Hadis al-wahn dan relevansinya dengan konteks kekinian
HADIS AL-WAHN DAN RELEVANSINYA DENGAN
KONTEKS KEKINIAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh :
AMINAH BINTI SHAFIE
NIM: 109034000109
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
HADIS AL-WAHN DAN RELEVANSINYA DENGAN
KONTEKS KEKINIAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
AMINAH BINTI SHAFIE
NIM: 109034000109
Di Bawah Bimbingan:
DR. ATIYATUL ULYA, MA
NIP. 19700112 199603 2 001
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “HADIS AL-WAHN DAN RELEVANSINYA
DENGAN KONTEKS KEKINIAN” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah
Fakultas Ushuluddin “UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” pada tanggal 6 Agustus
2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Program Strata Satu (S1) Pada Jurusan Tafsir Hadis.
Jakarta, 6 Agustus 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si
NIP. 19651129 199403 1 002
Rifqi Muhammad Fathi, MA
NIP. 19770120 200312 1 003
Anggota
Rifqi Muhammad Fathi, MA
NIP. 19770120 200312 1 003
Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si
NIP. 19651129 199403 1 002
Dr. Atiyatul Ulya, MA
NIP. 19700112 199603 2 001
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dirafa’kan ke hadrat Allah; Tuhan sekalian alam;
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang; dan yang sentiasa melimpahkan
rahmat dan kurniaan. Selawat dan salam tercurahkan ke haribaan junjungan
mulia, manusia teladan, insan pilihan, rasul termulia yakni Nabi Muhammad
SAW, ahli keluarganya, para sahabat dan tabien serta al-sabiqun dan al-awwalun
yang istiqamah dalam memperjuangkan sunnah dan ajarannya.
Kesyukuran yang tidak terungkapkan kata kepada Rabbul ‘Adzim karena
pertamanya memberi peluang kepada penulis memijak tanah bumi Negara
serumpun ini sebagai seorang mahasiswa internasional. Yang mencetus ide untuk
memahami budaya cultural Indonesia, mengutip seberapa banyak manfaat, ilmu
pengetahuan, ‘ibrah dan teladan, serta mengimarah antara pusat pengajian Islam.
Dan kedua diberi semangat kebertanggungjawaban untuk meyelesaikan tugas
menyusun skripsi yang berjudul ‘Hadis al-Wahn dan Relevansinya dengan
Konteks Kekinian’.
Sesungguhnya dengan keterbatasan upaya, materi dan pengetahuan
ilmiah, penulis menyedari bahwa tidak mungkin penulisan skripsi ini selesai
tanpa dorongan motivasi, saran dan kritik dari semua pihak. Jadi pada
kesempatan ini, penulis ingin menghulurkan ucapan terima kepada:
1. Bpk. Prof. DR. Zainon Kamaluddin Fakih, MA., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat.
2. Dr. Bustamin, M.Si, Ketua
Jurusan
Tafsir
Hadis, dan Bpk Rifqi
Muhammad Fathi, MA, Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.
i
3. Dr. Atiyatul Ulya, M.A, Dosen Pembimbing Skripsi, yang banyak
menunjuk ajar dan memperuntukkan waktu.
4. Seluruh tenaga pengajar program studi Tafsir Hadis (TH), Seluruh staf
dan
karyawan
Fakultas
Ushuluddin,
Perpustakaan
Utama
dan
Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Akademik Pusat, dan Rektorat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh ahli keluarga di Malaysia, Ibunda tercinta, Mandak Abdullah,
Saudara-saudaraku k.Tie, Aisyah dan Ibrahim.
6. Teman-teman seperjuangan di UIN. Teman sekuliah Sya, Su, Saifuddin
dan Hadi. Teman-teman Indonesia Atik, Nita dan selainnya. Juga tidak
dilupakan teman-teman dari Malaysia angkatan 2009/2010.
Semoga usaha kecil penyusunan skripsi ini sebagai satu amal yang ikhlas,
yang membuahkan ganjaran di sisi Allah, yang menghasilkan karya ilmiah yang
bermanfaat, dan menambah ilmu dan kesadaran kepada penulis khususnya.
Akhirnya, segala kesempurnaan itu adalah mutlak milik sang Pencipta dan
kekurangan-kekurangan itu tentunya dari yang tercipta; makhluk yang rentan
kesalahan dan kekhilafan. Wassalam
Jakarta, 15 Juli 2010
3 Sya’ban 1431
Penulis
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI
a. Padanan Aksara
Huruf
Huruf
Arab
Latin
ا
B
ب
T
ت
Ts
ث
J
ج
H
ح
Kh
خ
D
د
Dz
ذ
R
ر
Z
ز
S
س
Sy
ش
S
ص
D
ض
Th
ط
Z
ظ
‘
ع
Gh
غ
F
ف
Q
ق
K
ك
L
ل
M
م
N
ن
W
و
H
هـ
`
ء
Y
ي
Keterangan
tidak dilambangkan
be
te
te dan es
je
ha dengan garis di bawah
ka dan ha
de
de dan zet
er
zet
es
es dan ye
es dengan garis di bawah
de dengan garis di bawah
te dan ha
zet dengan garis di bawah
koma terbalik diatas hadap kanan
ge dan ha
ef
ki
ka
el
em
en
we
ha
apostrof
ye
b. Vokal
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
a
i
u
fathah
kasra
dammah
Adapun Vokal Rangkap
iii
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ai
au
a dan i
a dan u
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ــﺎ
â
î
û
a dengan topi di atas
i dengan topi di atas
u dengan topi di atas
ي
و
c. Vokal Panjang
ــــــ
ـــــــﻮ
d. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ()ال,
dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh = اﻟﺸﻤﺴ ﺔal-syamsiyyah, = اﻟﻘﻤﺮ ﺔal-qamariyyah.
e. Tasydîd
Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku
jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti
huruf-huruf samsiyyah.
f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut
diikuti kata sifat (na‘t). Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
g. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya . Contoh = اﻟﺒﺨﺎرal-Bukhâri.
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 6
D. Metode Penelitian ......................................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ................................................................... 8
BAB II
KAJIAN SANAD DAN MATAN HADIS
A. Teks Hadis dan Terjemahan ......................................................... 10
B. Identifikasi Hadis .......................................................................... 10
C. Kegiatan Iktibar............................................................................. 13
D. Kegiatan Penelitian Sanad ........................................................... 15
E. Kegiatan Penelitian Matan ............................................................ 41
1. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanadnya. .............. 42
2. Mengindektifikasikan Bentuk Periwayatan ............................ 42
3. Meneliti Susunan Lafal Berbagai Matan yang Semakna. ....... 42
4. Meneliti Kandungan Matan (Membandingkan dengan nas) ... 45
v
BAB III
RELEVANSI TEKS HADIS DENGAN KONTEKS
A. Teks dan Kontekstual Hadis ......................................................... 47
B. Pengertian al-wahn dan Penafsiran Hadis..................................... 49
C. Karakteristik al-wahn dan Problemika Umat Islam Kontemporer 56
D. Relevansi
Interpretasi
Teks
dan
Kebenarannya
Melalui
Pembuktian di Konteks Modern ................................................... 71
E. Esensi Segala Krisis dan Rahsia Konspirasi Musuh ..................... 78
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 81
B. Saran-saran .................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 82
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, seluruh jagat telah menyaksikan nasib malang yang dialami oleh
negara dan masyarakat muslim baik di dalam kasus pertahanan, pentadbiran,
persoalan teologi, penguasaan ekonomi, media massa dan sebagainya. Kita telahpun
menyaksikan bagaimana pencerobohan yang dilakukan oleh Amerika Serikat ke atas
tanah dan negara Islam Irak, Afghanistan, juga ancaman terhadap Iran,
pendominasian ekonomi dan industri oleh Barat, pemurtadan serius dalam kalangan
muda mudi, kekaburan fakta benar dalam informasi maklumat dan lain-lain.
Problem tersebut ini bukan hanya fenomena semasa. Ini karena, buku-buku
sejarah dan peradaban telah mencatat kekelaman dunia Islam dahulu akibat
penjajahan Barat dan sekutunya seperti kehancuran kerajaan Abbasiyah di bawah
serangan tentera Monggol, 1 kehancuran Turki Usmani yang dipimpin oleh bapa
modern Kamal Artartuk, 2 dan perebutan kuasa di Sepanyol oleh tentera Kristen di
bawah pimpinan Ferdinand III dari Castilla yang menyebabkan supremasi Islam
mulai mengalami kemunduran. 3
Apa yang menimpa dunia Islam modern ini dari sudut sebab, strategi, metode
dan akibatnya adalah sama dengan apa yang menimpanya dunia Islam terdahulu,
yang berbeda hanya pelaku, alat dan waktu.
1
Busman Edyar, ed., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, September 2009),
cet. ke- 2, h. 113.
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGraFido Persada, t.t.), h. 70-71.
3
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 115-117.
1
2
Kecelakaan, keaiban dan kelemahan ini menyebabkan kita semua sudah
kehilangan akal apakah ini semua disebabkan karena takut, tiada kuasa, atau pokok
dan punca masalah sebenarnya adalah penyakit al-wahn; satu ungkapan yang
bermaksud cinta dunia dan takut mati di dalam sebuah hadis yang berisi petunjuk
antara sebab mengapa ‘Seluruh Dunia Mengerumuni Negara Islam’. Redaksinya
adalah seperti berikut:
ﻜْﺮ ﺪ ﺎ ا ْ ﺟﺎ ﺮ
ﻮ ﻚ ا ْﺄ
ْﻪ و
ْ ﻮْ ﺬ ﺎل
ﺎل
ﻰا ﻪ
ْ و ْ ﺔ
ﺪور ﺪوآ ْ ا ْ ﻬﺎ ﺔ
ا ﺪْ ﺎ
ْ ﺪ ﺎ ْﺮ
ْ
ْ ْ إ ْﺮاه ا ﺪ
ْ ﺪ ﺎ ْﺪ ا ﺮ
ْ ﻮْ ﺎن ﺎل ﺎل ر ﻮل ا ﻪ
ْ ﻬﺎ ﻓ ﺎل ﺎ
ا ﻪ
ْﻜ ْ آ ﺎ ﺪا ﻰ ا ْﺄآ ﺔ إ ﻰ
ﺎء آ ﺎء ا ْ و ْﺰ
ْﺎ ر ﻮل ا ﻪ و ﺎ ا ْﻮه
أ ﻮ ْﺪ ا ﺎم
ﺪ
أنْ ﺪا ﻰ
ْ أ ْ ْ ﻮْ ﺬ آ ﺮ و ﻜ ﻜ
ﻮ ﻜ ْ ا ْﻮهْ ﻓ ﺎل ﺎ
ْﻜ ْ و ْﺬﻓ ا ﻪ ﻓ
4
وآﺮاه ﺔ ا ْ ﻮْت
Artinya: Menyampaikan hadis kepada kami ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm alDimasyqî menyampaikan hadis pada kami Bisyr bin Bakr menyampaikan
hadis kepada kami Ibn Jâbir meriwayatkan hadis kepadaku Abû Abd alSalâm daripada Tsaubân berkata, telah bersabda Rasulullah SAW:
“Hampir saja bangsa-bangsa memangsa kalian sebagaimana orang-orang
lapar menghadapi meja penuh hidangan.” Seseorang bertanya, “Apa kami
saat itu sedikit”? Jawab beliau, “Bahkan kalian saat itu banyak, akan tetapi
kalian seperti buih di laut. Allah sungguh akan mencabut rasa takut dari
dada musuh kalian, dan Allah sungguh akan mencampakkan penyakit wahn
ke dalam hatimu.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apa itu wahn?
Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati”. 5
4
Abî Dâwud Sulaimân bin al-`Asy‘ast al-Sijistânî 202-275, Sunan Abî Dâwud, (T.tp.: Dar alA‘lam, 1423H/2003M), cetakan pertama, h. 698.
5
‘Umar Sulaimân al-Asyqar, Al-Yaum al-Akhîr al-Qiyâmah al-Sughrâ wa ‘Alâmât al-qiyâmah
al-Kubrâ, penerjemah Irfan Salim, (T.tp.:PT Serambi Ilmu Semesta, Rabiulakhir 1421H/Juli 2000M),
cetakan kesatu, h. 161.
3
Namun demikian, problem yang menyangkut teks sebuah hadis masih dapat
saja muncul. Apakah pemahaman makna sebuah ritual hadis harus dikaitkan dengan
konteksnya (substance) atau tidak? Apakah konteks tersebut berkaitan dengan pribadi
pengucapnya saja, atau mencakup pula mitra bicara dan kondisi sosial ketika
diucapkan atau diperagakan? Relevankah kebenarannya sekiranya diinterpretasikan
dengan kondisi zaman-zaman setelah Nabi? Itulah sebagian persoalan yang dapat
muncul dalam pembahasan tentang pemahaman makna hadis. 6
Dengan demikian, apabila hadis ini dipahami secara kontekstual dan
dikomparasikan kebenarannya dengan problem yang berlaku dalam kelangsungan
hidup masyarakat saat ini, sangat jelas memperlihatkan kebenaran sabda Nabi SAW.
Gambaran yang jelas dan nyata daripada hadis dan fakta itu ialah ada satu
kelompok manusia yang dikuasai dan dijadikan makanan manakala ada satu
kelompok manusia lain yang menguasai dan mengerumuni untuk memakannya.
Sebab terjadinya tidak disebutkan dengan jelas dalam berita pertama. Kedua berita ini
saling keterkaitan yang mana salah satunya adalah satu bukti kebenarannya.
Pertamanya adalah hadis yang diungkap oleh Rasulullah SAW, dan kedua adalah
suatu bukti kebenarannya. Negara dan masyarakat Islam dijadikan makanan oleh
sekumpulan kelompok manusia dari Negara-negara dan agama bukan Islam yang
pada kenyataannya musuh agama. Mereka bangga dan tidak merasa takut terhadap
umat Islam, bahkan memperkecilkan mereka.
