Imunisasi Pasif Terhadap Koksidiosis Sekum (Eimeria tenella) pada Ayam dengan Antibodi Monoklonal
IMUNISASI PASlF TERHADAP KOKSlDlOSlS SEKUM
(Eimeria tenella) PADA AYAM DENGAN
ANTIBODI MONOKLONAL
Oleh
Sri Utami Handajani
90540lSVT
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1998
1
SUMMARY
SRI UTAMI HANDAJANI.
Passive immunization against chicken's caecal
coccidiosis (Eimeria tenella) with monoclonal antibody ( under supervision of
advisory committee of GATUT ASHADI as chairman, AISJAH GIRINDRA,
FACHRIYAN H. PASARIBU, SIMON HE and A.A. MATTJIK, as members).
Coccidiosis is one of the diseases causing problem and loss to chcken farms,
including mortalities, decrease body weight, decrease weight gain, delay
and
low egg production, increase feed conversion, increase medical and labour costs.
Coccidiostat use is the main effort in preventing coccidiosis in Indonesia,
however, continuous
modification
use of those drugs may cause strain resistant.
seems unpromising, because
parasite are not available yet.
Cage
effective disinfectants against this
Immunization, however, can be promising as a
control device against this disease.
Until recently, the stage of this parasite which is immunogenic is still
unknown, however,
merozoite is considered as the antigenic source for dead
vaccine against coccidia.
An experiment on the production of monoclonal antibody against caecal
coccidiosis , both in uiho and in viuo , has been carried out. The experiment was
started using a
single cell isolation of
commercial farms around Bogor.
local E. tenella isolates collected from
From this experiment a pure local E. tenella
isolate was obtained, with oocyts measuring 16.6 x 24.9 pm, prepatent period 7
days and spomlation time
24 hours.
Second generation merozoites were
measuring 11.5 pm, obtained from infection of two weeks old chicks with
spomlated oocysts .
Monoclonal antibody was obtained from Balb-C mice immunized
times intraperitoneally with
immunization
three
two weeks interval, followed by an intravenous
one week later.
Fusion between spleen
and myeloma (SP2)
cells was done using thymocyte cells as feeder cells. From 23 hybridoma, only
two were found to be secreting antibody which could be detected using ELISA
technique. They are monoclonaI antibodies 2 B l ( M A b 2B1) and 3E4(MAb 3E4).
In vitro study using those two antibodies revealed that
sporozoite
penetration was inhibited as shown by the decrease of total sporozoite numbers
found in chicken kidney culture cells. MAb 2B1 was chosen for immunizing in
vivo, because it inhibited sporozoite penetration better than MAb 3E4 did.
Passive immunization was performed using four hundred and f i f t y 4 weeks
old chickens, in each repetition, which were divided into nine groupsof 50 birds
each. The first group was infected with
lo4 sporulated E.
without monoclonal antibody (group A).
tenella oocysts per bird,
Seven groups were infected with 10'
sporulated oocyts per bird plus monoclonal antibody of different concentrations
(group B, C, D, E, F, G and H). The last group served as negative control (group
K) without infection and monoclonal antibody. Immunization efficacies were
measured
based on chicken mortalities, body weight gains, cecal lesion scores
and oocyts production.
Mortality
occured
on days 5, 6 and 7 post infection,
totaling 70%, 46%, 42% and 22% in groups A, B, C and D respectively . In
groups E,F,G, H and K, mortalities did not occur.
chicken
mortalities decreased
increased.
These data showed that
while monoclonal antibody concentrations
Groups A, B and C showed
less body
weight gains compared to
group K. No significant differences in body weight gains in groups D, E, F, G
and H
compared to group K.
Lesion scores
decreased while monoclonal
antibody concentration increased. Oocysts were found in the feces of all groups,
however, they were
control
more abundant in group A, which served as
positive
. Therefore the immunity induced is relative.
It is concluded that monoclonal antibody against merozoites is protective,
and merozoite is
antibody
could
involved in protective immunity.
reach
development, w h c h
the
intestinal
mucosae
and
It further
proves that
affected
sporozoite
in uitro study reveals a decrease in total number
sporozoites succeded in penetrating tissue culture.
Since
of
merozoite was the
primary causative agent of pathological changes, therefore the use of antibody
not only blocks the parasite transmission,
but
also lessens the merozoite
pathogenic effects.
Results from this study come to a conclusion that monoclonal antibody
against merozoites of E. tenella can be used for passive immunization of chicken
against cecal coccidiosis due to E. fenella.
RINGKASAN
SRI UTAMI HANDAJANI. h u n i s a s i Pasif terhadap Koksidiosis Sekum (Eimeria
tenella) pada Ayam dengan Antibodi MonokIonal (Di bawah bimbingan GATUT
ASHADI, sebagai ketua, AISJAH GIRINDRA, FACHRIYAN H. PASARIBU,
SIMON HE dan A.A. MATTJIK, sebagai anggota).
Koksidiosis merupakan penyakit yang mendatangkan banyak masalah
dan kerugian pada peternakan ayam, yang meliputi kematian, morbiditas,
penurunan berat badan, penurunan pertambahan berat badan, terlambatnya
masa bertelur disertai penurunan jumlah telur yang diproduksi, penurunan
efisiensi pakan, dan peningkatan biaya pengobatan serta upah tenaga kerja.
Pemakaian anti coccidia merupakan usaha pencegahan utama yang
dilakukan di Indonesia, akan tetapi penggunaan obat-obatan tersebut secara
terus menerus dapat menimbulkan galur coccidia yang resisten terhadap
obat-obat ini.
Modifikasi kandang tampaknya juga tidak dapat diharapkan,
mengingat belum adanya desinfektan yang benar-benar efektif terhadap parasit
ini.
Tampaknya imunisasi merupakan satu alternatif yang memberi harapan
untuk pengendalian penyakit ini.
Hingga saat ini , belum ada kesepakatan mengenai stadium yang bersifat
imunogenik, akan tetapi tampaknya merozoit merupakan sumber antigen yang
dapat digunakan sebagai bahan pembuatan vaksin mati terhadap coccidia.
Penelitian untuk memproduksi antibodi monoklonal terhadap koksidiosis
sekum dan pengujiannya secara in vitro dan in vivo telah dikerjakan. Penelitian
dimulai dengan melakukan isolasi sel tunggal terhadap ookista isolat lokal, hasil
pengumpulan tinja ayam dari peternakan-peternakan sekitar Bogor, sehingga
diperoleh Eimeria tenella murni, dengan ukuran ookista rata-rata 16,6 x 24,9-,
dengan masa prepaten 7 hari dan waktu sporulasi 24 jam. Merozoit generasi ke
dua berukuran rata-rata 11,5 pm yang diperoleh dari hasil infeksi pada
ayarn-ayam berumur 2 minggu dengan ookista bersporulasi.
Pembuatan antibodi monoklonal dimulai dengan mengimunisasi mencit
BaIb-C sebanyak tiga kali secara intraperitoneal, dengan selang waktu 2 minggu,
diakhiri
dilakukan
satu kaIi
dengan
imunisasi secara intravena satu minggu kemudian.
menggabungkan
sel
limpa
dari
mencit
yang
Fusi
sudah
diimunisasi, dengan sel mieloma (SP Z), dengan bantuan sel thyrnocyte sebagai
"feeder cells".
Dari 23 hibridoma yang terbentuk dilakukan uji kandungan
antibodi, menggunakan metode Enzyme Link Immunosorbent Assay (ELEA).
Ternyata hanya dua hibridoma yang memproduksi antibodi yaitu antibodi
monoklonal2Bl(MAb 2B1) dan 3E4 (MAb 3E4).
Studi secara in uitro dengan menggunakan MAb 281 dan MAb 3E4, terlihat
adanya penghambatan invasi sporozoit,
yang ditunjukkan oleh penurunan
jumlah sporozoit dalam biakan jaringan berasal dari ginjal ayam.
MAb 281
dipilih sebagai bahan imunisasi pasif pada studi in uiuo, karena lebih baik dalam
penghambatan penetrasi sporozoit.
Pada imunisasi pasif, digunakan ayam-ayam berumur 4 minggu sebanyak
450 ekor untuk setiap ulangan, yang dibagi menjadi 9 k e l o m ~ o k yang
masing-masing terdiri dari 50 ekor ayam . Kelompok pertama diinfeksi dengan
lo4 ookista
bersporulasi per ekor ayam tanpa diberikan MAb 2B1 (kelompok A),
sebagai kelompok kontrol positif.
diinfeksi dengan
lo4
Tujuh kelompok yang lain
setiap ayam
ookista bersporulasi d a n diberikan MAb 2B1 dengan
konsentrasi yang berbeda-beda (kelorn~okB, C, D, E, F, G, H).
Kelompok
terakhir ( kelompok K) merupakan kelompok kontrol negatif, tidak diinfeksi dan
tidak diberikan MAb 281. Percobaan dilakukan dalam 3 ulangan.
Efektifitas
imunisasi diukur berdasarkan mortalitas, perubahan berat badan, skor perlukaan
pada sekum ayam d a n produksi ookista. Kematian ayam terjadi pada hari ke 5,
ke 6 d a n ke 7 pasca infeksi. Pada kelompok A kematian mencapai 70%, pada
kelompok B 46%, kelompok C 42% dan kelornpok D 22%. Pada kelompok E, F,
G, H d a n K tidak terdapat kematian. Dengan demikian mortalitas yang terjadi
mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi MAb yang diberikan.
Ayam-ayam pada kelompok A, B dan C menunjukkan berat badan yang lebih
kecil dibanding kelompok K, sedangkan pada kelornpok E, F, G d a n H tidak
berbeda
nyata
mengalami
dengan kelompok kontrol. Skor perlukaan pada
penurunan
dengan
peningkatan
konsentrasi
MAb.
perhitungan produksi ookista, rnasih ditemukan adanya ookista
sekum
Pada
daIam tinja
meskipun lebih sedikit jika dibanding dengan kelompok A yang dalam ha1 ini
merupakan kontrol positip. Fenomena ini menyatakan bahwa kekebalan yang
timbul bersifat relatif.
Dalam penelitian ini terbukti bahwa penggunaan antibodi monoklonal
terhadap merozoit, menimbulkan proteksi pada ayam d a n ha1 ini menunjukkan
bahwa
merozoit
berperan
Fenomena proteksi
merozoit
dapat
serta dalam
proses kekebalan yang
protektif.
tersebut juga menunjukkan bahwa antibodi terhadap
mencapai
mukosa
perkembangan sporozoit. Studi in uitro
usus
dan
berpengaruh
terhadap
menunjukkan penurunan total jumlah
sporozoit yang berhasil melakukan penetrasi ke dalam biakan jaringan.
Lebih
jauh lagi merozoit merupakan penyebab perubahan patologi yang utama,
sehingga penggunaan antibodi terhadap stadium ini bukan hanya menghambat
transmisi parasit, tetapi juga dapat mengurangi efek patogeniknya.
Dari seluruh hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan, bahwa
antibodi monoklonal terhadap merozoit Eimeria tenella dapat digunakan sebagai
bahan imunisasi pasif terhadap koksidiosis sekum pada ayam yang disebabkan
oleh Eimeria tenella.
IMUNISASI PASIF TERHADAP KOKSIDIOSIS SEKUM
(Eimeria tenella) PADA AYAM DENGAN
ANTIBODI MONOKLONAL
Oleh
S r i Utami Handajani
90540/SVT
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelar
Doktor
pada
Program Pascasajana, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1998
:
Judul
Imunisasi Pasif Terhadap Koksidiosis Sekum (Einreria
tene1la)Pada Ayam Dengan Antibodi Monoklonal
Nama Mahasiswa : Sri Utami Handajani
Nomor Pokok
: 90540
Program Studi
: Sains Veteriner
Menyetujui
1.Komisi Pembimbing
(Prof Dr. H. Gatut Ashadi)
Ketua
/
-
(Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra)
Anggota
-
(Dr. drh. Fachriyan H. Pasarilru)
Anggota
-. .
(Dr. Simon He)
Anggota
Pelaksana Harian Program Studi
Sains Veteriner Program Pascasal
(Dr. Ir. H. Ahmad Anshori Mattjik)
Anggota
Qirektur Program
-
3r. drh. I Wayan Teguh Wibawan,
2 8 APR 19%
oto,
-
Sc.)
R I W A Y A T HIDUP
Sri Utami Handajani, merupakan anak kedua dari ayah R.Moesworo dan ibu
R.Sri Rahaju.
Lahir d i Jakarta, 2 September 1960. Menyelesaikan pendidikan
Sekolah Dasar pada tahun 1972 di SDL Don Bosco Semarang, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama pada tahun 1975 di SMPN 35 Jakarta, dan Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas pada tahun 1979 di SMAN 4 Jakarta.
Tahun 1983 memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan dari Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan gelar Dokter Hewan dari
Fakultas yang sama pada tahun 1984. Memperoleh gelar Magister Sains pada
tahun 1989 dari Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1990
tercatat sebagai mahasiswa program 53 pada Program Pascasajana h s t i t u t
Pertanian Bogor dan memperoleh kesempatan belajar di University of Osaka
Prefecture, Jepang selama 18 bulan, dalam rangka penyelesaian studi 53 tersebut.
