan non-aktifnya LED Infrared sebagai kondisi logika 0 dan logika 1. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengaktifkan LED Infrared diperlukan frekuensi sebesar 30 hingga 40 KHz, maka dalam hal ini logika 0 berarti sinyal berfrekuensi 30 KHz mengalir ke LED Infrared dan logika 1 berarti tidak ada sinyal yang mengalir ke LED Infrared.

Pada rangkaian ini menggunakan 1 pasang sensor yang didesain sesuai untuk menghitung kecepatan benda bergerak. Data dari sensor akan di kirim ke mikrokontroler agar dapat menghitung kecepatan benda.

Sebagai pengatur sensor agar pembacaan sensor menghasilkan nilai yang sama maka menggunakan komparator IC LM393. Pembacaan sensor bila terhalang objek akan menghasilkan nilai berlogika high ( 0 ), sedangkan bila tidak terhalang akan menghasilkan logika low ( 1 ).

Pada gambar 3.12. merupakan skematik rangkaian sensor garis menggunakan komparator menggunakan IC LM393.

VCC D1 LED R1 220 Ohm Q1 PHOTO TR R2 10 KOhm VCC AR1 LM 393 R3 10 KOhm VCC VCC Port Mikrokontroler R4 220 Ohm D2 LED VCC


(44)

42 3.2.2 Rangkaian ATMega16

Mikrokontroler pada rancangan ini menggunakan ATMega 16. ATMega 16 adalah sebuah mikrokontroler yang sangat praktis dengan menggunakan teknologi flash memori sehingga dapat di program-hapus. Sebuah mikrokontroler umumnya berisi memori dan antarmuka I/O yang dibutuhkan.

Pada perancangan sistem ini, mikrokontroler digunakan untuk pengolah data informasi dari sensor garis. Mikrokontroler yang akan digunakan pada perancangan sistem ini adalah ATMega 16 merupakan mikrokontroler yang memiliki 16 Kbyte flash memori untuk menyimpan program. Selain itu, ATMega 16 memiliki EEPROM yang berukuran 512 byte, 32 buah jalur I/O Programmable, memiliki 32-bit Timer/Counter, memiliki 8 channel 10 bit Analog-To-Digital Analog Converter (A/D).

Tabel 3.2. Pin-pin ATMega 16 yang Digunakan Nama Port Nomor Pin Nama Pin Fungsi

B2 3 INT2/AIN0 Inputan untuk sensor garis

D0 14 RXD RX

D1 15 TXD TX

9 Reset Reset mikrokontroler

10 VCC VCC mikrokontroler

11 GND GRD mikrokontroler

Pin-pin di atas digunakan sebagai pin utama dalam perancangan, selain itu masih terdapat beberapa pin lainnya yang digunakan untuk keperluan khusus, misalnya pin untuk VCC, GND dan untuk reset seperti terlihat pada gambar 3.13.


(45)

43 Gambar 3.13. Rangkaian Sistem Minimum ATMega16

Nomor Pin 3 adalah menerima inputan dari sensor. Sensor mendeteksi objek yang menghalangi pancaran sinar infrared. Setiap mulai dan akhir mendeteksi objek, mikrokontroler akan langsung mengirimkan data ke PC melalui Max 232 dengan komunikasi serial.

3.2.3 MAX 232

Converter MAX232 merupakan IC (integrated circuit) yang difungsikan untuk mengubah format level sinyal TTL (transistor transistor logika) ke level sinyal RS232 atau sebaliknya. Rangkaian skematik converter MAX232 diberikan pada gambar 3.14. Dari mikrokontroler ATMega 16 digunakan Port PD.0 sebagai port penerimaan data serial yang berasal dari kaki 12 MAX232 (TTLout1), sedangkan Port PD.1 sebagai port pengiriman data serial ke kaki 11 MAX232 (Ttin1). Kaki 3 MAX232 (Rsin1) dihubungkan ke PC melalui konektor serial DB9.


(46)

44 3.2.4 Perancangan Perangkat Lunak

Perangkat lunak/program yang digunakan adalah sebuah sistem yang dirancang khusus menggunakan pemrograman bahasa Bascom AVR. Program ini diharapkan mampu mendeteksi kecepatan objek pada conveyor secara otomatis.

