Sekilas Mengenai Arti, Ciri dan Penggolongan Ilmu

2 Atas dasar itu, makalah ini dibuat dengan maksud untuk memahami secara konseptual tentang pendidikan sebagai ilmu, sehingga diharapkan pemahaman tersebut dapat membantu upaya pengembangan Ilmu Pendidikan secara lebih fungsional dan relevan dan pada akhirnya mampu menjadi pedoman dalam melaksanakan berbagai jenis kegiatan pendidikan. Tinjauan keilmuan pendidikan ini dirasa perlu karena pendidikan sebagai ilmu harus memiliki dasar atau landasan yang kuat dalam mendeskripsikan gejala yang diamati, membuat eksplanasi atas gejala yang diamati dan mampu menjalankan fungsi kontrol, yaitu mampu meramalkan gejala yang akan terjadi. Agar sistematis, pembahasan makalah ini dilakukan menurut alur pikir sebagai berikut. Sebelum dibahas tentang pendidikan sebagai ilmu, perlu dipahami dulu secara sekilas mengenai apa sebenarnya ilmu itu dan bagaimana ciri-cirinya. Pemahaman terhadap ciri-ciri ilmu diperlukan untuk menjadi acuan penilaian apakah pendidikan itu tepat disebut sebagai ilmu. Sesudah kedua hal tersebut dipahami, pembahasan dilanjutkan dengan memahami implikasinya bagi praktek pendidikan terutama bagi para ilmuwan dan siapa saja yang bergerak di bidang pendidikan. Kemudian, diakhiri dengan penutup yang lebih merupakan rangkuman atas substansi makalah ini.

