berbadan sehat, memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, guru adalah manusia berjiwa pancasila, dan seorang warga negara yang baik.
5
Apa yang disampaikan Oemar Hamalik tersebut, tidak jauh beda dengan pasal yang tercantum dalam UUGD, pasal 8, 9, dan 10, sebagai berikut:
Pasal 8: Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal 9: Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Pasal 10: 1 Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kemudian dalam tugas keprofesionalannya, guru mempunyai tugas: a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik
guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
6
Type Guru Profesional sebagaimana digambarkan dalam UUGD di atas menurut penulis sudahlah baik, sehingga tidak perlu untuk dibahas lebih jauh.
C. Guru Profesional dalam Perspektif Islam
5
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara. Hal. 118.
6
Pasal 20 UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Guru sebagai tulang punggung pendidikan Islam memiliki eksistensi yang sangat kuat. Dalam pendidikan Islam menurut Syekh az-Zamuji dalam
kitabnya Ta’lim Muta’lim di antara syarat seseorang untuk dapat belajar dengan sukses adalah menghormati guru sama seperti menghormati ilmu. Santri
siswa tidak akan memperoleh ilmu dan mendapat manfaatnya tanpa menghormati ilmu dan gurunya. Demikian besar posisi dan fungsi guru se-
hingga menghormatinya itu lebih baik dibandingkan sekedar mentaatinya. Menurut kitab rujukan utama para santri ini, manusia tidak dianggap kufur
karena bermaksiat. Tetapi manusia menjadi kufur karena tidak menghormati atau memuliakan perintah Allah.
Dalam lingkungan pondok pesantren sebagai salah satu miniatur pendidikan Islam, seorang guru tidak disyaratkan memiliki kualifikasi
pendidikan tertentu. Tidak ada catatan sejarahnya seorang guru yang akan mengajar diminta keterangan ijazah pendidikan tertentu. Sekalipun puluhan
tahun belajar dari satu pesantren ke pesantren yang lain, bukan ijazah yang dilihat oleh masyarakat tapi kemampuannya kompetensi dalam mengamalkan
ilmu dan manfaatnya bagi masyarakat. Kompetensi amaliah ini kemudian melahirkan stratifikasi guru agama. Bila hanya lingkup kecil biasanya cukup
disebut ustadz. Namun bila pengaruhnya sudah luas apalagi ditambah dengan kemampuannya memimpin pesantren dengan santri banyak, maka akan
tersanding sertifikat gelar Kyai di Sunda ajeungan. Tidak setiap orang bisa memperoleh sertifikat ini, karena masyarakat memberikan khusus kepada
orang tertentu dengan kriteria tertentu. Bahkan bila ada guru agama yang telah mencapai gelar terhormat ini kemudian memiliki sifat dan sikap yang tidak
sesuai dengan kualifikasinya, maka gelar tersebut akan dicabut kembali oleh masyarakat.
7
7
Natsir, Nanat Fatah, 2007. Jurnal EDUCATIONIST No. I Vol. I Januari 2007, Pemberdayaan Kualitas Guru Dalam Perspektif Pendidikan Islam, UPI: Bandung., hlm. 27.
Dalam perspektif Islam, seorang pendidik guru akan berhasil menjalankan tugasnya apabila memiliki pikiran kreatif dan terpadu serta
mempunyai kompetensi profesional religius.
8
Yang dimaksud kompetensi profesional religius sebagaimana di atas adalah kemampuan untuk menjalankan tugasnya secara profesional. Artinya,
mmampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkannya berdasarkan teori dan wawasan keahliannya
dalam perspektif Islam.
9
Allah berfirman:
للول ف
ف ق ق تل
َامل س
ل يقلل
ك ل لل
ه ه به
م م لقع
ه ن
ن إه ع
ل م ق س
ن لا رلص
ل بللقاول دلاؤلففلقاول
ل ل ك
ف ك
ل ئهللوأف
ن ل َاك
ل هفنقعل
للُوئفس ق مل
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui
pengetahuan tentang hal itu, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan di tanga. Q.S. Al-Isra’ [17]: 36
Firman di atas sudah sangat tegas menjelaskan bahwa seorang guru mestilah memiliki kompetensi profesional sebagaimana diamanatkan dalam
UUGD. Dalam kaitan ini, al-Ghazali pernah berkata, “ Hendaklah guru mengamalkan ilmunya, jangan perkataannya membohongi perbuatannya.
Perumpamaan guru yang membimbing murid, bgaikan ukiran dan tanah liat atau bayangan dengan tongkat. Bagaimana mungkin tanah liat dapat terukir sendiri
8
Muhaimin, Dkk. 1999. Kontroversi Pemkiran Fazlur Rahman: Sudi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam, Dinamika: Cirebon. Hlm. 115.
9
Muhaminin dan Abdul Mujib. 1993. Pemiiran Pendidikan IslamL Kajian Filosofi dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Trigenda Karya: Bandung. Hlm. 173
tanpa ada alat untuk mengukirnya dan bagaimana mungkin bayangan akan lurus akalu bengkok tongkatnya.”
10
Memang, adakalanya seroang guru dalam mengajar menemui permasalahan. Keadaan yang demikian mengharuskan adanya suatu program yang
disebut on-service training. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan berkala dan rutin di antara para guru yang mempunyai bagian sama,
sehingga terjadi tukar pikiran di antara para guru itu dalam mencari alternatif pemecahannya.
11
D. Mengukur Keprofisonalan Guru