6
Makhsis Shahaby, ‘Integritas hadis Dalam Konteks Dakwah Islam’, artikel ini diakses pada
tanggal 31 Disember 2009 dari http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Hadis.html.
4
Umat Islam adalah kelompok yang kalah, lemah dan senang dikuasai sehingga
mereka dijadikan hidangan dengan niat dicabik, dikoyak, dicampuradukkan,
dipisahkan dan juga diperkosa kesuciannya oleh penyantap hidangan. Mereka seperti
disebutkan dengan jelas oleh hadis, karena terkena penyakit al-wahn yakni ا ﺪ ْ ﺎ
وآﺮاه ﺔ ا ْ ﻮْت.
Penyakit al-wahn yang menjadi penyebab utama kekalahan dalam setiap
perjuangan menimpa umat sebelum Islam bahkan ia dijadikan sunnahtullah (qadâ` alMubram) oleh Yang Maha Kuasa. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda
maksudnya; “Umatku akan ditimpa penyakit yang pernah menimpa umat terdahulu.”
Sahabat bertanya , “apakah penyakit umat terdahulu itu?” Nabi SAW menjawab; “
penyakit itu telah terlalu banyak seronok, terlalu mewah, menghimpun harta
sebanyak mungkin, tipu menipu dalam merebut harta benda dunia, saling memarah,
hasut-menghasut sehingga jadi zalim menzalimi”- (Hadith riwayat al-Hakim)
Penyakit yang disebutkan oleh Rasulullah SAW ini telah banyak kita lihat di
kalangan masyarakat muslim hari ini. Di sana sini kita melihat penyakit ini merebak
dan menular dalam masyarakat dengan ganasnya. Dunia Islam dilanda krisis rohani
yang sangat tajam dan meruncing. Dengan kekosongan rohani itulah mereka terpaksa
mencari dan menimbun harta benda sebanyak-banyaknya untuk memuaskan hawa
nafsu. Maka apabila hawa nafsu diperturutkan tentunya mereka terpaksa
menggunakan segala macam cara dan tipu daya.
5
Pada saat itu, hilanglah nilai akhlak dan yang terwujud hanyalah kecurangan,
khianat, hasut-menghasut dan sebagainya.
Maka jelaslah di sini bahwa hadis yang disabdakan Rasulullah SAW perlu
lebih diteliti kesahihan, esensi dan substansinya supaya pemahaman yang lebih tepat
karena al-wahn adalah satu wabah yang dapat memudaratkan pribadi umat muslim
sekiranya tidak ada inisiatif bagi menghalangi dan membendung penularannya.
Hubungan hadis tersebut sangat terkait dengan realitas kehidupan manusia
dewasa ini dan memerlukan penjelasan yang lebih luas. Permasalahan inilah yang
ingin diangkat dalam judul skripsi, dan penulis merasa tertarik untuk meneliti dan
mengeksperimentasi relevansi hadis tersebut dengan konteks kekinian yang akan
dituangkan di dalam skripsi berjudul “Hadis al-Wahn dan Relevansinya dengan
Konteks Kekinian”.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusannya
Dari pembahasan makna teks hadis di atas, adalah wabah al-wahn berdasarkan
kepada kitab Sunan Abû Dâwud, begitu banyak persoalan yang muncul tatkalah
berbicara tentang hadis Nabi dan relevansi kebenarannya dengan konteks kekinian.
Hal ini merupakan suatu indikasi akan menariknya pembahasan ini, kerana penyakit
yang terkandung di dalam teks hadis yang diketengahkan penulis adalah merupakan
antara simpton kemunduran umat Islam. Dalam penelitian ini, penulis lebih
membatasi interpretasi kebenaran teks hadis kepada relevansinya di dalam konteks
kekinian.
6
Penulis juga akan membuat penelitian terhadap sanad dan matan hadis.
Mencoba menjelaskan apakah yang sebenarnya diartikan dalam hadis bersumber dari
kitab Sunan Abû Dâwud dan kitab Syarahnya ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî
Dâwud’.
Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas, penulis dapat merumuskan
masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang al-wahn dalam kitab
Sunan Abû Dâwud dan Sunan Ahmad ibn Hanbal.
2. Bagaimana kualitas hadis sahih dapat direlevansi kebenaran dari
penafsiran teksnya dengan konteks kekinian.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat yang ingin digapai dalam penelitian ini antaranya adalah:
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui kualitas dan kandungan pokok hadis tentang masalah umat
dan kejelasan kedudukan dan status hadis tersebut apakah sahîh, hasan
atau da‘îf.
b. Mengetahui kebenaran hadis yang disabdakan oleh Rasulullah SAW
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa
nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan”.
7
c. Mengetahui adakah teks hadis tersebut sesuai dan relevan atau tidak jika
dikomparasikan
substansinya
dengan
konteks
sebagaimana
yang
dikemukakan pada perumusan masalah.
d. Untuk menentukan apakah hadis tentang penyakit al-wahn dapat dijadikan
hujjah dan pengajaran atau tidak.
2. Manfaat penelitian
a. Supaya lebih menyakini terhadap satu-satu hadis untuk dijadikan hujjah
atau dalil dalam lapangan dakwah.
b. Memperkayakan pemikiran Islam khususnya tentang bidang hadis.
c. Bagi memperoleh gelar Sarjana (SI) dalam bidang Tafsir Hadis di Fakultas
Ushuluddin.
D. Metodologi Penelitian
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan diteliti melalui jenis penelitian
kepustakaan (library research). Dan dalam pengelolahan data-data, melalui metode
perbahasan analisa komparatif. Juga dilakukan penilaian kritik hadis yang
merangkum di dalamnya kritik sanad dan pendekatan kritik tekstual (matan) dengan
mengkaji hadis tersebut dari sisi pemahaman teksnya, apakah hadis itu memiliki
keseragaman redaksi, atau berbeda-beda redaksi dari sekian banyak sanad yang ada.
Dalam aspek penafsiran bagi mencari kaitan/relevansi dengan persoalan masa kini,
penulis menggunakan pendekatan pemahaman kontekstual dengan mengemukakan
pembuktian-pembuktiannya dalam konteks kekinian.
8
Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, disertasi), yang diterbitkan oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta” dengan kerjasama CeQDA (Center for Development and
Assurance), cetakan II, tahun 2007.
E. Sistematika Penelitian
Penulisan skripsi ini dibuat dalam empat bab, adapun perinciannya adalah
sebagai berikut.
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi dari uraian singkat
mengenai materi yang akan dibahas, yang merupakan penegasan pembatasan dan
perumusan masalah yang difokuskan kepada kasus relevansi kebenaran hadis dalam
konteks kekinian, di dalamnya mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab kedua adalah Takhrîj al-hadîts mengenai hadis al-Wahn. Pembahasan ini
meliputi melacak sumber hadis tersebut. Setelah itu, dikemukakan komparasi
periwayatan. Selain itu, ditelusuri biografi para periwayat dan komentar para ulama
mengenai kredibilitas mereka. Kemudian akan diberikan analisa terhadap kualitas
riwayat tersebut.
Bab ketiga pembahasan difokuskan pada pengertian kata al-wahn dan
penafsiran hadis, serta alasan kesesuaiannya di dalam pembahasan konteks kekinian
melalui pembuktian-pembuktian.
9
Bab keempat merupakan penutup dari skripsi ini, berisikan tentang
kesimpulan dan jawaban dari yang ada pada pembahasan dan perumusan masalah
seluruh pembahasan, serta saran-saran yang dapat disampaikan oleh penulis dalam
penyusunan skripsi.
BAB II
KAJIAN SANAD DAN MATAN HADIS
A. Teks Hadis dan Terjemahan
ﻜْﺮ ﺪ ﺎ ا ْ ﺟﺎ ﺮ
ﻮ ﻚ
ْﻪ و
ْ و ْ ﺔ
ﺪور
ْ
ا ﻪ
ﺎ ر ﻮل ا ﻪ و ﺎ
ْ ﺪ ﺎ ْﺮ
ﻰا ﻪ
ْ ْ إ ْﺮاه ا ﺪ
ْ ﻮْ ﺎن ﺎل ﺎل ر ﻮل ا ﻪ
ْ ﻬﺎ ﻓ ﺎل ﺎ
ْ ﺪ ﺎ ْﺪ ا ﺮ
أ ﻮ ْﺪ ا ﺎم
ْﻜ ْ آ ﺎ ﺪا ﻰ ا ْﺄآ ﺔ إ ﻰ
أنْ ﺪا ﻰ
ﺪ
ا ْﺄ
ﺎء آ ﺎء ا ْ و ْﺰ
ْ ﻮْ ﺬ ﺎل ْ أ ْ ْ ﻮْ ﺬ آ ﺮ و ﻜ ﻜ
ﻮ ﻜ ْ ا ْﻮهْ ﻓ ﺎل ﺎ
ﺪوآ ْ ا ْ ﻬﺎ ﺔ ْﻜ ْ و ْﺬﻓ ا ﻪ ﻓ
1
ا ﺪ ْ ﺎ وآﺮاه ﺔ ا ْ ﻮْت
ﺎل
ْا ْﻮه
Artinya: Menyampaikan hadis kepada kami ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm alDimasyqî menyampaikan hadis pada kami Bisyr bin Bakr menyampaikan
hadis kepada kami Ibn Jâbir meriwayatkan hadis kepadaku Abû ‘Abd alSalâm daripada Tsaubân berkata, telah bersabda Rasulullah SAW:
“Hampir saja bangsa-bangsa memangsa kalian sebagaimana orang-orang
lapar menghadapi meja penuh hidangan.” Seseorang bertanya, “Apa kami
saat itu sedikit”? Jawab beliau, “Bahkan kalian saat itu banyak, akan tetapi
kalian seperti buih di laut. Allah sungguh akan mencabut rasa takut dari
dada musuh kalian, dan Allah sungguh akan mencampakkan penyakit wahn
ke dalam hatimu.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apa itu wahn?
Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati”. 2
B. Identifikasi Hadis
Langkah pertama yang dilakukan di dalam menelusuri dan meneliti sebuah
hadis adalah menemukan sanad-sanad hadis dan perawi-perawi hadis yang ada di
dalamnya melalui metode takhrîj.
1
Abî Dâwud Sulaimân bin al-`Asy‘ats al-Sijistânî, Sunan Abî Dâwud, kitab Al-Malâhim,
hadis ke-4297, (T.tp.: Dar al-A‘lam, 1423H/2003M), cet. 1, h. 698.
2
‘Umar Sulaimân al-Asyqar, Al-Yaum al-Akhîr al-Qiyâmah al-Sughrâ wa ‘Alâmât al-qiyâmah
al-Kubrâ, penerjemah Irfan Salim, (T.tp.:PT Serambi Ilmu Semesta, Rabiulakhir 1421H/Juli 2000M),
cetakan kesatu, h. 161.
10
11
Dalam melakukan kegiatan takhrîj al-hadîts, penulis telah menggunakan
metode takhrîj al-hadîts bi al-lafaz (penelusuran hadis melalui lafal atau kata-kata
dalam matan hadis). 3 Untuk kepentingan takhrîj al-hadîts yang disebutkan, penulis
merujuk kepada kitab kamus al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Alfâz al-Hadîts al-Nabawî.
Dari matan hadis yang diperoleh di atas, apabila ditempuh metode takhrîj alhadîts bi al-lafaz, maka lafal-lafal yang dapat ditelesuri adalah
ﺎء
- ْ ا- ْا ْﻮه.
Tujuan dan rasional penulis memilih lafal-lafal demikian adalah karena eksistensinya
yang asing ketimbang lafal selainnya. Adapun data yang disajikan oleh kitab alMu’jam lewat penelesuran tiga lafal tersebut adalah sebagai berikut :
:ا ﺪ ْ ﺎ وآﺮاه ﺔ ا ْ ﻮْت
ﺎل
ْﺎل ْ ﺎ و ﺎ ا ْﻮه
ْﻮ ﻜ ْ ا ْﻮه
ﻓ
ْ و, )و ﻰ4 ْوه
: ْ ﺎء آ ﺎء ا
ْ و ﻜ ﻜ, 5 ﺎء
: ْ ﺎء آ ﺎء ا
ْ و ﻜ ﻜ, 6 ْ ا
٥
ﻼ:د
,٥ , ٥ ,٢:
.1
.2
Berdasarkan data dari kitab kamus al-Mu‘jam tersebut, ternyata riwayat untuk
hadis yang ditakhrîj di atas masing-masing terletak di kitab-kitab seperti berikut:
3
Metode ini tergantung kepada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik hadis itu
berupa ism atau fi‘il. Para penyusun kitab-kitab takhrîj hadis menitikberatkan peletakan hadishadisnya menurut lafal-lafal yang asing. Semakin asing ( ) ﺮsuatu kata, maka pencarian hadis
akan semakin mudah dan efisien. Lihat Metode Takhrij Hadits, penerjemah Agil Husin Munawwar dan
Ahmad Rifqi Muchtar, (Semarang: Dina Utama, t.t), h. 60.
4
A.J Wensick, Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, penerjemah M. Fouad
Abdel Baky, (Leiden: E.J. Brill, 1936 M), juz 7, h. 342.
5
A.J Wensick, Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, juz 4, h. 406.
6
A.J Wensick, Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, juz 3, h. 53.
12
1. Sunan Abû Dâwud, nomor hadis 4297, kitab al-Malâhim, bab fî Tadâ’î alUmam ‘alâ al-Islâm, halaman 698.
2. Musnad Ahmad bin Hanbal, juz II, halaman 359 dan juz V halaman 278.
Berikut ini penulis menggunakan riwayat-riwayat hadis tersebut dari setiap
mukharrij berdasarkan naskhah aslinya.