Pada tahun 1986, mulai bekeja sebagai staf pengajar pada laboratorium
Protozoologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Menikah dengan Ir. Tito Pranolo, MBA, MSc. pada tahun 1985. Dikaruniai
dua orang putra, Pujangga Pandunagara dan Ario Dewabrata, serta satu orang
putri, Mutiara Kitana, yang belum sempat mengenaI keluarganya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mengijinkan
penulis menyelesaikan disertasi ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada Prof.
Dr. H. Gatut Ashadi , yang telah bersedia menjadi ketua komisi pembimbing.
Tanpa bimbingan dan pengarahan beliau, niscaya disertasi ini tidak akan pernah
terwujud.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra,
Dr. Fachriyan H. Pasaribu, Dr. Simon He dan Dr. Ir. H.A.A. Mattjik, yang telah
bersedia bertindak sebagai komisi pembimbing. Saran d a n bimbingan mereka
sangat membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini.
Kepada Tim Pengelola Manajemen Program Doktor (TMPD), Departemen
Pendidikan d a n Kebudayaan, penulis ucapkan terimakasih atas bantuan biaya
yang diberikan.
Kepada Prof Dr. A. Arakawa, Dr. E. Baba, Dr. K. Sasai dan Dr. T. Fukata,
penulis ucapkan terimakasih atas bimbingannya selama panulis menimba ilmu
di University of Osaka Prefecture, Jepang.
Ucapan terimakasih juga
penulis sampaikan kepada
Partosoedjono, selaku koordinator proyek kerjasama IPB
Drh. Soetiyono
dengan Katholieke
Universiteit Leuven (IPB/KUL Project) d a n Drh. Hernomoadi Huminto, MVSc.,
selaku Ketua laboratorium Patologi Veteriner yang telah mengijinkan penulis
menggunakan fasilitas laboratorium.
Pada
kesempatan
i~
secara khusus disampaikan
terimakasih
yang
sedalam-dalamnya kepada Drh. Sri Estuningsih yang telah banyak meluangkan
waktu untuk membantu penulis menyelesaikan disertasi ini. Ucapan yang sama
penulis sampaikan kepada Prof. Dr. M.P Tampubolon, MSc., Dr. Hj. Umi
Cahyaningsih dan Drh. Hj. Tutuk Astyawati, MS. Tanpa pengertian, dorongan
dan bantuan mereka, kiranya disertasi ini akan sulit terselesaikan. Kepada Dr.
Hasbullah dari BPMSOH, juga diucapkan terimakasih, masukan dari beliau dan
bantuan literatur sangat membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini.
Kepada Drh. T. Fadrial Karmil, MS terima kasih atas bantuan penyelesaian
disertasi ini.
Kepada Dr. Srihadi Agung Priyono, terimakasih atas bantuan
pemotretan.
Disertasi ini tidak akan pernah terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan
dari pegawai-pegawai d i laboratorium Protozoologi FKH-IPB, kepada Bapak
Sariyo, Bapak Komaruddin, Bapak Taufik dan Ibu Nani, penulis ucapkan
terimakasih.
Juga kepada Bapak Kasnadi, Bapak Soleh dan lbu Melly, dari
laboratorium Patologi FKH-IPB diucapkan terimakasih atas bantuannya.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula untuk seluruh staf pengajar
dan pegawai di Bagian Parasitologi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan
IPB dan Program Studi Sains Veteriner Program Pascasarjana IPB yang telah
memberikan dorongan untuk menyelesaikan disertasi ini.
Demikian pula
kepada Program Pascasa j a n a l P B beserta seluruh staf administrasinya, penulis
ucapkan terimakasih.
Akhirnya, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh keluarga
penulis, ayah, ibu, ayah d a n ibu mertua, kakak,
adik, ipar, yang teIah
memberikan bantuan d a n dorongan yang tak ternilai.
Kepada suami clan
anak-anakku tercinta, terimakasih atas pengertian, pengorbanan dan bantuan
yang sangat tak ternilai.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat
d a n karuniaNya kepada kita semua. Amin.
Halaman
DAFTAR IS1
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
I . PENDAHULUAN ............................................................................................
1
.............................................................................
1
1. Latar Belakang Penelitian
2. Permasalahan
.................................................................................................
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
4 . Hipotesis
...................................................................
........................................................................................................
I1. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
1. Koksidiosis pada Ayam
.............................................................................
1.1. Koksidiosis sekum .............................................................................
1.2. Koksidiosis usus halus
2. Genus Eirneria
...............................................................................................
2.1. Morfologi
...........................................................................................
2.2. Daur Hidup
3. Patogenesis
.......................................................................
.......................................................................................
................................................................................................
4 . Perubahan Patofisiologi
5. Patologi anatomi
..........................................................................
......................................................................................
6 . Aspek kekebalan
....................................................................................
2
5
Halaman
7. Diagnosis ...........................................................................................
8. Pengendalian .....................................................................................
8.1. Kernoterapi .............................................................................
8.2. Imunisasi
................................................................................
8.2.1. Imunisasi dengan parasit mati ...................................
8.2.2. Imunisasi dengan parasit hidup .................................
9. Antibodi monoklonal ......................................................................
I11. BAHAN DAN METODE .....................................................................
1. Tempat dan waktu Penelitian .........................................................
2. Penyediaan Parasit ..........................................................................
2.1. Pengambilan sampel ...............................................................
2.2. Koleksi ookista
........................................................................
2.3. Sporulasi ..................................................................................
2.4. Isolasi sel tunggal ...................................................................
2.5. Penyediaan bahan infektif .....................................................
2.6. Perhitungan ookista ..............................................................
3. Peny ediaan merozoit
....................................................................
3.1. Koleksi merozoit ....................................................................
4. Pembuatan antibodi monoklonal ..................................................
Halaman
4.2.1. Preparasi sel mieloma .....................................................
56
4.2.2. Preparasi sel thymus .......................................................
57
4.2.3. Preparasi sel limpa ..........................................................
59
4.2.4. Fusi antara sel mieloma dan sel limpa ..........................
60
4.3. Klon ..............................................................................................
62
4.4. ELISA .........................................................................................
4.5. Penentuan kelas antibodi .........................................................
4.6. Penentuan sub kelas antibodi ..................................................
.
.
5. Studi tn vztro .................................................................................
5.1. Pembuatan biakan jaringan ...................................................
5.2. Penyediaan sporozoit ............................................................
5.3. Inokulasi sporozoit kedalam biakan jaringan .......................
5.4. Penghitungan sporozoit dalam biakan jaringan
...................
6 . Imunisasi pasif pada ayam ............................................................
7. A n a l. ~. s ~
data
s ...................................................................................
IV . HASIL PENELITIAN ..........................................................................
1 Parasit ...................
......................................................................
.
-
2. Merozoit ...........................................................................................
77
3. Produksi antibodi nionoklonal ......................................................
77
Halaman
3.3. Sel thymosit .......................................................................
79
3.4. Sel limpa (splenocyt) ..........................................................
79
3.5. Fusi antara sel mielomn dnn sel limpa (sel B) ...................
80
4 . Penentuan kelas d a n sub kelas antibodi monoklonal ................
81
>
.
.
6. Imunlsas~pasif pada ayam ........................................................
82
85
6.1. Mortalitas ayam percobaan ................................................
85
6.2. Berat badan ayam .................................................................
87
6.3. Skor Perlukaan pada sekuni ayani ....................................
89
6.4. Produksi ookistn ...................... ..............................................
89
V . PEMBAHASAN ................................................................................
92
VI . KESIMPULAN D A N SARAN ..........................................................
101
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
103
LA MPIRAN
116
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
I.
Faktor yang berperan menentukan patogenitas .............................
23
2.
Perbedaan karakteristik akibat infeksi jenis Eimeria penting
pada ayam ........................................................................................
29
3.
Imunisasi pasif .................................................................................
74
4.
Penentuan skor perlukaan ..............................................................
75
1
5.
Jumlah sporozoit per 10 mm2 hamparan biakan jaringan dengan
antibodi monoklonal .......................................................................
79
Rataan dari tiga ulangan mortalitas ayam pada imunisasi
pasif .................. ............ ....................................................... ............ .
86
7.
Rataan berat badan ayam pada imunisasi pasif (dalam gram)..
88
8.
Rataan Skor perlukaan pada sekum ayam ...................................
89
9.
Rataan produksi ookista (x106)per gram tinja ayam ...................
90
6.
DAJTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1.
Morfologi ookista E . tenella yang telah bersporulasi ...................
13
2.
Morfologi ultrastruktur merozoit generasi 11 E . tenella ..............
14
3.
Siklus hidup E . tenella ...................................................................
17
4.
Patogenesis koksidiosis ................................................................
22
5.
Proses pembuatan antibodi monoklonal ....................................
46
6.
Ookista E . fenella hasil penelitian
.................................................
76
7.
Merozoit generasi kedua dari E . fenella hasil penelitian ...........
78
8.
Sel mieloma ...................................................................................
78
9.
Sel thymosit berasaI dari mencit
1 0.
................................................
79
Sel splenocyt dari Iimpa mencit yang sudah diimunisasi ........
80
11.
Hibridoma ....................................................................................
81
12.
Sporozoit E . tenella .......................................................................
82
13.
Invasi sporozoit ke dalam biakan jaringan ................................
83
14.
Jumlah sporozoit per10 mm' hamparan sel biakan
jaringan menurut konsentrasi MAb 2B1...................................
15.
Jumlah sporozoit per 1 0 mm2 hamparan sel biakan
jaringan menurut konsentrasi MAb 3E4....................................
6 .
Rataan mortalitas ayam pada imunisasi pasif ..........................
17.
Rataan berat badan ayam menurut umur (kelompok
A. B. C. D dan K) .......................................................................
18.
Rataan berat badan ayam menurut umur (kelompok
E. F. G. H dan K) .....................................................................
Nomor
Teks
Halaman
19.
Rataan skor perlukaan pada sekum a y a m
.........................
90
20.
Rataan produksi ookista pada imunisasi pasif .....................
91
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1.
Tabel Perbandingan Tukey untuk data berat badan ayam .....
117
2.
Tabel Analisis Ragam data berat badan ayam .........................
1-17
3.
TabeI Analisis Profil terhadap berat badan
............................
118
4.
Tabel Analisis Ragam data produksi ookista ..........................
118
5.
Tabel Beda nyata terkecil dengan uji Dunnet sebagai
nilai kritik .................................................................................
Tabel Hasil uji Elisa untuk mendeteksi antibodi
..................
Gambar Hibridoma hasil fusi antara sel mieloma dengan sel
limpa (Mikroplat 1)...................................................................
Garnbar Hibridoma hasil fusi antara sel mieloma dengan sel
limpa (Mikroplat 2)....................................................................
Gambar Hibridoma hasil fusi antara sel mieloma dengan sel
limpa (Mikroplat 3) ...................................................................
Gambar Hibridoma hasil fusi antara sel mieloma dengan sel
limpa (Mikroplat 4) ...................................................................
Gambar Hibridoma hasil fusi antara sel mielorna dengan sel
limpa (Mikroplat 5)....................................................................
I. PENDAHULUAN
1.Latar Belakang Penelitian
Koksidiosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa,
yang digolongkan ke dalam Filum Apicomplexa, KeIas Sporozoasida, Sub Kelas
Coccidiasina, Ordo Coccidiorida, Sub Ordo Eimeriorina, Familia Eimeriidae dan
Genus Eimeria (Levine, 1980 dalam Levine, 1985) . Penyakit ini menimbulkan
banyak masalah dan kerugian
pada peternakan ayam, berupa kematian,
morbiditas, penurunan berat badan, berkurangnya pertambahan berat badan,
terlambatnya masa bertelur disertai dengan berkurangnya jumlah telur yang
diproduksi, penurunan efisiensi pakan, peningkatan biaya pengobatan serta
upah tenaga kerja (Ashadi, 1979). Penularan t e j a d i karena ookistanya dapat
terbawa bersama aliran angin, debu, air, serta pakan dan air minum, alat-alat
peternakan, sehingga peternakan ayam selalu terancam bahaya koksidiosis.
Pada saat ini diketahui paling sedikit 9 jenis Eimeria pada ayam yaitu
Eirneria tenella, Eimeria necatrix, Eimeria maxima, Eirneria acwvulina, Eimeria mitts,
Eimeria praecox,
Eimeria brunetti, E i m m ' a hagani dan Eimeria mivati.
merupakan jenis yang paling patogen, disusul
E. fenella
E. necatrix, E. brunetti dan E.
maxima (Conway dan M c Kenzie, 1991).
Mortalitas yang ditimbulkan oleh jenis yang paling patogen biasanya
tidak tinggi (kurang lebih 20%), akan tetapi kadang-kadang mencapai 90%,
sehingga secara ekonomis
mendatangkan banyak kerugian, karena angka
morbiditasnya yang tinggi, sehingga dibutuhkan sejumlah obat-obatan dan
tenaga
k e j a yang
lebih banyak apabila
penyakit
ini menyerang
suatu
peternakan. Perhitungan kasar kerugian pada peternakan ayam di dunia akibat
penyakit ini diperkirakan separuhnya untuk biaya pengobatan setiap tahunnya
(Long, 1990).
