Kurikulum 2013 dalam Mozaik Pengembangan

  

Kurikulum 2013 dalam Mozaik Pengembangan Kompetensi Guru

Oleh:

Dr. H. Rudi Ahmad Suryadi, M.Ag

  Pada saat ini, kita menulis dan membaca, tak lama kemudian kita akan melakukan hal yang lain. Tahun ini terdapat suatu kejadian, tahun depan berganti dengan nuansa lain. Waktu terus berubah, berisi dengan nuansa dan mozaik yang beraneka pula. Tak terkecuali dengan dunia pendidikan kita yang sejak beberapa dekade terakhir ini mengisi ruang dan gaung perubahan. Salah satunya adalah perubahan kurikulum. Sejak tahun 2004 dengan gaung Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), lalu berubah pada tahun 2006 dengan label Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga ketika diskusi ini kita sedang menyelami isu perubahan kurikulum terbaru, yaitu kurikulum 2013 dan beberapa bulan ke belakang telah digalakan pelatihan bagi guru-guru inti pengembang kurikulum.

  Penamaan kurikulum dengan tahun dicetuskan atau diberlakukannya, bukan semata-mata hanya untuk mengumumkan pada publik tentang waktu dilaksanakannya. Perubahan tentunya dilatarbelakangi oleh cara pandang tertentu, menganalisis apa yang telah terjadi, lalu merefleksikan apa yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Seperti halnya, kurikulum 1994 berubah menjadi kurikulum 2004, membawa semangat perubahan dari kurikulum berbasis konten (content based curriculum) menjadi berbasis kompetensi (competency based curriculum).

  Perubahan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013

  Tema pengembangan kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Diakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. (

  Empat tema pokok di atas menyuguhkan sebuah pandangan bahwa kurikulum dapat berubah sesuai dengan karakteristik perkembangan kehidupan yang terjadi. Kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan memiliki sikap afektif yang baik. Keempat pilar ini akan mengubah cara pandang guru dalam mengembangkan pembelajaran. Guru dalam konteks kurikulum 2013 sejatinya harus mampu mengembangkan pembelajaran yang mendorong siswa menjadi produktif, kreatif, mampu melakukan inovasi, disertai dengan sikap yang memiliki integritas dalam dirinya. Untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut, tentunya dimulai dari peningkatan kompetensi guru sebab guru menjadi ujung tombak pencapaian kualitas pendidikan.

  Tahun 2006 dengan 2013, berada dalam ruang bilik mozaik yang bersampingan. Kurikulum 2006 telah dilaksanakan, dievaluasi, dikritisi, lalu dipikirkan, dan berujung pada perubahan tahun 2013. Pertanyaan yang menarik untuk diajukan adalah, kenapa kurikulum sebelumnya diubah menjadi kurikulum baru? Beberapa pakar pendidikan, khususnya dalam konteks Kemendikbud, mensinyalir ada beberapa permasalahan pada kurikulum 2006, yaitu: 1) Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya matapelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak; 2) Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; 3) Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; 4) beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; 5) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; 6) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; 7) Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan 8) Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir. (www.kemendikbud.org)

  Jika problem di atas menjadi alasan perubahan kurikulum, guru sebagai pengembang kurikulum setidaknya dapat mengubah cara pandang untuk memahami hal yang baru. Pertanyaan kedua yang muncul adalah, apa saja yang menjadi unsur perubahannya?

  Elemen Perubahan Kurikulum

  Kurikulum tak hanya berarti setumpuk kertas yang berisi tulisan mengenai

  

content dan struktur kompetensi. Kurikulum harus mengaktual menjadi sebuah

  proses pembelajaran. Melihat perkembangan kurikulum 2006 dan 2013 ini, atau dalam kacamata teoritis muatan kurikulum, setidaknya ada empat hal yang berubah, yaitu elemen standar isi, standar kelulusan, standar proses, dan standar penilaian.

  Dalam konteks SMP/MTs misalnya, elemen perubahan meliputi: 1) adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan; 2) Kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi matapelajaran dikembangkan dari kompetensi; 3) Kompetensi dikembangkan melalui mata pelajaran; 4) Pada struktur kurikulum (TIK menjadi media semua matapelajaran; Pengembangan diri terintegrasi pada setiap matapelajaran dan ekstrakurikuler; Jumlah matapelajaran dari 12 menjadi 10; Jumlah jam bertambah 6 JP/minggu akibat perubahan Standar Proses yang semula terfokus pada Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi dilengkapi dengan Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta; Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat; Guru bukan satu-satunya sumber belajar; Sikap tidak diajarkan secara verbal tetapi melalui contoh dan teladan; 6) Penilaian, pada aspek ini terjadi perubahan sebagai berikut: pergeseran dari penilaian melalui tes [mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja], menuju penilaian otentik [mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil]; Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal); Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL; Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian, 7) Standar kompetensi diganti menjadi kompetensi inti

  Penguatan Kembali Kompetensi Guru

  Perubahan kurikulum menjadi kurikulum 2013 mengindikasikan adanya sebuah penguatan atau optimalisasi dari perubahan kurikulum sebelumnya. Penguatan tersebut dapat dilihat pada keempat aspek perubahan di atas. Dalam konteks ini, guru diharapkan dapat mengembangkan kompetensinya agar siswa menjadi seperti apa yang diharapkan yang terangkum dalam pernyataan akhlak mulia, aktif, kreatif, dan inovatif. Terkait dengan kurikulum 2013, walaupun pemerintah menyediakan buku pegangan guru dan siswa, pelatihan bagi guru inti, dan pendampingan di tingkat daerah, guru perlu mengubah beberapa mindset seperti berikut ini:

  1. Perubahan menjadi sesuatu yang niscaya dalam konteks pendidikan seiring dengan tuntutan dan kebutuhan. Guru hendaknya mampu memahami aspek aspek filosofik, struktur, dan karakteristik perubahan yang ada, sehingga tidak timbul sebuah kesan,”ternyata tidak beda kok dengan sebelumnya”.

  2. Kemampuan menurunkan konsep atau content serta kompetensi yang hendak dicapai menjadi alur signifikan dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan sampai penilaian, seperti penguatan pada pemahaman alur kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator.

  3. Perubahan kompetensi yang disepakati diiringi oleh perubahan penerapanan model dan strategi pembelajaran. Penguatan kembali konsep “student centered” menjadi motor utama bagi pengembangan pembelajaran.

  4. Keberhasilan proses pembelajaran ditopang oleh kolaborasi dan kerjasama antar guru pada satu atau rumpun mata pelajaran, pengembang kurikulum, dan stakeholder serta masyarakat.

  Perubahan cara pandang guru terhadap perubahan yang ada menjadi potongan-potongan mozaik citra guru profesional. Sebuah keberhasilan pendidikan seolah merupakan gambaran dari potongan-potongan mozaik yang satu sama lain saling bersatu padu menyajikan sebuah gambar yang indah untuk dilihat. Keindahan sebuah mozaik bisa tercermin dari gambar-gambar mozaik dengan muncul kesan seolah garis pemisah mozaik tidak kelihatan.