Riwayat hadis dari mukharrij Abû Dâwud:
ْ ﻜْﺮ ﺪ ﺎ ا
ْﻪ
ْ ﺪ ﺎ ْﺮ
ﻰا ﻪ
ْ ْ إ ْﺮاه ا ﺪ
ْ ﻮْ ﺎن ﺎل ﺎل ر ﻮل ا ﻪ
ْ ﻬﺎ ﻓ ﺎل ﺎ
ْﻮ ﻜ ْ ا ْﻮه
أ ﻮ ْﺪ ا ﺎم
ْﻜ ْ آ ﺎ ﺪا ﻰ ا ْﺄآ ﺔ إ ﻰ
ْ ﺎء آ ﺎء ا
ْ ﺪ ﺎ ْﺪ ا ﺮ
أنْ ﺪا ﻰ
ْ ْ أ ْ ْ ﻮْ ﺬ آ ﺮ و ﻜ ﻜ
7
ا ﺪ ْ ﺎ وآﺮاه ﺔ ا ْ ﻮْت
ﺎل
ﻮ ﻚ ا ْﺄ
ﻮْ ﺬ ﺎل
ﺪور ﺪوآ ْ ا ْ ﻬﺎ ﺔ ْﻜ ْ و ْﺬﻓ ا ﻪ ﻓ
ﺟﺎ ﺮ ﺪ
ْ
ْ
و
و ْ ﺔ
ا ﻪ
و ْﺰ
ْﺎ ر ﻮل ا ﻪ و ﺎ ا ْﻮه
ﻓ ﺎل ﺎ
Riwayat hadis dari mukharrij Ahmad ibn Hanbal:
ﺪ ﺎ أ ﻮ ا ﻀْﺮ ﺪ ﺎ ا ْ ﺎرك ْ ﻓﻀﺎ ﺔ ﺪ ﺎ ﺮْزوق أ ﻮ ْﺪ ا ﻪ
ْﻪ
ﻰا ﻪ
ْﻜ ْ ا ْﺄ
ْ ﻮْ ﺎن ﻮْ ﻰ ر ﻮل ا ﻪ
ﻮ ﻚ أنْ ﺪا ﻰ
ْﻪ و
ْ ﻬﺎ ﺎل ْ ﺎ ﺎ ر ﻮل ا ﻪ أ ْ ﺔ ﺎ
ْ
ْ ﺰع ا ْ ﻬﺎ ﺔ
ْ ﺎء آ ﺎء ا
7
Abî Dâwud, Sunan Abî Dâwud, h. 698.
ﺪ ﺎ أ ﻮ أ ْ ﺎء ا ﺮ
ْ ْا
ﻰا ﻪ
ﺎل ﺎل ر ﻮل ا ﻪ
ﻰ
ْ آ أﻓ آ ﺎ ﺪا ﻰ ا ْﺄآ ﺔ
و
ﻮْ ﺬ ﺎل أ ْ ْ ﻮْ ﺬ آ ﺮ و ﻜ ْ ﻜﻮ ﻮن
13
ْأ ﻪ
ا ْﺄزْدي
ْ ر ﻮل ا ﻪ
ْﻜ ْ ا ْﺄ
ْ
ﺎ ر ﻮل ا ﻪ
ﺎ ﻮا و ﺎ ا ْﻮه
ْﺪ
أ ْ ﺮ ﺎ ْﺪ ا
هﺮ ْﺮة ﺎل
ْأ
ﺎ ﻮْ ﺎن إذْ ﺪا
ْأ
وأ
ﻮْف
ْ ْ
ْ
ْ ﻮل ﻮْ ﺎن آ
ﻮن ْﻪ ﺎل ﻮْ ﺎن ﺄ
ﻮ ﻜ ْ ا ْﻮه
ﺪ ﺎ أ ﻮ ﺟ ْ ﺮ ا ْ ﺪا
ْ ﺔ ا ﻄ ﺎم
ْﺪ ا ﻪ
ْ
ْﻪ و
ﻰا ﻪ
ﻰ
ْ آ ﺪا ﻜ
أ ْ ﺔ ﺎ ﺎل ﺎ أ ْ ْ ﻮْ ﺬ آ ﺮ و ﻜ ْ ْ ﻰ ﻓ
9
ﻜ ْ ا ﺪ ْ ﺎ وآﺮاه ﻜ ْ ا ْ ﺎل
ﺎ ر ﻮل ا ﻪ ﺎل
Dalam melakukan penelitian sanad hadis (al-naqd al-sanad) ini, penulis akan
mengambil dan berusaha mengikuti beberapa langkah metodologis yaitu melakukan
kegiatan al-i‘tibâr, meneliti pribadi periwayat hadis yang berkenaan (kritik sanad)
dan membuat kesimpulan hasil pengumpulan data-data dari kitab-kitab takhrîj dan
kritik periwayat.
C. Kegiatan al-I‘tibâr
Tujuan kegiatan ini dilakukan adalah untuk memperlihatkan dengan jelas
seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya, dan
metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang
bersangkutan. Karena itu, untuk mempermudahkan proses kegiatan al-i’tibâr, penulis
akan membuat skema sanad dari kutipan dua mukharrij bagi hadis yang dijadikan
obyek penelitian. (lihat lampiran 1)
8
Ahmad ibn Muhammad bin Hanbal ibn Hilâl ibn Asad al-Syaibânî, Al-Musnad li al-Imâm
Ahmad bin Hanbal, juz 8, hadis nomor 22460, (Beirut: Dar al-Fikr, 1414H/1994M), cet. 2, h. 327.
9
Al-Syaibânî, Al-Musnad li al- Imâm Ahmad bin Hanbal, juz 17, hadis nomor 8356, h. 398.
14
Namun, sebelum dikemukakan skema sanadnya, ada beberapa hal yang perlu
dijelaskan terlebih dahulu. Dengan demikian, skema akan mudah difahami.
1. Dari tiga jalur sanad, ada tertulis periwayat yang menyandarkan nama kepada
nasab atau kuniyyah. Pertama Ibn Jâbir yang nama sebenarnya adalah ‘Abd
al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir al-Azadî. 10 Kedua periwayat ‘Abd al-Salâm
yang nama sebenarnya adalah Sâlih bin Rustam al-Hâsyimî. 11 Ketiga Abû alNadar yang nama sebenarnya Hâsyim bin al-Qâsim bin Muslim bin
Muqsam. 12 Keempat Asmâ` al-Rahabî yang nama sebenarnya ‘Amrû bin
Martsad. 13 Kelima Abû Ja‘far al-Madâ`inî yang nama sebenarnya adalah
Muhammad bin Ja‘far. 14 Keenam Abû Hurairah yang nama sebenarnya
adalah ‘Abd al-Rahman bin Sakhr. 15
2. Dari tiga jalur sanad tersebut duanya berakhir kepada Tsaubân. Dan sisanya
berakhir kepada Abû Hurairah.
Pada skema tampak bahwa periwayat pertama dan yang keseterusnya terdapat
periwayat yang berstatus pendukung berupa syâhid dan mutâbi’. 16 Akan tetapi hadis
10
Jamâl al-Dîn Abî al-Hujjâj Yûsuf al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ`al-Rijâl, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1413H/1992M), cet. 3, juz 11, h. 421.
11
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 9, h. 26.
12
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 19, h. 214.
13
Al-‘Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, juz 1, h. 745. Lihat Al-Dzahabî, Al-Kâsyif fî Man Lahu
Riwâyah fî al-Kutub Al-Sittah, juz 2, h. 295.
14
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 16, h. 175.
15
‘Izz al-Dîn Ibn Al-Asir Abî al-Hasan ‘Alî bin Muhammad al-Jazrî, Usl al-Ghâbah fî
Ma‘rifah al-Sahâbah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1398H/1978M), cet 1, juz 5, h. 318-319.
16
Syâhid ialah hadis yang periwayat di tingkat sahabat Nabi terdiri dari lebih seorang, sedang
hadis mutabi’ ialah hadis yang diriwayatkan lebih dari seorang dan terletak bukan pada tingkat sahabat
Nabi. Lihat, M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah), (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 145.
U
15
ini hanya diterima oleh dua orang sahaja (‘azîz). 17 Ini berarti bahwa hadis tersebut
merupakan bagian dari yang hadis berkategori âhâd, maka perlu diteliti, apakah hadis
yang bersangkutan dapat dipertanggungjawab keorisinalnya berasal dari Nabi SAW
ataupun tidak.
D. Kegiatan Penelitian Sanad
Dalam melihat kualitas periwayat hadis, maka dua aspek yang harus
diperhatikan yaitu:
1. Aspek ketersambungan sanad. 18
2. Aspek intelektualitas periwayat. 19
Oleh kerana hadis yang menjadi obyek penelitian hanya didapati dari tiga
jalur sanad, yaitu masing-masing satu jalur daripada sanad Abû Dâwud melalui
Tsaubân dan dua jalur dari sanad Ahmad ibn Hanbal melalui Tsaubân dan Abû
Hurairah, maka penulis akan meneliti kesemua hadis tersebut.
Urutan nama periwayat hadis riwayat Abû Dâwud:
17
‘Azîz adalah hadis yang diterima oleh dua orang sahaja walau pada satu tempat. Lihat,
Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1997),
cet. 1, h. 347.
18
Kriteria ketersambungan sanad: Pertama, periwayat hadis yang terdapat dalam sanad hadis
yang diteliti semua berkualitas tsiqât (‘adl dan dhabt). Kedua, masing-masing periwayat
menggunakan kata-kata penghubung yang berkualitas tinggi yang sudah disepakati ulama (al-samâ’),
yang menunjukkan adanya pertemuan di antara guru dan murid. Ketiga, adanya indikasi kuat
perjumpaan antara mereka. Ada tiga indikator yang menunjukkan pertemuan antara mereka: A) Terjadi
proses guru dan murid, yang dijelaskan oleh para penulis rijâl al-hadîts dalam kitabnya. B) Tahun lahir
dan wafat mereka diperkirakan adanya pertemuan antara mereka atau dipastikan bersamaan. C)
Mereka tinggal belajar atau mengabdi (mengajar) di tempat yang sama. Lihat, Ismail, Metodologi
Penelitian Hadis Nabi, h. 53.
19
Ada dua syarat yang harus dimiliki oleh periwayat hadis, pertama: ‘âdil, kedua: dhâbit.
Kriteria periwayat adil adalah: a) Beragama Islam, ketika mengajarkan hadis harus telah beragama
Islam, namun penerima hadis tidak disyaratkan beragama Islam. B) Berstatus mukallaf. C)
Melaksanakan ketentuan agama, yakni teguh melaksanakan adab-adab syara’. D) Memelihara muruah.
Sementara kriteria periwayat dhâbit adalah: a) Kuat ingatan dan hafalan, tidak pelupa. B) Memelihara
hadis samada yang tertulis atau tidak. Lihat Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 43.
16
1.
Periwayat I: Tsaubân bin Yujdud al-Qurasyî al-Hâsyimî
2.
Periwayat II: Sâlih bin Rustam al-Hâsyimî al-Dimasyqî
3.
Periwayat III: ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir al-Azadî
4.
Periwayat IV: Bisyr bin Bakr al-Tinnîsî
5.
Periwayat V: ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm bin ‘Amrû bin Maimûn al-Qurasyî
Urutan nama periwayat hadis riwayat Ahmad ibn Hanbal:
Jalur Tsaubân
1.
Periwayat I: Tsaubân bin Yujdud al-Qurasyî al-Hâsyimî
2.
Periwayat II: ‘Amrû bin Martsad al-Rahabî al-Syâmî al-Dimasyqî
3.
Periwayat III: Marzûq Abû ‘Abdullah al-Syâmî al-Himsî
4.
Periwayat IV: Al-Mubârak bin Fadâlah bin Abî Umayyah al-Qurasyî
5.
Periwayat V: Hâsyim bin al-Qâsyim al-Laitsî al-Baghdâdî
Jalur Abû Hurairah
1.
Periwayat I: ‘Abd al-Rahman bin Sakhr
2.
Periwayat II: Syubail bin ‘Auf bin Abî Hayyah
3.
Periwayat III: Habîb bin ‘Abdullah
4.
Periwayat IV: ‘Abd al-Samad bin Habîb bin ‘Abdullah
5.
Periwayat V: Muhammad bin Ja‘far
Dalam kegiatan kritik sanad (naqd al-sanad), akan dimulai pada periwayat
terakhir (mukharrij), yakni Abû Dâwud, lalu diikuti pada periwayat sebelumnya dan
seterusnya sampai periwayat pertama.
1. Abû Dâwud
17
a) Nama lengkapnya: Menurut Ibn Abî Hâtim adalah Sulaimân bin al-`Asy‘ats
bin Syidâd bin ‘Amr bin ‘Âmir. Sedang menurut al-Khathîb al-Baghdâdî,
namanya adalah Sulaimân bin al-`Asy‘ats bin Syidâd bin ‘Amr bin ‘Imrân.
Beliau dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan, sebuah negara muslim
di Asia Tengah yang kini termasuk bekas wilayah Uni Soviet dan meninggal
dunia di Basrah pada 16 Syawal tahun 275 H/889 M dalam usia 73 tahun. 20
b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadits: Di antara guru Abû
Dâwud adalah Ahmad bin Hanbal (240 H), Yahyâ bin Ma‘în Abû Zakariyâ
(233 H), Musaddad bin Musarhad al-Asadî al-Basrî (228 H), dan ‘Amrû bin
‘Aun Nazîl al-Basrah (225 H). Sedang murid Abû Dâwud yang terkenal
adalah Abû ‘Îsâ al-Turmudzî, putranya; Abû Bakr Ibn Abû Dâwud, Ahmad
bin Muhammad bin Hârûn al-Hilâl al-Hanbâlî, Zakariyâ bin Yahyâ alSajiyyû. 21
c) Pernyataan para kritikus hadis terhadap diri beliau:
1. Abû Hâtim ibn Hibbân berkata, “Abû Dâwud adalah salah seorang Imam
yang pintar, berilmu, dan hafîz. Dia telah mengumpulkan banyak hadis,
membukukannya dan telah mengoreksi karyanya; Al-Sunan.
2. Al-Hâkim berkata: Abû Dâwud adalah imam ahli hadis di masanya tanpa
dapat diragukan lagi. 22
20
Al-Mizî, jil. 2, h. 367.