Menurut Smith I1 dan Mc Gruder (1997), biaya pengobatan
penyakit koksidiosis di seluruh dunia mencapai 350 juta dolar Amerika per
tahun.
Sedangkan kerugian akibat koksidiosis pada ayam termasuk blaya
pengobatan
di seluruh dunia mencapai satu milyar dolar Amerika pertahun
(Weber, 1997).
Dalam upaya penanggulangan penyakit koksidiosis, pencegahan utama
yang dilakukan di Indonesia adalah pemakaian anti coccidia yang diberikan
melalui air minum dan pakan. Namun
pemakaian obat-obatan tersebut secara
terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya galur yang resisten, sehingga
pemakaiannya akan menjadi tidak efektif lagi d a n mengakibatkan keterbatasan
dalam pemilihan anti coccidia (Long dan Rose, 1982; Braunius, 1996; Chapman,
1996; Edgar, 1993; Mc Dougald dan Reid, 1997; Paeffgen, Lohner dan Raether,
1995).
Masalah lain yaitu adanya residu dalam daging, sehingga produk
peternakan yang bersangkutan tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia
(Ikeda
dan
Niinuma,
1992).
Kemudian
muncul
berbagai
alternatif
penanggulangan koksidiosis antara lain modifikasi kandang dengan sistem
baterai, yang efektifitasnya kurang dapat diharapkan, mengingat belum ada
disinfektan yang benar-benar efektif terhadap coccidia (Long d a n Rose, 1982;
Janssen Pharmaceutica, 1992; Mc Dougald dan Reid, 1997; Weber, 1997).
Imunisasi tampaknya merupakan alternatif terbaik untuk pengendalian penyakit
ini (Long, 1978), meskipun masing-masing jenis mempunyai kekebalan spesifik.
Kekebalan terhadap satu jenis tidak berlaku bagi jenis yang lain (Danforth dan
Augustine, 1985).
Penggunaan vaksin diharapkan dapat mengatasi keadaan ini d a n tetap
menjadi bahan pemikiran. Di Indonesia, beberapa peternakan besar sudah
menggunakan vaksin aktif terhadap koksidiosis yang diimpor, tetapi hasilnya
kurang memuaskan karena galur yang digunakan berbeda dengan galur lokal
(Ashadi, 1980).
Vaksin impor ini mengandung 8 jenis Eirneria yang hidup
termasuk pula jenis yang patogen, sehingga apabila terjadi wabah, maka
koksidiosis yang disebabkan oleh E. tenella dan E. necatrix akan muncul. Selain
itu penggunaan vaksin hidup hanya efektif untuk pengendalian koksidiosis
pada ayam pembibit d a n pete1ur ( Braunius, 1996; Conway, 1996; Danforth, 1997;
Mc Dougald dan Reid, 1997; Ruff, 1997; Watkins, 1997; Williams, 1997). Pada
dasarnya kebutuhan ookista untuk pembuatan vaksin melibatkan kepentingan
ekonomis. Dalam ha1 ini kebutuhan akan ookista untuk diradiasi yang harus
dalam jumlah besar dipandang tidak ekonomis (Long d a n Rose, 1982). Dengan
demikian radio vaksin masih belum dapat dianjurkan di Iapangan. Meskipun
demikian apabila dengan radiasi parasit benar-benar terlemahkan, maka metode
ini boleh menjadi pertimbangan.
Dalam usaha pembuatan vaksin
terhadap
coccidia juga telah dilakukan pembandingan antara penggunaan biakan
jaringan d a n ayam, dilihat dari segi ekonomis (Ashadi dan Handajani, 1995).
Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai stadium mana dalam
siklus
hidup
Tampaknya
E.
fenella
stadium
yang
aseksual
berperan
dalam
merupakan
menginduksi
sumber
antigen
kekebalan.
yang
dapat
menginduksi reaksi kekebalan yang protektif (Jeffers d a n Long, 1985; Wisher,
1986).
Dengan mengetahui sumber antigen yang imunogenik
, diharapkan
dapat dikembangkan pembuatan bahan imunisasi terhadap coccidia, yang dapat
bekerja pada beberapa stadium secara bersamaan, mengingat stadium-stadium
tersebut memiliki susunan antigen yang berbeda.
Seperti menurut Wisher
(1986), bahwa susunan protein antigen sporozoit E. feneln terdiri dari protein
dengan berat molekul 47, 26, 21 dan 18 kilodalton.
Sedangkan menurut
McDonald, Wisher, Rose dan Jeffers (1988), galur WIS-F-96 memiliki susunan
71, 54, 25, 24, 22 dan 20 kilodalton dan galur WIS memiliki susunan 71 dan 20
kilodalton.
Murray, Bhogal, Crane dan McDonald (1986), menyatakan bahwa
susunan protein antigen sporozoit galur Merck terdiri dari protein dengan berat
molekul 235, 105, 94, 82, 71, 68, 45 dan 26 kilodalton.
Demikian pula stadium
aseksual tainnya memiliki susunan protein yang juga berbeda .
Menurut Xie,
Gilbert d a n McDougald (1992), merozoit E. tenella galur WIS memiliki susunan
protein antigen 79, 114, 138, 251 kilodalton.
Sedangkan menurut Hasbullah,
Nakamura, Kawaguchi, Nakai dan Ogimoto (1991), merozoit galur NIAH
memiliki susunan 95, 66, 29, 28, 25, 23 dan 14 kilodalton.
Selanjutnya teknologi antibodi monoklonal mulai dipelajari
kaitannya
dengan penyakit koksidiosis
dan kegunaannya
imunisasi pasif terhadap penyakit ini pada ayam.
dalam
sebagai bahan
Teknologi ini merupakan
penggabungan dua macam sel, yaitu antara sel mieloma d a n sel limfosit B,
sehingga dapat dihasilkan antibodi dalam jumlah besar yang spesifik terhadap
antigen tertentu.
Akan tetapi penelitian yang telah dilakukan lebih banyak
menggunakan stadium sporozoit sebagai antigen, mengingat stadium ini yang
melakukan penetrasi pada induk semang (Danforth d a n Augustine, 19851,
sehingga perIu
dipelajari pembuatan antibodi monoklonal terhadap parasit
penyebab koksidiosis pada ayam yang berasal dari stadium lain selain stadium
sporozoit.
Merozoit dalam ha1 ini merupakan stadium yang paling bersifat
patogenik, yang menyebabkan munculnya gejala klinis
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian
ini adalah : (1) Mempelajari
kemungkinan
memproduksi antibodi monoklonal terhadap koksidiosis yang disebabkan oleh
E. tenella (2) Mengetahui efektifitas kerja
secara in uitro d a n in uivo.
dari antibodi monoklonal tersebut
4. Hipotesis
Antibodi terhadap merozoit E. fenella dapat diproduksi dalam biakan sel
tunggal
(monoklonal) dan dapat digunakan sebagai
bahan pengendalian
terhadap koksidiosis sekum pada ayam secara pasif yang disebabkan oleh
protozoa tersebut.
11. TINJAUAN PUSTAKA
1.Koksidiosis pada ayam
Coccidia merupakan parasit intraseluler dengan beberapa perkecualian
merupakan parasit pada epitel usus. Parasit ini mempunyai stadium penular
yang memiliki ketahanan tinggi yaitu ookista, dan biasanya tidak membunuh
induk semang (Long, 1978). Kegagalan memasuki tubuh induk semang vang
sesuai merupakan satu-satunya pembatas bagi penyebaran Eimeria (Macpherson,
1978).
Mungkin semua coccidia mempunyai potensi untuk dapat menyebabkan
kerusakan epitel organ induk semangnya. Berbagai akibat oleh infeksi coccidia
tergantung
pada
dosis ookista
bersporulasi yang
tertelan
dan kecepatan
bereproduksi di dalam induk semang (Long, 1990). Meskipun 3 (tiga) genus,
Eimeria,
Isospura
dan Cryptosporidia, ikut berperanan
dalam
menimbulkan
penyakit pada hewan, tetapi tampaknya koksidiosis pada ayam berhubungan
dengan genus Eimeria (Urquhart, Armour, Duncan, Dunn d a n Jennings, 1987).
Jumlah ookista yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek patologik
beragam untuk masing-masing jenis. Umur d a n kondisi dari induk semang juga
berpengaruh, serta pada keadaan induk semang pernah terinfeksi atau belum
(Long, 1978). Menurut Gregory (1990), koksidiosis umumnya t e j a d i hanya
apabila hewan terkena infeksi yang berat dan daya tahan tubuhnya rendah.
Daya tahan tubuh berkaitan dengan umur, status kekebalan, nufxisi dan stres.
Masing-masing jenis yang berhasil diisolasi mempunyai karakter yang spesifik
(Long, 1978).
Secara klinis koksidiosis pada ayam disebabkan oleh E. tenella, E. netmtrix,
E . bruneffi, E . maxima afau E . acervulina, berdasarkan diagnostik yang diambil
dari lokasi lesio (Joyner, 1978). Menurut Urquhart e f al. (1987), diagnosis yang
paling baik adalah melalui pemeriksaan pasca mati, karena kesalahan dapat
terjadi bila dilakukan dengan melalui pemeriksaan keberadaan ookista saja.
Kesalahan disebabkan 1) efek patogenik muncul sebelum produksi ookista dan
2) tergantung dari jenisnya, jumlah ookista pada tinja tidak berkorelasi dengan
derajat perubahan
patologi pada
usus.
Pemeriksaan
pasca
mati
dapat
merupakan petunjuk yang baik yang kemudian dapat dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan ookista pada tinja.
Misalnya E. necahix merupakan jenis yang
"miskin" dalam memproduksi ookista, tetapi dibutuhkan hanya sedikit ookista
untuk dapat menimbulkan koksidiosis, sednngkan E. acervulina memproduksi
ookista dalam jumlah besar, tetapi untuk menimbulkan gejala klinis dibutuhkan
pula jumlah ookista yang besar (Long, 1978).
Tanda klinis dari koksidiosis secara umum adalah diare dengan ataupun
tanpa kehilangan darah tergantung jenis yang menginfeksi (Gregory, 1990).
Dengan mempelajari patogenesis dan patofisiologi infeksi oleh genus Elmeria,
diharapkan dapat terlihat mengapa ha1 ini dapat te jadi, meskipun lokasi usus
yang diinfeksi secara primer berbeda.
Pada ayam, koksidiosis dapat dibedakan atas koksidiosis sekum dan
koksidiosis usus halus (Urquhart e t al., 1987).
1.1. Koksidiosis sekum
E . tenella merupakan jenis yang berperanan terhadap koksidiosis sekurn,
meskipun stadium gametogoni dari E. necatrix dapat ditemukan dalam sekum
d a n juga beberapa stadium dari E. brunetti.
Koksidiosis yang disebabkan oleh E tenella umumnya menyerang ayam
berumur tiga sampai tujuh minggu. Skizon generasi ke satu berkembang pada
mukosa kelenjar.
Skizon generasi ke dua berkembang dan meninggalkan
mukosa, bermigrasi ke lamina propria dan sub mukosa. Tujuh puluh dua jam
seteIah ookista tertelan, skizon ini matang dan ruptur, kemudian timbul
perdarahan, permukaan mukosa menebal dan tanda klinis mulai muncul. Masa
prepaten adalah tujuh hari dan ookista bersporulasi dua sampai tiga hari dalam
kondisi normal (Urquhart et a1 ., 1987). Sedangkan menurut Levine (1985), rnasa
prepaten adalah enam hari dan waktu sporulasi 18 jam sampai 2 hari.
Gejala
klinis muncul apabila ookista tertelan dalam jumlah besar d a n dalam waktu
relatif singkat, ditandai dengan tinja lembek d a n sering beserta darah.
menjadi lesu disertai dengan rontoknya bulu.
Ayam
Pada keadaan subklinis timbul
penurunan laju pertambahan berat badan dengan keefisienan pakan yang buruk
(Urquhart et al., 1987).
Tanda-tanda pertama muncul pada saat merozoit
generasi ke d u a membesar dan menimbulkan perdarahan pada sekum (Levine,
1985).
1.2. Koksidiosis usus halus
Pada usus halus terdapat beberapa jenis Eimeria. E. necatrix merupakan
jenis yang paling patogen. Meskipun demikian prevalensi koksidiosis akibat E.
necatrix mengalami penurunan sebagai akibat penggunaan obat anti coccidia
secara intensif, sehingga jenis lain di usus halus menunjukkan angka prevalensi
yang meningkat, termasuk E. brunetti. Yang lebih umum adalah E. a c m u l i n a , E.
maxima, d a n E . mitis serta kadang-kadang E. praecox yang tidak begitu patogen.
Mass prepaten bervariasi, dari empat sampai tujuh hari. Tanda klinis muncul
tiga hari setelah ookista terteIan.
