A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan hukum tidak hanya menyangkut mengenai pembentukan atau pembaruan perundang-undangan saja, melainkan juga meliputi penegakan hukum
yang antara lain dilakukan oleh hakim melalui penyelesaian sengketa. Penegakan hukum di sini dengan melihat hakim sebagai manusia yang akan memahami nilai-
nilai hukum dalam masyarakat ketika memeriksa dan memutus sengketa yang diajukan kepadanya. Dalam kaitannya dengan penegakkan hukum oleh hakim ini
terdapat dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, yaitu Hukum dan Keadilan.
Tugas hakim secara konkrit adalah mengadili perkara, yang pada hakikatnya melakukan penafsiran hukum terhadap realitas, yang dinamakan sebagai penemuan
hukum melalui penyelesaian sengketa yang diajukan kepadanya. Penemuan hukum merupakan keseluruhan proses dan karya yang dilakukan oleh hakim, untuk
menetapkan benar atau tidak benar menurut hukum terhadap suatu situasi konkrit berfikir seorang hakim yang diujikan pada hati nurani dalam memeriksa dan
memutus suatu perkara - penulis .
2
Penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan baik melalui pengadilan litigasi maupun diluar pengadilan non litigasi. Proses penyelesaian sengketa perdata
melalui pengadilan terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan secara sistematis, dimulai dari pengajuan gugatan oleh penggugat, pengajuan jawaban oleh tergugat,
replik, duplik, pembuktian dari pihak-pihak yang berperkara, penyampaian
kesimpulan oleh para pihak , dan penjatuhan putusan oleh hakim. Dalam tahap-tahap proses berperkara tersebut, kehadiran para pihak maupun kuasa hukum dalam setiap
persidangan sangatlah penting demi kelancaran pemeriksaan perkara, sehingga tidak berlarut-larut dan memerlukan waktu penyelesaian perkara yang panjang.
2
Otje Salman, Filsafat Hukum Perkembangan Dinamika Masalah, Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 58-60.
Kehadiran para pihak di muka persidangan sangat penting, hal ini antara lain disebabkan kerana terdapat asas yang menyatakan bahwa hakim wajib mendengar
kedua belah pihak audi et alteram partem, karenanya walaupun para prinsipnya dalam menyelesaikan sengketa perdata yang dilakukan oleh hakim secara yuridis
formal yang diperiksa adalah berkas perkara, namun kehadiran para pihak atau kuasa hukumnya di persidangan merupakan suatu keharusan. Ketidakhadiran pihak di
persidangan dapat menyebabkan diundurkannya persidangan, dengan sendirinya hal ini akan memperpanjang waktu penyelesaian sengketa tersebut, yang pada gilirannya
dapat mengganggu pada proses penegakan hukum. Di samping itu, keharusan adanya upaya damai antara para pihak sebagaimana
diamanatkan oleh Pasal 130 HIRPasal 154 RBg het Herziene Indonesische ReglementReglement Buiten Geweisten, yang kemudian diperkuat dengan Perma
No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Mediation in Court, yang menetapkan bahwa terhadap semua sengketa perdata yang diajukan ke
pengadilan wajib dilakukan mediasi terlebih dahulu; maka kehadiran para pihak danatau kuasa hukumnya menjadi suatu keharusan dalam proses mediasi di
pengadilan. Hal ini karena yang berdamai haruslah para pihak langsung bukan wakil kuasa hukumnya, karena para pihaklah yang dapat mengambil keputusan apakah akan
berdamai atau tidak. Untuk berperkara ke pengadilan, para pihak dapat maju sendiri atau mewakilkan
pada kuasa hukum sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 123 HIRPasal 147 RBg yang antara lain menyebutkan bahwa: “jika dikehendaki, maka kedua belah pihak
boleh dibantu atau diwakili oleh kuasa, ……….”. Oleh karena itu menggunakan kuasa hukum tidaklah merupakan kewajiban bagi para pihak yang berperkara ke
pengadilan, melainkan merupakan pilihan para pihak. Meskipun
demikian, pengadilan dapat memerintahkan pada kedua belah pihak yang berperkara, meskipun
telah diwakili, untuk datang menghadap sendiri di persidangan. Pasal 123 : 3 HIR147 :3 RBg
Untuk menghadirkan para pihak maupun kuasa hukumnya dalam persidangan, pengadilan melakukan pemanggilan sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan yang
berlaku sebagimana termuat dalam Pasal 121 ayat 1, 2, dan 3 serta Pasal 122 HIR Pasal 145 ayat 1, 2, dan 3, serta Pasal 146 RBg. Pemanggilan terhadap para
pihak yang berperkara dilakukan oleh juru sitajuru sita pengganti pada Pengadilan yang memeriksa perkara tersebut, yang terdiri dari 3 bagian yaitu
3
: 1. Pemanggilan yang dilakukan sebelum pemeriksaan perkara persidangan di
mulai. 2. Pemanggilan yang dilakukan setelah pemeriksaan perkara pesidangan
berjalan. 3. Pemanggilan yang di lakukan setelah pemeriksaan perkara selesai dengan
acara putusan Hakim terakhir.