Al-Mizî,Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ`al-Rijâl, jil. 2, h. 356-360. Lihat Abû Dâwud Sulaimân
bin al-Asy‘ats Al-Sijistânî, Sunan Abû Dâwud, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), juz. 1, h. 10.
22
Ahmad ibn ‘Alî Hajar Abû al-Fadhl Al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut: Dar al-Fikr,
1984M/1404H), cet. 1, juz 4, h. 151.
21
18
3. Al-Dzahabî berkata: Abû Dâwud adalah seorang imam dalam hadis,
ulama besar dalam bidang fikih dan kitab karyanya merupakan bukti akan
hal itu. Dia termasuk murid Ahmad bin Hanbal yang terkemuka. Sewaktu
mulâzamah (bersama) dengan Ahmad bin Hanbal, dia banyak bertanya
kepada imam Ahmad tentang permasalahan-permasalahan usûl dan furû’
secara detail. 23
4. Mûsâ bin Hârûn: Aku belum pernah melihat orang yang lebih alim dari
imam Abû Dâwud. 24
Banyak ulama yang memberikan pujian terhadap kepribadian Abû Dâwud.
Dengan kedudukannya sebagai mukharrij maka tidak perlu diragukan lagi akan
pernyataannya yang menerima hadis dari ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm. Periwayatan
hadis antara keduanya setelah diteliti juga ternyata bersambung.
2. ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm
a) Nama lengkapnya: ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm bin ‘Amrû bin Maimûn.
Nasabnya adalah al-Qurasyî. Manakala kuniyyahnya adalah Abû Sa‘îd alDimasyqî . Beliau lebih dikenali dengan laqabnya Duhaim ibn al-Yatîm, 25
juga merupakan hamba dalam keluarga khalifah Utsmân bin ‘Affân.
23
Syams al-Dîn Muhammad ibn Ahmad ibn Utsmân Al-Dzahabî, Siyâr al-A‘lâm Al-Nubalâ`,
(Qaherah: Dar al-Hadits, 2006), juz 13, h. 215-216.
24
Al-Dzahabî, Siyâr al-A‘lâm Al-Nubalâ`, juz 13, h. 212-213.
25
Ahmad ibn ‘Alî Hajar Abû al-Fadhl Al-‘Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, (Syiria: Dar AlRasyid, 1986), cet.1, jilid 1, h. 559.
19
b) Terdapat banyak pendapat yang membicarakan tentang tanggal kelahiran dan
kewafatannya. Ada yang mengatakan beliau dilahirkan pada bulan Syawal
170 H dan wafat pada hari ahad,13 terakhir Ramadhan 245 H di Palestin. 26
Beliau pernah menjawat jawatan hakim di Urdun dan Palestin. 27
c) Guru ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm cukup banyak, antara lain Bisyr bin Bakr
al-Tinnîsî , ‘Abdullah bin Nâfi‘ al-Sâ`igh, dan Sufyân bin Uyainah. 28 Ulama
yang disebutkan pertama adalah guru beliau dalam hadis yang sedang diteliti.
Muridnya juga banyak, antara lainnya adalah al-Bukhârî (w.256 H), Abû
Dâwud (w. 275 H), al-Nasâ`î (w. 303 H), dan anak lelakinya Ibrâhîm. 29
d) Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1. Abû Sa‘îd bin Yûnus: Beliau adalah periwayat yang tsiqah tsabat.
2. Ahmad bin ‘Abdullah al-‘Ijlî, Abû Hâtim, al-Nasâ`î, dan al-Darâqutnî:
Tsiqah.
3. Al-Nasâ`î: Ma’mûn lâ ba’s bih.
4. Abû Dâwud: Hujjah, tidak mungkin ada orang yang sepertinya di
Damsyiq pada zamannya. Beliau adalah tsiqah. 30
5. Abû Ahmad bin ‘Ady: Duhaim atsbat dari Harmalah bin Yahyâ. 31
6. Musagghir bin al-Yatîm: Tsiqah hâfiz mutqin. 32
26
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, (Beirut: Muassasah
al-Risalah, 1980), cet. 1, juz 11, h. 90.
27
Al-Dzahabî, Al-Kâsyif fî Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub Al-Sittah, (Beirut: Dar al-Kutub
Al-Sittah, 1983), cet 1, juz 2, h. 137.
28
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 87.
29
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 88.
30
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 89.
31
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 90.
20
Penelitian para kritikus hadis tersebut menunjukkan bahwa ‘Abd al-Rahman
adalah kibâr tâbi‘ al-atbâ‘ yang tsiqah. Tidak ada seorang pun kritikus hadis yang
mencela pribadi ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm. Pujian-pujian yang diberikan orang
kepadanya dikemukakan oleh kritikus berperingkat tinggi sekalipun ada pujian
tersebut menunjukkan peringkat lafal keterpujian tingkat keempat yang menghasilkan
sahîh dalam bentuk kedua, yang dikategorikan sebagai hadis hasan oleh alTurmudzî. 33 Dengan demikian, pernyataan ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm yang
mngatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari Bisyr bin Bakr dengan
metode al-samâ‘ (dengan lambang haddatsanâ) dapat dipercaya kebenarannya. Itu
berarti, sanad antara ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm dan Bisyr bin Bakr dalam keadaan
bersambung.
3) Bisyr bin Bakr al-Tinnîsî
a) Nama lengkapnya: Bisyr bin Bakr. Nasabnya adalah al-Tinnîsî al-Bajalî
manakala kuniyyahnya adalah Abû ‘Abd Allah. 34 Beliau dilahirkan pada
32
Al-‘Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, jilid 1, h. 559.
Al-Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 61.
34
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 3, h. 59. Lihat Al-‘Asqalânî, Taqrîb alTahdzîb, juz 1, h. 126.
33
21
tahun 124 H 35 dan ada beberapa pendapat tentang tanggal kewafatannya. Ada
yang mengatakan pada tahun 200 H dan ini adalah pernyataan dari Hanbal bin
Ishâq. Abû Sa‘îd bin Yûnus mengatakan pada bulan Zulka’dah tanggal 205 H
dan makamnya berada di Turnisia dan daerah Dimyath. Abû Nasr alKalâbadzî mengatakan pada akhir tahun 205H. 36
b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis: Antara guru Bisyr bin
Bakr adalah ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin bin Jâbir, Sa‘îd bin ‘Abd al-‘Azîz
al-Tanûkhî, dan ‘Abd al-Hamîd bin Sawwar. Muridnya juga banyak, antara
lain ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm Duhaim, Sulaimân bin Syu‘aib al-Kaisânî,
dan Muhammad bin Idrîs al-Syâfi‘î.
c) Pernyataan para kritikus hadis terhadap dirinya:
1. Abû Zur‘ah: Tsiqah.
2. Abû Hâtim: Mâ bih ba’s.
3. Al-Darâqutnî: Tsiqah. 37
4. Marrah: Laisa bih ba’s, tidakku ketahui kecuali hal-hal yang baik-baik
sahaja.
5. Al-‘Ijlî dan al-‘Aqilî: Tsiqah
6. Al-Hâkim: Ma’mûn.
35
Ahmad ibn ‘Alî Hajar Abû al-Fadhl Al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut: Dar al-Fikr,
1984M/1404H), cet. 1, juz 1, h. 288.
36
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 3, h. 60. Lihat Al-Dzahabî, Al-Kâsyif fî
Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub Al-Sittah, juz 1, h. 101.
37
Al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 1, 290. Lihat Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` alRijâl, juz 3, h. 60.
22
7. Musalmah bin Qâsim, diriwayatkan dari al-Auzâ‘î: Lâ ba’s bih insya
Allah.
8. Ibn Hibbân (w. 354H/965M) juga menempatkan nama beliau namanya di
dalam kitab al-Tsiqât. 38
Penelitian para kritikus hadis tersebut menunjukkan bahwa Bisyr bin Bakr
adalah al-sughrâ min al-atbâ‘ yang tsiqah. Tidak ada seorang pun kritikus hadis yang
mencela pribadi Bisyr bin Bakr. Pernyataannya menerima riwayat hadis di atas dari
‘Abd al-Rahman bin Yazîd dengan metode al-samâ‘ (dengan lambang haddatsanâ)
dapat dipercaya kebenarannya. Ini terbukti sanad antara Bisyr bin Bakar dan ‘Abd alRahman bin Yazîd dalam keadaan (muttasil) bersambung.
4) Ibn Jâbir
a) Nama lengkapnya: ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir. Nasabnya adalah alAzadî al-Dimasyqî al-Dârimî. Manakala kuniyyahnya adalah Abû ‘Utbah.
Saudara kepada Yazîd bin Yazîd bin Jâbir dan bapa kepada ‘Abd Allah bin
‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir. 39 Banyak pendapat tentang tanggal
kewafatannya yaitu sekitar tahun 153, 154, 155, dan 156 H. 40
b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis: Guru Ibn Jâbir cukup
banyak antaranya Abî ‘Abd al-Salâm Sâlih bin Rustam, ‘Abd Allah bin ‘Umar
38
Al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 1, h. 288.
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 421.
40
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 423. Lihat Al-‘Asqalânî, Taqrîb alTahdzîb, juz 1, h. 595. Lihat Al-Dzahabî, Al-Kâsyif fî Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub Al-Sittah, juz 2,
h. 168.
39
23
bin ‘Abd al-‘Azîz, dan Zaid bin Aslam. 41 Manakala muridnya dalam bidang
ini antaranya adalah Bisyr bin Bakr al-Tinnîsî, ‘Abd Allah bin al-Mubârak,
dan ‘Îsâ bin Yûnus. 42
c) Pernyataan para kritikus hadis terhadap dirinya:
1. Ahmad bin Hanbal: Laisa bih ba’s.
2. Yahyâ bin Ma‘în: Tsiqah.
3. Ahmad bin ‘Abdullah al-‘Ijlî, Muhammad bin Sa‘îd, al-Nasâ`î dan
selainnya: Tsiqah.
4. Ya‘qûb bin Utsmân: ‘Abd al-Rahman dan Yazîd adalah anak lelaki Yazîd
bin Jâbir, keduanya tsiqah, menetap di Basrah kemudian berpindah ke
Syam.
5. Abû Dâwud: Beliau adalah tsiqât al-Nâs.
6. Abû Bakr bin Abî Dâwud: Tsiqah ma’mûn.
7. Mûsâ Hârûn: Abû Usâmah meriwayatkan dari ‘Abd al-Rahman bin Yazîd
bin Jâbir, beliau meyangka tidak akan menemui Ibn Jâbir sebaliknya
menemui ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Tamîm yang disangkanya adalah
Ibn Jâbir. Ibn Jâbir tsiqah, Ibn Tamîm da‘îf. 43
Penelitian para kritikus hadis tersebut menunjukkan bahwa ‘Abd al-Rahman
bin Yazîd adalah kibâr al-atbâ‘ yang tsiqah. Tiada kritikus hadis yang mencela
pribadi beliau. Dengan demikian, pernyataannya menerima riwayat hadis di atas dari
41
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 421.
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 422.
43
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 322.
42
24
Sâlih bin Rustam dengan metode al-samâ‘ (dengan lambang haddatsanî) dapat
dipercayai. Itu berarti, sanad antara ‘Abd al-Rahman bin Yazîd dan Sâlih bin Rustam
dalam keadaan (muttasil) bersambung.
5) ‘Abd al-Salâm
a) Nama lengkapnya: Sâlih bin Rustam. Nasabnya al-Hâsyimî. Manakala
kuniyyahnya adalah Abû ‘Abd al-Salâm al-Dimasyqî. 44 Generasi kedua tabi‘in
Syam. 45
b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis: Guru ‘Abd al-Salâm
adalah Tsaubân; hamba Rasulullah SAW, ‘Abd Allah bin ‘Abd al-Rahman
bin Hawâlah al-Azadî dan Makhul al-Syâmî. Manakala muridnya adalah ‘Abd
Allah bin ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir, Sa’îd bin Ayyûb, dan
bapanya; ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir.
c) Pernyataan para kritikus hadis terhadap dirinya:
1. ‘Abd al-Rahman bin Abî Hâtim: Aku bertanya kepada ayahku tentangnya,
dia menjawab: Majhûl lâ nu‘rifuh. 46
44
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 9, h. 26. Lihat juga Al-‘Asqalânî, Taqrîb
al-Tahdzîb, juz 1, h. 428.
45
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 9, h. 26.
46
Al-Râzî, Al-Jarh wa al-Ta’dîl, (Beirut: Dar al-Fikr, 1954), cet 1, juz 4. h. 403. Lihat AlMizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 9, h. 26.
25
2. Abû Zur‘ah al-Damsyiqî: Beliau adalah generasi kedua dari tabi‘in Syam,
Abû ‘Abd al-Salâm; yang meriwayatkan darinya adalah Ibn Jâbir,
namanya adalah Sâlih bin Rustam, aku bertanya kepada syeikh siapakah
yang melahirkannya, jawabnya dengan namanya (tidak diketahui
identitasnya).
3. Ibn Hibbân menyebut nama beliau di dalam kitabnya al-Tsiqât. 47
Sekalipun identitas Sâlih bin Rustam dalam kesamaran, beliau masih dapat
dikategorikan surghrâ min al-atbâ’ yang tsiqah kerana pernyataan ahli hadis dengan
minimal ada dua orang yang meriwayatkan darinya atau lebih dapat menghilangkan
kejahalahan periwayat tersebut. 48
6) Tsaubân
a) Nama lengkapnya: Tsaubân bin Yujdud. Nasabnya adalah al-Qurasyî alHâsyimî. Kuniyyahnya adalah Abû ‘Abd Allah. Ada yang mengatakan Abû
‘Abd al-Rahman. Beliau meninggal di Hims pada tahun 44 H. 49
b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis: Guru Tsaubân adalah
Nabi Muhammad SAW. Manakala muridnya antaranya adalah Abû ‘Abd alSalâm Sâlih bin Rustam, Syidâd bin Aus, 50 dan Abû
KONTEKS KEKINIAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh :
AMINAH BINTI SHAFIE
NIM: 109034000109
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
HADIS AL-WAHN DAN RELEVANSINYA DENGAN
KONTEKS KEKINIAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
AMINAH BINTI SHAFIE
NIM: 109034000109
Di Bawah Bimbingan:
DR. ATIYATUL ULYA, MA
NIP. 19700112 199603 2 001
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “HADIS AL-WAHN DAN RELEVANSINYA
DENGAN KONTEKS KEKINIAN” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah
Fakultas Ushuluddin “UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” pada tanggal 6 Agustus
2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Program Strata Satu (S1) Pada Jurusan Tafsir Hadis.