Umumnya ayam-ayam yang lebih tua
terinfeksi oleh jenis-jenis yang terdapat dalam usus halus, dengan gejala klinis
mirip dengan koksidiosis sekum, dengan perkecualian bahwa hanya jenis
tertentu seperti E. necatrix dan E . brunetti yang menyebabkan kerusakan dan
penyebab keluarnya darah dalam tinja.
Pada pemeriksaan pascamati, tempat
dan lesio bervariasi tergantung jenisnya (Urquhart e f al., 1987).
Gejala klinis
yang timbul bervariasi mulai dari penurunan laju kenaikan berat badan pada
infeksi ringan, sampai pada hemoragi dan kematian, tergantung dari jenis
Eimeria, derajat infeksi d a n status kekebalan induk semang (Long, 1990).
2. Genus Eimeria
Karakteristik yang terutama dari genus ini adaIah 1) komposisi dari
ookista
bersporulasi
yang
selalu
mengandung
empat
sporokista,
yang
masing-masing mengandung dua sporozoit di dalamnya, 2) ditandai dengan
induk semang yang spesifik, 3) adanya spesifisitas dari reaksi induk semang,
dimana kekebalan terhadap satu jenis tidak melindungi terhadap jenis lain dan
4) adanya lokasi spesifik dalam menginfeksi induk semang.
2.1. Morfologi
Ookista dapat diidentifikasi berdasarkan bentuk d a n ukuran. Umumnva
berbentuk bulat, oval atau elips. Berukuran antara 15 - 50 pm (Urquhart e t al.,
1987). Dindingnya terdiri dari satu atau dua lapis, dan dapat dilapisi oleh suatu
selaput (Levine, 1985). Dapat mempunyai mikropil d a n topi mikropil (Levine,
1985; Urquhart et al., 1987). Ookista yang belum bersporulasi, berisi massa inti
dari protoplasma yang dilindungi oleh dinding yang resisten (Urquhart et al.,
1987). Dalam kondisi yang sesuai, seperti keberadaan Oksigen (0,),kelembaban
dan suhu, inti membelah menjadi empat sporoblas, dimana kadang-kadang sisa
protoplasma
membentuk
badan
sisa
ookista.
Masing-masing
sporoblas
menghasilkan sporokista, dimana di dalamnya terbentuk sporozoit (Levine,
1985; Urquhart et al., 1987). Dalam genus ini dijumpai empat sporokista dengan
masing-masing berisi dua sporozoit.
Bentuk ini disebut juga sebagai ookista
yang bersporulasi, dan merupakan bentuk yang infektif (Urquhart ef al., 1987).
Struktur ookista dari E. tenella disajikan pada Gambar 1.
Sporokista dapat memiliki benda Stieda. Sporozoit umumnya berbentuk
seperti pisang, berisi bulatan-bulatan kecil yang terang d a n bersifat seperti
protein (Levine, 1985).
Struktur merozoit harnpir sama dengan sporozoit, yang membedakannya
hanya adanya badan refraktil pada sporozoit, yang biasanya satu terdapat di
anterior d a n satu d i posterior. Akan tetapi ada beberapa perkecualian dimana
badan refraktil juga dapat dijumpai pada merozoit misalnya pada biakan
jaringan (Scholtyseck et al., 1981 dalam Long, 1990). Merozoit mempunvai
permukaan yang halus dengan pembukaan mikrospora tunggal dan dilapisi
oleh satu selaput luar (selaput plasma). Di bawahnya terdapat selaput dalam
yang terdiri dari unit selaput yang melengkapi garis plasmalemma, kecuali pada
mikropor dan pada cincin polar anterior dan posterior. Kadang-kadang terdapat
satu atau dua cincin pada polar anterior.
Cincin polar anterior mengelilingi
conoid silindris berisi enam atau tujuh, bahkan kadang-kadang 18-20 sub unit
diagonal
(Long,
1990). Dari
cincin
anterior,
22
atau
lebih
mikrotubul
subpelikuler berjalan longitudinal sepanjang seluruh tubuh parasit. Di anterior
dua atau lebih rhoptri muncul dengan muara melalui conoid dan mirrotlema.
Terdapat pula butir-butir polisakarida, mitokondria, vesikula lemak, badan
golgi, sisterna dari retikulo endoplasma, ribosom dan nukleus (Long, 1990).
Merozoit ini,
terutama
dari coccidia,
sudah
banyak
diisolasi
dan
dipurifikasi oleh beberapa peneliti ( Witlock dan Danforth, 1982; Stobsh dan
Wang, 1975; Fernando, Al-Attar, dan Bowles, 7984; Xie, Gilbert, Fuller dan Mc
Dougald, 1990). Struktur merozoit disajikan pada Gambar 2.
1. tutup mikropil; 2. mikropil; 3. granula kutub; 4. badan stieda; 5. geIembung
refraktil kecil d i dalam sporozoit; 6. gelembung refraktil besar di dalam
sporozoit; 7. sporokista; 8. bahan sisa ookista; 9. bahan sisa sporokista; 10. inti
sporozoit; 11. sporozoit; 12. lapisan dalam dinding ookista; 13. lapisan luar
dinding ookista
G a m b a r 1. Morfologi ookista E. tenella yang telah bersporulasi
(Levine, 1985)
dndn M u r , anterior
G a m b a r 2. MorfoIogi ultrastruktur merozoit generasi I1 E. tenella (Smyth,
1981)
Stotish dan Wang (1975), menyatakan bahwa merozoit relatif tahan
terhadap enzim hialuronidase dan dapat diperoleh dalam jumlah besar dari
jaringan sekum yang terinfeksi atau selaput chorio alantoic dari telur berembrio
dengan pemberian enzim.
2.2. Daur Hidup
Perkembangan hidup Eirneria terdiri dari sporogoni, skizogoni dan
gametogoni (Lillehoj dan Trout, 1993; Watkins, 1997).
Sporogoni te rjadi di luar
tubuh induk semang dan menghasilkan stadium infektif, sementara skizogoni
yang merupakan stadium aseksual dan gametogoni yang merupakan stadium
seksual, terjadi di dalam sel induk semang yang spesifik.
Sporogoni
dimulai
dengan
tertelannya
ookista
bersporulasi,
yang
merupakan stadium infektif, oleh ayarn yang peka. Sporozoit akan terekskistasi
di dalam usus karena adanya rangsangan biokimia (Reid d a n Johnson, 1970),
seperti adanya garam-garam empedu, tripsin dan CO, (Long, 1990).
Gerakan dari gizzard juga
membantu dalam memecahkan dinding
ookista. Sporozoit masuk ke dalam induk semang melalui penetrasi villi atau
permukaan sel epitel dari mukosa usus (Long, 1990). Dalam waktu 12 - 48 jam,
sporozoit berubah menjadi stadium tropozoit. Tropozoit mulai membesar d a n
inti membelah yang diikuti dengan diferensiasi sitoplasma melalui proses
reproduksi aseksual yang disebut skizogoni atau merogoni (Conway dan Mc
Kenzie, 1991; Urquhart ef al., 1987; Levine, 1985; Long, 1990) d a n stadium paraslt
saat ini disebut skizon atau rneron. Skizon pecah ketika matang dalam waktu
tiga
hari,
d a n melepaskan
rnerozoit
untuk kemudian berkembang dan
rnenginvasi sel lain, sehingga terjadi pengulangan proses perkembangan melalui
stadium tropozoit d a n skizon.
Gametogoni atau reproduksi seksual, mengikuti daur skizon yang terakhir.
Pada tahap ini berlangsung transfer sifat toleransi terhadap obat-obatan dan
patogenitas (Watkins, 1997). Merozoit, hasil dari daur skizon ke dua kembali
melakukan penetrasi sel epitel induk semang. Beberapa atau semuanya masuk
ke dalam daur skizon ke tiga, tergantung dari jenisnya, sebelum membentuk
gametosit jantan (mikrogametosit) atau gametosit betina (makrogametosit).
Gametosit jantan menjadi matang dan pecah, melepaskan sejumlah besar
mikrogamet, melalui suatu proses pembelahan mirip pada skizogoni, sementara
rnakrogametosit tidak membelah, tetapi masing-masing menjadi makrogamet.
Masing-masing makrogamet mengandung inti, mitokondria d a n dua atau tiga
flagela (Chobotar dan Scholtysek, 1982). Mikrogamet meninggalkan sel dan
mengawini makrogamet ketika makrogamet masih di dalam sel induk semang.
Bagaimana mikrogamet dapat mengenal makrogamet yang matang, sampai saat
ini belum diketahui.
Kemungkinan makrogamet memproduksi sendiri atau
merangsang sel induk semang untuk memproduksi molekul-molekul reseptor di
permukaan
sel
terinfeksi.
Setelah terjadi
fertilisasi
makrogarnet
oleh
mikrogamet, dinding yang menebal terbentuk di sekeliling zigot. Stadium ini
merupakan ookista muda atau ookista yang belum matang (Conway dan M c
Kenzie, 1991). Skema daur hidup dari genus Eimeria disajikan pada Gambar 3.
A. Ookista bersporulasi termakan unggas; B. ekskistasi; I. sporozoit menginvasi
sel epitel usus; 2. sporozoit berkembang menjadi tropozoit selanjutnya
berkembang menjadi skizon generasi 1 yang berisi merozoit; 3. skizon pecah,
merozoit generasi 1 keluar; 4. merozoit generasi I menginvasi sel epitel vang
baru; 5. merozoit I berkembang menjadi skizon generasi 2; 6. skizon generasi IJ
berkembang menjadi merozoit generasi 11; 7.merozoit generasi I1 berkem bang
menjadi mikrogamet dan 8. makrogamet ; 9. mikrogamet aktif memasuki
makrogamet; 10. fertilisasi; 11. terbentuk zigot intraseiuler dengan dinding
permeabel berkembang menjadi ookista muda; 12. ookista muda keluar dari
tubuh unggas melalui tinja, sporulasi di luar tubuh induk semang;
Gambar 3. Siklus hidup E. tenella (Soulsby, 1982)
3. Patogenesis
Dalam mempelajari patogenesis dari koksidiosis terlibat dua faktor yang
mengalami kerusakan yaitu parasit itu sendiri d a n induk semang yang memberi
reaksi pertahanan tubuh.
Reaksi pertahanan induk semang yang hebat menyebabkan induk semang
lebih mengalami kerusakan dibanding parasitnya
sendiri, dan keduanya
menyebabkan perubahan struktural yang berlanjut pada perubahan fisiologis
pada induk semang.
Perubahan ultrastruktur pada sel yang bukan terinfeksi secara primer,
diduga bukan disebabkan Iangsung oleh parasit, tetapi oleh beberapa produk
hasil interaksi parasit d a n induk semang. Penemuan ini memberi dugaan bahwa
infeksi coccidia menyebabkan penurunan absorpsi nutrien, dan Iebih lanjut
malabsorpsi disebabkan oleh karena hilangnya permukaan mukosa yang bersifat
absorptif
(Allen dan Danforth, 1984).
Berbagai efek fisik, fisiologis dan
metabolik berinteraksi memproduksi efek akhir dari infeksi coccidia (Ruff dan
Allen, 1990). Sebagai contoh, kematian akibat E. tenella mayoritas akibat adanya
empat macam stres fisiologi yaitu 1) hipotermia, 2) berkurangnya cadangan
karbohidrat, 3) asidosis metabolis dan 4) disfungsi tubuli ginjal (Witlock dan
Danforth, 1982). Berbagai perubahan patoIogi selama koksidiosis tidak selalu
muncul d a n pada galur penyebab koksidiosis sekum yang memproduksi lesio
yang hebat sebenarnya kehilangan darah lebih cepat t e j a d i pada ayam yang
terinfeksi oleh galur patogen dan karena darah tidak terbuang bersama tinja
(Ruff d a n Allen, 1990).
Koksidiosis juga
menyebabkan peningkatan keasaman di dalam alat
pencernaan pada tempat yang terinfeksi. Perubahan konsentrasi ion hidrogen
dalam alat pencernaan selama fase hemoragi adalah karena destruksi dari sel-sel
usus halus yang rnenghasilkan sekretin. Hormon ini terbentuk pada dinding
usus haIus dan rnenunjukkan jumlah cairan pankreas yang tersekresi (Sturkie,
1965 dalam Stephens, Borst d a n Barnett, 1974). Konsentrasi ion hidrogen dalam
alat pencernaan tergantung dari jumlah HCl yang disekresikan ke dalam
proventrikulus, d a n cairan pankreas bereaksi untuk menetralisasi asam ini.
Oleh karena itu apabila produksi sekretin berkurang, maka cairan pankreas
yang disekresi juga berkurang, sehingga situasi dalam alat pencernaan menjadi
lebih asam.
Adanya perubahan pH dan mikroflora usus akan menggangu
absorbsi zat-zat nutrisi seperti lemak, pigmen karotinoid, xantofil, vitamin,
mineral d a n asam amino (Van der Sluis, 1993; Mc Dougald d a n Reid, 1997).
