ORANG MISKIN DAN TERTINDAS

ORANG MISKIN DAN TERTINDAS
Edrik Juliardo (1417150003)
A. Laporan baca
Yesus memprioritaskan kaum miskin dan tertindas. Yesus menyadari bahwa sistem
yang ada pada masanya membuat kaum miskin dan orang-orang yang tertindas ini
tidak mendapat tempat yang layak dalam masyarakat. Kaum miskin dan tertindas ini
dipandang sebagai orang-orang yang berdosa sehingga mereka tidak layak masuk
sinagoga. Yesus sendiri datang dari kalangan menengah sehingga Ia tidak memiliki
masalah dengan sistem yang ada pada masa itu. Namun demikian, Ia memilih untuk
bergaul dan menjadi sama dengan mereka karena belas kasih-Nya terhadap mereka.
Belas kasih ini merupakan dasar pergerakan Yesus.
Dalam Kerajaan Allah, tidak ada yang kaya dan tidak ada yang miskin. Hal ini
dikarenakan semua saling berbagi. Dalam Kerajaan Allah, tidak memandang
kedudukan seseorang dalam status masyrakat. Nolan juga menjelaskan Yesus
memperlihatkan bahwa dalam Kerajaan Allah terdapat sebuah solidaritas. Solidaritas
yang dibangun bukan berdasarkan suku, keluarga, atau golongan tertentu. Solidaritas
ini merupakan solidaritas yang bersifat universal. Solidaritas yang dibangun oleh rasa
kemanusiaan yang sifatnya universal. Solidaritas yang dibangun berdasarkan belas
kasih dan kekuatan iman. Dalam Kerajaan Allah, hanya ada satu yang berkuasa yaitu
Allah sendiri. Akan tetapi, kekuasaan itu bukan kekuasan yang ingin dilayani
layaknya seorang raja. Kekuasaan Allah adalah kekuasaan yang melayani. Hal ini

terlihat dalam diri Yesus. Ia tidak meminta untuk dilayani, tetapi Ia memilih untuk
melayani. Oleh karena itu Kerajaan Allah yang dinyatakan Yesus adalah suatu konsep
yang berbeda dengan kerajaan yang dipahami oleh umat Yahudi pada saat itu.

B. Tanggapan Kritis
Kemiskinan dan penindasan hampir setua umur umat manusia. Meskipun Hukum
Allah bagi orang Israel bertujuan melindungi orang miskin dan meringankan
penderitaan mereka, Hukum tersebut sering kali diabaikan. (Amos 2:6) Nabi
Yehezkiel mengecam cara orang miskin diperlakukan. Ia mengatakan, ”Orang-orang
di negeri itu terus melaksanakan rancangan untuk berbuat curang dan merampok, dan
orang yang menderita dan yang miskin mereka perlakukan dengan kasar, dan
penduduk asing mereka curangi tanpa keadilan.”—Yehezkiel 22:29.
Situasinya tidak berbeda ketika Yesus berada di bumi. Para pemimpin agama sama
sekali tidak peduli kepada orang miskin. Mereka digambarkan sebagai ”pencinta
uang” yang ”melahap rumah janda-janda” dan yang lebih peduli untuk menjalankan
tradisi daripada mengurus para lansia dan orang miskin. (Lukas 16:14; 20:47; Matius
15:5, 6) Menarik, dalam perumpamaan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati,
sewaktu seorang imam dan seorang Lewi melihat orang yang terluka, mereka lewat
saja dan tidak mau berhenti untuk membantu.—Lukas 10:30-37.


Yesus Peduli kepada Orang Miskin
Catatan Injil tentang kehidupan Yesus memperlihatkan bahwa ia memahami benar
kesulitan orang miskin dan sangat peka akan kebutuhan mereka. Meskipun pernah
hidup di surga, Yesus mengosongkan dirinya, mengambil wujud manusia, dan
’menjadi miskin demi kita’. (2 Korintus 8:9) Ketika melihat kumpulan orang, Yesus
”merasa kasihan terhadap mereka, karena mereka dikuliti dan dibuang seperti dombadomba tanpa gembala”. (Matius 9:36) Kisah tentang seorang janda miskin
memperlihatkan bahwa Yesus tidak terkesan oleh pemberian yang banyak dari orang
kaya, yang memberi ”dari kelebihan mereka”, tetapi oleh sumbangan kecil janda
miskin itu. Apa yang ia lakukan menyentuh hati Yesus karena ’dari kekurangannya
janda itu menjatuhkan semua sarana penghidupan yang dimilikinya’.—Lukas 21:4.
Yesus tidak saja merasa kasihan kepada orang miskin, tetapi ia juga menaruh minat
pribadi kepada kebutuhan mereka. Ia dan rasul-rasulnya mempunyai dana bersama
untuk membantu orang Israel yang berkekurangan. (Matius 26:6-9; Yohanes 12:5-8;
13:29) Yesus menganjurkan orang-orang yang ingin menjadi pengikutnya agar sadar
akan kewajiban mereka untuk membantu orang yang berkekurangan. Ia memberi tahu
seorang penguasa muda yang kaya, ”Juallah segala sesuatu yang kaumiliki dan bagibagikanlah kepada orang-orang miskin, dan engkau akan memperoleh harta di surga;
dan mari jadilah pengikutku.” Fakta bahwa pria itu tidak bersedia merelakan miliknya
memperlihatkan bahwa ia lebih mengasihi kekayaan daripada mengasihi Allah dan
sesama. Jadi, ia tidak memiliki sifat-sifat yang dituntut untuk menjadi murid Yesus.—
Lukas 18:22, 23.