Jakarta, 6 Agustus 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si
NIP. 19651129 199403 1 002
Rifqi Muhammad Fathi, MA
NIP. 19770120 200312 1 003
Anggota
Rifqi Muhammad Fathi, MA
NIP. 19770120 200312 1 003
Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si
NIP. 19651129 199403 1 002
Dr. Atiyatul Ulya, MA
NIP. 19700112 199603 2 001
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dirafa’kan ke hadrat Allah; Tuhan sekalian alam;
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang; dan yang sentiasa melimpahkan
rahmat dan kurniaan. Selawat dan salam tercurahkan ke haribaan junjungan
mulia, manusia teladan, insan pilihan, rasul termulia yakni Nabi Muhammad
SAW, ahli keluarganya, para sahabat dan tabien serta al-sabiqun dan al-awwalun
yang istiqamah dalam memperjuangkan sunnah dan ajarannya.
Kesyukuran yang tidak terungkapkan kata kepada Rabbul ‘Adzim karena
pertamanya memberi peluang kepada penulis memijak tanah bumi Negara
serumpun ini sebagai seorang mahasiswa internasional. Yang mencetus ide untuk
memahami budaya cultural Indonesia, mengutip seberapa banyak manfaat, ilmu
pengetahuan, ‘ibrah dan teladan, serta mengimarah antara pusat pengajian Islam.
Dan kedua diberi semangat kebertanggungjawaban untuk meyelesaikan tugas
menyusun skripsi yang berjudul ‘Hadis al-Wahn dan Relevansinya dengan
Konteks Kekinian’.
Sesungguhnya dengan keterbatasan upaya, materi dan pengetahuan
ilmiah, penulis menyedari bahwa tidak mungkin penulisan skripsi ini selesai
tanpa dorongan motivasi, saran dan kritik dari semua pihak. Jadi pada
kesempatan ini, penulis ingin menghulurkan ucapan terima kepada:
1. Bpk. Prof. DR. Zainon Kamaluddin Fakih, MA., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat.
2. Dr. Bustamin, M.Si, Ketua
Jurusan
Tafsir
Hadis, dan Bpk Rifqi
Muhammad Fathi, MA, Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.
i
3. Dr. Atiyatul Ulya, M.A, Dosen Pembimbing Skripsi, yang banyak
menunjuk ajar dan memperuntukkan waktu.
4. Seluruh tenaga pengajar program studi Tafsir Hadis (TH), Seluruh staf
dan
karyawan
Fakultas
Ushuluddin,
Perpustakaan
Utama
dan
Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Akademik Pusat, dan Rektorat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh ahli keluarga di Malaysia, Ibunda tercinta, Mandak Abdullah,
Saudara-saudaraku k.Tie, Aisyah dan Ibrahim.
6. Teman-teman seperjuangan di UIN. Teman sekuliah Sya, Su, Saifuddin
dan Hadi. Teman-teman Indonesia Atik, Nita dan selainnya. Juga tidak
dilupakan teman-teman dari Malaysia angkatan 2009/2010.
Semoga usaha kecil penyusunan skripsi ini sebagai satu amal yang ikhlas,
yang membuahkan ganjaran di sisi Allah, yang menghasilkan karya ilmiah yang
bermanfaat, dan menambah ilmu dan kesadaran kepada penulis khususnya.
Akhirnya, segala kesempurnaan itu adalah mutlak milik sang Pencipta dan
kekurangan-kekurangan itu tentunya dari yang tercipta; makhluk yang rentan
kesalahan dan kekhilafan. Wassalam
Jakarta, 15 Juli 2010
3 Sya’ban 1431
Penulis
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI
a. Padanan Aksara
Huruf
Huruf
Arab
Latin
ا
B
ب
T
ت
Ts
ث
J
ج
H
ح
Kh
خ
D
د
Dz
ذ
R
ر
Z
ز
S
س
Sy
ش
S
ص
D
ض
Th
ط
Z
ظ
‘
ع
Gh
غ
F
ف
Q
ق
K
ك
L
ل
M
م
N
ن
W
و
H
هـ
`
ء
Y
ي
Keterangan
tidak dilambangkan
be
te
te dan es
je
ha dengan garis di bawah
ka dan ha
de
de dan zet
er
zet
es
es dan ye
es dengan garis di bawah
de dengan garis di bawah
te dan ha
zet dengan garis di bawah
koma terbalik diatas hadap kanan
ge dan ha
ef
ki
ka
el
em
en
we
ha
apostrof
ye
b. Vokal
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
a
i
u
fathah
kasra
dammah
Adapun Vokal Rangkap
iii
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ai
au
a dan i
a dan u
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ــﺎ
â
î
û
a dengan topi di atas
i dengan topi di atas
u dengan topi di atas
ي
و
c. Vokal Panjang
ــــــ
ـــــــﻮ
d. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ()ال,
dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh = اﻟﺸﻤﺴ ﺔal-syamsiyyah, = اﻟﻘﻤﺮ ﺔal-qamariyyah.
e. Tasydîd
Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku
jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti
huruf-huruf samsiyyah.
f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut
diikuti kata sifat (na‘t). Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
g. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya . Contoh = اﻟﺒﺨﺎرal-Bukhâri.
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 6
D. Metode Penelitian ......................................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ................................................................... 8
BAB II
KAJIAN SANAD DAN MATAN HADIS
A. Teks Hadis dan Terjemahan ......................................................... 10
B. Identifikasi Hadis .......................................................................... 10
C. Kegiatan Iktibar............................................................................. 13
D. Kegiatan Penelitian Sanad ........................................................... 15
E. Kegiatan Penelitian Matan ............................................................ 41
1. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanadnya. .............. 42
2. Mengindektifikasikan Bentuk Periwayatan ............................ 42
3. Meneliti Susunan Lafal Berbagai Matan yang Semakna. ....... 42
4. Meneliti Kandungan Matan (Membandingkan dengan nas) ... 45
v
BAB III
RELEVANSI TEKS HADIS DENGAN KONTEKS
A. Teks dan Kontekstual Hadis ......................................................... 47
B. Pengertian al-wahn dan Penafsiran Hadis..................................... 49
C. Karakteristik al-wahn dan Problemika Umat Islam Kontemporer 56
D. Relevansi
Interpretasi
Teks
dan
Kebenarannya
Melalui
Pembuktian di Konteks Modern ................................................... 71
E. Esensi Segala Krisis dan Rahsia Konspirasi Musuh ..................... 78
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 81
B. Saran-saran .................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 82
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, seluruh jagat telah menyaksikan nasib malang yang dialami oleh
negara dan masyarakat muslim baik di dalam kasus pertahanan, pentadbiran,
persoalan teologi, penguasaan ekonomi, media massa dan sebagainya. Kita telahpun
menyaksikan bagaimana pencerobohan yang dilakukan oleh Amerika Serikat ke atas
tanah dan negara Islam Irak, Afghanistan, juga ancaman terhadap Iran,
pendominasian ekonomi dan industri oleh Barat, pemurtadan serius dalam kalangan
muda mudi, kekaburan fakta benar dalam informasi maklumat dan lain-lain.
Problem tersebut ini bukan hanya fenomena semasa. Ini karena, buku-buku
sejarah dan peradaban telah mencatat kekelaman dunia Islam dahulu akibat
penjajahan Barat dan sekutunya seperti kehancuran kerajaan Abbasiyah di bawah
serangan tentera Monggol, 1 kehancuran Turki Usmani yang dipimpin oleh bapa
modern Kamal Artartuk, 2 dan perebutan kuasa di Sepanyol oleh tentera Kristen di
bawah pimpinan Ferdinand III dari Castilla yang menyebabkan supremasi Islam
mulai mengalami kemunduran. 3
Apa yang menimpa dunia Islam modern ini dari sudut sebab, strategi, metode
dan akibatnya adalah sama dengan apa yang menimpanya dunia Islam terdahulu,
yang berbeda hanya pelaku, alat dan waktu.
1
Busman Edyar, ed., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, September 2009),
cet. ke- 2, h. 113.
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGraFido Persada, t.t.), h. 70-71.
3
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 115-117.
1
2
Kecelakaan, keaiban dan kelemahan ini menyebabkan kita semua sudah
kehilangan akal apakah ini semua disebabkan karena takut, tiada kuasa, atau pokok
dan punca masalah sebenarnya adalah penyakit al-wahn; satu ungkapan yang
bermaksud cinta dunia dan takut mati di dalam sebuah hadis yang berisi petunjuk
antara sebab mengapa ‘Seluruh Dunia Mengerumuni Negara Islam’. Redaksinya
adalah seperti berikut:
ﻜْﺮ ﺪ ﺎ ا ْ ﺟﺎ ﺮ
ﻮ ﻚ ا ْﺄ
ْﻪ و
ْ ﻮْ ﺬ ﺎل
ﺎل
ﻰا ﻪ
ْ و ْ ﺔ
ﺪور ﺪوآ ْ ا ْ ﻬﺎ ﺔ
ا ﺪْ ﺎ
ْ ﺪ ﺎ ْﺮ
ْ
ْ ْ إ ْﺮاه ا ﺪ
ْ ﺪ ﺎ ْﺪ ا ﺮ
ْ ﻮْ ﺎن ﺎل ﺎل ر ﻮل ا ﻪ
ْ ﻬﺎ ﻓ ﺎل ﺎ
ا ﻪ
ْﻜ ْ آ ﺎ ﺪا ﻰ ا ْﺄآ ﺔ إ ﻰ
ﺎء آ ﺎء ا ْ و ْﺰ
ْﺎ ر ﻮل ا ﻪ و ﺎ ا ْﻮه
أ ﻮ ْﺪ ا ﺎم
ﺪ
أنْ ﺪا ﻰ
ْ أ ْ ْ ﻮْ ﺬ آ ﺮ و ﻜ ﻜ
ﻮ ﻜ ْ ا ْﻮهْ ﻓ ﺎل ﺎ
ْﻜ ْ و ْﺬﻓ ا ﻪ ﻓ
4
وآﺮاه ﺔ ا ْ ﻮْت
Artinya: Menyampaikan hadis kepada kami ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm alDimasyqî menyampaikan hadis pada kami Bisyr bin Bakr menyampaikan
hadis kepada kami Ibn Jâbir meriwayatkan hadis kepadaku Abû Abd alSalâm daripada Tsaubân berkata, telah bersabda Rasulullah SAW:
“Hampir saja bangsa-bangsa memangsa kalian sebagaimana orang-orang
lapar menghadapi meja penuh hidangan.” Seseorang bertanya, “Apa kami
saat itu sedikit”? Jawab beliau, “Bahkan kalian saat itu banyak, akan tetapi
kalian seperti buih di laut. Allah sungguh akan mencabut rasa takut dari
dada musuh kalian, dan Allah sungguh akan mencampakkan penyakit wahn
ke dalam hatimu.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apa itu wahn?
Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati”. 5
4
Abî Dâwud Sulaimân bin al-`Asy‘ast al-Sijistânî 202-275, Sunan Abî Dâwud, (T.tp.: Dar alA‘lam, 1423H/2003M), cetakan pertama, h. 698.
5
‘Umar Sulaimân al-Asyqar, Al-Yaum al-Akhîr al-Qiyâmah al-Sughrâ wa ‘Alâmât al-qiyâmah
al-Kubrâ, penerjemah Irfan Salim, (T.tp.:PT Serambi Ilmu Semesta, Rabiulakhir 1421H/Juli 2000M),
cetakan kesatu, h. 161.
3
Namun demikian, problem yang menyangkut teks sebuah hadis masih dapat
saja muncul. Apakah pemahaman makna sebuah ritual hadis harus dikaitkan dengan
konteksnya (substance) atau tidak? Apakah konteks tersebut berkaitan dengan pribadi
pengucapnya saja, atau mencakup pula mitra bicara dan kondisi sosial ketika
diucapkan atau diperagakan? Relevankah kebenarannya sekiranya diinterpretasikan
dengan kondisi zaman-zaman setelah Nabi? Itulah sebagian persoalan yang dapat
muncul dalam pembahasan tentang pemahaman makna hadis. 6
Dengan demikian, apabila hadis ini dipahami secara kontekstual dan
dikomparasikan kebenarannya dengan problem yang berlaku dalam kelangsungan
hidup masyarakat saat ini, sangat jelas memperlihatkan kebenaran sabda Nabi SAW.
Gambaran yang jelas dan nyata daripada hadis dan fakta itu ialah ada satu
kelompok manusia yang dikuasai dan dijadikan makanan manakala ada satu
kelompok manusia lain yang menguasai dan mengerumuni untuk memakannya.
Sebab terjadinya tidak disebutkan dengan jelas dalam berita pertama. Kedua berita ini
saling keterkaitan yang mana salah satunya adalah satu bukti kebenarannya.
Pertamanya adalah hadis yang diungkap oleh Rasulullah SAW, dan kedua adalah
suatu bukti kebenarannya. Negara dan masyarakat Islam dijadikan makanan oleh
sekumpulan kelompok manusia dari Negara-negara dan agama bukan Islam yang
pada kenyataannya musuh agama. Mereka bangga dan tidak merasa takut terhadap
umat Islam, bahkan memperkecilkan mereka.
6
Makhsis Shahaby, ‘Integritas hadis Dalam Konteks Dakwah Islam’, artikel ini diakses pada
tanggal 31 Disember 2009 dari http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Hadis.html.