Start Enable Interrupts Enable Timer0 Pinb.2=0 Start timer0 Y

W ç W+1 Set Tifr.1

Pinb.2=1

Stop Timer0 Y

W ç W / 3.90625 Waktu ç W Kec ç 8810 / Waktu

Print (Kec )

W = 0

T Tcnt0 = 0

T 1 2 4 3 5 6 7 8 9 11 12 13 10

W > 3

Y

T


(47)

45 Penjelasan diagram alir pada gambar 3.15 sebagai berikut:

1. Awal program 2. Mengaktifkan timer0 3. Set timer counter 4 Tcnt0 = 0

5. Periksa apakah pinb.2=0 ?, jika tidak kembali ke no 4 6. Start timer0

7. Increment variabel w sebagai cacahan waktu, Set fleg register

8. Periksa apakah pinb.2=1 ?, jika tidak kembali ke no 7 9. Stop timer0

10. W = W / 3.90625 Waktu = W

Kecepatan = 8810 / W

11. Periksa apakah W > 3 ?, jika tidak kembali ke no 4 12 Tampilkan nilai kecepatan


(48)

46

BAB IV

PENGUJIAN DAN ANALISIS

Pada bab ini akan dibahas tentang metode yang dilakukan penulis meliputi beberapa variabel uji terhadap persentase keberhasilan pembacaan QRCode, adapun variabel uji tersebut adalah kecepatan objek, intensitas cahaya dan jarak kamera terhadap QRCode, dengan total pengujian berjumlah 15840 kali. QRCode yang menggunakan kapasitas data yang umum digunakan media cetak seperti koran atau majalah adalah versi data 3, tipe data alphanumerik, tingkat koreksi error Q dan scale 4.

Kecepatan objek dengan menggunakan rumus jarak dibagi dengan waktu, kecepatan yang digunakan dengan rata-rata 5.042 cm/detik sampai 15.560 cm/detik. Jika kecepatan objek terlalu pelan atau kurang dari 5.042 cm/detik maka akan mengakibatkan sering terjadi hambatan pada laju conveyor dan jika kecepatan objek melebihi 15.560 cm/detik QRCode pada objek sudah tidak terlihat jelas dan QRCode tidak terbaca. Kecepatan objek dilakukan dengan rasio kenaikan kecepatan kurang lebih 2 cm/detik.

Intensitas cahaya menggunakan alat ukur LighMeter dengan satuan LUX, intensitas cahaya yang digunakan dari 50 LUX sampai 550 LUX. Jika menggunakan intensitas kurang dari 50 QRCode pada objek terlalu gelap sedangkan pencahayan pada ruangan mengunakan lampu pijar mempunyai intensitas cahaya maksimum 550 dengan rasio ukur dilakukan dengan rasio per 50 LUX.

Jarak kamera terhadap QRCode yang digunakan 5 cm sampai 12 cm. Jika Jarak kamera terhadap QRCode kurang dari 5 cm maka akan mengakibatkan tidak terbacanya QRCode dikarenakan frame pada kamera tidak memuat keseluruhan QRCode dan jika kecepatan objek melebihi 12 cm QRCode sudah tidak terlihat jelas dan QRCode tidak terbaca dengan rasio jarak yang dilakukan per 1 cm.

Persentase keberhasilan di dapat dari setiap 30 kali pengujian setiap satu variable uji, contoh kecepatan objek 5.042 cm/detik, intensitas cahaya 50 LUX dan jarak 5 cm dengan jumalah percobaan 30 kali.


(49)

47 4.1 Kecepatan Rata-rata Objek pada Conveyor 5.042 cm/detik

Data hasil pengujian dengan kecepatan rata-rata objek 5.042 cm/detik didapat sebuah tabel dari pengujian pengukuran, yang ditunjukan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Kecepatan Rata-rata Objek 5.042 cm/detik

Jarak (cm)

5 6 7 8 9 10 11 12

Int ens it as Cah aya ( L U X )

50 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

100 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

150 70.00% 83.33% 60.00% 33.33% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