Menurut Sturkie (1965) dalam Stephens et al. (1974), penurunan konsentrasi ion
hidrogen dalam alat pencernaan akibat infeksi E. necatrix adalah karena tidak
adanya makanan di dalamnya, degradasi jaringan dalam usus atau keti
(Eimeria tenella) PADA AYAM DENGAN
ANTIBODI MONOKLONAL
Oleh
Sri Utami Handajani
90540lSVT
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1998
1
SUMMARY
SRI UTAMI HANDAJANI.
Passive immunization against chicken's caecal
coccidiosis (Eimeria tenella) with monoclonal antibody ( under supervision of
advisory committee of GATUT ASHADI as chairman, AISJAH GIRINDRA,
FACHRIYAN H. PASARIBU, SIMON HE and A.A. MATTJIK, as members).
Coccidiosis is one of the diseases causing problem and loss to chcken farms,
including mortalities, decrease body weight, decrease weight gain, delay
and
low egg production, increase feed conversion, increase medical and labour costs.
Coccidiostat use is the main effort in preventing coccidiosis in Indonesia,
however, continuous
modification
use of those drugs may cause strain resistant.
seems unpromising, because
parasite are not available yet.
Cage
effective disinfectants against this
Immunization, however, can be promising as a
control device against this disease.
Until recently, the stage of this parasite which is immunogenic is still
unknown, however,
merozoite is considered as the antigenic source for dead
vaccine against coccidia.
An experiment on the production of monoclonal antibody against caecal
coccidiosis , both in uiho and in viuo , has been carried out. The experiment was
started using a
single cell isolation of
commercial farms around Bogor.
local E. tenella isolates collected from
From this experiment a pure local E. tenella
isolate was obtained, with oocyts measuring 16.6 x 24.9 pm, prepatent period 7
days and spomlation time
24 hours.
Second generation merozoites were
measuring 11.5 pm, obtained from infection of two weeks old chicks with
spomlated oocysts .
Monoclonal antibody was obtained from Balb-C mice immunized
times intraperitoneally with
immunization
three
two weeks interval, followed by an intravenous
one week later.
Fusion between spleen
and myeloma (SP2)
cells was done using thymocyte cells as feeder cells. From 23 hybridoma, only
two were found to be secreting antibody which could be detected using ELISA
technique. They are monoclonaI antibodies 2 B l ( M A b 2B1) and 3E4(MAb 3E4).
In vitro study using those two antibodies revealed that
sporozoite
penetration was inhibited as shown by the decrease of total sporozoite numbers
found in chicken kidney culture cells. MAb 2B1 was chosen for immunizing in
vivo, because it inhibited sporozoite penetration better than MAb 3E4 did.
Passive immunization was performed using four hundred and f i f t y 4 weeks
old chickens, in each repetition, which were divided into nine groupsof 50 birds
each. The first group was infected with
lo4 sporulated E.
without monoclonal antibody (group A).
tenella oocysts per bird,
Seven groups were infected with 10'
sporulated oocyts per bird plus monoclonal antibody of different concentrations
(group B, C, D, E, F, G and H). The last group served as negative control (group
K) without infection and monoclonal antibody. Immunization efficacies were
measured
based on chicken mortalities, body weight gains, cecal lesion scores
and oocyts production.
Mortality
occured
on days 5, 6 and 7 post infection,
totaling 70%, 46%, 42% and 22% in groups A, B, C and D respectively . In
groups E,F,G, H and K, mortalities did not occur.
chicken
mortalities decreased
increased.
These data showed that
while monoclonal antibody concentrations
Groups A, B and C showed
less body
weight gains compared to
group K. No significant differences in body weight gains in groups D, E, F, G
and H
compared to group K.
Lesion scores
decreased while monoclonal
antibody concentration increased. Oocysts were found in the feces of all groups,
however, they were
control
more abundant in group A, which served as
positive
. Therefore the immunity induced is relative.
It is concluded that monoclonal antibody against merozoites is protective,
and merozoite is
antibody
could
involved in protective immunity.
reach
development, w h c h
the
intestinal
mucosae
and
It further
proves that
affected
sporozoite
in uitro study reveals a decrease in total number
sporozoites succeded in penetrating tissue culture.
Since
of
merozoite was the
primary causative agent of pathological changes, therefore the use of antibody
not only blocks the parasite transmission,
but
also lessens the merozoite
pathogenic effects.
Results from this study come to a conclusion that monoclonal antibody
against merozoites of E. tenella can be used for passive immunization of chicken
against cecal coccidiosis due to E. fenella.
RINGKASAN
SRI UTAMI HANDAJANI. h u n i s a s i Pasif terhadap Koksidiosis Sekum (Eimeria
tenella) pada Ayam dengan Antibodi MonokIonal (Di bawah bimbingan GATUT
ASHADI, sebagai ketua, AISJAH GIRINDRA, FACHRIYAN H. PASARIBU,
SIMON HE dan A.A. MATTJIK, sebagai anggota).
Koksidiosis merupakan penyakit yang mendatangkan banyak masalah
dan kerugian pada peternakan ayam, yang meliputi kematian, morbiditas,
penurunan berat badan, penurunan pertambahan berat badan, terlambatnya
masa bertelur disertai penurunan jumlah telur yang diproduksi, penurunan
efisiensi pakan, dan peningkatan biaya pengobatan serta upah tenaga kerja.
Pemakaian anti coccidia merupakan usaha pencegahan utama yang
dilakukan di Indonesia, akan tetapi penggunaan obat-obatan tersebut secara
terus menerus dapat menimbulkan galur coccidia yang resisten terhadap
obat-obat ini.
Modifikasi kandang tampaknya juga tidak dapat diharapkan,
mengingat belum adanya desinfektan yang benar-benar efektif terhadap parasit
ini.
Tampaknya imunisasi merupakan satu alternatif yang memberi harapan
untuk pengendalian penyakit ini.
Hingga saat ini , belum ada kesepakatan mengenai stadium yang bersifat
imunogenik, akan tetapi tampaknya merozoit merupakan sumber antigen yang
dapat digunakan sebagai bahan pembuatan vaksin mati terhadap coccidia.
Penelitian untuk memproduksi antibodi monoklonal terhadap koksidiosis
sekum dan pengujiannya secara in vitro dan in vivo telah dikerjakan. Penelitian
dimulai dengan melakukan isolasi sel tunggal terhadap ookista isolat lokal, hasil
pengumpulan tinja ayam dari peternakan-peternakan sekitar Bogor, sehingga
diperoleh Eimeria tenella murni, dengan ukuran ookista rata-rata 16,6 x 24,9-,
dengan masa prepaten 7 hari dan waktu sporulasi 24 jam. Merozoit generasi ke
dua berukuran rata-rata 11,5 pm yang diperoleh dari hasil infeksi pada
ayarn-ayam berumur 2 minggu dengan ookista bersporulasi.
Pembuatan antibodi monoklonal dimulai dengan mengimunisasi mencit
BaIb-C sebanyak tiga kali secara intraperitoneal, dengan selang waktu 2 minggu,
diakhiri
dilakukan
satu kaIi
dengan
imunisasi secara intravena satu minggu kemudian.
menggabungkan
sel
limpa
dari
mencit
yang
Fusi
sudah
diimunisasi, dengan sel mieloma (SP Z), dengan bantuan sel thyrnocyte sebagai
"feeder cells".
Dari 23 hibridoma yang terbentuk dilakukan uji kandungan
antibodi, menggunakan metode Enzyme Link Immunosorbent Assay (ELEA).
Ternyata hanya dua hibridoma yang memproduksi antibodi yaitu antibodi
monoklonal2Bl(MAb 2B1) dan 3E4 (MAb 3E4).
Studi secara in uitro dengan menggunakan MAb 281 dan MAb 3E4, terlihat
adanya penghambatan invasi sporozoit,
yang ditunjukkan oleh penurunan
jumlah sporozoit dalam biakan jaringan berasal dari ginjal ayam.
MAb 281
dipilih sebagai bahan imunisasi pasif pada studi in uiuo, karena lebih baik dalam
penghambatan penetrasi sporozoit.
Pada imunisasi pasif, digunakan ayam-ayam berumur 4 minggu sebanyak
450 ekor untuk setiap ulangan, yang dibagi menjadi 9 k e l o m ~ o k yang
masing-masing terdiri dari 50 ekor ayam . Kelompok pertama diinfeksi dengan
lo4 ookista
bersporulasi per ekor ayam tanpa diberikan MAb 2B1 (kelompok A),
sebagai kelompok kontrol positif.
diinfeksi dengan
lo4
Tujuh kelompok yang lain
setiap ayam
ookista bersporulasi d a n diberikan MAb 2B1 dengan
konsentrasi yang berbeda-beda (kelorn~okB, C, D, E, F, G, H).
Kelompok
terakhir ( kelompok K) merupakan kelompok kontrol negatif, tidak diinfeksi dan
tidak diberikan MAb 281. Percobaan dilakukan dalam 3 ulangan.
Efektifitas
imunisasi diukur berdasarkan mortalitas, perubahan berat badan, skor perlukaan
pada sekum ayam d a n produksi ookista. Kematian ayam terjadi pada hari ke 5,
ke 6 d a n ke 7 pasca infeksi. Pada kelompok A kematian mencapai 70%, pada
kelompok B 46%, kelompok C 42% dan kelornpok D 22%. Pada kelompok E, F,
G, H d a n K tidak terdapat kematian. Dengan demikian mortalitas yang terjadi
mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi MAb yang diberikan.
Ayam-ayam pada kelompok A, B dan C menunjukkan berat badan yang lebih
kecil dibanding kelompok K, sedangkan pada kelornpok E, F, G d a n H tidak
berbeda
nyata
mengalami
dengan kelompok kontrol. Skor perlukaan pada
penurunan
dengan
peningkatan
konsentrasi
MAb.
perhitungan produksi ookista, rnasih ditemukan adanya ookista
sekum
Pada
daIam tinja
meskipun lebih sedikit jika dibanding dengan kelompok A yang dalam ha1 ini
merupakan kontrol positip. Fenomena ini menyatakan bahwa kekebalan yang
timbul bersifat relatif.
Dalam penelitian ini terbukti bahwa penggunaan antibodi monoklonal
terhadap merozoit, menimbulkan proteksi pada ayam d a n ha1 ini menunjukkan
bahwa
merozoit
berperan
Fenomena proteksi
merozoit
dapat
serta dalam
proses kekebalan yang
protektif.
tersebut juga menunjukkan bahwa antibodi terhadap
mencapai
mukosa
perkembangan sporozoit. Studi in uitro
usus
dan
berpengaruh
terhadap
menunjukkan penurunan total jumlah
sporozoit yang berhasil melakukan penetrasi ke dalam biakan jaringan.
Lebih
jauh lagi merozoit merupakan penyebab perubahan patologi yang utama,
sehingga penggunaan antibodi terhadap stadium ini bukan hanya menghambat
transmisi parasit, tetapi juga dapat mengurangi efek patogeniknya.
Dari seluruh hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan, bahwa
antibodi monoklonal terhadap merozoit Eimeria tenella dapat digunakan sebagai
bahan imunisasi pasif terhadap koksidiosis sekum pada ayam yang disebabkan
oleh Eimeria tenella.
IMUNISASI PASIF TERHADAP KOKSIDIOSIS SEKUM
(Eimeria tenella) PADA AYAM DENGAN
ANTIBODI MONOKLONAL
Oleh
S r i Utami Handajani
90540/SVT
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelar
Doktor
pada
Program Pascasajana, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1998
:
Judul
Imunisasi Pasif Terhadap Koksidiosis Sekum (Einreria
tene1la)Pada Ayam Dengan Antibodi Monoklonal
Nama Mahasiswa : Sri Utami Handajani
Nomor Pokok
: 90540
Program Studi
: Sains Veteriner
Menyetujui
1.Komisi Pembimbing
(Prof Dr. H. Gatut Ashadi)
Ketua
/
-
(Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra)
Anggota
-
(Dr. drh. Fachriyan H. Pasarilru)
Anggota
-. .
(Dr. Simon He)
Anggota
Pelaksana Harian Program Studi
Sains Veteriner Program Pascasal
(Dr. Ir. H. Ahmad Anshori Mattjik)
Anggota
Qirektur Program
-
3r. drh. I Wayan Teguh Wibawan,
2 8 APR 19%
oto,
-
Sc.)
R I W A Y A T HIDUP
Sri Utami Handajani, merupakan anak kedua dari ayah R.Moesworo dan ibu
R.Sri Rahaju.
Lahir d i Jakarta, 2 September 1960. Menyelesaikan pendidikan
Sekolah Dasar pada tahun 1972 di SDL Don Bosco Semarang, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama pada tahun 1975 di SMPN 35 Jakarta, dan Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas pada tahun 1979 di SMAN 4 Jakarta.
Tahun 1983 memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan dari Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan gelar Dokter Hewan dari
Fakultas yang sama pada tahun 1984. Memperoleh gelar Magister Sains pada
tahun 1989 dari Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1990
tercatat sebagai mahasiswa program 53 pada Program Pascasajana h s t i t u t
Pertanian Bogor dan memperoleh kesempatan belajar di University of Osaka
Prefecture, Jepang selama 18 bulan, dalam rangka penyelesaian studi 53 tersebut.