4
Umat Islam adalah kelompok yang kalah, lemah dan senang dikuasai sehingga
mereka dijadikan hidangan dengan niat dicabik, dikoyak, dicampuradukkan,
dipisahkan dan juga diperkosa kesuciannya oleh penyantap hidangan. Mereka seperti
disebutkan dengan jelas oleh hadis, karena terkena penyakit al-wahn yakni ا ﺪ ْ ﺎ
وآﺮاه ﺔ ا ْ ﻮْت.
Penyakit al-wahn yang menjadi penyebab utama kekalahan dalam setiap
perjuangan menimpa umat sebelum Islam bahkan ia dijadikan sunnahtullah (qadâ` alMubram) oleh Yang Maha Kuasa. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda
maksudnya; “Umatku akan ditimpa penyakit yang pernah menimpa umat terdahulu.”
Sahabat bertanya , “apakah penyakit umat terdahulu itu?” Nabi SAW menjawab; “
penyakit itu telah terlalu banyak seronok, terlalu mewah, menghimpun harta
sebanyak mungkin, tipu menipu dalam merebut harta benda dunia, saling memarah,
hasut-menghasut sehingga jadi zalim menzalimi”- (Hadith riwayat al-Hakim)
Penyakit yang disebutkan oleh Rasulullah SAW ini telah banyak kita lihat di
kalangan masyarakat muslim hari ini. Di sana sini kita melihat penyakit ini merebak
dan menular dalam masyarakat dengan ganasnya. Dunia Islam dilanda krisis rohani
yang sangat tajam dan meruncing. Dengan kekosongan rohani itulah mereka terpaksa
mencari dan menimbun harta benda sebanyak-banyaknya untuk memuaskan hawa
nafsu. Maka apabila hawa nafsu diperturutkan tentunya mereka terpaksa
menggunakan segala macam cara dan tipu daya.
5
Pada saat itu, hilanglah nilai akhlak dan yang terwujud hanyalah kecurangan,
khianat, hasut-menghasut dan sebagainya.
Maka jelaslah di sini bahwa hadis yang disabdakan Rasulullah SAW perlu
lebih diteliti kesahihan, esensi dan substansinya supaya pemahaman yang lebih tepat
karena al-wahn adalah satu wabah yang dapat memudaratkan pribadi umat muslim
sekiranya tidak ada inisiatif bagi menghalangi dan membendung penularannya.
Hubungan hadis tersebut sangat terkait dengan realitas kehidupan manusia
dewasa ini dan memerlukan penjelasan yang lebih luas. Permasalahan inilah yang
ingin diangkat dalam judul skripsi, dan penulis merasa tertarik untuk meneliti dan
mengeksperimentasi relevansi hadis tersebut dengan konteks kekinian yang akan
dituangkan di dalam skripsi berjudul “Hadis al-Wahn dan Relevansinya dengan
Konteks Kekinian”.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusannya
Dari pembahasan makna teks hadis di atas, adalah wabah al-wahn berdasarkan
kepada kitab Sunan Abû Dâwud, begitu banyak persoalan yang muncul tatkalah
berbicara tentang hadis Nabi dan relevansi kebenarannya dengan konteks kekinian.
Hal ini merupakan suatu indikasi akan menariknya pembahasan ini, kerana penyakit
yang terkandung di dalam teks hadis yang diketengahkan penulis adalah merupakan
antara simpton kemunduran umat Islam. Dalam penelitian ini, penulis lebih
membatasi interpretasi kebenaran teks hadis kepada relevansinya di dalam konteks
kekinian.
6
Penulis juga akan membuat penelitian terhadap sanad dan matan hadis.
Mencoba menjelaskan apakah yang sebenarnya diartikan dalam hadis bersumber dari
kitab Sunan Abû Dâwud dan kitab Syarahnya ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî
Dâwud’.
Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas, penulis dapat merumuskan
masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang al-wahn dalam kitab
Sunan Abû Dâwud dan Sunan Ahmad ibn Hanbal.
2. Bagaimana kualitas hadis sahih dapat direlevansi kebenaran dari
penafsiran teksnya dengan konteks kekinian.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat yang ingin digapai dalam penelitian ini antaranya adalah:
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui kualitas dan kandungan pokok hadis tentang masalah umat
dan kejelasan kedudukan dan status hadis tersebut apakah sahîh, hasan
atau da‘îf.
b. Mengetahui kebenaran hadis yang disabdakan oleh Rasulullah SAW
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa
nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan”.
7
c. Mengetahui adakah teks hadis tersebut sesuai dan relevan atau tidak jika
dikomparasikan
substansinya
dengan
konteks
sebagaimana
yang
dikemukakan pada perumusan masalah.
d. Untuk menentukan apakah hadis tentang penyakit al-wahn dapat dijadikan
hujjah dan pengajaran atau tidak.
2. Manfaat penelitian
a. Supaya lebih menyakini terhadap satu-satu hadis untuk dijadikan hujjah
atau dalil dalam lapangan dakwah.
b. Memperkayakan pemikiran Islam khususnya tentang bidang hadis.
c. Bagi memperoleh gelar Sarjana (SI) dalam bidang Tafsir Hadis di Fakultas
Ushuluddin.
D. Metodologi Penelitian
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan diteliti melalui jenis penelitian
kepustakaan (library research). Dan dalam pengelolahan data-data, melalui metode
perbahasan analisa komparatif. Juga dilakukan penilaian kritik hadis yang
merangkum di dalamnya kritik sanad dan pendekatan kritik tekstual (matan) dengan
mengkaji hadis tersebut dari sisi pemahaman teksnya, apakah hadis itu memiliki
keseragaman redaksi, atau berbeda-beda redaksi dari sekian banyak sanad yang ada.
Dalam aspek penafsiran bagi mencari kaitan/relevansi dengan persoalan masa kini,
penulis menggunakan pendekatan pemahaman kontekstual dengan mengemukakan
pembuktian-pembuktiannya dalam konteks kekinian.
8
Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, disertasi), yang diterbitkan oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta” dengan kerjasama CeQDA (Center for Development and
Assurance), cetakan II, tahun 2007.
E. Sistematika Penelitian
Penulisan skripsi ini dibuat dalam empat bab, adapun perinciannya adalah
sebagai berikut.
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi dari uraian singkat
mengenai materi yang akan dibahas, yang merupakan penegasan pembatasan dan
perumusan masalah yang difokuskan kepada kasus relevansi kebenaran hadis dalam
konteks kekinian, di dalamnya mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab kedua adalah Takhrîj al-hadîts mengenai hadis al-Wahn. Pembahasan ini
meliputi melacak sumber hadis tersebut. Setelah itu, dikemukakan komparasi
periwayatan. Selain itu, ditelusuri biografi para periwayat dan komentar para ulama
mengenai kredibilitas mereka. Kemudian akan diberikan analisa terhadap kualitas
riwayat tersebut.
Bab ketiga pembahasan difokuskan pada pengertian kata al-wahn dan
penafsiran hadis, serta alasan kesesuaiannya di dalam pembahasan konteks kekinian
melalui pembuktian-pembuktian.
9
Bab keempat merupakan penutup dari skripsi ini, berisikan tentang
kesimpulan dan jawaban dari yang ada pada pembahasan dan perumusan masalah
seluruh pembahasan, serta saran-saran yang dapat disampaikan oleh penulis dalam
penyusunan skripsi.
BAB II
KAJIAN SANAD DAN MATAN HADIS
A. Teks Hadis dan Terjemahan
ﻜْﺮ ﺪ ﺎ ا ْ ﺟﺎ ﺮ
ﻮ ﻚ
ْﻪ و
ْ و ْ ﺔ
ﺪور
ْ
ا ﻪ
ﺎ ر ﻮل ا ﻪ و ﺎ
ْ ﺪ ﺎ ْﺮ
ﻰا ﻪ
ْ ْ إ ْﺮاه ا ﺪ
ْ ﻮْ ﺎن ﺎل ﺎل ر ﻮل ا ﻪ
ْ ﻬﺎ ﻓ ﺎل ﺎ
ْ ﺪ ﺎ ْﺪ ا ﺮ
أ ﻮ ْﺪ ا ﺎم
ْﻜ ْ آ ﺎ ﺪا ﻰ ا ْﺄآ ﺔ إ ﻰ
أنْ ﺪا ﻰ
ﺪ
ا ْﺄ
ﺎء آ ﺎء ا ْ و ْﺰ
ْ ﻮْ ﺬ ﺎل ْ أ ْ ْ ﻮْ ﺬ آ ﺮ و ﻜ ﻜ
ﻮ ﻜ ْ ا ْﻮهْ ﻓ ﺎل ﺎ
ﺪوآ ْ ا ْ ﻬﺎ ﺔ ْﻜ ْ و ْﺬﻓ ا ﻪ ﻓ
1
ا ﺪ ْ ﺎ وآﺮاه ﺔ ا ْ ﻮْت
ﺎل
ْا ْﻮه
Artinya: Menyampaikan hadis kepada kami ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm alDimasyqî menyampaikan hadis pada kami Bisyr bin Bakr menyampaikan
hadis kepada kami Ibn Jâbir meriwayatkan hadis kepadaku Abû ‘Abd alSalâm daripada Tsaubân berkata, telah bersabda Rasulullah SAW:
“Hampir saja bangsa-bangsa memangsa kalian sebagaimana orang-orang
lapar menghadapi meja penuh hidangan.” Seseorang bertanya, “Apa kami
saat itu sedikit”? Jawab beliau, “Bahkan kalian saat itu banyak, akan tetapi
kalian seperti buih di laut. Allah sungguh akan mencabut rasa takut dari
dada musuh kalian, dan Allah sungguh akan mencampakkan penyakit wahn
ke dalam hatimu.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apa itu wahn?
Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati”. 2
B. Identifikasi Hadis
Langkah pertama yang dilakukan di dalam menelusuri dan meneliti sebuah
hadis adalah menemukan sanad-sanad hadis dan perawi-perawi hadis yang ada di
dalamnya melalui metode takhrîj.
1
Abî Dâwud Sulaimân bin al-`Asy‘ats al-Sijistânî, Sunan Abî Dâwud, kitab Al-Malâhim,
hadis ke-4297, (T.tp.: Dar al-A‘lam, 1423H/2003M), cet. 1, h. 698.
2
‘Umar Sulaimân al-Asyqar, Al-Yaum al-Akhîr al-Qiyâmah al-Sughrâ wa ‘Alâmât al-qiyâmah
al-Kubrâ, penerjemah Irfan Salim, (T.tp.:PT Serambi Ilmu Semesta, Rabiulakhir 1421H/Juli 2000M),
cetakan kesatu, h. 161.
10
11
Dalam melakukan kegiatan takhrîj al-hadîts, penulis telah menggunakan
metode takhrîj al-hadîts bi al-lafaz (penelusuran hadis melalui lafal atau kata-kata
dalam matan hadis). 3 Untuk kepentingan takhrîj al-hadîts yang disebutkan, penulis
merujuk kepada kitab kamus al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Alfâz al-Hadîts al-Nabawî.
Dari matan hadis yang diperoleh di atas, apabila ditempuh metode takhrîj alhadîts bi al-lafaz, maka lafal-lafal yang dapat ditelesuri adalah
ﺎء
- ْ ا- ْا ْﻮه.
Tujuan dan rasional penulis memilih lafal-lafal demikian adalah karena eksistensinya
yang asing ketimbang lafal selainnya. Adapun data yang disajikan oleh kitab alMu’jam lewat penelesuran tiga lafal tersebut adalah sebagai berikut :
:ا ﺪ ْ ﺎ وآﺮاه ﺔ ا ْ ﻮْت
ﺎل
ْﺎل ْ ﺎ و ﺎ ا ْﻮه
ْﻮ ﻜ ْ ا ْﻮه
ﻓ
ْ و, )و ﻰ4 ْوه
: ْ ﺎء آ ﺎء ا
ْ و ﻜ ﻜ, 5 ﺎء
: ْ ﺎء آ ﺎء ا
ْ و ﻜ ﻜ, 6 ْ ا
٥
ﻼ:د
,٥ , ٥ ,٢:
.1
.2
Berdasarkan data dari kitab kamus al-Mu‘jam tersebut, ternyata riwayat untuk
hadis yang ditakhrîj di atas masing-masing terletak di kitab-kitab seperti berikut:
3
Metode ini tergantung kepada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik hadis itu
berupa ism atau fi‘il. Para penyusun kitab-kitab takhrîj hadis menitikberatkan peletakan hadishadisnya menurut lafal-lafal yang asing. Semakin asing ( ) ﺮsuatu kata, maka pencarian hadis
akan semakin mudah dan efisien. Lihat Metode Takhrij Hadits, penerjemah Agil Husin Munawwar dan
Ahmad Rifqi Muchtar, (Semarang: Dina Utama, t.t), h. 60.
4
A.J Wensick, Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, penerjemah M. Fouad
Abdel Baky, (Leiden: E.J. Brill, 1936 M), juz 7, h. 342.
5
A.J Wensick, Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, juz 4, h. 406.
6
A.J Wensick, Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, juz 3, h. 53.
12
1. Sunan Abû Dâwud, nomor hadis 4297, kitab al-Malâhim, bab fî Tadâ’î alUmam ‘alâ al-Islâm, halaman 698.
2. Musnad Ahmad bin Hanbal, juz II, halaman 359 dan juz V halaman 278.
Berikut ini penulis menggunakan riwayat-riwayat hadis tersebut dari setiap
mukharrij berdasarkan naskhah aslinya.