200 80.00% 83.33% 63.33% 40.00% 3.33% 0.00% 0.00% 0.00%

250 90.00% 90.00% 93.33% 76.67% 63.33% 46.67% 0.00% 0.00%

300 70.00% 93.33% 100.00% 93.33% 86.67% 50.00% 0.00% 0.00%

350 70.00% 90.00% 100.00% 96.67% 76.67% 30.00% 0.00% 0.00%

400 80.00% 93.33% 100.00% 96.67% 90.00% 10.00% 0.00% 0.00%

450 76.67% 100.00% 100.00% 100.00% 93.33% 10.00% 0.00% 0.00%

500 80.00% 100.00% 100.00% 100.00% 93.33% 3.33% 0.00% 0.00%

550 70.00% 100.00% 100.00% 100.00% 96.67% 3.33% 0.00% 0.00%

Pada grafik dibawah menunjukan bahwa persentase keberhasilan pembacaan QRCode pada intensitas cahaya 50 dan 100 LUX adalah 0% dikarenakan faktor intensitas cahaya yang terlalu gelap. Jarak 5 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 150 sampai 550 LUX dengan tingkat keberhasilan 70% sampai 90%. Jarak 6 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 150 sampai 400 LUX dengan tingkat keberhasilan 83.33% sampai 93.33% dan pada intensitas cahaya 450 sampai 550 LUX adalah intensitas cahaya terbaik mempunyai tingkat keberhasilan 100%. Jarak 7 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 150 sampai 250 LUX dengan tingkat keberhasilan 60% sampai 93.33% dan pada intensitas cahaya 300 sampai 550 LUX adalah intensitas cahaya terbaik mempunyai tingkat keberhasilan 100%. Pada jarak 8 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 150 sampai 400 LUX dengan tingkat keberhasilan 33.33% sampai 96.67% dan pada intensitas cahaya 300 sampai 550 LUX adalah intensitas cahaya terbaik mempunyai tingkat keberhasilan 100%. Jarak 9 cm mempunyai titik kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya


(50)

48 200 sampai 550 LUX dengan tingkat keberhasilan 3.33% sampai 96.67%. Jarak 10 cm adalah jarak yang kurang baik, mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 250 dan 300 LUX titik kenaikan dengan tingkat keberhasilan 46.67% dan 50%, pada intensitas cahaya 350 sampai 550 LUX mulai mengalami penurunan tingkat keberhasilan yaitu 10% sampai 3.3%. Sedangkan jarak 11 cm dan 12 cm jarak dengan tingkat berhasilan 0% dikarenakan jarak antara objek dengan kamera terlalu jauh, sehingga QRCode tidak terdeteksi dengan jelas.

Gambar 4.1. Grafik Persentase Keberhasilan pada Kecepatan Rata-rata Objek 5.042 cm/detik

4.2 Kecepatan Rata-rata Objek pada Conveyor 7.446 cm/detik

Data hasil pengujian dengan kecepatan rata-rata objek 7.446 cm/detik didapat sebuah tabel dari pengujian pengukuran, yang ditunjukan pada tabel 4.2.


(51)

49 Tabel 4.2. Data Hasil Pengujian Kecepatan Rata-rata Objek 7.446 cm/detik

Jarak (cm)

5 6 7 8 9 10 11 12

Int ens it as Cah aya ( cm )

50 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

100 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

150 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

200 0.00% 3.33% 20.00% 6.67% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