Pada tahun 1986, mulai bekeja sebagai staf pengajar pada laboratorium
Protozoologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Menikah dengan Ir. Tito Pranolo, MBA, MSc. pada tahun 1985. Dikaruniai
dua orang putra, Pujangga Pandunagara dan Ario Dewabrata, serta satu orang
putri, Mutiara Kitana, yang belum sempat mengenaI keluarganya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mengijinkan
penulis menyelesaikan disertasi ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada Prof.
Dr. H. Gatut Ashadi , yang telah bersedia menjadi ketua komisi pembimbing.
Tanpa bimbingan dan pengarahan beliau, niscaya disertasi ini tidak akan pernah
terwujud.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra,
Dr. Fachriyan H. Pasaribu, Dr. Simon He dan Dr. Ir. H.A.A. Mattjik, yang telah
bersedia bertindak sebagai komisi pembimbing. Saran d a n bimbingan mereka
sangat membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini.
Kepada Tim Pengelola Manajemen Program Doktor (TMPD), Departemen
Pendidikan d a n Kebudayaan, penulis ucapkan terimakasih atas bantuan biaya
yang diberikan.
Kepada Prof Dr. A. Arakawa, Dr. E. Baba, Dr. K. Sasai dan Dr. T. Fukata,
penulis ucapkan terimakasih atas bimbingannya selama panulis menimba ilmu
di University of Osaka Prefecture, Jepang.
Ucapan terimakasih juga
penulis sampaikan kepada
Partosoedjono, selaku koordinator proyek kerjasama IPB
Drh. Soetiyono
dengan Katholieke
Universiteit Leuven (IPB/KUL Project) d a n Drh. Hernomoadi Huminto, MVSc.,
selaku Ketua laboratorium Patologi Veteriner yang telah mengijinkan penulis
menggunakan fasilitas laboratorium.
Pada
kesempatan
i~
secara khusus disampaikan
terimakasih
yang
sedalam-dalamnya kepada Drh. Sri Estuningsih yang telah banyak meluangkan
waktu untuk membantu penulis menyelesaikan disertasi ini. Ucapan yang sama
penulis sampaikan kepada Prof. Dr. M.P Tampubolon, MSc., Dr. Hj. Umi
Cahyaningsih dan Drh. Hj. Tutuk Astyawati, MS. Tanpa pengertian, dorongan
dan bantuan mereka, kiranya disertasi ini akan sulit terselesaikan. Kepada Dr.
Hasbullah dari BPMSOH, juga diucapkan terimakasih, masukan dari beliau dan
bantuan literatur sangat membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini.
Kepada Drh. T. Fadrial Karmil, MS terima kasih atas bantuan penyelesaian
disertasi ini.
Kepada Dr. Srihadi Agung Priyono, terimakasih atas bantuan
pemotretan.
Disertasi ini tidak akan pernah terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan
dari pegawai-pegawai d i laboratorium Protozoologi FKH-IPB, kepada Bapak
Sariyo, Bapak Komaruddin, Bapak Taufik dan Ibu Nani, penulis ucapkan
terimakasih.
Juga kepada Bapak Kasnadi, Bapak Soleh dan lbu Melly, dari
laboratorium Patologi FKH-IPB diucapkan terimakasih atas bantuannya.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula untuk seluruh staf pengajar
dan pegawai di Bagian Parasitologi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan
IPB dan Program Studi Sains Veteriner Program Pascasarjana IPB yang telah
memberikan dorongan untuk menyelesaikan disertasi ini.
Demikian pula
kepada Program Pascasa j a n a l P B beserta seluruh staf administrasinya, penulis
ucapkan terimakasih.
Akhirnya, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh keluarga
penulis, ayah, ibu, ayah d a n ibu mertua, kakak,
adik, ipar, yang teIah
memberikan bantuan d a n dorongan yang tak ternilai.
Kepada suami clan
anak-anakku tercinta, terimakasih atas pengertian, pengorbanan dan bantuan
yang sangat tak ternilai.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat
d a n karuniaNya kepada kita semua. Amin.
Halaman
DAFTAR IS1
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
I . PENDAHULUAN ............................................................................................
1
.............................................................................
1
1. Latar Belakang Penelitian
2. Permasalahan
.................................................................................................
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
4 . Hipotesis
...................................................................
........................................................................................................
I1. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
1. Koksidiosis pada Ayam
.............................................................................
1.1. Koksidiosis sekum .............................................................................
1.2. Koksidiosis usus halus
2. Genus Eirneria
...............................................................................................
2.1. Morfologi
...........................................................................................
2.2. Daur Hidup
3. Patogenesis
.......................................................................
.......................................................................................
................................................................................................
4 . Perubahan Patofisiologi
5. Patologi anatomi
..........................................................................
......................................................................................
6 . Aspek kekebalan
....................................................................................
2
5
Halaman
7. Diagnosis ...........................................................................................
8. Pengendalian .....................................................................................
8.1. Kernoterapi .............................................................................
8.2. Imunisasi
................................................................................
8.2.1. Imunisasi dengan parasit mati ...................................
8.2.2. Imunisasi dengan parasit hidup .................................
9. Antibodi monoklonal ......................................................................
I11. BAHAN DAN METODE .....................................................................
1. Tempat dan waktu Penelitian .........................................................
2. Penyediaan Parasit ..........................................................................
2.1. Pengambilan sampel ...............................................................
2.2. Koleksi ookista
........................................................................
2.3. Sporulasi ..................................................................................
2.4. Isolasi sel tunggal ...................................................................
2.5. Penyediaan bahan infektif .....................................................
2.6. Perhitungan ookista ..............................................................
3. Peny ediaan merozoit
....................................................................
3.1. Koleksi merozoit ....................................................................
4. Pembuatan antibodi monoklonal ..................................................
Halaman
4.2.1. Preparasi sel mieloma .....................................................
56
4.2.2. Preparasi sel thymus .......................................................
57
4.2.3. Preparasi sel limpa ..........................................................
59
4.2.4. Fusi antara sel mieloma dan sel limpa ..........................
60
4.3. Klon ..............................................................................................
62
4.4. ELISA .........................................................................................
4.5. Penentuan kelas antibodi .........................................................
4.6. Penentuan sub kelas antibodi ..................................................
.
.
5. Studi tn vztro .................................................................................
5.1. Pembuatan biakan jaringan ...................................................
5.2. Penyediaan sporozoit ............................................................
5.3. Inokulasi sporozoit kedalam biakan jaringan .......................
5.4. Penghitungan sporozoit dalam biakan jaringan
...................
6 . Imunisasi pasif pada ayam ............................................................
7. A n a l. ~. s ~
data
s ...................................................................................
IV . HASIL PENELITIAN ..........................................................................
1 Parasit ...................
......................................................................
.
-
2. Merozoit ...........................................................................................
77
3. Produksi antibodi nionoklonal ......................................................
77
Halaman
3.3. Sel thymosit .......................................................................
79
3.4. Sel limpa (splenocyt) ..........................................................
79
3.5. Fusi antara sel mielomn dnn sel limpa (sel B) ...................
80
4 . Penentuan kelas d a n sub kelas antibodi monoklonal ................
81
>
.
.
6. Imunlsas~pasif pada ayam ........................................................
82
85
6.1. Mortalitas ayam percobaan ................................................
85
6.2. Berat badan ayam .................................................................
87
6.3. Skor Perlukaan pada sekuni ayani ....................................
89
6.4. Produksi ookistn ...................... ..............................................
89
V . PEMBAHASAN ................................................................................
92
VI . KESIMPULAN D A N SARAN ..........................................................
101
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
103
LA MPIRAN
116
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
I.
Faktor yang berperan menentukan patogenitas .............................
23
2.
Perbedaan karakteristik akibat infeksi jenis Eimeria penting
pada ayam ........................................................................................
29
3.
Imunisasi pasif .................................................................................
74
4.
Penentuan skor perlukaan ..............................................................
75
1
5.
Jumlah sporozoit per 10 mm2 hamparan biakan jaringan dengan
antibodi monoklonal .......................................................................
79
Rataan dari tiga ulangan mortalitas ayam pada imunisasi
pasif .................. ............ ....................................................... ............ .
86
7.
Rataan berat badan ayam pada imunisasi pasif (dalam gram)..
88
8.
Rataan Skor perlukaan pada sekum ayam ...................................
89
9.
Rataan produksi ookista (x106)per gram tinja ayam ...................
90
6.
DAJTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1.
Morfologi ookista E . tenella yang telah bersporulasi ...................
13
2.
Morfologi ultrastruktur merozoit generasi 11 E . tenella ..............
14
3.
Siklus hidup E . tenella ...................................................................
17
4.
Patogenesis koksidiosis ................................................................
22
5.
Proses pembuatan antibodi monoklonal ....................................
46
6.
Ookista E . fenella hasil penelitian
.................................................
76
7.
Merozoit generasi kedua dari E . fenella hasil penelitian ...........
78
8.
Sel mieloma ...................................................................................
78
9.
Sel thymosit berasaI dari mencit
1 0.
................................................
79
Sel splenocyt dari Iimpa mencit yang sudah diimunisasi ........
80
11.
Hibridoma ....................................................................................
81
12.
Sporozoit E . tenella .......................................................................
82
13.
Invasi sporozoit ke dalam biakan jaringan ................................
83
14.
Jumlah sporozoit per10 mm' hamparan sel biakan
jaringan menurut konsentrasi MAb 2B1...................................
15.
Jumlah sporozoit per 1 0 mm2 hamparan sel biakan
jaringan menurut konsentrasi MAb 3E4....................................
6 .
Rataan mortalitas ayam pada imunisasi pasif ..........................
17.
Rataan berat badan ayam menurut umur (kelompok
A. B. C. D dan K) .......................................................................
18.
Rataan berat badan ayam menurut umur (kelompok
E. F. G. H dan K) .....................................................................
Nomor
Teks
Halaman
19.
Rataan skor perlukaan pada sekum a y a m
.........................
90
20.
Rataan produksi ookista pada imunisasi pasif .....................
91
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1.
Tabel Perbandingan Tukey untuk data berat badan ayam .....
117
2.
Tabel Analisis Ragam data berat badan ayam .........................
1-17
3.
TabeI Analisis Profil terhadap berat badan
............................
118
4.
Tabel Analisis Ragam data produksi ookista ..........................
118
5.
Tabel Beda nyata terkecil dengan uji Dunnet sebagai
nilai kritik .................................................................................
Tabel Hasil uji Elisa untuk mendeteksi antibodi
..................
Gambar Hibridoma hasil fusi antara sel mieloma dengan sel
limpa (Mikroplat 1)...................................................................
Garnbar Hibridoma hasil fusi antara sel mieloma dengan sel
limpa (Mikroplat 2)....................................................................
Gambar Hibridoma hasil fusi antara sel mieloma dengan sel
limpa (Mikroplat 3) ...................................................................
Gambar Hibridoma hasil fusi antara sel mieloma dengan sel
limpa (Mikroplat 4) ...................................................................
Gambar Hibridoma hasil fusi antara sel mielorna dengan sel
limpa (Mikroplat 5)....................................................................
I. PENDAHULUAN
1.Latar Belakang Penelitian
Koksidiosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa,
yang digolongkan ke dalam Filum Apicomplexa, KeIas Sporozoasida, Sub Kelas
Coccidiasina, Ordo Coccidiorida, Sub Ordo Eimeriorina, Familia Eimeriidae dan
Genus Eimeria (Levine, 1980 dalam Levine, 1985) . Penyakit ini menimbulkan
banyak masalah dan kerugian
pada peternakan ayam, berupa kematian,
morbiditas, penurunan berat badan, berkurangnya pertambahan berat badan,
terlambatnya masa bertelur disertai dengan berkurangnya jumlah telur yang
diproduksi, penurunan efisiensi pakan, peningkatan biaya pengobatan serta
upah tenaga kerja (Ashadi, 1979). Penularan t e j a d i karena ookistanya dapat
terbawa bersama aliran angin, debu, air, serta pakan dan air minum, alat-alat
peternakan, sehingga peternakan ayam selalu terancam bahaya koksidiosis.
Pada saat ini diketahui paling sedikit 9 jenis Eimeria pada ayam yaitu
Eirneria tenella, Eimeria necatrix, Eimeria maxima, Eirneria acwvulina, Eimeria mitts,
Eimeria praecox,
Eimeria brunetti, E i m m ' a hagani dan Eimeria mivati.
merupakan jenis yang paling patogen, disusul
E. fenella
E. necatrix, E. brunetti dan E.
maxima (Conway dan M c Kenzie, 1991).
Mortalitas yang ditimbulkan oleh jenis yang paling patogen biasanya
tidak tinggi (kurang lebih 20%), akan tetapi kadang-kadang mencapai 90%,
sehingga secara ekonomis
mendatangkan banyak kerugian, karena angka
morbiditasnya yang tinggi, sehingga dibutuhkan sejumlah obat-obatan dan
tenaga
k e j a yang
lebih banyak apabila
penyakit
ini menyerang
suatu
peternakan. Perhitungan kasar kerugian pada peternakan ayam di dunia akibat
penyakit ini diperkirakan separuhnya untuk biaya pengobatan setiap tahunnya
(Long, 1990).