Menurut Pasal 122 HIRPasal 146 RBg , jika para pihak dikatakan telah dipanggil secara patut berarti bahwa yang bersangkutan telah dipanggil dengan
pemanggilan menurut undang-undang, dimana pemanggilan dilakukan oleh juru sita dengan membuat berita acara pemanggilan pihak-pihak yang dilakukan terhadap yang
bersangkutan atau wakilnya yang sah , dengan memperhatikan tenggang waktu kecuali dalam hal yang sangat perlu tidak boleh kurang dari tiga hari kerja
4
. Bila para pihak atau salah satu pihak tidak dipanggil secara patut pada hari
sidang pertama yang telah ditentukan dan para pihak atau salah satu pihak karenanya tidak hadir di muka persidangan, maka akan berakibat gugatan Penggugat menjadi
gugur bila Penggugatpara Penggugat danatau kuasa hukum tidak hadir, sedangkan ketidakhadiran Tergugat di persidangan akan menyebabkan gugatan diputus tanpa
3
Subagyo, Peranan Organisasi Dan Managemen Dalam Badan Peradilan, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Teknis Fungsional Peningkatan Profesionalisme bagi Pejabat Kepaniteraan, Jakarta, 7
Agustus 2001, hlm. 7. Lihat juga Jamanat Samosir, Hukum Acara Perdata Tahap-tahap Penyelesaian Perkara Perdata, Nuansa Aulia, Jakarta, 2011, hlm.147.
4
Op. Cit, hlm 22.
kehadiran Tergugat verstek. Dalam keadaan demikian maka persidangan dilakukan dengan acara pemeriksaan istimewa tidak secara contradictoir.
Pengadilan dalam memeriksa dan memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya, untuk keberhasilan pelaksanaan tugasnya sangat tergantung pada aparat
pendukung antara lain yang disebut jurusitajurusita pengganti. Di lingkungan Peradilan Umum, keberadaan jurusita sudah terdapat sejak zaman Belanda saat
pengadilan masih bernama Landraad, sedangkan bagi lingkungan Peradilan Agama keberadaan jurusita masih relatif baru.
Tugas yang dibebankan pada jurusitajurusita pengganti merupakan tugas teknis justisial. Tugas pengadilan yang bersifat teknis justisial pada dasarnya dimulai sejak
pendaftaran perkara,
management pengelolan
biaya perkara,
penyelesaian administrasi perkara, pengelolaan administrasi perkara, pengiriman atau penerimaan
berkas ke Pengadilan Tinggi dan atau Mahkamah Agung manakala ada upaya hukum banding dan atau kasasi, serta pelaksanaan putusan perkara perdata. Semua tugas
berat dan kewajiban yang dilakukan oleh jurusita harus dilakukan dengan patut atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Suatu perkara tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik dan benar menurut hukum, tanpa peran dan bantuan tugas di bidang kejurusitaan. Hakim tidak mungkin
dapat menyelesaikan perkara tanpa dukungan jurusitajurusita pengganti, sebaliknya jurusitajurusita pengganti juga tidak mungkin bertugas tanpa perintah Hakim.
Keduanya dalam melaksanakan tugas tidak mungkin lepas sendiri-sendiri, namun saling memerlukanmelengkapi satu sama lain.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, seorang jurusitajurusita pengganti harus menguasai tentang permasalahan-permasalahan kejurusitaan sesuai dengan
wewenangnya. Penguasaan terhadap masalah-masalah kejurusitaan menjadi sebuah keharusan karena di dalam prakteknya jurusitajurusita pengganti selalu dihadapkan
pada kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan tugas tersebut, karenanya dapat terjadi kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.
Penelitian tentang pemanggilan para pihak secara patut oleh jurusita pengadilan merupakan tema dan objek yang menarik untuk diteliti karena menghadirkan para
pihak dalam proses persidangan merupakan tugas dari jurusita sebagai pelaksana Pengadilan Negeri yang tidak kalah penting dengan pejabat lain di Pengadilan, karena
keberadaannya diperlukan sejak belum dimulainya persidangan hingga pelaksanaan putusan Pengadilan.
B. Perumusan Masalah