Para Pengikut Kristus Peduli kepada Orang Miskin
Setelah kematian Yesus, para rasul dan pengikut Kristus lainnya terus memperlihatkan
kepedulian kepada orang miskin di kalangan mereka. Sekitar tahun 49 M, rasul Paulus
bertemu dengan Yakobus, Petrus, dan Yohanes dan membahas amanat yang ia terima
dari Tuan Yesus Kristus untuk memberitakan kabar baik. Mereka setuju bahwa Paulus
dan Barnabas harus pergi kepada ”bangsa-bangsa”, khususnya kepada orang nonYahudi. Selain itu, Yakobus dan teman-temannya mendesak Paulus dan Barnabas agar
”mengingat orang-orang miskin”. Dan, itulah yang Paulus ’upayakan dengan
sungguh-sungguh’.—Galatia 2:7-10.
Selama pemerintahan Kaisar Klaudius, suatu bala kelaparan yang hebat menimpa
berbagai bagian di Imperium Romawi. Sebagai tanggapan, orang Kristen di Antiokhia
”menentukan, masing-masing sesuai dengan kemampuannya, untuk melaksanakan
pelayanan dengan mengirimkan bantuan kepada saudara-saudara yang tinggal di
Yudea; dan ini mereka lakukan, dengan mengirimkannya kepada para tua-tua melalui
tangan Barnabas dan Saul”.—Kisah 11:28-30.
Orang Kristen sejati dewasa ini juga menyadari bahwa pengikut Yesus harus peduli
kepada orang miskin, khususnya di kalangan rekan seiman. (Galatia 6:10) Karena itu,
mereka benar-benar peduli akan kebutuhan orang yang berkekurangan. Misalnya,
pada tahun 1998, kemarau yang hebat menghancurkan banyak tempat di Brasil bagian
timur laut. Kemarau itu merusak tanaman padi, polong-polongan, dan jagung,


mengakibatkan bala kelaparan di mana-mana—yang terburuk dalam 15 tahun
terakhir. Di beberapa tempat bahkan tidak ada cukup air minum. Saksi-Saksi Yehuwa
di bagian-bagian lain di negeri itu segera mengorganisasi panitia bantuan
kemanusiaan, dan dalam waktu singkat mereka mengumpulkan berton-ton makanan
serta membayar biaya transportasi perbekalan itu.
Para Saksi yang mendukung upaya bala bantuan itu menulis, ”Kami sangat bahagia
dapat membantu saudara-saudari kami, khususnya karena yakin bahwa kami telah
membuat hati Yehuwa bersukacita. Kami tidak pernah melupakan kata-kata di
Yakobus 2:15, 16.” Ayat-ayat Alkitab tersebut berbunyi, ”Jika seorang saudara atau
saudari berada dalam keadaan telanjang dan tidak mempunyai cukup makanan seharihari, namun salah seorang dari antara kamu mengatakan kepada mereka, ’Pergilah
dengan damai, hangatkanlah dirimu dan makanlah sampai kenyang’, tetapi kamu
tidak memberi mereka apa yang dibutuhkan tubuh mereka, apakah manfaatnya?”
Di salah satu sidang Saksi-Saksi Yehuwa di kota São Paulo, seorang Saksi yang
miskin secara materi sering kali harus berjuang menafkahi diri. Saudari yang
sederhana dan penuh semangat ini mengatakan, ”Meskipun saya miskin, berita
Alkitab telah membuat kehidupan saya benar-benar bermakna. Saya tidak tahu
bagaimana keadaan saya andaikan tidak ada bantuan dari rekan-rekan Saksi.”
Beberapa waktu lalu, wanita Kristen yang rajin ini harus dioperasi namun ia tidak
mampu membayar biaya rumah sakit. Dalam kasus khusus ini, saudara-saudari
Kristen di sidangnya mampu menutup biaya operasi tersebut. Di seluruh dunia, orang

Kristen sejati mempunyai kebiasaan memberikan bantuan kepada rekan seiman yang
membutuhkan.