Menurut Smith I1 dan Mc Gruder (1997), biaya pengobatan
penyakit koksidiosis di seluruh dunia mencapai 350 juta dolar Amerika per
tahun.
Sedangkan kerugian akibat koksidiosis pada ayam termasuk blaya
pengobatan
di seluruh dunia mencapai satu milyar dolar Amerika pertahun
(Weber, 1997).
Dalam upaya penanggulangan penyakit koksidiosis, pencegahan utama
yang dilakukan di Indonesia adalah pemakaian anti coccidia yang diberikan
melalui air minum dan pakan. Namun
pemakaian obat-obatan tersebut secara
terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya galur yang resisten, sehingga
pemakaiannya akan menjadi tidak efektif lagi d a n mengakibatkan keterbatasan
dalam pemilihan anti coccidia (Long dan Rose, 1982; Braunius, 1996; Chapman,
1996; Edgar, 1993; Mc Dougald dan Reid, 1997; Paeffgen, Lohner dan Raether,
1995).
Masalah lain yaitu adanya residu dalam daging, sehingga produk
peternakan yang bersangkutan tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia
(Ikeda
dan
Niinuma,
1992).
Kemudian
muncul
berbagai
alternatif
penanggulangan koksidiosis antara lain modifikasi kandang dengan sistem
baterai, yang efektifitasnya kurang dapat diharapkan, mengingat belum ada
disinfektan yang benar-benar efektif terhadap coccidia (Long d a n Rose, 1982;
Janssen Pharmaceutica, 1992; Mc Dougald dan Reid, 1997; Weber, 1997).
Imunisasi tampaknya merupakan alternatif terbaik untuk pengendalian penyakit
ini (Long, 1978), meskipun masing-masing jenis mempunyai kekebalan spesifik.
Kekebalan terhadap satu jenis tidak berlaku bagi jenis yang lain (Danforth dan
Augustine, 1985).
Penggunaan vaksin diharapkan dapat mengatasi keadaan ini d a n tetap
menjadi bahan pemikiran. Di Indonesia, beberapa peternakan besar sudah
menggunakan vaksin aktif terhadap koksidiosis yang diimpor, tetapi hasilnya
kurang memuaskan karena galur yang digunakan berbeda dengan galur lokal
(Ashadi, 1980).
Vaksin impor ini mengandung 8 jenis Eirneria yang hidup
termasuk pula jenis yang patogen, sehingga apabila terjadi wabah, maka
koksidiosis yang disebabkan oleh E. tenella dan E. necatrix akan muncul. Selain
itu penggunaan vaksin hidup hanya efektif untuk pengendalian koksidiosis
pada ayam pembibit d a n pete1ur ( Braunius, 1996; Conway, 1996; Danforth, 1997;
Mc Dougald dan Reid, 1997; Ruff, 1997; Watkins, 1997; Williams, 1997). Pada
dasarnya kebutuhan ookista untuk pembuatan vaksin melibatkan kepentingan
ekonomis. Dalam ha1 ini kebutuhan akan ookista untuk diradiasi yang harus
dalam jumlah besar dipandang tidak ekonomis (Long d a n Rose, 1982). Dengan
demikian radio vaksin masih belum dapat dianjurkan di Iapangan. Meskipun
demikian apabila dengan radiasi parasit benar-benar terlemahkan, maka metode
ini boleh menjadi pertimbangan.
Dalam usaha pembuatan vaksin
terhadap
coccidia juga telah dilakukan pembandingan antara penggunaan biakan
jaringan d a n ayam, dilihat dari segi ekonomis (Ashadi dan Handajani, 1995).
Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai stadium mana dalam
siklus
hidup
Tampaknya
E.
fenella
stadium
yang
aseksual
berperan
dalam
merupakan
menginduksi
sumber
antigen
kekebalan.
yang
dapat
menginduksi reaksi kekebalan yang protektif (Jeffers d a n Long, 1985; Wisher,
1986).
Dengan mengetahui sumber antigen yang imunogenik
, diharapkan
dapat dikembangkan pembuatan bahan imunisasi terhadap coccidia, yang dapat
bekerja pada beberapa stadium secara bersamaan, mengingat stadium-stadium
tersebut memiliki susunan antigen yang berbeda.
Seperti menurut Wisher
(1986), bahwa susunan protein antigen sporozoit E. feneln terdiri dari protein
dengan berat molekul 47, 26, 21 dan 18 kilodalton.
Sedangkan menurut
McDonald, Wisher, Rose dan Jeffers (1988), galur WIS-F-96 memiliki susunan
71, 54, 25, 24, 22 dan 20 kilodalton dan galur WIS memiliki susunan 71 dan 20
kilodalton.
Murray, Bhogal, Crane dan McDonald (1986), menyatakan bahwa
susunan protein antigen sporozoit galur Merck terdiri dari protein dengan berat
molekul 235, 105, 94, 82, 71, 68, 45 dan 26 kilodalton.
Demikian pula stadium
aseksual tainnya memiliki susunan protein yang juga berbeda .
Menurut Xie,
Gilbert d a n McDougald (1992), merozoit E. tenella galur WIS memiliki susunan
protein antigen 79, 114, 138, 251 kilodalton.
Sedangkan menurut Hasbullah,
Nakamura, Kawaguchi, Nakai dan Ogimoto (1991), merozoit galur NIAH
memiliki susunan 95, 66, 29, 28, 25, 23 dan 14 kilodalton.
Selanjutnya teknologi antibodi monoklonal mulai dipelajari
kaitannya
dengan penyakit koksidiosis
dan kegunaannya
imunisasi pasif terhadap penyakit ini pada ayam.
dalam
sebagai bahan
Teknologi ini merupakan
penggabungan dua macam sel, yaitu antara sel mieloma d a n sel limfosit B,
sehingga dapat dihasilkan antibodi dalam jumlah besar yang spesifik terhadap
antigen tertentu.
Akan tetapi penelitian yang telah dilakukan lebih banyak
menggunakan stadium sporozoit sebagai antigen, mengingat stadium ini yang
melakukan penetrasi pada induk semang (Danforth d a n Augustine, 19851,
sehingga perIu
dipelajari pembuatan antibodi monoklonal terhadap parasit
penyebab koksidiosis pada ayam yang berasal dari stadium lain selain stadium
sporozoit.
Merozoit dalam ha1 ini merupakan stadium yang paling bersifat
patogenik, yang menyebabkan munculnya gejala klinis
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian
ini adalah : (1) Mempelajari
kemungkinan
memproduksi antibodi monoklonal terhadap koksidiosis yang disebabkan oleh
E. tenella (2) Mengetahui efektifitas kerja
secara in uitro d a n in uivo.
dari antibodi monoklonal tersebut
4. Hipotesis
Antibodi terhadap merozoit E. fenella dapat diproduksi dalam biakan sel
tunggal
(monoklonal) dan dapat digunakan sebagai
bahan pengendalian
terhadap koksidiosis sekum pada ayam secara pasif yang disebabkan oleh
protozoa tersebut.
11. TINJAUAN PUSTAKA
1.Koksidiosis pada ayam
Coccidia merupakan parasit intraseluler dengan beberapa perkecualian
merupakan parasit pada epitel usus. Parasit ini mempunyai stadium penular
yang memiliki ketahanan tinggi yaitu ookista, dan biasanya tidak membunuh
induk semang (Long, 1978). Kegagalan memasuki tubuh induk semang vang
sesuai merupakan satu-satunya pembatas bagi penyebaran Eimeria (Macpherson,
1978).
Mungkin semua coccidia mempunyai potensi untuk dapat menyebabkan
kerusakan epitel organ induk semangnya. Berbagai akibat oleh infeksi coccidia
tergantung
pada
dosis ookista
bersporulasi yang
tertelan
dan kecepatan
bereproduksi di dalam induk semang (Long, 1990). Meskipun 3 (tiga) genus,
Eimeria,
Isospura
dan Cryptosporidia, ikut berperanan
dalam
menimbulkan
penyakit pada hewan, tetapi tampaknya koksidiosis pada ayam berhubungan
dengan genus Eimeria (Urquhart, Armour, Duncan, Dunn d a n Jennings, 1987).
Jumlah ookista yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek patologik
beragam untuk masing-masing jenis. Umur d a n kondisi dari induk semang juga
berpengaruh, serta pada keadaan induk semang pernah terinfeksi atau belum
(Long, 1978). Menurut Gregory (1990), koksidiosis umumnya t e j a d i hanya
apabila hewan terkena infeksi yang berat dan daya tahan tubuhnya rendah.
Daya tahan tubuh berkaitan dengan umur, status kekebalan, nufxisi dan stres.
Masing-masing jenis yang berhasil diisolasi mempunyai karakter yang spesifik
(Long, 1978).
Secara klinis koksidiosis pada ayam disebabkan oleh E. tenella, E. netmtrix,
E . bruneffi, E . maxima afau E . acervulina, berdasarkan diagnostik yang diambil
dari lokasi lesio (Joyner, 1978). Menurut Urquhart e f al. (1987), diagnosis yang
paling baik adalah melalui pemeriksaan pasca mati, karena kesalahan dapat
terjadi bila dilakukan dengan melalui pemeriksaan keberadaan ookista saja.
Kesalahan disebabkan 1) efek patogenik muncul sebelum produksi ookista dan
2) tergantung dari jenisnya, jumlah ookista pada tinja tidak berkorelasi dengan
derajat perubahan
patologi pada
usus.
Pemeriksaan
pasca
mati
dapat
merupakan petunjuk yang baik yang kemudian dapat dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan ookista pada tinja.
Misalnya E. necahix merupakan jenis yang
"miskin" dalam memproduksi ookista, tetapi dibutuhkan hanya sedikit ookista
untuk dapat menimbulkan koksidiosis, sednngkan E. acervulina memproduksi
ookista dalam jumlah besar, tetapi untuk menimbulkan gejala klinis dibutuhkan
pula jumlah ookista yang besar (Long, 1978).
Tanda klinis dari koksidiosis secara umum adalah diare dengan ataupun
tanpa kehilangan darah tergantung jenis yang menginfeksi (Gregory, 1990).
Dengan mempelajari patogenesis dan patofisiologi infeksi oleh genus Elmeria,
diharapkan dapat terlihat mengapa ha1 ini dapat te jadi, meskipun lokasi usus
yang diinfeksi secara primer berbeda.
Pada ayam, koksidiosis dapat dibedakan atas koksidiosis sekum dan
koksidiosis usus halus (Urquhart e t al., 1987).
1.1. Koksidiosis sekum
E . tenella merupakan jenis yang berperanan terhadap koksidiosis sekurn,
meskipun stadium gametogoni dari E. necatrix dapat ditemukan dalam sekum
d a n juga beberapa stadium dari E. brunetti.
Koksidiosis yang disebabkan oleh E tenella umumnya menyerang ayam
berumur tiga sampai tujuh minggu. Skizon generasi ke satu berkembang pada
mukosa kelenjar.
Skizon generasi ke dua berkembang dan meninggalkan
mukosa, bermigrasi ke lamina propria dan sub mukosa. Tujuh puluh dua jam
seteIah ookista tertelan, skizon ini matang dan ruptur, kemudian timbul
perdarahan, permukaan mukosa menebal dan tanda klinis mulai muncul. Masa
prepaten adalah tujuh hari dan ookista bersporulasi dua sampai tiga hari dalam
kondisi normal (Urquhart et a1 ., 1987). Sedangkan menurut Levine (1985), rnasa
prepaten adalah enam hari dan waktu sporulasi 18 jam sampai 2 hari.
Gejala
klinis muncul apabila ookista tertelan dalam jumlah besar d a n dalam waktu
relatif singkat, ditandai dengan tinja lembek d a n sering beserta darah.
menjadi lesu disertai dengan rontoknya bulu.
Ayam
Pada keadaan subklinis timbul
penurunan laju pertambahan berat badan dengan keefisienan pakan yang buruk
(Urquhart et al., 1987).
Tanda-tanda pertama muncul pada saat merozoit
generasi ke d u a membesar dan menimbulkan perdarahan pada sekum (Levine,
1985).
1.2. Koksidiosis usus halus
Pada usus halus terdapat beberapa jenis Eimeria. E. necatrix merupakan
jenis yang paling patogen. Meskipun demikian prevalensi koksidiosis akibat E.
necatrix mengalami penurunan sebagai akibat penggunaan obat anti coccidia
secara intensif, sehingga jenis lain di usus halus menunjukkan angka prevalensi
yang meningkat, termasuk E. brunetti. Yang lebih umum adalah E. a c m u l i n a , E.
maxima, d a n E . mitis serta kadang-kadang E. praecox yang tidak begitu patogen.
Mass prepaten bervariasi, dari empat sampai tujuh hari. Tanda klinis muncul
tiga hari setelah ookista terteIan.