Riwayat hadis dari mukharrij Abû Dâwud:
ْ ﻜْﺮ ﺪ ﺎ ا
ْﻪ
ْ ﺪ ﺎ ْﺮ
ﻰا ﻪ
ْ ْ إ ْﺮاه ا ﺪ
ْ ﻮْ ﺎن ﺎل ﺎل ر ﻮل ا ﻪ
ْ ﻬﺎ ﻓ ﺎل ﺎ
ْﻮ ﻜ ْ ا ْﻮه
أ ﻮ ْﺪ ا ﺎم
ْﻜ ْ آ ﺎ ﺪا ﻰ ا ْﺄآ ﺔ إ ﻰ
ْ ﺎء آ ﺎء ا
ْ ﺪ ﺎ ْﺪ ا ﺮ
أنْ ﺪا ﻰ
ْ ْ أ ْ ْ ﻮْ ﺬ آ ﺮ و ﻜ ﻜ
7
ا ﺪ ْ ﺎ وآﺮاه ﺔ ا ْ ﻮْت
ﺎل
ﻮ ﻚ ا ْﺄ
ﻮْ ﺬ ﺎل
ﺪور ﺪوآ ْ ا ْ ﻬﺎ ﺔ ْﻜ ْ و ْﺬﻓ ا ﻪ ﻓ
ﺟﺎ ﺮ ﺪ
ْ
ْ
و
و ْ ﺔ
ا ﻪ
و ْﺰ
ْﺎ ر ﻮل ا ﻪ و ﺎ ا ْﻮه
ﻓ ﺎل ﺎ
Riwayat hadis dari mukharrij Ahmad ibn Hanbal:
ﺪ ﺎ أ ﻮ ا ﻀْﺮ ﺪ ﺎ ا ْ ﺎرك ْ ﻓﻀﺎ ﺔ ﺪ ﺎ ﺮْزوق أ ﻮ ْﺪ ا ﻪ
ْﻪ
ﻰا ﻪ
ْﻜ ْ ا ْﺄ
ْ ﻮْ ﺎن ﻮْ ﻰ ر ﻮل ا ﻪ
ﻮ ﻚ أنْ ﺪا ﻰ
ْﻪ و
ْ ﻬﺎ ﺎل ْ ﺎ ﺎ ر ﻮل ا ﻪ أ ْ ﺔ ﺎ
ْ
ْ ﺰع ا ْ ﻬﺎ ﺔ
ْ ﺎء آ ﺎء ا
7
Abî Dâwud, Sunan Abî Dâwud, h. 698.
ﺪ ﺎ أ ﻮ أ ْ ﺎء ا ﺮ
ْ ْا
ﻰا ﻪ
ﺎل ﺎل ر ﻮل ا ﻪ
ﻰ
ْ آ أﻓ آ ﺎ ﺪا ﻰ ا ْﺄآ ﺔ
و
ﻮْ ﺬ ﺎل أ ْ ْ ﻮْ ﺬ آ ﺮ و ﻜ ْ ﻜﻮ ﻮن
13
ْأ ﻪ
ا ْﺄزْدي
ْ ر ﻮل ا ﻪ
ْﻜ ْ ا ْﺄ
ْ
ﺎ ر ﻮل ا ﻪ
ﺎ ﻮا و ﺎ ا ْﻮه
ْﺪ
أ ْ ﺮ ﺎ ْﺪ ا
هﺮ ْﺮة ﺎل
ْأ
ﺎ ﻮْ ﺎن إذْ ﺪا
ْأ
وأ
ﻮْف
ْ ْ
ْ
ْ ﻮل ﻮْ ﺎن آ
ﻮن ْﻪ ﺎل ﻮْ ﺎن ﺄ
ﻮ ﻜ ْ ا ْﻮه
ﺪ ﺎ أ ﻮ ﺟ ْ ﺮ ا ْ ﺪا
ْ ﺔ ا ﻄ ﺎم
ْﺪ ا ﻪ
ْ
ْﻪ و
ﻰا ﻪ
ﻰ
ْ آ ﺪا ﻜ
أ ْ ﺔ ﺎ ﺎل ﺎ أ ْ ْ ﻮْ ﺬ آ ﺮ و ﻜ ْ ْ ﻰ ﻓ
9
ﻜ ْ ا ﺪ ْ ﺎ وآﺮاه ﻜ ْ ا ْ ﺎل
ﺎ ر ﻮل ا ﻪ ﺎل
Dalam melakukan penelitian sanad hadis (al-naqd al-sanad) ini, penulis akan
mengambil dan berusaha mengikuti beberapa langkah metodologis yaitu melakukan
kegiatan al-i‘tibâr, meneliti pribadi periwayat hadis yang berkenaan (kritik sanad)
dan membuat kesimpulan hasil pengumpulan data-data dari kitab-kitab takhrîj dan
kritik periwayat.
C. Kegiatan al-I‘tibâr
Tujuan kegiatan ini dilakukan adalah untuk memperlihatkan dengan jelas
seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya, dan
metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang
bersangkutan. Karena itu, untuk mempermudahkan proses kegiatan al-i’tibâr, penulis
akan membuat skema sanad dari kutipan dua mukharrij bagi hadis yang dijadikan
obyek penelitian. (lihat lampiran 1)
8
Ahmad ibn Muhammad bin Hanbal ibn Hilâl ibn Asad al-Syaibânî, Al-Musnad li al-Imâm
Ahmad bin Hanbal, juz 8, hadis nomor 22460, (Beirut: Dar al-Fikr, 1414H/1994M), cet. 2, h. 327.
9
Al-Syaibânî, Al-Musnad li al- Imâm Ahmad bin Hanbal, juz 17, hadis nomor 8356, h. 398.
14
Namun, sebelum dikemukakan skema sanadnya, ada beberapa hal yang perlu
dijelaskan terlebih dahulu. Dengan demikian, skema akan mudah difahami.
1. Dari tiga jalur sanad, ada tertulis periwayat yang menyandarkan nama kepada
nasab atau kuniyyah. Pertama Ibn Jâbir yang nama sebenarnya adalah ‘Abd
al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir al-Azadî. 10 Kedua periwayat ‘Abd al-Salâm
yang nama sebenarnya adalah Sâlih bin Rustam al-Hâsyimî. 11 Ketiga Abû alNadar yang nama sebenarnya Hâsyim bin al-Qâsim bin Muslim bin
Muqsam. 12 Keempat Asmâ` al-Rahabî yang nama sebenarnya ‘Amrû bin
Martsad. 13 Kelima Abû Ja‘far al-Madâ`inî yang nama sebenarnya adalah
Muhammad bin Ja‘far. 14 Keenam Abû Hurairah yang nama sebenarnya
adalah ‘Abd al-Rahman bin Sakhr. 15
2. Dari tiga jalur sanad tersebut duanya berakhir kepada Tsaubân. Dan sisanya
berakhir kepada Abû Hurairah.
Pada skema tampak bahwa periwayat pertama dan yang keseterusnya terdapat
periwayat yang berstatus pendukung berupa syâhid dan mutâbi’. 16 Akan tetapi hadis
10
Jamâl al-Dîn Abî al-Hujjâj Yûsuf al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ`al-Rijâl, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1413H/1992M), cet. 3, juz 11, h. 421.
11
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 9, h. 26.
12
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 19, h. 214.
13
Al-‘Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, juz 1, h. 745. Lihat Al-Dzahabî, Al-Kâsyif fî Man Lahu
Riwâyah fî al-Kutub Al-Sittah, juz 2, h. 295.
14
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 16, h. 175.
15
‘Izz al-Dîn Ibn Al-Asir Abî al-Hasan ‘Alî bin Muhammad al-Jazrî, Usl al-Ghâbah fî
Ma‘rifah al-Sahâbah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1398H/1978M), cet 1, juz 5, h. 318-319.
16
Syâhid ialah hadis yang periwayat di tingkat sahabat Nabi terdiri dari lebih seorang, sedang
hadis mutabi’ ialah hadis yang diriwayatkan lebih dari seorang dan terletak bukan pada tingkat sahabat
Nabi. Lihat, M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah), (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 145.
U
15
ini hanya diterima oleh dua orang sahaja (‘azîz). 17 Ini berarti bahwa hadis tersebut
merupakan bagian dari yang hadis berkategori âhâd, maka perlu diteliti, apakah hadis
yang bersangkutan dapat dipertanggungjawab keorisinalnya berasal dari Nabi SAW
ataupun tidak.
D. Kegiatan Penelitian Sanad
Dalam melihat kualitas periwayat hadis, maka dua aspek yang harus
diperhatikan yaitu:
1. Aspek ketersambungan sanad. 18
2. Aspek intelektualitas periwayat. 19
Oleh kerana hadis yang menjadi obyek penelitian hanya didapati dari tiga
jalur sanad, yaitu masing-masing satu jalur daripada sanad Abû Dâwud melalui
Tsaubân dan dua jalur dari sanad Ahmad ibn Hanbal melalui Tsaubân dan Abû
Hurairah, maka penulis akan meneliti kesemua hadis tersebut.
Urutan nama periwayat hadis riwayat Abû Dâwud:
17
‘Azîz adalah hadis yang diterima oleh dua orang sahaja walau pada satu tempat. Lihat,
Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1997),
cet. 1, h. 347.
18
Kriteria ketersambungan sanad: Pertama, periwayat hadis yang terdapat dalam sanad hadis
yang diteliti semua berkualitas tsiqât (‘adl dan dhabt). Kedua, masing-masing periwayat
menggunakan kata-kata penghubung yang berkualitas tinggi yang sudah disepakati ulama (al-samâ’),
yang menunjukkan adanya pertemuan di antara guru dan murid. Ketiga, adanya indikasi kuat
perjumpaan antara mereka. Ada tiga indikator yang menunjukkan pertemuan antara mereka: A) Terjadi
proses guru dan murid, yang dijelaskan oleh para penulis rijâl al-hadîts dalam kitabnya. B) Tahun lahir
dan wafat mereka diperkirakan adanya pertemuan antara mereka atau dipastikan bersamaan. C)
Mereka tinggal belajar atau mengabdi (mengajar) di tempat yang sama. Lihat, Ismail, Metodologi
Penelitian Hadis Nabi, h. 53.
19
Ada dua syarat yang harus dimiliki oleh periwayat hadis, pertama: ‘âdil, kedua: dhâbit.
Kriteria periwayat adil adalah: a) Beragama Islam, ketika mengajarkan hadis harus telah beragama
Islam, namun penerima hadis tidak disyaratkan beragama Islam. B) Berstatus mukallaf. C)
Melaksanakan ketentuan agama, yakni teguh melaksanakan adab-adab syara’. D) Memelihara muruah.
Sementara kriteria periwayat dhâbit adalah: a) Kuat ingatan dan hafalan, tidak pelupa. B) Memelihara
hadis samada yang tertulis atau tidak. Lihat Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 43.
16
1.
Periwayat I: Tsaubân bin Yujdud al-Qurasyî al-Hâsyimî
2.
Periwayat II: Sâlih bin Rustam al-Hâsyimî al-Dimasyqî
3.
Periwayat III: ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir al-Azadî
4.
Periwayat IV: Bisyr bin Bakr al-Tinnîsî
5.
Periwayat V: ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm bin ‘Amrû bin Maimûn al-Qurasyî
Urutan nama periwayat hadis riwayat Ahmad ibn Hanbal:
Jalur Tsaubân
1.
Periwayat I: Tsaubân bin Yujdud al-Qurasyî al-Hâsyimî
2.
Periwayat II: ‘Amrû bin Martsad al-Rahabî al-Syâmî al-Dimasyqî
3.
Periwayat III: Marzûq Abû ‘Abdullah al-Syâmî al-Himsî
4.
Periwayat IV: Al-Mubârak bin Fadâlah bin Abî Umayyah al-Qurasyî
5.
Periwayat V: Hâsyim bin al-Qâsyim al-Laitsî al-Baghdâdî
Jalur Abû Hurairah
1.
Periwayat I: ‘Abd al-Rahman bin Sakhr
2.
Periwayat II: Syubail bin ‘Auf bin Abî Hayyah
3.
Periwayat III: Habîb bin ‘Abdullah
4.
Periwayat IV: ‘Abd al-Samad bin Habîb bin ‘Abdullah
5.
Periwayat V: Muhammad bin Ja‘far
Dalam kegiatan kritik sanad (naqd al-sanad), akan dimulai pada periwayat
terakhir (mukharrij), yakni Abû Dâwud, lalu diikuti pada periwayat sebelumnya dan
seterusnya sampai periwayat pertama.
1. Abû Dâwud
17
a) Nama lengkapnya: Menurut Ibn Abî Hâtim adalah Sulaimân bin al-`Asy‘ats
bin Syidâd bin ‘Amr bin ‘Âmir. Sedang menurut al-Khathîb al-Baghdâdî,
namanya adalah Sulaimân bin al-`Asy‘ats bin Syidâd bin ‘Amr bin ‘Imrân.
Beliau dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan, sebuah negara muslim
di Asia Tengah yang kini termasuk bekas wilayah Uni Soviet dan meninggal
dunia di Basrah pada 16 Syawal tahun 275 H/889 M dalam usia 73 tahun. 20
b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadits: Di antara guru Abû
Dâwud adalah Ahmad bin Hanbal (240 H), Yahyâ bin Ma‘în Abû Zakariyâ
(233 H), Musaddad bin Musarhad al-Asadî al-Basrî (228 H), dan ‘Amrû bin
‘Aun Nazîl al-Basrah (225 H). Sedang murid Abû Dâwud yang terkenal
adalah Abû ‘Îsâ al-Turmudzî, putranya; Abû Bakr Ibn Abû Dâwud, Ahmad
bin Muhammad bin Hârûn al-Hilâl al-Hanbâlî, Zakariyâ bin Yahyâ alSajiyyû. 21
c) Pernyataan para kritikus hadis terhadap diri beliau:
1. Abû Hâtim ibn Hibbân berkata, “Abû Dâwud adalah salah seorang Imam
yang pintar, berilmu, dan hafîz. Dia telah mengumpulkan banyak hadis,
membukukannya dan telah mengoreksi karyanya; Al-Sunan.
2. Al-Hâkim berkata: Abû Dâwud adalah imam ahli hadis di masanya tanpa
dapat diragukan lagi. 22
20
Al-Mizî, jil. 2, h. 367.
Al-Mizî,Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ`al-Rijâl, jil. 2, h. 356-360. Lihat Abû Dâwud Sulaimân
bin al-Asy‘ats Al-Sijistânî, Sunan Abû Dâwud, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), juz. 1, h. 10.