250 0.00% 16.67% 40.00% 30.00% 20.00% 3.33% 0.00% 0.00%

300 16.67% 20.00% 40.00% 46.67% 56.67% 3.33% 0.00% 0.00%

350 20.00% 46.67% 60.00% 70.00% 70.00% 13.33% 0.00% 0.00%

400 40.00% 60.00% 73.33% 70.00% 70.00% 13.33% 0.00% 0.00%

450 60.00% 87.67% 76.67% 76.67% 76.67% 6.67% 0.00% 0.00%

500 86.67% 93.33% 93.33% 93.33% 86.67% 3.33% 0.00% 0.00%

550 93.33% 83.33% 80.00% 76.67% 76.67% 0.00% 0.00% 0.00%

Pada grafik dibawah menunjukan bahwa persentase keberhasilan pembacaan QRCode pada intensitas cahaya 50, 100 dan 150 LUX adalah 0% dikarenakan pengaruh faktor intensitas cahaya dan kecepatan. Jarak 5 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 300 sampai 550 LUX dengan tingkat keberhasilan 16.67% sampai 93.33%. Jarak 6 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 200 sampai 550 LUX dengan tingkat keberhasilan 3.33% sampai 93.33%. Jarak 7 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 200 sampai 550 LUX dengan tingkat keberhasilan 20.00% sampai 93.33%. Jarak 8 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 200 sampai 550 LUX dengan tingkat keberhasilan 6.67% sampai 93.33%. Pada jarak 9 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 250 sampai 550 LUX dengan tingkat keberhasilan 20.00% sampai 86.67%. Pada jarak 10 cm adalah jarak yang kurang baik, mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 250 dan 300 LUX titik kenaikan dengan tingkat keberhasilan 3.33% dan pada intensitas cahaya 350 dan 400 LUX kenaikan dengan tingkat keberhasilan 13.33% dan pada intensitas cahaya 450, 500, dan 550 LUX mulai mengalami penurunan tingkat keberhasilan yang baik yaitu 6.67%, 3.33%, dan 0%. Sedangkan pada jarak 11 cm dan 12 cm adalah jarak terburuk dengan tingkat berhasilan 0% dikarenakan jarak antara objek dengan kamera terlalu jauh, sehingga QRCode tidak terdeteksi dengan jelas.


(52)

50 Gambar 4.2. Grafik Persentase Keberhasilan pada Kecepatan

Rata-rata Objek 7.446 cm/detik

4.3 Kecepatan Rata-rata Objek pada Conveyor 9.257 cm/detik

Data hasil pengujian dengan kecepatan rata-rata objek 9.257 cm/detik didapat sebuah tabel dari pengujian pengukuran, yang ditunjukan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Data Hasil Pengujian Kecepatan Rata-rata Objek 9.257 cm/detik

Jarak (cm)

5 6 7 8 9 10 11 12

Int

ens

it

as Cah

aya

(

cm

)

50 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

100 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

150 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

200 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

250 0.00% 0.00% 6.67% 20.00% 0.00% 3.33% 0.00% 0.00%

300 13.33% 0.00% 36.67% 63.33% 10.00% 0.00% 0.00% 0.00%

350 26.67% 36.67% 56.67% 70.00% 10.00% 0.00% 0.00% 0.00%

400 20.00% 33.33% 53.33% 70.00% 20.00% 0.00% 0.00% 0.00%

450 23.33% 23.33% 70.00% 70.00% 16.67% 0.00% 0.00% 0.00%

500 30.00% 66.67% 70.00% 73.33% 10.00% 0.00% 0.00% 0.00%


(53)

51 .

Pada grafik dibawah menunjukan bahwa persentase keberhasilan pembacaan QRCode pada intensitas cahaya 50, 100, 150 dan 200 LUX adalah 0% dikarenakan pengaruh faktor intensitas cahaya dan kecepatan. Jarak 5 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 300 dan 350 LUX dengan tingkat keberhasilan 13.33% dan 26.67% sedangkan pada intensitas cahaya 400 sampai 550 LUX mengalami ketidakstabilan presentase tingkat keberhasilan. Jarak 6 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 300 sampai 400 LUX dengan tingkat keberhasilan 6.67% sampai 46.33% dan pada intensitas cahaya 450 sampai 550 LUX mengalami ketiadakstabilan persentase keberhasilan. Jarak 7 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan yang tidak tidak stabil pada intensitas cahaya 250 sampai 550 LUX dengan tingkat keberhasilan 6.67% sampai maksimum keberhasilan mencapai 70.00%. Jarak 8 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 250 dan 500 LUX dengan tingkat keberhasilan 20.00% sampai 73.33%, dan pada intensitas cahaya 550 LUX mengalami penurunan tingkat keberhasilan 30.00%. Jarak 9 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 300 sampai 400 LUX dengan tingkat keberhasilan 10.00% sampai 20.00% dan pada intensitas cahaya 450, 500 sampai 550 LUX mengalami penurunan tingkat keberhasilan hingga menjadi 16.67%, 10.00% dan 0.00%. Jarak 10 cm, 11 cm dan 12 cm tingkat berhasilan 0% dikarenakan jarak antara objek dengan kamera terlalu jauh, sehingga QRCode tidak terdeteksi dengan jelas


(54)

52 Gambar 4.3. Grafik Persentase Keberhasilan pada Kecepatan

Rata-rata Objek 9.257 cm/detik

4.4 Kecepatan Rata-rata Objek pada Conveyor 11.927 cm/detik

Data hasil pengujian dengan kecepatan rata-rata objek 11.927 cm/detik didapat sebuah tabel dari pengujian pengukuran, yang ditunjukan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Data Hasil Pengujian Kecepatan Rata-rata Objek 11.927 cm/detik