Umumnya ayam-ayam yang lebih tua
terinfeksi oleh jenis-jenis yang terdapat dalam usus halus, dengan gejala klinis
mirip dengan koksidiosis sekum, dengan perkecualian bahwa hanya jenis
tertentu seperti E. necatrix dan E . brunetti yang menyebabkan kerusakan dan
penyebab keluarnya darah dalam tinja.
Pada pemeriksaan pascamati, tempat
dan lesio bervariasi tergantung jenisnya (Urquhart e f al., 1987).
Gejala klinis
yang timbul bervariasi mulai dari penurunan laju kenaikan berat badan pada
infeksi ringan, sampai pada hemoragi dan kematian, tergantung dari jenis
Eimeria, derajat infeksi d a n status kekebalan induk semang (Long, 1990).
2. Genus Eimeria
Karakteristik yang terutama dari genus ini adaIah 1) komposisi dari
ookista
bersporulasi
yang
selalu
mengandung
empat
sporokista,
yang
masing-masing mengandung dua sporozoit di dalamnya, 2) ditandai dengan
induk semang yang spesifik, 3) adanya spesifisitas dari reaksi induk semang,
dimana kekebalan terhadap satu jenis tidak melindungi terhadap jenis lain dan
4) adanya lokasi spesifik dalam menginfeksi induk semang.
2.1. Morfologi
Ookista dapat diidentifikasi berdasarkan bentuk d a n ukuran. Umumnva
berbentuk bulat, oval atau elips. Berukuran antara 15 - 50 pm (Urquhart e t al.,
1987). Dindingnya terdiri dari satu atau dua lapis, dan dapat dilapisi oleh suatu
selaput (Levine, 1985). Dapat mempunyai mikropil d a n topi mikropil (Levine,
1985; Urquhart et al., 1987). Ookista yang belum bersporulasi, berisi massa inti
dari protoplasma yang dilindungi oleh dinding yang resisten (Urquhart et al.,
1987). Dalam kondisi yang sesuai, seperti keberadaan Oksigen (0,),kelembaban
dan suhu, inti membelah menjadi empat sporoblas, dimana kadang-kadang sisa
protoplasma
membentuk
badan
sisa
ookista.
Masing-masing
sporoblas
menghasilkan sporokista, dimana di dalamnya terbentuk sporozoit (Levine,
1985; Urquhart et al., 1987). Dalam genus ini dijumpai empat sporokista dengan
masing-masing berisi dua sporozoit.
Bentuk ini disebut juga sebagai ookista
yang bersporulasi, dan merupakan bentuk yang infektif (Urquhart ef al., 1987).
Struktur ookista dari E. tenella disajikan pada Gambar 1.
Sporokista dapat memiliki benda Stieda. Sporozoit umumnya berbentuk
seperti pisang, berisi bulatan-bulatan kecil yang terang d a n bersifat seperti
protein (Levine, 1985).
Struktur merozoit harnpir sama dengan sporozoit, yang membedakannya
hanya adanya badan refraktil pada sporozoit, yang biasanya satu terdapat di
anterior d a n satu d i posterior. Akan tetapi ada beberapa perkecualian dimana
badan refraktil juga dapat dijumpai pada merozoit misalnya pada biakan
jaringan (Scholtyseck et al., 1981 dalam Long, 1990). Merozoit mempunvai
permukaan yang halus dengan pembukaan mikrospora tunggal dan dilapisi
oleh satu selaput luar (selaput plasma). Di bawahnya terdapat selaput dalam
yang terdiri dari unit selaput yang melengkapi garis plasmalemma, kecuali pada
mikropor dan pada cincin polar anterior dan posterior. Kadang-kadang terdapat
satu atau dua cincin pada polar anterior.
Cincin polar anterior mengelilingi
conoid silindris berisi enam atau tujuh, bahkan kadang-kadang 18-20 sub unit
diagonal
(Long,
1990). Dari
cincin
anterior,
22
atau
lebih
mikrotubul
subpelikuler berjalan longitudinal sepanjang seluruh tubuh parasit. Di anterior
dua atau lebih rhoptri muncul dengan muara melalui conoid dan mirrotlema.
Terdapat pula butir-butir polisakarida, mitokondria, vesikula lemak, badan
golgi, sisterna dari retikulo endoplasma, ribosom dan nukleus (Long, 1990).
Merozoit ini,
terutama
dari coccidia,
sudah
banyak
diisolasi
dan
dipurifikasi oleh beberapa peneliti ( Witlock dan Danforth, 1982; Stobsh dan
Wang, 1975; Fernando, Al-Attar, dan Bowles, 7984; Xie, Gilbert, Fuller dan Mc
Dougald, 1990). Struktur merozoit disajikan pada Gambar 2.
1. tutup mikropil; 2. mikropil; 3. granula kutub; 4. badan stieda; 5. geIembung
refraktil kecil d i dalam sporozoit; 6. gelembung refraktil besar di dalam
sporozoit; 7. sporokista; 8. bahan sisa ookista; 9. bahan sisa sporokista; 10. inti
sporozoit; 11. sporozoit; 12. lapisan dalam dinding ookista; 13. lapisan luar
dinding ookista
G a m b a r 1. Morfologi ookista E. tenella yang telah bersporulasi
(Levine, 1985)
dndn M u r , anterior
G a m b a r 2. MorfoIogi ultrastruktur merozoit generasi I1 E. tenella (Smyth,
1981)
Stotish dan Wang (1975), menyatakan bahwa merozoit relatif tahan
terhadap enzim hialuronidase dan dapat diperoleh dalam jumlah besar dari
jaringan sekum yang terinfeksi atau selaput chorio alantoic dari telur berembrio
dengan pemberian enzim.
2.2. Daur Hidup
Perkembangan hidup Eirneria terdiri dari sporogoni, skizogoni dan
gametogoni (Lillehoj dan Trout, 1993; Watkins, 1997).
Sporogoni te rjadi di luar
tubuh induk semang dan menghasilkan stadium infektif, sementara skizogoni
yang merupakan stadium aseksual dan gametogoni yang merupakan stadium
seksual, terjadi di dalam sel induk semang yang spesifik.
Sporogoni
dimulai
dengan
tertelannya
ookista
bersporulasi,
yang
merupakan stadium infektif, oleh ayarn yang peka. Sporozoit akan terekskistasi
di dalam usus karena adanya rangsangan biokimia (Reid d a n Johnson, 1970),
seperti adanya garam-garam empedu, tripsin dan CO, (Long, 1990).
Gerakan dari gizzard juga
membantu dalam memecahkan dinding
ookista. Sporozoit masuk ke dalam induk semang melalui penetrasi villi atau
permukaan sel epitel dari mukosa usus (Long, 1990). Dalam waktu 12 - 48 jam,
sporozoit berubah menjadi stadium tropozoit. Tropozoit mulai membesar d a n
inti membelah yang diikuti dengan diferensiasi sitoplasma melalui proses
reproduksi aseksual yang disebut skizogoni atau merogoni (Conway dan Mc
Kenzie, 1991; Urquhart ef al., 1987; Levine, 1985; Long, 1990) d a n stadium paraslt
saat ini disebut skizon atau rneron. Skizon pecah ketika matang dalam waktu
tiga
hari,
d a n melepaskan
rnerozoit
untuk kemudian berkembang dan
rnenginvasi sel lain, sehingga terjadi pengulangan proses perkembangan melalui
stadium tropozoit d a n skizon.
Gametogoni atau reproduksi seksual, mengikuti daur skizon yang terakhir.
Pada tahap ini berlangsung transfer sifat toleransi terhadap obat-obatan dan
patogenitas (Watkins, 1997). Merozoit, hasil dari daur skizon ke dua kembali
melakukan penetrasi sel epitel induk semang. Beberapa atau semuanya masuk
ke dalam daur skizon ke tiga, tergantung dari jenisnya, sebelum membentuk
gametosit jantan (mikrogametosit) atau gametosit betina (makrogametosit).
Gametosit jantan menjadi matang dan pecah, melepaskan sejumlah besar
mikrogamet, melalui suatu proses pembelahan mirip pada skizogoni, sementara
rnakrogametosit tidak membelah, tetapi masing-masing menjadi makrogamet.
Masing-masing makrogamet mengandung inti, mitokondria d a n dua atau tiga
flagela (Chobotar dan Scholtysek, 1982). Mikrogamet meninggalkan sel dan
mengawini makrogamet ketika makrogamet masih di dalam sel induk semang.
Bagaimana mikrogamet dapat mengenal makrogamet yang matang, sampai saat
ini belum diketahui.
Kemungkinan makrogamet memproduksi sendiri atau
merangsang sel induk semang untuk memproduksi molekul-molekul reseptor di
permukaan
sel
terinfeksi.
Setelah terjadi
fertilisasi
makrogarnet
oleh
mikrogamet, dinding yang menebal terbentuk di sekeliling zigot. Stadium ini
merupakan ookista muda atau ookista yang belum matang (Conway dan M c
Kenzie, 1991). Skema daur hidup dari genus Eimeria disajikan pada Gambar 3.
A. Ookista bersporulasi termakan unggas; B. ekskistasi; I. sporozoit menginvasi
sel epitel usus; 2. sporozoit berkembang menjadi tropozoit selanjutnya
berkembang menjadi skizon generasi 1 yang berisi merozoit; 3. skizon pecah,
merozoit generasi 1 keluar; 4. merozoit generasi I menginvasi sel epitel vang
baru; 5. merozoit I berkembang menjadi skizon generasi 2; 6. skizon generasi IJ
berkembang menjadi merozoit generasi 11; 7.merozoit generasi I1 berkem bang
menjadi mikrogamet dan 8. makrogamet ; 9. mikrogamet aktif memasuki
makrogamet; 10. fertilisasi; 11. terbentuk zigot intraseiuler dengan dinding
permeabel berkembang menjadi ookista muda; 12. ookista muda keluar dari
tubuh unggas melalui tinja, sporulasi di luar tubuh induk semang;
Gambar 3. Siklus hidup E. tenella (Soulsby, 1982)
3. Patogenesis
Dalam mempelajari patogenesis dari koksidiosis terlibat dua faktor yang
mengalami kerusakan yaitu parasit itu sendiri d a n induk semang yang memberi
reaksi pertahanan tubuh.
Reaksi pertahanan induk semang yang hebat menyebabkan induk semang
lebih mengalami kerusakan dibanding parasitnya
sendiri, dan keduanya
menyebabkan perubahan struktural yang berlanjut pada perubahan fisiologis
pada induk semang.
Perubahan ultrastruktur pada sel yang bukan terinfeksi secara primer,
diduga bukan disebabkan Iangsung oleh parasit, tetapi oleh beberapa produk
hasil interaksi parasit d a n induk semang. Penemuan ini memberi dugaan bahwa
infeksi coccidia menyebabkan penurunan absorpsi nutrien, dan Iebih lanjut
malabsorpsi disebabkan oleh karena hilangnya permukaan mukosa yang bersifat
absorptif
(Allen dan Danforth, 1984).
Berbagai efek fisik, fisiologis dan
metabolik berinteraksi memproduksi efek akhir dari infeksi coccidia (Ruff dan
Allen, 1990). Sebagai contoh, kematian akibat E. tenella mayoritas akibat adanya
empat macam stres fisiologi yaitu 1) hipotermia, 2) berkurangnya cadangan
karbohidrat, 3) asidosis metabolis dan 4) disfungsi tubuli ginjal (Witlock dan
Danforth, 1982). Berbagai perubahan patoIogi selama koksidiosis tidak selalu
muncul d a n pada galur penyebab koksidiosis sekum yang memproduksi lesio
yang hebat sebenarnya kehilangan darah lebih cepat t e j a d i pada ayam yang
terinfeksi oleh galur patogen dan karena darah tidak terbuang bersama tinja
(Ruff d a n Allen, 1990).
Koksidiosis juga
menyebabkan peningkatan keasaman di dalam alat
pencernaan pada tempat yang terinfeksi. Perubahan konsentrasi ion hidrogen
dalam alat pencernaan selama fase hemoragi adalah karena destruksi dari sel-sel
usus halus yang rnenghasilkan sekretin. Hormon ini terbentuk pada dinding
usus haIus dan rnenunjukkan jumlah cairan pankreas yang tersekresi (Sturkie,
1965 dalam Stephens, Borst d a n Barnett, 1974). Konsentrasi ion hidrogen dalam
alat pencernaan tergantung dari jumlah HCl yang disekresikan ke dalam
proventrikulus, d a n cairan pankreas bereaksi untuk menetralisasi asam ini.
Oleh karena itu apabila produksi sekretin berkurang, maka cairan pankreas
yang disekresi juga berkurang, sehingga situasi dalam alat pencernaan menjadi
lebih asam.
Adanya perubahan pH dan mikroflora usus akan menggangu
absorbsi zat-zat nutrisi seperti lemak, pigmen karotinoid, xantofil, vitamin,
mineral d a n asam amino (Van der Sluis, 1993; Mc Dougald d a n Reid, 1997).
Menurut Sturkie (1965) dalam Stephens et al. (1974), penurunan konsentrasi ion
hidrogen dalam alat pencernaan akibat infeksi E. necatrix adalah karena tidak
adanya makanan di dalamnya, degradasi jaringan dalam usus atau keti