22
Ahmad ibn ‘Alî Hajar Abû al-Fadhl Al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut: Dar al-Fikr,
1984M/1404H), cet. 1, juz 4, h. 151.
21
18
3. Al-Dzahabî berkata: Abû Dâwud adalah seorang imam dalam hadis,
ulama besar dalam bidang fikih dan kitab karyanya merupakan bukti akan
hal itu. Dia termasuk murid Ahmad bin Hanbal yang terkemuka. Sewaktu
mulâzamah (bersama) dengan Ahmad bin Hanbal, dia banyak bertanya
kepada imam Ahmad tentang permasalahan-permasalahan usûl dan furû’
secara detail. 23
4. Mûsâ bin Hârûn: Aku belum pernah melihat orang yang lebih alim dari
imam Abû Dâwud. 24
Banyak ulama yang memberikan pujian terhadap kepribadian Abû Dâwud.
Dengan kedudukannya sebagai mukharrij maka tidak perlu diragukan lagi akan
pernyataannya yang menerima hadis dari ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm. Periwayatan
hadis antara keduanya setelah diteliti juga ternyata bersambung.
2. ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm
a) Nama lengkapnya: ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm bin ‘Amrû bin Maimûn.
Nasabnya adalah al-Qurasyî. Manakala kuniyyahnya adalah Abû Sa‘îd alDimasyqî . Beliau lebih dikenali dengan laqabnya Duhaim ibn al-Yatîm, 25
juga merupakan hamba dalam keluarga khalifah Utsmân bin ‘Affân.
23
Syams al-Dîn Muhammad ibn Ahmad ibn Utsmân Al-Dzahabî, Siyâr al-A‘lâm Al-Nubalâ`,
(Qaherah: Dar al-Hadits, 2006), juz 13, h. 215-216.
24
Al-Dzahabî, Siyâr al-A‘lâm Al-Nubalâ`, juz 13, h. 212-213.
25
Ahmad ibn ‘Alî Hajar Abû al-Fadhl Al-‘Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, (Syiria: Dar AlRasyid, 1986), cet.1, jilid 1, h. 559.
19
b) Terdapat banyak pendapat yang membicarakan tentang tanggal kelahiran dan
kewafatannya. Ada yang mengatakan beliau dilahirkan pada bulan Syawal
170 H dan wafat pada hari ahad,13 terakhir Ramadhan 245 H di Palestin. 26
Beliau pernah menjawat jawatan hakim di Urdun dan Palestin. 27
c) Guru ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm cukup banyak, antara lain Bisyr bin Bakr
al-Tinnîsî , ‘Abdullah bin Nâfi‘ al-Sâ`igh, dan Sufyân bin Uyainah. 28 Ulama
yang disebutkan pertama adalah guru beliau dalam hadis yang sedang diteliti.
Muridnya juga banyak, antara lainnya adalah al-Bukhârî (w.256 H), Abû
Dâwud (w. 275 H), al-Nasâ`î (w. 303 H), dan anak lelakinya Ibrâhîm. 29
d) Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1. Abû Sa‘îd bin Yûnus: Beliau adalah periwayat yang tsiqah tsabat.
2. Ahmad bin ‘Abdullah al-‘Ijlî, Abû Hâtim, al-Nasâ`î, dan al-Darâqutnî:
Tsiqah.
3. Al-Nasâ`î: Ma’mûn lâ ba’s bih.
4. Abû Dâwud: Hujjah, tidak mungkin ada orang yang sepertinya di
Damsyiq pada zamannya. Beliau adalah tsiqah. 30
5. Abû Ahmad bin ‘Ady: Duhaim atsbat dari Harmalah bin Yahyâ. 31
6. Musagghir bin al-Yatîm: Tsiqah hâfiz mutqin. 32
26
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, (Beirut: Muassasah
al-Risalah, 1980), cet. 1, juz 11, h. 90.
27
Al-Dzahabî, Al-Kâsyif fî Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub Al-Sittah, (Beirut: Dar al-Kutub
Al-Sittah, 1983), cet 1, juz 2, h. 137.
28
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 87.
29
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 88.
30
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 89.
31
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 90.
20
Penelitian para kritikus hadis tersebut menunjukkan bahwa ‘Abd al-Rahman
adalah kibâr tâbi‘ al-atbâ‘ yang tsiqah. Tidak ada seorang pun kritikus hadis yang
mencela pribadi ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm. Pujian-pujian yang diberikan orang
kepadanya dikemukakan oleh kritikus berperingkat tinggi sekalipun ada pujian
tersebut menunjukkan peringkat lafal keterpujian tingkat keempat yang menghasilkan
sahîh dalam bentuk kedua, yang dikategorikan sebagai hadis hasan oleh alTurmudzî. 33 Dengan demikian, pernyataan ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm yang
mngatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari Bisyr bin Bakr dengan
metode al-samâ‘ (dengan lambang haddatsanâ) dapat dipercaya kebenarannya. Itu
berarti, sanad antara ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm dan Bisyr bin Bakr dalam keadaan
bersambung.
3) Bisyr bin Bakr al-Tinnîsî
a) Nama lengkapnya: Bisyr bin Bakr. Nasabnya adalah al-Tinnîsî al-Bajalî
manakala kuniyyahnya adalah Abû ‘Abd Allah. 34 Beliau dilahirkan pada
32
Al-‘Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb, jilid 1, h. 559.
Al-Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h. 61.
34
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 3, h. 59. Lihat Al-‘Asqalânî, Taqrîb alTahdzîb, juz 1, h. 126.
33
21
tahun 124 H 35 dan ada beberapa pendapat tentang tanggal kewafatannya. Ada
yang mengatakan pada tahun 200 H dan ini adalah pernyataan dari Hanbal bin
Ishâq. Abû Sa‘îd bin Yûnus mengatakan pada bulan Zulka’dah tanggal 205 H
dan makamnya berada di Turnisia dan daerah Dimyath. Abû Nasr alKalâbadzî mengatakan pada akhir tahun 205H. 36
b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis: Antara guru Bisyr bin
Bakr adalah ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin bin Jâbir, Sa‘îd bin ‘Abd al-‘Azîz
al-Tanûkhî, dan ‘Abd al-Hamîd bin Sawwar. Muridnya juga banyak, antara
lain ‘Abd al-Rahman bin Ibrâhîm Duhaim, Sulaimân bin Syu‘aib al-Kaisânî,
dan Muhammad bin Idrîs al-Syâfi‘î.
c) Pernyataan para kritikus hadis terhadap dirinya:
1. Abû Zur‘ah: Tsiqah.
2. Abû Hâtim: Mâ bih ba’s.
3. Al-Darâqutnî: Tsiqah. 37
4. Marrah: Laisa bih ba’s, tidakku ketahui kecuali hal-hal yang baik-baik
sahaja.
5. Al-‘Ijlî dan al-‘Aqilî: Tsiqah
6. Al-Hâkim: Ma’mûn.
35
Ahmad ibn ‘Alî Hajar Abû al-Fadhl Al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut: Dar al-Fikr,
1984M/1404H), cet. 1, juz 1, h. 288.
36
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 3, h. 60. Lihat Al-Dzahabî, Al-Kâsyif fî
Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub Al-Sittah, juz 1, h. 101.
37
Al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 1, 290. Lihat Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` alRijâl, juz 3, h. 60.
22
7. Musalmah bin Qâsim, diriwayatkan dari al-Auzâ‘î: Lâ ba’s bih insya
Allah.
8. Ibn Hibbân (w. 354H/965M) juga menempatkan nama beliau namanya di
dalam kitab al-Tsiqât. 38
Penelitian para kritikus hadis tersebut menunjukkan bahwa Bisyr bin Bakr
adalah al-sughrâ min al-atbâ‘ yang tsiqah. Tidak ada seorang pun kritikus hadis yang
mencela pribadi Bisyr bin Bakr. Pernyataannya menerima riwayat hadis di atas dari
‘Abd al-Rahman bin Yazîd dengan metode al-samâ‘ (dengan lambang haddatsanâ)
dapat dipercaya kebenarannya. Ini terbukti sanad antara Bisyr bin Bakar dan ‘Abd alRahman bin Yazîd dalam keadaan (muttasil) bersambung.
4) Ibn Jâbir
a) Nama lengkapnya: ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir. Nasabnya adalah alAzadî al-Dimasyqî al-Dârimî. Manakala kuniyyahnya adalah Abû ‘Utbah.
Saudara kepada Yazîd bin Yazîd bin Jâbir dan bapa kepada ‘Abd Allah bin
‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir. 39 Banyak pendapat tentang tanggal
kewafatannya yaitu sekitar tahun 153, 154, 155, dan 156 H. 40
b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis: Guru Ibn Jâbir cukup
banyak antaranya Abî ‘Abd al-Salâm Sâlih bin Rustam, ‘Abd Allah bin ‘Umar
38
Al-‘Asqalânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 1, h. 288.
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 421.
40
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 423. Lihat Al-‘Asqalânî, Taqrîb alTahdzîb, juz 1, h. 595. Lihat Al-Dzahabî, Al-Kâsyif fî Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub Al-Sittah, juz 2,
h. 168.
39
23
bin ‘Abd al-‘Azîz, dan Zaid bin Aslam. 41 Manakala muridnya dalam bidang
ini antaranya adalah Bisyr bin Bakr al-Tinnîsî, ‘Abd Allah bin al-Mubârak,
dan ‘Îsâ bin Yûnus. 42
c) Pernyataan para kritikus hadis terhadap dirinya:
1. Ahmad bin Hanbal: Laisa bih ba’s.
2. Yahyâ bin Ma‘în: Tsiqah.
3. Ahmad bin ‘Abdullah al-‘Ijlî, Muhammad bin Sa‘îd, al-Nasâ`î dan
selainnya: Tsiqah.
4. Ya‘qûb bin Utsmân: ‘Abd al-Rahman dan Yazîd adalah anak lelaki Yazîd
bin Jâbir, keduanya tsiqah, menetap di Basrah kemudian berpindah ke
Syam.
5. Abû Dâwud: Beliau adalah tsiqât al-Nâs.
6. Abû Bakr bin Abî Dâwud: Tsiqah ma’mûn.
7. Mûsâ Hârûn: Abû Usâmah meriwayatkan dari ‘Abd al-Rahman bin Yazîd
bin Jâbir, beliau meyangka tidak akan menemui Ibn Jâbir sebaliknya
menemui ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Tamîm yang disangkanya adalah
Ibn Jâbir. Ibn Jâbir tsiqah, Ibn Tamîm da‘îf. 43
Penelitian para kritikus hadis tersebut menunjukkan bahwa ‘Abd al-Rahman
bin Yazîd adalah kibâr al-atbâ‘ yang tsiqah. Tiada kritikus hadis yang mencela
pribadi beliau. Dengan demikian, pernyataannya menerima riwayat hadis di atas dari
41
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 421.
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 422.
43
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 11, h. 322.
42
24
Sâlih bin Rustam dengan metode al-samâ‘ (dengan lambang haddatsanî) dapat
dipercayai. Itu berarti, sanad antara ‘Abd al-Rahman bin Yazîd dan Sâlih bin Rustam
dalam keadaan (muttasil) bersambung.
5) ‘Abd al-Salâm
a) Nama lengkapnya: Sâlih bin Rustam. Nasabnya al-Hâsyimî. Manakala
kuniyyahnya adalah Abû ‘Abd al-Salâm al-Dimasyqî. 44 Generasi kedua tabi‘in
Syam. 45
b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis: Guru ‘Abd al-Salâm
adalah Tsaubân; hamba Rasulullah SAW, ‘Abd Allah bin ‘Abd al-Rahman
bin Hawâlah al-Azadî dan Makhul al-Syâmî. Manakala muridnya adalah ‘Abd
Allah bin ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir, Sa’îd bin Ayyûb, dan
bapanya; ‘Abd al-Rahman bin Yazîd bin Jâbir.
c) Pernyataan para kritikus hadis terhadap dirinya:
1. ‘Abd al-Rahman bin Abî Hâtim: Aku bertanya kepada ayahku tentangnya,
dia menjawab: Majhûl lâ nu‘rifuh. 46
44
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 9, h. 26. Lihat juga Al-‘Asqalânî, Taqrîb
al-Tahdzîb, juz 1, h. 428.
45
Al-Mizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 9, h. 26.
46
Al-Râzî, Al-Jarh wa al-Ta’dîl, (Beirut: Dar al-Fikr, 1954), cet 1, juz 4. h. 403. Lihat AlMizî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl, juz 9, h. 26.
25
2. Abû Zur‘ah al-Damsyiqî: Beliau adalah generasi kedua dari tabi‘in Syam,
Abû ‘Abd al-Salâm; yang meriwayatkan darinya adalah Ibn Jâbir,
namanya adalah Sâlih bin Rustam, aku bertanya kepada syeikh siapakah
yang melahirkannya, jawabnya dengan namanya (tidak diketahui
identitasnya).
3. Ibn Hibbân menyebut nama beliau di dalam kitabnya al-Tsiqât. 47
Sekalipun identitas Sâlih bin Rustam dalam kesamaran, beliau masih dapat
dikategorikan surghrâ min al-atbâ’ yang tsiqah kerana pernyataan ahli hadis dengan
minimal ada dua orang yang meriwayatkan darinya atau lebih dapat menghilangkan
kejahalahan periwayat tersebut. 48
6) Tsaubân
a) Nama lengkapnya: Tsaubân bin Yujdud. Nasabnya adalah al-Qurasyî alHâsyimî. Kuniyyahnya adalah Abû ‘Abd Allah. Ada yang mengatakan Abû
‘Abd al-Rahman. Beliau meninggal di Hims pada tahun 44 H. 49
b) Guru dan muridnya dalam bidang periwayatan hadis: Guru Tsaubân adalah
Nabi Muhammad SAW. Manakala muridnya antaranya adalah Abû ‘Abd alSalâm Sâlih bin Rustam, Syidâd bin Aus, 50 dan Abû