Jarak (cm)

5 6 7 8 9 10 11 12

Int

ens

it

as Cah

aya

(

cm

)

50 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

100 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

150 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

200 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

250 0.00% 0.00% 3.33% 3.33% 3.33% 0.00% 0.00% 0.00%

300 6.67% 6.67% 6.67% 23.33% 6.67% 0.00% 0.00% 0.00%

350 10.00% 13.33% 16.67% 36.67% 10.00% 0.00% 0.00% 0.00%

400 16.67% 46.67% 46.67% 46.67% 10.00% 0.00% 0.00% 0.00%

450 16.67% 30.00% 36.67% 43.33% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

500 26.67% 36.67% 36.67% 40.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%


(55)

53 Pada grafik dibawah menunjukan bahwa persentase keberhasilan pembacaan QRCode pada intensitas cahaya 50, 100, 150 dan 200 LUX adalah 0% dikarenakan pengaruh faktor intensitas cahaya dan kecepatan. Pada jarak 5 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 300 sampai 550 LUX dengan tingkat keberhasilan 6.67% sampai 30.00%. Jarak 6 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 300 sampai 400 LUX dengan tingkat keberhasilan 6.67% sampai 46.33% dan pada intensitas cahaya 450 sampai 550 LUX mengalami ketiadakstabilan persentase keberhasilan. Jarak 7 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 250 sampai dengan 400 LUX dengan tingkat keberhasilan 3.33% sampai 46.67% dan pada intensitas cahaya 450 sampai 550 LUX mengalami penurunan tingkat keberhasilan menjadi 46.67% sampai 33.33%. Jarak 8 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 250 sampai 400 LUX dengan tingkat keberhasilan 3.33% sampai 46.67% dan pada intensitas cahaya 450 LUX sampai 550 mengalami penurunan tingkat keberhasilan menjadi 43.33% dan 36.67. Jarak 9 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 250 sampai dengan 400 LUX dengan tingkat keberhasilan 3.33% sampai 10.00% dan pada intensitas cahaya 450 LUX sampai 550 mengalami penurunan tingkat keberhasilan hingga menjadi 0.00%. Jarak 10 cm, 11 cm dan 12 cm tingkat berhasilan 0% dikarenakan jarak antara objek dengan kamera terlalu jauh, sehingga QRCode tidak terdeteksi dengan jelas


(56)

54 Gambar 4.4. Grafik Persentase Keberhasilan pada Kecepatan

Rata-rata Objek 11.9277 cm/detik

4.5 Kecepatan Rata-rata Objek pada Conveyor 13.806 cm/detik

Data hasil pengujian dengan kecepatan rata-rata objek 13.806 cm/detik didapat sebuah tabel dari pengujian pengukuran, yang ditunjukan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Data Hasil Pengujian Kecepatan Rata-rata Objek 13.806 cm/detik

Jarak (cm)

5 6 7 8 9 10 11 12

Int

ens

it

as Cah

aya

(

cm

)

50 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

100 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

150 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

200 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

250 0.00% 0.00% 3.33% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

300 3.33% 6.67% 6.67% 3.33% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

350 3.33% 10.00% 3.33% 3.33% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

400 10.00% 16.67% 3.33% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

450 10.00% 6.67% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

500 10.00% 3.33% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%


(57)

55 Pada grafik dibawah menunjukan bahwa persentase keberhasilan pembacaan QRCode pada intensitas cahaya 50, 100, 150 dan 200 LUX adalah 0% dikarenakan pengaruh faktor intensitas cahaya dan kecepatan. Jarak 5 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 300 dan 350 3.33% dan intensitas cahaya 400 sampai 550 LUX mengalami kenaikan menjadi 10.00%. Jarak 6 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 300 sampai 400 LUX dengan tingkat keberhasilan 6.67% sampai 16.67% dan pada intensitas cahaya 450 sampai 550 LUX mengalami penurunan tingkat keberhasilan hingga menjadi 6.67% sampai 0%. Jarak 7 cm mengalami kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 250 dan 300 LUX dengan tingkat keberhasilan 3.33% dan 6.67%, pada intesitas cahaya 300 dan 350 LUX mempunyai tingkat keberhasilan 3.33%, pada 450 sampai 550 LUX mengalami penurunan tingkat keberhasilan menjadi 0%. Jarak 8 cm kenaikan tingkat keberhasilan pada intensitas cahaya 300 dan 350 LUX dengan tingkat keberhasilan 3.33%, pada 400 sampai 550 LUX mengalami penurunan tingkat keberhasilan menjadi 0%. Sedangkan pada jarak 9 cm, 10 cm, 11 cm dan 12 cm tingkat keberhasilan 0% dikarenakan jarak antara objek dengan kamera terlalu jauh, sehingga QRCode tidak terdeteksi dengan jelas