B. Sekilas Mengenai Arti, Ciri dan Penggolongan Ilmu

Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan. Pengetahuan tentang sesuatu dapat berubah menjadi suatu ilmu, apabila paling tidak memenuhi tiga ciri, yaitu a memiliki obyek studi sendiri, b mempunyai metode penyelidikan sendiri, dan c disajikan secara sistematis. Ciri yang pertama, yaitu bahwa ilmu mempunyai obyek studi sendiri, dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni obyek material dan obyek formal. Obyek material yaitu obyek yang dilihat dari wujud bendanya. Sedangkan obyek formal adalah obyek yang dilihat dari apa yang dibahas dalam ilmu itu sendiri. Obyek formal ini sering disebut sebagai sudut pandang. Untuk membedakan antara obyek material dan obyek formal secara jelas, berikut ini diberikan contoh. Misalnya, Ilmu Akhlak, Ilmu Kesehatan, Ilmu Kebidanan, dan Ilmu Watak. Semua ilmu-ilmu itu sebagai obyek materialnya sama, yaitu manusia. Sedangkan obyek formalnya sudut pandangnya berbeda-beda tergantung pada apa yang akan dibahas dalam ilmu itu sendiri. Ilmu Jiwa membahas tentang gejala kejiwaan manusia, Ilmu Akhlak membahas tabiat manusia, Ilmu Kesehatan membahas tentang penjagaan kesehatan manusia, Ilmu Kebidanan 3 membahas tentang bagaimana menolong orang yang akan melahirkan, dan Ilmu Watak membahas tentang watak yang dimiliki oleh manusia. Dengan demikian, ada kemungkinan ilmu- ilmu pengetahuan mempunyai obyek material yang sama, namun sudut pandangnya berbeda. Ciri kedua adalah bahwa ilmu memiliki metode tertentu yang dapat digunakan untuk mempelajari ilmu itu sendiri. Metode ini menunjuk pada tatacara atau prosedur tertentu yang seharusnya diikuti. Prosedur yang dianut oleh pengetahuan ilmiah mempunyai karakteristik takpribadi impersonal dan berkemampuan untuk memperbaiki diri sendiri. Prosedur yang digunakan ilmu merupakan suatu keberadaan di luar ilmuwan atau peneliti sendiri, yang tak ada sangkut pautnya dengan pribadi yang menggunakan prosedur itu. Oleh karena itu prosedur tersebut dapat digunakan oleh setiap ilmuwan atau peneliti untuk mengkaji pengalaman manusia guna memperoleh pengetahuan ilmiah. Selain itu, prosedur tersebut berkemampuan untuk memperbaiki diri sendiri karena dalam prosedur ilmiah itu terkandung seperangkat tahapan logis dari kerja ilmiah yang bertautan satu dengan lainnya secara amat erat. Perangkat tahapan kerja itu mengandung mekanisme pengendalian melekat sehingga dapat diketahui apakah setiap tahapan dalam perangkat itu telah dilakukan secara benar. Metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat runtut dengan pengetahuan yang dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan komulatif pengetahuan-pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Sedangkan ciri yang ketiga adalah bahwa materi ilmu harus disajikan secara sistematis, artinya pengetahuan tersebut disusun secara runtut, sehingga mudah dipelajari. Penyajian secara sistematis ini paling tidak meliputi: penyajian mengenai latar belakang permasalahan, identifikasi dan perumusan masalah, kerangka pikir dan hipotesis, penjelasan tentang metode dan hasil penelitian, pembahasan serta kesimpulan. Persyaratan keilmuan yang dipaparkan di atas merupakan persyaratan minimal. Beberapa penulis menyebut syarat lain, di samping syarat-syarat yang telah disebutkan di atas. Madyo Susilo 1990:26 dan Made Pidarta 1997:6, misalnya, menambah satu ciri lagi, yaitu bahwa ilmu mempunyai kegunaan atau fungsi dan tujuan bagi kehidupan manusia pada umumnya. 4 Sementara itu, Achmad Sanusi 1989 mengemukakan persyaratan ilmu secara lebih terperinci, meliputi: a. Ada obyek material dan obyek formal; b. Ada obyek kerja yang bersifat inquiry; c. Ada ruang lingkup kajian; d. Berhasil menciptakan istilah-istilah dengan pengertiannya yang khusus; e. Berhasil menemukan dan membentuk konsep, dalil, paradigma, dan hukum yang berlaku umum sampai terjelma systematic body of knowledge; f. Ada obyektivitas atau keterbukaan untuk pengujian; g. Konsepteori tersebut punya kekuatan sebagai dasar dan alat mengidentifikasi masalah dengan spesifik dan teratur; h. Konsepdalilteori telah mempunyai kekuatan sebagai dasar atau alat untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan-hubungan; i. Konsepteori itu sebagai dasar atau alat untuk memprediksi, menyelesaikan masalah dan mengendalikan. Ada juga yang mengatakan bahwa syarat suatu ilmu harus jelas ontologis, epistemologis dan aksiologisnya. Ontologi berkaitan dengan hakekat apa yang dikaji. Dengan demikian, ini mempertanyakan obyek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana ujud hakiki dari obyek tersebut, dan bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan. Sedangkan epistemologi ilmu mempertanyakan proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu, bagaimana prosedurnya, hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapat pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran itu sendiri, apakah kriterianya, cara apa yang membantu ilmuwan dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu. Sedangkan aspek aksiologi mempersoalkan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan, bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah- kaidah moral, bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan massal, dan bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral. Mengenai penggolongan ilmu, Sutari Imam Barnadib dan Piet A. Sahertian mengemukakan bahwa menurut sistemnya ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua golongan, yaitu : 1. Ilmu-ilmu murni, yang dapat dikatakan lepas dari pengalaman dan berdiri-sendiri seperti matematika ; dan 2. Ilmu-ilmu empiris, yang tidak dapat meninggalkan pengalaman baik bagi eksistensinya maupun perkembangannya. Obyeknya ialah gejala kehidupan, baik pada manusia maupun 5 pada alam. Ilmu-ilmu empiris dapat digolongkan ke dalam ilmu-ilmu kealaman dan ilmu- ilmu rokhani. Bila ilmu kealaman obyeknya terdapat di dalam alam, ilmu kerokhanian obyeknya terdapat dalam kegiatan rohani. Ilmu kerokhanian dapat diadakan secara deskriptif dan normatif. Artinya, manusia dengan segala seluk beluknya yang unik tidak hanya dipandang dan didekati sebagaimana adanya, melainkan dengan landasan-landasan norma- norma.

C. Pendidikan Sebagai Ilmu