(1)

58

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari pengujian yang penulis lakukan terhadap software QuickMark dengan total pengujian berjumlah 15840 kali dapat dibuat kesimpulan dengan konfigurasi kecepatan objek, intensitas cahaya dan jarak kamera terhadap QRCode untuk mendapatkan persentase keberhasilan 100% adalah sebagai berikut:

1. Kecepatan maksimum rata-rata objek di conveyor 5.042 cm/detik dan jarak 6 cm dengan intensitas cahaya 450 sampai dengan 550 LUX.

2. Kecepatan maksimum rata-rata objek di conveyor 5.042 cm/detik dan jarak 7 cm dengan intensitas cahaya 300 sampai dengan 550 LUX

3. Kecepatan maksimum rata-rata objek di conveyor 5.042 cm/detik dan jarak 8 cm dengan intensitas cahaya 450 sampai dengan 550 LUX.

Titik aman pembacaan QRCode pada objek bergerak di conveyor untuk Kapasitas data QRCode dengan versi data 3, tipe data alphanumerik, tingkat koreksi error Q dan scale 4 adalah kecepatan maksimum rata-rata objek di conveyor 5.042 cm/detik dengan jarak 7 cm dan intensitas cahaya 450 LUX.

5.2 Saran

Hasil percobaan ini masih belum dari sempurna, maka untuk itu penulis akan memberikan beberapa saran diantaranya:

1. Studi keberhasilan ini baru dilakukan pada sebuah PC dengan processor Core 2 Duo, memory 2GB dan kamera 1,3 megapixel.

2. Pencahayaan baru menggunakan lampu pijar. 3. Posisi QRCode belum berdasarkan sudut.

4. Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat dikembangkan dengan sistem cerdas sebagai pemisahan atau pengelompokan objek atau barang pada conveyor berdasarkan informasi QRCode yang terdeteksi.


(2)

STUDI KEBERHASILAN SOFTWARE QUICKMARK DALAM

MENDETEKSI QRCODE PADA OBJEK BERGERAK

TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan Pada

Program Studi Sistem Komputer Strata Satu di Jurusan Teknik Komputer

Oleh :

Yuddy Setiyadi

10204114

Pembimbing : Dr. Yusrila Y Kerlooza Maskie Z. Oematan, S. Kom

JURUSAN TEKNIK KOMPUTER

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA


(3)

59

DAFTAR PUSTAKA

[1] Bascom AVR di akses pada tanggal 22 Mei 2011 dari: http://bahrambaba2.persiangig.com/other/bascom%20avr%20tutorial.pdf [2] Datasheet ATmega 16 di akses pada tanggal 2 Mei 2011 dari:

http://www.atmel.com/dyn/resources/prod_documents/doc2466.pdf [3] Datasheet LM393 diakses pada tanggal 17 April 2011 dari:

http://html.alldatasheet.com/html-pdf/3068/MOTOROLA/ LM393/256/1/LM393.html

[4] Infrared transmitter diakses pada tanggal 17 April 2011 dari:

http://duniateknologi-info.blogspot.com/2009/12/rangkaian-sensor-infrared-dengan-photo.html

[5] Motor DC Webcam diakses pada tanggal 1 April 2011 dari: http://staff.ui.ac.id/internal/040603019/material/DCMotorPaperandQA.pdf [6] Phototransistor diakses pada tanggal 17 April 2011 dari:

http://www.fairchildsemi.com/an/AN/AN-3005.pdf

[7] Webcam diakses pada tanggal 27 Maret 2011 dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Webcam

[8] QRCode diakses pada tanggal 30 September 2009 dari: http://www.denso-wave.com/qrcode/index-e.html

[9] QRCode diakses pada tanggal 5 Oktober 2009 dari: http://www.swetake.com

[10] QRCode diakses pada tanggal 1 Oktober 2009 dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Kode_QR

[11] Quickmark, scanner barcode di akses pada tanggal 20 Agustus 2009 dari: http://quickmark.com.tw/En/basic/index.asp


(4)

Yuddy Setiyadi lahir Bandung Jawa Barat pada 21 September 1981. Anak ke-2 dari 4 bersaudara memiliki tinggi badan 177 cm dan berat 55 kg. Alamat sekarang KP. Waas RT/RW 03/13 Desa Sabandar Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Lulus SDN Bojong Herang 4 Batu Ceper Tangerang tahun 1994, SLTP PGRI Batu Ceper 245 Tangerang 1997, SMK Negeri 3 Program Studi Budi Daya Perikanan di Cianjur tahun 2000, dan Gelar Sarjana Komputer diperoleh dari Program Studi Teknik Komputer Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UNIKOM tahun 2011. Pengalaman kerja praktek di Tambak Udang di Cirebon bagian pemijahan udang pada Juni-September 1999 dan PLN Cipanas-Cianjur bagian Administrator Jaringan pada April-Mei 2007.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Pencipta dan Pemelihara alam semesta, shalawat serta salam semoga terlimpah bagi Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir masa.

Atas rahmat Allah SWT, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, meskipun proses belajar sesungguhnya tak akan pernah berhenti. Tugas Akhir ini sesungguhnya bukanlah sebuah kerja individual dan akan sulit terlaksana tanpa bantuan banyak pihak yang tak mungkin Penulis sebutkan satu persatu, namun dengan segala kerendahan hati.

1. Ibu Sri Nurhayati, S.Si, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Komputer, Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

2. Bapak Dr. Yusrila Y Kerlooza., selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, yang telah banyak memberikan arahan, saran dan bimbingan dengan penuh kesabaran untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Maskie Z. Oematan, S. Kom., selaku Dosen Pembimbing II atas waktu, motivasi dan kesabaran membimbing Penulis ke arah penyempurnaan penulisan Tugas Akhir ini.

4. Keluarga yang membantu dukungan moril dan materi, Mamahku yang telah mencintai, menyayangi, membesarkan, mendidik penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, Papah “alm”, Papap atas kesabarannya, Aa Denny, Teh Nung dan De Iya, serta kedua adikku Ryan dan Neng Risna . 5. Bapak Usep Mohamad Ishaq, M.Si., selaku Dosen Wali penulis atas

kepedulian terhadap Kelas 04 TK2 yang tidak pernah lelah memberi solusi atas keluh kesah kami.

6. Seluruh dosen Jurusan Teknik Komputer Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia yang telah mendedikasikan diriya bagi almamater, mengajarkan ilmu, kejujuran, kedisiplinan dan senantiasa menampilkan akhlak yang indah. Semoga Allah SWT membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.


(6)

vi

7. Bapak Taufik Nuzwir Nizar, S. Kom dan Bapak Rodi Hartono S.T selaku dosen asistem I dan asistem II Divisi Robotika UNIKOM yang telah memberikan arahan dan bimbingannya kepada Penulis.

8. Rekan-rekan yang ada di “Divisi Robotika UNIKOM” dan pengurus lab. Jarangan dan Komputasi atas tempat dan sarana untuk pengerjaan Tugas Akhir yang Penulis kerjakan ini yang sangat membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

9. Pina Handayani E, yang telah banyak memberikan spirit kepada penulis, dalam keadaan susah senang, suka duka dilewati bersama serta banyak hal yang telah kau lakukan, terima kasih atas semua yang kau berikan padaku dan semangat tingkat tinggi dalam mengerjakan tugas akhir.

10. Teman-teman 04 TK-2, 04 TK-1, angkatan 2006, 2005 dan 2003, : terima kasih atas kerja sama dan masukannya dalam mengerjakan Tugas Akhir ini 11. Semua pihak yang membantu dan memotivasi Penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya, Penulis berharap semoga penelitian ini menjadi sumbangsih yang bermanfaat bagi dunia sains dan teknologi di Indonesia, khususnya disiplin keilmuan yang Penulis dalami.

Bandung, 11 Agustus 2011